BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

47
60 BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar Bab ini berisikan data penelitian, baik itu data hasil wawancara di lokasi penelitian dan juga data pustaka yang diteliti oleh penulis terkait dengan topik yang dikaji. Untuk tempat penelitian, bertempat di wilayah Maluku (Ambon). Metode penelitian yang digunakan untuk membahas isi dalam bab ini adalah metode penelitian kualitatif, sehingga dalam pembahasan pada bab ini, penulis berusaha untuk mendiskripsikan secara jelas pemahaman masyarakat Maluku tentang falsafah hidop orang basudara, nilai-nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara dan pemaknaan falsafah hidop orang basudara dalam kehidupan keagamaan dan sosial. B. Pemahaman Falsafah Hidop Orang Basudara Dalam dunia orang Maluku, ada sebuah falsafah hidup yang telah menjadi kosmologi 1 manusia Maluku. Disebut sebagai kosmologi manusia Maluku, karena falsafah hidup tersebut tidak hanya sekedar menjadi pandangan hidup yang berlaku dalam teritori atau clan-clan tertentu di Maluku, namun berlaku dalam pandangan dunia masyarakat Maluku yang 1 Kata kosmologi di sini merujuk pada pandangan dunia masyarakat Maluku.

Transcript of BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

Page 1: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

60

BAB IV

DUNIA ORANG MALUKU

A. Pengantar

Bab ini berisikan data penelitian, baik itu data hasil wawancara di

lokasi penelitian dan juga data pustaka yang diteliti oleh penulis terkait

dengan topik yang dikaji. Untuk tempat penelitian, bertempat di wilayah

Maluku (Ambon). Metode penelitian yang digunakan untuk membahas isi

dalam bab ini adalah metode penelitian kualitatif, sehingga dalam

pembahasan pada bab ini, penulis berusaha untuk mendiskripsikan secara

jelas pemahaman masyarakat Maluku tentang falsafah hidop orang

basudara, nilai-nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang

basudara dan pemaknaan falsafah hidop orang basudara dalam

kehidupan keagamaan dan sosial.

B. Pemahaman Falsafah Hidop Orang Basudara

Dalam dunia orang Maluku, ada sebuah falsafah hidup yang telah

menjadi kosmologi1 manusia Maluku. Disebut sebagai kosmologi manusia

Maluku, karena falsafah hidup tersebut tidak hanya sekedar menjadi

pandangan hidup yang berlaku dalam teritori atau clan-clan tertentu di

Maluku, namun berlaku dalam pandangan dunia masyarakat Maluku yang

1 Kata kosmologi di sini merujuk pada pandangan dunia masyarakat Maluku.

Page 2: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

61

tak terbatas pada teritori maupun clan-clan tertentu. Kosmologi hidup

tersebut dikenal dengan sebutan falsafah hidop orang basudara.2

Falsafah hidop orang basudara bukanlah sebuah pandangan hidup

dunia Maluku yang tiba-tiba ada dari kekosongan, melainkan lahir dari ide

abstrak yang tidak terlepas dari kesadaran manusia Maluku untuk dapat

hidup bersama dalam konteks Maluku yang begitu majemuk. Awal jejak-

jejak kesadaran tersebut dapat dijumpai dalam unit yang lebih kecil dalam

struktur masyarakat, yaitu keluarga.

Mengapa keluarga? Karena tak dapat dipungkiri bahwa sebagai sebuah

unit terkecil dalam struktur masyarakat, keluarga membentuk begitu

banyak perbedaan dalam anggota keluarga, bahkan membentuk sebuah

hierarkhi tanpa disadari. Taruhlah sebagai contoh, sebuah keluarga

memiliki tiga orang anak, itu berarti dalam keluarga tersebut ada yang

disebut anak sulung, anak tengah dan anak bungsu yang hidup dengan

perilaku mereka masing-masing.

Proses hidup bersama ketiga anak tersebut tentunya berbeda-beda

sesuai dengan perilaku mereka masing-masing. Bahkan terkadang, akibat

perbedaan perilaku tersebut, kerapkali terjadi gesekan hidup antara adik-

kakak dalam keluarga. Di samping itu, sebenarnya penyebutan anak

2 Hasil wawancara dengan pdt Jacky Manuputty di Amahusu, tanggal 26

Agustus 2017, pukul 12:54 WIT.

Page 3: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

62

sulung, anak tengah dan anak bungsu sendiri melahirkan suatu bentuk

hierarkhi pada ketiga anak tersebut, meskipun penyebutan tersebut

didasari pada waktu kelahiran mereka. Hierarkhi tersebut lebih jelas terasa

ketika anak pertama selalu diprioritaskan dalam segala hal, dan hal ini

tentu menimbulkan sebuah perbedaan kesenjangan yang mana jika

dibiarkan terus-menerus maka akan terjadi konflik di dalam keluarga.

Untuk mengatasi masalah tersebut (dalam konteks orang Maluku),

maka digagaslah sebuah ide orang basudara. Dengan adanya gagasan

orang basudara, maka meskipun di dalam keluarga terbentuk sebuah

perbedaan dan hierarkhi (diantara anak) yang kemudian membeda-

bedakan mereka, namun mereka dapat hidup bersama. Oleh sebab itu,

gagasan orang basudara menjadi sebuah bingkai dalam mencapai

keinginan manusia Maluku untuk dapat hidup bersama di dalam

perbedaan, baik dalam keluarga maupun lingkungan sosial dan agama. Hal

ini juga ditegaskan oleh Rony Tamaela bahwa, hidop orang basudara

menjadi sebuah bingkai untuk menata hidup bersama di Maluku.3

Di satu sisi, ide orang basudara yang digagas dengan kesadaran penuh

tersebut kemudian diwujudkan lewat pranata-pranata lokal seperti; Pela-

3 Hasil wawancara dengan pdt Rony Tamaela di Salatiga, tanggal 29 Oktober

2017, pukul 20.00 WIT.

Page 4: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

63

Gandong,4 Kalwedo,

5 Duan-Lolat,

6 dan Ain Ni Ain

7 sebagai wujud nyata

dari ide abstrak manusia Maluku yang ingin hidup bersama dalam konteks

dunianya yang begitu majemuk.

4 Bagi Jozef Hehanussa gandong (berasal dari kata kandung atau kandungan)

dan pela pada dasarnya berbeda. Namun pada kemudian hari, kedua pemaknaan ini

sering disamakan. Di satu sisi, pela merupakan sebuah relasi antar manusia di Maluku,

khususnya Maluku Tengah yang bersifat komunal. Bahkan menurut bahasa asli negeri-

negeri di Maluku Tengah, pela memang bisa diartikan sebagai sahabat (sahabat yang

dipercaya) atau saudara karena mereka yang berada di dalam ikatan pela menganggap

satu dengan yang lain, tanpa memandang usia dan kedudukan, sebagai sahabat, bahkan

lebih dari sekedar sahabat yaitu sebagai saudara. Dengan demikian, pela selalu dipahami

sebagai sebuah nama dari ikatan atau hubungan yang dibangun antara dua (atau lebih)

negeri. Jozef Hehanussa, Pela dan Gandong: Sebuah Model Untuk Kehidupan Bersama

Dalam Konteks Pluralisme Agama di Maluku, Gema Teologi, Jurnal Teologi Kontekstual

Vol 33 No 1 UKDW (2009), 4-5.

Lebih jauh Bartels dalam bukunya membagi pela menjadi 3 bagian: (1) Pela

keras yaitu aliansi yang terbentuk akibat perang atas keadaan di mana suatu kampung

dengan sukarela datang memberi pertolongan pada kampung yang lain pada saat yang

kritis, misalnya dilanda bencana alam. Pakta ini juga yang biasa dikenal dengan nama

pela tuni (persekutuan asli atau otentik) terbagi atas pela batu karang dan pela tumpah

darah. Pela batu karang umumnya diangkat selama perang dan kadang-kadang disebut

sebagai “pela perang”. Pela tumpah darah diangkat setelah darah tertumpa atas

pertengkaran antar kampung. (2) Pela gandong atau pela dari rahim yaitu hubungan

yang didasarkan pada hubungan geneologis di antara klan-klan atau kampung-kampung

sekutu. Dengan mengangkat sumpaah ikatan itu diformalkan untuk seluruh kampung dan

sejak saat itu mereka dianggap sebagai satu pela penuh. (3) Pela tempat sirih yaitu suatu

hubungan yang tidak diikat lewat pengangkatan sumpah tetapi melalui ritual tukar

menukar tempat sirih dan makan sirih. Dieter Bartels, di Bawah Naungan Gunung

Nunusaku, Jilid I (Kebudayaan), (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2017), 182-

183.

Namun ada satu ikatan pela yang belum disebutkan oleh Bartels, yaitu pela

kaweng (nikah). Pela kaweng merupakan salah satu bentuk pela yang terdapat di wilayah

Maluku Tengah, dan hanya tiga negeri (kampung) saja yang mempraktekkan pela ini,

yaitu Noloth, Haruku, dan Sameth. Memang pada dasarnya pela melarang negeri

(kampung) yang berpela untuk saling menikah, karena negeri (kampung) tersebut

merupakan saudara. Namun pela kaweng (nikah) merupakan salah satu bentuk pela yang

menginjinkan bahkan mengharuskan negeri (kampung) yang mempunyai ikatan pela ini

menikah. Sejarah terbentuknya pela ini, ketika akan diadakan pernikahan antara Markus

Risaluang Huliselan dari negeri (kampung) Noloth dengan Ayu Horepati Ferdinandus

dari negeri (kampung) Haruku, tiba-tiba Ayu Horepati Ferdinandus meninggal. Kendati demikian acara nikah tetap digelar dan dilakukan pemberkatan oleh pendeta yang

merupakan utusan zending Belanda. Setelah acara nikah selesai, diangkat sumpah untuk

menjalin ikatan pela kaweng (nikah) antara Noloth, Haruku dan Sameth. Hasil

wawancara dengan pdt Jan Z Matatula di Kairatu, tanggal 26 Agustus 2017.

