STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena...

88
416 Lampiran 1 STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali peneliti pertanggungjawabkan secara ilmiah melalui ujian terbuka Program Doktor Studi Pembangunan di Universitas Kristen Satya Wacana-Salatiga, menandai 27 tahun (1985-2012) adalah per- jalanan waktu yang dibutuhkan untuk menelusuri, menemukan, dan menulis secara ilmiah mengenai Orang Bati di Maluku. Tema utama Diserta ini adalah Esuriun Orang Bati (Esu = Hutan dan Riun = Ribuan), adalah kisah turunnya leluhur Alifuru Bati atau Orang Bati dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) untuk melindungi hak milik (mabangat nai tua malindung) seluruh hak milik yang berharga meliputi manusia, tanah, hutan, identitas, adat, budaya, sumber daya alam, dan lainnya yang berada dalam etar (wilayah milik marga) dan terdapat dalam watas nakuasa (wilayah kekuasaan) orang Bati untuk bertahan hidup (survival strategy). Penelitian ilmiah untuk mengungkap fenoeman Orang Bati dengan menggunakan metode kualitatif bersumber pada pengalaman lapangan dari peneliti sendiri. Bersumber pada pengalaman empirik ketika pertama kali peneliti memperoleh informasi awal, perjumpaan tidak sengaja, pengenalan ceritera ke minat, menelusuri Pulau Seram, studi budaya tutur, mencari dan menemukan tokoh kunci, menjalani inisiasi, mencari Negeri Orang Bati, perjumpaan pertama kali dengan Orang Bati, negosiasi meneliti dan menulis, survai (penjajakan awal) ke lokasi pe-nelitian, masuk lapangan untuk men- dalami dunia dunia Orang Bati. Kondisi yang berlangsung demikian mem- butuhkan langkah tepat untuk melakukan penelitian ilmiah secara mendalam, sebab sampai masa kini fenomena Orang Bati di Maluku belum dijumpai informasi ilmiah yang benar. Sampai saat ini informasi yang berkembang di kalangan Orang Maluku mengenai Orang Bati berupa penuturan (ceritera lisan) secara turun-temurun. Persoalan yang muncul kemudian yaitu, ceritera tentang Orang Bati yang ber- kembang di kalangan Orang Maluku berbeda-beda, karena pengalaman masing-masing anggota maupun kelompok masyarakat di Maluku ketika ber- jumpa, bergaul, dan sebagainya dengan Orang Bati tidak sama. Sebagian besar Orang Maluku yang berceritera mengenai Orang Bati mengadung stigma

Transcript of STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena...

Page 1: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

416

Lampiran 1

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama

Orang Bati untuk pertama kali peneliti pertanggungjawabkan secara ilmiah melalui ujian terbuka Program Doktor Studi Pembangunan di Universitas Kristen Satya Wacana-Salatiga, menandai 27 tahun (1985-2012) adalah per-jalanan waktu yang dibutuhkan untuk menelusuri, menemukan, dan menulis secara ilmiah mengenai Orang Bati di Maluku. Tema utama Diserta ini adalah Esuriun Orang Bati (Esu = Hutan dan Riun = Ribuan), adalah kisah turunnya leluhur Alifuru Bati atau Orang Bati dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) untuk melindungi hak milik (mabangat nai tua malindung) seluruh hak milik yang berharga meliputi manusia, tanah, hutan, identitas, adat, budaya, sumber daya alam, dan lainnya yang berada dalam etar (wilayah milik marga) dan terdapat dalam watas nakuasa (wilayah kekuasaan) orang Bati untuk bertahan hidup (survival strategy).

Penelitian ilmiah untuk mengungkap fenoeman Orang Bati dengan menggunakan metode kualitatif bersumber pada pengalaman lapangan dari peneliti sendiri. Bersumber pada pengalaman empirik ketika pertama kali peneliti memperoleh informasi awal, perjumpaan tidak sengaja, pengenalan ceritera ke minat, menelusuri Pulau Seram, studi budaya tutur, mencari dan menemukan tokoh kunci, menjalani inisiasi, mencari Negeri Orang Bati, perjumpaan pertama kali dengan Orang Bati, negosiasi meneliti dan menulis, survai (penjajakan awal) ke lokasi pe-nelitian, masuk lapangan untuk men-dalami dunia dunia Orang Bati. Kondisi yang berlangsung demikian mem-butuhkan langkah tepat untuk melakukan penelitian ilmiah secara mendalam, sebab sampai masa kini fenomena Orang Bati di Maluku belum dijumpai informasi ilmiah yang benar.

Sampai saat ini informasi yang berkembang di kalangan Orang Maluku mengenai Orang Bati berupa penuturan (ceritera lisan) secara turun-temurun. Persoalan yang muncul kemudian yaitu, ceritera tentang Orang Bati yang ber-kembang di kalangan Orang Maluku berbeda-beda, karena pengalaman masing-masing anggota maupun kelompok masyarakat di Maluku ketika ber-jumpa, bergaul, dan sebagainya dengan Orang Bati tidak sama. Sebagian besar Orang Maluku yang berceritera mengenai Orang Bati mengadung stigma

Page 2: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

417

(anggapan negatif) sehingga informasi mengenai Orang Bati terus mengalami paradoks (bertentangan) di kalangan Orang Maluku.

Perdebatan yang berlangsung di kalangan Orang Maluku mengenai fenomena Orang Bati tidak pernah berakhir. Orang Bati distigma sebagai orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang), misteri, jahat, dan sebagainya. Penelitian ilmiah untuk memahami dan menjelaskan tentang fenomena yang dialami Orang Bati oleh peneliti dengan mengembangkan metode penelitian kualitatif yang dinamakan Studi Etnografi Orang Bati di Maluku dimaksudkan bahwa melalui pendekatan kebudayaan secara holistik dapat mengungkap persoalan eksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa, serta kekuatan untuk bertahan hidup (survival strategy) pada Orang Bati secara individu maupun kelompok melalui cara menelusuri informasi awal melalui cara yang dilakukan khusus oleh peneliti dalam menghadapi kasus seperti Orang Bati di Maluku.

