Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

28
DISKUSI KELOMPOK TERPADU KULONPROGO, 17- APRIL 2014 STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI PADA SEKITAR G. AGUNG KABUPATEN KULONPROGO – PURWOREJO Oleh : Chusni Ansori *), Defry Hastria *) *) Peneliti Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI- Kebumen, [email protected] , [email protected] 0

description

altrasi

Transcript of Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

Page 1: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

DISKUSI KELOMPOK TERPADUKULONPROGO, 17- APRIL 2014

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI PADA SEKITAR G. AGUNGKABUPATEN KULONPROGO – PURWOREJO

Oleh :Chusni Ansori*), Defry Hastria *)

*) Peneliti Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI-Kebumen, [email protected], [email protected]

UPT. BALAI INFORMASI DAN KONSERVASI KEBUMIAN KARANGSAMBUNGLEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

Jl. Karangsambung, Km-19, Karangsambung, Kebumen

0

Page 2: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

Sari

Daerah G. Agung di Kec. Kokap-Kulonprogo dan Kec. Bagelen-Purworejo termasuk

dalam Pegunungan Kulonprogo dimana dijumpai adanya indikasi alterasi dan mineralisasi

logam. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui proses dan posisi pembentukan alterasi-

mineralisasi serta tambang emas rakyat. Pengamatan lapangan dan pemercontohan telah

dilakukan yang diikuti dengan analisis petrografi, X-RD, kimia mineral dan Inklusi Fluida.

Alterasi dan mineralisasi yang berkembang umumnya berupa urat dan stock work silika-

kuarsa yang diikuti pembentukan lempung argilik disekitarnya, dengan intensitas lemah-

sedang. Zona alterasi dan mineralisasi berada di sekitar G. Agung meliputi Desa Kalirejo, Kec.

Kokap, Kab. Kulon Progo serta di sekitar Desa Sumorejo Kec. Bagelen, Kab. Purworejo. Urat

silika-kuarsa mempunyai ketebalan 10 – 30 cm, kerapatan jarang, dengan kadar Au terditeksi

berkisar 50 – 2.608 ppb. Analisa XRD dan petrografi dijumpai adanya asosiasi mineral kuarsa,

pirit, barit, muscovite dan serisit. Inklusi Fluida berfasa tunggal dan ganda, umumnya

mengalami necking dengan kandungan NaCl: 2,5 – 3,9 % berat, suhu homogenisasi antara

1570 C hingga 2250 C.

Proses alterasi terjadi dalam 2 tahap, tahap pertama terjadi alterasi mesotermal pada

suhu tinggi antara 280 – 3400 C, kedalaman lebih 500 m pada zone kristalin sehingga

mengubah mineral feldspar menjadi sericite serta asosiasi mineral sulfida. Tahap kedua, terjadi

proses alterasi epitermal pada crustiform-colloform hingga kalsedonik superzone, suhu 175 –

230 0 C, kedalaman dangkal (100 – 160 m) yang menghasilkan asosiasi mineral barit, sulfida

dan logam mulia.

Kata Kunci : G. Agung, Alterasi, Mineralisasi

Abstract

G. Agung region at Kokap district - Kulonprogo and Bagelen district - Purworejo

included in the Kulonprogo Dome, where found indications of alteration and metal

mineralisation. This study aimed to determine the position and process of alteration,

mineralization and gold people mining. Fieldwork and sampling was carried out and also

petrographic, X-RD, mineral chemistry and fluid inclusion analysis.

Generally alteration evolve of veins and stock work of silica-quartz which followed the

argillic clays, with weak-moderate intensity. Alteration and mineralisation zones were found at

around of G. Agung at Kalirejo village, Kokap – Kulonprogo, and Sumorejo village at Bagelen

district - Purworejo. Silica-quartz veins have a thickness of 10-30 cm, sparse density, with

detected ranged of Au 50-2608 ppb. XRD and petrographic analysis found an association of

quartz, pyrite, barite, muscovite and sericite minerals. Fluid Inclusion has single and double

1

Page 3: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

phase, generally necking experience with NaCl content: 2.5 to 3.9% by weight, the

homogenization temperature between 1570 C and 2250 C.

The process of alteration occurs in 2 stages, the first stage mesotermal alteration occurs

at high temperatures between 280-3400 C, at crystalline superzone over 500 m depths, wich

transform of feldspar into sericite and sulphide mineral association. The second stage, a process

of epithermal alteration at crustiform-colloform to calsedonik superzone, at 175-230 0 C

temperture, shallow depths (100-160 m), which produces associations of barite, sulfides and

precious metals.

