BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh...

15
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, diketahui dari sifat tanah dilihat dari tekstur, pH, daya hantar listrik (DHL), bahan organik pada C-organiknya dan N total metode Kjeldahl, P tersedia dengan metode Olsen, dan nilai kapasitas tukar kation. Pada penggenangan terus-menerus tanpa pupuk rekomendasi memiliki tekstur tanah lempung berliat, sedangkan perlakuan yang lainnya dengan semakin berkurangnya pemberian air memiliki tekstur tanah lempung. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah bertekstur liat cenderung halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air tinggi. Menurut Djaenudin, dkk (2003) tanah dengan tekstur halus sedang (termasuk lempung berliat dan lempung) sesuai dijadikan lahan sawah. Namun pada pernyataan Arsyad (1989) tanah betekstur liat memperkecil laju infiltrasi karena pori-pori tanah tersumbat sehingga memperbesar laju air permukaan. Pada derajat kemasaman tanah (pH) pada metoda H 2 O cenderung bervariasi pada setiap perlakuannya dan tergolong tanah agak alkalis sampai alkalis. Menurut Ponnamperuma (1972) tanah yang terlalu alkalis mengandung garam yang bersifat racun bagi tanaman. Pada metoda KCl pH tanah yang terjadi cenderung sama pada setiap perlakuannya. Dari semua hasil yang ada, menunjukkan tanah bersifat basa, namun jika dilihat pemberian air yang semakin sedikit tidak menunjukkan semakin mengubah pH tanah semakin stabil karena pada pemberian air dengan interval 1 minggu basah dan 1 minggu kering mampu menaikkan pH tanah pada titik tertinggi dari semua perlakuan yang ada. Daya hantar listrik (DHL) tanah dari semua perlakuan yang ada tergolong sangat tinggi pada perlakuan pengelolaan air tanpa pupuk rekomendasi dan pengelolaan air secara intermitten 1-1 dengan pupuk rekomendasi. Menurut Hardjowigeno dan Rayes (2005) pada tanah tergenang nilai DHL normal pada

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh...

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah

Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah

sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan tanah yang

rendah, diketahui dari sifat tanah dilihat dari tekstur, pH, daya hantar listrik

(DHL), bahan organik pada C-organiknya dan N total metode Kjeldahl, P tersedia

dengan metode Olsen, dan nilai kapasitas tukar kation.

Pada penggenangan terus-menerus tanpa pupuk rekomendasi memiliki

tekstur tanah lempung berliat, sedangkan perlakuan yang lainnya dengan semakin

berkurangnya pemberian air memiliki tekstur tanah lempung. Menurut

Hardjowigeno (2007) tanah bertekstur liat cenderung halus maka setiap satuan

berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan

menahan air tinggi. Menurut Djaenudin, dkk (2003) tanah dengan tekstur halus

sedang (termasuk lempung berliat dan lempung) sesuai dijadikan lahan sawah.

Namun pada pernyataan Arsyad (1989) tanah betekstur liat memperkecil laju

infiltrasi karena pori-pori tanah tersumbat sehingga memperbesar laju air

permukaan.

Pada derajat kemasaman tanah (pH) pada metoda H2O cenderung

bervariasi pada setiap perlakuannya dan tergolong tanah agak alkalis sampai

alkalis. Menurut Ponnamperuma (1972) tanah yang terlalu alkalis mengandung

garam yang bersifat racun bagi tanaman. Pada metoda KCl pH tanah yang terjadi

cenderung sama pada setiap perlakuannya. Dari semua hasil yang ada,

menunjukkan tanah bersifat basa, namun jika dilihat pemberian air yang semakin

sedikit tidak menunjukkan semakin mengubah pH tanah semakin stabil karena

pada pemberian air dengan interval 1 minggu basah dan 1 minggu kering mampu

menaikkan pH tanah pada titik tertinggi dari semua perlakuan yang ada.

Daya hantar listrik (DHL) tanah dari semua perlakuan yang ada tergolong

sangat tinggi pada perlakuan pengelolaan air tanpa pupuk rekomendasi dan

pengelolaan air secara intermitten 1-1 dengan pupuk rekomendasi. Menurut

Hardjowigeno dan Rayes (2005) pada tanah tergenang nilai DHL normal pada

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

21

antara 2 dS m-1

hingga 4 dS m-1

, jika nilai di atas 4 dS m-1

maka dapat dikatakan

tanah tersebut marginal dan tidak cocok untuk tanaman padi.

