Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

246
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tugas Akhir adalah mata kuliah wajib dalam pendidikan tingkat sarjana (S1) pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman. Tugas Akhir tersebut berupa penelitian studi khusus dan pemetaan yang dilakukan oleh mahasiswa. Penelitian ini dilakukan di daerah Gunung Bujang dan sekitarnya, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, bekerjasama dengan PT.Antam Tbk. Unit Geomin (Jambi). PT. Antam Tbk. Unit Geomin merupakan salah satu Perusahaan BUMN yang sedang melakukan penambangan bijih emas di beberapa lokasi antara lain tambang Jambi (Sumatera Selatan), Pongkor (Jabar), Cibaliung (Banten), Papandayan (Jabar), dan lainnya. Endapan bijih di lokasi penelitian ditemukan baik dalam bentuk vein , fracture filing, breksiasi.Faktor pengontrol utama terhadap keberadaan endapan bijih tersebut sangat TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman) Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 1

description

Tugas Akhir judul : "Kontrol Struktur terhadap Mineralisasi..."

Transcript of Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Page 1: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tugas Akhir adalah mata kuliah wajib dalam pendidikan tingkat sarjana

(S1) pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas

Jenderal Soedirman. Tugas Akhir tersebut berupa penelitian studi khusus dan

pemetaan yang dilakukan oleh mahasiswa. Penelitian ini dilakukan di daerah

Gunung Bujang dan sekitarnya, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun,

Provinsi Jambi, bekerjasama dengan PT.Antam Tbk. Unit Geomin (Jambi).

PT. Antam Tbk. Unit Geomin merupakan salah satu Perusahaan BUMN

yang sedang melakukan penambangan bijih emas di beberapa lokasi antara lain

tambang Jambi (Sumatera Selatan), Pongkor (Jabar), Cibaliung (Banten),

Papandayan (Jabar), dan lainnya. Endapan bijih di lokasi penelitian ditemukan

baik dalam bentuk vein, fracture filing, breksiasi.Faktor pengontrol utama

terhadap keberadaan endapan bijih tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur

rekahan (sesar, kekar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi

late magmatic yang mengisi dan mengendapkan mineral-mineral bijih (Heru Sigit

P, 2000). Adanya pengaruh struktur geologi terhadap perkembangan mineralisasi

ini sangat menarik untuk diteliti, berdasarkan pertimbangan di atas maka penulis

meneliti lebih lanjut mengenai kontrol struktur geologi yang berpengaruh pada

alterasi-mineralisasi.

Kajian lapangan merupakan dasar utama dalam melakukan interpretasi

terhadap kondisi geologi suatu wilayah khususnya daerah Gunung Bujang dan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 1

Page 2: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

sekitarnya. Dengan adanya data lapangan dapat menemukan hubungan geologi

yang ada, berdasarkan interpretasi dari konsep, teori, hipotesis, dan model yang

sudah ada. Kajian ini selanjutnya berguna dalam merekonstruksi kondisi geologi

suatu daerah secara khusus berkaitan dengan kontrol struktur terhadap

mineralisasi daerah penelitian, yang kemudian dapat diaplikasikan dalam berbagai

hal, seperti pemanfaatan sumberdaya mineral (mengenai alterasi dan

mineralisasi), energi, kerekayasaan, mitigasi kebencanaan, ataupun untuk

kepentingan riset – riset ilmiah.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif yang berupa analisis kesebandingan antara hasil penelitian penyusun

(menggunakan metode survei untuk memperoleh fakta dari gejala – gejala yang

ada dan mencari keterangan secara faktual di lapangan) dengan para peneliti

terdahulu.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat menyelesaikan

studi Program Sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan

Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi daerah

penelitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi sebagai

pengontrol penyebaran alterasi dan mineralisasi dengan melakukan pemetaan

permukaan dan analisa laboratorium.

1.3. Perumusan Masalah

Suatu penelitian yang dilakukan agar lebih fokus dan mengarah sesuai

dengan tujuan penelitian, maka diperlukan adanya perumusan masalah.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 2

Page 3: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Adapun pokok masalah yang diharapkan terjawab dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana kondisi geologi (geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi)

daerah penelitian?

2. Bagaimana hubungan struktur geologi terhadap penyebaran mineralisasi daerah

penelitian?

3. Bagaimanakah mineralisasi dan alterasi yang berkembang pada daerah

penelitian?

4. Bagaimana sejarah geologi daerah penelitian?

1.4. Batasan Masalah

Studi geologi berupa geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi. Hal

tersebut didasarkan pada kajian lapangan berupa pemetaan satuan – satuan batuan

dan menjelaskan hubungan satu sama lainnya dalam ruang dan waktu geologi,

berdasarkan konsep litostratigrafi, dan pemetaan detil daerah penelitian, serta

didukung oleh analisa laboratorium. Ditambah lagi dengan pembahasan mengenai

hubungan struktur dan sumberdaya mineralisasi daerah penelitian.

1.5. Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah Penelitian

Lokasi penelitian merupakan salah satu daerah eksplorasi PT. Aneka

Tambang Tbk. Unit Geomin, yang secara administratif berada di daerah Gunung

Bujang, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi (Gambar

1.1). Lokasi daerah penelitian memiliki luasan sebesar 5 km x 5 km. Lokasi

penelitian berjarak ± 90 menit perjalanan dari keberangkatan bandara Soekarno-

Hatta (Jakarta), daerah penelitian berada di utara kota Jambi, dapat ditempuh

dalam waktu ± 7 jam perjalanan dari kota Jambi dengan menggunakan mini bus.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 3

Page 4: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 1.1. Peta Lokasi daerah Penelitian sumber Bakosurtanal (BAPPEDA Prov. Jambi) skala

1 : 250.000

Gambar 1.2. Peta Lokasi daerah Penelitian

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 4

Daerah Penelitian

Page 5: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Batanghari, sebelah timur

berbatasan dengan Musi Rawas, sebelah selatan berbatasan dengan Rajanglebong,

dan sebelah barat bersebelahan dengan Kabupaten Merangin.

Pada umumnya, kondisi jalan provinsi yang dilalui cukup bagus hanya

pada saat melewati jalan kecamatan kondisi jalan kurang baik dan masih rawan

terhadap bencana longsor. Sarana transportasi sampai batas desa Narso cukup

memadai, sedangkan untuk sampai ke daerah Gunung Bujang tidak terdapat

sarana transportasi karena letaknya sangat jauh dan berupa jalan-jalan setapak

dengan alas kayu-kayu. Kesampaian menuju lokasi daerah penelitian dengan

perjalanan jalan kaki mencapai 2-3 hari perjalanan dengan istirahat malam hari

pada tenda-tenda peristirahatan. Namun juga dapat dicapai dengan transportasi

helikopter dengan lama perjalanan mencapai 15-20 menit dari desa Grabak.

Lokasi daerah penelitian dengan luasan 25.000 km2 yang berada pada IUP

eksplorasi projek Jambi prospek Gunung Bujang, maka sudah semestinya penulis

tidak mencantumkan koordinat lokasi dan identitas yang ada didalamnya secara

detail baik dalam bentuk layoutmaupun yang lainnya. Hal ini dilakukan untuk

menjaga kerahasiaan daerah IUP projek Jambi prospek Gunung Bujang yang

masih dalam proses eksplorasi.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 5

Page 6: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Geologi

2.1.1. Fisiografi dan Geomorfologi Regional

Fisiografi pulau Sumatera dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di

sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur.

Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia dan pada umumnya curam. Hal ini

mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua

ambang dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel/Singkil) yang

lebarnya ±20 km. Sisi timur dari pantai Sumatera ini terdiri dari lapisan tersier

yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah rendah aluvial.

Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung

biji intan tersebar di Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin

melebar dan bertambah hingga 150-200 km yang terdapat di Sumatera Tengah

dan Sumatera Selatan.

1. Rangkaian Bukit Barisan.

Elemen orografis yang utama adalah Bukit Barisan yang panjangnya 1650

km dan lebarnya ±100 km (puncak tertingginya ialah Gunung Kerinci dan

Gunung Indrapura 3800 m). Bukit Barisan merupakan rangkaian sejumlah

pegunungan yang sejajar atau colisses yang setelah cabang lainnya ke luar dari

arah pokok barat laut tenggara, dikatakan bahwa arahnya lebih ke arah timur barat

dan merosot (menurun) ke arah tanah rendah di bagian timur. Di antara Sungai

Wampu dan Barumun merupakan Pegunungan Barisan yang bercorak empat

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 6

Page 7: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

persegi panjang (sumbu barat laut tenggara 275 km panjangnya dan 150 km

lebarnya). Puncak ini disebut Batak Tumor. Pada bagian puncak yang mempunyai

7 ketinggian 2000 m (sibutan 2457 m) terdapat kawah besar Toba yang

panjangnya 31 km, serta luasnya 2269 km2, sedangkan Danau Toba panjangnya 7

km dan luasnya 1776,5 km2 (termasuk Pulau Samosir).

Sistem Barisan di Sumatera Tengah terdiri dari beberapa pegunungan

blok. Bagian yang paling sempit pada peralihan Batak Tumor (75 m) yang

kemudian melebar menjadi 175 m pada irisan penampang bukit Padang.

Perbukitan yang tertinggi terletak di bagian barat daya dengan ketinggian lebih

dari 2000 m, kemudian berangsur-angsur semakin rendah ke arah dataran rendah

Sumatera Timur (Lisun-Kuantan-Lalo 1000 m dan Suligi Lipat Kain

ketinggiannya lebih dari 500 m).

TOBLER (1971) membedakan elemen-elemen tektonis dan morfologi

Sumatera sebagai berikut:

a. Dataran aluvial terbentang di pantai timur.

b. Tanah endapan/ Foreland tersier (peneplain) dengan Pegunungan Tiga Puluh

c. Depresi sub Barisan

d. Barisan depan / fore barisandengan masa lipatan berlebihan (over thrust

masses)

e. Scheifer Barisan dengan lipatan yang hebat dan batuan metamorf.

f. Barisan tinggi/ HighBarisan dengan vulkan- vulkan muda.

g. Dataran aluvial terbentang di pantai barat.

Berdasarkan kajian perkembangan geologi, Pulau Sumatera dibedakan

menjadi: Basin Tersier di Sumatera Timur (a-c) disebut zone I, rangkaian

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 7

Page 8: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

pegunungan berbongkah di sebelah utara Umbilin disebut zone II, Fore barisan

merupakan zone III, The Schiefer Barisan (e) tergolong zone IV kecuali zone

Schiefer Barisan di sebelah utara Padang, dan High Barisan (f) termasuk zone V.

Zone II dan III termasuk unsur luar terletak di sisi timur dari Bukit Barisan.

Lengkung geantiklin di Bukit Barisan terangkat pada zaman Pleistosen

merupakan zone IV dan V.

Elemen-elemen tektonis dan morfologi Sumatera (Verstappen) Dataran

pantai barat (pantai abrasi), merupakan daerah yang sempit, bahaya terkena erosi

dan abrasi, pantainya berpasir dan tidak cocok untuk dijadikan sebagai

permukiman.

Landas Bengkulu. Merupakan kawasan lahan rusak di sebelah barat bukit

barisan dan banyak tererosi, serta memiliki lereng yang terjal.

Deretan pegunungan vulkan muda. Daerahnya sempit dan erosinya tinggi.

Depresi sub barisan (lembah bongkah semangka). Tidak cocok sebagi

tempat hidup karena sangat sempit.

Daerah Basalt Sukadana Lampung. Irigasnya sangat sulit karena tidak

terdapat simpanan air.Landaian sebelah timur. Cocok bila dijadikan sebagai

tempat hidup karena tanahnya datar. Dimanfaatkan sebagai daerah

transmigrasi. Daerah ini berkembang menjadi daerah transmigrasi terluas di

Sumatera.

Dataran aluvial pantai timur. Merupakan daerah Rawa Payau.

2. Zone Semangko

Zone ini merupakan suatu corak permukaan yang mencerminkan

karakteristik dari Geantiklin Barisan sepanjang pulau itu secara keseluruhan, yang

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 8

Page 9: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

dinamakan jalur depresi- menengah pada puncak yang disebut Semangko Rift

Zone. Zone Semangko ini terbentang mulai dari teluk semangko di Sumatera

Selatan dan berkembang lebih jauh ke arah Trog lembah Aceh dengan Kota Raja

sebagai ujung utaranya. Di beberapa jalur ini terisi dan tertutup oleh vulkan-

vulkan muda.

Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah merupakan

satu cekungan besar yang mempunyai sedimentasi sama dan dipisahkan oleh

Pegunungan Tigapuluh. Daerah Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi

depresi Jambi di utara, Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub Cekungan

Palembang Selatan atau Depresi Lematang masing-masing dipisahkan oleh

tinggian batuan dasar (basement). Tiga antiklinorium yang dipisahkan oleh

tinggian batuan dasar adalah Antiklinorium Pendopo, Antiklinorium Palembang

dan Antiklinorium Muaraenim.

Secara rinci lagi penulis dapat menjelaskan mengenai geomorfologi daerah

Kabupaten Sarolangun yaitu pada bagian baratnya ditempati oleh pegunungan

Barisan, gunung Bangko, gunung Bujang dicirikan oleh topografi yang kasar,

tersusun dari batuan sedimen malihan dan batuan beku yang terpotong oleh

lembah-lembah yang dikontrol oleh sesar. Ketinggian berkisar antara 320 meter

sampai lebih dari 2380 meter di atas permukaan laut dengan lereng yang curam

yang tertutup rapat hutan belukar. Pola aliran yang utama adalah rektangular dan

teralis dengan bentuk lembah umumnya ‘V’ sempit dan lurus. Bagian timur

merupakan dataran rendah yang terbuka, hanya ditutupi oleh semak-belukar dan

hutan kecil sementara di beberapa tempat berupa rawa. Bagian timur dan timur

laut daerah ini terdiri dari lahan yang bergelombang, dengan ketinggian beberapa

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 9

Page 10: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

F. Hulusimpang

F. Tmdi

puluh meter diatas permukaan laut. Sungai-sungai mempunyai bentuk ‘meander’

dan berpola ‘meranting’ sampai ‘rektangular’, kebanyakan sungai besar mengalir

kearah barat laut-tenggara, sejajar dengan arah struktur utama (Departemen

ESDM Pusat Sumber Daya Geologi, Sarolangun, 2006).

2.1.2. Stratigrafi Regional

Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu

siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase

regresi pada akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin

yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian

diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya.

Gambar 2.1. Peta Geologi Lembar Bangko provinsi Jambi (Suwarna, 1992)

Gambar 2.2. Korelasi Satuan Peta Lembar Bangko, Provinsi Jambi (Suwarna, 1992)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 10

Page 11: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang Akar

merupakan suatu endapan kipas aluvial dan endapan sungai teranyam (braided

stream deposit) yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung

hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang

diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal (Formasi Batu

Raja)pada bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi maksimum

ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras

di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih lautdalam.Fase regresi

dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh

pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu Pasir pada

lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di

atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana

lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan

non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung

dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini

berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir

tufaan, pumice dan konglemerat.

Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks

batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan

batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap

dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas

berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang

tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna

kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 11

Page 12: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah

dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara Granit

dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang

kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat. Menurut Simanjuntak, et. al

(1991), umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi batuan filit.

Formasi Lahat, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas

batuan dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari

konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan

batupasir kuarsa.

Formasi ini memiliki 3 anggota, yaitu :

Anggota Tuf Kikim Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan

lava. Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 - 800 m.

Anggota Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota

pertama. Terdiri dari konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding.

Butiran didominasi oleh kuarsa.

Anggota Tuf Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas

Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuf dan batulempung tufan

berselingan dengan endapan mirip lahar.

Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.

Formasi Talang Akar, Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi

terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada

lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi

Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara

selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 12

Page 13: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa

perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar

antara 400m – 850m.

Formasi Baturaja, Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm.

Talang Akar dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari

batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan,

serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini

diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.

Formasi Gumai, Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi

Baturaja dimana formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di

Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih

gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di

bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan formasi

ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan diendapkan pada

lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen Tengah.

Formasi Air Benakat, Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di

atas Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini

terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir

abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian

atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.

Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur

Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut

dangkal.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 13

Page 14: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Formasi Muara Enim, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase

regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat

pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan

formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan

batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris

volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi

dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya

berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen Akhir – Pliosen Awal.

Formasi Kasai, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi

Muara Enim dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir

tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya

kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit

mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa

tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies

pengendapannya adalah fluvial dan aluvial fan. Formasi Kasai berumur Pliosen

Akhir-Plistosen Awal.

Sedimen Kuarter, Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak

terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak

selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen

konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-

basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.

2.1.3. Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi

Tektonik Sumatera dipengaruhi oleh interaksi konvergen antara dua

lempeng yang berbeda jenis (Gambar 2.3). Arah gerak kedua lempeng terhadap

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 14

Page 15: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

jalur subduksi membentuk sudut lancip sehingga pembentukan struktur geologi di

Pulau Sumatera didominasi oleh sesar-sesar mendatar dekstral (right handed

wrench fault). Hubungan struktur geologi satu terhadap lainnya selain mengontrol

sebaran batuan di permukaan juga menjadikan daerah ini cukup kompleks secara

tektonik. Terbentuknya sejumlah struktur sesar yang cukup rapat ternyata diikuti

oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan tubuh-tubuh intrusi batuan

beku. Aktifitas magmatik inilah yang membawa cebakan mineral bijih.

Gambar 2.3. Peta pergerakan lempeng daerah Sumatera dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini

Seluruh batuan penyusuntelah mengalami deformasi yang kuat. Produk

tektonik berupa struktur lipatan, kekar dan sesar. Pembentukan kedua jenis

struktur geologi tersebut tidak terlepas dari pengaruh aktivitas tumbukan lempeng

yang menyerong antara Lempeng Eurasia yang berada di utara dengan Lempeng

India-Australia. Akibat tumbukan lempeng ini terbentuk jalur subduksi yang

sekarang posisinya berada di lepas pantai barat Sumatera, sedangkan di daratan

sumatera terbentuk daerah tinggian yang menyebabkan batuan tua tersingkap di

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 15

Page 16: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

permukaan. Pola struktur lipatan dan umumnya berarah baratlaut-tenggara yang

terbentuk sejak Pra-Tersier hingga Kuarter. Jenis dan kedudukan struktur geologi

ini selanjutnya mempengaruhi pola sebaran batuan/formasi di permukaan.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui batuan/formasi di daerah

penyelidikan menyebar dengan arah baratlaut-tenggara.

Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010), pulau Sumatera

memiliki pola struktur yang dominan sebanyak 3 buah yaitu arah NE–SW yang

sering disebut Pola Jambi, NW–SE yang disebut sebagai Pola Sumatera dan N–S

sebagai Pola Sunda.Urutan pola dari tua ke muda adalah pola Sumatera NW–SE

(Jurassic Awal- Kapur) yang diakibatkan oleh rezim kompresional. Akibat dari

adanya tumbukan Lempeng India dengan Lempeng Eurasia. Pola Jambi (NE-SW)

terbentuk pada zaman Pra-Tersier juga. Selanjutnya pola yang berkembang adalah

Pola Sunda dengan arah N–S ( Kapur Akhir- Tersier Awal). Pola struktur Sunda

inilah yang membuka cekungan–cekungan yang ada di daerah Sumatera dan pola

ini banyak terdapat pada Cekungan Sumatera Utara dan Sumatera Tengah,

sedangkan pada Cekungan Sumatera Selatan, pola N–S jarang ditemui. Hal ini

ditandai pula dengan batas antara cekungan–cekungan yang ada di Pulau

Sumatera yang berupa tinggian memiliki orientasi N–S. Kemudian pada zaman

Plio-Pleistosen terjadi rezim kompresif yang membuat sesar-sesar normal

mengalami inverse menjadi sesar naik dan beberapa sesar lain yang membentuk

sesar geser strike-slip seperti Sesar Semangko.

Secara umum arah struktur pokok dari Pulau Sumatera adalah:

Sisi barat Geantiklin Barisan terbentang di sebelah barat jalur Semangko

berada pada setengah Pulau Sumatera di sebelah selatan Padang tepatnya.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 16

Page 17: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Sisi baratnya terbentuk oleh blok kerang yang panjang dan miring ke

Samudera Hindia, dan disebut Blok Bengkulu.

Gawir sesar sepanjang jalur semangko memisahkan pantai barat dan timur.

Disebut juga Bukit Barisan Sensu stricto atau barisan tinggi.

Ujung selatan bukit barisan adalah daerah Lampung. Di antara Padang dan

Padang Sidempuan struktur geantiklinalBukit Barisantidak menentukan

Geantiklinal blok pegunungan yang memanjang di sisi timur, sama

dengan daerah di sisi barat sungai subsekuen dan cabang-cabangnya.

Batak Tumor yang merupakan lanjutan dari Bukit Barisan yang berupa

kubah geantiklinal besar yang terpotong oleh jalur Semangko.

Bukit Barisan di daerah Aceh adalah bagian teruwet pecah menjadi

sejumlah pegunungan Blok, yaitublok leuser dan pegunungan barat.

Kedudukannya searah sisi barat seperti Blok Bengkulu.

Di sebelah barat bukit Barisan terbentang palung antara sistem

pegunungan Sunda yang membentuk cekungan laut antara Sumatera dan

rangkaian pulau-pulau di baratnya.

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3

episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera

Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal

dan Orogenesa Plio – Plistosen.

Episode pertama, endapan-endapan Paleozoik dan Mesozoik

termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi

oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 17

Page 18: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar

berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.

Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan

gerak-gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum

utara-selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil

pelapukan batuan-batuan Pra-Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk

struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra-Talang Akar.

Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio-Plistosen yang

menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam

pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi

geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan

Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang

berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang

terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan

Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar-sesar yang baru terbentuk di daerah

ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat

pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen

menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk

berarah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara. Jenis sesar yang terdapat

pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.

Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat

laut – tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola

struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 18

Page 19: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar

dengan Pulau Sumatera .

2.2. Struktur Pengontrol dan Mineralisasi

Secara regional berdasarkan Peta Geologi Lembar Bangko oleh Suwarna,

(1992) menunjukkan bahwa di daerah penelitian terdapat 2 garis sesar besar yang

diperkirakan (Gambar 2.2). Menurut interpretasi penulis bahwa 2 sesar besar ini

merupakan bagian penting sebagai indikasi tegasan pengontrol transportasi larutan

hidrotermal dan mineralisasi yang terjadi.

Struktur geologi di daerah Kabupaten Sarolangun adalah perlipatan tegak

berarah baratlaut-tenggara. Sesar utama berarah baratlaut-tenggara. (Departemen

ESDM Pusat Sumber Daya Geologi, Sarolangun, 2006). Dengan adanya data

struktur berdasarkan pustaka yang didapat maka dapat dilakukan interpretasi

sementara terhadap kemungkinan keberadaan tegasan pengontrol pada sebaran

urat-urat (veins) sebagai daerah distribusi minieralisasi yang berkembang.

Gambar 2.4. Kenampakan pola kelurusan sungai dan bukit pada daerah penelitian terhadap sesar semangko (NW-SE)

Berdasarkan pola kelurusan pada daerah penelitian yang dominan berarah

baratlaut-tenggara, namun terdapat kelurusan dengan arah timurlaut-baratdaya.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 19

Page 20: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

(Gambar 2.4). Hal ini menunjukkan bahwa arah tegasan utama cenderung N-S.

Interpretasi tegasan utara-selatan (N-S) yang dilakukan dapat dihubungkan pada

arah tegasan pembentukan sesar semangko berupa strike slip (Dekstral Fault), dan

ditafsirkan pada daerah penelitian berupa sesar strike slip (Dekstral Fault) dengan

keberadaan Orde 2 sebagai perpindahan arah tegasan yang terjadi sesuai dengan

konsep analisa Moody dan Hill, 1956 dalam Asikin, 1977. Berhubungan dengan

tafsiran tegasan tersebut, kemudian dapat dilakukan penentuan terhadap

kemungkinan arah mineralisasi.

Berdasarkan data sekunder mengenai keterdapatan mineralisasi dan bahan

galian lain yang telah dikembangkan yaitu baik secara eksplorasi maupun

eksploitasi. Perusahaan yang melakukan kegiatan eksploitasi pada saat ini PT.

Antam. Tbk. Unit Geomin dan PT. SCG (Sumatera Copper Gold) yang telah

melaksanakan eksplorasi emas dan tembaga dalam beberapa tahun sebelumnya.

Wilayah bekas tambang yang ada di kabupaten Sarolangun hanya berupa

bekas-bekas tambang emas tanpa izin. Kegiatan inventarisasi bahan galian

dilaksanakan pada bekas tambang emas aluvial yang telah ditinggalkan oleh

penambang emas tanpa izin (PETI). Daerah kegiatan meliputi Kecamatan Batang

Asai, Kecamatan Limun, Kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun.

Kegiatan penambangan ini telah lama dilakukan oleh beberapa keluarga

secara turun temurun. Sebelumnya masyarakat hanya menambang dengan cara

mendulang, namun kini dengan masuknya pendatang bekerjasama dengan

penduduk setempat dan seiring kemajuan teknologi, kegiatan penambangan telah

menggunakan mesin ‘Dompeng’. Kegiatan penambangan dilakukan terutama

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 20

Page 21: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

pada daerah-daerah sekitar Sungai Batang Asai, Sungai Tembesi, Sungai

Selembau, Sungai Limun dan Sungai Batang Rebah.

2.3. Dasar Teori

2.3.1. Tinjauan Tentang Struktur Geologi

Terdapatnya suatu struktur tertentu di suatu tempat terbentuk karena suatu

deformasi tektonik tertentu. Deformasi tektonik pembentuk struktur tertentu dapat

dibedakan menjadi dua yaitu deformasi yang bersifat diskontinyu atau

rapuh(brittle) dan deformasi yang bersifat kontinyu (ductile). Perbedaan ini

terjadi karena beberapa faktor yaitu sifat fisik batuan yang mengalami deformasi,

temperatur dan tekanan yang dialami tubuh batuan selama berlangsungnya

deformasi. Deformasi tektonik diskontinyu akan membentuk struktur geologi

berupa sesar dan kekar, sedangkan struktur geologi kontinyu akan membentuk

struktur berupa lipatan.

Sesar menurut Billings (1972), merupakan rekahan pada batuan yang telah

mengalami pergesaran sehingga terjadi perpindahan dua dinding blok batuan yang

saling berhadapan, sedangkan kekar merupakan rekahan yang relatif belum

mengalami pergeseran. Sesar dan kekar merupakan bagian dari disintegrasi

mekanis batuan dan akan mengalami erosi yang cepat di permukaan bumi

sehingga membentuk bentang alam yang khas sebagai depresi topografi lokal,

lembah sungai dan gawir sesar yang lazim disebut jejak sesar (fault traces).