Key word: G. Agung, alteration, mineralisation

PENDAHULUAN

Latar belakang

Morfologi Pegunungan Serayu Selatan Bagian Timur dikontrol oleh struktur antiklin yang

memanjang ke arah timur membentuk antiklinorium Karangsambung dan morfologi kubah mulai

dari Purworejo menerus hingga lembah Sungai Progo atau dikenal sebagai Pegunungan Kulon

Progo (Asikin dkk., 1992). Indikasi keberadaan aktivitas vulkanisme di Kulon Progo dapat

diamati secara tidak langsung dari citra satelit maupun peta topografi. Aktivitas volkanisme

tersebut menghasilkan batuan volkanik di Kulon Progo yang berkembang pada jalur busur

magmatik Sunda – Banda selama Oligosen – Miosen (Soeria Atmaja dkk., 1994). Keberadaan

beberapa gunung api purba menyerupai gumuk serta intrusi G. Agung berpengaruh terhadap

proses alterasi-mineralisasi dan keberadaan penambangan emas rakyat di daerah Kokap dan

Bagelen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terbentuknya alterasi dan mineralisasi

yang berkembang di sekitar tubuh intrusi G. Agung sebagai indikasi terjadinya proses

hidrotermal serta suhu dan posisi mineralisasinya.

Metode penelitian:

- Penelitian lapangan, dilakukan melalui pengamatan litologi dan struktur geologi serta

mencari zone alterasi dan mineralisasi

- Penelitian laboratorium; meliputi analisis petrografi menggunakan mikroskop polarisasi

nikon di LIPI-Karangsambung, X-RD di Lab. Fisika Mineral Puslitbang Teknologi Mineral

dan Batubara (TekMIRA), kimia mineral di Lab. Kimia Mineral Pusat Sumber Daya Geologi

(PSDG) dan inklusi fluida di Lab. Optik Puslit Geoteknologi – LIPI.

Geologi

Pegunungan Kulon Progo merupakan bagian dari Kompleks Pegunungan Serayu Selatan

yang terletak diujung bagian Timur (Van Bemmelen, 1949). Kompleks Pegunungan Serayu

Selatan secara umum berarah Barat–Timur, sedangkan Pegunungan Kulon Progo berarah 2

Page 4: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

hampir Selatan–Utara atau Baratdaya–Timurlaut yang berlainan dengan arah umum kompleks

tersebut. Pegunungan Kulon Progo merupakan suatu kubah atau dome berbentuk empat

persegi panjang (Van Bemmelen, 1949). Sumbu panjang kubah (± 32 Km) berarah Selatan

Baratdaya–Utara Timurlaut (SSW–NNE), sedangkan Sumbu pendek (± 20 Km) berarah Barat

Baratlaut–Timur Tenggara (WNW–ESE). Bagian atas kubah merupakan suatu pedataran tinggi

(859 m, dpl) yang terkenal dengan nama plato Jonggrangan.

Secara fisiografis Pegunungan Kulon Progo termasuk ke dalam dome atau bagian tengah

zona depresi yang berada di bagian timur zona Pegunungan Serayu Selatan dengan arah yang

agak berbeda mengarah Baratdaya-Timurlaut dari arah umum Barat-Timur. Bentuk wilayah ini

akibat proses periode tektonik yang berbeda dengan melibatkan formasi-formasi batuan yang

berlainan, dan tektonik aktif yang terlihat dari pola deformasinya (Budiadi, 2008).

Rahardjo dkk (1977) telah membuat peta geologi lembar Yogyakarta (daerah Pegunungan

Kulon Progo termasuk di dalamnya) berskala 1:100,000. Menurut penulis, endapan paling tua

adalah F. Nanggulan yang berumur Eosen – Oligosen dan tersusun oleh napal, batu pasir, batu

lempung berssisipkan lignit. Di atasnya adalah Formasi Kebo-Butak yang disebut juga Formasi

Andesit Tua (OAF) oleh Bememlen V (1949). Formasi Kebo-Butak tersusun oleh breksi andesit,

tufa, lapilli, aglomerat, lava dan intrusi andesit berumur Oligo-Miosen. Formasi ini diendapkan

secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan. Pada Miosen Akhir hingga Pliosen secara

tidak selaras di atasnya diendapkan batu gamping Formasi Jonggrangan yang menjemari

dengan Formasi Sentolo. Endapan paling muda berumur Kuarter, dengan susunan bagian

bawah berupa endapan vulkanik Merapi muda, sedangkan di bagian atasnya secara tidak

selaras diendapkan aluvium dan koluvium (Gambar 1). Sedangkan tatanan stratigrafi

berdasarkan penelitian terdahulu ditunjukkan pada Gambar 2.