Kadar bahan organik pada tanah ini tergolong rendah. Hal ini terjadi

karena menurut Hartatik dkk (2010), pada suasana reduktif bahan organik sangat

mudah tereduksi sehingga karena habisnya O2 sehingga dokomposisi bahan

organik terhambat. Menurut penelitian Musthofa (2007) menyatakan bahwa

kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan

tidak kurang dari 2%.

Nilai N-total tergolong sangat rendah dengan nilai tertinggi hanya 0,11%.

Menurut Foth (1994) rendahnya unsur N ada hubungannya dengan jumlah bahan

organik, karena N dalam tanah selain berasal dari udara, sebagian besar pula

berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi bahan organik yang

diikuti oleh mineralisasi nitrogen menjadi amonium (NH4+).

Unsur fosfor (P) tersedia tergolong rendah dengan nilai tertinggi hanya

mencapai 10 ppm pada perlakuan pengelolaan air secara terputus. Keadaan ini

diduga terjadi karena suasana tanah setelah digenangi mengalami oksidasi dan

kelarutan Ca-P meningkat. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hartatik dkk (2010)

bahwa pengeringan tanah dapat meningkatkan ketersediaan P tanah karena terjadi

proses oksidasi yang mengubah Fe3(PO4)2 menjadi FePO4 yang lebih larut.

Menurut Ponnamperuma (1972) ketersediaan hara bagi tanaman padi akan

optimal jika pH tanah mendekati netral yang diakibatkan adanya penggenangan

hingga pada waktu tertentu. Hardjowigeno dan Rayes (2005) unsur hara P dapat

diserap dengan mudah oleh tanaman padi pada pH 6-7.

Nilai kapasitas tukar kation erat hubungannya dengan jumlah bahan

organik yang ada. Pada hasil analisa, nilai kapasitas tukar kation juga rendah

sehubungan dengan jumlah bahan organik yang rendah pula. Menurut Rosmarkam

dan Yuwono (2002) bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation

(KTK) sehinggga unsur hara tidak tercuci.

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

22

Tabel 4.1 Hasil Analisa Tanah

Contoh Tekstur Ekstrak 1:5 Terhadap contoh kering 1050 C

No Perlakuan

pH DHL

(dS/m) Bahan Organik (%)

Olsen

P2O5

(ppm)

KTK (NH4-

Acetat 1N, pH

7 (cmolc/kg))

H20 KCl

C

Walkley

& Black

N

Kjeldahl

1 Penggenangan

terus menerus

tanpa pupuk

rekomendasi

Lempung

berliat 8,2 7,8 2,93 1,86 0,05 7 14,3

2 Penggenangan

terus menerus +

Pupuk

rekomendasi

Lempung 8,6 7,8 4,37 1,95 0,08 8 11,6

3 Intermitten 2-1 +

Pupuk

rekomendasi

Lempung 8,6 7,8 3,96 0,44 0,09 10 12,5

4 Intermitten 1-1 +

Pupuk

rekomendasi

Lempung 9,1 7,9 4,29 0,44 0,08 10 11,6

5 Macak-macak +

Pupuk

rekomendasi

Lempung 8,6 7,8 3,29 0,58 0,11 8 10,9

4.2 Dinamika pH pada Tanah Sawah Bukaan Baru

Keadaan derajat kemasaman (pH) tanah seperti yang tertera pada Gambar

4.1, dapat dikatakan penelolaan air yang diaplikasikan memberi dampak pada

perubahan pH tanah semua perlakuan relatif seimbang, meskipun pada

pengamatan 0 HST hingga 84 HST mengalami fluktuasi dan dalam kategori agak

basa. Terlihat pada perlakuan penggenangan tanpa penambahan pupuk memiliki

pH yang tertinggi pada titik 7,04. Dari Gambar 4.1 sekaligus menunjukkan adanya

kecenderungan penurunan pH dari titik awal yang tinggi, sebaliknya pada pH

tanah yang awalnya rendah ada kecenderungan meningkat. Menurut

Ponnamperuma (1978), penggenangan umumnya menyebabkan kenaikan pH pada

tanah asam dan menaikkan pH pada tanah basa sehingga keduanya mengarah pada

keadaan netral. Menurut Prasetyo (2010), penurunan pH pada tanah basa

disebabkan oleh dekomposisi bahan organik yang menghasilkan CO2, kemudian

bereaksi dengan H2O dan menghasilkan asam karbonil yang dapat terurai menjadi

H+ dan HCO

-.