Kenampakan ini dapat dengan jelas nampak dari foto udara atau citra satelit

sebagai suatu bentuk kelurusan.

Struktur geologi yang umum dijumpai di lapangan dapat berupa kekar dan

sesar. Struktur yang bekerja pada suatu tubuh batuan terjadi karena adanya gaya

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 21

Page 22: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

yang bekerja. Pola-pola kelurusan struktur yang di hasilkan dapat berupa pola

yang baru maupun pola yang berasal dari reaktifitas terhadap struktur yang terjadi

sebelumnya.

A. Sistem Bukaan Urat

Di daerah mineralisasi akan ada hubungan spasial antara struktur mayor

dengan proses mineralisasi yang terjadi. Secara regional suatu sistem struktur di

daerah magmatic arcs akan terbentuk adanya intrusi-intrusi baik yang mengisi

daerah bukaan-bukaan yang ada maupun membentuk bukaan yang baru. Sehingga

pada daerah struktur mayor akan terjadi beberapa aktivitas yang berhubungan

dengan cebakan mineral meliputi (Corbett dan Leach, 1997) : (1) Pre-

mineralization yang mengontrol pada daerah cekungan sedimentasi di batuan

induknya. (2) Pre-mineralization intrusi atau breksi. (3) Syn-mineralization pada

lokasi sistem cebakan. (4) Post-mineralization yang merupakan deformasi dari

cebakan mineral. Menurut Corbett dan Leach (1997), didasarkan pada tatanan

tektonik dan level erosi pada sistem hidrotermal, maka sistem bukaan cebakan

dapat dibedakan menjadi beberapa yaitu : (Gambar 2.4)

a. Splays atau horsetail yang berkembang di sepanjang struktur sesar relatif.

Pada daerah ini merupakan agent utama terjadinya intrusi porpiri.

b. Tension Fracture, terbentuk sebagai bukaan di batuan induk yang terletak di

antara sesar strike-slip dan umumnya mempunyai orientasi yang tergantung

dengan gaya (stress) utama. Tension fracture ini merupakan faktor dominan

terjadinya sistem urat emas-perak. Karakteristiknya tercermin bahwa panjang

dari kekar tarik akan berakhir sepanjang arah sesar.

c. Jogs, terbentuk sebagai bends yang melintasi sepanjang struktur dan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 22

Page 23: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

dipisahkan dengan kekar tarik, beberapa cebakan terjadi pada daerah jog ini.

d. Hanging wall splits, terbentuk pada kemiringan zona sesar terutama pada

sesar turun atau kemiringan perlapisan batuan yang terpotong oleh kemiringan

bidang sesar.

e. Pull-apart basin, yang terbentuk sebagai parallelogram yang terletak di antara

2 jalur sesar.

f. Domes, terbentuk pada batuan dasar yang terisi oleh larutan hidrotermal pada

suatu sistem urat mineralisasi.

g. Ore shoots, umumnya merupakan perkembangan dari penambahan lebar suatu

urat maupun bertambahnya kadar emas yang terbentuk oleh bertambahnya

bukaan pada suatu sistem urat.

h. Sheeted fracture, terbentuk pada lingkungan porpiri atau porpiri yang

berhubungan dengan lingkungan breksi.

Gambar 2.4. Sistem bukaan urat Corbett dan Leach, 1997

B. Analisa Arah Urat

Urat kuarsa pada prinsipnya terbentuk oleh larutan yang bersifat mengisi

rekahan, oleh sebab itu pola urat yang terbentuk akan mengikuti pola rekahan.

Pada cebakan yang mengisi rongga terjadi 2 proses yaitu : pembentukan rongga

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 23

Page 24: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

dan pengisian larutan (Bateman,1981). Sesar geser yang bersifat ekstensif akan

terbentuk rekahan terbuka yang memungkinkan masuknya larutan hidrotermal

pembentuk urat, sehingga urat akan terbentuk relatif sejajar dengan arah sesar.

Heru Sigit (2002), menyatakan bahwa urat hasil tegasan dan urat hasil

tarikan di lapangan dapat dibedakan, yaitu urat kuarsa hasil tegasan memiliki ciri

pecah-pecah (breciciated), kristal tidak baik, biasanya terbentuk mineral di bagian

tengah atau tepinya dan urat hasil tarikan memiliki ciri kristal baik, membentuk

struktur sisir (comb structure), mineral terkadang berada pada struktur sisirnya.

(Gambar 2.5).

Gambar 2.5.Beda urat hasil tegasan dan urat hasil tarikan menurutHeru Sigit, 2002.

Beberapa lingkungan struktur bukaan cebakan batuan samping mengalami

proses aktivitas selama terbentuknya, mulai dari pre-sampai-syn mineralisasi dan

umumnya mengalami deformasi pada post-mineralisasi pada suatu sistem

cebakan. Model dari sistem struktur tersebut disebut sebagai Riedel Shear Model

(Riedel, dalam Corbett and Leach, 1997). Pada suatu zona sesar kemungkinan

akan terbentuk adanya kekar tarik yang mempunyai pola searah dengan gaya

utama. Pola sesar terbentuk dengan arah yang berlawanan merupakan sesar geser

(slip) dan sesar normal mempunyai arah sejajar dengan arah gaya utama. Lowell

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 24

Page 25: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

dan Harris, (dalam Corbett and Leach, 1997) mengemukakan suatu hasil

percobaan yang dilakukan pada lempung yang diberi tekanan dari arah lateral dan

vertikal, hasil tersebut akan membentuk pola struktur menyudut lancip dengan

arah gayanya dan mempunyai pola penyebaran melingkar mengikuti bentuk kubah

(Gambar 2.6). Di bagian tepi dari arah gaya utama akan terbentuk adanya rekahan

yang kemudian mengalami depresi dengan bentuk lingkaran.

Gambar 2.6.Riedel Shear Model (a dan c) serta (b) model bentuk sesar pada Lempung (Corbett and Leach, 1997).

2.4. Alterasi dan Mineralisasi Hidrotermal

Alterasi dan mineralisasi sangat erat kaitannya, dikarenakan tipe alterasi

tertentu akan dicirikan dengan hadirnya suatu himpunan mineral yang khas

sebagi pencirinya.

2.4.1. Alterasi Hidrotermal

Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100°–500°C) sisa

pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya

dan membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 25

Page 26: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

magma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang

mengandung air dan unsur-unsur volatil (Bateman, 1981).

Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian akhir dari siklus pembekuan

magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau

pada zona lemah. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang

dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi

mineral sekunder (alteration minerals). Proses hidrotermal pada kondisi tertentu

akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan

mineral atau mineral assemblage(Corbeet dan Leach, 1996)(Tabel 2.1).

Secara umum kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu ubahan

batuan akan mencerminkan tipe alterasi tertentu.

Tabel 2.1. Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Corbeet dan Leach, 1996)

TIPE MINERAL

KUNCI

MINERAL

ASESORIS

KETERANGAN

Propilitik Klorit

Epidot

Karbonat

Albit

Kuarsa

Kalsit

Pirit

Lempung/illit

Oksida besi

Temperatur 200 –

300oC,Salinitas beragam,

PH mendekati netral,

Daerah dengan

permeabilitas

rendah

Argilik Smektit

Montmorilonit

Illit-smektit

Kaolinit

Pirit

Klorit

Kalsit

Kuarsa

Temperatur 100 – 300oC,

Salinitas rendah,

PH asam – netral .

Argilik lanjut

(temperatur

rendah)

Kaolinit

Alunit

Kalsedon

Kristobalit

Kuarsa

Pirit

Temperatur 180oC

PH asam

Argilik lanjut

(temperatur tinggi)

Pirofilit

Diaspor

Andalusit

Kuarsa

Tourmalin

Enargit

Temperatur 250 – 350oC,

PH asam

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 26

Page 27: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Luzonit

Potasik Adularia

Biotit

Kuarsa

Klorit

Epidot

Pirit

Illit-serisit

Temperatur > 300oC,

Salinitas tinggi,

Dekat dengan batuan

intrusi .

Filik Kuarsa

Serisit

Pirit

Anhidrit

Pirit

Kalsit

Rutil

Temperatur 230 –

400oC,Salinitas beragam,

PH asam – netral, Zona

tembus air pada batas urat

.

Serisitik Serisit (illit)

Kuarsa

Muskovit

Pirit

Illit-serisit

-

Silisifikasi Kuarsa Pirit

Illit-serisit

Adularia

-

Tipe Alterasi menurutCorbett dan Leach (1996) (Tabel 2.1) membagi

zona alterasi hidrotermal ke dalam lima zona alterasi berdasarkan kumpulan dan

asosiasi mineral alterasi yang muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama

dan derajat PH.

Alterasi Argilik, terdiri dari kumpulan mineral alterasi dengan

temperatur rendah, jenis alterasi ini dicirikan dengan kehadiran anggota dari

kaolin (Halloysit, kaolinit dan dickit) dan illit (smektit, interlayer, illit-smektit,

illit), serta asosiasi mineral transisi yang terbentuk pada pH menengah dan

suhu rendah. Kelompok dari mineral temperatur rendah-transisi yaitu kelompok

klorit-illit juga hadir.

Alterasi Argilik Lanjut, jenis alterasi ini dicirikan dengan kehadiran

anggota dari kaolin (Halloysit, kaolinit dan dickit) dan illit (smektit, interlayer,

illit-smektit, illit), serta asosiasi mineral transisi yang terbentuk pada pH

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 27

Page 28: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

menengah dan suhu rendah. Kelompok dari mineral temperatur rendah-transisi

yaitu kelompok klorit-illit juga hadir.

Alterasi Propilitik, Jenis alterasi ini umumnya dicirikan oleh

kehadiran mineral klorit-epidot-aktinolit (Corbett & Leach, 1996). Menurut

White (1996), Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral

epidot, illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit terbentuk pada temperatur 200°-

300°C pada pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada

daerah yang mempunyai permeabilitas rendah.Alterasi ini mempunyai

penyebaran yang terluas dan kaitannya secara langsung dengan mineralisasi

sangat kecil. Kristal plagioklas mengalami argilitisasi dengan intensitas kecil,

biotit mengalami perubahan menjadi klorit dengan atau tanpa karbonat.

Alterasi Filik, dicirikan oleh serisitasi hampir seluruh mineral silikat,

kecuali kuarsa. Plagioklas feldspar tergantikan oleh serisit dan kuarsa halus. K-

Feldspar magmatik juga mengalami serisitasi tapi lebih kecil intensitasnya dari

plagioklas.

Alterasi Potasik, Menurut Corbett & Leach (1996), mineral utama dalam

alterasi ini berupa potasik feldspar sekunder & biotit sekunder, serta aktinolit+

klinopiroksen dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali

felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit,

dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada

daerah yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas (>300°C),

salinitas tinggi, dan dengan karakter magamatik yang kuat.

2.4.2. Mineralisasi Hidrotermal

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 28

Page 29: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Mineralisasi adalah proses pembentukan endapan mineral logam atau non

logam yang terkonsentrasi dari satu atau lebih mineral yang dapat dimanfaatkan

(Bateman dan Jensen,1981). Emas pada mineralisasi ini umumnya berasosiasi

dengan galena, sphalerit, kalkopirit, dan sedikit pirit (Corbett dan Leach 1996).

Pola mineralisasinya yaitu mineral bijih yang mengisi rongga-rongga dan

rekah (open space & cavity filling). Zona bijih biasanya dibatasi oleh struktur,

tetapi juga bisa muncul pada litologi yang bersifat permeable.

Urat yang lebar (memiliki lebar > 1m dengan beberapa ratus meter searah

jurus) sampai urat-urat kecil dan stockworks biasanya memiliki penyebaran dan

pergantian yang lebih sedikit. Mineral penyerta yang umum dijumpai pada

epitermal sulfidasi rendah adalah: kuarsa, ametis, kalsedon, struktur kalsit yang

kemudian digantikan oleh kuarsa, kalsit, adularia, serisit, barit, fluorit,

rhodokrosit, hematit dan klorit.

Menurut Bateman, 1981 Secara umum proses mineralisasi dipengaruhi

olehbeberapa faktor pengontrol, meliputi :

a. Larutan hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral.

b. Zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat larutan hidrotermal.

c. Tersedianya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal.

d.Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/host rock dengan larutan hidrotermal

yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral bijih (ore).

e. Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral

bijih (ore).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 29

Page 30: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Menurut Lindgren, 1933 faktor yang mengontrol terkonsentrasinya

mineral-mineral logam (khususnya emas) pada suatu proses mineralisasi

dipengaruhi oleh adanya :

a. Proses diferensiasi, Pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional

(fractional crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali

dan mengakibatkan terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan

ilmenit. Pengendapan kromit sering berasosiasi dengan pengendapan intan dan

platinum. Larutan sulfida akan terpisah dari magma panas dengan membawa

mineral Ni, Cu, Au, Ag, Pt, dan Pd.

b. Aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil pangkayaan dari

magma, Pada proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan

unsur-unsur volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2,

N, senyawa S, fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan

telurida. Pada saat yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn,

Bi, Sn, tungten, Hg, Mn, Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa larutan. Komponen-

komponen yang terbawa dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi

vulkanik dekat permukaan dan membentuk urat hidrotermal atau terendapkan

sebagai hasil penggantian (replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi

batuan beku.

2.4.3. Mineralisasi pada Endapan Emas Epitermal

Sebagian besar karakteristik dasar beberapa endapan bijih terbentuk pada tubuh

bijih (Tabel 2.2) dan mineraloginya, tekstur bijih dan mineral penyerta, serta zona

alterasi. Perbandingan utama penelitian antara endapan sulfidasi rendah dengan

sulfidasi tinggi sedapat mungkin saling meliputi (sama) di dalam karakteristik.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 30

Page 31: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Ada beberapa ciri-ciri khusus, seperti perbedaan bentuk tipe endapan, kedua pola

biasanya dikontrol oleh struktur, meskipun pada endapan sulfidasi tinggi yang

menyebar struktur dapat diabaikan.

Endapan epitermal memiliki beragam bentuk karena tekanan rendah dan

di bawah kondisi hidrostatik di mana mereka terbentuk, sebagian besar beragam

geometri berasal dari akibat perbedaan permeabilitas (struktural, hidrotermal,

batuan) pada batuan dinding (host rock).

Tabel 2.2. Mineral ubahpetunjuk temperatur (Reyes, 1990)

Meskipun ada beberapa mineral yang muncul pada endapan sulfidasi

rendah dan sulfidasi tinggi, beberapa menunjukkan perbedaan yang jelas pada

mineralogi bijih, beberapa di antaranya mencerminkan perbedaan kondisi redoks

(reduksi-oksidasi) fluida hidrotermal. Arsenopirit dan sfalerit kaya Fe, keduanya

merupakan mineral penciri dan biasa dijumpai pada endapan sulfidasi rendah,

tetapi jarang dijumpai pada endapan sulfidasi tinggi. sebaliknya, pada endapan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 31

Page 32: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

sulfidasi tinggi biasanya mengandung mineral Cu-As, terutama garam sulfida

(sulfosalt)sulfidasi tinggi enargit dan luzonit. Setiap sulfida, secara relatif

mengandung mineral sulfidasi tinggi tenantit yang jarang dijumpai pada endapan

sulfidasi rendah. Kelimpahan total mineral sulfida (terutama pirit) beragam, dapat

lebih banyak dijumpai pada endapan sulfidasi tinggi daripada sulfidasi rendah.

Reyes (1990), mengemukakan adanya mineral-mineral hidrotermal

petunjuk temperatur, dimana mineral tersebut merupakan mineral dasar yang

terbentuk dari hasil ubahan batuan pada kondisi asam – pH netral (Tabel 2.2).

Tabel 2.3. Himpunan mineral ubahan berdasarkan temperatur dan pH larutan(Corbett dan Leach, 1997)

Mineral penyerta yang berasosiasi dengan kedua tipe di atas menunjukkan

adanya perbedaan yang jelas yang mencerminkan pH (reaktivasi) fluida bijih.

Kuarsa dijumpai pada kedua tipe endapan. Adularia dan kalsit, keduanya

mengindikasikan kondisi pH mendekati netral yang biasa dijumpai pada endapan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 32

Page 33: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

sulfidasi rendah (sebagian besar umum dijumpai setelah kuarsa), tetapi tidak

dijumpai pada endapan sulfidasi tinggi. Mineral-mineral yang terbentuk secara

relatif di bawah kondisi asam, seperti kaolinit dan alunit, umum dijumpai tetapi

jarang dijumpai sebagai mineral penyerta pada endapan sulfidasi tinggi. Pada

endapan sulfidasi rendah, alunit tidak dapat terbentuk dengan bijih, tetapi umum

dijumpai di daerah yang dipengaruhi oleh uap panas dan supergen yang dibentuk

oleh air permukaan.

Berdasarkan hubungan antara temperatur dan pH larutan, Corbett dan

Leach (1998) telah membuat zona ubahan yang ditunjukkan oleh himpunan

mineral tertentu dan tipe mineralisasinya (Tabel 2.3).

2.5. Sistem dan Karakteristik Endapan Epitermal

A. Endapan emas epitermal High Sulfidation

Endapan emas tipe High Sulfidationterbentuk jika gas magmatik naik

dengan cepat dari sumber magma di kedalaman tanpa interaksi dengan batuan

samping atau air permukaan dan menurun tekanannya dengan cepat hingga

membentuk fluida hidrotermal sangat asam yang akan bereaksi dengan batuan

samping (Gambar 2.7) pada level epitermal (Corbett, 2009, dalam Corbett dan

Leach, 1998).

Pada suhu di bawah 400°C kesetimbangan magmatik SO2 menjadi H2S

dan H2SO4 pada vapour plume menghasilkan fluida asam yang panas (Rye et.

Al.,1992 dalam Corbett dan Leach, 1996). Fluida asam yang panas ini bereaksi

dengan air meteorik dan bereaksi pada batuan induk dalam zona bukaan atau

batuan induk untuk membentuk endapan emas-tembaga (Rye et. Al.,1992 dalam

Corbett dan Leach, 1996). Pada awalnya Hedenquist (1987) menggunakan istilah

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 33

Page 34: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

“high sulfidation” digunakan untuk mengidentifikasi kehadiran penciri ubahan

dan himpunan mineral seperti enargite, luzonit, dan tenantit.

Gambar 2.7. Model Konsep model untuk menggambarkan berbagai jenis mineralisasi pada busur magma porfiri dan mineralisasi Cu- Au-Mo-Ag (modifikasi dari Corbett, 2009).

2.5.2 Endapan emas epitermal Low Sulfidation

Deposit emas epitermal sulfidasi rendah terbentuk dari larutan

hidrothermal yang naik melalui zona rekahan dan bereaksi dengan batuan

samping dan air meteorik sehingga pH nya terus berkurang hingga hampir netral.

Sistem epitermal sulfidasi rendah ini dicirikan oleh sulfur yang berkurang dan

membentuk H2S (Simmons, 1995 dalam Corbett dan Leach, 1996). Pada

mulanya Hedenquist (1987) menamakannya dengan “low sulfidation” karena

belerang hadir dengan bilangan oksida-2. Namun kemudian istilah “low

sulfidation” sekarang digunakan untuk mengindikasikan ciri khas alterasi dan

himpunan mineral seperti sfalerite, galena, kalkopirit yang terbentuk pada derajat

keasaman mendekati netral (white dan Hedenquist, 1995 dalam Corbett dan

Leach, 1996). Pada kondisi reduksi ini sulfida hanya merupakan mineral

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 34

Page 35: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

sekunder kaya belerang dengan dominasi pirhotit pada suhu lebih dari 300°C dan

pirit pada suhu rendah ( Giggenbach, 1987 dalam Corbett dan Leach, 1996).

Endapan emas epitermal low sulfidation dicirikan dengan ubahan batuan samping

oleh klorida netral yang terjadi karena interaksi antara batuan samping dengan

fluida hidrotermal hampir netral yang sering dianggap dihasilkan karena

masuknya komponen magmatik termineralisasi oleh air meteorik yang mengalir

sampai dalam. Tatanan tektonik dari epitermal sulfidasi rendah umumnya terdapat

pada volcanic island, busur magmatik pada batas lempeng dan continental

volcanic dengan rezime struktur extensional dan strike-slip.

Tabel 2.4 diterangkan perbedaan antara “high sulfidation” dan “low sulfidation”

yang meliputi bentuk, tekstur, jenis mineral bijih, mineral penyerta (gauge), jenis

logam, mineral penciri, lingkungan tektonik, sifat kimiawi dan sifat fluidanya.

Tabel 2.4. Karakteristik Alterasi Daerah Penelitian

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 35

(dalamTriadi Guruh,2011; berdasarkan Hayba,dkk 1986, Heald dkk, 1987, White & Hedequist 1990, dan Henley 1991, dalam White & Hedenquist, 1995).

Page 36: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Istilah sulfida tinggi digunakan untuk unsur S dalam hidrotermal vulkanik

yang mempunyai bilangan redoks mendekati +4 (misalnya senyawa SO2). Sistem

epitermal sulfida rendah, larutan magmatik yang didominasi gas H2S direduksi

pada saat bereaksi dengan batuan samping (wall rock) sehingga terjadi

pengenceran akibat adanya sirkulasi larutan meteorik (air hujan). Kondisi ini

sulfur hadir dengan bilangan oksidasi -2 yang didominasi H2S, sehingga

diistilahkan sebagai sulfida rendah. Di bawah kondisi reduksi yang cukup tinggi

ini sulfida hanya hadir sebagai sulfur sekunder.

Endapan bijih epitermal adalah endapan yang terbentuk pada lingkungan

hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif

rendah berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali yang sering kali

(tidak selalu) endapannya dijumpai di dalam produk vulkanik (sedimen vulkanik).

Endapan epitermal sering juga disebut endapan urat, stockwork, hot

spring, volcanic hosted dan lain-lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh

perbedaan parameter yang digunakan dalam menggolongkan endapan mineral.

Pada kenyataannya tidak mudah untuk membatasi ciri-ciri endapan epitermal

dengan endapan hidrotermal lainnya. Ciri-ciri endapan epitermal menurut

Lindgren, 1933 berdasarkan parameter kedalaman, temperatur, pembentukan,

zona bijih, logam bijih, mineral bijih, mineral penyerta, ubahan batuan samping,

tekstur dan struktur serta zonasi (Tabel 2.5).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 36

Page 37: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Tabel 2.5. Ciri-ciri umum endapan epitermal (Lindgren, 1933)

Kedalaman Permukaan hingga 1500 m.

Temperatur 50 –2000C

Pembentukan Pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama yang

berasosiasi dengan batuan intrusi dekat permukaan atau

ekstrusi, biasanya disertai oleh sesar turun, kekar, dsb .

Zona bijih Urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan

pembentukan kantong-kantong bijih, juga seringkali

terdapat pada pipa dan stockwork .

Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan dan

sedikit kanampakan penggantian .

Logam bijih Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U

Mineral bijih Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi

Pirit, Markasit, Sfalerit, Galena, Kalkopirit, Cinabar,

Stibnit, Realgar, Orpiment, Rubi, Silver, Argentit,

Selenides, Tellurid.

Mineral penyerta

(gangue)

Kuarsa, Rijang, Kalsedon, Ametis, Serisit, Klorit rendah

Fe, Epidot, Karbonat, Fluorit, Barit, Adularia, Alunit,

Dickit, Rhodochrosit, Zeolit .

Ubahan batuan

samping

Sering sedikit silisifikasi, kaolinisasi, piritisasi,

dolomitisasi, kloritisasi .

Tekstur dan struktur Crustification (banding), sangat umum sering sebagai

fine banding, cockade, vugs, urat terbreksikan. Ukuran

butir (kristal) sangat bervariasi .

Zonasi Makin kedalam makin tidak beraturan, seringkali kisaran

vertikalnya sangat kecil.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 37

Page 38: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodelogi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan berupa metode survei. Metode survei

merupakan suatu metode untuk memperoleh fakta dari gejala – gejala yang ada

dan mencari keterangan secara faktual di lapangan (Gayatri, 2004). Metode survei

yang dilakukan berupa survey pemetaan geologi permukaan. Pemetaan geologi

yang dilakukan bersifat pemetaan permukaan melalui observasi lapangan yang

menggunakan jalur lintasan tertentu. Observasi di lapangan yang dilakukan

meliputi orientasi medan, pengamatan morfologi, pengamatan singkapan dan

batuan, pengamatan zona alterasi, pengukuran struktur geologi, dan pengambilan

contoh batuan.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data – data primer dari

lapangan, namun sebelumnya perlu dilakukan analisis data sekunder yang

didapatkan dari pustaka dan sumber yang lain yang dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan sebelum melakukan observasi lapangan detail, selanjutnya

akan dibantu dengan pekerjaan laboratorium dan studio.

3.1.1. Tahap Pendahuluan

Tujuan dari kegiatan pendahuluan adalah untuk mendapatkan informasi –

informasi dan gambaran daerah penelitian secara umum, seperti keadaan medan,

bentang alam, stratigrafi, dan struktur geologi. Pengumpulan data tentang

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 38

Page 39: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

hubungan struktur dan alterasi-mineralisasi di daerah penelitian juga dikumpulkan

dari berbagai sumber. Tahap pendahuluan ini meliputi:

a. Studi Pustaka

Tujuan dari studi pustaka adalah untuk mempelajari bahan – bahan

pustaka yang dapat membantu pemecahan masalah. Bahan literatur ini dapat

berupa literatur umum dan literatur khusus.

Literatur umum merupakan pustaka yang secara tidak langsung digunakan

untuk membantu dalam memecahkan permasalahan geologi yang ada, dapat

berupa teori, konsep, hipotesis, dan model geologi. Literatur khusus meliputi

bahan pustaka yang secara langsung dapat digunakan untuk memecahkan

permasalahan geologi daerah penelitian, berupa laporan geologi hasil penelitian

terdahulu.

b. Interpretasi Peta Topografi dan Citra Satelit

Interpretasi peta topografi dan citra ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran awal daerah penelitian, berupa keadaan bentang alam, interpretasi

penyebaran batuan, struktur geologi, proses yang mungkin terjadi, dan untuk

penentuan perencanaan lintasan pengamatan.