Sutanto (2000) melakukan penelitian batuan vulkanik Pegunungan Kulon Progo dengan

pendekatan geokronologi dan geokimia. Hasil penanggalan radiometrik K-Ar menunjukkan

bahwa proses vulkanisme di daerah ini aktif pada Kala Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah

(29–22 Ma), dengan komposisi produk batuannya yang bervariasi dari basalt, andesit dan dasit,

tetapi sebagian besar berkomposisi andesit. Kegiatan gunungapi yang sudah diawali sejak

Oligosen Akhir merupakan respon atas penunjaman kerak Samudera Hinda di bawah busur

Kepulauan Jawa, dengan pusat pemekaran yang terletak di antara Benua Australia dan

Antartika. Akmaluddin (2005 dalam Didit, 2006) melakukan penanggalan radiometrik K-Ar di

Pegunungan Menoreh (Pegunungan Kulonprogo bagian utara) dan menghasilkan umur 12.434

±0.749 Ma (daerah Gunung Gandul) dan 17 ± 2 Ma (daerah lereng Selatan Pegunungan

Menoreh). Sedangkan intrusi Dasit Curug menurut Harjanto A (2008) berumur 8,10 - 1,19 juta

tahun yang lalu (Miosen Akhir - Kuarter). Dasit Curug tersingkap memanjang di sekitar

Sekuning, Curug, Karangtalun dan Sijagu yang mengintrusi tubuh intrusi Andesit G.Agung.

Budiadi (2008), pada penelitiannya tentang pengaruh tektonik dalam mengontrol

geomorfologi daerah Kubah Kulonprogo, menyimpulkan bahwa pola Pegunungan Kulon Progo

3

Page 5: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

yang berarah Baratdaya–Timurlaut menyimpang dari arah umum Pegunungan Serayu Selatan

yang berarah Barat–Timur. Penyimpangan ini terindikasi kuat karena pengaruh Pola Meratus

yang berarah Baratdaya – Timurlaut dan Pola Jawa berarah Barat-Timur yang melewati daerah

ini. Fenomena ini menunjukkan bahwa kubah Kulon Progo mengalami tektonik dan reaktivasi

struktur (sesar) beberapa kali. Bukti ini diperkuat dengan hasil analisis citra Landsat oleh

keberadaan kelurusan-kelurusan (lineaments) yang saling berpotongan dari formasi-formasi

batuan Tersier sampai endapan Kuarter.

Gambar 1. Peta Geologi dan lokasi pengamatan di Kubah Kulonprogo, digambar ulang berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta (Raharjo dkk, 1977)

4

Page 6: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

HASIL DAN ANALISIS

1. Pengamatan Lapangan

Pengamatan lapangan telah dilakukan pada 27 lokasi pengamatan, dimana setidaknya terdapat

5 lokasi pengamatan (LP-7, LP-8, LP-10, LP-24, LP-25) di sekitar lereng G. Agung dijumpai

gejala alterasi dan mineralisasi, lihat Gambar 1.

Lokasi LP-7 (Kalirejo, Kokap, Kulon Progo)

Alterasi dan mineralisasi di lokasi ini berkembang pada batuan induk andesit, berwarna abu-

abu gelap, tekstur porfiritik, tersusun oleh fenokris plagioklas, hornblenda, dan kuarsa

berukuran halus. Intensitas alterasi sedang – kuat, dicirikan oleh kehadiran mineral sulfida pirit

yang menyebar secara tidak merata. Silika berasosiasi dengan barit berstruktur lattice (kristalin,

berbentuk pipih-tipis dan saling memotong) dan mineral lempung (Gambar 3-a dan 3-b). Pada

beberapa bagian, silika bertekstur vuggy, manganis dan oksida besi di bagian permukaan,

membentuk zona alterasi sekitar 50 cm, terpotong oleh veinlet kuarsa dan berasosiasi dengan

zona ubahan mineral lempung. Mineralisasi pada batuan samping berasosiasi dengan mineral

sulfida (pirit) yang menyebar tidak merata dan mineral klorit dalam jumlah kecil.

5

Gambar 2. Tatanan stratigrafi daerah Kulonprogo berdasarkan kompilasi penelitian terdahulu (Budiadi, 2008).