Informasi Awal Pertama kali peneliti memperoleh informasi awal mengenai Orang Bati

yang lahir dari pengalaman empirik yaitu melalui informasi secara lisan be-rupa ceritera (penuturan) orang tua-tua di Negeri Siri Sori Serani, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah pada bulan Mei tahun 1973. Negeri Siri Sori Serani berada di Pulau Saparua, adalah pulau yang terletak di bagian se-latan Pulau Seram. Orang-orang yang mendiami Pulau Saparua, Haruku, dan Nusa Laut dinamakan Kepulauan Lease, yang berasal dari nama Uliaser. Se-cara umum dapat dikemukakan bahwa penduduk atau orang-orang yang mendiami setiap negeri adat di Pulau Saparua memiliki wilayah kekuasaan atau petuanan sendiri-sendiri.

Orang asli yang mendiami negeri adat tertentu menyebut diri sebagai “anak negeri”, sedangkan orang lain yang datang maupun menetap di suatu negeri adat dinamakan “orang dagang”. Secara struktural, setiap negeri adat di Pulau Saparua memiliki ciri sebagai Orang Pata Siwa dan Orang Pata Lima. Stuktur sosial paling dasar dalam kehidupan orang-orang yang men-diami negeri adat di Pulau Saparua yaitu “mata-rumah” dan soa. Mata-rumah senantiasa terikat dalam soa sebagai struktur yang lebih besar dari “mata-rumah”. Pada setiap negeri adat memiliki jumlah soa yang tidak sama, dan me-miliki nama soa yang berbeda-beda. Solidaritas sosial dalam lingkungan soa pada umumnya sangat kuat, dan informasi awal mengenai nama Orang Bati peneliti peroleh dari orang tua-tua yang berada dalam lingkungan Soa Hawoni di Negeri Siri Sori Serani.

Negeri Siri Sori Serani merupakan salah satu negeri adat yang terdapat di Pulau Saparua. Kisah yang dialami peneliti saat itu di Negeri Sori Serani

Page 3: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

418

ketika memperoleh informasi awal mengenai nama Orang Bati yaitu; (1) Pada bulan Mei 1973. Waktu itu pagi hari, peneliti sedang membersihkan rumput di halaman rumah atau kintal1

Fenomena yang dialami oleh warga menurut ceritera (penuturan) orang tua-tua, kemudian mereka mulai mengkaitkannya dengan nama Orang Bati. Sebab menurut anggapan mereka semua yang terlibat dalam berceritera bahwa orang yang dapat menghilang secara cepat ketika dilakukan pengejaran oleh warga adalah Orang Bati. Diskusi orang tua-tua makin seru namun alot. Mereka mulai mengkaitkan persoalan tersebut dengan waktu yang tepat (tanoar) di mana saat itu di Negeri Siri Sori Serani mulai bertiup angin timur

). Tiba-tiba berdatangan beberapa orang tua-tua. Jumlah orang tua-tua saat itu sebanyak enam orang. Ketika enam orang tua-tua ini berkumpul, kemudian salah seorang dari mereka mulai berceritera (menutur) tentang peristiwa atau kejadian yang berlangsung pada malam hari sebelumnya di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Peristiwa yang diceriterakan yaitu berkaitan dengan aktivitas warga yang mengejar sosok manusia atau orang yang diduga hendak mencuri (maling). Ada dugaan kuat dari orang tua-tua bahwa kehadiran orang yang tidak dikenal tersebut ber-kaitan dengan isu serangan pemenggalan kepala manusia (potong kepala), atau orang tersebut bermaksud mencuri, dan berbagai dugaan lainnya; (2) Setelah warga melakukan pengejaran, ternyata orang yang dikejar pada malam hari tersebut tidak ditemukan. Bahkan orang yang dikejar secara tiba-tiba dapat menghilang secara cepat, dan jejaknya tidak bisa ditemukan; (3) Orang tua-tua menyimpulkan bahwa fenomena itu ada hubungan dengan kehadiran orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang) dalam wilayah petuanan (daerah ke-kuasaan) Negeri Siri Sori Serani; (4) Isu mengenai kehadiran orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang) terus bergulir sehingga warga lainnya perlu mewaspadai situasi yang lagi genting.

2

1)Pekarangan rumah milik marga, adalah bidang tanah yang dapat digunakan sebagai tempat menanam sayur-sayuran, buah-buahan, dan lainnya. Kintal juga terdiri dari tanah kosong yang dijadikan sebagai tempat bermain bagi anak-anak, dan sebagainya. 2)Kebiasaan orang tua-tua kalau sudah bertiupnya angin yang kencang dari arah timur mereka sering menghubungkannya dengan kedatangan Orang Bati. Sebab ceritera turun-temurun yang masih dipercaya oleh mereka bahwa Orang Bati biasanya datang dengan cara terbang ketika angin timur mulai bertiup sangat kencang, dan Orang Bati akan kembali ke negeri asalnya ketika angin barat mulai bertiup sangat kencang. Atau pada saat matahari sedang cerah tiba-tiba turun hujan (hujan-panas) biasanya Orang Bati sedang ke luar, dan lainnya.

). Setelah muncul nama Orang Bati, kemudian ceritera (penuturan) tentang maling, orang ilang-ilang (hilang-hilang), dan sebagainya menjadi tidak ter-arah. Ketika awal peneliti memperoleh informasi mengenai nama Orang Bati, sama sekali tidak ada gambaran seperti apa orang yang sedang dibicarakan oleh orang tua-tua. Peneliti tidak bertanya pada mereka, sebab kalau bertanya mereka pasti marah karena ceritera yang berlangsung di antara mereka masih

Page 4: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

419

seru. Semua yang diceriterakan oleh orang tua-tua tersebut, peneliti berusaha untuk mengingatnya secara baik.