3.1.2. Peralatan Laboratorium

Alat-alat yang umumnya digunakan untuk analisis mikrofosil (dimiliki dan

dioperasikan oleh pihak laboratorium Teknik Geologi Universitas Soedirman

Purwokerto) adalah :

a) Lumpang besi dan mortir.

b) Hidrogen Peroksida (H2O2) dan Natrium Hidroksida (NaOH).

c) Ayakan Tyler 60, 80, dan 120 mesh.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 39

Page 40: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

d) Oven.

e) Cawan, tempat fosil, kuas, jarum, dan lem.

f) Mikroskop binokuler.

g) Alat tulis dan alat gambar.

h) Kamera.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis petrografi sayatan tipis adalah :

a) Penyayat batuan (dimiliki dan dioperasikan oleh laboratorium Teknik

Geologi Universitas Soedirman Purwokerto)

b) Mikroskop polarisasi dan lampu (dioperasikan oleh laboratorium Teknik

Geologi Universitas Soedirman Purwokerto, dianalisis oleh peneliti di

laboratorium Teknik Geologi Universitas Soedirman Purwokerto)

c) Komparator mika ataupun gips

d) Diagram klasifikasi petrografi batuan

e) Alat tulis dan alat gambar dan kamera

3.1.3. Kegiatan Lapangan

Kegiatan lapangan dilakukan untuk pengambilan data lapangan

berdasarkan lintasan pengamatan yang sudah direncanakan sebelumnya. Kegiatan

ini dalam pelaksanaannya terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang akan dilakukan,

yaitu:

Deskripsi litologi, yaitu pengamatan terhadap sifat fisik batuan secara

megaskopis,

Pengukuran unsur – unsur struktur jurus dan kemiringan sebagai struktur

bidang (misalnya bidang lapisan, sesar, kekar/rekahan, dan sebagainya), serta

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 40

Page 41: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

arah dan penunjaman sebagai struktur garis (misalnya perlipatan mikro, gores

garis, dan sebagainya) sebagai pengontrol distribusi mineralisasi yang ada,

Menentukan keberadaan urat (vein) berdasarkan struktur pengontrol serta tipe

dan arah penyebarannya, dan

Menentukan tipe mineralisasi dengan mengetahui keberadaan mineral-mineral

ubahan (alterasi-mineralisasi) pada daerah penelitian,

Serta membuat sketsa dan/atau foto singkapan batuan, kenampakan bentang

alam, kenampakan unsur struktur, dan lain-lain.

3.1.4. Kegiatan Pengolahan Data

Kegiatan pengolahan data yang dilakukan meliputi pengolahan dengan

melakukan analisis baik studio maupun laboratorium secara mandiri berdasarkan

konsep-konsep yang ada berkaitan dengan data yang didapatkan untuk melakukan

pengklasifikasian.

a. Analisis Data Petrografi dan Alterasi (Terraspec)

Terraspec merupakan alat portable yang digunakan untuk pembacaan

mineral alterasi yang digunakan untuk penentuan zona alterasi. Dalam

penggunaanya, batuan di tembakkan sinar infra merah dan hasil dari pantulan

sinar diartikan dalam grafik panjang gelombang.

Analisis data petrografi dilakukan untuk mendeskripsi batuan secara

mikroskopis mencakup butiran, jenis butiran, bentuk butir, besar butir, matriks,

semen, dan jenis mineralnya berdasarkan sumber bacaan deskripsi petrografi oleh

Suyatno (2002), Suharwanto (1993) dan buku panduan praktikum petrografi oleh

ITB. Suatu penamanaan batuan berdasarkan karakteristik penyusun batuan

tersebut dilakukan berdasarkan klasifikasi batuan beku, menurut Wiiliams (1982)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 41

Page 42: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

(Gambar 3.1) dan klasifikasi batuan piroklastik menurut Schmid (1981) pada

Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Klasifikasi batuan beku menurut Williams, 1982

Gambar 3.2. Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan fragmen epiklastik menurut Schmid, 1981

Berdasarkan klasifikasi Williams (1982) menjelaskan bahwa secara umum

penentuan jenis batuan beku dilihat dari persentase kandungan kuarsa, jenis

plagioklas, mineral penciri, dan tekstur khusus yang ada.

b. Analisis Geomorfologi

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 42

An100Ab0 – An0Ab100anortit : an100ab0 – an90ab10bytownit : an90ab10 – an70ab30labradorit : an70ab30 – n50ab50andesin : an50ab50 – an30ab70oligoklas : an30ab70 – an10ab90albit : an10ab90 – an0ab100

Page 43: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Analisi geomorfologi merupakan bagian dari pengolahan data untuk

mengetahui kenampakan dari bentuk muka bumi daerah penelitian yang mengacu

baik pada karakteristik fisik maupun genesanya. Dalam pengolahan ini dilakukan

pengklasifikasian terhadap cakupan dari kesamaan bentuk muka bumi dari setiap

daerah dalam wilayah penelitian. Dalam pengklasifikasian yang dilakukan juga

memperhatikan keberadaan sungai yang mengontrol terbentuknya bentuk-bentuk

geomorfologi yang ada pada daerah penelitian. Dalam hal ini terdapat pembagian

terhadap karakteristik sungai-sungai yang ada.

Analisis geomorfologi ini dilakukan dengan acuan pengklasifikasian

bentuk muka bumi berdasarkan klasifikasi geomorfik Van Zuidam (1985)

diantaranya klasifikasi bentang alam, kelerengan dan pola aliran.

Dalam penamaan dari tiap cakupan geomorfologi atau yang disebut

“penamaan satuan geomorfologi” disusun dengan tiga-empat kata dan

diklasifikasikan berdasarkan geometri atau bentuk (seperti dataran, lembah,

bukit/perbukitan, punggungan, gunung/pegunungan) kemudian genetik morfologi

sebagai hasil rekaman dari struktur geologi yang telah terjadi ataupun proses

geologi lainnya (misalnya aktivitas vulkanik) seperti ; homoklin, sinklin, antiklin,

blok sesar). Berikut merupakan bagian-bagian dari pengklasifikasian oleh Van

Zuidam (1985).

1. Morfografi

Morfografi, berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan

graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk

permukaan bumi. Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta

topografi, berupa pengenalan bentuk lahan, yang tampak dari tampilan kerapatan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 43

Page 44: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

kontur, ketinggian absolut sehingga dapat menentukan perbukitan atau dataran.

Sedangkan perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan

kegiatan tektonik yang ada di daerah penelitian. Pola pengaliran adalah kumpulan

dari suatu jaringan pengaliran yang dibentuk oleh anak sungai terhadap

induknya.Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto

udara, pola pengaliran berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi,

kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Howard (1967, dalam Van Zuidam, 1988)

membagi pola pengaliran menjadi dua yaitu, pola pengaliran dasar (Gambar 3.3)

dan pola genetik sungai. Dalam hal ini Davis (1875) membagi menjadi 4 tipe

genetik sungai, yaitu Konsekuen, Subsekuen, Resekuen, dan Obsekuen.

Keberadaan sungai – sungai tua yang pada saat ini memotong semua

struktur dan diduga menjadi arah kemiringan lereng pertama kali adalah sungai

Konsekuen. Selanjutnya Resekuen sama seperti konsekuen tetapi pada topografi

yang baru, Subsekuen mengikuti jurus lapisan batuan, sedangkan Obsekuen yang

berlawanan dengan kemiringan batuan maupun lereng.

Gambar 3.3.Tipe pola pengaliran dasar (Howard, 1967 dalam Van Zuidam, R.A. 1985)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 44

Page 45: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

1. Pola Dendritik : Perlapisan batuan sedimen yang relatif datar atau peket

batuan kristalin yang tak seragam dan memiliki ketahanan terhadap

pelapukan. Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis

pola pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang.

2. Pola Paralel : Pada umumnya menunjukkan daerah yang berlereng sedang

sampai agak curam dan dapat ditemukan pada daerah bentuk lahan

perbukitan yang memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola

dendritik dengan parallel atau trelis. Bentuk lahan perbukitan yang

memanjang dengan pola pengaliran parallel mencerminkan perbukitan

tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.

3. PolaTrelis : Batuan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip)

atau terlipat. Batuan vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah

dengan perbedaan perlapukan yang jelas. Jenis pola pengaliran biasanya

berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.

4. Pola Rektangular : Kekar atau sesar yang memiliki sudut kemiringan,

tidak memiliki perulangan lapisan batuan, dan sering memperlihatkan pola

pengaliran yang tidak menerus.

5. Pola Radial : Daerah vulkanik kerucut (kubah) intrusi dan sisa-sisa

erosi.Pola pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola

pengaliran multiradial.

6. Pola Anular : Struktur kubah kerucut, cekungan dan kemungkinan retas

(stocks).

7. Pola Multibasinal : Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan

prbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar. Merupakan daerah

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 45

Page 46: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

perakan tanah, vulkanisme, pelarutan batugamping dan lelehan salju

(permafrost).

1. Morfometri

Morfometri, merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai

aspek pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga klasifikasi kualitatif

akan semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan

lereng yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi

kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1985), sehingga diperoleh penamaan

kelas lerengnya (Tabel 3.1). Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat

dilakukan dengan menggunakan teknik grid cell berukuran 2x2 cm pada peta

topografi skala 1 : 12.500. Kemudian setiap kisi ditarik tegak lurus kontur dan

dihitung kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana,

n = jumlah kontur yang memotong diagonal jaring

Ci = interval kontur (meter)

D = diagonal grid, Skala 1 : 25.000

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 46

Page 47: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Tabel 3.1. Klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1985)

2. Morfogenetik

Morfogenetik adalah proses atau asal – usul terbentuknya permukaan

bumi, seperti bentuk lahan perbukitan/pegunungan, bentuklahan lembah atau

bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukan

permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Proses

eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh iklim dikenal sebagai proses

fisika dan proses kimia, sedangkan proses yang dipengaruhi oleh biologi biasanya

terjadi akibat dari lebatnya vegetasi, seperti hutan atau semak belukar.

Tahap perubahan permukaan bumi yang disebabkan oleh proses eksogen

diawali dengan permukaan bumi yang dipengaruhi oleh iklim, seperti hujan,

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 47

Page 48: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

perubahan temperatur dan angin, sehingga merubah mineral – mineral penyusun

batuan secara fisika atau kimia, sehingga batuan menjadi lapuk dan selanjutnya

menjadi tanah. Secara garis besar proses eksogen diawali dengan pelapukan

batuan, kemudian hasil pelapukan batuan menjadi tanah dan tanah terkikis

(degradasional), tertransport dan pada akhirnya diendapkan (agradasional).

Proses endogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh kekuatan/ tenaga

dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Proses dari

dalam kerak bumi tersebut antara lain kegiatan tektonik yang menghasilkan

patahan (sesar), pengangkatan (lipatan) dan kekar. Selain kegiatan tektonik,

proses kegiatan magma dan gunung api (vulkanik) sangat berperan merubah

bentuk permukaan bumi, sehingga membentuk perbukitan intrusi dan gunung api.

Dilihat dari genesis kontrol utama pembentukannya (Tabel 3.2), bentuk lahan

dapat di bedakan menjadi bentuk asal struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst,

aeolian, dan denudasi. Adapun klasifikasi terhadap pewarnaan dari masing-

masing morfogenetik dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.2. Pemberian kode satuan sebagai rekomendasi klasifikasi poses geomorfologiberdasarkan aspek bentuk lahan (Verstappen dan Van Zuidam, 1968/‘75)

No. Proses

geomorfologi

Bentukan

Asal

Contoh

Kode

Nama bentuk Lahan (diantaranya ada

litologi yang belum tercantum)

I Endogen

1. Volkanism

a

Volkanik

V1

V2

V3

V4

V5

V6

V7

V8

V9

V10

V11

Kepundan volkanik piroklastik

Lereng volkanik lava

Kaki volkanik breksi

Dataran fluvial vulkanik

Dataran lava

Dataran lahar

Dataran volkanik abu, tuf, lapili

Sumbat volkanik lava

Kerucut parasite volkanik lava

Dike

Dan sebagainya

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 48

Page 49: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

II

2. Diastropism

a

Struktural/V

olkanik

S1

S2

S3

S4

S5

S6

S7

S8

S9

S10

Gawir sesar

Perbukitan blok sesar

Bukit sembul (horst)

Lembah terban (graben)

Perbukitan antiklin

Lembah antiklin

Perbukitan sinklin

Lembah sinklin

Perbukitan monoklin homoklin

Perbukitan dome

III

Eksogen

Denudasional

D1

D2

D3

D4

D5

D6

D7

D8

D9

Dataran nyaris pada granit

Perbukitan terkikis pada satuan breksi

Bukitan breksi terisolir

Bukit sisa pada satuan breksi

Perbukitan pedimoen

Peidmont pada satuan batupasir

Kipas talus

Lereng rayapan tanah

Lereng jatuhan batu

Pelarutan

K1

K2

K3

K4

K5

K6

K7

K8

Dataran aluvial

Cekungan danau

Kubah karst

Bukit sisa karst terisolir

Dataran aluvial karst

Perbukitan uvala. Dolena

Lembah kering karst

Ngarai karts

Fluvial

F1

F2

F3

F4

F5

F6

F7

F8

F9

Dataran aluvial

Cekungan danau

Dataran banjir

Tanggul alam

Gosong sungai

Teras fluvial

Kipas aluvial

Delta

Danau tapal kuda

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 49

Page 50: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Marin

M1

M2

M3

M4

M5

M6

M7

M8

M9

M10

M11

M12

Rataan abrasi

Tebing terjal pantai

Gisik

Beting gisik

Tombolo

Rataan pasang surut

Dataran aluvial pantai

Teras pantai

Terumbu atol

Terumbu prnghalang

Lagun

Gosong laut

Angin A1 Gumuk pasir

Tabel 3.3. Pewarnaan sebagai rekomendasi sebagai symbol satua geomorfologi

berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam, 1985)

c. Analisis Stratigrafi

Pada daerah penelitian analisa sementara dilakukan secara

megaskopis.Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak

resmi, yaitu penamaan satuan batuan didasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat

diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi dan posisi

stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia, pasal 15).

Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi

persyaratan Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 : pasal 17, yaitu :

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 50

Page 51: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

1. Batas satuan litostratigrafi adalah sentuhan antara dua satuan yang berlainan

ciri litologinya yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.

2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau

dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang

diperkirakan kedudukannya.

3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari peralihannya dapat

dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.

4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan

ciri ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.

5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batasan

cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.

6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan

berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan. Berdasarkan pasal tersebut,

kontak antar satuan batuan atau sentuh stratigrafi dapat bersifat tajam ataupun

berangsur.

Ada tiga macam batas stratigrafi, yaitu :

1. Selaras, yaitu sedimentasi berlangsung menerus tanpa gangguan dari satuan

stratigrafi yang berada di bawah lapisan tersebut.

2. Tidak selaras, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh

pengangkatan.

3. Diasterm, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh erosi atau

tidak adanya pengendapan. Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas

jenis litologi yang paling dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan

terhadap litologi di lapangan dilakukan secara megaskopis yang meliputi

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 51

Page 52: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

warna batuan baik warna segar maupun warna lapuknya, ukuran butir, bentuk

butir, kemas, pemilahan, kekerasan, mineral tambahan, struktur sedimen,

kandungan fosil dan lain-lain.

d. Analisis Struktur Geologi

Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk melihat indikasi struktur

geologi yang meliputi interpretasi Citra Landsat, kerapatan garis kontur,

kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran sungai dan sebagainya.

Semua indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan bersamaan dengan

rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan jenis, arah dan pola

struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut yang kemudian dituangkan

dalam Peta Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik berdasarkan kesebandingan

regional atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya.

1. Lipatan

Perlipatan merupakan hasil dari deformasi atau perubahan bentuk dan atau

volume dari suatu batuan yang ditunjukan sebagai suatu lengkungan atau

himpunan lengkungan pada unsur garis atau bidang-bidang dalam batuan.Unsur

garis atau bidang yang dimaksud adalah bidang perlapisan. Berdasarkan

bentuknya, maka lipatan dibagi atas :

1. Antiklin : lipatan dimana bagian cembungnya mengarah ke atas. Dalam hal ini

semakin tua batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah

mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan Synantiklin.

2. Sinklin : lipatan dimana bagian cekungannya mengarah keatas. Dimana

semakin muda batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah

mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan Antisinklin.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 52

Page 53: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Untuk mengamati adanya struktur perlipatan di lapangan yaitu dengan

melihat perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan batuan, perulangan

urutan variasi litologi, pembalikan dengan menentukan top dan bottomnya yang

tidak sesuai dengan arah kemiringan lapisan.

2. Kekar

Kekar didefinisikan sebagai suatu rekahan pada kerak bumi yang belum

atau sedikit sekali mengalami pergeseran sepanjang bidangnya, akibat tekanan

yang lebih lanjut.Kekar memecahkan batuan dengan rekahan yang relatif halus

dengan panjang yang bervariasi mulai dari beberapa sentimeter sampai ratusan

meter. Secara genetik, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis (Hobs, 1976,

dalam Haryanto, 2003) yaitu :

1. Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk

karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing) searah bidang

rekahan.

2. Kekar tarik (Extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya

terbentuk kadanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang) atau

bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya. Kekar tarikan dapat

dibedakan sebagai :

a. Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan

tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan hidrothermal

yang kemudian berubah menjadi vein.

b. Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau

pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama.

Struktur ini biasa disebut dengan “stylolite”. Kekar merupakan salah satu

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 53

Page 54: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

struktur yang sulit untuk diamati, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap

waktu kejadian geologi, misalnya sebelum terjadinya suatu lipatan.

Kesulitan lainnya adalah tidak adanya atau relatif kecil pergeseran dari

kekar, sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana yang terbentuk

sebelum atau sesudahnya. Walaupun demikian, di dalam analisis, kekar

dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan, dengan

anggapan bahwa kekar-kekar tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk

sebelum atau pada saat pembentukan sesar.

Analisa kekar digunakan dalam penentuan jenis sesar, hal ini dapat

diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson (Gambar 3.4) dengan

patokan sebagai berikut :

1. σ1 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate Shearyang

mempunyai sudut sempit.

2. σ2 berada pada titik perpotongan antara 2 bidang Conjugate Shear

3. σ3 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate Shearyang

mempunyai sudut tumpul.

4. σ1 σ2 σ3.

5. Orientasi tensional joint searah dengan orientasiσ1.

6. Orientasi stylolites dengan orientasi σ1 atau searah dengan orientasi σ3

7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit.

8. Bidang shear dengan release joint akan membentuk sudut tumpul.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 54

Page 55: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 3.4.Klasifikasi sesar (Anderson, 1951 dalam Sitter, 1956) berdasarkan analisis kekar bentuk stereografi dan sistem tegasan

3. Sesar

Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan dapat

diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold (lipatan

seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, gores-garis, breksiasi, zona-zona

hancuran, kelurusan mata air panas dan air terjun. Klasifikasi sesar telah banyak

dikemukakan oleh para ahli terdahulu, mengingat struktur sesar adalah rekahan

kekar di dalam bumi yang ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk

membuat analisis strukturnya diusahakan untuk dapat mengetahui arah dan

besarnya pergeseran tersebut.Indikasi sesar di lapangan tidak mudah untuk

ditemukan untuk itu pengolahan data kekar untuk mengetahui tegasan utamanya

dapat dilasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan orientasi tegasan utama

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 55

Page 56: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

(Anderson, 1951 dalam Sitter, 1956) (Gambar 3.5) dan dinyatakan dalam σ1

(tegasan terbesar),σ2 (tegasan menengah), dan σ3. (tegasan terkecil) yang saling

tegak lurus satu sama lain secara triaksial. Sesar tersebut secara dinamik

diklasifikasikan menjadi :

1. Sesar normal, dimana σ1 vertikal dan σ2 serta σ3 horisontal. Besarnya sudut

kemiringan (dip) bidang sesar mendekati 60º.

2. Sesar mendatar, dimana σ2 vertikal dan σ1 serta σ3 horisontal.

3. Sesar naik, dimana σ3 vertikal dan σ1 dan σ2 horisontal. Kemiringan bidang

sesar mendekati 30º. Dalam hal ini, bidang sesar vertikal dan bergerak secara

horisontal.

Gambar 3.5.Hubungan antara pola tegasan dengan jenis sesar yang terbentuk (Anderson, 1951 dalam Sitter, 1956)

Dalam merekonstruksi stuktur geologi dapat menggunakan pemodelan

stuktur.Pemodelan struktur yang dipakai penulis adalah berdasarkan Moody dan

Hill (1959 dalam Asikin, 1977) (Gambar 3.6). Berdasarkan percobaan yang

dilakukan oleh Moody dan Hill (1959 dalam Asikin, 1977) yang meneliti

hubungan tegasan utama terhadap unsur-unsur stuktur yang terbentuk, maka

muncul teori pemodelan sistem sesar mendatar Moody dan Hill sebagai berikut:

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 56

Page 57: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

1. Jika suatu materi isotrofik yang homogen dikenai suatu gaya kompresi yang

menggerus (Shearing), akan membentuk lipatan, kemudian seiring

bertambahnya kompresi akan membentuk patahan naik. Selanjutnya pada

sudut 30° terhadap arah tegasan maksimum yang mengenainya, bidang

shear maksimum sejajar terhadap sumbu tegasan menengah dan berada 45°

terhadap tegasan kompresi maksimum. Rentang sudut 15° antara 45°

bidang shear maksimum dan 30° bidang shear yang terbentuk dipercaya

akibat adanya sudut geser dalam (internal friction).

2. Suatu kompresi stress yang mengenai materi isotropik yang seragam, pada

umumnya dapat dipecahkan kedalam tiga arah tegasan (maksimum,

menengah, dan minimum). Kenampakan bumi dari udara adalah suatu

permukaan yang tegasan gerusnya nol, dan sering kali berada tegak lurus

atau normal terhadap salah satu arah tegasan. Akibatnya salah satu dari arah

tegasan akan berarah vertikal.

3. Orde kedua dalam sistem tegasan ini muncul dari tegasan yang berarah 30o-

45° dari tegasan orde pertama atau tegak lurus terhadap bidang gerus

maksimum orde pertama. Bidang gerus orde kedua ini akan berpola sama

dengan pola bidang gerus yang terbentuk pada orde pertama.

4. Orde ketiga dalam sistem ini arahnya akan mulai menyerupai arah orde

pertama, sehingga tidak mungkin untuk membedakan orde keempat dan

seterusnya dari orde pertama, kedua dan orde ketiga. Akibatnya tak akan

muncul jumlah tak terhingga dari arah tegasan. Sistem ini dipecahkan

kedalam delapan arah shear utama empat antiklinal utama, dan arah

patahan naik untuk segala province tektonik. Dalam kenyataan di lapangan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 57

Page 58: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

kenampakan orde pertama dan orde kedua dapat kita bedakan dengan

mudah, namun kenampakan orde ketiga dan orde-orde selanjutnya pada

umumnya sulit sekali untuk ditemukan.

Gambar 3.6.Pemodelan Sesar berdasarkan Moody danHill, 1959 dalam Asikin, 1977

Selain itu, analisis struktur dari data lapangan juga didukung dari teori

klasifikasi sesar menurut Rickard (1972 dalam Haryanto, 2003) yang

memperlihatkan cara penentuan nama bagi sesar translasi(Gambar 3.7).

Karakteristik penamaan oleh Rickard (1972) adalah mengkombinasikan

besar kemiringan bidang sesar dengan besar sudut pitch. Berdasarkan kombinasi

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 58

Page 59: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

tersebut yang kemudian di plot pada diagram, menghasilkan penamaan sesar

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Apabila pitch kurang atau sama dengan 10o, maka sesar dinamakan sesar

mendatar, baik dekstral (menganan) atau sinistral (mengiri). Dalam

klasifikasi ini dinamakan sebagai right slip fault atau left slip fault.

Ditunjukan pada zona sesar mendatar berwarna abu abu pada gambar 3.7.

2. Apabila pitch 80o sampai 90o, dengan memperhatikan pergerakan sesar

(naik atau normal) maka akan diberi nama normal fault atau reverse fault.

Namun apabila kemiringan bidang sesar kurang dari 45o dengan pitch yang

sama dengan ketentuan tersebut maka untuk sesar normal akan dinamakan

lag normal fault (low angel normal fault) atau sesar normal bersudut kecil,

dan untuk sesar naik dinamakan thrust fault atau sesar anjak. Ditunjukan

pada zona sesar normal dan naik dengan warna abu abu pada gambar 3.7.

3. Apabila pitch pada sesar mendatar lebih besar dari 10o dan kurang atau

sama dengan 45o, maka sesar merupakan sesar mendatar yang memiliki

pergerakan naik atau turun. Dalam penamaan, pergerakan naik atau turun

tersebut menjadi keterangan pergerakan sesar mendatar tersebut, misalnya

sesar mendatar mengiri (sinistral) normal dengan ciri pitch lebih besar

dari 10o dan kurang atau sama dengan 45o serta kemiringan bidang sesar

50o maka dinamakan normal left slip fault. Apabila kemiringan sesar

kurang dari 45o dengan pergerakan yang sama, maka disebut sebagai lag

left slip fault. Hal tersebut juga berlaku untuk pergerakan naik. Ditunjukan

pada zona sesar mendatar bagian putih pada gambar 3.7.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 59

Page 60: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4. Apabila pitch lebih dari 45o.dan kurang dari 80o, dengan pergerakan

normal atau naik, maka sesar tersebut juga memiliki kinematika

pergeseran mendatar (menganan atau mengiri). Apabila bidang lebih dari

45o, maka dapat dinamakan right slip normal fault, right slip reverse fault,

left slip normal fault atau left slip reverse fault. Hal tersebut juga berlaku

untuk lag fault dan reverse fault. Ditunjukan pada zona sesar naik dan

normal bagian putih pada gambar 3.7.

Gambar 3.7.Klasifikasi Sesar menurut Rickard(1972 dalam Haryanto, 2003)

e. Analisis Sejarah Geologi

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 60

Klasifikasi sesar menurut Rickard, 1972

1. Thrust Slip Fault 12. Lag Slip Fault

2. Reverse Slip Fault 13. Normal Slip Fault

3. Right Thrust Slip Fault 14. Left Lag Slip Fault

4. Thrust Right Slip Fault 15. Lag Left Slip Fault

5. Reverse Right Slip Fault 16. Normal Left Slip Fault

6. Right Reverse Slip Fault 17. Left Normal Slip Fault

7. Right Slip Fault 18. Left Slip Fault

8. Lag Right Slip Fault 19. Thrust Left Slip Fault

9. Right Lag Slip Fault 20. Left Thrust Slip Fault

10. Right Normal Slip Fault 21. Left Reverse Slip Fault

11. Normal Right Slip Fault 22. Reverse Left Slip Fault

Page 61: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Analisis sejarah geologi bertujuan untuk menguraikan suatu seri kejadian

geologi yang disusun secara berurutan berdasarkan kejadiannya, dimulai dari yang

pertama terbentuk hingga yang terakhir ataupun yang sekarang sedang terjadi.