Page 7: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

a b

Gambar 3. a). Zona alterasi silisifikasi berasosiasi dengan barit berstruktur lattice dengan

veinlet kuarsa berarah N 100 oE/65, b). Lempung pada zona alterasi

Lokasi LP-8 (Hargorejo,Bagelen, Purworejo)

Lubang bekas penambangan emas rakyat yang dibuat secara berjenjang (shaff), pada

bagian permukaan dibuat vertikal 2 meter ke bawah dengan diameter lebih kurang berukuran

50 cm x 50 cm, dan shaff kedua dibuat horizontal lebih kurang panjang 20 meter. Pada lubang

bekas penambangan dijumpai urat kuarsa berwarna putih ke abu-abuan, arah urat N 2120 E,

struktur bladed (Gambar 4-a dan 4-b).

a b

Gambar 4. Lubang bekas penambangan emas rakyat (4-a) serta urat kuarsa (4-b).

Lokasi LP-10 (Kalirejo, Kokap, Kulonprogo)

Alterasi dan mineralisasi yang berkembang berintensitas sedang – kuat, berupa zona

alterasi silisifikasi dicirikan oleh kehadiran mineral silika yang intensif berasosiasi dengan zona

urat kuarsa-silika dan mineral lempung. Alterasi dan mineralisasi di lokasi ini berkembang pada

batuan induk andesit.

Pola kekar yang berkembang di lokasi pengamatan umumnya berupa kekar gerus berarah

utama N 285 oE/85, N 240 oE/69, N 85 oE/65, N 40 oE/76 . Sedangkan urat kuarsa umumnya

berarah N 230 oE yang dimanfaatkan sebagai lubang penambangan emas rakyat.

6

Page 8: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

a b

Gambar 5. a).Lubang penambangan emas rakyat berdiameter 80 cm dengan panjang 20

meter, b). Zona alterasi silisifikasi berasosiasi dengan ubahan mineral lempung.

Lokasi LP-24 (Desa Sumorejo, Bagelen, Purworejo)

Terdapat aktivitas penambangan emas rakyat pada bagian atas atas bukit. Penambangan

mengikuti arah urat kuarsa berarah barat daya-timur laut, dengan ketebalan 40 cm dan

membentuk struktur vuggy (Gambar 6-a). Alterasi berupa silisifikasi disertai pembentukan

lempung argilik dengan mineralissi barit dan sulfida (Gambar 6-b).

a b

Gambar 6. Vuggy silika setebal 40 cm (a) dan alterasi argilik disekitarnya (b).

Lokasi LP-25 (Sumorejo, Bagelen, Purworejo)

Lubang penambangan berada pada zona alterasi silisifikasi berasosiasi dengan mineral

lempung. Mineral sulfida yang menyebar tidak merata berasosiasi dan zona oksida besi

berwarna kemerahan yang mengisi rekahan. Pada berapa bagian tampak struktur breksiasi

dengan fragmen batuan induk berupa batuan beku andesit yang mulai terubah dengan

intensitas sedang – kuat. Zona urat kuarsa yang berkembang secara umum berarah N 220 oE/80 (Gambar 7-a dan 7-b).

7

Page 9: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

a b

Gambar 7. a). Zona urat kuarsa berarah N 220 oE/80 dengan intensitas alterasi kuat, serta

Zona oksida besi mengisi rekahan b). Struktur crustiform-colloform dan sulfida yang

berkembang pada silika

2. Analisis Petrografi

Analisis petrografi dilakukan pada sayatan tipis batuan/mineral menggunakan mikroskop

polarisasi Nikon yang dilengkapi dengan kamera foto analog. Secara megaskopik batuan beku

pada lokasi LP-10, teralterasi dengan intensitas sedang – kuat, berwarna coklat hingga abu-

abu, berasosiasi dengan zona alterasi silisifikasi-argilik, dicirikan oleh kehadiran mineral silika

dan mineral lempung yang intensif. Pada beberapa bagian, batuan induk terpotong oleh zona

urat kuarsa-silika. Di bawah mikroskop batuan mempunyai tekstur hipokristalin, ukuran kristal

tidak seragam (in-equigranular), euhedral – subhedral. Fenokris plagioklas (75 %) hampir

keseluruhan terubah menjadi serisit (45 %). Terdapat mineral opaq/oksida besi dalam jumlah

kecil (5 %). Fenokris terdapat pada massa berukuran halus kriptokristalin (20 %), foto

mikroskop dapat dilihat pada Gambar 8-a.

a b

Gambar 8. a). Plagioklas pada andesit lokasi LP-10 yang terubah menjadi serisit, b). Urat

kuarsa pada lokasi LP-9 yang tersusun oleh agregat kalsedon serta serisit.