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

23

Gambar 4.1 Dinamika pH pada beberapa macam pengelolaan air di sawah bukaan baru di desa

Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur.

4.3 Dinamika Eh pada Tanah Sawah Bukaan Baru

Keadaan potensial redoks yang terjadi (Gambar 4.2) mengalami suasana

reduktif. Terlihat dari awal sebelum penggenangan, suasana tanah sudah

mengalami reduksi. Hal ini diduga terjadi karena riwayat tanah sebelum digenangi

sudah mengalami penggenangan sehingga tidak murni dari tanah kering. Pada

tanah dengan perlakuan intermitten 2-1 dengan penambahan pupuk rekomendasi

mengalami laju reduksi tertinggi, sedangkan pada penggenangan secara terus-

menerus cenderung mengalami lebih rendah laju reduksinya. Penurunan Eh ini

akan berpengaruh pada ketersediaan bahan organik yang semakin menurun karena

berkurangnya O2, ketersediaan P yang semakin sedikit dan penurunan pH pada

tanah (Ponnamperuma, 1978). Suasana reduksi yang terjadi ini diperkuat oleh

pernyataan Hartatik dkk (2010), bahwa penggenangan akan mengakibatkan

oksigen dalam tanah terdorong keluar sehingga oksigen berkurang secara drastis

setelah pori-pori tanah terisi penuh dan ketika oksigen habis tingkat reduksi akan

meningkat dengan kisaran nilai Eh +400 mV hingga -300 mV.

6,98

7

7,02

7,04

7,06

7,08

7,1

7,12

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91

Nila

i pH

Hari Setelah Tanam

Penggenangan tanpapupuk

Penggenangan + NPKRekomndasi

Intermitten 2-1 + NPKRekom

Intermitten 1-1 + NPKRekom

Macak-macak + NPKRekomendasi

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

24

Gambar 4.2 Dinamika pH pada beberapa macam pengelolaan air di sawah bukaan baru di desa

Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur.

4.4 Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Tinggi Tanaman Padi Varietas

Ciherang pada Sawah Bukaan Baru

Pada fase pertumbuhan tanaman padi varietas Ciherang (Gambar 4.3), pada

perlakuan penggenangan terus-menerus tanpa pupuk rekomendasi memiliki

pertumbuhan yang lebih lamban dibandingkan dengan perlakuan rekomendasi

pemupukan dan pengelolaan air pada umur pengamatan 30 dan 60 hari setelah

tanam, namun pada saat menjelang panen relatif seimbang pada semua perlakuan

yang ada seperti pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Pertumbuhan tanaman padi varietas Ciherang pada umur 30 HST, 60 HST dan

menjelang panen pada beberapa macam pengelolaan air di sawah bukaan baru di

desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur.

-250

-200

-150

-100

-50

0

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91N

ilai E

h

Hari Setelah Tanam

Penggenangantanpa pupuk

Penggenangan +NPKRekomndasiIntermitten 2-1+ NPK Rekom

Intermitten 1-1+ NPK Rekom

Macak-macak +NPKRekomendasi

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 30 60 90

Tin

ggi T

anam

an (

cm)

Hari Setelah Tanam

Penggenangan tanpa pupuk

Penggenangan + pupuk rekom

Intermitten 2-1 + pupukrekom

Intermitten 1-1 + pupukrekom

Macak-macak + pupuk rekom

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

25

Berdasarkan uji ANOVA (Tabel Lampiran 1,2 dan 3) pengelolaan air

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur

pengamatan 30 HST dan berpengaruh nyata pada umur 60 HST, namun tidak

berpengaruh secara nyata terhadap tinggi tanaman menjelang panen.

Dilanjutkan dengan analisis DMRT pada Tabel 4.2 dengan taraf 5%,

pengelolaan air secara terus-menerus, intermitten dua minggu basah satu minggu

kering, intermitten satu minggu basah satu minggu kering dan macak-macak yang

semuanya menggunakan pupuk dengan dosis yang direkomendasikan

menunjukkan adanya perbedaan secara nyata terhadap tinggi tanaman padi

dibandingkan dengan penggenangan tanpa pupuk pada umur 30 dan 60 HST,

namun pada umur menjelang panen antar perlakuan yang diuji cobakan saling

tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman padi pada sawah bukaan baru.