3.1.5. Penyusunan Laporan Skripsi

Penyusunan skripsi dilakukan setelah tahapan kegiatan lapangan selesai.

Penyusunan skripsi menggunakan data – data lapangan yang dikompilasikan

dengan hasil analisa laboratorium dan pekerjaan studio. Komponen yang dibahas

dalam skripsi berupa informasi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, aspek

alterasi hidrotermal, mineralisasi, dan sejarah geologi. Pembahasan dan

pengkajian semua aspek ini secara sistematik, diharapkan kerangka geologi

daerah penelitian dapat dipahami dengan lebih baik disamping kehadiran gejala

mineralisasi.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 61

Page 62: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 3.8. Diagram Alir Penelitian

Tabel 3.4. Jadwal Rencana Kegiatan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 62

Analisis

Petrografi

Tahap Pendahuluan

Tahap Penelitian Lapangan

Tahap Pekerjaan Laboratorium

Administrasi

3.1.6.Diagram Alir Penelitian

ProposalKajian

Pustaka

Perlengkapan

Lapangan

Pengamatan

Singkapan

Analisis

Terraspec

Sampling Pemetaan

Geologi

Pengambilan data

Struktur dan

Mineralisasi

Sketsa

dan

Foto

Studio

Peta Lintasan

dan Lokasi

Pengamatan

Peta Struktur

dan

Mineralisasi

Peta

Geologi

Peta

Geomorfologi

Penyusunan Skripsi

Analisis

Struktur

Presentasi Hasil

Tahap Interpretasi

Page 63: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 63

Page 64: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

BAB 1V

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4.1 Geomorfologi

4.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi

Analisis kondisi geomorfologi merupakan rangkaian penjelasan terhadap

kenampakan situasi dan kondisi morfologi sesungguhnya pada daerah penelitian

yang terekam sebagai akibat dari proses-proses geologi yang pernah terjadi pada

masa lampau ataupun sekarang.Analisis yang dilakukan berupa analisis pada peta

topografi, citra Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) maupun pengamatan

langsung di lapangan. Interpretasi berdasarkan kenampakan susunan kontur pada

peta topografi yang ada, didukung dengan kemampuan menganalisa karakteristik

geomorfologi daerah penelitian sehingga dapat memperoleh hasil antara lain

berupa data pola perbukitan, punggungan dan lembah, jurus dan kemiringan

lapisan, serta gejala sesar (Gambar 4.10). Selain itu, analisis yang dilakukan juga

menghasilkan informasi mengenai proses-proses geomorfik yang telah atau

sedang berlangsung seperti denudasi, erosi, pengendapan,kemudian kaitan proses-

proses tersebut terhadap bentukan asal morfologi daerah Gunung Bujang dan

sekitarnya menjadi seperti sekarang.

Analisis kondisi geomorfologi daerah Gunung Bujang dan sekitarnya

berdasarkan pada pengamatan peta kontur, citra Shuttle Radar Topographic

Mission (SRTM), dan pengamatan langsung di lapangan, menunjukkan bentang

alam bergelombang yang relatif rendah, terdiri dari perbukitan dan lembah. Titik

tertinggi yaitu ± 1937,5 mdpl berada di bagian baratdaya (daerah bukit Kayu

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 64

Page 65: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Aro), sedangkan titik terendah yaitu ± 962,5 mdpl berada di bagian timurlaut

(daerah Hilir sungai Tangkui).

Kenampakan bentang alam berdominasi perbukitan di daerah Gunung

Bujang dan sekitarnya, umumnya dikontrol oleh struktur geologi pada daerah

penelitian dan juga pengaruh resistensi (tingkat kekerasan) dari suatu lapisan

batuan. Keberadaan batuan beku yang lebih bersifat resisten terhadap proses

erosional dengan pelamparannya hampir pada seluruh daerah penelitian menjadi

bukti pendukung terbentuknya morfologi sekarang. Pada daerah penelitian,

pengaruh struktur geologi terhadap pembentukkan morfologi sekarang relatif

intensif, hal ini terbukti dengan banyaknya didapatkan data struktur shear

fracture, tension, fracture filing atau veins, breksiasi, yang pada umumnya berada

pada satuan Lava Andesit pada bagian timur peta memanjang dari utara ke selatan

daerah penelitin. Sedangkan untuk keberagaman litologinya terdiri dari, lava

andesit, intrusi diorit dan diorite kuarsa, serta breksi vulkanik. Pola kelurusan

yang ditemukan di daerah Gunung Bujang dan sekitarnya merupakan manifestasi

untuk mengidentifikasikan keberadaan struktur geologi. Pada bentang alam

perbukitan/pegunungan yang disusun oleh lava andesit, terlihat adanya banyak air

terjun dengan elevasi relatif besar (Gambar 4.7) yang menunjukkan bahwa tingkat

resitensi lava andesit lebih besar dibandingkan batuan lainnya serta dikontrol oleh

struktur minor (rekahan) yang memungkinkan air mampu melewati bidang lemah

satuan batuan tersebut.

Bentang alam dataran rendah berupa lembah-lembah pada peta penelitian

merupakan sebagai zona struktur sesar yang mengalami deformasi batuan

sehingga menjadi jalur masuknya air meteorite yang kemudian mengikis (erosi)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 65

Page 66: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

dan melapukan batuan yang dilewatinya. Proses pengikisan (erosi) dan pelapukan

yang lama dan menerus kemudian menjadikan zona tersebut sebagai zona

endapan aluvial dengan ukuran sampai bongkah. sebagai hasil erosi vertikal yang

masih terjadi dan tertransportasi cukup jauh melalui air sungai.

Proses eksogen yang terjadi pada saat sekarang adalah pelapukan batuan

dan erosi intensif. Tahapan geomorfik di daerah penelitian adalah muda hingga

dewasa yang ditunjukkan dengan adanya lembah sungai yang berbentuk “V” dan

“U”.Tahapan geomorfik muda dicirikan oleh bentuk sungai “V” (Gambar 4.6)

dengan lembah sungai yang relatif sempit dan erosi yang dominan berarah

vertikal. Tahapan geomorfik dewasa ditunjukkan dengan ciri-ciri lembah sungai

berbentuk “U” (Gambar 4.7) dengan erosi lateral yang lebih dominan, namun

pada daerah penelitian belum sampai pada tahap terbentuknya meander, dan

belum terbentuk dataran banjir (Gambar 4.5).

4.1.2 Analisis Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai

Analisis baik pada pola aliran sungai maupun tipe genetik sungai yang

dilakukan untuk mengetahui proses-proses geologi yang telah berperan dalam

pembentukan bentang alam pada daerah penelitian sekarang. Jenis-jenis pola

aliran dan tipe genetik seperti yang telah dijabarkan dalam bab pendahuluan

merupakan kunci dalam analisis ini. Pada daerah Gunung Bujang dan sekitarnya

memiliki sungai-sungai dengan pola aliran rectangular karena jenis pola

pengaliran membentuk percabangan tegak lurus terhadap sungai utama, dan

memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.tersusun atas Kekar atau

sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan batuan,

dan sering (Howard, 1967 dalam Van Zuidam, 1985). Daerah Gunung Bujang

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 66

Page 67: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

memiliki dua daerah aliran sungai (DAS) yang pada akhirnya bermuara ke Sungai

Tangkui (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Pola aliran dan tipe genetik sungai daerahpenelitian

Terdapat dua sungai besar yang membagi dua zona pada daerah penelitian

(Gambar 4.2), yaitu sungai Tangkui dan sungai Batu Licin yang pada bertemu

menjadi satu aliran sungai yang disebut sungai Tangkui. Sungai-sungai tersebut

tergolong dalam jenis sungai menuju dewasa pada tahapan geomorfiknya, terlihat

dari bentuk sungai yang berbentuk “U”, namun erosi yang terjadi berupa erosi

vertikal sampai lateral, dan memiliki arah aliran yang searah dengan kemiringan

lereng awal dan struktur utama sehingga keduanya digolongkan ke dalam sungai

dengan tipe genetik konsekuen (Davis, 1875) (Gambar 4.2). Menurut Davis,

Keberadaan sungai – sungai tua yang pada saat ini memotong semua struktur dan

diduga menjadi arah kemiringan lereng, namun terbentuk pada topografi yang

baru adalah sungai resekuen. Namun pada daerah penelitian sungai resekuen yang

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 67

Page 68: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

terjadi secara umum masih searah dengan struktur-struktur yang ada, menurut

interpretasi penulis, hal ini disebabkan karena karakter batuan yang resisten.

Gambar 4.2. Pertemuan sungai Tangkui dan Batu Licin yang termasuk dalam tipe genetik konsekuen memperlihatkan arah aliran sungai yang searah dengan

arah kemiringan lereng awal (Davis, 1875)

Sungai Kematus yang mengalir dari selatan ke utara ini merupakan cabang

sungai Tangkui berada di bagian selatan daerah penelitian bertipe genetik

resekuen, yaitu tipe sungai dengan arah aliran yang searah dengan kemiringan

lereng awal pada topografi baru (Davis, 1875) (Gambar 4.3), serta dengan

karakteristik erosi vertikal yang relatif masih intensif pada dinding-dinding sungai

tersebut. Berdasarkan tahapan geomorfiknya sungai ini tergolong dalam jenis

sungai stadia menuju dewasa terlihat dari bentuk dinding sungai yang masih

berbentuk relatif “V”, memiliki karakteristik arus sungai yang deras sampai

sedang, serta material bawaan atau fragmen lepasan yang relatif berukuran

bongkah sampai brangkal. Secara umun terbentuknya sungai ini hanya dikontrol

oleh proses pelapukan yang membuka rekahan sebagai jalur mengalirnya air dan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 68

N 100 E

Sungai Tangkui

Arah aliran Sungai

Sungai Batu Licin

Arah Sungai gArah Kemiringan

lereng

Sungai menuju

dewasa

Page 69: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

proses erosi, terbukti tidak ditemukannya bukti data struktur geologi baik berupa

shear fracture, tension, maupun breksiasi disepanjang sungai ini maupun efek

resistensi batuan dasar.

Gambar 4.3. Sungai Kematusyang termasuk dalam tipe genetik resekuen yang memperlihatkan arah aliran sungai yang searah dengan arah kemiringan lereng pada

topografi baru (Davis, 1875)

Sungai Telusewu yang juga merupakan cabang sungai Tangkui berada di

bagian barat daerah penelitian mengalir dari barat ke timur, memiliki arah aliran

yang searah dengan kemiringan lereng dan struktur sehingga digolongkan juga ke

dalam sungai dengan tipe genetik resekuen (Davis, 1875) (Gambar 4.4), memiliki

tipe erosi vertikal relatif intensif. Proses pembentukan sungai ini diakibatkan oleh

proses struktural berupa sesar lokal yang membentuk jalur mengalirnya air dan

juga proses erosi, terbukti dari banyaknya ditemukan air terjun dengan elevasi

yang relatif besar (Gambar 4.5). Jenis sungai ini tergolong dalam sungai menuju

dewasa, terlihat dari bentuk dinding sungai yang juga masih berbentuk

“V”,memiliki material lepasan berukuran bongkah sampai brangkal, namun

dengan arus yang relatif kecil sampai sedang.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 69

Arah aliran sungai

Arah kemiringan lereng

N 1580 E

Page 70: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.4. Sungai Telusewu yang termasuk dalam tipe genetik resekuen dengan arah aliran searah dengan kemiringan lereng (Davis, 1875)

Gambar 4.5. Air Terjun (waterfall) di sungai Telusewu

Pada bagian utara daerah penelitian terdapat sungai Sako yang mengalir

dari barat ke timur. Sama seperti sungai sebelumnya, sungai ini memilki tipe

aliran sungai yang searah dengan arah kemiringan lereng yaitu bertipe resekuen

(Davis, 1875) (Gambar 4.6) dan tergolong dalam sungai menuju dewasa. Proses

pembentukan sungai ini juga dikontrol oleh proses struktural pada batuan

dasarnya yaitu Andesit. Sama seperti sungai Telusewu, sungai Sako juga banyak

ditemukan morfologi air terjun dengan elevasi yang juga cukup besar (Gambar

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 70

Kemiringan Lereng

Air Terjun/waterfall

N 2560 E

N 2800 E

Arah aliran sungai

Longsoran

Page 71: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.7). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik

batuan dasar menyebabkan adanya keberadaan sungai yang berbelok-belok

(rectangle) karena pengaruh resistensi batuan dan juga pengaruh adanya kontrol

struktur geologi didalamnya. Pada sepanjang sungai dan anak sungai ini memilki

tipe aliran sungai yang sama.

Gambar 4.6. Sungai Sako yang termasuk dalam tipe genetikresekuen memperlihatkan arah aliran sungaiyang searah dengan arah kemiringan lereng

(Davis, 1875)

Gambar 4.7. Kenampakan air terjun (waterfall) di Sungai Sako

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 71

N 2700 E

Air Terjun/waterfall

N 2600 E

Arah kemiringan lereng

Air Terjun (Waterfall)

Arah Aliran Sungai

Page 72: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Pada bagian timur daerah penelitian terdapat sungai Medang yang

mengalir dari timur ke barat terdapat sungai dengan tipe aliran yang sama seperti

pada sungai Sako dan Telusewu, namun secara keseluruhan aliran sungai ini

masih berada diatas batuan dasarnya yang masih tersingkap dengan jelas. Hal ini

membuktikan bahwa erosi yang terjadi belum terlalu jauh dan diperkuat dengan

bentuk dinding sungai yang masih relatif “V” dan keberadaan morfologi air terjun

yang cukup banyak dan berteras-teras, serta arus sungai yang relatif sedang

sampai besar (Gambar 4.8). Berdasarkan penjelasan diatas telah menandakan

bahwa sungai ini terbentuk oleh proses struktural yang ada secara intensif.

Gambar 4.8.kenampakan sungai dan air terjun (waterfall) di sungai Medang.

Gambar 4.9. Sungai Medang yang termasuk dalam tipe resekuen (Davis, 1875)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 72

N 1100 E

Arah kemiringan lereng

Arah aliran sungai sungai

N 1350 E

N 960 E

Page 73: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Pada daerah penelitian memiliki suatu keistimewaan dengan keberadaan

sungai-sungai yang relatif sebagai bidang lemah terbentuknya kelurusan-

kelurusan struktur geologi yang terjadi. Sungai-sungai yang terbentuk berada pada

satuan batuan yang relatif homogen dan kristalin. Hal ini menjadi bukti bahwa

karakteristik satuan batuan yang dilewati kelurusan-kelurusan tersebut merupakan

jenis batuan yang memiliki tingkat britle batuan yang lebih besar dan semakin

mudah untuk sampai ke batas diskontinuitas deformasi yaitu terbentuknya kekar-

kekar dan sesar. Keberadaan sungai-sungai yang ada relatif sebagai pengontrol

geomorfologi daerah penelitian. Maka dapat disimpulkan bahwa secara dominan

geomorfologi daerah penelitian dikontrol oleh struktur geologi. Pada sungai-

sungai yang ditemui juga banyak didapat urat-urat kuarsa yang pada umumnya

berarah tegak lurus dengan arah aliran sungai. Keberadaan urat-urat tersebut

menandakan bahwa terjadi proses hidrotermal pada daerah tersebut. Secara umum

sungai-sungai yang ada pada daerah penelitian tergolong dalm sungai jenis

resekuen yaitu sungai dengan arah aliran yang searah dengan kemiringan lereng

dan struktur (Davis, 1875). Secara keseluruhan sungai yang mengalir searah

dengan kemiringan lereng bearah W-E (barat-timur) dan struktur yang ada,

misalnya ; sungai Medang, s.Banyak Telun, s. Batu Kursi, s. Jejak Kambing.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 73

Page 74: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 74

Urat-urat kuarsa

Gambar 4.10.Kenampakan kelurusan sungai dan urat-urat kuarsa sebagai manifestasi struktur geologi

pengontrol geomorfologi daerah penelitian

N 3580 E

Page 75: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.1.3 Satuan Geomorfologi

Suatu pembagian satuan geomorfologi yang diinterpretasikan berdasarkan

karakteristik bentuk muka bumi daerah peneliatian sebagai akibat dari proses baik

eksogen maupun endogen yang telah terjadi sampai sekarang merupakan acuan

penentu dalam penamaannya.

Gambar 4.11. Peta geomorfologi daerah Gunung Bujang dan sekitarnya

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan penulis mengklasifikasikan

cakupan geomorfologi daerah penelitian menurut kombinasi klasifikasi Van

Zuidam (1985) berdasarkan perhitungan persen lereng (Gambar 4.12) menjadi

empat satuan geomorfologi (Gambar 4.11) berdasarkan karakteristik

morfologinya yang dikontrol oleh faktor litologi, struktur, maupun proses-proses

geomorfik seperti pelapukan, pelarutan, erosi, dan pengendapan. Keempat satuan

geomorfologi tersebut antara lain adalah Satuan Perbukitan Terjal Struktural (S2),

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 75

A

B

Page 76: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Satuan Perbukitan Terjal Sedang Struktural (S2), Satuan Perbukitan Terjal Sedang

Terisolir, dan Dataran Endapan Aluvial.

Gambar 4.12. Peta Persen Lereng

Tabel 4.1. Perhitungan persen lereng

4.1.3.1 Satuan Pegunungan Terjal Struktural (S2)

Penamaan morfometri “Pegunungan” satuan ini berdasarkan kenampakan

topografi berupa tinggian-tinggian dengan titik tinggi berbeda-beda (dengan

kemiringan lereng 30 – 62,5 %) pada satuan batuan dengan komposisi batuan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 76

Page 77: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

kristalin atau homogen secara dominan berasal dari hasil aktivitas gunungapi

(produk vulkanik), walaupun juga dijumpai batuan yang heterogen seperti batuan

breksi.

Satuan ini meliputi 40% daerah penelitian, yang ditandai dengan warna

ungu tua sesuai kaidah aspek genetik bentuk asal lahan struktural pada peta

geomorfologi (Van Zuidam, 1985). Satuan ini mempunyai ketinggian minimum

pada titik 962,5 mdpl pada timurlaut (N-E) satuan (Gambar 4.14) dan ketinggian

maksimum pada titik 1900 mdpl dengan kemiringan batuan berkisar 30o-35o pada

bagian baratdaya (S-W) satuan (Gambar 4.13).

Gambar 4.13. Kenampakan satuan perbukitan terjal struktural bagian barat pada daerah penelitian

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 77

B.Batu KursiB.Batu Putih

B.Sako

N 3050 E

Page 78: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.14. Kenampakan satuan perbukitan terjal struktural bagian timur pada daerah penelitian

Litologi pada satuan ini terdiri dari diorit kuarsa, breksi dan lava andesit

yang merupakan jenis batuan yang memiliki tingkat resistensi yang kuat terhadap

erosi, namun mempunyai tingkat britle batuan yang relatif rentan terhadap adanya

aktivitas tektonik. Stadia sungai pada satuan geomorfolgi ini tergolong kedalam

sungai menuju dewasa, terlihat dari sungai yang ada pada satuan geomorfologi ini

relatif masih sempit berbentuk relatif “V”(Gambar 4.16),dengan tebing relatif

agak curam sampai curam yang terdiri dari batuan dasar.

Tipe genetik sungai pada satuan ini didominasi oleh tipe resekuen karena

searah dengan kemiringan lereng (Davis, 1875) yang ada pada daerah penelitian.

Pola aliran sungai pada satuan geomorfologi ini adalah rektangulardengan

sungai-sungai yang relatif bercabang-cabang dengan pola tegak lurus terhadap

sungai utama (sungai Tangkui dan Batu Licin) yang terbentuk oleh proses

struktural yang berkembang di wilayah penelitian, dan juga bentuk sungai yang

dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kekerasan batuan (resistensi batuan). Satuan

ini ditandai dengan perbukitan-perbukitan terjal yang memanjang dari utara–

selatan pada satuan geomorfologi ini. Untuk satuan geomorfologi ini, lahan

dimanfaatkan sebagai areal IUP projek Jambi untuk kegiatan eksplorasi emas.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 78

B.MaduN 350 E

Page 79: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Bentukan morfologi satuan ini pada umumnya terbentuk karena adanya

aktivitas tektonik yang intensif dan mungkin masih berlangsung sampai saat ini.

Pengaruh tektonik yang cukup intensif sebagai proses awal terbentuknya aliran air

yang mengisi dan mengikis ruang retakan akibat aktifitas tektonik tersebut baik

pada struktur minor (rekahan) maupu struktur major (sesar) (Gambar 4.15).

Elevasi pada daerah pemetaan ini dengan kemiringan lereng sekitar 30-62,5%

mengidentifikasikan aktifitas tektonik terhadap karakteristik batuan sangat

berpengaruh pada satuan geomorfologi ini.

Gambar 4.15. Kenampakan rekahan-rekahan akibat aktifitas tektonik sebagai jalur erosi air

Gambar 4.16. Kenampakan dipslope pada satuan perbukitan terjal struktural pada litilogi lava andesit

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 79

N 2550 E

Dip/slope : 30-60,5%

Rekahan-rekahan

N 2740 E

Page 80: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Beberapa daerah pada satuan ini memiliki kemiringan lereng hingga lebih

dari 45o (Gambar 4.16). Hal ini menandakan bahwa pada satuan memiliki

morfometri hingga “sangat terjal”, namun secara dominasi tetap tergolong

morfometri “terjal”

4.1.3.2 Satuan Pegunungan Terjal Sedang Struktural (S2)

Penamaan morfometri “Pegunungan” pada satuan ini mengacu pada

kenampakan topografi berupa tinggian dengan titik tinggi yang berbeda-beda

yaitu, 14o-16o (kemiringan lereng berkisar 15% – 30%), sedangkan untuk

penamaan morfogenesanya mengacu pada batuan penyusun yang merupakan

batuan hasil aktivitas tektonik (struktural) berupa sesar-sesar mendatar. Adapun

penamaan “Struktural” secara lebih detail berdasarkan klasifikasi Van Zuidam

(1985).

Satuan ini meliputi 45% daerah penelitian, yang ditandai dengan warna

ungu muda sesuai kaidah aspek genetik pada peta geomorfologi (Van Zuidam,

1985). Satuan ini mempunyai ketinggian minimum pada titik 937,5 mdpl (Gambar

4.19) dan ketinggian maksimum pada titik 1950 mdpl (Gambar 4.17).

Litologi pada satuan ini terdiri dari lava andesit pada bagian selatan satuan

diorite pada bagian utara, serta litologi breksi. Stadia sungai pada satuan

geomorfolgi ini tergolong kedalam sungai menuju muda, dimana sungai yang ada

pada satuan geomorfologi ini relatif sempit berbentuk huruf hampir “U” (Gambar

4.20), dengan tebing terjal sampai landai yang terdiri dari batuan dasar dan

memiliki ciri aliran arus yang relatif kuat sampai sedang.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 80

Page 81: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.17. Kenampakan satuan Perbukitan Terjal Sedang Struktural (S2) bagian barat

Gambar 4.18. Kenampakan satuan Perbukitan Terjal Sedang Struktural (S2) bagian timur

Gambar 4.19. Kenampakan satuan Perbukitan Terjal Sedang Struktural (S2) bagian tengah

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 81

B.Tangkui Hulu B.Batu KursiB.Sako

B.Madu

B.Janda Kincul

B.Kayu Aro

JR1

JR2

N 3050 E

N 350 E

N 3470 E

Page 82: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Tipe genetik sungai pada satuan ini didominasi oleh tipe resekuen yang

pola alirannya searah dengan arah kemiringan lereng. Pola aliran sungai pada

satuan geomorfologi ini adalah rektangular, terbukti adanya sungai-sungai yang

berpola tegak lurus dengan sungai utama, yang terbentuk oleh proses struktural

yang berkembang di wilayah penelitian, dan juga bentuk sungai yang dipengaruhi

oleh perbedaan tingkat resistensi batuan. Pengaruh struktur yang cukup intensif

terbukti dari banyaknya ditemukannya rekahan-rekahan (struktur minor) pada

batuan dasar penyusun satuan geomorfologi ini (Gambar 4.21). Secara umum

satuan ini ditandai dengan perbukitan dan lereng sungai yang memanjang dari

utara – selatan pada bagian tengah daerah pemetaan.

Gambar 4.20. Kenampakan sungai stadia menuju muda dengan tipe genetik sungai resekuen

Gambar 4.21. Kenampakan Struktur minor berupa kekar berpasangan (shear fracture)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 82

Kemiringan Lereng

Aliran sungai

N 1840 E

Page 83: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.1.3.3 Satuan Dataran Endapan Aluvial

Satuan ini meliputi 10% daerah penelitian, yang ditandai dengan warna

biru sesuai kaidah aspek genetik pada peta geomorfologi (Van Zuidam, 1985).

Satuan ini mempunyai ketinggian minimum pada titik 987,5 mdpl dan ketinggian

maksimum pada titik 1350 mdpl (Gambar 4.24).

Penamaan morfometri “dataran” berdasarkan perhitungan persen lereng

umum dengan slope yang landai yaitu sekitar 0o–2o (Van Zuidam, 1985). Elevasi

yang lebih rendah dari pada satuan sebelumnya menandakan bahwa satuan ini

memiliki tingkat resistensi yang lebih rendah terhadap proses erosi. Hal tersebut

dibuktikan dari data lapangan bahwa batuan penyusun unit satuan ini adalah

material – material lepasan yang pada umumnya merupakan material transportasi

sungai (berdasarkan kenampakan ukuran kerikil-bongkah (±0,5cm-3m) dan

bentuk material lepasan yang relatif menyudut tanggung sampai membundar

tanggung. Litologi pada satuan ini terdiri dari material lepas yang merupakan hasil

rombakan batuan alterasi yang teralterasi dan tidak jauh terbawa oleh arus air.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 83

Page 84: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.24. Kenampakan Satuan Dataran Endapan Aluvial pada daerah penelitian

Material pada satuan ini pada umumnya terdiri dari material lepasan mulai

berukuran bongkah sampai berukuran kerakal berupa batuan yang homogen yaitu

batuan lava andesit yang teralterasi yang diidentifikasi sebagai jenis batuan yang

berasal dari produk vulkanik (Gambar 4.25). Stadia sungai pada satuan

geomorfologi ini tergolong kedalam sungai menuju dewasa, dimana sungai yang

ada pada satuan geomorfologi ini relatif cukup lebar berbentuk huruf hampir “U”

(Gambar 4.25). Pada satuan ini belum terdapat dataran banjir yang cukup luas,

karena pada pinggiran sungainya masih berupa dinding-dinding batuan dasar

(Gambar 4.26).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 84

N 3490 E

Page 85: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.25. Kenampakan sungai Tangkui stadia menuju muda dengan tipe genetik sungai Konsekuen (Davis, 1875)

Gambar 4.26. Kenampakan dinding sungai yang merupakan batuan dasar pada sungai Tangkui

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 85

Kemiringan Lereng

Aliran sungai

Batuan Dasar pada dinding sungai

Ukuran material

lepasan

N 1880 E

N 2450 E

Page 86: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.2 Stratigrafi

Stratigrafi merupakan salah satu cara dalam menjelaskan karakteristik

berkaitan dengan pemeriaan fisik sampai ketebalan satuan batuan, urutan

berkaitan dengan umur batuan, dan genesa atau proses pembentukan suatu batuan,

serta menafsirkan lingkungan pengendapan. Metode ini ditampilkan dalam bentuk

kolom stratigrafi yang didalamnya menampilkan seperti yang dijelaskan diatas.

