BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Di bawah ini akan dipaparkan hasil wawancara yang dilakukan dengan
kepala sekolah, dan guru tentang kemampuan guru mengelola kelas berbasis
PAKEM di SDN 3 Sinombayuga Kecamatan Posigadan Kebupaten Bolaang
Mongondow Selatan sebagai berikut :
1. Kemampuan Guru Mendesain Kelas
a. Metode Pembelajaran Yang Digunakan
Suatu proses pembelajaran pastilah dimulai dengan adanya input,
kemudian proses pembelajaran, dan yang terakhir adalah output. Siswa
merupakan input atau masukan dalam proses pembelajaran . Tugas siswa adalah
belajar dan juga dituntut perannya dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang
baik apabila siswa mengalami perubahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
pada rencana pembelajaran. Guru memiliki tugas mengajar, serta memiliki peran
dalam pembelajaran. Guru dalam mengajar dituntut melaksanakan pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran menggunakan metode-metode yang
mendukung pencapaian tujuan. Metode pembelajaran atau strategi mengajar
adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum.
Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran
ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi
kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode
pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran
32
(instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam
proses belajar itu sendiri.
Metode pembelajaran yang digunakan di SDN 3 Sinombayuga masih
terbatas pada metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan demonstrasi. Hal ini
sebagaimana pemaparan bapak kepala sekolah yang berhubungan dengan hal di
atas yakni :
Metode Pembelajaran yang kami terapkan disekolah masih terbatas pada
metode ceramah, dsikusi, Tanya jawab dan demonstrasi. (1.1/W/KS/08-
04-13)
Pemaparan kepala sekolah di telusuri lagi degan mewawancarai guru kelas
lima. dia menuturkan bahwa :
Dalam proses pembelajaran kami sudah mulai mengarah ke PAKEM,
metode yang guru-guru disekolah ini sering terapkan adalah metode
ceramah, diskusi, dan metode demonstrasi, tapi yang sering di pakai
adalah metode ceramah. (1.1/W/GK5/08-04-13)
Dari pemaparan guru kelas lima di atas peneliti merasa perlu memperoleh
jawaban yang lebih mendalam, untuk itu peneliti mewawancarai guru kelas
empat, beliau menuturkan bahwa:
Dalam proses pembelajaran saya sudah mulai menerapkan metode
pembelajaran jigsaw, ceramah dan diskusi. (1.1/W/GK4/21-05-13)
Dari berbagai informasi yang diperoleh, peneliti menyimpulkan bahwa
metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran di SDN 3
Sinombayuga masih terbatas pada metode ceramah, diskusi, tanya jawab,
demonstrasi, dan ada beberapa guru yang suda mulai menerapkan metode jigsaw.
33
b. Mendorong Siswa Mengembangkan Tingkah Lakunya Sesuai Dengan
Tujuan Pembelajaran Berbasis PAKEM
Guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam usaha
menciptakan kondisi dinamis dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan
tercapai apabila guru mempunyai rasa optimis selama pembelajaran berlangsung.
Asumsi yang mendasari argumentasi ini ialah guru merupakan penggerak utama
dalam pembelajaran. Keberhasilan dalam pembelajaran terletak pada guru dalam
melaksanakan misinya. Karena guru merupakan salah satu faktor penunjang untuk
memperoleh keberhasilan dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu guru harus
mampu mendorong siswa supaya aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian
besar kemungkinan minat dan aktifitas belajar siswa semakin meningkat. Dalam
pembelajaran guru bertindak sebagai motivator yang selalu berusaha mendorong
siswa supaya tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran aktif secara
fisik maupun psikis dalam pembelajaran, demikian pula siswa dapat memperoleh
materi pelajaran secara mendalam, dengan kata lain siswa akan memperoleh hasil
belajar yang baik. Pengetahuan yang dikuasai secara mendalam yang diharapkan
dari siswa akan terwujud apabila dalam pembelajaran siswa aktif atas usaha
sendiri dalam mencerna pelajaran yang diterimanya dari guru.
Dalam mendorong siswa mengembangkan tingkahlakunya sesuai dengan
pembelajaran PAKEM, guru di SDN 3 Sinombayuga memberikan dorongan
kepada siswa yang kurang mampu untuk terus belajar. Hal tersebut di atas
dibuktikan dengan pemaparan kepala sekolah yaitu:
34
Saya mendorong tingkahlaku siswa dengan memberikan motivasi atau
dorongan kepada siswa. Siswa yang kurang mampu diberikan dorongan
untuk terus belajar dengan cara diberi semangat. (1.2/W/KS/08-04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas di telusuri lagi dengan mewawancarai
guru, beliau menjelaskan bahwa :
Tingkah laku siswa berbeda-beda, kemudian guru tidak mampu
mengontrol tingkah laku mereka. Guru hanya memberikan materi sampai
selesai tanpa memperhatikan tingkah laku siswa, sehingga tujuan
pembelajaran tidak dapat dicapai secara maksimal. (1.2/W/GSBK/17-05-
13)
Merasa kurang yakin dengan jawaban guru di atas, peneliti
mewawawancarai guru agama, belia menjelaskan bahwa :
guru-guru disini kurang mampu mengembangkan tingkah laku siswa agar
sesuai dengan pembelajaran pakem, ini terbukti ketika guru mengjar, guru
hannya cermah sampai materi habis, siswa tidak ada yang berani bersuara.
(1.2/W/GMTA/22-04-13)
Dari data yang dijabarkan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa guru
kurang mampu mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai dengan
tujuan pembelajaran berbasis PAKEM, beberapa guru hanya menggunakan
metode ceramah dan menghabiskan materi dan tidak memberikan motivasi kepada
siswa agar mengembangkan tingkahlakunya dan berperan aktif dalam
pembelajaran.
c. Mengendalikan Siswa dan Sarana Pembelajaran Dalam Suasana
Yang Menyenangkan Untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan sarana belajar merupakan
pembelajaran yang mengidentikkan sarana sebagai salah satu sumber belajar.
Terkait dengan hal tersebut, sarana digunakan sebagai sumber inspirasi dan
motivator dalam meningkatkan pemahaman pserta didik. dalam hal ini, sarana
35
merupakan faktor pendorong yang menjadi penentu dalam meningkatkan
pemahaman peserta didik dalam setiap pembelajaran.