Pada tempat yang lain, ternyata ceritera seperti ini juga berkembang di kalangan orang tua-tua yang berbeda. Bahkan di negeri-negeri lain peneliti sering mendengar ceritera yang sama. Biasanya cerita (penuturan) orang tua-tua mengenai Orang Bati berhenti apabila di antara mereka tidak ada kata sepakat. Setelah kelompok orang tua-tua yang berceritera tadi bubar, ke-mudian timbul berbagai macam pertanyaan dalam pikiran dan hati peneliti. Tetapi pertanyaan mendasar yang muncul saat itu pada peneliti, apakah benar itu Orang Bati? Pertanyaan ini dijawab sendiri oleh peneliti sebagai dugaan sementara bahwa kalau itu benar, berarti Orang Bati itu adalah manusia yang sangat hebat. Apabila dugaan peneliti ini salah, maka ada sesuatu yang tidak benar dan secara sengaja informasi mengenai ceritera orang tua-tua mengenai Orang Bati ada yang disembunyikan. Dalam perjalanan waktu cukup panjang, peneliti berasumsi atau menduga bahwa; (1) Semua ceritera yang berkembang di kalangan Orang Maluku mengenai Orang Bati belum tentu benar; (2) Ceritera Orang Maluku mengenai Orang Bati ada unsur kesengajaan dan me-ngandung rahasia tertentu yang tidak diceriterakan; (3) Orang Maluku yang berceritera mengenai Orang Bati tetapi mereka sama sekali tidak mengetahui dan memahami persoalan Orang Bati yang sesungguhnya, tetapi berusaha menjelaskan sehingga informasi tersebut menjadi paradoks.

Informasi lisan yang berkembang dalam masyarakat mengenai Orang Bati terus menimbulkan pertanyaan dalam hati dan pikiran peneliti bahwa apa sebenarnya yang harus dilakukan oleh seorang peneliti kualitatif dalam menghadapi persoalan seperti dihadapi oleh Orang Bati di Maluku? Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah seorang peneliti kualitatif harus siap meng-hadapi berbagai resiko studi. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah; (1) Memiliki idealisme dan beusaha untuk menguasai seluk-beluk keadaan lapangan yang menjadi objek studinya; (2) Memiliki kepekaaan terhadap informasi yang berkembang dalam masyarakat; (3) Menguasai cara dalam mengembangkan teknik pendekatan personal dan pendekatan sosial terhadap situasi sosial secara benar; (40 Melakukan proses seleksi untuk menentukan informan kunci yang tepat ketika merencanakan, menyusun, dan me-laksanakan penelitian ilmiah; (5) Melakukan pemetaan wilayah penelitian secara tepat sehingga persiapan untuk memulai penelitian kualitatif dapat dilakukan secara baik; (6) Menguasai keadaan lapangan secara benar sehingga data strategi pengumpulan data lapangan dapat dilakukan secara baik dan benar; (7) Dalam melakukan penelitian kualitatif yang di-perlukan adalah proses yang dimulai dari cara pengamatan, pengumpulan data lapangan, menyusun transkrip data, interpertasi data, dan analisis data; (8) Memiliki semangat untuk bekerja keras, pantang mundur, dan kerjalah dengan ke-sungguhan hati (nurani) yang bersih dan diwujudkan melalui “niat” untuk

Page 5: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

420

me-mahami dan menjelaskan suatu isu, maupun fenomena sosial yang di-hadapi oleh masyarakat untuk menemukan solusi yang benar; (9) Menguasai teknik verifikasi data lapangan secara benar karena setiap kondisi sosial senantiasa berbeda, sehingga tidak boleh mengabaikan tempat, waktu, dan biaya; (10) Memiliki kejujuran untuk mengungkap realitas seperti apa adanya, dan bukan apa maunya peneliti; (11) Memegang teguh etika penelitian kualitatif sehingga menjaga sikap dan perilaku pada seorang peneliti kualitatif selalu berada pada posisi indenpenden untuk menyuarakan kebenaran yang ditemukan; (12) Posisi seorang peneliti kualitatif yaitu ia datang untuk belajar dari masyarakat, dan bukan mengajarkan masyarakat; (13) Sikap dan perilaku dari seorang peneliti kualitatif adalah menghormati tradisi, adat-istiadat, kebudayaan, dan lainnya pada lingkungan masyarakat yang diteliti; (14) Untuk mendukung aktivitas di lapangan maka seorang peneliti kualitatif perlu mengembangkan metode berlajar bersama masyarakat (informan) sehingga informasi yang diperoleh dari lapangan dapat menjawab tujuan penelitian, sehingga informasi mengenai Orang Bati yang terus mengalami paradoks dalam masyarakat dapat ditelusuri, ditemukan, serta diungkapkan secara benar sesuai keadaan apa adanya, dan bukan apa maunya peneliti.

Paradoks Orang Bati Sampai masa kini informasi mengenai Orang Bati di Maluku sungguh

paradoks (bertentangan) karena setiap anggota maupun kelompok masyarakat di Maluku yang memiliki pengalaman berjumpa, bergaul, dan sebagainya dengan Orang Bati tetapi sering dirahasiakan pada orang lain. Pengalaman setiap anggota maupun kelompok masyarakat di Maluku yang berbeda-beda menyebabkan informasi yang benar mengenai Orang Bati sulit ditemukan. Fenomena Orang Bati di Maluku terus mengalami paradoks karena sampai masa kini belum ditemukan studi ilmiah mengenai mereka. Untuk itu se-bagian anggota maupun kelompok masyarakat yang mendiami negeri-negeri adat di Maluku beranggapan bahwa Orang Bati adalah manusia atau orang ilang-ilang (hilang-hilang), manusia atau orang terbang-terbang, manusia atau orang jahat, dan sebagainya. Persepsi dari sebagian orang luar (Orang Maluku) terhadap Orang Bati seperti ini sebenarnya adalah stigma (anggapan negatif).

Penuturan orang luar (Orang Maluku) mengenai Orang Bati sangat kontroversial, dan hal ini sebenarnya telah berlangsung ratusan tahun. Setelah fenomena Orang Bati tersebut dicermati oleh peneliti sejak awal melalui cara menutur di kalangan Orang Maluku tertentu, timbul ide bahwa mesti ada sesuatu yang disembunyikan atau dirahasikan melalui ceritera tersebut. Sebelum penelitian ilmiah dilakukan oleh peneliti pada lokasi Orang Bati di Pulau Seram Bagian Timur, pada awalnya telah diupayakan untuk meng-himpun informasi dari tokoh masyarakat yang mendiami negeri-negeri adat di

Page 6: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

421

Maluku. Aktivitas ini mulai dilakukan peneliti sejak bulan Oktober 1985. Tetapi belum ditemukan pintu masuk yang tepat oleh peneliti karena in-formasi yang berasal dari masyarakat mengenai keberadaan tokoh kunci yang sedang dicari oleh peneliti masih simpang-siur. Kondisi tersebut makin berat ketika daerah atau lokasi yang ditunjuk oleh masyarakat pada peneliti untuk mencari keberadaan tokoh kunci masih sulit sarana transportasi darat dan laut. Selain itu juga keadaan geografis maupun sarana jalan dan jembatan yang tidak memadai karena terdapat sungai-sungai besar di Pulau Seram sehingga langkah ke lapangan dilakukan secara bertahap. Langkah ini kemudian di-lanjutkan dengan studi ilmiah bertema Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku Tentang Orang Bati tahun 2005.