Namun pada hasil Tabel 4.2 menunjukkan pada setiap umur pengamatan

30 HST hingga pada umur 60 HST dengan jumlah air yang semakin sedikit

menghasilkan tinggi tanaman padi yang semakin meningkat dan hingga pada

umur menjelang panen perlakuan macak-macak dengan rekomendasi pemupukan

yang menghasilkan tinggi tanaman yang tertinggi. Hal ini sekaligus menunjukkan

pengurangan air hingga mencapai macak-macak tidak menghambat pertumbuhan

tanaman padi pada sawah bukaan baru selama hara pada tanah cukup meskipun

secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini diperkuat

dengan pernyataan Sukristiyonubowo dkk. (2014), bahwa jumlah hara yang

dibutuhkan oleh tanaman padi yang berasal dari pemupukan dan penggenangan

cukup untuk mendukung tinggi tanaman padi. Pada kondisi tergenang dengan air

akan menyeimbangkan pH tanahnya sehingga unsur hara banyak yang tersedia,

meningkatkan aktivitas mikroba, meningkat ketersedian P dan Ca (Hardjowigeno

dan Rayes, 2005; Widowati dan Sukristiyonubowo, 2012). Menurut Abdullah

(2009) padi varietas Ciherang memiliki rata-rata tinggi tanaman mencapai 97 cm,

hal ini menunjukkan padi varietas Ciherang yang ditanam pada sawah bukaan

baru belum mampu mencapai potensi tinggi tanaman yang maksimum seperti

pada deskripsi varietas padi varietas Ciherang.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

26

Tabel 4.2 Tinggi tanaman padi umur 30 hari setelah tanam, 60 hari setelah tanam

dan menjelangpanen Varietas Ciherang pada beberapa macam

pengelolaan air pada sawah bukaan baru di desa Kleseleon, kecamatan

Weliman, abupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur.

No Perlakuan

Tinggi Tanaman (cm)

30 HST 60 HST Menjelang

Panen

1 Penggenangan terus menerus

tanpa pupuk rekomendasi

26,46 a 54,58 a 80,08 a

2 Penggenangan terus menerus

+ Pupuk rekomendasi

33,97 b 61,79 b 82,41 a

3 Intermitten 2-1 + Pupuk

rekomendasi

35,23 b 61,80 b 82,62 a

4 Intermitten 1-1 + Pupuk

rekomendasi

34,50 b 62,76 b 82,69 a

5 Macak-macak + Pupuk

rekomendasi

34,89 b 62,00 b 83,48 a

Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang

tidak berbeda nyata antar perlakuan, sedangkan angka-angka yang diikuti dengan

huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan

menurut uji DMRT pada taraf 5%.

- HST = Hari Setelah Tanam.

4.5 Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Jumlah Anakan Padi Varietas

Ciherang pada Sawah Bukaan Baru.

Pada proses pembentukan anakan padi varietas Ciherang pada sawah bukaan

baru (Gambar 4.4), penggenangan tanpa pupuk menghasilkan anakan dengan

jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan pengelolaan air

dengan rekomendasi pemupukan pada umur pengamatan 30 hari setelah tanam

menuju 60 hari setelah tanam. Sedangkan pada umur pengamatan 60 hari setelah

tanam menuju menjelang panen proses perbanyakan anakan mulai melambat

dibandingkan pada umur sebelumnya yang terjadi pada semua perlakuan.

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

27

Gambar 4.4 Pembentukan anakan tanaman padi varietas Ciherang pada umur 30 hari setelah, 60

hari setelah tanam dan menjelang panen padabeberapa macam pengelolaan air di

sawah bukaan baru di desa Kleseleon, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka,

Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan uji ANOVA (Tabel Lampiran 4, 5 dan 6) pengelolaan air

tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada umur pengamatan 30 HST,

kemudian pada umur 60 HST pengelolaan air memberikan pengaruh yang sangat

nyata terhadap jumlah anakan dan pada menjelang panen pengelolaan air

berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi pada sawah bukaan baru.

Dilanjutkan dengan uji DMRT pada Tabel 4.3 dengan taraf kesalahan 5%,

pada umur pengamatan 30 HST perlakuan penggengan secara terus menerus

dengan menggunakan pupuk rekomendasi tidak menunjukkan perbedaan secara

nyata jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan penggenangan

terus-menerus tanpa penggunaan pupuk dengan dosis yang direkomendasikan.