Dalam menggunakan sarana sebagai sumber belajar, guru-guru di SDN 3
Sinombayuga memanfaatkannya dengan berbagai cara, hal dibuktikan dengan
penjelasan kepala sekolah bahwa:
Dalam menggunakan sarana sebagai sumber belajar kami mengadakan
gambar-gambar yang ada hubungannya dengan mata pelajaran dan
gambar-gambar tersebut di atur sedemikian rupa di dalam ruang kelas
(1.3/W/KS/08-04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas ditelusuri lagi dengan bertanya pada
guru kelas lima, beliau menjelaskan bahwa:
Sarana dan prasarana di sekolah kami masih sangat minim, sehingga
terkadang kami hannya memanfaatkan gambar-gambar yang ada
hubungannya dengan mata pelajaran yang ada di dalam kelas atau
menggunakan alam sekitar sekolah jika itu ada hubungannya dengan mata
pelajaran (1.3/W/GK5/08-04-13)
Merasa kurang puas dengan pemaparan di atas, peneliti meneruska
penelitian dengan mewawancarai guru matapelajaran agama, beliau menuturkan
bahwa :
Biasanya kami hannya menggunakan gambar-gambar sebagai sarana
belajar, itu pun kalau ada hubungannya dengan mata pelajaran, untuk mata
pelajaran IPA kami menggunakan alat yang seadanya yang disediakan
oleh sekolah (1.3/W/GMTA/22-04-13)
Dari hasil wawancara yang telah dipaparkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa guru-guru di SDN 3 Sinombayuga masih sulit dalam
mengendalikan sarana dan prasarana sebagai sumber belajar siswa, para guru
hannya menggunakan gambar-gambar yang ditempel di dalam kelas yang ada
36
hubunganya dengan mata pelajaran dan sesekali menggunakan alam sekitar
sekolah sebagai media pembelajaran yang menyenangkan.
2. Kemampuan Guru Mengorganisasikan Kelas
a. Penataan Lingkungan Fisik Kelas Brbasis PAKEM
Manajemen kelas yang baik terarah kepada upaya pencegahan munculnya
perilaku bermasalah, dan penataan lingkungan fisik merupakan unsur penting
dalam pengelolaan kelas. Penataan kelas mempengaruhi keterlibatan dan
partisipasi peserta didik, dan penataan secara fisik harus sejalan dengan tujuan
pembelajaran. Wahana lingkungan fisik akan mempengaruhi peserta didik baik
secara langsung maupun melalui perilaku guru, atau melalui tugas-tugas
terstruktur yang diberikan guru kepada peserta didik.
Penataan lingkungan fisik kelas di SDN 3 Sinombayuga selalu mengacu
pada kebutuhan siswa di kelas, hal ini sesuai dengan pemaparan kepala sekolah
dalam wawancara yang dilakukan diruang kerjanya yaitu :
Dalam penataan lingkungan fisik kelas kami selalu menata kelas sesuai
dengan tingkatan kelas siswa dan kebutuhan mata pelajaran di tingkatan
kelas, misalanya di kelas 1 kami menata kelas dengan menempel gambar-
gambar yang ada hubangannya dengan baca tulis dan berhitung agar siswa
lebih mudah memahami belajar baca tulis dan menghitung (2.1/W/KS/08-
04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas juga di telusuri lagi dengan bertanya
kepada guru wali kelas 1, beliau menjelaskan bahwa :
saya menata lingkungan fisik kelas saya menjadi menarik, sehingga siswa-
siswa saya tidak merasa bosan lama-lama di dalam kelas, disamping itu
juga temapat duduk di kelas diatur tidak terlalu berdekatan untuk mecegah
keributan di dalam kelas (2.1/W/GK4/21-05-13)
37
Pemaparan guru kelas satu di atas dirasa belum cukup oleh peneliti, oleh
karena itu peneliti meneruskan penelitian dengan bertanya kepada guru laiinya,
beliau menambahkan bahwa :
Dalam menata lingkungan fisik kelas saya selalu memperhatikan
Kenyamanan siswa dalam belajar, barang-barang yang tidak diperlukan
saya kelauarkan dari kelas, adapun barang-barang yang diperlukan saya
atur sedemikian rupa sehingga mudah dijangkau oleh siswa dan mudah
dipindah-pindahkan saat digunakan (2.1/W/GSBK/17-05-13)
Dari hasil wawancara yang telah dipaparkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa dalam penataan lingkungan kelas, guru-guru di SDN 3
Sinombayuga menata kelas dengan memperhatikan kenyamanan siswa dalam
belajar, mudah dijangkau oleh siswa, mudah dipindah-pindahkan, kelas dibuat
menarik agar siswa betah di dalam kelas, pengaturan tempat duduk diatur tidak
terlalu berdekatan, dan meletakkan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan materi
belajar di tingkatan kelas siswa.
b. Pengelompokan Peserta Didik Berbasis PAKEM
Pengelompokan atau lazim dikenal dengan grouping didasarkan atas
pandangan bahwa disamping peserta didik tersebut mempunyai kesamaan, juga
mempunyai perbedaan. Kesamaan-kesamaan yang ada pada peserta didik
melahirkan pemikiran penempatan pada kelompok yang sama, sementara
perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik melahirkan pemikiran
pengelompokan mereka pada kelompok yang berbeda. Perbedaan antar peserta
didik dan intra peserta didik ini mengharuskan layanan pendidikan yang berbeda
terhadap mereka. Oleh karena layanan yang berbeda secara individual demikian
dianggap kurang efisien, maka dilakukan pengelompokan berdasarkan persamaan
38
dan perbedaan peserta didik, agar kekurangan pada pengajaran secara klasikal
dapat dikurangi. Dengan perkataan lain, pengelompokan adalah konvergensi dari
pengajaran sistem klasikal dan sistem individual. Alasan pengelompokan peserta
didik juga didasarkan atas realitas bahwa peserta didik secara terus-menerus
bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik satu
dengan yang lain berbeda. Agar perkembangan peserta didik yang cepat tidak
mengganggu peserta didik yang lambat dan sebaliknya (peserta didik yang lambat
tidak mengganggu yang cepat), maka perlu dilakukan pengelompokan peserta
didik.