Page 5: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

64

Untuk membuktikan bahwa gagasan orang basudara benar-benar

menjadi sebuah ide yang diwujudkan dalam pranata-pranata lokal tersebut,

Jamez Pakniany menegaskan bahwa, Kalwedo sebagai pranata lokal

5 Aholiab Watloly, menegaskan bahwa kata Kalwedo pada dasarnya tidak

memiliki akar kata dalam Bahasa asli di Maluku Barat Daya (MBD) tetapi sebuah kata

sifat murni yang berarti SELAMAT, DAMAI, dan hidup BAE-BAE (baik-baik) dalam

segala hal. Jadi watak kebudayaan MBD adalah Kalwedo, yaitu budaya tanpa kekerasan

(un violence), budaya keramahan, kelemahlembutan hidup, budaya saling menjaga dan

menghidupkan, (sintesis bipolar), budaya hidup (honoly atau hioly) sebagai saudara

(inanara-amasiali). Aholiab Watloly, Menggali Nilai Filsafat Kalwedo, Bulletin Kanjoli

Vol.6 No. 5 (2012), 10-12. 6 Max Syauta dalam tulisannya tentang Duan-Lolat dalam perspektif sosial, etik,

dan teologi menulis bahwa, Duan-Lolat merupakan sebuah sistem kekerabatan di wilayah

Maluku Tenggara Barat (MTB). Duan-Lolat sendiri terdiri dari dua entitas, yaitu Duan

(tuan) dan Lolat (hamba). Di satu sisi, dalam perkawinan Duan menjadi pemberi

perempuan dan Lolat menjadi peneriman perempuan. Dalam prakteknya Duan-Lolat

sangat menekankan aspek saling melengkapi dan membutuhkan antara Duan

(tuan/pemberi perempuan) dan Lolat (hamba/penerima perempuan). Oleh sebab itu,

dengan sikap saling melengkapi dan membutuhkan tersebut, Duan-Lolat telah menjadi

perekat kehidupan bagi masyarakat MTB dengan perbedaanya. Max Chr. Syauta, Duan-

Lolat dalam perspektif sosial, etik, dan teologi dalam buku Delapan Dekade GPM,

(Salatiga: Satya Wacana University Press dan Gereja Protestan Maluku (GPM), 2015),

188-201. 7 Elly Esra Kudubun, menulis bahwa nilai budaya Ain Ni Ain yang dimiliki

orang Kei (Maluku Tenggara) setara maknanya dengan “persatuan” yang menjadi ruh sila

ketiga Pancasila, sekaligus menjadi fabric of society kepulauan Kei. Ain dalam Bahasa

Kei berarti “satu”, namun bukan dalam pengertian satu yang tunggal melainkan satu yang

jamak. Hal ini dikarenakan dalam Bahasa Kei, satu (tunggal) adalah “sa”. Sedangkan Ni

berarti “punya atau memiliki”. Dengan demikian Ain Ni Ain secara harafiah berarti “satu

memiliki satu”. Seseorang atau sekelompok orang menempatkan/memandang orang lain

(liyan) sebagai saudaranya. Atau dengan makna lain, Ain yang sudah ada (yang asli)

menempatkan menerima dan menempatkan Ain (yang datang) sebagai saudaranya,

bahkan sebagai saudara kandung. Elly Esra Kudubun, AIN NI AIN: Kajian Sosio-Kultural

Masyarakat Kei Tentang Konsep Hidup Bersama Dalam Perbedaan, Cakrawala Vol 5

No 2 (2016), 169.

Lebih jauh, Yuditha Gianti Tildjuir menulis bahwa, ain ni ain merupakan salah

satu ungkapan tradisional masyarakat Kei yang secara turun temurun diwarisi oleh

leluhur kepada generasi penerus. Ain ni ain inilah yang membentuk karakter masyarakat

Kei sejak dulu sebab ungkapan ini mengandung nilai-nilai luhur yang positif. Ungkapan

tradisional ain ni ain turut membangun kehidupan masyarakat yang toleran, saling

mengasihi, saling menghormati, kesatuan dan persatuan, persaudaraan, dan perdamaian.

Ungkapan ini dimaknai sebagai bentuk persaudaraan yang dalam pengertiannya merujuk

pada adanya solidaritas masyarakat Kei terhadap sesamanya baik dalam keadaan senang

dan terutama dalam keadaan susah. Yuditha Gianti Tildjuir, Ain Ni Ain Sebagai

Pendekatan Konseling Perdamaian, Tesis Program Studi Sosiologi Agama UKSW

(2017), 2.

Page 6: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

65

masyarakat Maluku Barat Daya (MBD) memiliki nilai-nilai kebersamaan

yang mampu untuk menyatukan masyarakat ditengah perbedaan. Nilai-

nilai kebersamaan tersebut merujuk pada cara hidop orang basudara.8 Di

samping itu, bagi Tari, Duan-Lolat sebagai pranata lokal Maluku

Tenggara Barat (MTB) juga memiliki gagasan orang basudara, karena

Duan-Lolat pada dasarnya mengandung esensi dasar dari cara hidop orang

basudara yaitu saling memberi dan saling menerima.9

Di satu sisi, Tjak Sapulette menegaskan bahwa Pela-gandong sebagai

pranata lokal masyarakat Maluku Tengah, juga mengandung gagasan

orang basudara. Hal ini dapat dijumpai dalam nilai-nilai yang terkandung

di dalam Pela-gandong yang merujuk pada kesetaraan sebagai dasar dari

hidop orang basudara.10

Bahkan bagi Haurissa April, gagasan orang

basudara juga terdapat di dalam Ain Ni Ain sebagai pranata lokal

masyarakat Maluku Tenggara. Gagasan tersebut dapat dijumpai dalam

nilai-nilai dan juga praktek hidop orang basudara dalam bingkai Ain Ni

Ain.11

8 Hasil wawancara dengan Jamez Pakniany via telfon di Salatiga, tanggal 30

Oktober 2017, pukul 14.00 WIT. 9 Hasil wawancara dengan Tari via telfon di Salatiga, tanggal 30 Oktober 2017,

pukul 15.00 WIT. 10

Hasil wawancara dengan pdt Tjak Sapulette via telfon di Salatiga, tanggal 31

Oktober 2017, pukul 17.00 WIT. 11

Hasil wawancara dengan April Haurissa di Salatiga, tanggal 27 Oktober 2017,

pukul 15.00 WIT.

Page 7: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

66

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa

gagasan orang basudara sebagai sebuah ide abstrak yang digagas secara

sadar untuk dapat hidup bersama dalam konteks Maluku yang begitu

kompleks, benar-benar diwujudnyatakan dalam pranata-pranata lokal pada

masing-masing daerah di Maluku, dan wujud nyata tersebut kemudian

menjelma menjadi sebuah habitat atau karakter manusia Maluku yang

dikenal dengan falsafah hidop orang basudara. Hal ini juga ditegaskan

oleh Aholiab Watloly dan kawan-kawan bahwa falsafah hidop orang

basudara adalah sebuah tabiat, karakter atau habitus asli orang Maluku

yang telah menjadi sebuah tenaga budaya dalam kesadaran kolektif yang

terus diturunkan dari generasi ke generasi sebagai identitas orang

Maluku.12

Dari pernyataan di atas, ada dua hal menarik yang ditemukan;

pertama, jika bertolak dari pemikiran Durkheim tentang kesadaran

kolektif,13

maka falsafah hidop orang basudara adalah sebuah fakta sosial

nonmaterial14

yang berfungsi sebagai sebuah pegangan atau prinsip hidup

yang dapat merangkul dan mempersatukan manusia Maluku yang begitu

kompleks, baik agama, suku, budaya dan status sosial. Hal tersebut

12

Aholiab Watloly dkk, Perdamaian Berbasis Adat Orang Basudara,

(Yogyakarta: Kanisius, 2017), 7. 13

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi “Dari Teori

Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”,

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2014), 19. 14

Fakta sosial nonmaterial menurut Durkheim yaitu, budaya dan institusi sosial

yang melahirkan nilai-nilai moral.

Page 8: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

67

ditegaskan oleh Aholiab Watloly bahwa falsafah hidop orang basudara

menjadi semacam rukun atau pilar dan prinsip essensial manusia Maluku,

untuk membangun kerukunan internal agama maupun antar komunitas

yang berbeda agama, pulau dan bahasa. Oleh sebab itu, falsafah hidop

orang basudara berfungsi untuk merangkul dan menyinergikan aneka

kehidupan yang otonom dalam sebuah sistim pengertian dalam rahim

Kemalukuan.15

Kedua, falsafah hidop orang basudara menjadi sebuah identitas

manusia Maluku yang tidak terlepas dari habitus hidup manusia Maluku,

sehingga manusia Maluku pada dasarnya mempunyai identitas sebagai

orang basudara. Penegasan identitas manusia Maluku sebagai orang

basudara juga ditegaskan oleh Rudi Fofit bahwa, cara hidup orang

basudara pada dasarnya memang ada di setiap wilayah di dunia (cara

hidup yang universal). Meskipun demikian, secara tradisi, sudah lama

orang Maluku hidup dengan cara hidup orang basudara yang terbingkai

dalam falsafah hidop orang basudara, dan itu berarti orang Maluku

mempunyai identitas sebagai orang basudara.16

15

Abidin Wakano, “Maluku dan Keindahan Sejarahnya, Harmoni Kehidupan

Masyarakat Maluku Yang Berbasis Kearifan Lokal” dalam Menggali Sejarah dan

Kearifan Lokal Maluku, (Jakarta: Cahaya pineleng, 2012), 115. 16

Hasil wawancara dengan Rudi Fofid via telfon di Salatiga, tanggal 26 Oktober

2017, pukul 13.00 WIT.