Ternyata isu Orang Bati terus berkembang dalam berbagai ceritera oleh anggota maupun kelompok masyarakat di Maluku terus mengalami paradoks, terutama yang berkaitan dengan isu Orang Bati pada lingkungan masyarakat adat di Maluku. Orang Maluku yang mendiami negeri-negeri adat menjadikan isu Orang Bati sebagai ceritera turun-temurun, tanpa ada kejelasan. Ceritera atau penuturan sebagian besar Orang Maluku mengenai Orang Bati sampai saat ini terus krusial, dan informasinya makin paradoks3

3)Pertentangan pendapat yang muncul dalam setiap perdebatan dari sebagian besar Orang Maluku mengenai Orang Bati itu ada dan Orang Bati itu tidak ada, Orang Bati itu manusia dan Orang Bati itu bukan manusia seperti kita, dan sebagainya sehingga pertentangan yang berada pada dua kutub yang berbeda tersebut tidak pernah berakhir.

). Fenomena yang me-nimbulkan pertentangan pendapat di kalangan sebagian besar Orang Maluku mengenai Orang Bati terutama berkaitan dengan eksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa (ethnic group) atau kelompok etnik. Hal ini dapat saja terjadi karena setiap anggota maupun kelompok masyarakat di Maluku memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda.

Pikiran peneliti pada saat memperoleh informasi mengenai nama Orang Bati melalui ceritera orang tua-tua mengisyaratkan bahwa ada sisi kehidupan dari Orang Maluku atau Manusia Maluku yang belum diketahui. Fenomena Orang Bati yang paradoks ke-mudian menimbulkan idealisme yang kuat pada diri peneliti untuk mengetahui dan menjelaskannya secara benar kepada publik. Bertolak dari konsep orang yang dugunakan dalam interaksi sosial di kalangan Orang Maluku terdapat makna khas dan telah memberi dorongan kuat yang didasarkan pada motivasi awal adalah keingintahuan berdasarkan kepastian. Bagi peneliti sendiri, usaha menelusuri fenomena Orang Bati di Maluku tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi perlu dilakukan melalui suatu proses yang secara bertahap. Ada apa sebenarnya yang terdapat di balik konsep orang yang ditujukan pada Orang Bati sehingga persoalan tersebut terus mengalami paradoks (bertentangan)?.

Page 7: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

422

Paradigma mengenai sebutan orang yang digunakan dalam interaksi sosial di kalangan Orang Maluku memiliki makna berbeda-beda sehingga menimbulkan niat yang kuat bagi peneliti untuk menemukan siapa sebenar-nya yang dimaksudkan dalam konsep Orang Bati. Apa beda antara peng-gunaan sebutan orang yang ditujukan pada Orang Bati dengan sebutan Orang Ambon, Orang Saparua, Orang Haruku, Orang Nusa Laut, Orang Buru, dan lainnya di Maluku. Sebutan yang ditujukan pada Orang Bati senantiasa di-kaitkan dengan nama Orang Seram, dan selama ini dimaknai negatif atau stigma4

Waktu itu bapak DaKe baru datang dari Seram. Pengalaman merantau yang dimiliki oleh bapak DaKe kemudian diceriterakan pada peneliti. Penuturan bapak DaKe waktu itu menurut peneliti bahwa maknanya sangat berbeda dengan penuturan orang tua-tua yang sama sekali tidak memiliki pengalaman merantau. Pada waktu itu dalam hati dan pikiran peneliti terus bertanya-tanya setelah mendengar ceritera (penuturan) bapak DaKe mengenai kehidupan Orang Seram, terutama kehidupan yang ia jalani dengan teman-

). Berkaitan dengan paradoks Orang Bati melalui ceritera (penuturan) orang tua-tua yang senantiasa berputar-putar dengan makna ceritera yang sama dan tidak pernah tuntas. Idealisme peneliti untuk menelusuri fenomena Orang Bati secara mendalam karena nama Orang Bati seringkali menimbulkan rasa takut pada sebagian besar Orang Maluku.

Kisah ini terus berlangsung sampai dengan saat di mana peneliti ber-jumpa secara tidak sengaja dengan orang tua bernama bapak DaKe yang memiliki pengalaman hidup dan bergaul dengan Orang Seram di Pulau Seram selama 39 tahun. Waktu ini cukup lama bagi peneliti untuk menilai bapak DaKe sebagai sosok Orang Maluku yang memiliki pengalaman berharga dan bisa dijadikan sebagai titik star untuk menelusuri fenomena Orang Bati di Maluku. Perjumpaan pertama kali yang berlangsung secara tidak sengaja antara peneliti dengan Orang Ambon-Maluku yang bernama bapak DaKe. Pengalaman hidup dan bergaul antara bapak DaKe dengan Orang Seram, termasuk Orang Bati dipandang berharga oleh peneliti untuk menelusuri, memahami, dan menjelaskan secara benar mengenai fenomena yang sementara ini dialami oleh Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa. Kisah perjumpaan tidak sengaja antara peneliti dengan bapak DaKe sejak bulan September 1976 dapat dikemukakan lebih lanjut.

Perjumpaan Tidak Sengaja

4)Anggapan umum orang luar (Orang Maluku) ketika menyebut nama Orang Bati sebagai Orang Seram mengandung makna sebagai orang yang me-nyeramkan, menakutkan, jahat, kasar, dan sebagainya. Lebih dari itu sebutan yang ditujukan pada Orang Seram termasuk Orang Bati yaitu “orang atau manusia belakang tanah”.

Page 8: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

423

temannya yang disapa dengan nama Orang Bati. Pengalaman peneliti ketika berjumpa dengan bapak DaKe5

5)Waktu kami bertemu tahun 1976, bapak DaKe sudah berumur 58 tahun. Pada saat itu ia baru datang dari Puau Seram. Menurut informasi yang disampaikan bahwa ia berdiam di Pulau Seram 39 tahun pada saat itu, dan baru datang pertama kali ke Negeri Siri Sori Serani pada tahun 1976. Pada waktu itu sebagian besar Orang Siri Sori Serani tidak mengenal bapak DaKe karena mereka tidak melihatnya cukup lama, tetapi keluarga dekat masih mengenalnya secara baik.