Hal ini terjadi karena pada umur ini air dan pupuk yang diberikan sudah cukup

menyediakan unsur hara bagi tanaman padi. Pada perlakuan penggenangan

intermitten 2-1 menggunakan pupuk rekomendasi, penggenangan intermitten 1-1

menggunakan pupuk rekomendasi dan macak-macak menggunakan pupuk

rekomendasi jumlah anakan yang dihasilkan nyata lebih banyak dibandingkan

dengan penggenangan terus-menerus tanpa penggunaan pupuk dengan dosis yang

direkomendasikan.

0

5

10

15

20

25

30

0 30 60 90

Jum

lah

An

akan

Hari Setelah Tanam

Penggenangan tanpa pupuk

Penggenangan + pupuk rekom

Intermitten 2-1 + pupukrekom

Intermitten 1-1 + pupukrekom

Macak-macak + pupuk rekom

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

28

Pada umur perlakuan 60 hari setelah tanam dan menjelang panen semua

perlakuan pengelolaan air dengan rekomendasi pemupukan menunjukkan

perbedaan secara nyata jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan

penggenangan terus-menerus tanpa penggunaan pupuk dengan dosis yang

direkomendasikan. Menurut De Datta (1981) unsur kalium sangat penting bagi

pembentukan anakan tanaman padi.

Terdapat kecenderungan bahwa perlakuan penggenangan intermitten 1-1

menggunakan pupuk rekomendasi (pengelolaan air secara intermitten satu minggu

basah satu minggu kering dengan ketinggian air 3 cm dan NPK rekomendasi)

menghasilkan jumlah anakan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan

penggenangan terus-menerus menggunakan pupuk rekomendasi, intermitten 2-1

menggunakan pupuk rekomendasi dan macak-macak menggunakan pupuk

rekomendasi meskipun tidak menunjukkan perbedaan secara nyata sekaligus

menunjukkan batas penerimaan air tanaman padi pada sawah bukaan baru sampai

pada perlakuan penggenangan intermitten 1-1 menggunakan pupuk rekomendasi.

Menurut Suriadikarta dan Hartatik (2004) perlakuan pengairan terputus

berpengaruh positif karena pengeringan akan menurunkan kelarutan Fe2+

,

sehingga serapan Fe berkurang, di sisi lain serapan hara P, K, Ca dan Mg tanaman

meningkat. Menurut penelitian Zaini et al. (1987) pengairan satu minggu dan

pengeringan satu minggu mendukung fase vegetatif tanaman padi untuk sawah

bukaan baru pada hal ini yaitu jumlah anakan.

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

29

Tabel 4.3 Jumlah anakan padi umur 30 hari setelah tanam, 60 hari setelah tanam

dan saat panen Varietas Ciherang pada beberapa macam pengelolaan air

pada sawah bukaan baru di desa Kleseleon, Kecamatan Weliman,

Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur.

No Perlakuan

Jumlah Anakan

30 HST 60 HST Menjelang

Panen

1 Penggenangan terus menerus

tanpa pupuk rekomendasi

8,56 a 16,50 a 18,50 a

2 Penggenangan terus menerus

+ Pupuk rekomendasi

10,13 ab 23,97 b 24,97 b

3 Intermitten 2-1 + Pupuk

rekomendasi

10,50 b 23,93 b 26,96 b

4 Intermitten 1-1 + Pupuk

rekomendasi

10,36 b 25,73 b 27,40 b

5 Macak-macak + Pupuk

rekomendasi

10,47 b 23,70 b 24,60 b

Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang

tidak berbeda nyata antar perlakuan, sedangkan angka-angka yang diikuti dengan

huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan

menurut uji DMRT pada taraf 5%.

- HST = Hari Setelah Tanam.