Page 9: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

68

Sebagai penyandang identitas orang basudara, manusia Maluku

kemudian mewujudkan identitas tersebut dalam cara hidop orang

basudara. Cara hidop orang basudara digambarkan oleh Abidin Wakano

sebagai cara hidup yang sangat menghargai perbedaan, baik itu suku,

agama maupun golongan, bahkan cara hidup persaudaraan ini bersifat

proeksistensi, karena sama-sama merasa memiliki dan punya tanggung

jawab terhadap yang lain.17

Berdasarkan pernyataan Abidin Wakano, cara

hidop orang basudara yang merupakan perwujudan dari identitas manusia

Maluku sebagai orang basudara, telah menjadi sebuah budaya manusia

Maluku yang sangat menjunjung nilai-nilai kesetaraan, bahkan agama,

suku, serta golongan, tidak dilihat sebagai suatu penghalang untuk dapat

merealisasikan nilai-nilai kesetaraan di Maluku. Hal ini juga ditegaskan

oleh Jacky Manuputty bahwa, falsafah hidop orang basudara

mencerminkan nilai-nilai kesetaraan, bahkan di dalam proses relasi yang

dibangun pun merujuk pada suatu pola relasi yang setara.18

Nilai kesetaraan tersebut juga ditegaskan oleh Aholiab Watloly

bahwa, falsafah hidop orang basudara adalah sebuah ideologi kultural

yang lahir dari tuntutan adanya keinginan yang besar untuk hidup bersama

dalam tatanan kehidupan yang damai dan rukun antar sesama manusia di

17

Abidin Wakano, “Maluku dan Keindahan Sejarahnya, Harmoni Kehidupan

Masyarakat Maluku Yang Berbasis Kearifan Lokal” dalam Menggali Sejarah dan

Kearifan Lokal Maluku, (Jakarta: Cahaya pineleng, 2012), 6. 18

Hasil wawancara dengan pdt Jacky Manuputty di Amahusu, tanggal 26

Agustus 2017, pukul 12:54 WIT.

Page 10: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

69

Maluku. Tuntutan hidup tersebut kemudian diwujudkan dengan sikap

hidup yang saling menghormati, saling menghargai dan saling mengakui

perbedaan-perbedaan manusia Maluku sebagai ade-kaka (adik-kakak),

bahkan sikap hidup ini telah menjadi sebuah ritus (perilaku sakral yang

dirayakan setiap hari) yang bersifat mengikat.19

Bertolak dari pernyataan di atas, penulis mendapati empat hal

menarik; pertama, untuk menjawab kebutuhan masyarakat Maluku yang

begitu kompleks demi tercapainya suatu tatanan hidup yang setara, maka

kebutuhan tersebut diwujudkan dalam sikap-sikap hidup positif seperti;

saling menghargai, saling menghormati, serta saling mengakui perbedaan-

perbedaan manusia Maluku, baik itu agama, suku, budaya dan juga status

sosial. Oleh sebab itu, sikap-sikap hidup tersebut wajib dilakukan oleh

manusia Maluku demi terciptanya suatu tatanan hidup yang setara.

Kedua, sebagai masyarakat yang begitu kompleks dari struktur

sosial, agama, dan juga budaya, dalam proses berelasi dan berinteraksi

antar sesama manusia di Maluku, selalu saja ada gesekan-gesekan yang

dipengaruhi oleh kekompleksan dari struktur masyarakat Maluku. Karena

itu, untuk mengatasi gesekan-gesekan yang terjadi akibat kekompleksan

tersebut, manusia Maluku kemudian mulai mengkonsepkan dan

19

Theovania Matatula “Hidop Orang Basudara “Suatu Kajian Teologi Agama-

Agama di Wayame”, (Skripsi Teologi UKIM, 2015), 26.

Page 11: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

70

menyepakati nilai20

dan norma21

yang terkristalisasi di dalam falsafah

hidop orang basudara sebagai pengendali manusia Maluku di dalam

proses berelasi dan berinteraksi di dalam lingkungan agama maupun

sosial.

Di satu sisi, apa yang dilakukan oleh manusia Maluku untuk

mengatasi realitas struktur masyarakat yang begitu kompleks, juga

diusulkan oleh Peter M Blau yang adalah seorang sosiolog. Bagi Blau,

nilai dan norma yang disepakati bersama menjadi media kehidupan sosial

dan mata rantai yang menghubungkan transaksi sosial. Keduanya

membuat pertukaran sosial menjadi mungkin, dan mengatur proses

integrasi sosial serta diferensiasi dalam struktur sosial kompleks maupun

perkembangan organisasi sosial reorganisasi yang ada di dalamnya.22

Lebih jauh untuk mempertegas nilai dan norma yang telah

disepakati oleh masyarakat Maluku sebagai pengendali dalam proses

berelasi dan interaksi yang terkristalisasi di dalam falsafah hidop orang

basudara, Nus Sahertian menggambarkan nilai yang merupakan gagasan

ideal tersebut dengan sikap hidup yang terbentuk dalam cara hidup orang

20

Sebuah gagasan ideal yang dikonsepkan oleh masyarakat dan diwujudkan

dalam tindakan konkrit. 21

Aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang berlaku di dalam masyarakat, dan

apabila melanggarnya mendapat sanksi atau hukuman. 22

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi “Dari Teori

Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”,

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2014), 461.

Page 12: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

71

basudara, yaitu: hidup yang saling membantu, saling menyayangi, saling

menghargai dan saling mengasihi.23

Di samping itu, norma dalam falsafah

hidop orang basudara digambarkan oleh Dieter Bartels lewat pranata

lokal pela-gandong sebagai wujud nyata dari falsafah hidop orang

basudara. Bagi Bartels, karena pela-gandong diyakini sebagai

persaudaraan yang kekal, bahkan ikatan pela-gandong dibentuk melalui

sumpah yang sangat kuat dengan disokong oleh kutukan bagi yang

melanggar sumpah tersebut, maka pela-gandong memiliki norma

(aturan/kaidah) hidup yang harus diikuti, salah satunya larangan untuk

menikah antar kampung yang mengangkat sumpah pela-gandong, dan jika

aturan/kaidah hidup ini dilanggar maka pelanggar tersebut mendapat

hukuman yang terdiri dari sakit, kesialan, bahkan kemandulan.24

Oleh sebab itu, falsafah hidop orang basudara bukanlah sebuah

kerangka filosofi hidup manusia Maluku yang kosong dan tidak bernilai,

melainkan merupakan sebuah kerangka filosofi hidup manusia Maluku

yang sangat bernilai serta berisikan nilai dan norma-norma hidup yang

dibentuk dan disepakati bersama oleh Manusia Maluku untuk menjadi

sebuah dasar hidup dalam realitas manusia Maluku yang begitu kompleks.

Dengan begitu, manusia Maluku mengakui realitas Kemalukuannya

23

Hasil wawancara dengan bapak Nus Sahertian di Wayame, tanggal 20

Agustus 2017, pukul 10:50 WIT. 24

Dieter Bartels, di Bawah Naungan Gunung Nunusaku, Jilid I(Kebudayaan),

(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2017), 178.

Page 13: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

72

sebagai manusia Maluku yang begitu kompleks dan menunjukan

keinginan Kemalukuannya untuk hidup bersama dalam kekompleksan

tersebut.

Ketiga, dengan adanya pernyataan dari Aholiab Watloly yang

mengatakan bahwa, sikap hidup yang terkristalisasi di dalam falsafah

hidop orang basudara telah menjadi sebuah ritus yang bersifat sakral dan

dirayakan setiap hari, menunjukan bahwa wilayah sakral bagi manusia

Maluku tidak hanya terbatas pada hubungan manusia dengan Tuhan

semata melainkan lebih dari itu. Bahkan jika bertolak dari tesis Emile

Durkheim yang mengatakan bahwa masyarakatlah yang kemudian

mengkonsepkan yang sakral dan yang profan dalam agama,25

maka

semestinya masyarakat Maluku hanya mengkonsepkan hal sakral di dalam

habitus agama yang di dalamnya manusia berhubungan dengan Tuhan

saja. Namun kenyataannya tidak seperti itu.

Konsep sakral bagi manusia Maluku tidak hanya terbatas di dalam

habitus agama di mana manusia dapat berjumpa dan berhubungan dengan

Tuhan. Namun, lebih jauh manusia Maluku juga mengkonsepkan yang

sakral di dalam habitus sosial lewat sikap hidup yang telah menjadi ritus-

ritus kesakralan berlandaskan nilai serta norma-norma di dalam falsafah

25

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi “Dari Teori

Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”,

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2014), 19.

Page 14: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

73

hidop orang basudara. Oleh sebab itu, wilayah sakral bagi manusia

Maluku tidak hanya sebatas hubungan manusia dengan Tuhan yang

dipagari dengan dogma-dogma agama, melainkan hubungan manusia

dengan manusia di dalam lingkungan sosial juga merupakan sesuatu yang

sakral.

Keempat, ritus sakral di dalam falsafah hidop orang basudara,

dipraktekan dalam sikap hidup seperti saling menyayangi, saling

menolong, saling menghargai dan menerima, terbingkai di dalam pranata-

pranata lokal adat masyarakat seperti; akta perjanjian Pela-Gandong,

Kalwedo, Duan-Lolat dan Ain Ni Ain yang mengikat kelompok-kelompok

berbeda menjadi satu. Akan tetapi, pengikatan tersebut tidak membuat

sehingga kekhasan (kepercayaan, budaya, suku, dan status sosial) yang

dimiliki oleh masing-masing kelompok tersebut menjadi hilang, namun

kelompok-kelompok yang berbeda tersebut dapat menyatu dalam sebuah

ikatan tanpa harus melepaskan kekhasan masing-masing kelompok. Hal

ini juga didukung oleh Aholiab Watloly dengan menegaskan bahwa,

bentuk dan ragam kearifan lokal berbeda-beda dalam aneka permainan

Bahasa dan cara pengungkapan pada setiap kelompok adat, namun

memiliki ide-ide dan amanat-amanat keluruhan yang sama, seperti

Gandong hati tuang, ain ni ain (kita adalah satu dari satu), ita rua kay-way

(kita dua beradik kakak). Berbagai ungkapan kearifan tersebut mengaskan

Page 15: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

74

bahwa hidop orang basudara adalah pusaka kemanusiaan orang Maluku,

yang diabadikan dalam tradisi adatnya.26

Di samping itu, bagi ketua sinode Gereja Protestan Maluku,

falsafah hidop orang basudara merupakan suatu kebenaran Ilahi yang

ditemukan oleh generasi masa lampau Maluku, yang mana di dalam

kebenaran Ilahi tersebut terdapat imogodei (gambar ALLAH). Oleh

karena itu falsafah hidop orang basudara adalah penegasan imagodei

masyarakat Maluku, bahwa karena semua masyarakat Maluku adalah

gambar ALLAH, maka masyarakat Maluku adalah manusia yang setara

dan bersaudara satu dengan yang lainnya.27

Apa yang disampaikan oleh ketua sinode GPM tentang imogodei

sebagai penegasan falsafah hidop orang basudara dari kacamata

kekristenan, semakin mempertegas mengenai wilayah sakral bagi manusia

Maluku. Oleh sebab itu, karena manusia Maluku pada utuhnya adalah

imogodei itu sendiri, maka setiap relasi yang terbentuk dalam ruang-ruang

sosial manusia Maluku bersifat sakral dan mampu untuk mengakomodir

realitas manusia Maluku yang begitu kompleks.