Pengelompokkan siswa di kelas di SDN 3 Sinombayuga, siswa
dikelompokkan berdasarakan tingkat kecerdasan siswa, penjelasan di atas sesuai
degan pernytaan kepala sekolah, beliau menjelaskan bahwa :
Guru melakukan pengelompokan dengan cara siswa dikelompokkan
berdasarkan tingkat kemampuan, yang pintar kelompok sendiri, yang
kurang pintar kelompok sendiri juga sehingga mudah mengontrol dan
menilai kelompok yang kurang. (2.2/W/KS/08-04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas ditelusuri lagi dengan mewawancarai
guru kelas lima, beliau menjelaskan bahwa :
Dalam mengelompokan siswa biasanya saya bagi rata jumlahnya, biasanya
saya kelompokkan yang pintar saya sendirikan yang kurang pintar saya
sendirikian, biasanya juga saya acak agar siswa yang pintar bisa
membimbing yang kurang pintar. (2.2/W/GK5/08-04-13)
Pemaparan di atas dirasa masi kurang oleh peneliti, oleh karena itu peneliti
melanjutkan penelusuran dengan mewawancarai guru agama, beliau menjelaskan
bahwa:
Dalam mengelompokan siswa biasanya saya acak antara siswa yang suka
menganggu teman dengan siswa pendiam, siswa yang suka menganggu
39
teman tidak saya jadikan satu kelompok melainkan saya sebar di semua
kelompok, karena kalau mereka disatukan akan terjadi keributan dan
tujuan pembelajaran tidak akan tercapai (2.2/W/GMTA/22-04-13)
Dari hasil waancara yang berhasil dikumpulkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa dalam mengelompokan siswa, guru di SDN 3 Sinombayuga
mengelompookan siswa sesuai dengan tingkat kecerdasan siswa, yang pintar
disendirikan, yang kurang pintar disendirikan agar mudah menilai dan mengontrol
siswa yang kurang, kemudian dikelompokan secara acak yakni yang pintar
dicampur dengan yang kurang pintar agar yang pintar dapat membimbing yang
kurang pintar, kemudian siswa dikelompokkan dengan cara menyebar siswa yang
nakal di semua kelompok agar tidak terjadi keributan di ruang kelas.
3. Kemampuan Guru Memberdayakan Peserta Didik
a. Kemampuan Guru Mengidentifikasi Potensi Akademik Siswa Melalui
PAKEM
Identifikasi adalah sebuah proses mengenali anak yangg memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa, sehingga diperlukan layanan berdiferensiasi agar
anak yang telah diidentifikasi dapat berkembang secara penuh sesuai potensi yang
dimilikinya. Identifikasi anak berbakat bertujuan untuk menemukan anak-anak
yang berbakat dan membantu mereka mengoptimalkan potensi unggulnya
sehingga dapat menjadi prestasi unggul. Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah
hal yang mudah. Oleh karena banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak
menampakkan bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak di antara mereka berasal
dari golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang
40
menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan
kemampuan bicara.
Di SDN 3 Sinombayuga guru-guru mengidentifikasi potensi akademik
siswa dengan cara memberi tugas pada siswa, hal tersebut sesuai dengan
penjelasan kepala sekolah bahwa:
Guru-guru dapat mengenal bakat siswa disaat proses belajar mengajar di
kelas, terutama pada mata pelajaran matematika. Ada beberapa orang yang
bisa mengerjakan tugas dengan benar, misalnya, memperoleh nilai 75.
artinya tingkat penguasaan siswa terhadap materi sangat bagus, dan itu
akan meningkatkan prestasi mereka dalam belajar sehingga pada semester
berikutnya akan leboh bagus lagi. Kami sebagai guru, tentu dapat
mengenal bakat siswa pada situasi belajar di dalam kelas maupun di luar
kelas atau disaat ujian semester. (3.1/W/KS/08-08-13)
Pemaparan wali kelas 5 di atas di telusiri lagi dengan mewawancarai guru
kelas empat, beliau menjelaskan bahwa :
Dalam mengidentifikasi kompetensi akademik siswa saya lakukan dengan
menilai pada tingkat kemampuan siswa yang bersifat kognitif, afektif, dan
psikomotorik. (3.1/W/GK4/21-05-13)
Merasa masih belum puas dengan wawancara di atas, peneliti meneruskan
penelusuran dengan mewawancarai guru lainnya, beliau menjelaskan bahwa :
Sebagai guru kita harus mampu mengidentifikasi potensi akademik siswa,
dalam mengidentifikasi potensi akaddemik siswa biasanya saya lakukan
dengan memeriksa hasil pkerjaan tugas yang saya berikan, kemudian saya
identifikasi dalam proses diskusi tanya jawab, biasanya yang memiliki
potensi di bidang mata pelajaran tertentu dia akan sering mengajukan
pertannyaan. (3.1/W/GSBK/17-05-13)
Dari informasi yang berhasil dikumpulkan di atas, peneliti berkesimpulan
bahwa dalam mengidentifikasi kompetensi akademik siswa, para guru di SDN 3
Sinombayuga mengidentifikasi dengan cara memberikan tugas kepada siswa,
kemudian menilai hasil kerja siswa. Hasil kerja siswa itulah yang menjadi alat
41
penilaian kompetensi akademik siswa. Cara lainnya adalah dengan menilai siswa
dalam proses diskusi, siswa yang sering bertanya pada pelajaran tertentu
merupakan siswa yang memiliki kompetensi akademik pada matapelajaran
tersebut.
b. Kemampuan Guru Mengenal dan Mengembangkan Bakat dan
Keterampilan Siswa Melalui PAKEM.
Bakat tidak sama dengan kecerdasan. Bakat lebih mengacu pada motorik
maupun keterampilan yang ditampilkan anak. Dengan kata lain, bakat bisa terlihat
oleh orang lain. Cara yang dilakukan adalah terus-menerus mengasah bakat
melalui latihan. Bakat tidak akan berkembang bila tak ada penguat, sehingga
kemudian hilang. Selain bakat, mereka juga mempunyai minat terhadap bidang
yang digeluti. Adanya minat juga akan menguatkan bakat tersebut. Sayangnya tak
semua bisa berjalan beriringan antara bakat dan minat. Ada anak berbakat yang
ternyata tidak berminat dengan bakat yang dimilikinya. Bila ini terjadidiperlukan
dukungan lebih banyak dari guru di sekolah dan orangtua, agar bakat anak bisa
terasah secara optimal. Kalau tidak mendapat dukungan dari guru dan orangtua
atau dibangkitkan minatnya, bakat yang dimiliki anak tidak akan berkembang.
Bisa saja anak tersebut agak lambat untuk mengembangkan kemampuannya,
terutama ketika menyadari bahwa ia mempunyai bakat dalam bidang tertentu.