Sedangkan urat silika-kuarsa pada lokasi LP-9 berwarna putih susu, dengan tebal 10 – 15

cm, berarah N 350 oE/85, memanjang 2 meter ke arah vertikal berasosiasi dengan zona alterasi

silisifikasi dengan intensitas lemah-sedang, manganis setempat, oksida besi pada bagian

8

Page 10: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

permukaan. Di dalam sayatan tipis (Gambar 8-b) berwarna putih, nikol bersilang berwarna abu-

abu, terpotong oleh alur-alur agregat kalsedonik kriptokristalin yang membentuk pola

memanjang 1-2 mm, gelapan bergelombang (60 %), disekitarnya dijumai serisit berwarna abu-

abu gelap, subhedral, berukuran 0.1 mm – 0.2 mm, tidak merata (40%)

3. Analisis Difraksi Sinar-X (XRD)

Analisis XRD menggunakan alat RINT2000 wide angle geniometer, difraksi sinar X

menggunakan Cu Kα /40 kV/26 mA, dengan bentangan scan 20 – 650, yang dilakukan di

Laboratorium Fisika Mineral Puslit Teknologi Mineral dan Batubara -Bandung. Analisis XRD

dilakukan pada lempung di zone alterasi pada lokasi LP-7 dan LP-10, sedangkan pola difraksi

sinar X terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pola XRD lempung pada zone alterasi lokasi LP-7 (a) dan LP-10 (b)

Pola XRD mineral lempung pada lokasi LP-7 dan 10 mempunyai kesamaan yang

menandakan adanya kesamaan komposisi. Berdasarkan pola tersebut, kandungan mineralnya

meliputi :

- Silocon oxide (Kuarsa)

- Iron sulfide (Pirit)

- Potassium aluminium silicate hydrokside (muscovite)

4. Analisis Kimia Mineral

Analisis kimia mineral dilakukan menggunakan metode AAS di Laboratorium Pengujian Kimia-

Fisika Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi Bandung, hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat kadar Au tertinggi 2.068 ppb dan tidak semua urat

silika mengandung Au tinggi, kadar terendah 50 ppb terdapat pada urat silika LP-10. Kadar Au

rendah terdapat pada batuan ataupun silika dengan % kandungan Al2 O3 dan K2 O relatif tinggi.

Au rendah juga mempunyai korelasi dengan rendahnya Ag dan Pb.

9

Page 11: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

10

Page 12: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

Tabel 1. Hasil analisis kimia batuan di daerah penelitian

No Conto Batuan SiO2

%

Al2 O3

%

Fe2O3

%

CaO

%

Mg O

%

Na2O

%

K2 O

%

MnO

%

H2O

%

Cu

ppm

Pb

ppm

Zn

ppm

Au

ppb

Ag

ppm

1 LP-

7C

Zone

altrasi

argilik

66,97 5,75 3,25 0,05 0,09 0,03 0,96 0,01 0,34 12 97 26 1.183 5

2 LP-

8.B

Vein

silika

65,01 12,86 12,13 0,14 0,67 0,24 3,25 0,02 1,66 31 68 39 212 5

3 LP-

10.B

Andesi

t

teruba

h

56,50 15,27 5,43 7,46 2,14 0,15 3,12 0,16 0,28 73 74 67 50 3

4 LP-

25.B

Vein

silika

84,49 5,48 3,48 0,07 0,13 0,10 1,27 0,01 0,07 204 326 41 2.608 23

5 LP-

24.B

Vein

silika

59,10 7,18 14,80 0,09 0,14 0,03 0,77 0,02 0,12 3245 1870 294 1.318 39

10

Page 13: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

5. Analisis Inklusi Fluida

Analisis inklusi fluida dilakukan pada 3 (tiga) buah sampel mineral barit dan kuarsa yang

dijumpai disekitar urat silika pada lokasi LP-7 (G. Bolong, Plampang Satu), LP-9 (Hargorejo)

dan LP-24 (Sumorejo).

Urat kuarsa berasosiasi dengan barit, lokasi LP- 7B

Sampel disusun oleh kristal - kristal kuarsa berasosiasi dengan barit, mengisi celah dalam

batuan sedimen klastik breksian. Kristal kuarsa berwarna keruh hingga bening berukuran relatif

halus, umumnya kalsedonik. Kristal barit berwarna keruh milky dengan beberapa bagian

bening. Pada kristal kuarsa dan barit sering dijumpai detritus mineral berukuran halus.

Inklusi fluida hanya dijumpai pada kristal barit, umumnya bertipe fasa tunggal kaya air

(tidak mengandung gelembung udara), berbentuk anhedral – subhedral memanjang, sebagian

necking, tersebar secara acak tidak terorientasi (Gambar 10).

Gambar 10. Foto mikroskop barit lokasi LP- 7, inklusi fasa ganda (lingkaran merah), inklusi

fasa tunggal kaya air (lingkaran kuning).