4.6 Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Komponen Hasil Padi Ciherang

pada Sawah Bukaan Baru

Komponen hasil tanaman padi pada penelitian ini meliputi berat jerami

kering, jumlah malai rumpun-1

, berat gabah kering panen, berat gabah kering

giling dan berat 1000 butir yang tersaji pada Tabel 4.5. Berdasarkan uji ANOVA

(Tabel Lampiran 7) semua perlakuan yang diuji cobakan tidak berpengaruh secara

nyata terhadap berat kering jerami padi varietas Ciherang pada sawah bukaan

baru. Demikian juga dengan uji lanjut DMRT (Tabel 4.4) dengan taraf kesalahan

5% semua perlakuan yang diuji cobakan tidak berbeda nyata terhadap berat jerami

kering. Tetapi dari data pada Tabel 4.4 berat jerami kering tidak sejalan dengan

hasil pada tinggi tanaman dan jumlah anakan yang dihasilkan. Perlakuan

intermitten 2-1 menggunakan pupuk rekomendasi menghasilkan berat jerami

kering tertinggi, namun tinggi tanaman padi dan jumlah anakan yang dihasilkan

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

30

lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan macak-macak menggunakan pupuk

rekomendasi dengan jumlah air yang diberikan paling sedikit menghasilkan tinggi

tanaman padi dan jumlah anakan yang lebih tinggi, meskipun tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata dari kedua perlakuan tersebut. Hal ini dimungkinkan bahwa

pada lapangan pengaplikasian pupuk kurang efektif akibat laju kehilangan air

yang tinggi sehingga unsur hara yang diberikan mengalami pencucian. Karena

Syahbuddin dkk. (2007), menjelaskan permasalahan utama dalam pengelolaan air

sawah bukaan baru adalah laju kehilangan air melalui perkolasi masih sangat

besar sehingga efisiensi pemupukan rendah akibat pencucian (leaching). Hal ini

juga didukung oleh hasil penelitian Kasno et al. (1999) bahwa hasil jerami antara

pengairan kontinu dengan pengairan terputus setiap minggu tidak berbeda nyata

pada lahan sawah bukaan baru di Dwijaya, Tugumulyo, Musi Rawas, Sumatra

Selatan.

Jika dilihat dari hasil jumlah anakan yang dihasilkan menunjukkan

kesinambungan pada jumlah malai rumpun-1

dengan jumlah anakan yang terjadi

pada setiap perlakuan bahwa semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan,

maka semakin banyak pula jumlah malai yang dihasilkan. Secara uji ANOVA

(Tabel Lampiran 8) pengelolaan air berpengaruh nyata terhadap jumlah malai

rumpun-1

. Selanjutnya, berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 4.4) dengan taraf 5%

perlakuan penggenangan terus-menerus menggunakan pupuk rekomendasi,

intermitten 2-1 menggunakan pupuk rekomendasi, intermitten 1-1 menggunakan

pupuk rekomendasi dan macak-macak menggunakan pupuk rekomendasi

menunjukkan perbedaan yang nyata jumlah malai rumpun-1

padi varietas

Ciherang lebih banyak jika dibandingkan dengan pengelolaan air terus-menerus

tanpa pupuk rekomendasi, namun perlakuan antar pengelolaan air dengan

pemberian pupuk dengan dosis yang direkomendasikan tidak menunjukkan

perbedaan secara nyata terhadap jumlah malai rumpun-1

. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin sedikit pemberian air pada lahan belum tentu menghasilkan

jumlah malai semakin banyak karena hasil terbanyak pada perlakuan intermitten

1-1 dengan pupuk rekomendasi dan hasil mulai menurun pada perlakuan macak-

macak dengan pupuk rekomendasi. Menurut Munarso (2011) jumlah malai

rumpun-1

dipengaruhi oleh sifat genotipe dari varietas padi yang digunakan.

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

31

Menurut Balai Besar Penelitian Padi (2015) potensi jumlah anakan produktif

dalam penelitian ini sebagai jumlah malai rumpun-1

yaitu 14 sampai 17 malai

rumpun-1

, sedangkan dari hasil penelitian ini sudah melampaui dari potensi

jumlah malai rumpun-1

sesuai pada deskripsi varietas padi Ciherang.