Untuk mengenal dan mengembangkan bakat siswa, para guru
melakukannya dengan berbagai cara, hal tersebut sesuai dengan pemaparan kepala
sekolah, beliau menjelaskan bahwa :
Untuk mengenali bakat siswa untuk olahraga akan nampak pada mata
pelajaran PENJAS praktek, dari situ kami dapat mengenalai bakat siswa,
42
kemudian untuk mengembangkannya kami beri pelatihan khusus dan
dipersiapkan untuk mengikuti perlombaan yang diselengggatakan oleh
dinas pendidikan (3.2/W/KS/8-04-13)
Pemaparan kepala sekolah diatas di telusuri lagi degan mewawancarai
guru kelas lima, beliau menjelaskan bahwa :
Misalnya seorang siswa memiliki bakat dalam seni musik, bakat tersebut
ditindaklanjuti oleh guru, pada perlombaan guru menunjuk siswa tersebut
untuk mengikuti perlombaan antar sekolah. (3.2/W/GK5/8-04-13)
Pemaparan di atas dirasa belum cukup oleh peneliti, oleh karena itu
peneliti meneruskan penelusuran degan mewawancarai guru agama, beliu
menjelaskan bahwa :
Cara saya menindak lanjuti bakat siswa contohnya ada siswa yang punya
bakat dalam olah raga lalu saya menindaklanjutinya. Contohnya disetiap
sekolah diusulkan oleh dinas pendidikan untuk mengikuti berbagai macam
kegiatan olah raga di tingkat kecamatan, jadi siswa yang punya bakat
tersebut yang diikut sertakan pada kegiatan tersebut sehingga dapat
membawa nama seekolah. (3.2/W/GMTA/22-04-13)
Dari pemaparan data wawancara di atas, peneliti manyimpulkan bahwa
dalam mengenal bakat siswa, guru mengidentifikasi dari pelajaran PENJASKES
dan mata pelajaran kesenian. Untuk mengembangkan bakat siswa para guru
menindaklanjuti bakat tersebut dengan memberikan pelatihan khusus untuk diikut
sertakan pada berbagai kegiatan di tingkat kecamatan dan dapat membawa nama
sekolah.
c. Kemampuan Guru Melibatkan Siswa Dalam Pembelajaran
Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan
berpikir, emosi, dan sosial. Keterlibatan siswa dalam belajar, membuat anak
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan. Namun
pembelajaran saat ini pun masih ada yang menggunakan metode belajar dimana
43
siswa menjadi pasif seperti pemberian tugas, dan guru mengajar secara monolog,
sehingga cenderung membosankan dan menghambat perkembangan aktivitas
siswa.
Para guru di SDN 3 sinombayuga melibatkan siswa dalam pembelajaran
dengan cara menyampaikan informasi secara barvariasi hal tersebut sesuai degan
penjelasan kepala sekolah, beliau menjelaskan bahwa:
Di sekolah saya untuk melibatkan siswa dalam pembelajaran dilkukan
dengan memberikan variasi pada setiap penyampaian materi, hal ini
dilakukan untuk menghindari kebosanan siswa dalam mengikuti pelajaran,
cara lain yang dilakukan guru-guru adalah dengan meminta partisipasi
siswa dalam proses pembelajaran, seperti diskusi dan tanya jawab.
(3.3/W/KS/08-04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas ditelusuri lagi degan mewawancarai
guru lainnya, beliau menjelaskan bahwa :
Untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dikelas seperti ada
siswa yang takut atau malu kepada guru tentu saja untuk mengatasinya
perlu dilakukan berbagai cara seperti mengajak siswa untuk berbicara atau
diberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas di papan tulis sehingga
siswa yang bersangkutan dapat berpartisipasi dalam pembelajaran.
(3.3/W/GSBK/17-05-13)
Setelah mewawancarai guru di atas, peneliti merasa perlu mewaanarai
guru kelas empat, beliau menjelaskan bahwa:
Untuk melibatkan siswa saya laukuan dengan memintanya maju kedepan
untuk menghafal atau menulis di papan tulis, biasanya jika tidak mau maju
kedepan saya mencoba untuk mengajaknya berbicara dan bertanya seputar
mata pelajaran. (3.3/W/GK4/21-05-13)
Dari beberapa wawancara yang dipaparkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa dalam melibatkan siswa, guru-guru di SDN 3 Sinombayuga
memberi variasi pada penyampaian materi untuk menghindari kebosanan pada
siswa dan memancing siswa untuk ikut terlibat dalam pembelajaran, cara
44
berikutnya adalah dengan cara mengajaknya berbicara dan memintanya untuk
mengerjakan tugas di papan tulis.
4. Kemampuan Guru Memonitoring Dan Evaluasi Kelas
a. Validitas Penilaian di Kelas
Terdapat dua aspek penting terkait dengan validitas, yaitu: Apa yang
diukur dan bagaimana mengukurnya dengan tepat. Secara tradisional, validitas
menekankan pada karakteristik tes, yang pada umumnya mementingkan kualitas
tes. Namun, pemikiran terbaru tentang pengukuran menekankan bahwa validitas
harus dikaitkan dengan kegunaannya dalam membuat skor dari sebuah tes.
Guru-guru di SDN 3 Sinombayuga menggunakan alat ukur yang sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai. Hal tersebut seusai dengan pemaparan
kepala sekolah, beliau menjelaskan bahwa :
Alat penilaian sebagai alat ukur kepada siswa tentang pembelajaran sudah
disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai tetapi masih ada
kendala dan kompetensi yang akan dicapai di sini sudah disesuaikan
dengan KKM, untuk itu kami selaku guru pengajar dapat menghasilkan
penilaian kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, atau
ujian semester. Alat ukur yang sering digunakan adalah tes objektif dalam
bentuk pilihan ganda, tes tertulis dan dalam bentuk uraian atau isian.
(4.1/W/KS/08-04-13)
Pemaparan di atas di telusuri lagi degan dengan mewawancarai guru kelas
lima, beliau menjelaskan bahwa :
Alat ukur yang kami berikan sudah sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai, buktinya hasil dari evaluasi sudah sesuai dengan kenyataan siswa
yang dievaluasi. (4.1/W/GK5/08-04-13)
setelah melakukan wawancara dengan guru kelas limma, peneliti merasa
perlu mewawancarai guru agama, beliau menjelaskan bahwa:
45
46
Tentunya alat ukur harus valid dengan kompetensi yang akan dicapai,
karna jika tidak, maka hasil evaluasi tidak akan sesuai dengan kenyataan,
untuk itu kami selalu menyesuaikan soal-soal dengan kompetensi yang
akan dicapai. (4.1/W/GMTA/22-04-13)
Dari hasil wawancaara yang di paparkan di atas, penelliti menyimpulkan
bahwa alat ukur yang di gunakan oleh guru-guru di SDN 3 Sinombayuga sudah
sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai, adapun alat ukur yang sering
digunakan adalah soal objektif, tes tertulis, dan dalam bentuk isian.
b. Reliabilitas Penilaian di Kelas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat
dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan
dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah,
perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
Penilaian yang diterapkan di SDN 3 Sinombayuga sudah realiable dan
menjamin konsistensi, hal ini sesuai dengan pemaparan kepala sekolah, beliau
menjelaskan bahwa:
tentu saja tes yang kami berikan reliable dan menjamin konsistensi,
Karena kalau alat ukur sudah valid maka sudah tentu dia akan realiable.