Pada inklusi fluida fase ganda mineral barit dilakukan pengukuran mikrotermometri, dimana

hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

11

Page 14: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

Tabel 2. Hasil pengukuran mikrotermometri inklusi fase ganda pada Barit

No Conto LP 7B

Host kristal Barit

Tm (oC) -2,1 ~ -1,8

Th (oC) 175 ~ 202

Mode Th (oC) 185

% WT NaCl 3,3 ~ 3,9

Kedalaman (m) 84,4 ~ 163,6

Tekanan (bar) 8,8 ~ 15,9

PEMBAHASAN

Alterasi dan mineralisasi yang berkembang di daerah penelitian mempunyai intensitas

lemah hingga sedang. Alterasi lemah diindikasikan oleh munculnya mineral sulfida serta

ubahan mineral lain dalam jumlah sedikit (< 25 %). Sedangkan alterasi sedang diindikasikan

oleh munculnya zona alterasi silisifikasi hingga argilik yang diikuti oleh mineralisasi logam

mulia, logam dasar dan sulfida, dimana volume mineral sekunder berkisar 25 – 75 %. Zona

alterasi dengan intensitas sedang muncul di sekitar G. Agung bagian timur pada lokasi LP 7, 8,

10 di sekitar Plampang, Kokap serta lokasi LP 24 dan 25 desa Sumorejo, Bagelen.

Alterasi yang berkembang berupa silisifikasi yang diikuti oleh pembentukan lempung

argilik. Silisifikasi ditandai dengan munculnya urat dan stock work silika-kuarsa yang diikuti oleh

mineralisasi logam mulia (Au), barit dan sulfida serta lempung argilik di sekitarnya.

Pembentukan urat silika-kuarsa yang diikuti mineralisasi Au umumnya mempunyai arah Timur

Laut - Barat Daya dengan arah antara N 2120 E hingga N 2300 E. Zone alterasi dan mineralisasi

juga terdapat di sekitar intrusi dasit G. Curug. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan,

analisis petrografi, analisis XRD, analisis kimia mineral dan inklusi fluida maka dapat disusun

tabel asosiasi mineral pada zone alterasi (tabel 3) serta stabilitas mineral pada berbagai suhu

pembentukan (tabel 4).

12

Page 15: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

Tabel 3. Asosiasi mineral yang terbentuk pada zona alterasi

Lokasi Batuan Asal ALTERASI MINERALISASI Analisis Kimia Mineral

Analisis Inklusi fluidaLapangan XRD lempung Analisis

PetrografiLP-7 Andesit OAF Silisifikasi, argilik - Lattice barit

- Pirit, manganis- Urat silika,

vuggy (N 100 oE/65)

- Lempung

- Kuarsa- Pirit- Muscovite

- Sericite (ubahan plagioklas)

- Au:1183 ppb - Th:175– 2020

C- h: 80 – 160

m

LP-8 Andesit OAF Silisifikasi, argilik - Urat silika N 212 oE/73

- Lempung argilik

- Kuarsa- Muscovite

- Sericite (ubahan plagioklas)

- Au: 212 ppb -

LP-9 Andesit OAF Silisifikasi,argilik - Urat silika (N 350 oE/85)

- Lempung argilik

- - Sericite (ubahan plagioklas

- - Th:157 – 180 0C

- h : 50 – 100 m

LP-10 Andesit OAF Silisifikasi,argilik - Urat silika (N 230 oE)

- pirit- Lempung argilik

- Kuarsa- Pirit- Muscovite

- Plagioklas terubah kuat menjadi sericite

- Au: 50 ppb -

LP-24 Andesit OAF Silisifikasi - barit- pirit- Urat silika,

vuggy (N170 oE)

- Kuarsa - - Au:1318 ppb - Th: 185-225 0C

- h : 80 – 290 m

LP-25 Andesit OAF Silisifikasi, argilik - Urat silika (N 220 oE/80)

- Pirit- Lempung

- Kuarsa- Muscovite

- - Au:2608 ppb -

Survey lapangan dan analisis lab, 2011

13

Page 16: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

Tabel 4. Stabilitas mineral pada berbagai suhu pembentukan (Morisson, 1977)

Mineral 0 100 200 300 0 C

Host: Andesit OAFKuarsa

Barit

Pirit

Muscovite

Sericite

Berdasarkan data lapangan, dijumpai adanya mineral barit yang berasosiasi dengan

silika-kuarsa. Barit merupakan mineral dengan stabilitas suhu antara 40 – 2500 C, namun

dengan dijumpainya struktur bladed, maka indikasi pembentukan mineral terjadi pada suhu

dibawah boiling level < 2300 C. Data XRD lempung hasil alterasi disekitar urat kuarsa

dijumpai adanya muscovite, kuarsa dan pirit yang mengindikasikan bahwa proses altrasi

pembentukan lempung terjadi pada suhu tinggi antara 2800 C – 3400 C (Morisson, 1977). Hal

ini diperkuat data petrografi dengan dijumpainya sericite dalam jumlah banyak sebagai hasil

ubahan mineral plagioklas pada batuan andesit teralterasi. Sericite merupakan lembaran

mika putih dalam ukuran halus yang terjadi akibat adanya proses altrasi hidrotermal mineral

silikat utamanya feldspar.