) sebagai Orang Ambon-Maluku yang memiliki informasi mengenai Orang Bati yang diceriterakan pada tanggal 26 September 1976 ketika kami berjumpa pertama kali memiliki kesan kuat bahwa Orang Bati itu ada, terus bagaimana cara bapak DaKe bisa berjuma, bahkan bergaul dengan Orang Bati. Jawaban bapak DaKe pada peneliti bahwa, ceritera tersebut cukup panjang. Tetapi hal yang pasti bahwa perjumpaan antara bapak DaKe dengan Orang Bati bukan suatu kebetulan karena ia berusaha sendiri untuk datang dan menemui Orang Bati di tempat kediamannya di Pulau Seram.

Waktu itu bapak DaKe mengatakan pada peneliti bahwa ia telah berusia 58 tahun. Ia mendiami Pulau Seram selama 39 tahun, berarti pada usia 19 tahun bapak DaKe hidup terpisah dari keluarganya. Sewaktu kami berjumpa, bapak DaKe sering menceriterakan kehidupannya di Pulau Seram. Terutama yang berkaitan dengan pergaulan hidup yang ia jalani dengan Orang Seram, termasuk Orang Bati. Ketika bapak DaKe menyebut nama Orang Bati, ke-mudian peneliti membandingkan cara penuturannya dengan cara penuturan dari orang tua-tua mengenai kehidupan Orang Seram terutama Orang Bati terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam hati dan pikiran peneliti yaitu mesti penuturan dari bapak DaKe lebih masuk akal karena ia lama tinggal di Pulau Seram. Artinya menurut peneliti bahwa kaitan antara pengalaman yang dijalani oleh bapak DaKe sendiri ketika hidup dengan Orang Seram mesti berbeda dengan Orang Ambon Maluku yang sama sekali tidak memiliki pe-ngalaman bergaul Orang Seram, khususnya Orang Bati.

Melalui perjumpaan tidak sengaja dengan bapak DaKe, motivasi peneliti makin kuat untuk me-nelusuri kehidupan Orang Bati yang dianggap oleh se-bagian besar Orang Maluku sebagai sosok kehidupan manusia yang penuh dengan misteri, maupun sebutan terhadap mereka sebagai manusia ilang-ilang (hilang-hilang). Masih segar dalam ingatan peneliti tentang perjumpaan tidak sengaja yang berlangsung antara peneliti dengan bapak DaKe pada tahun 1976. Waktu itu bapak DaKe mengatakan pada peneliti bahwa ciri-ciri fisik, kehidupan sosial, dan lainnya dari Orang Bati itu identik dengan kehidupan Orang Maluku yang mendiami negeri-negeri maupun kampung-kampung di wilayah Maluku. Pernyataan seperti ini terus menguatkan pendirian peneliti untuk bertemu dengan Orang Bati.

Page 9: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

424

Sebagai orang tua yang memiliki pengalaman merantau ke Pulau Seram, pada saat itu bapak DaKe cukup disegani oleh orang tua-tua di Negeri Siri Sori Serani, karena nama Seram yang menakutkan, menyeramkan tetapi bapak DaKe pergi ke sana dan bisa kembali dengan selamat dan utuh. Dalam pan-dangan orang tua-tua bahwa kondisi yang dijalani oleh bapak DaKe di Seram mesti berbeda dengan kondisi di Negeri Siri Sori Serani. Kalau bapak DaKe ini tidak hebat berarti ia tidak mungkin kembali. Berdasarkan penuturan orang tua-tua di Negeri Siri Sori Serani pada peneliti saat itu bahwa bapak DaKe pergi ke Seram karena ada masalah dengan saudaranya bernama bapak JaKe. Itu berarti bapak DaKe ketika berada di Seram, mesti ia banyak belajar tentang ilmu-ilmu yang dimiliki Orang Seram. Sebab waktu 39 tahun lamanya bapak DaKe berada di Pulau Seram, mesti banyak sekali yang dipelajarinya. Apalagi bapak DaKe sering menyebut bahwa teman-temannya yang berasal dari Bati atau Orang Bati cukup banyak.

Selama beberapa hari bapak DaKe berada dengan keluarga kami di Negeri Siri Sori Serani, kemudian peneliti berusaha menanyakan pengalaman hidupnya dengan Orang Seram, karena penuturan orang tua-tua tentang kehidupan Orang Seram senantiasa menakutkan, maupun menyeramkan terutama mengenai Orang Bati yang disebut sebagai orang ilang-ilang (hilang-hilang)? Bapak DaKe menjawab secara singkat pada peneliti bahwa jangan cepat percaya dulu pada semua penuturan (ceritera) orang tua-tua karena hal itu belum tentu benar. Mereka yang seringkali berceritera mengenai Orang Seram, tetapi tidak tinggal di Seram. Bahkan ada di antara mereka yang belum pernah ke Pulau Seram. Menurut bapak DaKe bahwa cara penuturan orang tua-tua tentang Orang Seram mau-pun Orang Bati sama dengan ungkapan umum Ambon-Maluku menyebutnya yaitu informasinya tersebut berasal dari telepon tali hulaleng6

Penuturan bapak DaKe bahwa Orang Seram sebenarnya tidak me-nakutkan, atau tidak menyeramkan. Informasi lisan yang disampaikan bapak DaKe pada peneliti waktu itu bahwa Orang Bati itu sebenarnya ada. Tetapi untuk menjumpai mereka cukup sulit. Artinya, mereka dapat dijumpai, namun perlu mencari waktu dan saat yang tepat. Ketika memperoleh penutur-an bapak DaKe muncul dalam hati dan pikiran peneliti waktu itu bahwa tam-paknya penuturan bapak DaKe lebih masuk akal. Peneliti makin yakin bahwa bapak DaKe tidak mungkin membohongi peneliti. Peneliti makin percaya

). Ada juga istilah khas yang digunakan Orang Ambon-Maluku yaitu dorang (mereka) kalau tidak paham secara baik kemudian cara menutur mulai berkembang tidak terarah, tidak jelas, atau dong sinoli atau kewel.