26

Abidin Wakano, “Maluku dan keindahan sejarahnya, harmoni kehidupan

masyarakat Maluku yang berbasis kearifan lokal” dalam Menggali Sejarah dan Kearifan

Lokal Maluku, (Jakarta: Cahaya pineleng, 2012), 112-113. 27

Hasil wawancara dengan ketua sinode Gereja Protestan Maluku, pdt Ates

Werinusa di Ambon, tanggal 21 Agustus tahun 2017, pukul 16:00 WIT.

Page 16: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

75

Karena itu bagi Jacky Manuputty, falsafah hidop orang basudara

membentuk sebuah pola relasi seimbang bukan paradoks dalam proses

berelasi di lingkungan agama maupun sosial. Dengan relasi seimbang

tersebut, manusia Maluku secara sadar dapat mengakui kelebihan dan

kelemahannya serta harus saling menerima kelemahan dan kekurangannya

masing-masing di dalam kosmologi manusia Maluku sebagai orang

basudara.28

Lebih jauh, Jacky Manuputty menganalogikan relasi seimbang

tersebut seperti dua utas tali berbeda yang diikat menjadi satu. Tali yang

berbeda merujuk pada sebuah realitas manusia Maluku yang begitu

kompleks, baik budayanya, kepercayaannya, status sosialnya dan juga

sukunya, yang merupakan kekhasan dari manusia Maluku itu sendiri.

Proses mengikat merujuk pada suatu keinginan tali yang berbeda yang

adalah realitas manusia Maluku yang begitu kompleks untuk menjalin

hubungan menjadi saudara seperti kosmologi Manusia Maluku sebagai

manusia bersaudara. Gumpalan dari proses ikatan itu sendiri menunjukan

bahwa meskipun realitas manusia Maluku yang begitu kompleks telah

menjalin relasi, namun relasi tersebut tidak menggeneralisasikan kekhasan

dari realitas manusia Maluku tertentu sebagai sebuah kekhasan yang harus

diikuti oleh semua orang Maluku. Akan tetapi kekhasan dari realitas

28

Hasil wawancara dengan pdt Jacky Manuputty di Amahusu, tanggal 26

Agustus 2017, pukul 12:54 WIT.

Page 17: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

76

masing-masing manusia Maluku menjadi kekhasan yang tak terlepas dari

dirinya sendiri dan tidak boleh menjadi kekhasan yang harus diikuti oleh

manusia Maluku lain di dalam relasi yang dibangun.29

Dengan demikian,

pola relasi biner tersebut mampu untuk mengakomodir realitas manusia

Maluku yang begitu kompleks, sehingga manusia Maluku menjadi

manusia yang setara tanpa harus melepaskan yang khas dari manusia

Maluku yang begitu kompleks, baik kepercayaannya, budayanya, status

sosialnya dan juga sukunya.

Bertolak dari pemahaman falsafah hidop orang basudara di atas,

maka secara sederhana dapat dikatakan bawa falsafah hidop orang

basudara adalah suatu kosmologi hidup yang bersifat sakral, dan telah

menjadi paradigma hidup yang terkonsep di dalam kesadaran kolektif

manusia Maluku dari generasi ke generasi. Kosmologi hidup tersebut

beirisikan aturan-aturan hidup yang terpatri di dalam nilai-nilai dan

norma-norma hidup yang dilandasi oleh motif dasar etika yaitu cinta

kasih, etika bersama, rasa senasib dan sepenanggunan yang bertujuan

untuk meruntuhkan tembok-tembok kekompleksan demi menyetarakan

manusia Maluku, serta membawa nilai-nilai inspirasi yang kreatif yang

dapat membangun manusia Maluku menuju ke arah yang lebih baik yang

dipraktekan lewat tindakan saling membantu, saling menghargai dan

29

Hasil wawancara dengan pdt Jacky Manuputty di Amahusu, tanggal 26

Agustus 2017, pukul 12:54 WIT.

Page 18: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

77

saling menerima yang terbentuk di dalam pranata-pranata lokal seperti;

akta perjanjian Pela-Gandong, Kalwedo, Duan-Lolat dan Ain Ni Ain.

Di samping pemahaman falsafah hidop orang basudara yang

disederhanakan oleh penulis di atas, ada tiga hal menarik juga yang dapat

disimpulkan dari uraian di atas tentang falsafah hidop orang basudara:

1. Falsafah hidop orang basudara adalah kesadaran koletif manusia

Maluku.

Di sebut sebagai kesadaran kolektif, karena falsafah hidop orang

basudara merupakan sebuah cetakan budaya yang terus diturunkan dari

generasi ke generasi sebagai suatu kosmologi manusia Maluku, yang

selalu mengingatkan manusia Maluku untuk selalu melangkah pada suatu

tatanan hidup yang setara, karena pada dasarnya manusia Maluku adalah

orang basudara. Hal ini ditegaskan oleh sekum GPM dengan mengatakan

bahwa, falsafah hidop orang basudara sudah ada di dalam struktur

memori setiap manusia Maluku, tinggal bagaimana manusia Maluku

kembali mengingatkan atau memanaskan struktur memori yang sudah ada

tersebut serta menanggapinya.30

30

Hasil wawancara dengan Sekum GPM, pdt Elifas Tomix Maspaitela di Kantor

sinode GPM, tanggal 22 Agustus 2017, pukul 13.30 WIT.

Page 19: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

78

2. Falsafah hidop orang basudara merupakan sesuatu yang sakral.

Falasafah hidop orang basudara bersifat sakral karena pandangan

imagodei dari kacamata Kristen yang ada di dalam falsafah hidop orang

basudara yang melihat semua manusia Maluku pada utuhnya adalah

gambar ALLAH yang hidup itu sendiri. Oleh sebab itu, hubungan-

hubungan yang dibangun maupun relasi-relasi yang dijalin di wilayah

sosial antar sesama manusia Maluku yang tercermin di dalam sikap hidup

merupakan suatu hal yang suci atau sakral.

Lebih jauh di dalam buku perdamaian berbasis adat orang

basudara, Aholiab Watloly dan kawan-kawan melihat sikap hidup yang

terbentuk di dalam falsafah hidop orang basudara merupakan tabiat atau

karakter suci yang selalu dijunjung dan dimuliakan untuk memuliakan

hidup secara bersama. Bahkan bagi mereka pola pikir dan lakon hidop

orang basudara mencirikan sebuah kesakralan dan kesalehan hidup yang

sangat fundamental, yang begitu dihargai dalam adat (aturan hidup) orang

basudara.31

Dengan demikian, sikap hidup di dalam falsafah hidup orang

basudara yang sakral itu mampu untuk menyetarakan semua manusia

Maluku.

31

Aholiab Watloly dkk, Perdamaian Berbasis Adat Orang Basudara,

(Yogyakarta: Kanisius, 2017), 111.

Page 20: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

79

3. Dalam falsafah hidop orang basudara, terdapat pola relasi seimbang

yang dapat menyetarakan manusia Maluku.

Pada umumnya dalam satu wilayah yang terdiri dari realitas

manusia yang begitu kompleks, baik itu kepercayaannya, sukunya,

budayanya dan juga status sosialnya, tentu sangat sulit untuk dapat

menciptakan suatu relasi yang setara diantara kekompleksan tersebut.

Bahkan jika kekompleksan tersebut dipetakan di dalam dua sub mayoritas

dan minoritas, cenderung sub mayoritas lah yang selalu memegang

kendali di dalam proses berelasi. Namun hal tersebut berbeda dengan

wilayah Maluku yang manusianya hidup dengan berlandaskan kosmologi

falsafah hidop orang basudara.

Bagi manusia Maluku yang hidup dengan falsafah hidup orang

basudara sebagai kosmologi hidupnya, selalu melihat realitas manusia

Maluku yang begitu kompleks sebagai suatu realitas yang khas dan tidak

terpisahkan dari diri manusia Maluku secara utuh. Oleh karena itu di

dalam proses berelasi, manusia Maluku yang hidup dengan kosmologi

falsafah hidop orang basudara tidak berusaha untuk melepas kekhasan

dari diri manusia Maluku atau memaksa suatu kekhasan tertentu dari

manusia Maluku untuk diikuti oleh manusia Maluku yang lain, melainkan

manusia Maluku dituntut untuk harus saling mengakui dan menerima

masing-masing kekhasan dan berelasi dengan kekhasan yang menjadi

Page 21: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

80

bagian dari dirinya tanpa harus melepaskan kekhasan tersebut atau pun

memaksa kekhasan tertentu bagi manusia lain di dalam proses berelasi.

Dengan demikian relasi yang terbentuk di dalam falsafah hidop orang

basudara adalah relasi yang seimbang. Hal ini juga ditegaskan oleh Jacky

Manuputty bahwa falsafah hidop orang basudara membentuk sebuah pola

relasi seimbang di dalam proses berelasi. Dengan relasi seimbang tersebut,

manusia Maluku secara sadar dapat mengakui kelebihan dan

kelemahannya serta harus saling menerima kelemahan dan kekurangannya

masing-masing di dalam kosmologi manusia Maluku sebagai orang

basudara.32

Di satu sisi secara teologi, jika teologi barat dalam kurun waktu

yang begitu lama selalu bersifat esklusif, serta melihat yang sakral hanya

terdapat di dalam habitus kekristenan semata, maka falsafah hidop orang

basudara berbicara sebaliknya. Dalam falsafah hidop orang basudara

ketika manusia yang adalah imagodei itu bersepakat untuk mempercayai

yang Ilahi dalam habitus kepercayaan mereka, maka habitus kepercayaan

mereka itu kemudian merupakan hal sakral yang adalah kekhasan mereka

yang tidak sama dengan yang sakral dalam kekhasan yang lain. Oleh

sebab itu falsafah hidop orang basudara bersifat inklusif untuk saling

32

Hasil wawancara dengan pdt Jacky Manuputty di Amahusu, tanggal 26

Agustus 2017, pukul 12:54 WIT.