Berdasarkan uji ANOVA (Tabel Lampiran 9) pengelolaan air berpengaruh

nyata terhadap gabah kering panen tanaman padi varietas Ciherang pada sawah

bukaan baru. Dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (Tabel 4.4) perlakuan

penggenangan terus-menerus menggunakan pupuk rekomendasi nyata lebih

banyak menghasilkan gabah kering panen dibandingkan dengan penggenangan

tanpa pupuk rekomendasi dan perlakuan macak-macak menggunakan pupuk

rekomendasi. Namun tidak menunjukkan perbedaaan secara nyata dibandingkan

dengan perlakuan pengelolaan intermitten pada perlakuan intermitten 2-1

menggunakan pupuk rekomendasi dan intermitten 1-1 menggunakan pupuk

rekomendasi. Jika dilihat dari jumlah malai rumpun-1

yang dihasilkan dari setiap

perlakuan, berat gabah kering panen yang dihasilkan belum tentu semakin besar

pula ketika jumlah malai rumpun-1

yang dihasilkan semakin banyak. Terlihat dari

perlakuan penggenangan terus-menerus menggunakan pupuk rekomendasi yang

menghasilkan jumlah malai rumpun-1

yang lebih sedikit dibandingkan dengan

perlakuan intermitten 1-1 menggunakan pupuk rekomendasi, namun berat gabah

kering panen yang dihasilkan oleh perlakuan penggenangan terus-menerus

menggunakan pupuk rekomendasi lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan

intermitten 1-1 menggunakan pupuk rekomendasi. Hal ini menunjukkan

pengairan secara terus-menerus mampu direspon dengan baik oleh tanaman padi

varietas Ciherang pada sawah bukaan baru untuk menghasilkan berat gabah

kering panen dengan penambahan pupuk sesuai rekomendasi dan menghasilkan

gabah yang berisi. Hal ini juga sama terjadi pada gabah kering giling dengan

kriteria kadar air gabah 17%. Berdasarkan uji ANOVA (Tabel Lampiran 10)

pengelolaan air berpengaruh nyata terhadap berat gabah kering giling padi

varietas Ciherang pada sawah bukaan baru. Dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT

(Tabel 4.4) dengan taraf kesalahan 5% pada perlakuan penggenangan terus-

menerus menggunakan pupuk rekomendasi memiliki hasil gabah kering giling

tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya meskipun secara statistika

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

32

tidak berbeda nyata dengan perlakuan intermitten 1-1 menggunakan pupuk

rekomendasi dan macak-macak menggunakan pupuk rekomendasi. Hasil ini

menunjukkan keselarasan hasil berat gabah kering giling yang dihasilkan semakin

besar maka berat gabah kering giling yang dihasilkan juga semakin besar.

Bouman et al. (2007), menjelaskan bahwa jika penggenangan lahan pada sawah

tidak dilakuakan secara terus-menerus hingga satu atau dua minggu sebelum

panen padi, maka efek yang menguntungkan bagi tanaman padi akan menghilang

secara bertahap dengan berkurangnya ketersediaan fosfor. Hal ini juga

menunjukkan pemberian air secara intermitten 1-1 dengan penambahan pupuk

rekomendasi menghasilkan gabah kering panen dan gabah kering giling yang

tidak berbeda nyata dengan pengelolaan air standar petani yaitu secara terus-

menerus dengan penambahan pupuk rekomendasi.

Pengelolaan air tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat

1000 butir berdasarkan uji ANOVA (Tabel Lampiran 11). Dilanjutkan dengan uji

lanjut DMRT (Tabel 4.4) dengan taraf kesalahan 5%, semua perlakuan yang diuji

cobakan saling tidak menunjukkan perbedaan secara nyata terhadap berat 1000

butir padi varietas Ciherang pada sawah bukaan baru. Perlakuan penggenangan

terus-menerus menggunakan pupuk rekomendasi tidak berbeda secara nyata

dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, meskipun dari dilihat dari nilainya

memiliki berat 1000 butir tertinggi. Namun hal ini sesuai dengan hasil gabah

kering giling yang tertinggi pada perlakuan penggenangan terus-menerus

menggunakan pupuk rekomendasi sehingga dapat diartikan bahwa gabah yang

dihasilkan lebih padat dan berisi. Menurut Abdullah (2009) padi varietas Ciherang

memiliki bobot 1000 butir gabah sebesar 24 gram. Hasil pada penelitian ini pada

berat 1000 butir pada semua perlakuan sudah melampaui pada potensi berat 1000

gram pada deskripsi varietas Ciherang.

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

33

Tabel 4.4 Komponen hasil padi varietas Ciherang pada beberapa macam pengelolaan air pada

sawah bukaan baru di Desa Kleseleon, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka,

Nusa Tenggara Timur.