Umur geologi pada suatu batuan sangat berkaitan erat dengan lingkungan

pengendapannya. Tiap lingkungan pengendapan memiliki identifikasi umur

geologi yang berbeda-beda. Hal ini berarti bahwa identifikasi atau analisa pada

lingkungan pengendapan laut (analisa fosil) akan berbeda dengan lingkungan

pengendapan darat (Dating).

Pembagian satuan batuan di daerah penelitian didasarkan pada sistem

pembagian tatanama tidak resmi, yaitu pengelompokan lapisan batuan secara

bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan ciri – ciri litologinya. Meliputi

jenis dan kombinasi batuan, serta kesamaan ciri atau gejala litologi batuan yang

dapat diamati di lapangan.

Pembagian satuan batuan juga didasarkan pada dominasi batuan yang

tersingkap di daerah penelitian. Berdasarkan ciri – ciri litologi yang dominan,

perbedaan antara batuan yang satu dengan batuan lainnya, serta posisi stratigrafi

yang diamati di lapangan, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi

5 (lima) satuan batuan dan satu satuan Endapan Aluvial (Lampiran F).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 86

Page 87: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Secara umum semua litoligi yang didapat di daerah penelitian relatif telah

teralterasi kuat sampai lemah. Adapun pembagian satuan batuan yang ada

berdasarkan periode mineralisasi yang terjadi, maka satuan batuan dapat dibagi

menjadi Pre-mineralisasi mencakup satuan breksi vulkanik tua, lava andesit,

diorit, dan breksi vulkanik muda. Pada Post-mineralisasi yaitu satuan endapan

aluvial.

Alterasi yang terjadi pada batuan secara umum dapat berupa hasil

pelapukan atau pengaruh langsung larutan hidrotermal. Dalam proses identifikasi

terhadap kenampakan antara batuan hasil alterasi hidrotermal dan alterasi

pelapukan sering terjadi kesulitan untuk membedakannya. Oleh sebab itu, pada

beberapa sampel batuan penulis membutuhkan alat analisa berupa Terraspec

untuk mengetahuinya. Pada umumnya alat Terraspec ini digunakan hanya untuk

mendeteksi mineral alterasi berupa mineral lempung, sedangkan mineral lainnya

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 87

Gambar 4.27. Peta geologi daerah Gunung Bujang dan sekitarnya

Satuan Breksi Vulkanik Tua

Satuan Lava Andesit

Satuan Diorit

Satuan Breksi Vulkanik muda

Satuan Endapan Aluvial

Satuan Diorit Kuarsa

Page 88: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

tidak dapat dideteksi atau null. Pemilihan alat ini dalam penentuan mineral-

mineral alterasi pada daerah penelitian dikarenakan alat ini bersifat portable atau

mudah dibawa, dan efektif dalam melakukan kegiatan analisanya di lapangan.

Gambar 4.28. Kolom urutan pembentukan batuan daerah Gunung Bujang dan sekitarnya

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 88

Page 89: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Berdasarkan data di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa daerah

Gunung Bujang dan sekitarnya memiliki lima satuan batuan yang

diidentifikasikan berdasarkan ciri litologinya dan selanjutnya dilakukan analisis

petrografi untuk mengetahui komposisi mineral, penamaan batuan, umur

berdasarkan kesebandingan untuk mengetahui waktu pengendapan, dan

lingkungan pengendapan.

Adapun urutan satuan batuan dari tua ke muda berturut-turut adalah satuan

breksi vulkanik tua, lava andesit, satuan diorit kuarsa, satuan breksi vulkanik

muda, satuan diorit dan satuan endapan aluvial. Kelima satuan batuantersebut

disusun dalam suatu kolom stratigrafi umum selanjutnya disetarakan dengan

formasi batuan yang telah diamati oleh peneliti sebelumnya (Gambar 4.28).

4.2.1 Satuan Breksi Vulkanik Tua

4.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi vulkanik tua ini meliputi ±6% dari luas daerah penelitian

ditandai dengan warna coklat pada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebaran satuan

ini berada di hulu sungai Tangkui sampai sungai Batu Lidah yang berada di

bagian utara daerah penelitian dalam arah utara-selatan (N-S). Satuan ini

tersingkap dengan baik terutama di sepanjang dinding tepi sungai hulu Tangkui

sampai lantai sungai Batu Lidah (Gambar 4.29). Pada umumnya satuan ini

ditentukan berdasarkan dominasi breksi vulkanik yang didapat, walaupun

sebenarnya satuan ini diselingi juga oleh litologi andesit yang cukup segar

sampailapuk sedang.

Pembentukan breksi yang terbentuk sebagai hasil rombakan batuan yang

telah terbentuk sebelumnya memiliki penyebaran yang cukup luas, namun

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 89

Page 90: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

berbeda halnya dengan keterdapatan satuan breksi pada daerah penelitian penulis.

Hal tersebut dikarenakan, kontrol struktur kompleks mengupas satuan ini,

sehingga tersingkap secara setempat. Litologi penyusun satuan ini sangat kompak

dengan ukuran fragmen batuan yang relatif kecil (kerikil), yang telah mengalami

transportasi sungai yang cukup jauh terbukti dari bentukan fragmen penyusun

menyudut tanggung hingga membundar tanggung. Keterdapatan fragmen

penyusun hingga matriks yang berasal dari litologi yang lebih tua berupa kuarsit.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketebalan satuan ini

diperkirakan < 150 meter.Penentuan ketebalan satuan ini berdasarkan

keberadaannya yang setempat dan kontruksi penampang sayatan geologi

(Lampiran A).

Gambar 4.29.Singkapan breksi tua di sungai hulu Tangkui

4.2.1.2 Ciri Litologi

Satuan breksi polimik ini tersusun oleh fragmen andesit, kuarsit, tuf

berukuran kerakal-kerikil, matriks andesit, tuf, serta semen silika dan sedikit gelas

satuan ini diselingi litologi andesit yang teralterasi lemah, memiliki karakteristik

yang sama seperti andesit pada satuan lava andesit. Litologi penyusun pada satuan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 90

N 1150 E

Page 91: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

batuan ini sangat unik dengan karakteristi fisik yang berbeda baik terhadap breksi

pada satuan breksi polimik maupun breksi sedimen lainnya yang biasa dijumpai.

Hal ini dibuktikan dari keberadaan breksi yang terbentuk secara setempat-

setempat dan kenampakannya yang kaya akan silika sebagai semen pengikat

matriks dengan fragmen. Hal ini menandakan bahwa pembentukan satuan batuan

ini pada saat periode vulkanisme.

Secara megaskopis breksi ini berwarna abu-abu keputihan sampai abu-abu

gelap, klastik, memiliki fragmen polimik (andesit, tuf, dasit, kuarsa masif),

berukuran kerakal hingga kerikil, kemas terbuka, sangat kompak, semen dominan

silika, teralterasi, namun tidak terdapat mineralisasi. Satuan batuan ini dilalui

struktur geologi daerah penelitian. Hal ini terbukti ditemukannya struktur minor

berupa rekahan-rekahan (Gambar 4.30).

Gambar 4.30.Singkapan breksi vulkanik di sungai hulu Tangkui (1) dan sungai Batu Lidah (2),Serta fragmen penyusun breksi vulkanik (3 dan 4)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 91

1

3

2

4

Page 92: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Analisis mikroskopis pada satuan breksi ini dilakukan dengan conto

sampel matriks batuan yang diambil pada stasiun pengamatan ANT.BLC

1(Gambar 4.31).

Gambar 4.31.Sayatan tipis matriks breksi vulkanik tua pada sampel ANT.BLC1di sungai hulu Tangkui

Sayatan tuf litik, tersusun oleh fragmen berukuran 0,5-1,1 mm, mencakup

butiran fragmen litik batuan andesit, fragmen kristal plagioklas dan kuarsa,

sebagian sudah terubahkan menjadi mineral lempung, epidot, klorit, dan mineral

opak.Fragmen batuan (30%), terdiri dari andesit, menyudut - menyudut tanggung,

berukuran 0,5 - 1,1 mm.Fragmen batuan sebagian sudah terubahkan menjadi

klorit, epidot, mineral lempung, dan mineral opak. Fragmen kristalterdiri dari

plagioklas(10%) dan kuarsa (20%), hadir berukuran 0,1-0,25 mm, anhedral-

subhedral, sebagian sudah terubah menjadi mineral lempung, klorit.Masagelas

(10%), berupa pecahan gelas sebagian sudah terubah menjadi mineral lempung,

serisit dan klorit.

Mineral sekunder yang hadir, yaitu Epidot (12%), berbentuk granular,

berwarna hijau, hadir merubah masadasar serta fragmen litik batuan. Klorit(13%),

hadir menggantikan fragmen dan masadasar, berwarna hijau kecoklatan, serta

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 92

opak

klorit

epidot

Frag. andesit

Urat kuarsa

plagioklas

Page 93: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Mineral opak (5%), tersebar pada fragmen litik batuan dan masadasar. Menurut

klasifikasi Schmid, 1981 dinamakan Tuf Litik.

4.2.1.3 Umur

Satuan breksi vulkanik ini memiliki umur yang paling tua dibandingkan

dengan semua satuan batuan pada daerah penelitian. Satuan ini termasuk kedalam

kelompok batuan Pre – mineralisasi. Umur relatif dari satuan batuan ini mengacu

pada data regional (peta geologi regional dan data – data sekunder) yang termasuk

kedalam Formasi Hulusimpang (Tomh) (Suwarna, 1992), berumur Tersier

(Oligosen – Miosen Awal). Sama halnya dengan karakteristik pada satuan breksi

lainnya yaitu walaupun satuan ini dikategorikan sebagai batuan sedimen, namun

karena sebagai produk gunungapi darat (vulkanik) sehingga tidak dapat dilakukan

analisa biostratigrafi (analisa fosil).

4.2.1.4 Lingkungan Pengendapan

Menurut data regional melalui peta regional lembar bangko menjelaskan

bahwa satuan batuan ini juga berada dalam formasi Hulusimpang (Tomh) yang

terbentuk sebagai produk gunungapi pada lingkungan pengendapan Darat

(Suwarna, 1992).

4.2.1.5 Hubungan Hubungan dengan satuan sebelumnya

Hubungan satuan ini dengan satuan batuan di bawahnya tidak

teridentifikan, sedangkan hubungannya dengan satuan batuan yang berada di

atasnya sebagai produk gunungapi dengan sistem pengendapan vulkanisme yaitu

lava andesit ditumpang selaras dalam formasi Hulusimpang (Tomh).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 93

Page 94: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.2.2 Satuan Lava Andesit

4.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan Lava Andesitmeliputi ±60 % dari luas daerah penelitian ditandai

dengan warna merahpada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebarannya dimulai

dari bagian utara hingga bagian selatan daerah penelitian dengan pola penyebaran

berarah utara-selatan (N-S).

Singkapan batuan ini tersingkap dalam kondisi lapuk sedang hingga lapuk

kuat, dengan dimensi yang sedang hingga sangat besar berupadinding-dinding

batuan (Gambar 4.32).

Gambar 4.32.Singkapan dinding lava andesit

Satuan batuan ini berada di daerah Gunung Bujang, sungai Medang,

sungai Banyak Telun, sungai Kematus, sungai Tangka, sungai Telu Sewu, sungai

Jejak Kambing, sungai Batu Kursi, sampai Bukit Sako, dan Bukit Madu.

Penyebarannya merata di perbukitan dan sungai tersebut. Terdapat kontak pada

satuan ini yang ditemukan di sisi badan sungai Batu Licin. Batas kontak yang

ditemukan yaitu dengan diorit kuarsa yang termasuk dalam satuan diorit kuarsa

(Gambar 4.33).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 94

N 2860 E

Page 95: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Karakteristik sungai dengan stadia muda sampai menuju dewasa menjadi

dasar bahwa satuan ini tersingkap sepanjang lantai sungai-sungai seperti telah

disebutkan di atas. Selain itu satuan batuan ini banyak ditemukan pada tebing atau

dinding pada gawir-gawir sesar yang ada seperti pada dinding Gunung Bujang,

dinding Bukit Batu Kursi.

Gambar 4.33.Singkapan kontak lava andesit (atas) dengan intrusi dyke diorit kuarsa (bawah)

Dalam menentukan ketebalan satuan batuan ini didapat dari selisih antara

ketinggian maksimum dengan ketinggian minimum pada penampang sayatan

geologi daerah penelitian. Hal ini dilakukan karena satuan batuan bukan

merupakan batuan sedimen dengan karakteristik perlapisan batuan. Satuan ini

menumpang di atas satuan batuan di bawahnya.Berdasarkan rekonstruksi

penampang geologi, tebal satuan ini mencapai <100 meter.

4.2.2.2 Ciri Litologi

Satuan lava andesit ini tersusun atas andesit porfiritik. Kenampakan dari

batuan-batuan penyusun satuan ini relatif sulit untuk mengidentifikasinya. Hal ini

dikarenakan kondisi batuan yang telah teralterasi kuat sampai lemah, serta tingkat

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 95

Diorit Kuarsa

Lava Andesit

N 880 E

Page 96: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

pelapukan yang intensif, sehingga cukup sulit untuk mendapatkan sampel batuan

yang segar/fresh. Namun secara megaskopis dapat dibedakan berdasarkan

bentukan dan ukuran dari mineral asalnya, khususnya pada mineral plagioklasnya.

Pada bagian selatan satuan ini memiliki karakteristik batuan yang relatif dalam

kondisi lapuk sedang sampai kuat. Hal ini dipengaruhi oleh proses alterasi

hidrotermal dan proses oksidasi yang sangat intensif.

Secara megaskopis, andesit, memiliki warna abu-abu kehijauan, koheren,

tekstur porfiritik, euhedral – hipokristalin, ekuigranular, komposisi mineral

plagioklas, piroksen, sedikit kuarsa, teralterasi, dan termineralisasi, serta

teroksidasi hematite, geotit, limonit, jarosit. Secara umum batuan ini teralterasi

silifikasi kuarsa, dikit, kaolinit, alunit, pyropilit, klorit, epidot (Gambar 4.35).

Pada batuan ini juga banyak dijumpai vuggy quartz (Gambar 4.34).

Gambar 4.34.Sampel fresh andesit dengan veinlet kuarsa (kiri) dan vuggy quartz (kanan)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 96

Kenampakan Vuggy quartz

Page 97: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Teralterasi Dickite – Kaolinit

Oksidasi Goetite –Jarosite

Plagioklas

Piroksen

opak

kuarsa

klorit

Gambar 4.35.Singkapan andesit teralterasi kuat

Analisis mikroskopis pada satuan lava andesit ini dilakukan dengan conto

sampel batuan yang diambil pada stasiun pengamatan WCL 10.112 (Gambar

4.36).

Gambar 4.36.Sayatan tipis Andesit

Plagioklas (45%), putih abu-abu, kembaran karlsbad-albit. Fenokris (20%)

berukuran 0,8-2,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesine). Massa

dasar (25%) berukuran 0,1-0,5 mm, An 43 (jenis andesin), tersebar merata dalam

sayatan. Pada massa dasar memperlihatkan tekstur aliran. Kuarsa (10%), tidak

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 97

N 3410 E

Page 98: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

berwarna, anhedral. Piroksen (15%), hijau muda hingga abu-abu pucat, ukuran

0,5-1 mm, besar mineral piroksen telah mengalami ubahan menjadi klorit. Hadir

merata dalam batuan. Mineral opak (10%), hitam, ukuran butir 0,05-0,1 mm.

Gelas (15%), tidak berwarna. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi

lempung. Hadir juga mineral sekunder yaitu klorit (5%), hijau-hijau kekuningan,

ukuran butir 0,05-0,1 mm. Berdasarkan klasifikasi Williams (1982) dapat

dinamakan Andesit Piroksen.

Pada satuan batuan ini juga terdapat keistimewaan tersendiri yaitu,

ditemukannya litologi andesit dengan kandungan magnet sedang hingga lemah.

Keberadaan batuan ini hanya pada beberapa stasiun saja. Ditafsirkan

pembentukkan batuan ini dipengaruhi oleh adanya intrusi (mikro intrusion)

hampir menyerupai urat dengan kandungan magnetik yang cukup kuat (Gambar

4.37). Kehadiran intrusi ini mempengaruhi komposisi kimia batuan yang

dilaluinya, yaitu andesit porfiritik sehingga dapat merubah sifat magnetik batuan.

Gambar 4.37.Kenampakan singkapan (1 dan 2) dansampel kontak andesit porfiritik (3-kiri) dengan andesit magnetis (3-kanan)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 98

Andesit porfiritik Andesit magnetis

1

3

2

Page 99: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.2.2.3 Umur

Satuan lava andesit ini termasuk kedalam kelompok batuan Pre –

mineralisasi. Umur relatif dari satuan batuan ini mengacu padadata regional (peta

geologi regional dan data – data sekunder) yang termasuk kedalam Formasi

Hulusimpang (Tomh) (Suwarna, 1992), berumur Tersier (Oligosen – Miosen

Awal). Hal ini dilakukan karena tidak ditemukannya fosil indeks pada batuan

beku dengan analisa fosil dan tidak dapatnya dilakukan analisa geodating untuk

penentuan umur dari jenis batuan beku ini.

4.2.2.4 Lingkungan Pengendapan

Menurut data regional melalui peta regional lembar bangko menjelaskan

bahwa satuan batuan yang berada dalam formasi Hulusimpang (Tomh) terbentuk

sebagai produk gunungapi pada lingkungan pengendapan Darat (Suwarna, 1992)

4.2.2.5 Hubungan Hubungan dengan satuan sebelumnya

Berdasarkan data geologi regional lembar Bangko menunjukan bahwa

hubungan satuan ini dengan satuan batuan yang ada di bawahnya yaitu selaras

dalam suatu sistem vulkanisme yang sama.

4.2.3 Satuan Intrusi Diorite Kuarsa

4.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi yang meliputi ±13% dari luas daerah penelitian ditandai oleh

warna merah muda pucat pada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebaran satuan ini

berada di utara daerah penelitian terbagi menjadi beberapa bagian intrusi berupa

dike, namun dengan karakteristik mineralogi yang sama. Satuan ini umumnya

tersingkap di sungai Sako, sungai Batu Kursi, sungai tangkui bagian hulu, dan

sungai batu licin. Pada umunya penyebaran batuan ini tidak terlalu luas, dan hadir

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 99

Page 100: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

secara setempat-setempat. Hal ini dipengaruhi kontrol strukur geologi yang

intensif.Namun ditafsirkan bahwa luasan satuan ini dapat dikelompokan secara

dominanasi litologi yang didapat. Litologi pada satuan ini umunya tersingkap

dalam kondisi segar (di dinding tepi dan dasar sungai) berupa air terjun kecil

dengan dimensi yang cukup besar. Perhitungan ketebalan satuan batuan ini tidak

dilakukan, hal ini dikarenakan keberadaan intrusi berupa dike ini terbentuk secara

setempat-setempatdan diselingi oleh litologi lava andesit. Berdasarkan kondisi

tersebut, maka penulis kesulitan dalam menentukan ketebalan satuan tersebut dan

akhirnya penulis tidak menuliskan keterangan ketebalan satuan ini pada laporan

ini.

4.2.3.2 Ciri Litologi

Pada umumnya kondisi batuan yang ditemukan pada satuan batuan ini

relatif cukup segar / fresh disepanjang lantai sungai maupun dinding tepi sungai.

Satuan batuan ini terbentuk pada periode Pre – mineralisasi, dibuktikan dengan

ditemukannya mineral bijih yang hadir secara setempat-setempat.

Secara umum ciri megaskopis litologi yang diamati di lapangan terdiri

dari diorite kuarsa yaitu, warna abu-abu keputihan, koheren, tekstur

porfiritik,subhedral-anhedral, holokristalin, ekuigranular, komposisi mineral

feldspar, kuarsa, biotit, piroksen. Batuan ini relatif teralterasi klorit (Gambar

4.38), da termineralisasi pirit secara setempat (spotted).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 100

Page 101: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.38.Singkapan diorite pada lantai dasar sungai (kiri) dan sampel diorite teralterasi (kanan)

Analisis mikroskopis pada satuan diorit ini dilakukan dengan conto sampel

batuan yang diambil pada stasiun pengamatan WCL 7.84 dan WCL 8.92.

Gambar 4.39.Sayatan tipis Diorit (WCL 7.84)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 101

Teralterasi kloritTeroksidasi

goetit - jarosit

N 2550 E

Plagioklas

bijihklorit

Page 102: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Tersusun atas,Feldspar (50%), berupa K-Feldspar dan Plagioklas ; K-

Feldspar (5%), warna putih berkabut, berukuran 0,9–5,5mm, bentuk subhedral-

anhedral. Hampir sebagian besar mineral telah mengalami alterasi/ubahan menjadi

mineral serisit dan lempung. Plagioklas (50%), warna putih abu-abu, ukuran butir

0,5-2mm, memperlihatkan kembaran albit, klasbad albit (An25/oligoklas). Kuarsa

(15%), tidak berwarna, berukuran 0,5–3,5mm, bentuk anhedral. Piroksen(10%),

kekuningan-hijau pucat, bentuk subhedral- anhedral, ukuran 0,05-0,3mm.

Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi klorit. Biotit (10%),

coklat-hitam. Mineral bijih (5%), hitam, kedap cahaya, anhedral, berukuran 0,5 –

0,6 mm, hadir setempat – setempat dalam sayatan. Hadir juga Mineral

Sekunderklorit (5%), hijau - hijau kekuningan, ukuran butir 0,05-0,1 mm.

Berdasarkan klasifikasi William (1982) dapat dinamakan Diorit Kuarsa.

Analisis mikroskopis pada satuan diorit ini dilakukan dengan conto sampel

batuan yang diambil pada stasiun pengamatan WCL 8.92.

Gambar 4.40.Sayatan tipis Diorit Kuarsa (WCL 8.92)

Terdiri dariFeldspar (50%), berupa K-Feldspar dan Plagioklas ; K Feldspar

(5%), warna putih berkabut, berukuran 0,9–4,5mm, bentuk subhedral-anhedral.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 102

Piroksen

Plagioklas

Klorit

Klorit

opak

Page 103: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Hampir sebagian besar mineral telah mengalami alterasi/ubahan menjadi mineral

serisit dan lempung. Plagioklas (40%), warna putih abu-abu, ukuran butir 0,5-

2mm, memperlihatkan kembaran albit, klasbad albit (An25/oligoklas). Kuarsa

(15%), tidak berwarna, berukuran 0,5–3,5mm,bentuk anhedral. Piroksen (20%),

kekuningan-hijau pucat, bentuk subhedral- anhedral, ukuran 0,05-0,3mm.

Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi klorit. Biotit (5%),

coklat, belahan satu arah. Mineral bijih (5%), hitam, kedap cahaya, anhedral,

berukuran 0,5 – 0,6 mm, hadir setempat – setempat dalam sayatan. Terdapat

mineral sekunder, klorit (5%), hijau - hijau kekuningan, ukuran butir 0,05-0,1

mm. Berdasarkan klasifikasi William (1982) dapat dinamakan Diorit Kuarsa.

4.2.3.3 Umur

Satuan intrusi diorite kuarsa ini memiliki umur yang lebih muda

dibandingkan dengansatuan lava andesit, karena berdasarkan prinsip potong-

memotong (cross cutting relationship) yaitu batuan yang memotong lebih muda

daripada batuan yang dipotong. Umur relatif dari satuan batuan ini mengacu

padadata regional (peta geologi regional dan data – data sekunder) yang termasuk

kedalam Formasi Diorite Terkloritkan (Tmdi) (Suwarna, 1992), berumur Miosen

Tengah

4.2.3.4 Lingkungan Pengendapan

Menurut data regional melalui peta regional lembar bangko juga

menjelaskan bahwa satuan batuan yang berada dalam formasi Hulusimpangini

juga terbentuk sebagai produk gunungapi pada lingkungan pengendapan Darat

(Suwarna, 1992).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 103

Page 104: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.2.3.5 Hubungan Hubungan dengan satuan sebelumnya

Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya yaitu satuan lava andesit

adalah tidak selaras. Penentuan ini berdasarkan kesebandingan data regional peta

Lembar Bangko yang menunjukan adanya interval waktu geologi yang cukup jauh

terhadap satuan batuan yang ada di bawahnya.

4.2.4 Satuan Breksi Vulkanik Muda

4.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi vulkanik yang meliputi ±9% dari luas daerah penelitian

ditandai dengan warna coklat kekuningan pada Peta Geologi (Lampiran A).

Penyebaran satuan ini berada di gunung bujang sampai bukit JR1 dan JR2 yang

berada di bagian selatan daerah penelitian. Satuan ini tersingkap dengan baik

terutama di sepanjang dinding Gunung bujang (wallrock) (Gambar 4.41) sampai

bukit JR 2. Satuan ini berada pada Pre-mineralisasi sampai Syn-mineralisasi. Pada

umumnya satuan ini ditentukan berdasarkan dominasi breksi polimik yang

didapat telah teralterasi baik fragmen maupun matriksnya, walaupun sebenarnya

satuan ini diselingi juga oleh litologi lava andesit yang telah tersilisifikasi.

Pembentukan satuan batuan ini berada dalam bagian maar atau kaldera suatu

tubuh gunungapi. Aktivitas vulkanik yang menyebabkan meletusnya gunungapi

dan menyisakan zona hancuran membentuk breksi monomik (Diaterm Breccia).

Seiring dengan aktivitas magmatisme yang tersebar melalui struktur geologi dan

melintasi satuan ini, maka satuan breksi ini mengalami alterasi kuat sampai

sedang dan termineralisasi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa

ketebalan satuan ini diperkirakan < 100 meter.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 104

N 1950 E

Page 105: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.41.Singkapan breksi vulkanik pada dinding Gunung Bujang

4.2.4.2 Ciri Litologi

Satuan breksi vulkanik ini tersusun oleh dominasi fragmen (class

supported), yaitu andesit berukuran boulder sampai kerakal, matriks dominan

andesit, dan semen silika. Breksi ini diselingi litologi asal yaitu andesit yang

teralterasi kuat. Pada umumnya litologi penyusun satuan ini teralterasi dengan

mineral ubahan alunit, dikit, kaolinit, piropilit, serta silisifikasi kuarsa. Satuan ini

teroksidasi hematit, goetit, limonit, dan jarosit. Karakteristik batuan yang

berkemas terbuka menjadi ruang hadirnya mineral sulfide pirit baik dalam urat

maupun tersebar (disseminated).