6)Jenis tali hutan yang digunakan untuk mengikat sesuatu barang. Jadi talinya ada tetapi tidak dapat menyampaikan bunyi suara. Makna dari sinoli atau kewel yaitu penuturan yang tidak benar.

Page 10: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

425

karena bapak DaKe yang memiliki pengalaman hidup selama 39 tahun dengan Orang Seram, termasuk Orang Bati, adalah sosok orang tua yang berkata jujur.

Waktu itu bapak DaKe mengemukakan bahwa, kalau tidak percaya nanti suatu waktu ia akan mengantarkan peneliti ke Negeri Orang Bati di Seram. Ungkapan bapak DaKe pada peneliti seperti itu menimbulkan rasa percaya diri yang lebih dalam. Kalau ia tidak sempat mengantarkan peneliti, nanti cari teman dekatnya yang bernama bapak Suriti. Ia tinggal di Seram. Kalau ketemu teman baik dari bapak DaKe yang bernama bapak Suriti, nanti minta tolong atau minta bantuan pada orang itu. Kalau kamu datang menemui dia, dan minta tolong pasti ia akan membantu kamu dengan senang hati untuk datang ke Negeri Orang Bati. Tetapi kami harus ingat kata-kata kuncinya yaitu ”Hote-Banggoi-Hatumari-Samaloni-Henaratu-Siwa Lima satu tangkai”. Perjumpaan dan pertemuan antara peneliti dengan bapak DaKe tidak lama karena dua hari kemudian ia berpamitan pada keluarga kami di Siri Sori Serani untuk pergi ke Pulau Ambon.

Setelah bapak DaKe pergi ke Ambon pada tahun 1976, kemudian tahun 1978 bapak DaKe datang lagi ke tempat kediaman kami di Negeri Siri Sori Serani. Pada saat kedatangan yang ke dua kali ini bapak DaKe tinggal bersama dengan keluarga kami selama tujuh hari. Selama bapak DaKe berada dengan keluarga kami tujuh hari, peneliti memanfaatkan waktu tersebut untuk ber-tanya mengenai banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan Orang Seram. Peneliti dan bapak DaKe sering berdiskusi tentang banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan Orang Seram, terutama mengenai kehidupan Orang Bati karena peneliti beranggapan bapak DaKe sangat paham terhadap persoalan tersebut. Ketika awal peneliti bertanya kepada bapak DaKe tentang alasan mengapa beliau pergi ke Seram? Mengapa beliau pergi ke Ambon? Untuk keperluan apa saja? Ia hanya menjawab bahwa ada urusan penting. Nanti pada suatu waktu kamu akan mengetahuinya sendiri. Jawaban seperti itu membuat peneliti tidak merasa puas. Pada waktu yang lain peneliti terus bertanya pada bapak DaKe sampai ia menjelaskan detail mengenai kisah hidupnya di Pulau Seram maupun di Pulau Ambon. Pada hari ke tujuh di mana kepergian bapak DaKe peneliti sempat mengantarnya ke perbatasan negeri. Sementara kami berjalan baru ia mengatakan yang sebenarnya bahwa ia ke Pulau Seram karena ia tidak senang pada saudaranya yang bernama bapak JaKe, sedangkan ia ke Pulau Ambon untuk menemui keluarganya yaitu isteri dan dua orang anak (satu laki-laki dan satu perempuan). Mereka berdiam di Negeri Tuni Pulau Ambon. Isteri bapak DaKe bernama PaA, dan anak-anak bernama DaA dan HeA.

Kedatangan bapak DaKe selama tujuh hari di rumah kediaman kami di Negeri Siri Sori Serani, ia menceriterakan secara rinci pada peneliti tentang pergaulan hidup dengan Orang Seram, termasuk dengan teman-temannya dari Tana (Tanah) Bati. Mereka biasanya disapa dengan nama Orang Bati. Pe-

Page 11: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

426

nuturan bapak DaKe bahwa; (1) Teman-temannya yang berasal dari Bati adalah orang baik. Keadaan mereka selama bergaul dengan bapak DaKe tidak sama dengan ceritera orang tua-tua; (2) Perilaku Orang Bati selama bergaul dengan bapak DaKe adalah sopan, saling menghormati, toleransi, dan sebagainya. Informasi yang disampaikan oleh bapak DaKe pada peneliti ternyata tidak sama dengan ceritera (penuturan) yang berkembang selama ini di Maluku mengenai Orang Bati. Orang Ambon-Maluku selalu mengatakan bahwa Orang Bati itu jahat karena suka menyakiti orang lain dengan ilmu-ilmunya (maksudnya adalah ilmu hitam atau black magic). Mereka itu sebenarnya sama seperti kita Orang Ambon-Maluku, dan mereka mengetahui bahwa di luar sana (di luar lingkungan mereka) banyak sekali anggapan negatif (stigma) dari anggota maupun kelompok Orang Maluku yang di-tujukan pada diri mereka sebagai Orang Bati.

Selama ini Orang Bati tidak pernah memberikan tanggapan balik berupa apa pun apabila mendengar orang lain berceritera tentang diri mereka. Sebagai Orang Bati, mereka senantiasa memilih untuk diam agar identitasnya sama sekali tidak diketahui orang luar. Penuturan bapak DaKe mengenai Orang Bati kali ini makin menarik, jelas, dan seru karena berisi seluruh pe-ngalaman hidupnya. Pada saat bapak DaKe berceritera mengenai Orang Bati, peneliti berkesempatan untuk bertanya yaitu, apakah benar-benar Orang Bati itu ada? Bapak DaKe menjawab bahwa Orang Bati itu ada. Pernyataan bapak DaKe seperti ini memperkuat tekad peneliti untuk datang di Tana (Tanah) Bati guna bertemu dengan Orang Bati. Lebih lanjut peneliti menanyakan pada bapak DaKe mengenai ceritera yang pernah peneliti peroleh dari orang tua-tua, dan ia kembali bertanya pada peneliti bahwa mengapa bertanya begitu? Jawaban peneliti bahwa, selama ini penuturan yang peneliti peroleh dari orang tua-tua di Negeri Siri Sori Serani bahwa Orang Bati adalah orang ilang-ilang (hilang-hilang), orang yang bisa terbang, orang jahat, dan sebagainya. Untuk itu Orang Bati sulit, bahkan tidak bisa ditemui begitu saja. Kalau Orang Bati itu ada, tetapi mereka tidak kelihat-an, dan masih banyak anggapan lainnya yang berkonotasi negatif.