(4.2/W/KS/08-04-13)
Pemaparan tersebut ditelusuri lagi dengan mewawancarai guru lainnya,
beliau menjelaskan bahwa:
Tes yang kami berikan bisa menjamin konsistensi karena sudah kami
sesuaiakan dengan tujuan pencapaian kompetensi (4.2/W/GSBK/17-04-
13)
47
Setelah melakukan wawancara di atas, peneliti merasa perlu meneruskan
penelusuran dengan mewawancarai guru kelas empat, beliau menjelaskan bahwa:
Tes yang diberikan selalu menjamin konsistensi Karen jika dilakukan tes
ulang hasilnya selalu sama. (4.2/W/GK4/21-04-13)
Dari beberapa wawancara yang telah dipaparkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa tes yang diberikan di SDN 3 Sinombayuga sudah realiable
dan menjamin konsistensia, Karen jika dilakukan tes ulang hasilnya selalu sama
dan tidak mengalami perubahan.
B. Temuan Hasil Penelitian
1. Kemampuan Guru Mendesain Kelas
Metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran di SDN
3 Sinombayuga masih terbatas pada metode ceramah, diskusi, tanya jawab,
demonstrasi, dan ada beberapa guru yang suda mulai menerapkan metode jigsaw.
Untuk mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan
pembelajaran berbasis PAKEM, guru kurang mampu mendorong siswa
mengembangkan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan pembelajaran berbasis
PAKEM, beberapa guru hanya menggunakan metode ceramah dan menghabiskan
materi dan tidak memberikan motivasi kepada siswa agar mengembangkan
tingkahlakunya dan berperan aktif dalam pembelajaran. Untuk mengendalikan
sarana pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran, menunjukan bahwa guru-guru di SDN 3 Sinombayuga masi sulit
dalam mengendalikan sarana dan prasarana sebagai sumber belajar siswa, para
guru hannya menggunakan gambar-gambar yang ditempel di dalam kelas yang
Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi tanya jawab
Demonstrasi
ada hubunganya dengan mata pelajaran dan sesekali menggunakan alam sekitar
sekolah sebagai media pembelajaran yang menyenangkan.
Metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran di SDN
3 Sinombayuga dapat dijelaskan dalam peta konsep di bawah ini :
Gambar : 4.1
2. Kemampuan Guru Mengorganisasikan Kelas
Hal yang dilakukan guru dalam penataan lingkungan kelas, guru-guru di
SDN 3 Sinombayuga menata kelas dengan memperhatikan kenyamanan siswa
dalam belajar, mudah dijangkau oleh siswa, mudah dipindah-pindahkan, kelas
dibuat menarik agar siswa betah di dalam kelas, pengaturan tempat duduk diatur
tidak terlalu berdekatan, dan meletakkan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan
materi belajar di tingkatan kelas siswa.
48
Pengorganisasian kelas
Penataan Lingkungan
kelasPengelompokan
Siswa
Dalam mengelompokan siswa guru di SDN 3 Sinombayuga
mengelompookan siswa sesuai dengan tingkat kecerdasan siswa, yang pintar
disendirikan, yang kurang pintar disendirikan agar mudah menilai dan mengontrol
siswa yang kurang, kemudian dikelompokan secara acak yakni yang pintar
dicampur dengan yang kurang pintar agar yang pintar dapat membimbing yang
kurang pintar, kemudian siswa dikelompokkan dengan cara menyebar siswa yang
nakal di semua kelompok agar tidak terjadi keributan di ruang kelas.
Deskripsi Kemampuan guru mengorganisasikan kelas dapat dijelaskan
dalam peta konsep :
Gambar : 4.2
3. Kemampuan Guru Memberdayakan Peserta Didik
Dalam mengidentifikasi kompetensi akademik siswa, para guru di SDN 3
Sinombayuga mengidentifikasi dengan cara memberikan tugas kepada siswa
49
Memberdayakan Peserta didik
Mengidentifikasi Kompetensi
Akademik Siswa
Mengidentifikasi Bakat Siswa
kemudian menilai hasil kerja siswa. Hasil kerja siswa itulah yang menjadi alat
penilaian kompetensi akademik siswa. Cara lainnya adalah dengan menilai siswa
dalam proses diskusi, siswa yang sering bertanaya pada pelajaran tertentu
merupakan siswa yang memiliki kompetensi akademik pada matapelajaran
tersebut. Dalam mengenal bakat siswa , guru di SDN 3 Sinombayuga
mengidentifikasi dari pelajaran PENJASKES dan mata pelajaran kesenian. Untuk
mengembangkan bakat siswa para guru menindaklanjuti bakat tersebut dengan
memberikan pelatihan khusus untuk diikut sertakan pada berbagai kegiatan di
tingkat kecamatan dan dapat membawa nama sekolah. Dalam melibatkan siswa
guru-guru di SDN 3 Sinombayuga memberi variasi pada penyampaian materi
untuk menghindari kebosanan pada siswa dan memancing siswa untuk ikut
terlibat dalam pembelajaran, cara berikutnya adalah dengan cara mengajaknya
berbicara dan memintanya untuk mengerjakan tugas di papan tulis.
Deskripsi dalam memberdayakan peserta didik dapat dijelaskan dalam
peta konsep :
Gambar : 4.3
50
Evaluasi
VAliditas Realiabelitas
4. Kemampuan Guru Memonitoring dan Evaluasi Kelas
Alat ukur yang di gunakan oleh guru-guru di SDN 3 Sinombayuga sudah
sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai, adapun alat ukur yang sering
digunakan adalah soal objektif, tes tertulis, dan dalam bentuk isian. Adapun
realiebilitas tes, tes yang diberikan di SDN 3 Sinombayuga sudah realiable dan
menjamin konsistensi, Karena jika dilakukan tes ulang hasilnya selalu sama dan
tidak mengalami perubahan.
Deskripsi Metode evaluasi kelas dapat dijelaskan dalam peta konsep :
Gambar : 4.4
C. Pembahasan
Setelah di temukan temuan-temuan dari hasil wawancara tentang
kemampuan guru mengelola kelas berbasis PAKEM di SDN 3 Sinombayuga
kecamatan Posigadan kebupaten Bolaang Mongondow Selatan, temuan yang
51
dikemukakan pada bagian ini berdasarkan pada paparan data yang diperoleh
dilapangan dan dirumuskan berdasarkan interprestasi data.
1. Kemampuan Guru Mendesain Kelas
a. Metode Pembelajaran Yang Digunakan
Suatu proses pembelajaran pastilah dimulai dengan adanya input,
kemudian proses pembelajaran, dan yang terakhir adalah output. Siswa
merupakan input atau masukan dalam proses pembelajaran . Tugas siswa adalah
belajar dan juga dituntut perannya dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang
baik apabila siswa mengalami perubahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
pada rencana pembelajaran. Guru memiliki tugas mengajar, serta memiliki peran
dalam pembelajaran. Guru dalam mengajar dituntut melaksanakan pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran menggunakan metode-metode yang
mendukung pencapaian tujuan. Metode pembelajaran atau strategi mengajar
adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum.
Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran
ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi
kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode
pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran
(instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam
proses belajar itu sendiri. Adapun metode pembelajaran yang diterapkan dalam
proses pembelajaran di SDN 3 Sinombayuga masih terbatas pada metode
ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, dan ada beberapa guru yang sudah
mulai menerapkan metode jigsaw.
52
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan
pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish
(1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah,
guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya.
Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok untuk
digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk
penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut
sukar didapatkan. Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang
peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling
mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan
kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi
merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251).
Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang sangat
efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
seperti: Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana proses bekerjanya? Bagaimana
proses mengerjakannya. Demonstrasi sebagai metode pembelajaran adalah
bilamana seorang guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja
diminta) atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses.
Misalnya bekerjanya suatu alat pencuci otomatis, cara membuat kue, dan
sebagainya.
b. Mendorong Siswa Mengembangkan Tingkah Lakunya Sesuai Dengan
Tujuan Pembelajaran Berbasis PAKEM
53
54
Guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam usaha
menciptakan kondisi dinamis dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan
tercapai apabila guru mempunyai rasa optimis selama pembelajaran berlangsung.
Asumsi yang mendasari argumentasi ini ialah guru merupakan penggerak utama
dalam pembelajaran. Keberhasilan dalam pembelajaran terletak pada guru dalam
melaksanakan misinya. Karena guru merupakan salah satu faktor penunjang untuk
memperoleh keberhasilan dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu guru harus
mampu mendorong siswa supaya aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian
besar kemungkinan minat dan aktifitas belajar siswa semakin meningkat. Dalam
pembelajaran guru bertindak sebagai motivator yang selalu berusaha mendorong
siswa supaya tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran aktif secara
fisik maupun psikis dalam pembelajaran, demikian pula siswa dapat memperoleh
materi pelajaran secara mendalam, dengan kata lain siswa akan memperoleh hasil
belajar yang baik. Pengetahuan yang dikuasai secara mendalam yang diharapkan
dari siswa akan terwujud apabila dalam pembelajaran siswa aktif atas usaha
sendiri dalam mencerna pelajaran yang diterimanya dari guru. Dalam mendorong
siswa mengembangkan tingkahlakunya sesuai dengan pembelajaran PAKEM,
guru di SDN 3 Sinombayuga kurang mampu Mendorong Siswa Mengembangkan
Tingkah Lakunya Sesuai Dengan Tujuan Pembelajaran Berbasis PAKEM,
beberapa guru hanya menggunakan metode ceramah dan menghabiskan materi
dan tidak memberikan motivasi kepada siswa agar mengembangkan
tingkahlakunya dan berperan aktif dalam pembelajaran.
Menurut Sa’ud (2010:69) bahwa tujuan keterampilan mengelola kelas
adalah (1) mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai tujuan
pembelajaran, (2) Memabantu siswa menghentikan tingkah lakunya sesuai dengan
tujuan pembelajaran, (3) mengendalikan siswa dan sarana pembelajaran dalam
suasana pembelajaran yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran,
(4) membina hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan
siswa dengan siswa, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi efektif.
c. Mengendalikan Siswa dan Sarana Pembelajaran Dalam Suasana
Yang Menyenangkan Untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran dengan menggunakan sarana belajar merupakan
pembelajaran yang mengidentikkan sarana sebagai salah satu sumber belajar.
Terkait dengan hal tersebut, sarana digunakan sebagai sumber inspirasi dana
motivator dalam meningkatkan pemahaman pserta didik. dalam hal ini, sarana
merupakan factor pendorong yang menjadi penentu dalam meningkatkan
pemahaman peserta didik dalam setiap pembelajaran. Guru-guru di SDN 3
Sinombayuga masi sulit dalam mengendalikan sarana dan prasarana sebagai
sumber belajar siswa, para guru hannya menggunakan gambar-gambar yang
ditempel di dalam kelas yang ada hubunganya dengan mata pelajaran dan sesekali
menggunakan alam sekitar sekolah sebagai media pembelajaran yang
menyenangkan. Moch. Uzer Usman (1995) mengemukakan bahwa suatu kondisi
belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur murid dan sarana
pembelajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk
mencapai tujuan pengajaran. Di sini, jelas sekali betapa pengelolaan kelas yang
55
efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya proses belajar-mengajar yang
efektif pula.
2. Kemampuan Guru Mengorganisasikan Kelas
a. Penataan Lingkungan Fisik Kelas Berbasis PAKEM
Manajemen kelas yang baik terarah kepada upaya pencegahan munculnya
perilaku bermasalah, dan penataan lingkungan fisik merupakan unsur penting
dalam pengelolaan kelas. Penataan kelas mempengaruhi keterlibatan dan
partisipasi peserta didik, dan penataan secara fisik harus sejal dengan tujuan
pembelajaran. Wahana lingkungan fisik akan mempengaruhi peserta didik baik
secara langsung maupun melalui perilaku guru, atau melalui tugas-tugas
terstruktur yang diberikan guru kepada peserta didik. Dalam penataan lingkungan
kelas, guru-guru di SDN 3 Sinombayuga menata kelas dengan memperhatikan
kenyamanan siswa dalam belajar, mudah dijangkau oleh siswa, mudah dipindah-
pindahkan, kelas dibuat menarik agar siswa betah di dalam kelas, pengaturan
tempat duduk diatur tidak terlalu berdekatan, dan meletakkan perlengkapan sesuai
dengan kebutuhan materi belajar di tingkatan kelas siswa.
Menurut Loisell (dalam winataputra, 1998; 17-19) ketika menata
lingkungan fisik kelas ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan guru sebagai
berikut: 1) Visibility (Keleluasaan pandangan) Hal pertama yang harus
diperhatikan guru dalam menata lingkungan kelas adalah visibility artinya
penempatan dan penataan barang-barang dikelas tidak mengganggu pandangan
siswa, sehingga siswa lebih leluasa memperhatikan guru pada saat proses
pembelajaran berlangsung. 2) Accessibility (Mudah dicapai/ mudah dijangkau)
56
Barang-barang yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran hendaknya
diletakkan lebih dekat dengan siswa sehingga mudah dijangkau oleh siswa.