Page 22: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

81

mengakui dan menerima habitus sakral dalam kepercayaan tertentu

sebagai suatu hal yang khas.

Di sisi lain, pandangan falsafah hidop orang basudara yang

bersifat inklusif untuk mengakui dan menerima yang sakral di dalam

habitus kepercayaan tertentu, juga merupakan pandangan yang sedang

dikembangkan oleh teolog-teolog saat ini untuk mengakui dan menerima

realitas dari habitus kepercayaan lain yang merupakan yang khas dari

mereka. Bahkan jauh sebelum para teolog mengembangkan pandangan

untuk saling menerima di dalam proses berteologi, falsafah hidop orang

basudara telah mengaktualisasikannya di dalam tindakan dan pikiran

manusia Maluku yang lahir dalam kosmologi falsafah ini.

C. Kandungan Nilai Dalam Falsafah Hidop Orang Basudara.

Berdasarkan uraian di atas tentang pemahaman falsafah hidop

orang basudara, terlihat dengan jelas bahwa sebagai kosmologi hidup

manusia Maluku, falsafah hidop orang basudara bukanlah sebuah

kerangka kosong, melainkan sebuah kerangka hidup yang mempunyai

kandungan nilai-nilai positif yang dapat mengantarkan manusia Maluku ke

dalam situasi hidup yang lebih baik. Oleh sebab itu, falsafah hidop orang

Page 23: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

82

basudara mengandung nilai-nilai positif seperti; saling melindungi, saling

mengasihi, dan saling mendamaikan.33

Di sisi lain bagi Hery Siahaya, falsafah hidop orang basudara

mengandung suatu tatanan hidup yang saling menghargai serta

menghilangkan sifat-sifat kecemburuan.34

Hal yang mendasari sehingga

Hery Siahaya mengeluarkan pernyataan seperti ini, dikarenakan dalam

realitas manusia Maluku yang begitu kompleks, tentu ada perbedaan yang

terbentuk dalam kelebihan dan kekurangan yang dipengaruhi oleh

kekompleksan tersebut. Oleh sebab itu, nilai yang terkandung di dalam

falsafah hidop orang basudara mampu untuk membuat manusia Maluku

saling mengakui kelemahan masing-masing dan menghargainya serta

tidak mencemburui kelebihan masing-masing, karena kelemahan dan

kelebihan tersebut merupakan sebuah bagian yang tak terpisahkan dari

realitas manusia Maluku sesuai dengan kekhasannya masing-masing.

Lebih jauh, untuk menegaskan bahwa falsafah hidop orang

basudara pada dasarnya bukanlah sebuah kosmologi hidup Maluku yang

kosong, melainkan mengandung nilai positif, Aholiab Watloly dalam

tulisannya tentang memperkuat falsafah hidop orang basudara dalam

buku berlayar dalam ombak, berkarya bagi negeri menjelaskan bahwa,

33

Aholiab Watloly dkk, Perdamaian Berbasis Adat Orang Basudara,

(Yogyakarta: Kanisius, 2017), 106. 34

Hasil wawancara dengan pdt Hery Siahay di Poka, tanggal 23 Agustus 2017,

pukul 12:52 WIT.

Page 24: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

83

hidop orang basudara menegaskan nilai-nilai solidaritas, kekerabatan,

persaudaraan, dan sikap pengorbanan yang luhur-suci demi basudara

sebagai bentuk kebenaran demi kebaikan hidupnya secara bersama.35

Penegasan Aholiab Watloly dan informan lainnya di atas, semakin

mempertegas bahwa falsafah hidop orang basudara adalah sebuah

kosmologi hidup manusia Maluku yang mengandung banyak nilai positif.

Nilai positif tersebut kemudian membentuk sikap hidup yang dapat

mengantarkan manusia Maluku agar dapat membangun hidup dalam

realitasnya yang kompleks. Oleh sebab itu, penulis mencoba untuk

menampilkan sikap hidup tersebut lewat empat hal mendasar:

Pertama, falsafah ini membentuk sikap hidup yang bertoleran

untuk membuka diri dan menerima, serta menghargai dan menghormati

perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh semua manusia Maluku, baik itu

individu maupun komunitas tertentu sebagai suatu realitas hidup manusia

Maluku yang begitu kompleks, baik itu perbedaan budaya, suku,

kepercayaan, dan juga status sosial.

Kedua, ketika manusia Maluku telah bertoleransi dan membuka

diri untuk menerima perbedaan-perbedaan yang ada sebagai suatu realitas

hidup manusia Maluku, maka ada keinginan yang timbul untuk

35

Aholiab Watloly “Memperkuat Falsafah Hidop Orang Basudara” dalam

Berlayar Dalam Ombak, Berkarya Bagi Negeri, eds by Abidin Wakano dkk, (Ambon:

Ralahalu Institut, 2012), 262.

Page 25: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

84

membangun hubungan intim yang berbasis keluarga di dalam perbedaan

tersebut. Artinya, walaupun manusia Maluku berbeda karena

kekompleksannya, namun nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop

orang basudara mendorong manusia Maluku untuk dapat membentuk

sebuah hubungan intim di dalam kekompleksan tersebut. Hubungan intim

yang dapat mengakui dan menerima kekompleksan tersebut sebagai

bagian yang tak terpisahkan dan yang khas dari masing-masing manusia

Maluku, dan hubungan yang mampu melakukannya hanya jika hubungan

tersebut didasarkan pada hubungan yang berbasis persaudaraan.

Ketiga, falsafah ini mencerminkan sikap hidup yang bertanggung

jawab. Artinya, setelah manusia Maluku membangun sebuah hubungan

yang berbasis pada persaudaraan di dalam kekompleksan manusia

Maluku, maka manusia Maluku mempunyai tanggung jawab untuk tetap

menjaga hubungan yang telah dibangun dengan baik. karena itu di dalam

falsafah hidop orang basudara mengandung banyak nilai-nilai positif

sebagai aktualisasi dari proses tanggung jawab terhadap hubungan

persaudaraan yang dibangun.

Keempat, falsafah ini mencerminkan sikap hidup yang sangat

menjunjung rasa solidaritas. Artinya, ketika manusia Maluku yang telah

diikatkan dalam hubungan persaudaraan melihat apa yang terjadi pada

salah satu saudaranya, manusia Maluku tidak hanya sekedar melihat,

Page 26: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

85

melainkan manusia Maluku melihat dan turut merasakan apa yang

dirasakan oleh saudaranya, baik itu merasakan penderitaan maupun

kesenangan. Bahkan, jika itu merupakan persoalan maupun penderitaan,

maka manusia Maluku secara bersama akan mencari jalan keluar untuk

mengatasi persoalan maupun penderitaan yang dialami oleh saudaranya.

Berdasarkan empat sikap hidup hasil pembentukan nilai dalam

falsafah hidop orang basudara yang telah penulis tampilkan di atas,

memperjelas bahwa falsafah hidop orang basudara sebagai kosmologi

hidup manusia Maluku mengandung begitu banyak nilai positif yang dapat

mengarahkan, bahkan dapat membawa manusia ke tahapan hidup yang

lebih baik di dalam realitas manusia Maluku yang begitu kompleks.

Namun di satu sisi, penulis mendapati bahwa nilai yang terkandung di

dalam falsafah hidop orang basudara, bukanlah nilai yang berdiri sendiri

atau otonom, melainkan nilai tersebut berkolerasi dengan sifat yang

melekat pada nilai itu. Oleh sebab itu berdasarkan hasil penelitian, penulis

telah memetakan beberapa sifat dari nilai yang terkandung di dalam

falsafah hidop orang basudara, antara lain:

Page 27: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

86

1. Nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara bersifat

terbuka.

Sifat terbuka yang disandang oleh falsafah hidop orang basudara

merujuk pada wilayah penggunaan nilai dalam falsafah tersebut. Jika pada

umumnya penggunaan nilai dalam suatu bangunan falsafah hidup hanya

tertuju bagi manusia yang terikat secara langsung di dalam bangunan

falsafah tersebut, maka apa yang ditampilkan oleh falsafah hidop orang

basudara sebagai kosmologi hidup manusia Maluku berbeda.

Sebagai kosmologi hidup manusia Maluku, nilai yang terkandung

di dalam falsafah hidop orang basudara membuka diri untuk dapat

digunakan bukan saja oleh manusia Maluku sebagai manusia yang

dilahirkan dengan kosmologi hidup tersebut, tetapi juga dapat digunakan

oleh manusia lain yang tidak dilahirkan dalam kosmologi hidup falsafah

hidop orang basudara. Hal ini ditegaskan oleh Erik bahwa, ketika

membangun hidup dalam suatu tempat yang begitu plural di Maluku,

falsafah hidop orang basudara mampu untuk menyatukan perbedaan yang

ada, sehingga yang ada bukanlah orang plural tetapi orang basudara.36

Lebih jauh diceritakan oleh Wahyudi bahwa, sebagai seorang

pendatang asal Jawa Timur yang membangun hidup di Maluku, falsafah

36

Hasil wawancara dengan bapak Erik Van Room di Poka, tanggal 23 Agustus

2017, pukul 12.40 WIT.

Page 28: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

87

hidop orang basudara mampu untuk mendorong masyarakat lainnya

untuk menerima keberadaan Wahyudi tanpa ada diskriminasi. Bahkan

setelah menikah dengan orang ambon yang mempunyai kosmologi

falsafah hidop orang basudara, Wahyudi kemudian terlebur di dalam

kosmologi tersebut, namun tidak menghilangkan kekhasannya sebagai

seorang Jawa Timur yang beragama Islam.37

Informasi di atas menegaskan bahwa, pada dasarnya Maluku

adalah wilayah yang sangat plural, baik dari segi agama, budaya, suku,

status sosial, bahkan juga manusia yang membangun hidup di Maluku,

dalam artian manusia asli Maluku dan para pendatang. Namun ketika

proses membangun hidup dimulai, falsafah hidop orang basudara

membuka diri untuk dapat dipakai oleh para pendatang yang tidak

menyandang falsafah hidop orang basudara sebagai kosmologi hidupnya,

sehingga baik orang asli Maluku dan pendatang sama-sama terlebur di

dalam hidop orang basudara dan dari peleburan tesebur, mereka bukan

lagi dua entitas yang berbeda (orang asli dan pendatang) tetapi orang

basudara.