Bapak DaKe kembali mempertegas jawabannya pada peneliti bahwa ceritera mengenai Orang Bati yang berkembang seperti itu belum tentu benar karena tidak sesuai dengan pengalaman hidup yang ia alami sendiri. Sekarang tinggal percaya yang mana. Jawab sendiri. Pada saat itu peneliti lebih memilih ceritera yang disampaikan oleh bapak DaKe karena peneliti menilai ia tidak berbohong, dan memiliki pengalaman bergaul dengan Orang Seram, termasuk Orang Bati cukup lama. Informasi lisan yang disampaikan oleh bapak DaKe mengenai Orang Bati yang berkaitan dengan eksistensi mereka sebagai salah satu sukubangsa di Seram-Maluku, dan telah menjalani hidup bermasyarakat. Pernyataan seperti makin menarik perhatian peneliti. Namun kawasan Pulau Seram yang diceriterakan sebagai tempat kediaman Orang Bati benar-benar

Page 12: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

427

sangat asing bagi peneliti saat itu. Tetapi peneliti makin percaya pada pe-nuturan bapak DaKe karena pengalaman bergaul dengan Orang Seram, termasuk Orang Bati sejak bertahun-tahun sehingga ia menunjuk lokasi tidak mungkin salah. Penurutan bapak DaKe mengenai Orang Bati saat itu meliputi hal yang baik, maupun buruk selama mereka bergaul.

Menyimak semua penuturan bapak DaKe kemudian muncul kesan kuat pada peneliti bahwa, sebenarnya Orang Bati itu benar-benar ada atau tidak ada? Apakah benar mereka termasuk manusia yang baik hati. Mengapa orang lain menceriterakan Orang Bati senantiasa mengkaitkan kehidupan mereka sebagai orang jahat. Orang lain sering memojokkan Orang Bati pada hal-hal yang bersifat negatif. Pertanyaan seperti di atas kemudian peneliti mulai me-ngutarakan niat pada bapak DaKe kalau ada kesempatan apakah peneliti boleh ikut dengan bapak DaKe di tempat kediamannya di Seram. Bapak DaKe menjawab bahwa, boleh saja, yang penting kamu benar-benar berkeinginan atau berniat untuk pergi dengan beta (saya) ke Seram.

Akhirnya kami berdua sepakat bahwa suatu waktu peneliti mesti ber-usaha untuk datang ke tempat kediaman bapak DaKe di Pulau Seram. Makna dari penuturan bapak DaKe mengenai kehidupan Orang Seram, termasuk Orang Bati dianggap oleh peneliti lebih jelas, riil, dan masuk akal karena didukung oleh pengalaman hidup yang ia jalani sendiri selama 39 tahun di Pulau Seram. Pengalaman hidup bapak DaKe dengan Orang Seram, termasuk Orang Bati sangat berbeda dengan orang lain, sehingga menurut peneliti bahwa ceritera bapak DaKe mengenai kehidupan Orang Seram, khususnya Orang Bati benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Setelah kami berdua sepakat, kemudian bapak DaKe menyampaikan niat untuk pergi ke Pulau Ambon. Pengalaman perjumpaan tidak sengaja yang berlangsung antara bapak DaKe dengan peneliti yang kedua kalinya tahun 1978 telah memberikan motivasi dan inspirasi yang kuat pada peneliti untuk mencari dan menemukan Orang Bati. Apa yang terjadi kemudian setelah bapak DaKe berpamitan pada peneliti dan keluarga untuk pergi ke Ambon? Semuanya bersifat rahasia yang sama sekali tidak diketahui saat itu.

Kepergian Bapak DaKe Setelah bapak DaKe berpamitan untuk pergi ke Pulau Ambon pada

minggu ke dua bulan Oktober 1978, dan akhir bulan Oktober kami sekeluarga di Negeri Siri Sori Serani menerima informasi dari keluarga di Ambon bahwa bapak DaKe telah meninggal dunia, dan jenazahnya telah dimakamkan di Negeri Tuni Pulau Ambon. Kepergian bapak DaKe kali ini untuk selama-lamanya, dan kami tidak pernah berjumpa lagi. Peristiwa yang menimpa bapak DaKe kali ini sehingga ia meninggal dunia turut menggoncangkan hati

Page 13: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

428

dan pikiran peneliti karena kesepakatan kami untuk datang ke Negeri Orang Bati tidak mungkin diwujudkan lagi. Bagi peneliti yaitu, niat untuk datang ke Negeri Orang Bati menjadi putus di tengah jalan. Kesepakatan peneliti dan bapak DaKe tinggal dalam pesan lisan. Isi pesan lisan yang pernah di-tinggalkan bapak DaKe pada peneliti waktu itu adalah “Kalau umur panjang kita akan datang ke Negeri Orang Bati. Apabila suatu waktu beta (saya) tidak dapat mengantar kamu ke Negeri Orang Bati, nanti kamu cari saja teman dekat yang bernama Suriti. Ia tinggal di Seram. Kalau ketemu pasti ia bersedia mengantar kamu ke atas (maksudnya ke Negeri Orang Bati)”.

Isi pesan tersebut senantiasa peneliti ingat. Setiap saat peneliti terus berusaha mengingat kembali semua penuturan dan pesan yang pernah bapak DaKe tinggalkan bagi peneliti selama ia masih hidup, dan nama Seram terus terbayang dalam ingatan peneliti. Waktu itu dalam pikiran peneliti bahwa Seram itu adalah suatu negeri atau kampung sehingga kalau ke sana dan me-nanyakan pada penduduk mesti bisa menemukan bapak Suriti secara mudah. Ternyata dugaan peneliti itu salah. Setelah peneliti menanyakan hal ini pada orang tua-tua di Negeri Siri Sori Serani, mereka menjawab bahwa Seram itu besar, bukan satu kampung tetapi Seram itu adalah suatu pulau. Di Pulau Seram terdapat banyak sekali kampung atau negeri yang ditempati oleh orang yang bermacam-macam. Orang tua-tua malah mencegah atau melarang pe-neliti agar jangan ke Pulau Seram. Ungkapan orang tua-tua pada peneliti yaitu, ose (kamu) jangan saloro (jangan coba-coba atau jangan main-main) untuk ke Seram, sebab sampai sekarang ini Seram masih gelap7

Pengalaman perjumpaan tidak sengaja yang berlangsung antara peneliti dengan bapak DaKe yang kaya pengalaman bergaul dengan Orang Seram, khususnya Orang Bati terus membangkitkan minat pada peneliti untuk mengetahui persoalan tersebut secara lebih mendalam karena dianggap oleh peneliti bahwa in-formasi yang disampaikan oleh bapak DaKe lebih aktual

).