3) Fleksibilitas (Keluesan) Barang-barang yang ada didalam kelas hendaknya
mudah untuk ditata dan dipindah-pindah sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
4) Kenyamanan,dan selain menata ruang kelas sesuai dengan tujuan dan strategi
pembelajaran, guru juga dituntut untuk menata dan memberikan kenyamanan baik
bagi siswa maupun guru itu sendiri. Prinsip kenyamanan ini berkenaan dengan
temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas. 5) Keindahan. Dalam
menata ruang kelas, prinsip keindahan ini perlu diperhatikan. Prinsip ini
berkenaan dengan usaha guru menciptakan ruangan kelas yang menyenangkan
dan kondusif bagi kegiatan pembelajaran.
b. Pengelompokan Peserta Didik Berbasis PAKEM
Pengelompokan atau lazim dikenal dengan grouping didasarkan atas
pandangan bahwa disamping peserta didik tersebut mempunyai kesamaan, juga
mempunyai perbedaan. Kesamaan-kesamaan yang ada pada peserta didik
melahirkan pemikiran penempatan pada kelompok yang sama, sementara
perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik melahirkan pemikiran
pengelompokan mereka pada kelompok yang berbeda. Perbedaan antar peserta
didik dan intra peserta didik ini mengharuskan layanan pendidikan yang berbeda
terhadap mereka. Oleh karena layanan yang berbeda secara individual demikian
dianggap kurang efisien, maka dilakukan pengelompokan berdasarkan persamaan
dan perbedaan peserta didik, agar kekurangan pada pengajaran secara klasikal
dapat dikurangi. Dengan perkataan lain, pengelompokan adalah konvergensi dari
57
pengajaran sistem klasikal dan sistem individual. Alasan pengelompokan peserta
didik juga didasarkan atas realitas bahwa peserta didik secara terus-menerus
bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik satu
dengan yang lain berbeda. Agar perkembangan peserta didik yang cepat tidak
mengganggu peserta didik yang lambat dan sebaliknya (peserta didik yang lambat
tidak mengganggu yang cepat), maka perlu dilakukan pengelompokan peserta
didik. Dalam mengelompokan siswa, guru di SDN 3 Sinombayuga
mengelompokan siswa sesuai dengan tingkat kecerdasan siswa, yang pintar
disendirikan, yang kurang pintar disendirikan agar mudah menilai dan mengontrol
siswa yang kurang, kemudian dikelompokan secara acak yakni yang pintar
dicampur dengan yang kurang pintar agar yang pintar dapat membimbing yang
kurang pintar, kemudian siswa dikelompokkan dengan cara menyebar siswa yang
nakal di semua kelompok agar tidak terjadi keributan di ruang kelas.
Pengelompokan atau grouping adalah pengelompokan peserta didik
berdasarkan karakteristik-karakteristiknya” ( Ali Imron, 1995: 75). Karakteristik
demikian perlu digolongkan, agar mereka berada dalam kondisi yang sama.
Adanya kondisi yang sama ini bisa memudahkan pemberian layanan yang sama.
Oleh kerena itu, pengelompokan (grouping) ini lazim dengan istilah
pengklasifikasian (clasification). Tim Dosen AP (1989: 99) menyimpulkan
“Pengelompokan siswa diadakan dengan maksud agar pelaksanaan kegiatan
proses belajar mengajar di sekolah bisa berjalan lancar, tertib, dan bisa tercapai
tujuan-tujuan pendidikan yang telah diprogramkan” . Sebagaimana disebutkan di
atas, bahwa pengelompokan bukan dimaksudkan untuk mengkotak-kotakkan
58
peserta didik, melainkan justru bermaksud membantu mereka agar dapat
berkembang seoptimal mungkin. Jika maksud pengelompokan demikian malah
tidak tercapai, maka peserta didik justru tidak perlu dikelompokan atau digolong-
golongkan. Dengan adanya pengelompokan peserta didik juga akan mudah
dikenali. Sebab, tidak jarang, peserta didik di dalam kelas, berada dalam keadaan
heterogen dan bukannya homogen. Tentu, heterogenitas demikian, seberapa dapat
diketahui tingkatannya sangat bergantung kemampuan diskriminan alat ukur yang
digunakan untuk membedakan. Semakin tinggi tingkat kemampun membedakan
alat ukur yang dipergunakan, semakin tinggi pula tingkat heterogenitas peserta
didik yang ada di sekolah.
3. Kemampuan Guru Memberdayakan Peserta Didik
a. Kemampuan Guru Mengidentifikasi Potensi Akademik Siswa Melalui
PAKEM
Identifikasi adalah sebuah proses mengenali anak yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa, sehingga diperlukan layanan berdiferensiasi agar
anak yang telah diidentifikasi dapat berkembang secara penuh sesuai potensi yang
dimilikinya. Identifikasi anak berbakat bertujuan untuk menemukan anak-anak
yang berbakat dan membantu mereka mengoptimalkan potensi unggulnya
sehingga dapat menjadi prestasi unggul. Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah
hal yang mudah. Oleh karena banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak
menampakkan bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak di antara mereka berasal
dari golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang
menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan
59
kemampuan bicara. Dalam mengidentifikasi kompetensi akademik siswa, para
guru di SDN 3 Sinombayuga mengidentifikasi dengan cara memberikan tugas
kepada siswa kemudian menilai hasil kerja siswa. Hasil kerja siswa itulah yang
menjadi alat penilaian kompetensi akademik siswa. Cara lainnya adalah dengan
menilai siswa dalam proses diskusi, siswa yang sering bertanaya pada pelajaran
tertentu merupakan siswa yang memiliki kompetensi akademik pada
matapelajaran tersebut.menurut Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004 :
20) bahwa bakat peserta didik dapat mengarah pada kemampuan numerik,
mekanik, berpikir abstrak, relasi ruang (spasial), dan berpikir verbal. Minat
seseorang secara vokasional dapat berupa minat profesional, minat komersial, dan
minat kegiatan fisik. Minat profesional mencakup minat-minat keilmuan dan
sosial. Minat komersial adalah minat yang mengarah pada kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan bisnis. Minat fisik mencakup minat mekanik, minat kegiatan
luar, dan minat navigasi (kedirgantaraan/ penerbangan).
Bakat dan minat berpengaruh pada prestasi mata pelajaran tertentu. Dalam
satu kelas, bakat dan minat peserta didik yang satu berbeda dengan bakat dan
minat peserta didik yang lainnya. Namun setiap peserta didik diharapkan dapat
menguasai semua materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah. Dengan
bakat dan minat masing-masing, prestasi peserta didik pada mata pelajaran
tertentu akan berbeda dengan prestasi belajar peserta didik yang lain pada mata
pelajaran yang sama. Selain itu, prestasi peserta didik pada mata pelajaran yang
satu bisa berbeda dengan prestasinya pada pelajaran yang lain.