Pada umumnya penulis tidak melakukan analisa sayatan tipis (petrografis)

pada litologi satuan ini. Hal ni dikarenakan sifat batuan yang teralterasi kuat

sehingga tidak dapat ditentukan mineral asalnya sebelum terubah (teralterasi) dan

juga pengaruh kehadiran silika berupa kuarsa yang sangat dominan. Kehadiran

kuarsa yang sangat dominan menyebabkan terjadinya pergantian mineral

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 105

Teralterasi kaolinit, dickit

TeroksidasiHematit, Goetit, jarosit.

Page 106: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

(displacement) terhadap mineral asalnya, sehingga identifikasi mineral yang

terkandung hanya tersusun atas silika berupa kuarsa baik pada matrik maupun

fragmennya. Hal ini menjadi dasar penulis tidak melakukan sayatan tipisdan

hanya berdasarkan interpretasi megaskopis.

4.2.4.3 Umur

Ditafsirkan satuan Breksi Vulkanik ini termasuk kedalam kelompok batuan

Pre-mineralisasi sampai Syn – mineralisasi. Umur relatif dari satuan batuan ini

mengacu pada periode tektonik daerah penelitian sebagai pengontrol

pembentukan alterasi dan mineralisasi yaitu berumur pliosen-pleistosen.

Walaupun satuan ini dikategorikan sebagai batuan rombakan, namun karena

sebagai produk gunungapi darat sehingga tidak dapat dilakukan analisa

biostratigrafi.

4.2.4.4 Lingkungan Pengendapan

Secara interpretatif satuan batuan ini terbentuk pada periode vulkanisme

darat. Hal ini menjadi dasar bahwa lingkungan pengendapan satuan ini berada di

Darat.

4.2.4.5 Hubungan Hubungan dengan satuan sebelumnya

Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya yaitu satuan intrusi

diorite kuarsa adalah tidak selaras. Hal ditentukan berdasarkan interval waktu

pmbentukan yang relatif jauh. Pembentukan satuan ini pada kala Pliosen-

pleistosen.

4.2.5 Satuan Intrusi Diorit

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 106

Page 107: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan intrusi dioritini meliputi ±2% dari luas daerah penelitian ditandai

dengan warna merah muda (Pink) pada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebaran

satuan ini berada secara setempat di sungai Medang bagian hulu.Munculnya

intrusi ini ditafsirkan karena pengaruh struktur geologi yang hadir baik terpetakan

sebagai satuan batuan maupun sebagai retas-retas diorit pada satuan diorit kuarsa

pada daerah penelitian (LAMPIRAN A).Keberadaan batuan ini didapatkan dari

data sekunder PT. Antam Unit Geomin, Projek Jambi, Prospek Bujang, dan luasan

satuan batuan yang sangat kecil, setempat sehingga membuat penulis belum dapat

memperkirakan ketebalan dari satuan batuan ini.

4.2.5.2 Ciri Litologi

Pada umumnya kondisi batuan yang ditemukan pada satuan batuan ini

relatif cukup segar hingga lapuk sedang. Tersingkap hanya pada beberapa stasiun

pengamatan saja, yaitu bagian hulu sungai Medang.. Satuan batuan ini ditafsirkan

sebagai intrusi terakhir pada daerah penelitian, dan keberadaannya mempengaruhi

proses alterasi dan mineralisasi yang tersebar. Hal ini dibuktikan dengan tidak

ditemukannya mineral ubahan terhadap komposisi mineral awal batuan dalam

satuan batuan ini, namun mempengaruhi komposisi mineral litologi lainnya.

Secara umum ciri megaskopis litologi yang diamati di lapangan terdiri

dari diorite ini yaitu, warna abu-abu keputihan, koheren, tekstur porfiritik,

subhedral-anhedral, holokristalin, ekuigranular, komposisi mineral feldspar,

plagioklas, kuarsa, biotit.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 107

Page 108: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.42 Sayatan tipis diorit pada conto sampel ANT.BLC.2 (data sekunder menurut PT.Antam Unit Geomin)

Sayatan diorit, bertekstur porfiroafanitik tersusun oleh plagioklas, kuarsa

dan feldspar dengan ukuran 0,1-1 mm. Masadasar kasar yang tersusun oleh

kuarsa.Kuarsa(45%), hadir sebagai fenokris (10%) dengan ukuran (0,1-0.5mm),

berbentuk euhedral, sebagai masadasar (30%) tersebar

merata.Plagioklas(30%),banyak hadir sebagai fenokrisdengan ukuran 0.5 – 1,5

mm, berbentuk subhedral, dengan An 45. Feldspar (15%), hadir sebagai fenokris

berukuran (0,2-1mm) berbentuk euhedral.Opak(10%), hadir sebagai fenokris

dengan ukuran 0,1 – 1 mm, berbentuk andehdral – subhedral. Menurut klasifikasi

Williams (1982), maka dapat dinamakan Diorit.

Ditafsirkan bahwa satuan batuan ini hadir sebagai intrusi kedua setelah

intrusi pertama, yaitu intrusi diorite kuarsa. Dan kehadiran intrusi ini berfungsi

sebagai intrusi pembawa mineralisasi dalam sistem Porfiri, hal ini dibuktikan

dengan tidak ditemukannya efek ubahan (alterasi) terhadap mineral-mineral

penyusun litologi dalam satuan ini (Gambar 4.43). Akan tetapi kehadiran intrusi

ini menyebabkan terjadinya ubahan (alterasi) terhadap mineral-mineral penyusun

litologi dalam satuan intrusi diorite kuarsa.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 108

PlagioklasFeldspar

opak

kuarsa

Page 109: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 4.43. Kenampakan singkapan diorite (1), sampel diorite (2), dan perbesaran terhadap diorite dengan Luv perbesaran 20x (3) (data doc. Antam).

4.2.5.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Satuan batuan ini ditafsirkan terbentuk setelah terjadinya struktur geologi

periode kedua yang ada pada daerah penelitian berumur Pliosen - Pleistosen . Hal

ini dikarenakan hadirnya satuan ini dikontrol oleh struktur geologi daerah

penelitian.

Satuan ini terbentuk pada lingkungan darat, hal ini dibuktikan dari korelasi

terhadap satuan batuan yang lebih tua daripada satuan ini pada lingkungan darat.

4.2.5.4 Hubungan dengan satuan sebelumnya

Hubungan pembentukan satuan ini dengan satuan batuan yang berada

dibawahnya yaitu tidak selaras. Penentuan ini berdasarkan keterkaitannya dengan

struktur geologi pengontrol terhadap intrusi ini yang berumur Pliosen –

Pleistosen. Hal ini membuktikan bahwa adanya interval waktu pembentukan yang

cukup jauh dengan pembentukan satuan sebelumnya.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 109

1 2

3

Page 110: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

4.2.6 Satuan Endapan Aluvial

4.2.6.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan endapan aluvial yang meliputi ±10% dari luas daerah penelitian

ditandai dengan warna abu-abu pada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebaran

satuan ini berada di sepanjang sungai besar dan sebagian sungai kecil yang berada

dari bagian selatan sampai bagian utara daerah penelitian dalam arah N-S. Satuan

ini terendapkan dengan baik terutama di sepanjang S. Tangkui dan S. Batu Licin

(Gambar 4.44). Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketebalan

satuan ini diperkirakan <5 meter.

Gambar 4.44. Endapan aluvial sepangjang s. Batu Licin (kiri) dan s. Tangkui (kanan)

4.2.6.2 Ciri Litologi

Satuan Endapan aluvial tersusun oleh material lepasan hasil pelapukan

batuan. Material lepas tersebut berukuran bongkah (0,5-(>)2m) sampai brangkal.

Material lepasan maupun hancuran yang terendapkan berbentuk menyudut

tanggung hingga membundartanggung. Hal ini menandakan bahwa proses

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 110

Membundar tanggung

Menyudut tanggung

N 1580 E

N 320 E

Page 111: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

transportasi material lepasan melalui sungai tersebut telah berjalan cukup jauh

terdiri dari fragmen-fragmen yang didominasi oleh batuan andesit.

4.2.6.3 Umur

Satuan Endapan Aluvial ini memiliki umur paling muda dibandingkan

semua satuan batuan pada daerah penelitian. Satuan ini termasuk kedalam

kelompok batuan Post – mineralisasi.

Satuan Endapan Aluvial ini berumur Holosen karena proses

pengendapannya masih terus berlangsung hingga sekarang.

4.2.6.4 Lingkungan Pengendapan

Satuan Endapan aluvial ini diendapkan di lingkungan darat berupa sungai,

tepatnya pada sungai Tangkui dan Batu Licin memanjang dari utara sampai

selatan.

4.2.6.5 Hubungan Hubungan dengan satuan sebelumnya

Tidak diperolehnya data umur berkaitan dengan hubungan stratigrafi

satuan ini dengan yang lainnya, karena satuan endapan fluvial tidak memiliki

kesebandingan stratigrafi dengan satuan-satuan resmi yang telah dibuat oleh

peneliti sebelumnya.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 111

Page 112: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

BAB V

STUDI KHUSUS

5.1. Struktur Geologi

Pola struktur geologi yang berkembang di daerah Gunung Bujang dan

sekitarnya termasuk ke dalam Pola Sumatera (NW-SE). Hal ini dapat dibuktikan

berdasarkan pola kelurusan baik kelurusan sungai maupun bukit/lereng (Gambar

5.1) yang didapat, kemudian dianalisa untuk memperoleh diagram mawar yang

mencerminkan struktur geologi regional daerah penelitian.

Gambar 5.1. Citra Landsat Daerah Gunung Bujang dan sesar semangko

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995),diperkirakan telah terjadi 3

episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 112

Derah Penelitiian

Sesar Semangko

Page 113: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal

dan Orogenesa Plio – Plistosen. Berdasarkan analisa yang dilakukan menunjukkan

bahwa daerah penelitian secara umum termasuk dalam episode yang ketiga,

berupa fase kompresi pada Plio-Plistosen, periode tektonik terjadi membentuk

pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar

Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan

horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi

kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar-sesar yang baru

terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar

Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-

Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara (NW-SE) tetapi

sesar yang terbentuk berarah timur laut-barat daya (NE-SW) dan barat laut-

tenggara (NW-SE). Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik,

sesar mendatar dan sesar normal.

Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah baratlaut

– tenggara (NW-SE) sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian

pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan

(N-S) dan barat laut-tenggara (NW-SE) serta pola muda yang berarah baratlaut-

tenggara (NE-SW) yang sejajar dengan Pulau Sumatera .

Hal ini dibuktikan dengan pola kelurusan bukit dan lembah, serta sungai

pada citra SRTM (Gambar 5.2) yang menunjukkan bahwa pola kelurusan yang

dominan adalah baratlaut-tenggara (NW-SE) yang dapat dikategorikan sebagai

pola struktur berupa pola Sumatera yang telah terbentuk pada Jurassic Awal-

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 113

Page 114: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Kapur, namun juga terdapat pola kelurusan baratdaya-timurlaut berupa pola

struktur jambi menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010).

Gambar 5.2. Analisa Kelurusan SRTM (a) dengan hasil analisa berupa diagram mawar (b)

Tabel 5.1. Data orientasi arah pola kelurusan citra SRTM

Data arah orientasi pola kelurusan SRTM

No

. Azimuth (N..'E)

No

. Azimuth (N..'E)

1 48 41 43

2 309 42 302

3 310 43 303

4 288 44 316

5 309 45 286

6 267 46 293

7 249 47 312

8 271 48 307

9 272 49 2

10 270 50 347

11 273 51 339

12 321 52 340

13 323 53 293

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 114

Page 115: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

14 13 54 64

15 354 55 65

16 322 56 87

17 321 57 10

18 314 58 95

19 5 59 45

20 42 60 48

21 43 61 31

22 44 62 41

23 45 63 343

24 43 64 55

25 65 65 75

26 6 66 331

27 7 67 323

28 334 68 330

29 335 69 87

30 323 70 79

31 280 71 72

32 308 72 345

33 306

34 305

35 304

36 336

37 294

38 326

39 283

40 298

Struktur geologi yang berkembang di daerah Gunung Bujang dan

sekitarnya relatif sulit diidentifikasi berdasarkan keberadaan kekar-kekar awal

dari suatu kelurusan garis struktur dikarenakan kekar-kekar tersebut telah

bercampur aduk. Hal ini menandakan bahwa aktivitas tektonik pada daerah

penelitian sangat kompleks dan intensif. Pada daerah penelitian terdiri dari sesar-

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 115

Page 116: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

sesar mendatar sampai obligue berarah NW-SE sampai NE-SW. Bukti-bukti awal

yang dapat dijadikan sebagai acuan adalah hasil analisis kelurusan dari peta

kontur dan citra SRTM untuk menginterpretasikan keberadaan jalur zona lemah

yang berkembang di daerah penelitian. Data lapangan yang diperoleh

menunjukkan adanya struktur-struktur tersebut antara lain berupa kekar tunggal

(Tension) atau urat kuarsa, data kekar gerus (shear fracture), breksi sesar (zona

hancuran)/kelurusan sungai.

Data-data yang diambil dari lapangan tersebut kemudian diolah dengan

menggunakan perangkat lunak Dips. Penamaan sesar dilakukan berdasarkan

klasifikasi ganda (Rickard, 1973 dalam Harsolumakso, 1997). Penamaan struktur

diambil dari nama sungai, desa, atau bukit tempat ditemukannya bukti jalur sesar

tersebut.

Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan dengan pengolah data yang

ada, maka daerah Gunung Bujang dan sekitarnya memilki beberapa jenis sesar

pengontrol antara lain :

5.1.1. Sesar Menurun Kiri Tangkui dan indikasinya

Sesar menganan turun Tangkui berarah relatif N-S. Sesar Tangkui

merupakan sesar yang terbentuk pada orde pertama dan terjadi pada Pre-

mineralisasi. Sesar ini memotong batuan Andesit, Diorite, dan Breksi Vulkanik

Tua. Sesar ini ditafsirkan sebagai jalur penyebaran alterasi dan bukaan untuk jalur

fluida hidrotermal.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 116

Page 117: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 5.3. Kenampakan kekar gerus dan urat-uarat kuarsa

Gambar 5.4. Kenampakan breksi sesar di lantai sungai Tangkui sebagai manifestasi struktur geologi

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shearfracture), kekar

tarik (tension), dan urat-urat kuarsa (Gambar 5.3). Sesar ini diinterpretasikan

berdasarkan kelurusan Sungai Tangkui yang berarah relatif baratdaya-timurlaut

dan juga keterdapatan breksi sesar (Gambar 5.4), serta hancuran bongkah-

bongkah besar batuan yang menandakan zona hancuran.

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar dan urat kuarsa

didapatkan arah umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan

program Dips (Gambar 5.5).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 117

N 1120 E

Arah breksi sesar

Page 118: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar5.5. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi urat daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

dilapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 2030 E/ 360SE, dengan

kedudukan netslip yaitu 310, N 2620 E dan pitch sebesar 560SW. Berdasarkan

klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.6, diperoleh penamaan sesar yaitu

Left Lag Slip Fault(Rickard, 1972).

Gambar5.6.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972)

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan urat-urat kuarsa yang ada

dapat ditentukan bahwa orientasi urat yang terbentuk mengikuti pola kekar tarik

dan searah dengan arah tegasan sesar Tangkui yaitu N 208o E / 43o NW.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 118

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

1. Pergerakan : Lefttslip2. Besar pitch : 56o

3. Arah netslip (naik atau turun) : turun4. Besar dip sesar : 36o

Nama Sesar : Left Lag Slip Fault (14)

Page 119: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Hasil analisis shear fracturemenunjukan bahwa arah tegasan maksimum

(Ω1) yang mempengaruhi Sesar Menurun Kiri Tangkui ini memiliki arah orientasi

720, N 1340 E, sehingga arah tegasan relatifutara-selatan (N-S).

5.1.2. Sesar Geser Kanan Menurun Batu Licin dan indikasinya

Sesar Geser Kanan Menurun Batu Licin berarah relatif NW-SE. Sesar

Batu Licin merupakan sesar utama yang terbentuk pada orde pertama dan terjadi

pada Pre-mineralisasi. Sesar ini memotong batuan Andesit, Diorite, dan Breksi

Vulkanik Tua. Sesar ini ditafsirkan sebagai jalur penyebaran alterasi dan bukaan

untuk jalur fluida hidrothermal.

Gambar 5.7. Kenampakan kekar berpasangan (shear fracture.kiri) dan urat kuarsa (comb.kanan)pada dinding pinggir sungai Batu Licin

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shear fracture) dan

juga kekar tarik (tension), serta ditemukan urat-urat kuarsa berbentuk sisir (comb)

(Gambar 5.7). Selain indikasi diatas juga banyak ditemukan pembelokan sungai

yang sangat signifikan dan memperkuat dugaan bahwa ada kontrol struktur yang

berperan didalamnya. Sesar ini juga diinterpretasikan berdasarkan kelurusan

Sungai Batu Licin yang berarah relatif utara-selatan.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 119

N 2850 E N 3480 E

Page 120: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar dan urat kuarsa

didapatkan arah umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan

program Dips (Gambar 5.8).

Gambar 5.8. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi urat daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

di lapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 350° E/64°NE, dengan

kedudukan netslip yaitu 420, N 1430 E dan pitch sebesar 290SW. Berdasarkan

klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.9, diperoleh penamaan sesar yaitu

Normal Right Slip Fault(Rickard, 1972).

Gambar 5.9.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972)

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 120

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

5. Pergerakan : Righttslip6. Besar pitch : 29o

7. Arah netslip (naik atau turun) : turun8. Besar dip sesar : 64o

Nama Sesar : Normal Right Slip Fault (11)

Page 121: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan urat-urat kuarsa yang ada

dapat ditentukan bahwa orientasi urat yang terbentuk mengikuti kekar tarik dan

searah dengan arah tegasan sesar Batu Licin yaitu N 350o E / 87o NE. Hasil

analisis shear fracturemenunjukan bahwa arah tegasan maksimum (Ω1) yang

mempengaruhi Sesar Kanan TurunBatu Licin ini memiliki arah orientasi 520, N

1780 E, sehingga arah tegasan relatifutara-selatan (N-S).

5.1.3. Sesar Geser Kanan Menurun Gunung Bujang Timur dan indikasinya

Sesar turun menganan Gunung Bujang Timurini berarah relatif timurlaut-

baratdaya (NW-SE). Sesar Gunung Bujang Timur merupakan sesar yang

terbentuk pada orde pertama dan terjadi pada Pre-mineralisasi. Sesar ini

merupakan sesar dengan arah tegasan yang relatif dapat diteruskan hingga sesar

batulicin. Hal ini mengandung arti bahwa sesar Batu Licin dan sesar Gunung

Bujang timur terbentuk pada periode yang sama. Sesar ini memotong batuan

Andesit.

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shearfracture) dan

juga kekar tarik (tension), jalur breksi sesar, serta ditemukan jalur-jalur silisifikasi

yang dikontrol oleh hadirnya suatu rekahan. Ditafsirkan bahwa kehadiran rekahan

ini berasal dari sesar tersebut.

Kenampakan indikasi sesar di lapangan dapat pula dilihat dengan adanya

kelurusan dari dinding Gunung Bujang bagian sebelah timur (Gambar 5.10).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 121

Page 122: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 5.10.Kenampakan kelurusan dinding Gn. Bujang (kiri) dan breksi sesar yang teralterasi di dinding Gunung Bujang bagian timur (kanan).

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar dan urat kuarsa

didapatkan arah umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan

program Dips.

Gambar 5.11. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi urat kuarsa daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

di lapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 170°E/21°NE, dengan

kedudukan netslip yaitu 110, N 3190 E dan pitch sebesar 31oNW.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 122

N 2180 E N 3190 E

Page 123: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Berdasarkan klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.12, diperoleh

penamaan sesar yaitu Lag Right Slip Fault(Rickard, 1972).

Gambar5.12.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972).

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan urat-urat kuarsa yang ada

dapat ditentukan bahwa orientasi urat yang terbentuk mengikuti kekar tarik dan

searah dengan arah tegasan sesar Gn. Bujang Timur yaitu N 186o E / 71o NW.

Hasil analisis shear fracturemenunjukan bahwa arah tegasan maksimum

(Ω1) yang mempengaruhi Sesar Turun MengananGn. Bujang Timur ini memiliki

arah orientasi 340, N 1220 E, sehingga arah tegasan relatifutara-selatan (N-S).

5.1.4. Sesar Geser Kiri Menurun Batu Kursi dan indikasinya

Sesar Geser Kiri Menurun Batu Kursi berarah relatif NE-SW. Sesar Batu

Kursi merupakan sesar yang terbentuk pada orde kedua dari sesar Tangkui dan

terjadi pada Pre-mineralisasi. Sesar ini memotong batuan Andesit. Sesar ini

diinterpretasikan berdasarkan kelurusan Sungai Batu Kursi (Gambar 5.13 kiri).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 123

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

1. Pergerakan : Rightslip2. Besar pitch : 31o

3. Arah netslip (naik atau turun) : turun4. Besar dip sesar : 21o

Nama Sesar : Lag Right Slip Fault (8)

Page 124: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 5.13. Kenampakan kelurusan sungai (kiri) dan breksi sesar (kanan) di sungai Batu Kursi.

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shear fracture) dan

juga kekar tarik (tension), breksi sesar (Gambar 5.13 kanan), serta ditemukan urat-

urat kuarsa yang melimpah dengan diameter sampai ukuran veinlet.

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar didapatkan arah

umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan program Dips.

Gambar 5.14. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi urat kuarsa daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

di lapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 79°E/34°NE, dengan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 124

N 2550 E

Page 125: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

kedudukan netslip yaitu 110, N 1020 E dan pitch sebesar 250NW. Berdasarkan

klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.15, diperoleh penamaan sesar yaitu

Lag Left Slip Fault (Rickard, 1972).

Gambar 5.15.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972).

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan urat-urat kuarsa yang ada

dapat ditentukan bahwa orientasi urat yang terbentuk mengikuti kekar tarik dan

searah dengan arah tegasan sesar Batu Kursi yaitu N 231o E / 77o NW.

Hasil analisis shear fracturemenunjukan bahwa arah tegasan maksimum

(Ω1) yang mempengaruhi Sesar Geser Kiri Menurun Batu Kursi ini memiliki arah

orientasi 670, N 3570 E, sehingga arah tegasan relatiftimurlaut-baratdaya (NE-

SW).

5.1.5. Sesar Geser Kiri Jejak Kambing dan indikasinya

Sesar geser kiri Jejak Kambing berarah relatif NE-SW. Sesar Jejak

Kambing merupakan sesar yang terbentuk pada orde kedua yang juga terhadap

sesar Tangkui sebagai orde pertama, dan terjadi pada Pre-mineralisasi. Sesar ini

memotong batuan Andesit. Sesar ini diinterpretasikan berdasarkan kelurusan

Sungai Jejak Kambing.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 125

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

5. Pergerakan : Leftslip6. Besar pitch : 25o

7. Arah netslip (naik atau turun) : turun8. Besar dip sesar : 34o

Nama Sesar : Lag Left Slip Fault (15)

Page 126: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shear fracture) dan

juga kekar tarik (tension) (Gambar 5.16), serta ditemukan urat-urat kuarsa.

Gambar 5.16.Singkapan dengan kenampakan kekar gerus berpasangan di sungai Jejak Kambing.

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar dan urat kuarsa

didapatkan arah umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan

program Dips (Gambar 5.17).

Gambar 5.17. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi urat kuarsa daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

di lapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 232°E/81°NE, dengan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 126

N 1980 E

Page 127: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

kedudukan netslip yaitu 360, N 440 E dan pitch sebesar 70SE. Berdasarkan

klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.18, diperoleh penamaan sesar yaitu

Left Slip Fault(Rickard, 1972).

Gambar 5.18.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972).

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan urat-urat kuarsa yang ada

dapat ditentukan bahwa orientasi urat yang terbentuk mengikuti kekar tarik dan

searah dengan arah tegasan sesar Jejak Kambing yaitu N 49o E / 65oSE.

Hasil analisis shear fracturemenunjukan bahwa arah tegasan maksimum

(Ω1) yang mempengaruhi Sesar Geser Kiri Jejak Kambing ini memiliki arah

orientasi 30, N 1510 E, sehingga arah tegasan relatiftimurlaut-baratdaya (NE-SW).

5.1.6. Sesar Geser Kiri Menurun Banyak Telun

Sesar Banyak Telun berarah relatif NW-SE. Sesar Banyak Telun

merupakan sesar yang terbentuk pada orde kedua terhadap sesar utama Batu Licin

dan terjadi pada Pre-mineralisasi. Sesar ini memotong batuan Andesit, Diorite.

Sesar ini diinterpretasikan berdasarkan kelurusan Sungai Banyak Telun berarah

baratlaut-tenggara.

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shear fracture) dan

juga kekar tarik (tension), serta ditemukan breksi sesar di sungai Banyak Telun

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 127

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

9. Pergerakan : Leftslip10. Besar pitch : 7o

11. Arah netslip (naik atau turun) : turun12. Besar dip sesar : 81o

Nama Sesar : Left Slip Fault (18)

Page 128: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

(Gambar 5.19). Berkaitan dengan nama sungai yang ada yaitu sungai Banyak

Telun, menandakan bahwa di daerah ini juga banyak ditemukan air terjun (telun)

dengan elevasi yang signifikan (terjal sampai sangat terjal) pada gambar 5.20.

Gambar 5.19.Kenampakan breksi sesar di sungai Banyak telun

Gambar 5.20.Kenampakan air terjun di sungai Banyak telun

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar didapatkan arah

umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan program Dips.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 128

N 280 E

N 1050 E

Page 129: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 5.21. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi tension daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

di lapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 276°E/12°NW, dengan

kedudukan netslip yaitu 90, N 3190 E dan pitch sebesar 430SE. Berdasarkan

klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.22, diperoleh penamaan sesar yaitu

Lag Left Slip Fault(Rickard, 1972).

Gambar 5.22.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972).