Di satu sisi, Sifat terbuka yang disandang oleh falsafah hidop

orang basudara ini, digambarkan oleh Dieter Bartels yang diwujudkan

37

Hasil wawancara dengan bapak Wahyudi di Wayame, tanggal 20 Agustus

2017, pukul 12.00 WIT.

Page 29: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

88

dalam soa. Soa merupakan budaya manusia Maluku, khususnya Maluku

Tengah. Soa merupakan pembagian kelompok atau klan dalam negeri atau

kampung tertentu. Di kemudian hari, ada juga banyak kampung yang

menciptakan soa terpisah yang disebut soa pendatang untuk menghimpun

semua pendatang di kampung tanpa memperhitungkan waktu kedatangan

mereka di kampung.38

Izak Lattu dalam desertasinya tentang “Orality and Interreligious

Relationships the Role of Collective Memory in Christian-Muslim Engagements

in Maluku, Indonesia” juga menjelaskan soa yang diciptakan khusus untuk

menghimpun pendatang dari luar yang hendak tinggal di dalam kampung.

Penggambaran tersebut digambarkan oleh Izak Lattu lewat sistim soa

Erang dalam struktur negeri Soya.39

Lebih jauh, Izak Lattu menjelaskan

bahwa, desa Soya40

memiliki dua soa di dalam struktur negerinya, yaitu

soa Erang dan soa Pera.41

Kedua soa ini pada dasarnya berfungsi sebagai

pembagian kelompok marga atau clan di satu negeri, akan tetapi soa

Erang (soa bebas) dikhususkan untuk menjadi soa yang berfungsi untuk

38

Dieter Bartels, di Bawah Naungan Gunung Nunusaku, Jilid I (Kebudayaan),

(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2017), 190-191. 39

Izak Lattu, “Orality and Interreligious Relationships the Role of Collective

Memory in Christian-Muslim Engagements in Maluku, Indonesia”, PhD. Diss., Graduate

Theological Union, 2014, 125. 40

Negeri Adat di Ambon. 41

Izak Lattu, “Orality and Interreligious Relationships the Role of Collective

Memory in Christian-Muslim Engagements in Maluku, Indonesia”, PhD. Diss., Graduate

Theological Union, 2014, 143.

Page 30: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

89

menghimpun semua pendatang yang datang dari luar dan hendak tinggal

di negeri Soya.42

2. Nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara bersifat

universal.

Ada begitu banyak nilai positif yang terkandung di dalam falsafah

hidop orang basudara, seperti saling mengasihi, saling menolong, saling

memaafkan, saling menghargai, saling menjaga dan lain sebagainya.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam falsafah tersebut, bagi penulis

bersifat universal, karena nilai-nilai tersebut dapat ditemukan di semua

wilayah Maluku yang beragam dan juga wilayah di luar Maluku, bahkan

juga ditemukan di dalam ajaran-ajaran agama. Hal ini ditegaskan oleh

Sintia Sangadji bahwa, nilai-nilai di dalam falsafah hidop orang basudara

seperti; saling menyayangi, mengasihi, dan saling membantu, pada

dasarnya juga ada di dalam setiap ajaran agama. Bahkan setiap agama

mengajarkan nilai-nilai tersebut.43

Informasi di atas menegaskan bahwa, nilai yang terkandung di

dalam falsafah hidop orang basudara bersifat universal. Oleh sebab itu,

ketika manusia Maluku yang begitu kompleks ingin menjalin relasi

dengan manusia yang berasal dari dalam atau luar Maluku dengan

42

Izak Lattu, “Orality and Interreligious, 125. 43

Hasil wawancara dengan ibu Sintia Sangadji di Wayame, tanggal 20 Agustus

2017, pukul 13.20 WIT.

Page 31: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

90

menggunakan falsafah ini, maka relasi tersebut berjalan dengan baik,

karena nilai-nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang

basudara juga ada di dalam kekompleksan masing-masing manusia yang

berasal dari dalam atau luar Maluku.

3. Nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara bersifat

mengikat tanpa meninggalkan kekhasan masing-masing.

Ketika manusia Maluku ingin bersepakat untuk membangun relasi

yang berbasis pada persaudaraan dengan sesama manusia Maluku yang

lain dalam konstelasi realitas manusia Maluku yang begitu kompleks,

maka tentu saja manusia Maluku yang bersepakat tersebut diikat dengan

nilai hidup yang terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara

sebagai landasan berelasi. Proses pengikatan itu sendiri tidak membuat

sehingga manusia Maluku yang bersepakat terlepas dari kekhasannya

masing-masing, namun meskipun diikat dengan nilai yang terkandung di

dalam falsafah hidop orang basudara, kekhasan dari masing-masing

manusia Maluku yang bersepakat tersebut tetap menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari diri mereka. Sehingga di dalam proses berelasi sebagai

orang basudara, manusia Maluku dapat menghayati dan

mengaktualisasikan nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang

basudara dengan kekompleksannya masing-masing. Oleh sebab itu, di

dalam proses berelasi di Maluku, orang Kristen Maluku dapat menjalin

Page 32: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

91

relasi dengan orang Islam Maluku serta mengaktualisasikan nilai-nilai

yang ada di dalam falsafah hidop orang basudara sebagai landasan di

dalam proses berelasi tanpa harus menjadi orang Islam Maluku, dan juga

sebaliknya.

Nilai yang bersifat mengikat tersebut digambarkan oleh sekum

GPM dengan menceritakan kesan saat GPM melakukan sidang MPL di

Teluti.44

Ketika GPM melakukan sidang MPL di Teluti, para pendeta

diberi tempat tinggal di rumah-rumah basudara muslim. Oleh sebab itu

selama sidang berlangsung, para pendeta yang adalah orang Kristen, hidup

bersama dengan bapa piara dan mama piara45

yang muslim. Dalam

proses hidup bersama tersebut ada hal yang menarik, sebelum para

pendeta pergi ke gereja untuk mengikuti sidang, bapa piara dan mama

piara meminta untuk para pendeta berdoa bagi seisi rumah, dan doanya

adalah doa Bapa Kami.46

Cerita di atas dengan jelas menggambarkan sifat mengikat yang

disandang oleh falsafah hidop orang basudara tanpa meninggalkan

kekhasan dari masing-masing manusia Maluku. Ketika para pendeta

tinggal di rumah muslim, mereka terikat di dalam pusaran arus orang

44

Nama salah satu daerah di Maluku. 45

Orang Maluku (Ambon khususnya) selalu menyebutkan tuan rumah yang

memberikan tempat untuk ditinggali dengan sebutan bapa piara (kepala rumah tangga)

dan mama piara (ibu rumah tangga). 46

Hasil wawancara dengan Sekum GPM, pdt Elifas Tomix Maspaitela di Kantor

sinode GPM, tanggal 22 Agustus 2017, pukul 13.30 WIT.

Page 33: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

92

basudara, meskipun demikian para pendeta tetap kristen dan tuan rumah

tetap muslim. Bahkan ketika para pendeta berdoa Bapa Kami bagi seisi

rumah, seisi rumah tersebut tidak berubah menjadi kristen, melainkan

tetap kristen dan muslim.

Bahkan lebih jauh, Elifas Tomix Maspaitela dalam Carita Orang

Basudara “kisah-kisah perdamaian dari Maluku” menceritakan bahwa,

ketika Sumanto AL-Qurtuby yang adalah seorang muslim asal Jawa

datang meneliti di Ambon dan tinggal bersama dengan Elifas yang

seorang kristen, proses tinggal bersama itu kemudian membuat Elifas

mengakui Sumanto adalah saudaranya dan sebaliknya.47

Proses pengakuan

ini merupakan sebuah perwujudan praksis dari falsafah hidop orang

basudara yang mengikat tetapi tidak meninggalkan kekhasan Elifas

sebagai seorang kristen dan Sumanto sebagai seorang muslim.

4. Nilai yang terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara bersifat

aktif bukan pasif.

Nilai di dalam falsafah ini bersifat aktif, karena nilai di dalam

falsafah ini tidak hanya sekedar menjadi simbol kosmologi hidup manusia

Maluku untuk sekedar diketahui oleh masyarakat luas semata, melainkan

nilai di dalam falsafah ini mampu menggerakan manusia Maluku dengan

47

Elifas Tomix Maspaitella “Sepenggal Kisah Dari Pastori Fajar Hidup” dalam

Carita Orang Basudara, eds by Jacky Manuputty dkk (Ambon: lembaga antar iman

Maluku, 2014), 181-190.

Page 34: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

93

sebuah kekuatan yang bersifat melakukan (doing) dan bukan bersifat tidak

melakukan (no doing) yang implementasikan lewat tindakan dan pikiran

yang kreatif dan kritis untuk menanggapi segala sesuatu. Aholiab Watloly

menyebut kekuatan penggerak itu sebagai (invisible hand)48

yang

mendorong manusia Maluku untuk melakukan serta mengupayakan yang

baik ketika terjadi hal-hal yang tidak baik.

Untuk mempertegas nilai di dalam falsafah hidop orang basudara

bersifat aktif dan bukan pasif, Rico Rikumahu menegaskan bahwa,

falsafah hidop orang basudara mengajarkan suatu cara

mempersembahkan hidup kepada orang lain. Bahkan cara hidup tersebut

membuat manusia Maluku seperti ada di dalam kompetisi yang berlomba-

lomba untuk melakukan sesuatu kepada orang lain sebelum orang lain

melakukan sesuatu kepada kita, karena orang lain tersebut adalah saudara

kita.49

Berdasarkan uraian tentang nilai yang terkandung di dalam

falsafah hidop orang basudara dan sifat yang disandang olehnya sebagai

sebuah bagian yang tak terpisahkan, maka dapat terlihat bahwa nilai-nilai

yang terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara bukan hanya

48

Aholiab Watloly “Memperkuat Falsafah Hidop Orang Basudara” dalam

Berlayar Dalam Ombak, Berkarya Bagi Negeri, eds by Abidin Wakano dkk, (Ambon:

Ralahalu Institut, 2012), 246. 49

Hasil wawancara dengan pdt Rico Rikumahu, di Kantor klasis pulau Ambon,

tanggal 25 Agustus 2017, pukul 13.22 WIT.