60
b. Kemampuan Guru Mengenal dan Mengembangkan Bakat dan
Keterampilan Siswa Melalui PAKEM
Bakat tidak sama dengan kecerdasan. Bakat lebih mengacu pada motorik
maupun keterampilan yang ditampilkan anak. Dengan kata lain, bakat bisa terlihat
oleh orang lain. Cara yang dilakukan adalah terus-menerus mengasah bakat
melalui latihan. Bakat tidak akan berkembang bila tak ada penguat, sehingga
kemudian hilang. Selain bakat, mereka juga mempunyai minat terhadap bidang
yang digeluti. Adanya minat juga akan menguatkan bakat tersebut. Sayangnya tak
semua bisa berjalan beriringan antara bakat dan minat. Ada anak berbakat yang
ternyata tidak berminat dengan bakat yang dimilikinya. Bila ini terjadidiperlukan
dukungan lebih banyak dari guru di sekolah dan orangtua, agar bakat anak bisa
terasah secara optimal. Kalau tidak mendapat dukungan dari guru dan orangtua
atau dibangkitkan minatnya, bakat yang dimiliki anak tidak akan berkembang.
Bisa saja anak tersebut agak lambat untuk mengembangkan kemampuannya,
terutama ketika menyadari bahwa ia mempunyai bakat dalam bidang tertentu.
Dalam mengenal bakat siswa SDN 3 Sinombayuga, para guru mengidentifikasi
dari pelajaran PENJASKES dan mata pelajaran kesenian. Untuk mengembangkan
bakat siswa para guru menindaklanjuti bakat tersebut dengan memberikan
pelatihan khusus untuk diikut sertakan pada berbagai kegiatan di tingkat
kecamatan dan dapat membawa nama sekolah. Munandar dalam (Direktorat
Pendidikan Menengah Umum (2004 : 23) mengungkapkan ciri-ciri (indikator)
peserta didik berbakat sebagai berikut :
1. Indikator Intelektual/belajar
61
62
Mudah menangkap pelajaran, mudah mengingat kembali, memiliki
perbendaharaan kata yang luas, penalaran tajam (berpikir logis, kritis, memahami
hubungan sebab akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tidak mudah teralihkan),
menguasai banyak bahan tentang macam-macam topic, senang dan sering
membaca, mampu mengungkapkan pikiran, perasaan atau pendapat secara
lisan/tertulis dengan lancar dan jelas, mampu mengamati secara cermat, senang
mempelajari kamus, peta dan ensiklopedi, cepat memecahkan soal, cepat
menemukan kekeliruan atau kesalahan, cepat menemukan asas dalam suatu
uraian, mampu membaca pada usia lebih muda, daya abstraksi cukup tinggi,
selalu sibuk menangani berbagai hal
2. Indikator kreativitas
Memiliki rasa ingin tahu yang besar, sering mengajukan pertanyaan yang
berbobot, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, mampu
menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu,
mempunyai/menghargai rasa keindahan, mempunyai pendapat sendiri dan dapat
mengungkapkannya, tidak mudah terpengaruh orang lain, memiliki rasa humor
tinggi, mempunyai daya imajinasi yang kuat, mampu mengajukan pemikiran,
gagasan pemecahan masalah yang berbeda dari orang lain (orisinil), dapat bekerja
sendiri, senang mencoba hal-hal baru, mampu mengembangkan atau merinci suatu
gagasan (kemampuan elaborasi)
c. Kemampuan Guru Melibatkan Siswa Dalam Pembelajaran
Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan
berpikir, emosi, dan sosial. Keterlibatan siswa dalam belajar, membuat anak
63
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan. Namun
pembelajaran saat ini pun masih ada yang menggunakan metode belajar dimana
siswa menjadi pasif seperti pemberian tugas, dan guru mengajar secara monolog,
sehingga cenderung membosankan dan menghambat perkembangan aktivitas
siswa. Dalam melibatkan siswa guru-guru di SDN 3 Sinombayuga memberi
variasi pada penyampaian materi untuk menghindari kebosanan pada siswa dan
memancing siswa untuk ikut terlibat dalam pembelajaran, cara berikutnya adalah
dengan cara mengajaknya berbicara dan memintanya untuk mengerjakan tugas di
papan tulis. Adanya para siswa menjadi tidak menyukai pelajaran salah satu
penyebabnya adalah model pembelajaran yang diterapkan oleh sebagian guru
masih menerapkan model pembelajaran konvensional. Yaitu menggunakan
metode ceramah, menulis, dan mencatat yang monoton, searah, dan kurang
melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajran. Komitmen terhadap pembelajarn
yang melibatkan siswa secara aktif sifatnya hanya jangka pendek. Akibat bagi
siswa tidak banyak yang diingat dan sangat sedikit yang diterapkan.
4. Kemampuan Guru Memonitoring Dan Evaluasi Kelas
a. Validitas Penilaian di Kelas
Terdapat dua aspek penting terkait dengan validitas, yaitu: Apa yang
diukur dan bagaimana mengukurnya dengan tepat. Secara tradisional, validitas
menekankan pada karakteristik tes, yang pada umumnya mementingkan kualitas
tes. Namun, pemikiran terbaru tentang pengukuran menekankan bahwa validitas
harus dikaitkan dengan kegunaannya dalam membuat skor dari sebuah tes. Alat
ukur yang di gunakan oleh guru-guru di SDN 3 Sinombayuga sudah sesuai
63
dengan kompetensi yang akan dicapai, adapun alat ukur yang sering digunakan
adalah soal objektif, tes tertulis, dan dalam bentuk isian.
Anderson (2003:65) mengemukakan A test is valid if it measures what it
purpose to measure. Atau jika diartikan lebih kurang demikian: sebuah tes
dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam
bahasa Indonesia “valid” disebut dengan istilah “sahih”
b. Reliabilitas Penilaian di Kelas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat
dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan
dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah,
perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti. Tes yang diberikan di SDN 3
Sinombayuga sudah realiable dan menjamin konsistensi, Karena jika dilakukan
tes ulang hasilnya selalu sama dan tidak mengalami perubahan. Menurut Sumiati
(2009 : 2009) Pelaksanaan evaluasi menempu tiga tahapan yaitu : 1) Tahapan
Persiapan meliputi, tujuan pembelajaran, menentukan ruang lingkup dan uruatan
materi pembelajaran berpedoman pada kisi-kisi yang dibuat, menuliskan butir-
butir soal, uji coba soal terlebih dahulu. 2) Tahap pelaksanaan, melaksanakan
evaluasi harus disesuaikan dengan maksud tertentu. Evaluasi formatif
dilaksanakan setiap kali selesai dilakukan pembelajaran terhadap satu unit
pelajaran tertentu. Evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program, apakah
semester atau kelas terakhir. Evaluasi diagnostik dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan. 3) Tahap pemeriksaan. Penentuan dan pengolahan angka skor. Dalam
memeriksa pekerjaan hasil evaluasi seharusnya digunakan kunci jawaban, baik
dalam bentuk essay maupun tes objektif.
65