Sedangkan berdasarkan data mikrotermometri inklusi fluida maka dapat dibuat

histogram suhu peleburan dan homogenisasi (Gambar 11). Suhu peleburan berkisar -2,1 s/d

– 1,8 0C dimana modenya pada – 2 0C. Suhu homogenisasi berkisar antara 175 – 200 0C

dengan mode pada suhu 185 0C. Kandungan NaCl: 3,3 – 3,9 % berat, Inklusi umumnya

berfasa tunggal, namun terdapat juga beberapa inklusi fasa ganda yang dapat diukur suhu

miktotermometrinya. Inklusi umumnya juga sudah mengalami necking yang menandakan

adanya proses tektonik sehingga cenderung akan merusak inklusi yang ada. Pengukuran

mikrotermometri memberikan kisaran suhu homogenisasi antara 1750 C hingga 2020 C,

dimana suhu ini masih di bawah suhu pembentukan mika/sericite namun masuk di dalam

suhu stabilitas mineral barit. Berdasarkan data kandungan NaCl dan suhu homogenisasi

maka dapat ditentukan posisi pembentukan mineral menggunakan kurva Hass (1971).

Posisi pembentukan mineral diperkirakan terjadi pada kedalaman 80 – 160 m di bawah

permukaan tanah (Gambar 12).

14

Page 17: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

Gambar 11.Histogram Tm dan Th sampel LP 7B, Tm didominasi suhu -2,0 OC, Th

memperlihat satu mode pada suhu 185 OC.

Gambar 12. Hasil pengeplotan suhu homogenisasi LP-7.B, pada kurva Hass 1971

Berdasarkan data asosiasi mineral yang didapat di lapangan, data analisis petrografi,

data analisis XRD, dan data inklusi fluida, maka proses alterasi diperkirakan terjadi dalam 2

tahap. Pada tahap pertama terjadi alterasi hidrotermal pada suhu tinggi antara 280 – 3400 C

15

Page 18: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

sehingga mengubah mineral feldspar menjadi sericite serta pembentukan mineral sulfida,

logam dasar dan logam mulia. Terbentuknya mineral serisit dalam jumlah signifikan

menandakan bahwa larutan hidrotermal bersifat netral pada sulfida rendah, hal ini juga

diikuti oleh pembentukan struktur banded ataupun colloform-crustiform pada urat kuarsa.

Pada tahap kedua, terjadi sirkulasi air tanah yang bercampur dengan larutan hidrotermal

sehingga suhunya turun dan terjadi proses alterasi pada suhu yang lebih rendah di sekitar

boiling level pada suhu 175 – 202 0C. Proses alterasi pada tahap dua ini akan menghasilkan

pembentukan mineral barit, sulfida dan logam mulia. Alterasi pada tahap kedua diperkirakan

terjadi pada kondisi sulfida rendah sehingga memunculkan asosiasi mineral barit, pirit dan

kuarsa. Barit merupakan mineral yang terbentuk pada kondisi basa sulfida rendah. Menurut

Hedenquist J. W., White N. C., (1995) mineralisasi yang terbentuk pada sulfida tinggi (high

sulfidation) terjadi pada kondisi asam yang dicirikan dengan mineralisasi alunite, kaolinit,

pyrophyllite, dispore. Sedangkan mineralisasi pada sulfida rendah (low sulfidation) terjadi

pada kondisi netral disertai mineralisasi illite-sericite dan illit-smectite dengan struktur

crustiform-colloform. Alterasi tahap pertama diperkirakan terjadi pada kedalaman lebih dari

500 m, sedangkan tahap kedua pada kedalaman 100 – 160 m. Model konseptual

mineralisasinya dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Model konseptual pembentukan urat kuarsa dan barit di daerah penelitian

(Buchanan, 1981)

16

Page 19: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

G. Agung serta beberapa gunung lainnya merupakan intrusi andesit yang terjadi pada kala

Oligosen Akhir – Miosen Tengah sekitar 29.67 – 22.35 juta tahun lalu. Andesit menerobos