Page 35: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

94

berupa kerangka teori, namun berupa implementasi langsung yang

terbentuk di dalam pikiran dan perbuatan yang dapat mengantarkan

manusia Maluku ke situasi hidup yang lebih baik di tengah-tengah realitas

manusia Maluku yang begitu kompleks. Bahkan sebagai kosmologi hidup

manusia Maluku, nilai-nilai yang terkandung di dalam falsafah ini dapat

menyetarakan manusia Maluku di dalam kekompleksannya.

D. Pemaknaan Masyarakat Maluku Tentang Falsafah Hidop Orang

Basudara Dalam Lingkungan Agama dan Sosial

Sebelum penulis mendeskripsikan bagaimana masyarakat Maluku

memaknai falsafah hidop orang basudara dalam lingkungan agama dan

sosial, penulis akan mendeskripsikan pemaknaan orang basudara di

dalam kerangka falsafah hidop orang basudara terlebih dahulu, karena

pemaknaan orang basudara mempengaruhi pemaknaan dan pengunaan

falsafah hidop orang basudara, baik di dalam lingkungan agama maupun

sosial. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa

masyarakat Maluku memahami orang basudara dalam tiga poin:

1. Orang basudara dimaknai berdasarkan ikatan geneologis

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa orang

basudara kerapkali dimaknai dalam kerangka mata air gen. Artinya

pemaknaan orang basudara ditujukan bagi beberapa individu atau

Page 36: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

95

beberapa komunitas tertentu yang memiliki ikatan darah yang

sama/gandong. Hal ini ditegaskan oleh sekum GPM ketika menegaskan

pemaknaan orang basudara dalam ikatan gandong. Bagi sekum GPM,

orang basudara dalam pemaknaan gandong dipahami karena sama-sama

lahir dari satu rahim dan dibesarkan dari satu air susu ibu yang sama.50

Bertolak dari penjelasan di atas, maka penulis menyadari bahwa

pada umumnya manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan

manusia lain untuk dapat melanjutkan hidup. Bahkan lebih intim lagi,

manusia lain itu sering dipahami sebagai sesama manusia yang

mempunyai hubungan latar belakang yang sama, yaitu hubungan gen.

Oleh sebab itu hampir di semua wilayah Maluku, istilah orang basudara

sering dipahami dalam keterkaitannya dengan hubungan gen.

Di sisi lain, M. Noor Tawainela dalam tulisannya tentang Ketika

Hati Nurani Bicara didalam buku Carita Orang Basudara. Dalam tulisan

ini, dia menceritakan bahwa pada saat atap kuburan moyangnya di Tulehu

akan diganti, keluarga dari negeri Waai datang dan turut bersama dalam

50

Hasil wawancara dengan Sekum GPM, pdt Elifas Tomix Maspaitela di Kantor

sinode GPM, tanggal 22 Agustus 2017, pukul 13.30 WIT.

Page 37: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

96

proses penggantian atap tersebut, bahkan saat itu tidak ada Islam atau

Nasrani, yang ada hanya ialah basudara dari satu mata air gen.51

Tulisan dari M Tawainela di atas, semakin mempertegas bahwa

istilah orang basudara sering dimaknai dalam konstelasi genetika. Oleh

sebab itu, wilayah penggunaan dari falsafah hidop orang basudara

kerapkali hanya meliputi beberapa individu, maupun komunitas tertentu di

Maluku yang mempunyai hubungan genetika, dan tidak dapat keluar dari

konstelasi genetika tersebut.

2. Orang basudara dimaknai berdasarkan kultur dan teritori

Berdasarkan hasil penelitian, penulis juga mendapatkan bahwa

pemaknaan orang basudara sering didasarkan pada kultur dan teritori

tertentu. Yang dimaksud dengan didasarkan pada kultur dan teritori ialah,

orang basudara dipahami sebagai kumpulan nilai-nilai moral yang

terkandung di dalam warisan budaya (kultur) yang diturunkan oleh orang

tua-tua yang hidup di wilayah Maluku (teritori) pada masa lampau. Oleh

sebab itu, karena semua manusia Maluku hidup dalam teritori yang sama

dan dengan kultur yang sama, maka manusia Maluku pada dasarnya

adalah orang basudara. Hal ini ditegaskan oleh Kanes Amanupunjo

bahwa:

51

M. Noor Tawainela “Ketika Hati Nurani Bicara” dalam Carita Orang

Basudara, eds by Jacky Manuputty dkk, (Ambon: lembaga antar iman Maluku, 2014),

227.

Page 38: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

97

Secara adat-istiadat, orang Maluku ni samua orang basudara, karena

ada keterkaitan-keterkaitan adat. Selain itu karena katong juga satu

wilayah Maluku jadi katong di Maluku ni orang basudara (secara

adat-istiadat, orang Maluku ini semua orang bersaudara, karena ada

keterkaitan-keterkaitan adat. Selain itu karena kami juga berada disatu

wilayah Maluku jadi kami di Maluku ini orang bersaudara).52

Dari penegasan di atas, penulis mendapati bahwa nilai yang

terkandung di dalam hidop orang basudara telah terpatri di dalam adat

istiadat yang berakar di wilayah Maluku. Sehingga sebagai manusia

Maluku yang hidup di wilayah Maluku, manusia tersebut harus

mendukung adat istiadat yang berisikan hidop orang basudara yang

berakar di wilayah Maluku. Oleh sebab itu, ketika manusia Maluku

mengaktualisasikan nilai yang berakar di dalam adat istiadat manusia

Maluku, dengan sendirinya nilai-nilai yang diaktualisasikan tersebut

menghubungkan pelaku-pelaku pengaktualisasian tersebut menjadi orang

sudara.

Di satu sisi, pemaknaan falsafah hidop orang basudara yang

terbatas pada kultur dan teritori Maluku, juga ditegaskan oleh Aholiab

Watloly. Dalam tulisannya tentang memperkuat falsafah hidop orang

basudara di dalam buku Berlayar Dalam Ombak, Berkarya Bagi Anak

Negeri, Aholiab Watloly menegaskan bahwa falsafah ini, hidup dan

bertumbuh, serta dewasa dan matang dalam basis-basis geneologis,

52

Theovania Matatula “Hidop Orang Basudara “Suatu Kajian Teologi Agama-

Agama di Wayame”, (Skripsi Teologi UKIM, 2015), 37.

Page 39: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

98

teritorian dan sosio-kultural.53

Dengan kedua informasi di atas, maka

falsafah hidop orang basudara kerapkali juga dimaknai dalam kultur dan

teritori Maluku. Oleh sebab itu, wilayah penggunaan falsafah hidop orang

basudara juga terbatas bagi individu dan komunitas yang lahir dan

bertumbuh dengan budaya Maluku.

3. Orang basudara dimaknai keluar dari ikatan gen, kultur dan juga

teritori.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis juga mendapati bahwa

pemaknaan orang basudara dapat melampaui ikatan gen, kultur dan juga

teritori. Zairin Salampessy dalam Carita Orang Basudara “kisah-kisah

perdamaian dari Maluku” menceritakan bahwa, tempat lorong (gang)

rumah miliknya, ditempati oleh orang yang berbeda agama, meskipun

demikian mereka tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Bahkan

Zairin menegaskan bahwa di lorong sempit itu, mereka semua tinggal

dalam relasi kekeluargaan yang akrab, dengan falsafah hidop orang

basudara tanpa memandang dari mana asal daerah, suku, atau pun

agamanya.54

53

Aholiab Watloly “Memperkuat Falsafah Hidop Orang Basudara” dalam

Berlayar Dalam Ombak, Berkarya Bagi Negeri, eds by Abidin Wakano dkk, (Ambon:

Ralahalu Institut, 2012), 249. 54

Zairin Salempessy “Ketika Memilih Setia Pada Prinsip” dalam Carita Orang

Basudara, eds by Jacky Manuputty dkk, (Ambon: lembaga antar iman Maluku, 2014),

40.

Page 40: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

99

Bertolak dari informasi di atas, terlihat dengan jelas bahwa

masyarakat Maluku lambat laun mulai menyadari dirinya sebagai makhluk

sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan terpisah dengan manusia lain

yang juga adalah sesama makhluk sosial. Oleh sebab itu, rasa sebagai

makhluk sosial itu kemudian mendorong manusia Maluku yang untuk

keluar dari zona nyamannya dan menjalin relasi orang basudara dengan

manusia lain tanpa dipengaruhi oleh ikatan gen, kultur dan teritori.

Bahkan pemaknaan orang sodara yang jauh melampaui ikatan

gen, kultur dan teritori, juga disampaikan oleh Hery Siahaya bahwa, orang

basudara adalah suatu cara hidup yang saling mengasihi dan saling

membantu, meskipun tidak berada di dalam satu rumpun agama tertentu,

bahkan melampaui batas-batas teritori genetika, suku dan golongan

tertentu.55

Dengan penjelasan pemaknaan orang basudara dari informan,

maka wilayah penggunaan falsafah hidop orang basudara sudah tidak

terbatas pada ikatan gen, kultur dan juga teritori, melainkan lebih dari itu.

Di satu sisi, pemaknaan orang basudara dapat mempengaruhi

wilayah penggunaan falsafah hidop orang basudara tersebut. Sehingga,

ketika manusia Maluku memaknai orang basudara lebih dari ikatan gen,

kultur dan juga teritori, maka manusia Maluku tidak terpenjara ketika

55

Hasil wawancara dengan pdt Hery Siahay di Poka, tanggal 23 Agustus 2017,

pukul 12:52 WIT.

Page 41: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

100

menggunakan falsafah hidop orang basudara di dalam menjalin relasi.