No Perlakuan

Hasil Produksi

Berat

Jerami

Kering (t

ha-1

)

Jumlah

Malai

Rumpun-1

Berat Gabah

Kering Panen

(t ha-1

)

Berat Gabah

Kering Giling

(t ha-1

)

Berat

1000

Butir

(gram)

1 Penggenangan terus

menerus tanpa

pupuk rekomendasi

8,49 a 17,20 a 4,28 a 3,58 a 24,2 a

2 Penggenangan terus

menerus + Pupuk

rekomendasi

8,65 a 23,40 b 5,88 c 5,00 c 25,73 a

3 Intermitten 2-1 +

Pupuk rekomendasi

9,90 a 25,06 b 5,08 abc 4,24 bc 24,90 a

4 Intermitten 1-1 +

Pupuk rekomendasi

8,15 a 25,56 b 5,39 bc 4,49 bc 25,67 a

5 Macak-macak +

Pupuk rekomendasi

6,49 a 23,03 b 4,89 ab 4,09 ab 25,53 a

Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda

nyata antar perlakuan, sedangkan angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda

menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT pada taraf 5%.

- HST = Hari Setelah Tanam.

4.7 Produktivitas Air pada Sawah Bukaan Baru

Pemberian air pada setiap perlakuan yang diuji cobakan berbeda-beda

tergantung dari debit air yang masuk dan debit air yang keluar dari petakan

sawah. Jumlah air yang diberikan berkisar antara 2 x 106 liter musim

-1 sampai 11

x 106 liter musim

-1 (Tabel 4.5). Terlihat bahwa waktu pengairan yang terputus

yang semakin dikurangi dan perbedaan tinggi air antara 3 cm dan 0,5 cm, maka

semakin sedikir pula jumlah air yang diberikan pada petak sawah. Pada perlakuan

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11915/4/T1_512011039_BAB IV...berasal dari mineralisasi bahan organik melalui dekomposisi

34

macak-macak dengan ketinggian air 0,5 cm air yang diberikan hanya 2 x 106 liter

musim-1

sekaligus merupakan kebutuhan air yang paling sedikit jika dibandingkan

dengan jumlah airyang diberikan pada perlakuan lainnya. Namun dari jumlah air

yang dibutuhkan ini diketahui nilai produktivitas air dengan kisaran antara 0,39

gram liter-1

sampai 2,45 gram liter-1

, nilai produktivitas air yang terbaik adalah

pada perlakuan macak-macak menggunakan pupuk rekomendasi dengan nilai

produktivitas air terbesar jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil ini

sekaligus menunjukkan penghematan air sampai dengan 9 x 106 liter musim

-1

untuk memproduksi gabah pada padi di sawah bukaan baru yang terbesar

dibandingkan dengan perlakuan lain karena dengan satu liter air dapat

menghasilkan 2,45 gram liter-1

dan semakin banyak air yang diberikan cenderung

semakin sedikit berat gabah yang dihasilkan. Hasil ini juga sejalan dengan hasil

penelitian Sukristiyonubowo dkk. (2014), bahwa perlakuan macak-macak dengan

ketinggian air 0,5 cm menghasilkan produktivitas air yang terbaik yang berarti

pula perlakuan tersebut dapat menghemat air. Penelitian Bouman dan Tuong

(2001) mejelaskan bahwa masukan air yang diberikan pada petak sawah yang

semakin besar, maka produktivitas air yang dihasilkan akan semakin menurun dan

terjadi pemborosan dalam penggunaan air untuk petak sawah.

Tabel 4.5 Produktivitas air pada beberapa macam perlakuan pengelolaan air pada

sawah bukaan baru di Desa Kleseleon, Kecamatan Weliman, Kabupaten

Malaka, Nusa Tenggara Timur.

No Perlakuan

Tinggi

Air

Air

Masuk

l detik-1

Air

Keluar

l detik-1

Air yang

Diberikan

l musim-1

Produktivitas

Air

gram liter-1

1 Penggenangan terus menerus

tanpa pupuk rekomendasi 3 cm 5,44 3,04 11 x 10

6 0,39

2 Penggenangan terus menerus

+ Pupuk rekomendasi 3 cm 5,44 3,04 11 x 10

6 0,53

3 Intermitten 2-1 + Pupuk

rekomendasi 3 cm 3,88 2,17 8 x 10

6 0,64

4 Intermitten 1-1 + Pupuk

rekomendasi 3 cm 2,72 1,52 6 x 10

6 0,90

5 Macak-macak + Pupuk

rekomendasi 0,5 cm 0,91 0,51 2 x 10

6 2,45