Formasi Andesit Tua (Kebo – Butak) dan Formasi Nanggulan yang diperkirakan terjadi pada

beberapa tahap. Sedangkan intrusi Dasit G. Curug berumur 8,1 juta tahun lalu mengintrusi

Andesit G. Agung. Terjadinya dua kali proses intrusi ini diperkirakan berpengaruh kuat

terhadap proses mineralisasi yang lebih intensif di sekitar G. Agung, hal ini juga ditandai

dengan meningkatnya kadar Au disekitar LP-24 dan LP-25 yang berada disekitar intrusi

dasit. Barangkali jika intrusi yang lebih muda bersifat lebih basa, maka proses alterasi-

mineralisasi semakin intensif sehingga kemungkinan terbentuknya mineralisasi logam juga

akan lebih tinggi.

KESIMPULAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :

1. Alterasi yang berkembang di sekitar G. Agung adalah silisifikasi dan argilik dengan

tingkat ubahan lemah di sekitar LP-7, LP-8, LP-10 di perbatasan Kab.Kulonprogo-

Purworejo hingga sedang di sekitar LP-24 dan LP-25 Desa Sumorejo, Purworejo.

Silisifikasi ditandai dengan munculnya vein silika-kuarsa setebal 10-30 cm dan stock

work yang diikuti oleh mineralisasi logam mulia (Au) berkadar rendah (50 – 2608

ppb), barit dan sulfide. Lebar zona ubahan tidak lebih dari 50 cm.

2. Asosiasi mineral yang didapat dari analisis petrografi dan XRD, menunjukkan

stabilitas mineral yang terbentuk dalam dua tahap yaitu 40 – 2500 C dan 2800 C –

3400 C.

3. Suhu homogenisasi yang diperoleh dari analisis inklusi fluida menunjukkan kisaran

157 - 225 0C dengan posisi pembentukan pada kedalaman 50 – 290 m di bawah

tanah.

4. Proses alterasi hidrotermal terjadi dalam 2 tahap, tahap awal merupakan alterasi

mesotermal pada suhu 2800 C – 3400 C pada kedalaman lebih 500 m pada zona

kristalin sehingga mengubah mineral feldspar menjadi sericite serta pembentukan

mineral sulfida, logam dasar dan logam mulia. Tahap kedua merupakan alterasi

epitermal pada suhu 175 – 202 0 C dengan kedalaman 100 – 160 m pada zone

crustiform-colloform hingga kalsedonik karena terjadinya percampuran sirkulasi air

tanah dengan larutan hidrotermal sehingga menghasilkan pembentukan mineral

barit, sulfida dan logam mulia.

5. Tipe mineralisasinya berupa sulfida rendah (low sulfidation) akibat proses intrusi

andesit beberapa tahap yang diikuti oleh intrusi dasit.

17

Page 20: Altrasi Mineralisasi Rev 3, Chusni Lipi

DAFTAR PUSTAKA

Asikin S., Handoyo, A., Pratistho, B., Gafoer, S., 1992, Geologi Lembar Banyumas, skala 1 :

100,000. Puslitbang Geologi, Bandung

Bemmelen, R.W., 1949. Geology of Indonesia. vol. IA, Martinus Nijhoff, the Hague, pp. 637-

647.

Buchanan, L.J., 1981. Precious metal deposits associated with volcanic environments in the

Southwest Arizona. Geological Society Digest, 14, p.237-262.

Budiadi E, 2008. Peranan Tektonik Dalam Mengontrol Geomorfologi Daerah Pegunungan

Kulon Progo, Disertasi Doktor Ilmu Geologi, UNPAD, Bandung, Tidak dipublikasikan

Hedenquist J. W., White N. C., 1995, Ephitermal Gold Deposit : Style, Characteristics and

Implication, Society of Economic Geologists, Newsleter no 23, p.1, 9 – 13.

Harjanto, A., 2008; Magmatisme dan Mineralisasi di Daerah Kulonprogo; Disertasi Doktor

Teknik Geologi, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan.

Soeria Atmaja R., Maury R.C., Bellon H., Pringgoprawiro H., Polve M., and Priadi B., 1994,

“The Tertiary Magmatic Belt in Java” Journal of South East Asian Earth Sciences, Vol

9, No ½, p 13 – 27

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, & Rosidi, H.M.S. 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta

skala 1 : 100,000. Puslitbang Geologi, Bandung

Morrison, 1977, Important Hydrotermal Minerals and Their Significance, 7 ed, Kingston

Morisson Ltd, New Zealand

Haas, J. L., Jr., 1971. The effect of salinity on the maximum thermal gradient of a

hydrothermal system at hydrostatic pressure. Economic Geology 66, pp. 940-946.

18