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan kekar tarik (tension) yang

ada dapat ditentukan bahwa orientasi kekar tarik yang terbentuk searah dengan

arah tegasan sesar Banyak Telun yaitu N 357o E / 43oNE.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 129

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

1. Pergerakan : leftslip2. Besar pitch : 43o

3. Arah netslip (naik atau turun) : turun4. Besar dip sesar : 12o

Nama Sesar : Left Lag Slip Fault (15)

Page 130: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Hasil analisis shear fracturemenunjukan bahwa arah tegasan maksimum

(Ω1) yang mempengaruhi Sesar Turu Mengiri Banyak Telun ini memiliki arah

orientasi 760, N 1790 E, sehingga arah tegasan relatiftimurlaut-baratdaya (NE-

SW).

5.1.7. Sesar Menurun Kiri Medang dan indikasinya

Sesar Menurun Kiri Medang berarah relatif NW-SE. Sesar Medang

merupakan sesar yang terbentuk pada orde kedua terhadap sesar utama Batu Licin

dan terjadi pada Pre-mineralisasi. Sesar ini memotong batuan Andesit. Sesar ini

diinterpretasikan berdasarkan kelurusan Sungai Medang yang berarah relatif

utara-selatan dan pembelokan sungai pada sungai Batu Licin.

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shear fracture) dan

juga kekar tarik (tension), serta keberadaan air terjun sebagai salah satu indikasi

manifestasi struktur geologi di sungai medang (Gambar 5.23).

Gambar 5.23.Kenampakan air terjun bertingkat (kiri) dan kekar gerus (kanan) sebagai manifestasi struktur geologi di sungai Medang

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar didapatkan arah

umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan program Dips.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 130

Kekarsebagaimanifestasistruktur

N 1160 E

Page 131: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 5.24. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi tension pada daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

dilapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 274°E/25°NW, dengan

kedudukan netslip yaitu 190, N 3210 E dan pitch sebesar 480SE. Berdasarkan

klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.25, diperoleh penamaan sesar yaitu

Left Lag Slip Fault(Rickard, 1972).

Gambar 5.25.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972).

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan kekar tarik (tension) yang

ada dapat ditentukan bahwa orientasi kekar tarik yang terbentuk searah dengan

arah tegasan sesar Banyak Telun yaitu N 242o E / 55oNW.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 131

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

5. Pergerakan : leftslip6. Besar pitch : 48o

7. Arah netslip (naik atau turun) : turun8. Besar dip sesar : 25o

Nama Sesar : Left Lag Slip Fault (14)

Page 132: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Hasil analisis shear fracturemenunjukan bahwa arah tegasan maksimum

(Ω1) yang mempengaruhi Sesar Turun Mengiri Medang ini memiliki arah

orientasi 730, N 2360 E, sehingga arah tegasan relatiftimurlaut-baratdaya (NE-

SW).

5.1.8. Sesar Turun mengiri Sako dan indikasinya

Sesar turun mengiri Sako berarah relatif NE-SW. Sesar Sako merupakan

sesar yang terbentuk pada orde kedua dari sesar Batu Licin dan terjadi pada Pre-

mineralisasi. Sesar ini memotong batuan Andesit, Diorite. Sesar ini

diinterpretasikan berdasarkan kelurusan Sungai Sako yang berarah relatif

timurlaut-baratdaya.

Indikasi keberadaan struktur sesar ini di lapangan adalah ditemukannya

struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus (shear fracture), kekar

tarik (tension), air terjun, serta breksi sesar di sungai Sako (Gambar 5.26).

Gambar 5.26.Kenampakan air terjun (kiri) dan Breksi Sesar (kanan) sebagai manifestasi Struktur Geologi di sungai Medang

Data dan Analisa

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar didapatkan arah

umum yang ditentukan dengan menggunakan stereonet dan program Dips.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 132

N 3510 E

Page 133: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 5.27. Analisis Kinematika Struktur geologi dan orientasi tension daerah penelitian.

Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh

dilapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 75°E/68°SE, dengan

kedudukan netslip yaitu 640, N 1270 E dan pitch sebesar 490SE. Berdasarkan

klasifikasi Rickard (1972) pada gambar 5.28, diperoleh penamaan sesar yaitu

Left Normal Slip Fault (Rickard, 1972).

Gambar 5.28.Penamaan sesar berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972).

Berdasarkan analisis terhadap data keberadaan kekar tarik (tension) yang

ada dapat ditentukan bahwa orientasi kekar tarik yang terbentuk searah dengan

arah tegasan sesar Banyak Telun yaitu N 245o E / 51oNW.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 133

Dasar penentuan jenis sesar berdasarkan :

1. Pergerakan : Leftslip2. Besar pitch : 49o

3. Arah netslip (naik atau turun) : turun4. Besar dip sesar : 68o

Nama Sesar : Left Normal Slip Fault (17)

Page 134: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Sesar Normal

Klasifikasi Anderson (1951) Sesar Naik

Sesar Mendatar

Prinsip Stess

Hasil analisis shear fracture menunjukan bahwa arah tegasan maksimum

(Ω1) yang mempengaruhi Sesar Turun Mengiri Medang ini memiliki arah

orientasi 750, N 810 E, sehingga arah tegasan relatif timurlaut-baratdaya (NE-SW).

5.2. Kedudukan tegasan utama

Kedudukan tegasan utama sangat penting dalam menentukan evolusi

struktur geologi pada sebuah wilayah. Dalam klasifikasi Anderson (1951) apabila

kedudukan tegasan utama terbesar dan menengah mendatar, sedangkan

kedudukan tegasan utama menengah tegak maka akan menghasilkan sesar

menganan atau mengiri. Apabila kedudukan tegasan utama terbesar tegak maka

akan menghasilkan sesar Normal (Gambar 5.29).

Gambar 5.29. Klasifikasi sesar menurut Anderson (1951).

Kedudukan umum pada tegasan utama terbesar di daerah Gunung Bujang

ditunjukkan dan kemudian diplot pada peta sebagai peta sebaran kedudukan

tegasan utama terbesar di daerah Gunung Bujang dan sekitarnya (Terlampir).

5.3. Zona bukaan

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 134

Page 135: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Struktur geologi utama Daerah Gunung Bujang berupa 2 sesar utama

sebagai orde pertama dalam periode tektonik yang sama yaitu,sesar menganan

turun berjurus baratlaut-tenggara yaitu Sesar Gunung Bujang Timur (bagian

Selatan) sampai sesar Batu Licin dengan orde duanya berupa sesar Banyak Telun,

sesar Medang, serta sesar Sako berjurus relatif timurlaut-baratdaya Sesar utama

lainnya adalah sesar turun mengiri berjurus timurlaut-baratdaya yaitu sesar

Tangkui dengan orde duanya yaitu, sesar Batu Kursi dan sesar Jejak Kambing.

Interaksi delapan sesar ini menghasilkan zona bukaan yang merupakan zona

sebaran veinlet yang membawa mineral logam. Zona bukaan primer cenderung

dibatasi oleh sesar-sesar geser, veintlet, dan kekar-kekar. Zona bukaan sekunder

terutama dibatasi oleh kekar-kekar dan urat.

5.4. Hubungan Struktur Dengan Mekanisme Tektonik

Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian memiliki pola

yang relatif sama dengan pola umum struktur geologi regional sumatera.

Dengan data–data tersebut, dapat ditarik suatu hubungkan antara pola

pembentukan struktur daerah penelitian dengan struktur regional dari mekanisme

tektonik yang bekerja, dimana tegasan yang membentuk struktur geologi daerah

penelitian berhubungan langsung dengan gaya– gaya tektonik yang bekerja pada

sumatera yang secara umum berarah Utara– Selatan yang dicirikan oleh adanya

struktur sesar berpola baratlaut – tenggara.

Berdasarkan data-data lapangan dan didukung data regional maka

pembentukan pola-pola struktur geologi di daerah pemetaan disebabkan adanya

aktivitas penunjaman lempeng yang terjadi di sekitar pulau sumatera.

Pembentukan tersebut dimulai dengan pengendapan satuan batuan yang terdapat

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 135

Page 136: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

di daerah pemetaan yang terjadi selama kurun waktu Oligosen Awal. Aktivitas

tektonik yang terjadi pada daerah penelitian menghasilkan struktur geologi baik

kekar maupun sesar. Sesar-sesar pada daerah penelitian yang mempunyai tegasan

berarah relatif utara-selatan hingga timurlaut – baratdaya, yang mengenai satuan

Breksi Vulkanik Formasi Hulusimpang (Tomh) dengan endapan-endapan

vulkanik dan Formasi Diorit Terkloritkan (Tmdi) yang berumur Oligosen-Miosen

Tengah. Maka dapat disimpulkan bahwa penbentukan struktur geologi pada

daerah penelitian terbentuk setelah pembentukan semua satuan batuan yang ada,

yaitu plio-plestosen menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995).

Periode tektonik pertama pada Miosen Tengah oleh Pulunggono, 1992.

Tabel 5.2. Klasifikasi sesar Orde Pertama

Nama Jenis Sesar Bidang Sesar Pitch Netslip

Sesar Sako Sesar Turun mengiri N 75°E/68°SE 49°SE 64°,N 127°E

Sesar Batu Kursi

Sesar Geser Kiri Menurun

N 79°E/34°SE 25°SE 11°,N 102°E

Periode tektonik pada pembentukan sesar orde pertama (Plio-Pleistosen)

Tabel 5.3. Klasifikasi sesar Orde Pertama

Nama Jenis Sesar Bidang Sesar Pitch Netslip

Sesar Tangkui Sesar Turun Mengiri N 203°E/36°NW 56°SW 31°,N 262°E

Sesar Batu LicinSesar Geser Kanan

MenurunN 350°E/64°SE 29°SE 42°,N 143°E

Sesar Gn. Bujang

Sesar Geser Kanan Menurun

N 170°E/21°NW 31°NE 11°,N 319°E

Periode tektonik pada pembentukan sesar orde pertama (Plio-Pleistosen)

Tabel 5.4. Klasifikasi sesar Orde Kedua

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 136

Page 137: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Nama Jenis Sesar Bidang Sesar Pitch Netslip

Sesar Jejak Kambing

Sesar Geser Kiri N 232°E/81°SE 7°SE 36°,N 44°E

Sesar Banyak Telun

Sesar Geser Kiri Menurun

N276°E/12°NW 43°NW 9°,N 319°E

Sesar Medang Sesar Turun Mengiri N 274°E/25°NE 48°NW 19°,N 321°E

Mekanisme pembentukan struktur geologi pada daerah penelitian di

dasarkan pada pendekatan teori strain elipsoid menurut Reidel yang merupakan

modifikasi dari teori (Harding, 1974) dimana dalam pembentukannya terjadi

dalam satu periode pembentukan dengan arah umum tegasan maksimum berarah

utara-selatan.

5.5. Pola Struktur Geologi Daerah Penelitian dan Mineralisasi

Berdasarkan pengamatan dan korelasi data pada daerah penelitian terjadi 2

periode tektonik pada daerah penelitian. Hal ini dikaitkan dengan tektonik

pengontrol terhadap hadirnya intrusi diorite kuarsa pada daerah penelitian. Pada

periode pertama dengan arah tegasan timurlaut-baratdaya (NE-SW) membentuk

pola struktur berarah barat-timur (W-E) yaitu, sesar Sako dan sesar Batu Kursi.

Pada Periode kedua dengan arah tegasan utara-selatan (N-S) membentuk pola

struktur berupa struktur sesar geser kanan menurun Batu Licin dan sesar turun

mengiri Tangkui dengan arah tegasan relatif utara-selatan merupakan sesar

utama yang mempengaruhi patahan pada daerah penelitian. Dari terbentuknya

patahan Batu Licin kemudian terbentuknya patahan Banyak Telun, Medang, serta

reaktivasi terhadap sesar Sako. Dari patahan Tangkui kemudian terbentuk patahan

Jejak Kambing dan rektivasi terhadap sesar Batu Kursi, sesar tersebut

mempengaruhi arah utama pola mineralisasi purba. Reaktivasi terhadap struktur

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 137

Page 138: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

tua dibuktikan dengan ditemukannya lebih dari 2 titik puncak data kekar gerus

yang menunjukan adanya arah tegasan lain selain tegasan dominan.

Analisa kinematika dan dinamika terhadap periode tektonik pertama

sebagai struktur pengontrol penyebaran mineralisasi daerah penelitian. Pola sesar

geser utama pada orde pertama relatif berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-

baratdaya ditunjukkan oleh sesar turun mengiri tangkui, sesar turun menganan

batu licin, dan turun menganan Gn. Bujang timur. Maka dapat ditentukan bahwa

adanya tegasan utama berarah utara-selatan (N-S) sesuai dengan pola tegasan jalur

subduksi yang menyerong antara Lempeng Eurasia yang berada di utara dengan

Lempeng India-Australia. Pola sesar geser berarah timurlaut-baratdaya

ditunjukkan oleh sesar geser kiri menurun batu kursi, sesar geser kiri jejak

kambing. Sesar-sesar tersebut terbentuk pada orde kedua dari orde pertama sesar

turun mengiri Tangkui. Ditafsirkan bahwa Sesar mendatar tersebut merupakan

sesar sobekan yang dihasilkan dari perbedaan pengakomodasian gaya kompresi

dari masing-masing blok yang berbeda. Sedangkan pola lain sebagai orde kedua

dari sesar geser kanan Batu Licin dan sesar turun menganan Gn. Bujang Timur

ditunjukkan oleh sesar turun mengiri banyak telun, sesar turun mengiri medang,

dan sesar turun mengiri sako dengan arah tegasan timurlaut-baratdaya (NE-SW).

Secara interpretatif pembentukan struktur geologi dengan arah tegasan

utama utara-selatan (N-S) pada daerah penelitian telah peristiwa proses trajectory

yang dalam hal ini tegasan utama mengalami pergeseran atau pembelokan.

Dampak dari pembelokan tegasan ini membentuk sesar utama yaitu sesar turun

menganan Gn. Bujang Timur (LAMPIRAN C).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 138

Page 139: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Berdasarkan analisis kinematik dengan pemodelan struktur geologi lainnya

dan pola sesar geser dengan hubungan penyebaran mineralisasi pada daerah

penelitian,maka digunakan pendekatan model dari sistem struktur tersebut disebut

sebagai Riedel Shear Model (Riedel, dalam Corbett and Leach, 1997).Pada

umumnya, keberadaan mineral ubahan yang terbentuk dikontrol oleh seluruh

struktur geologi yang ada di daerah penelitian, hal ini dibuktikan dari penyebaran

zona alterasi yang menempati seluruh luasan daerah penelitian mengikuti

keberadaan struktur geologi yang ada. Sedangkan mineralisasi yang ada,

cenderung hadir pada bukaan (tension) berupa urat kuarsa berarah utara-selatan

(N-S) sebagai ekstensional (tarikan) dari sesar utama orde pertama dengan arah

tegasan utara-selatan. Dan Keberadaan urat kuarsa lainnya berarah timurlaut-

baratdaya (NE-SW) juga terdapat pada sesar orde kedua dengan arah tegasan

timurlaut-baratdaya (NE-SW) dari sesar utama Tangkui.

Pola mineralisasi daerah penelitian, berdasarkan korelasi mineralisasi dan

kecenderungan kekar bawah permukaan. Didapatkan bahwa mineralisasi daerah

Gunung Bujang merupakan tegasan purba yang menghasilkan dilatasi kompresi

(compression jog) dengan disertai bukaan menerus sebagai tension fracture

berarah utara-selatan hingga timurlaut-baratdaya sepanjang sesar-sesar yang ada.

BAB VI

ALTERASI DAN MINERALISASI

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 139

Page 140: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

6.1. Alterasi Hidrotermal

Alterasi hidrotermal pada suatu daerah tertentu mempunyai karakteristik

tersendiri. Fluida hidrotermal yang mempunyai kondisi fisika - kimia tertentu

melewati suatu batuan (wall rock) yang tertentu pula melewati permeabilitas

sekunder maupun primer, menghasilkan atau merubah batuan yang ada menjadi

kumpulan/asosiasi mineral ubahan (alteration). Pengendapan mineral tertentu ada

yang bersifat pengisian dan juga pengalterasian terhadap batuan yang ada.

Alterasi itu menyangkut aspek kimiawi, mineralogi, dan tekstur. Asosiasi mineral

alterasi yang khas biasanya tercermin sebagai suatu tipe alterasi.

Secara umum alterasi di daerah telitian dibagi ke dalam 4 zona alterasi

yaitu zona filik, zona advancedargilik, zona argilik, dan zona propilitik(Peta Zona

Alterasi terlampir). Pembagian zona ini berdasarkan pengamatan megaskopis,

mikroskopis petrografi dan melalui análisis Terraspecuntuk mengetahui mineral-

mineral lempung yang dominan dalam penentuan zona.

6.2. Pengamatan Petrografi

Pengamatan petrografi dan mineralogi dilakukan dengan mikroskop

polarisasi dan mikroskop pantul. Mikroskop polarisasi ini digunakan untuk

mendeskripsikan baik mineral primer maupun mineral sekunder pada conto

batuan dari permukaan.

Hasil pengamatan petrografi menunjukkan bahwa sebagian besar mineral

primer (plagioklas, kuarsa dan piroksen) telah terubah sehingga sulit diamati.

Sebaliknya mineral ubahan mendominasi komposisi batuan sepertikuarsa, alunit,

dikit, kaolinit,klorit, epidot, muskovit, serisit.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 140

Page 141: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Plagioklas merupakan mineral batuan vulkanik yang masih dapat

ditemukan berupa sisa-sisa dengan tekstur dan kembarannya yang masih dapat

kita amati. Sebagian besar tubuh plagioklas telah terubah oleh serisite, klorit dan

mineral sulfide (pirit) (Gambar 6.2).

Piroksen ditemukan dalam jumlah sangat sedikit dan sudah terubah oleh,

klorit (Gambar 6.1).

Gambar 6.1. Sayatan tipis lp WCL 10.112 yang menunjukkan adanya serisite (Ser) ubahan dari K-Felspar dan klorit (chlo) yang hadir menggantikan piroksen.

Gambar 6.2.Sayatan tipis lp WCL 7.80 yang menunjukkan adanya K-Feldspar yang terubah klorit (chlo), terdapat kuarsa dan mineral sulfide dalam urat kuarsa berupa pirit

Kuarsa dapat ditemukan menggantikkan fenokris (Gambar 6.2), sebagai

masadasar maupun dalam veintlet. Veintlet kuarsa sering berasosiasi dengan

mineral lainnya seperti pirit, dan sulfida yang lain.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 141

ser

chlo

plg

px

qz

chlo

Urat kuarsa

opak

pirit

Page 142: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Serisit hadir berupa kumpulan lembaran tipis mika putih. Butiran halus

serisit hadir berupa penggantian fenokris dari K-felspar maupun mineral mafik.

Serisit juga hadir menggantikan masadasar (Gambar 6.1).

6.3. Analisis Terraspec

Analisis Terraspec digunakan untuk mendeteksi jenis mineral lempung

yang hadir pada conto batuan di permukaan. Langkah pertama untuk melakukan

analisis ini adalah dengan memotong batuan sehingga mempunyai permukaan

yang rata dengan diameter minimal 3 cm. Permukaan yang diharapkan dapat

memberikan data pengukuran yang lebih akurat. Kemudian semua sampel

dikeringkan dibawah sinar matahari, usahakan sampel yang ada benar-benar

kering.

Perlakuan yang dilakukan yaitu, alat pengukurannya (berupa

sensorinfrared) ditempelkan pada batuan yang telah dipotong rata. Hasil

pembacaannya berupa grafik yang direkam dengan komputer (Gambar 6.4).

Gambar 6.3.Hasil analisa Terraspec (summary) pada seluruh sampel batuan pada daerah penelitian menunjukkan mineral ubahan dominan yaitu, muskovit, epidot, alunit, kaolinit.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 142

2

Page 143: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 6.4.Grafik yang menunjukkan karakteristik panjang gelombang inframerah terhadap suatu batuan yang mengandung mineral lempung (clay mineral)

Hasil pembacaan alat ini kemudian dicocokkan dengan database pola

gelombang alterasi mineral yang terukur (standar). Dengan mengulang 3 kali

pengukuran, maka akan didapatkan jenis mineral lempung yang paling mirip

dengan database standar mineral yang ada. Hasil inilah yang merupakan jenis

mineral lempung yang terdapat pada conto batuan yang dianalisis. Adapun hasil

pengukuran data itu diringkas ditambahkan data petrografi (Tabel 6.1).

Tabel 6.1.Hasil analisa Terraspec pada beberapa sampel perwakilan zona alterasi pada daerah

penelitian

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 143

Page 144: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

6.4. Zonasi Alterasi Daerah Penelitian

Pengamatan megaskopis dan pengamatan mikroskopis yang telah

dilakukan maka didapatkan jenis dan penyebaran alterasi hidrotermal di daerah

penelitian (Gambar 6.5) berdasarkan klasifikasi Corbet dan Leach (1998) dapat

diketahui tiga zona alterasi yaitu :

a. Zona alterasi Kuarsa±Klorit±Epidot (Zona Propilitik)

b. Zona alterasi Kuarsa± ±Kaolinit (Zona Argilik)

c. Zona alterasi Kuarsa±Alunit±Dikit (Zona Anvanced Argilik)

d. Zona alterasi Kuarsa±Serisit (Zona Filik)

Gambar 6.5. Peta alterasi daerah Gunung Bujang dan sekitarnya

a. Zona Alterasi Propilik

Tipe alterasi ini menyebar di hampir 55 % daerah telitian ditandai dengan

warna hijau pada peta alterasi. Menyebar di zona paling luar dari zona alterasi

filik, adv. argilik dan argilik. Alterasi ini mengubah lemah sampai kuat batuan

yang ada di daerah telitian dan merata pada semua batuan.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 144

Page 145: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Secara megaskopis alterasi ini umunya memberi kesan warna abu– abu

kehijaun sampai hijau tua (Gambar 6.6), terkadang hadir bersama urat. Mineral-

mineral penyerta biasanya berasosiasi dengan pirit.

Gambar 6.6. Kenampakan propilitik di lp WCL 11.123. Kesan warna hijau tua menjadi ciri khas alterasi ini secara megaskopis.

Pengamatan lapangan di lp pada batuan dasit dijumpai zona ubahan ini

berwarna kehijauan- hijauan tua, mengubah kuat, dan sebagian terdapat

disseminated– spotted mineral pirit, dan magnetit. Warna hijau diidentifikasi

karena ubahan dari klorit. Pada umumnya bentukan asal mineral asal yang terubah

telah mengalami metamorfisme (perubahan bentuk), sehingga identifikasi yang

dilakukan cukup sulit.

Hasil pegamatan mikroskopis pada lp WCL 11.123 di dapatkan mineral

sekunder yang hadir berupa serisit, klorit, mineral –mineral silika, opak, serta

mineral sulfide (pirit) dala urat kuarsa. Serisit hadir mengubah plagioklas

sedangkan klorit mengubah sebagian besar mineral piroksen (Gambar 6.7).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 145

Page 146: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 6.7. Analisis petrografi pada lp WCL 11.123. sebagian besar piroksen mengalami ubahan menjadi klorit (H9).

Berdasarkan hasil analisa Terraspec, daerah ini di dominasi oleh mineral

muskovit - klorit - epidot - kaolinit. pH pada zona alterasi ini 6 – 7

(Corbett&Leach,1998) dengan suhu pembentukan 240° - 270°C (Tabel 6.2).

Tabel 6.2. Suhu pembentukan zona propilitik berdasarkan Reyes, 1990.

Mineral

Ubahan

50 100 150 200 250 300

Kuarsa

Muskovit

Klorit

Epidot

b. Zona Alterasi Argilik

Tipe alterasi ini menyebar hampir 20 % daerah telitian ditandai dengan

warna kuning pucat pada peta alterasi. Menyebar di antara zona alterasi propilitik

dan adv. argilik. Alterasi ini mengubah lemah sampai kuat batuan-batuan yang

ada di daerah telitian dan merata pada semua batuan.

Secara megaskopis alterasi ini umunya memberi kesan warna abu–abu

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 146

Ch

lo

seropk

Urat kuarsa

Page 147: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

putih sampai kehijauan, relatif lunak, terkadang seperti sabun, sering berasosiasi

dengan zona–zona lemah seperti sesar dan kekar dan terkadang juga hadir

bersama urat. Mineral-mineral penyerta biasanya berasosiasi dengan piritdan

kuarsa.

Gambar 6.8. Singkapan teralterasi kuarsa-kaolinit, kuarsa-dikit, serta teroksidasi jarosite.

Pengamatan lapangan di lp WCL 4.29 pada batuan andesit dijumpai zona

ubahan ini berwarna abu-abu, relatif keseluruhan terubahkan, dan sebagian

terdapat disseminated – spotted mineral pirit. Warna abu-abu kemungkinan

hadirnya kaolinit yang menggantikan plagioklas. (Gambar6.9).

Hasil pegamatan mikroskopis pada lp WCL 4.29 ini di dapatkan mineral

sekunder yang hadir berupa mineral lempung, klorit dan mineral –mineral silika

serta mineral opak. Secara keseluruhan terdapat silisifikasi kuarsa yang dominan.

Mineral– mineral lempung hadir mengubah sedang–kuat plagioklas yang ada,

serta mineral sulfide (Gambar 6.9).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 147

Kaolinit

Dikit

Jarosit

Page 148: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Gambar 6.9. Analisis petrografi pada lp WCL 4.29kandungan pirit dalam urat kuarsa, mineral lempung klorit (A7) mengubah fenokris plagioklas.

Berdasarkan hasil analisa Terraspec daerah ini di dominasi oleh mineral

muskovit – kaolinit – klorit - montmorilonit - siderit. Zona ini memiliki pH

pembentukan ini 3 – 4 (Corbett&Leach,1998) dengan suhu pembentukan 180° -

200°C (Tabel 6.3).

Tabel 6.3. Suhu pembentukan zona Argilik berdasarkan Reyes, 1990.

Mineral

Ubahan

50 100 150 200 250 300

Kuarsa

Kaolinit

Klorit

Montmorilonit

Siderite

c. Zona Alterasi Argilik Lanjut

Tipe alterasi ini menyebar hampir 15 % daerah telitian ditandai dengan

warna merah muda (pink). Menyebar di zona lebih dalam dari alterasi argilik dan

propilitik. Alterasi ini mengubah sedang sampai kuat batuan –batuan yang ada di

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 148

py

Urat

chlo

opak

Page 149: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

daerah telitian pada batuan andesit, dasit, breksi muda. Zona ini pada umumnya

dilalui urat-urat silifikasi bertekstur vuggy quartz yang dikontrol

oleh sesar dan mineral ubahan yang terjadi terdapat pada rongga-rongga breksi

muda yang memiliki kemas terbuka. Secara megaskopis alterasi ini umunya

memberi kesan warna abu – abu sampai putih kekuningan, kilap sabun, bersifat

lunak, biladigores dengan screcer (Pen magnet) terlihat seperti tekstur gula pasir.