Oleh sebab itu, dari uraian di atas, penulis akan memetakan pemaknaan

masyarakat Maluku terhadap falsafah hidop orang basudara di dalam

lingkungan sosial dan lingkungan agama, sebagai dua lingkungan sensitif

yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis mendapatkan bahwa

masyarakat Maluku memaknai falsafah hidop orang basudara dalam

lingkungan sosial dan lingkungan agama sebagai pemersatu di dalam

perbedaan, sehingga memungkinkan terciptanya relasi hidup bersama.

Karena ketika masyarakat Maluku yang begitu kompleks ingin menjalin

relasi, mereka tidak hanya membawa diri mereka di dalam proses berelasi,

namun juga membawa kekhasan yang melekat dalam diri mereka, baik itu

kepercayaan, suku, budaya, dan juga status sosial yang selalu terikat

dengan mereka dalam lingkungan sosial dan juga agama.

Oleh sebab itu, di dalam perbedaan tersebut, falsafah hidop orang

basudara kemudian bertindak untuk menyatukan mereka, sehingga di

dalam perbedaan yang khas dari masing-masing mereka, mereka tetap

dapat berelasi dalam lingkungan sosial dan juga agama dengan baik tanpa

meninggalkan kekhasan mereka dan dapat membangun hidup bersama di

tengah perbedaan yang ada. Hal ini ditegaskan oleh Erik bahwa, ketika

membangun hidup dalam suatu tempat yang begitu plural di Maluku,

Page 42: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

101

falsafah hidop orang basudara mampu untuk menyatukan perbedaan yang

ada, sehingga yang ada bukanlah orang plural tetapi orang basudara.56

Dari informasi di atas terlihat jelas bahwa manusia Maluku adalah

manusia yang begitu plural akibat kekhasan yang disandang oleh masing-

masing manusia Maluku. Oleh sebab itu, dalam usaha untuk membangun

suatu hidup yang baik, falsafah hidop orang basudara berfungsi sebagai

suatu pemersatu yang mampu untuk menyatukan realitas manusia Maluku

yang begitu plural, sehingga masyarakat Maluku dapat membangun hidup

yang baik dalam konteks yang begitu pluralis, baik di lingkungan sosial

maupun agama.

Di sisi lain, dalam proses membangun relasi, baik di dalam

lingkungan agama dan juga sosial, tentu ada perbedaan-perbedaan yang

didapati. Perbedaan-perbedaan tersebut merupakan kekhasan yang tidak

terlepas dari habitus agama dan juga sosial. Namun, kerapkali perbedaan

yang merupakan kekhasan dalam lingkungan agama dan sosial tersebut

dapat menjadi gesekan-gesekan di dalam proses berelasi yang jika tidak

secara cepat dan tepat ditangani, maka akan menimbulkan konflik. Oleh

sebab itu, masyarakat Maluku juga memaknai falsafah hidop orang

basudara di dalam lingkungan sosial dan agama sebagai suatu jalan untuk

56

Hasil wawancara dengan bapak Erik Van Room di Poka, tanggal 23 Agustus

2017, pukul 12.40 WIT.

Page 43: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

102

mengakui perbedaan sebagai suatu fakta yang ada, dan dari fakta itu

bagaimana falsafah hidop orang basudara kemudian menjadi sebuah

kemauan untuk dapat mengelola perbedaan yang ada menjadi sebuah

kekayaan. Hal ini ditegaskan oleh Hery Siahay bahwa, falsafah hidop

orang basudara mampu menyadarkan kita bahwa perbedaan itu adalah

fakta sosial, dan perbedaan itu kemudian harus dikelola sebagai kekayaan

di dalam proses hidup bersama sebagai orang basudara.57

Lebih jauh, Rico Rikumahu menegaskan bahwa nilai-nilai yang

terkandung di dalam falsafah hidop orang basudara dapat menjadi sebuah

model untuk menjalin relasi di dalam lingkungan agama dan lingkungan

sosial.58

Bahkan Jacky Manuputty menyebut model relasi yang ditawarkan

oleh falsafah ini ialah model relasi seimbang.59

Bertolak dari penjelasan di atas, terlihat bahwa falsafah hidop

orang basudara juga dimaknai oleh masyarakat Maluku dalam lingkungan

sosial dan agama bukan saja sebagai jalan untuk mengakui perbedaan,

melainkan juga menawarkan relasi seimbang dalam proses membangun

relasi di lingkungan sosial dan juga agama dengan perbedaan-perbedaan

habitus masing-masing yang khas.

57

Hasil wawancara dengan pdt Hery Siahay di Poka, tanggal 23 Agustus 2017,

pukul 12:52 WIT. 58

Hasil wawancara dengan pdt Rico Rikumahu, di Kantor klasis pulau Ambon,

tanggal 25 Agustus 2017, pukul 13.22 WIT. 59

Hasil wawancara dengan pdt Jacky Manuputty di Amahusu, tanggal 26

Agustus 2017, pukul 12:54 WIT.

Page 44: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

103

Berdasarkan pemaknaan masyarakat Maluku terhadap falsafah

hidop orang basudara di dalam lingkungan sosial dan agama, ada tiga hal

penting yang didapati:

1. Falsafah hidop orang basudara dimaknai sebagai jalan untuk mengakui

perbedaan yang ada

Ketika manusia Maluku yang begitu kompleks berinteraksi di

dalam lingkungan agama dan lingkungan sosial, mereka bukan saja

membawa diri mereka, namun juga kekhasan mereka masing-masing yang

terbentuk di dalam kepercayaan, suku, budaya dan juga status sosial. Di

tengah kekompleksan tersebut, falsafah hidop orang basudara dimaknai

sebagai jalan yang membuka ruang untuk saling mengakui perbedaan

sebagai kekhasan masing-masing, dan saling menghargai kekhasan

masing-masing sebagai bagian yang tak terpisahkan.

2. Falsafah hidop orang basudara dimaknai sebagai pemersatu di dalam

perbedaan, tanpa meninggalkan kekhasan masing-masing.

Setelah ada pengakuan bahwa manusia Maluku yang berelasi

dalam lingkungan sosial dan agama selalu membawa kekhasan mereka

sebagai bagian yang tak terpisahkan dari mereka, maka pengakuan

tersebut kemudian fakta di dalam proses berelasi. Falsafah hidop orang

basudara memandang fakta tersebut sebagai sebuah kekayaan yang akan

Page 45: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

104

membuat hidup manusia Maluku lebih baik, karena itu falsafah hidop

orang basudara kemudian mendorong manusia Maluku untuk dapat

menjalin relasi melampaui fakta-fakta itu, tanpa melepaskan atau

meniadakan fakta-fakta tersebut. Oleh sebab itu, falsafah hidop orang

basudara bertindak sebagai rotor yang mempersatukan manusia Maluku

yang begitu kompleks dalam lingkungan sosial dan agama tanpa

meninggalkan kekhasan mereka yang merupakan fakta itu sendiri.

3. Falsafah hidop orang basudara dimaknai sebagai sebuah landasan relasi

hidup bersama dalam lingkungan sosial dan agama.

Setelah manusia Maluku yang begitu kompleks mengakui

perbedaan yang ada sebagai sebuah fakta dari kekhasan mereka masing-

masing, dan mereka kemudian disatukan untuk dapat menjalin relasi tanpa

meninggalkan kekhasan mereka, maka mereka melandaskan relasi mereka

dalam relasi hidop orang basudara yang terkandung di dalam falsafah

hidop orang basudara. Karena ketika mereka melandaskan relasi yang

mereka bangun di atas pondasi falsafah hidop orang basudara, maka

manusa Maluku yang begitu kompleks akan mendapatkan kesetaraan di

dalam lingkungan sosial dan agama tanpa harus melepaskan kekhasan

mereka sebagai suatu bagian yang tak terpisahkan dengan mereka.

Page 46: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

105

E. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa falsafah

hidop orang basudara adalah suatu kosmologi hidup yang bersifat sakral,

yang telah menjadi paradigma hidup dan telah membatin di dalam diri

manusia Maluku dari generasi ke generasi. Kosmologi hidup tersebut

beirisikan aturan-aturan hidup yang terpatri di dalam nilai-nilai dan

norma-norma hidup yang dilandasi oleh motif dasar etika yaitu cinta

kasih, etika bersama, rasa senasib dan sepenanggunan yang bertujuan

untuk meruntuhkan tembok-tembok kekompleksan demi menyetarakan

manusia Maluku, serta membawa nilai-nilai inspirasi yang kreatif yang

dapat membangun manusia Maluku menuju ke arah yang lebih baik yang

dipraktekan lewat tindakan saling membantu, saling menghargai dan

saling menerima yang terbentuk di dalam pranata-pranata lokal seperti;

akta perjanjian Pela-Gandong, Kalwedo dan Ain Ni Ain.

Di samping itu, sifat dari nilai yang terkandung dalam falsafah

hidop orang basudara, yaitu: Bersifat terbuka; artinya falsafah hidop

orang basudara juga dapat digunakan oleh manusia yang tidak lahir di

dalam kosmologi manusia Maluku, sehingga para pendatang yang datang

dan menetap di Maluku dapat berelasi dan terlebur dalam hidop orang

basudara. Bersifat universal; artinya nilai dalam falsafah hidop orang

basudara seperti cintah kasih, saling menyayangi, saling menolong, saling

Page 47: BAB IV DUNIA ORANG MALUKU A. Pengantar

106

menghargai, saling menerima dan mengakui kekurangan dan kelebihan,

saling menjaga dan nilai positif lainnya juga dapat ditemukan di semua

wilayah Maluku yang beragam dan juga wilayah di Luar Maluku, bahkan

lebih jauh juga dapat di temukan dalam ajaran-ajaran agama. Bersifat

mengikat tanpa meninggalkan kekhasan masing masing; artinya falsafah

hidop orang basudara dapat digunakan untuk menjalin sebuah ikatan yang

mampu menembusi tembok-tembok pemisah baik itu kepercayaan, suku,

budaya dan juga status sosial tanpa meninggalkan kekhasan masing-

masing. Bersifat aktif bukan pasif; artinya falsafah hidop orang basudara

dapat menggerakakan manusia Maluku dengan sebuah kekuatan yang

bersifat melakukan dan bukan bersifat tidak melakukan.