Mineral-mineral penyerta biasanya berasosiasi dengan piropilit, mineral lempung,

klorit, mineral opak dan oksida besi, serta hadirnya sulfide masif.

Pengamatan lapangan di lp WCL 1.8 dijumpai zona ubahan ini berwarna

abu-abu hingga putih, teralterasi kuat, dan sebagian terdapat disseminated –

spotted mineral pirit, hadir bersama urat –urat kuarsa dan tekstur vuggy quartz

(Gambar 6.10(2)).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 149

Gambar6.10. Kenampakan zona filik dan struktur rekahan (1), silisifikasi kuarsa dengan tekstur vuggy (2), singkapan yang terubah menjadi alunit (3),

serta sulfida masif yang hadir bersama mineral ubahan kaolinit (4), dikit. Batuan asal andesit teralterasi kuat.

.

1 2

3 4

Page 150: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Hasil pegamatan mikroskopis pada lokasi pengamatan ini didapatkan

mineral sekunder yang hadir hampir 55% berupa silika, hadir juga mineral

lempung berupa klorit, mineral bijih berupa pirit hadir secara disseminated, serta

hadirnya mineral Fe-oksida yaitu limonite mengisi rongga rekahan dan rongga

antar mineral (Gambar 6.11).

Gambar 6.11. Analisis petrografi pada lp WCL 1.8 menunjukan hadirnya silika 50 %dan tekstur vuggy berisi mineral bijih dan opak. Mineral lempung yang terbentuk berupa klorit.

Berdasarkan hasil analisa Terraspec daerah ini di dominasi oleh mineral

muskovit – paragonit – pirofilit. Zona ini memiliki pH pembentukan ini 2 – 3

(Corbett&Leach,1998) dengan suhu pembentukan 180° - 200°C (Tabel 6.4).

Tabel 6.4. Suhu pembentukan zona Argilik Lanjut berdasarkan Reyes, 1990

Mineral

Ubahan

50 100 150 200 250 300

Dickite

Kaolinit

Klorit

Montmorilonit

Diaspor

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 150

py Qz

chlo

Page 151: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

d. Zona Alterasi Filik

Nama lain zona alterasi ini adalah serisitisasi dan kelanjutan alterasi

argilik. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral kuarsa-serisit-pirit dan

umumnya terdapat sedikit klorit, illit dan rutil. Piropilit ada pada zona ini

sedangkan karbonat dan anhidrit sangat jarang. Pada bagian dalam, zona ini

didominasi oleh serisit. Terdapatnya mineral lempung pada zona ini sangat

penting. Efek serisitisasi pada feldspar dan umumya biotit menghasilkan rutil

yang jumlahnya sedikit. Hadirnya mineral sulfide berupa pirit yang tersebar

(disseminated) hingga keterdapatan pirit dalam suatu urat kuarsa menjadi bukti

mineralisasi yang berkembang pada zona alterasi ini.

Zona filik meliputi Sungai Paku dan sebagian Sungai Napalicin. Di zona

ini sering ditemukan pirit baik menyebar ataupun urat-urat baik di Sungai Paku

ataupun Sungai Napalicin. Di daerah ini juga ditemukan intrusi diorit kuarsa.

Pengamatan lapangan di lp BY 8.8 dijumpai zona ubahan ini berwarna abu-

abu hingga abu-abu kehijauan, teralterasi kuat, dan sebagian terdapat

disseminated mineral pirit, hadir bersama urat –urat kuarsa (Gambar 6.12)

Gambar 6.12. Singkapan Batuan Andesit yang telah teralterasi serisit, klorit

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 151

N 3460 E

Page 152: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Hasil pegamatan mikroskopis pada lokasi pengamatan ini didapatkan

mineral ubahan berupa serisit yang merupakan ubahan dari hampir sebagian

mineral feldspar.Mineral sekunder yang hadir berupa silika (kuarsa), hadir juga

mineral lempung berupa serisit, mineral bijih berupa pirit hadir secara

disseminated, serta hadirnya mineral opak dalam massa dasar gelas litologi ini

(Gambar 6.13).

Gambar 6.13. Analisa Petrografi pad alp WCL 6.55 menunjukkan kehadiran mineral ubahan dari mineral K-feldspar berupa serisit, juga hadir sebagai mineral sekunder. Terdapat mineral opak.

Dari data Terraspec daerah ini di dominasi oleh mineral klorit –

palygorskite - muskovit. Zona ini memiliki pH pembentukan ini 4 – 5

(Corbett&Leach,1998) dengan suhu pembentukan 220° - 270°C (Tabel 6.5).

Tabel 6.5. Suhu pembentukan zona Filik berdasarkan Reyes, 1990

Mineral

Ubahan

50 100 150 200 250 300

Muskovit

Klorit

Kuarsa

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 152

opk

Qz

chlo

plg

Page 153: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

6.5. Mineralisasi Bijih Daerah Penelitian

Mineralisasi bijih di daerah telitian terlihat dalam urat– urat kuarsa dan

disseminated dan spotted pada batuan. Pada pengamatan secara megaskopis dapat

diamati hadirnya mineral sulfida seperti pirit, kalkopirit, magnetit dan mineral

kuarsa sebagai mineral gangue.

a. Pirit (FeS2)

Mineral bijih ini ditemukan di semua jenis batuan pada daerah penelitian,

dijumpai berwarna kuning loyang dengan ukuran yang relatif halus,

memperlihatkan kenampakan spotted dan disseminated pada batuan, terkadang

juga hadir dalam urat kuarsa. Secara umum berbentuk euhedral – subhedral, tetapi

terkadang juga ditemukan berbentuk anhedral.

b. Kalkopirit (CuFeS2)

Secara megaskopis keberadaan kalkopirit teramati hadir berasosiasi

dengan pirit membentuk tekstur pengisian, spotted dan disseminated. Sebagian

besar mempunyai bentuk kristal subhedral – anhedral, ukuran relatif halus.

Kalkopirit sering hadir bersama alterasi argilik yang keberadaannya di sekitar

zona silisifikasi. Magnetit (Fe3O4) Magnetit umumnya hadir pada batuan diorit

baik sebagai mineral primer maupun mineral sekunder hasil oksidasi, bewarna

hitam, massif, dan memiliki sifat kemagnetan jika didekatkan dengan pensil

magnet.

Berdasarkan data sekunder (PT.Antam Unit Geomin, Projek Jambi,

Prospek Gunung Bujang) dengan hasil analisa mineralgrafi pada daerah Gunung

Bujang menunjukan bahwa pada conto sampel GB.R.65.R/0.58/<5/60118/766.FI

berupa Massive quartz, Au 0.58, Ag<5, Cu 60, Pb 118, Zn 7.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 153

Page 154: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

6.6. Pembentukan Alterasi Berdasarkan Corbett & Leach

Tabel 6.6.Karakteristik Zona Alterasi pada daerah penelitian

Mineral Penciri

Alterasi Litologi

Kesebandingan

(Corbett & Leach,

1998)

Suhu dan pH Pembentukan

(Corbett & Leach, 1998 ;

Reyes, 1990)

Muskovit, Kaolinit,

Klorit, Epidot, Siderit,

Kuarsa

Andesit dan Intrusi

Diorit Kuarsa Zona Propilitik

Temperatur 240°C –

270°C, pH 6 - 7

Serisit, Klorit,

Muskovit, Kuarsa

Andesit dan Intrusi

Diorit Zona Filik

Temperatur 220°C - 220 C,

pH 5 - 6

Palygorskit, kaolinit,

Klorit, Epidot, KuarsaAndesit Zona Argilik

Temperatur 170°C –

200°C, pH 4 - 5

Paragonit, Alunit,

Dikit, Kaolinit,Diaspor

Andesit dan Intrusi

Diorit Zona Argilik Lanjut

Temperatur 170°C –

200°C, pH 2 - 3

Gambar 6.14. Mekanisme Pembentukan Zona Altersi pada daerah Gunung Bujang

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 154

Page 155: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Dari Terry & Leach terlihat bahwa perubahan suhu dari panas ke dingin

mengalami perubahan pH semakin asam dari satu zona ke zona yang lainnya.

Pembentukan zona alterasi diawali oleh propilitik yang memiliki suhu 240°-

270°C (Reyes, 1990) dengan pH 6-7, dilanjutkan dengan filik bersuhu 220°-

270°C (Reyes, 1990) dengan pH 5-6, setelah itu suhu menurun terbentuk argilik

dengan suhu 170°-220°C (Reyes, 1990) dengan pH 4-5, dan diakhiri oleh argilik

lanjut bersuhu sama dengan zona sebelumnya 170°-220°C (Reyes, 1990) dengan

pH 2-3. Mekanisme pembentukan zona alterasi berdasarkan suhu dan tingkat

keasaman larutan hidrotermal mengalami perubahan seiring jarak penyebaran

larutan hidrotermal. Dalam hal ini pengontrol terhadap penyebaran larutan

hidrotermal yang berkaitan dengan pembentukan zona alterasi merupakan struktur

geologi yang kompleks dan intensif pada daerah penelitian.

6.7. Kesebandingan Data Lapangan Dengan Karakteristik

Endapan Epitermal

Tabel 6.7.Kesebandingan data lapangan dengan karakteristik endapan epitermal

Komponen

Pendekatan Daerah Penelitian

Sulfidasi Tinggi (Acid Sulphate

atau Kaolinit-Alunit

Sulfidasi rendah

(Adularia-Serisit)

Kontrol struktur

regional

Lingkungan

Vulkanik Kaldera, kubah silisifikasi

Kaldera dan lingkungan

vulkanik yang lain.

Kontrol struktur

lokal

Sesar lokal dan

regional

Dikontrol oleh sistem sesar

regional utama dan rekahan yang

dibentuk pada beberapa generasi

(episode) .

Sesar lokal/regional

atau rekahan.

Tekstur

mineralisasi

comb, vuggy, masif

kuarsa, stockwork Vuggy dan kuarsa masif

Crustiform, comb,

colloform, quartz,

banded, cherty,

chalcedonic, vuggy,

urat stockwork dan

breksi hidrotermal .

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 155

Page 156: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Host rock Andesit

Batuan volkanik subaerial asam –

intermediet, umumnya riodasit

(juga riolit, trakiandesit, yang

membentuk kubah dan aliran

debu) .

Batuan volkanik

subaerial asam-

intermediet, riolit

hingga andesit serta

berasosiasi dengan

intrusi dan batuan

sedimen.

Asosiasi

mineral ubahan

Diaspor, pirofilit,,

epidot, klorit,

siderit,

montmorilonit,

kaolinit, paragonit,

alunit, palygorskit,

muskovit, illit,

dickit, serisit

Pirofilit, alunit, diaspor, kaolinit,

kristobalit, serisit, silika. Tidak

ada adularia, sedikit klorit .

Serisit, adularia, klorit,

silika, illit, epidot.

Alunit dan pirofilit

supergen.

Ubahan batu

samping

propilitik, filik,

argilik, argilik

lanjut

Advanced argillic Bagian luar

(atas) merupakan zona argilik

menengah + seritisasi maupun

zona propilitik .

Serisit (filik) hingga

argilik menengah.

Bagian luar merupakan

zona propilitik .

Temperatur

pengendapan

bijih 100 – 3000C 100 – 3200C (data terbatas)

Bijih : 150 – 3000C,

gangue 1400C, pada

kasus tertentu terjadi

boiling .

Bardasarkan table 6.7, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik

endapan epitermal yang terbentuk pada daerah penelitian cenderung pada zona

HS (High Sulfidation), namun juga terdapat indikasi yang mengarah pada zona LS

(Low Sulfidation).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 156

Page 157: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

BAB VII

SEJARAH GEOLOGI

Berdasarkan data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data

sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta

pola struktur dan mekanisme pembentukannya serta ditambah dengan hasil

interpretasi dan penafsiran, pada akhirnya dapat dibuat suatu sintesis geologi

daerah penelitian yang menggambarkan sejarah geologi pada suatu kerangka

ruang dan waktu. Penentuan sejarah geologi daerah penelitian juga mengacu pada

sejarah geologi regional peneliti-peneliti terdahulu. Model sejarah geologi daerah

penelitian diperhitungkan sejak kala Oligosen dimana batuan tertua ditemukan di

daerah penelitian hingga kondisi saat ini.

Pada Oligosen-Miosen Awal, daerah penelitian merupakan lingkungan

darat. Pada kala ini diendapkan satuan breksi volkanik sebagai penyusun Formasi

Hulusimpang (Tomh) yang diendapkan dengan mekanisme volkanik. Hal ini

terlihat dari ditemukannya fragmen penyusun berupa andesit sebagai produk

aliran lava vulkanik. Pada lokasi tertentu terdapat fragmen hingga matriks tuf

sebagai penciri adanya aktifitas volkanik berupa letusan gunung api. Pada satuan

ini, gejala volkanisme berlangsung secara intensif. Hal ini ditunjukan oleh

kehadiran breksi dengan fragmen dominan batuan andesit, breksi dengan fragmen

kuarsa masif. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber material klastik yang

merupakan jalur magmatik yang diperkirakan berasal dari gunung api pada kala

itu. Dan keberadaan luasan satuan ini yang hanya setempat dengan karakteristik

penyebaran breksi pada umumnya menjadi alasan bahwa breksi berumur paling

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 157

Page 158: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

tua dibandingkan dengan satuan lainnya dalam sistem vulkanik yang sama. Dalam

satuan ini juga terdapat gejala alterasi yang diperkirakan berasal dari intrusi

daerah sekitar penelitian yang turut menyuplai fluida hidrotermal.

Pada Oligosen-Miosen Awal, diendapkan secara selaras satuan lava

andesit di atas satuan Breksi Vukanik Tua. Satuan ini juga termasuk dalam

Formasi Hulusimpang (Tomh) yang merupakan lava vulkanik. Hal ini

menunjukan adanya aktivitas vulkanisme pada daerah penelitian. Satuan Lava

Andesit Formasi Hulusimpang (Tomh) ini diendapkan dengan mekanisme aliran.

Pada Miosen Tengah, terjadi terobosan intrusi Diorit Kuarsa pada Formasi

Diorit Terkloritkan (Tmdi) yang memotong satuan batuan yang ada di atasnya.

Intrusi ini ditafsirkan dikontrol oleh fase tektonik tua sebelum fase tektonik yang

ditemukan pada daerah penelitian. Fase tektonik tua ini termasuk dalam fase

kompresi sumatera selatan yang terbentuk pada Miosen Tengah (Pulonggono,

1992). Sesuai dengan hukum potong-memotong (cross cutting), bahwa batuan

yang memotong berumur lebih muda daripada batuan yang dipotong. Hal ini

menjadi dasar dan terbukti berdasarkan data regional yang menunjukan bahwa

adanya jarak waktu geologi yang cukup jauh (tidak selaras) antara Formasi

Hulusimpang (Tomh) dengan Formasi Diorit Terkloritkan (Tmdi).

Secara interpretatif pembentukan Satuan Breksi Vulkanik Muda pada kala

Plio-Plistosen, namun tidak dapat ditafsirkan periode pembentukannya pada suatu

formasi batuan. Pembentukan satuan batuan ini termasuk dalam sistem tubuh

gunungapi bagian maar (kaldera) sebagai hasil erupsi gunungapi, yang kemudian

pecahan-pecahan batuan sampingnya membentuk breksi atau diaterm breccias.

Penulis menafsirkan bahwa pembentukan satuan ini tidak jauh sebelum terjadinya

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 158

Page 159: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

periode tektonik pada Plio-Pliosen. Hal ini dibuktikan berdasarkan mineralisasi

yang melimpah pada satuan ini dengan kontrol struktur geologi sebagai jalur

penyebaran mineralisasi tersebut.

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), fase kompresi pada Plio-

Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan

berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk

konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan

Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang

berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Proses tektonik ini yang

menyebabkan pola struktur tua kembali aktif (reaktivasi) sehingga menimbulkan

pola-pola struktur tua pada satuan yang lebih muda. Hal ini membuktikan bahwa

reaktivasi ini membentuk pola struktur pada daerah penelitian, yang kemudian

mengontrol hadirnya intrusi kedua berupa Diorit sebagai intrusi pembawa

mineralisasi dalam sistem epitermal. Hal ini dibuktikan dengan tidak

ditemukannya gejala alterasi pada satuan intrusi kedua ini. Dan kemunculan

intrusi kedua inilah yang ditafsirkan sebagai pengontrol penyebaran zona alterasi

pada seluruh satuan batuan daerah penelitian. Pada daerah penelitian terekam

tegasan-tegasan yang menunjukkan adanya gejala struktur. Pada dasarnya gaya

yang berlangsung pada daerah penelitian berarah N-S (utara-selatan) yang

merupakan arah tegasan yang menghasilkan bukaan (ekstensional) masuknya

mineralisasi dalam suatu urat kuarsa. Tetapi data lapangan memiliki variasi

tegasan yaitu NE-SW. Hal ini diakibatkan intensitas gaya yang berlangsung

sehingga menghasilkan reoriented stress. Pergeseran arah tegasan tersebut

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 159

Page 160: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

menjadi bukti ditemukannya pula keberadaan urat-urat kuarsa pada kekar-kekar

ekstensionalnya.

Pada dasarnya gaya N-S akan menghasilkan sesar –sesar normal yang

terekam di selatan daerah penelitian, dimana sesar normal ini merupakan sesar

tertua. Ketika gaya terus bekerja terjadi perubahan pergerakan struktur dimana

terjadi pergeseran dari sesar tertua tersebut menjadi sesar mendatar seperti yang

terekam pada lokasi penelitian. Deformasi yang terjadi pada daerah penelitian

berupa sesar mendatar. Kehadiran sesar geser merupakan sesar robekan (tear

fault) yang terbentuk karena adanya perbedaan akomodasi gaya sehingga

menyebabkan perbedaan kecepatan.

Keberadaan struktur geologi pada daerah penelitian kemudian menjadi

pengontrol jalur masuknya air meteorit (air permukaan). Proses erosi yang terjadi

kemudian membentuk daerah-daerah endapan dari material-material lepasan

membentuk endapan-endapan aluvial pada daerah penelitian. Keberadaan material

lepasan penyusun, ukuran, serta bentuk material lepasan menjadi bukti penentuan

jenis endapan ini adalah endapan aluvial.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 160

Page 161: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

BAB VIII

KESIMPULAN

1. Daerah telitian dapat dibagi menjadi empat satuan geomorfologi, yaitu:

Satuan Pegunungan Terjal struktural (S2),

Satuan Pegunungan Terjal Sedang struktural (S2),

Satuan Endapan Aluvial

2. Daerah telitian tersusun oleh beberapa satuan batuan berkaitan dengan

periode mineralisasi dari tua ke muda adalah : Pada Pre-mineralisasi antara

lain ; satuan Breksi Vulkanik Tua, satuan Lava Andesit, satuan Intrusi Diorit

Kuarsa, Pre-mineralisasi atau Syn-mineralisasi satuan Breksi Vulkanik Muda,

pembawa mineralisasi berupa Intrusi Diorite, dan pada Post-mineralisasi

yaitu, satuan Endapan Aluvial.

3. Berdasarkan analisa kelurusan SRTM dan data lapangan pada daerah telitian

terdapat struktur geologi kekar dan sesar. Dari kelurusan SRTM arah

dominan ialah NW-SE dengan arah tegasan utama yaitu utara-selatan (N-S).

4. Daerah penelitian memiliki 2 periode tektonik, yaitu Tegasan berarah NE-SW

pada Kala Miosen Tengah yang tereaktivasi oleh periode tektonik kedua

dengan arah gaya tegasan yaitu N-S (orde pertama) yang merupakan

reaktifasi dari tegasan purba pada pola sumatera (N-S). Dan NE-SW sebagai

orde kedua dari sesar utama (orde pertama). Periode tektonik tersebut

merupakan jalur penyebaran alterasi dan mineralisasi dengan indikasi urat /

veintlet kuarsa berarah utara-selatan (N-S).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 161

Page 162: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

5. Zona alterasi yang terdapat di daerah penelitian dapat dikelompokkan

menjadi lima zonasi ubahan, yaitu zona propilitic, zona Argillic, zona Argilik

Lanjut, dan zona Filik.

6. Lingkungan Alterasi dalam sistem epitermal pada daerah penelitian termasuk

dalam Lingkungan HS (High Sulfidation) namun terdapat indikasi

Lingkungan LS (Low Sulfidation).

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 162

Page 163: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

DAFTAR PUSTAKA

.

Adiwijaya, P. and De Coster, G.L., 1073. Pre-Tertiary Paleotopography and

Related Sedimentation in South Sumatra. Proceeding .Indo.Petrol.Assoc. 2rd

Ann. Conv. 77-110

Asikin, S., 1992.Diktat Struktur (tektonik) Indonesia.KelompokBidangKeahlian

(KBK) GeologiDinamis, JurusanTeknikGeologi ITB.

Anderson E.M., 1951, The Dynamics of faulting and Dyke Formation With

Application to Britania, Oliver and Boyn, London.

Badgley C.P., 1965, Structural and Tectonic Principles, Harper & Row

Publisher, New York

Barber, A.J., Crow, M.J. & Milsom, J.S. (eds) 2005, Sumatra: Geology,

Resources and Tectonic Evolution, Geological Society, London, Memoirs 31,

P. 98-119,147-233.

Bateman, A.M., 1981, Mineral Deposit 3rd edition. Jhon Wiley and Sons, New

York.

Corbett, G. J., dan Leach, T. M., 1998. Southwest Pacific Rim Gold-Copper

System: Structure, Alteration, and Mineralization. Society of Economic

Geologist, USA.

Corbett, G. J & Leach, T. M., 1996, Southwest Pasific Rim Gold / Copper System

: Structure, Alteration and Mineralization, A workshop presented for the

Society of Eksploration Geochemist, Townsville.

Darman, H., & Sidi, F.H., 2000, An Outline f The Geology of Indonesia, Ikatan

Ahli Geologi Indonesia.

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 163

Page 164: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Davis, G.H., dan Raynold, S.J., 1996, Structural Geology of Rock and Region, 2nd

edition. Jhon Wiley and Sons, Inc., New York.

De coster, G.L., 1974. The Geology of the Central and South Sumatra Basins.

Proceeding .Indo.Petrol.Assoc. 3rd Ann. Conv. 77-110

Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits,

W.H.Freeman and Company, New York, hal.55-209.

Hamilton, Warren, 1979, Tectonics of the Indonesian Regions, U.S.Goverment

Printing Office: Washington

Hedenquiest, J.W., Izawa,E., Arribas,A., White, N..C 1996, Epitermal Gold

Deposits: Styles, Characteristic, and Exploration, Resource Geology

Special publication Number 1, Society of Resources Geology, Tokyo

HeruSigitPurwanto.(2000),

PemineralanEmasdanKawalanStrukturPadaKawasanPenjom, Pahang Dan

LubokMandi Terengganu, Semenanjung Malaysia.DisertasiDoktor,

UniversitasKebangsaan Malaysia Hal 39-83, tidakdipublikasikan.

Howard, A.D., 1966, Drainage Analysis in Geology, A Summation,

AAPGBulletin, Vol. 51, p. 224-295.

Lindgren, W., 1933, “Mineral Deposit”, McGraw-Hill Book Company, Inc,

USA.

Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology: An Introduction to the study of Landscapes,

McGraw-Hill Book Company, Inc., Now York and London, h. 621-642.

Moody J.D., Hill M.J., 1956, Wrench fault tectonics, Bull. Geological Soc. Am.,

v.67, p. 1207-1426.

Park R.G., 1983, Foundations of Structural geology, Chapman & Hall, New York

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 164

Page 165: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

P.T ANTAM Tbk, 2006, Mengetahuikemungkinanadanyamineralisasiemasdan

mineral pengikutnya, dengan target peninjauanmendapatkanpotensi yang

menarik. Tidak dipublikasikan.

Pulunggono, dkk, 1992, Pre-Tertiary and Tertiary fault systems as a framework of

the South Sumatra Basin : a study of SAR-maps, Proceedings of the

Indonesian Petroleum Association 21st Annual Convention, p. 338-360.

Rickard, W.H., 1972, Physical modeling of structural, pp. RH-I -RH-9 In

FederalResearch Natural Areas in Oregon and Washington.

Simanjuntak. T.O, dkk, 1991. Peta Geologi Lembar Muarobungo, skala peta 1 :

250. 000.

Suta, dan Xiaoguang, 2005 dalam Satya, 2010, “Perkembangan struktur maupun

evolusi Cekungan Sumatera Selatan”. (online,

http://ptbudie.wordpress.com/2011/10/12/kerangka-tektonik-dan-

perkembangan-struktur-cekungan-sumatra-selatan/.html, diakses tanggal

29/01/2013)

Suwarna.N,dkk.1992.MemetakangeologikabupatenSarolangun,

padaPetaGeologiLembarSarolangun, skalapeta 1 : 250.000.

Suyatno, dkk, 2002, Buku Panduan Praktikum Petrografi. ITB. Bandung.

Tim Konservasi Sarolangun, 2006. INVENTARISASI BAHAN GALIAN PADA

BEKAS TAMBANG DAERAH SAROLANGUN,JAMBI. Departemen

ESDM PusatSumberDayaGeologi. Bandung.

Verstappen, H., 1956. Dasar Fisiografis Dari Transmigrasi di Sumatera

Selatan :The Physiographic basic of pioneer settlementin Southern Sumatera,

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 165

Page 166: Skripsi TA Kontrol Struktur Terhadap Mineralisasi

Kementerian Pertahanan, Djawatan Topografi Angkatan Darat Balai

Geografi, Jakarta.

White, N.C. & Hedenquest, J.W., 1995, Epithermal Gold Deposits

StyleCharacteristics and Exploration, A workshop presented for the

Society ofEconomic Geologist no. 23, pp. 1, 9- 13.

Williams, H., Turner, F.J and Gilbert, C.M., 1982, Petrography. An Introduction

to The Study of Rocks in Thin Section, University of California, Berkeley,

W.H. Freeman and Company, San Fransisco.

Zuidam, R.A. Van., 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and

Geomorphology Mapping. Smith Publisher The Hague, ITC

Zuidam, R.A Van and Zuidam Cancelado., 1979.Terrain Analysis and

Classification using Aerial Photographs A Geomorphological Approach ITC,

Text Book.

Sumber lain :

http://smiatmiundip.wordpress.com/2012/05/17/perkembangan-tektonik-

pulau-sumatra/.html.

http://ptbudie.wordpress.com/2011/10/12/kerangka-tektonik-dan-

perkembangan-struktur-cekungan-sumatra-selatan/.html.

http://jurnal-geologi.blogspot.com

TUGAS AKHIR (Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman)Willson Chani Simanjuntak (H1F008004) 166