Kepergian bapak DaKe pada pertengahan bulan Oktober 1978 ke Pulau Ambon adalah perjalanan yang terakhir kali karena minggu ke tiga bulan Oktober 1978 kami sekeluarga memperoleh informasi dari saudara di Ambon bahwa bapak DaKe telah meninggal dunia di Negeri Tuni-Pulau Ambon. Ketika peneliti memperoleh informasi mengenai kematian bapak DaKe saat itu, ibarat disambar petir. Makna perjumpaan pertama kali maupun kedua antara peneliti dengan bapak DaKe terus direnung setiap saat. Walaupun saat ini bapak DaKe (alm) sudah tidak ada lagi karena ia telah meninggal dunia, namun perjumpaan dengan bapak DaKe (alm) sungguh bermakna dan ber-manfaat untuk mengungkap sisi kehidupan Manusia Seram yaitu Orang Bati yang selama ini dianggap misteri oleh Orang Ambon-Maluku.

7)Makna dari kata gelap yaitu suatu kondisi atau keadaan yang sama sekali belum, bahkan tidak diketahui secara benar sehingga dapat menyulitkan diri sendiri.

Page 14: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

429

dan benar apabila dibandingkan dengan ceritera dari orang tua-tua. Pengalaman hidup yang di-jalani oleh bapak DaKe dengan Orang-Orang Seram, termasuk Orang Bati yang diceriterakan secara rinci pada peneliti telah memberikan dorongan kiat dan membangkitkan minat untuk menelusuri fenomena Orang Bati secara lebih mendalam. Dalam hal ini yang perlu dicermati oleh seorang peneliti kualitatif yaitu suatu fenomena sosial yang muncul melalui ceritera atau penuturan ada sisi benar, tetapi ada juga yang tidak benar, bahkan bisa menyesatkan.

Untuk itu mendalami ceritera atau penuturan memiliki berbagai makna, dan hal ini sangat tergantung pada isu apa yang dianggap relevan dan layak untuk dilakukan penelitian ilmiah. Sebab semua ceritera atau penuturan dari masyarakat belum tenttu menjadi isu menarik, maupun menjadi suatu masalah penelitian kualitatif yang perlu dicari solusinya. Fenomena Orang Bati di Maluku menurut pandangan peneliti adalah layak untuk dijadikan sebagai masalah penelitian ilmiah karena sifatnya paradoks antara isu dengan pengalaman hidup seseorang tentang Orang Bati seperti dijalani oleh bapak DaKe di Pulau Seram. Oleh peneliti, kehidupan yang dijalani oleh bapak DaKe dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk menelusuri, memahami, dan menjelaskan fenomena Orang Bati secara baik dan benar apabila fakta tersebut ditemukan melalui suatu penelitian ilmiah yang mendalam. Kisah ini oleh peneliti dimaknai sebagai pengenalan ceritera mengenai kehidupan Orang Seram, khususnya Orang Bati sehingga terus membangkitkan minat pada diri peneliti untuk mengetahui, memahami, dan menjelaskannya secara benar pada publik, terutama yang berkaitan dengan mitos orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang), orang atau manusia misteri, dan sebagainya.

Dari Pengenalan Ceritera Orang Bati ke Minat

Setelah melanjutkan studi pada Jurusan Sosiologi Universitas Pattimura-Ambon, ternyata peneliti sering mendengar ceritera (penuturan) orang tua-tua di Ambon tentang Orang Bati. Bahkan di Ambon, ceritera tersebut lebih mengemuka, baik pada lingkungan permukiman, pekerjaan, sampai di rumah-rumah kopi. Ketika melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 1984 peneliti mendapat lokasi di Waipia Seram Selatan, Kabupaten Maluku Tengah. Selama berada di lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN), peneliti sering mendengar informasi yang berkaitan dengan Orang Bati. Orang Waipia tidak menyebut nama Orang Bati tetapi mereka menyebutnya culet8

8)Maknanya yaitu sosok orang atau manusia yang sering melakukan serangan pemenggalan kepala manusia untuk kepentingan ritual adat tertentu pada suku-suku tertentu di Pulau Seram pada masa lampau.

). Kesempatan tersebut di-gunakan oleh peneliti untuk menelusuri informasi mengenai kehidupan Orang Seram dan khususnya Orang Bati. Namun informasi yang peneliti per-

Page 15: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

430

oleh dari masyarakat di sekitar wilayah ini sama sekali belum memberikan titik terang karena mereka bukan penduduk asli Pulau Seram. Mereka adalah penduduk yang berasal dari Pulau Teon, Nilai, dan Serua yang dievakuasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku sekitar tahun 1970-an karena bencana alam gunung berapi.

Setelah peneliti menyelesaikan studi pada Jurusan Sosiologi Universitas Pattimura bulan September 1985, maka peneliti mengambil keputusan untuk menelusuri Pulau Seram. Langkah pasti dari peneliti untuk memasuki Pulau Seram yang sudah dicanangkan kemudian dilaksanakan. Ceritera (penuturan) dari sebagian besar penduduk yang mendiami Pulau Seram Tengah bagian selatan yang dijumpai peneliti cukup marak mengenai fenomena Orang Bati. Anggapan mereka semua yang dijumpai oleh peneliti adalah sama karena Orang Bati dianggap sebagai orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang), orang jahat, dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman tersebut, kemudian pe-neliti memutuskan untuk kembali menelusuri informasi pada penduduk di Pulau Seram Tengah bagian selatan.

Langkah Awal Peneliti Menelusuri Pulau Seram Pada tanggal 15 Oktober 1985 peneliti mulai melangkah menuju Pulau

Seram Tengah bagian selatan dengan tujuan kedatang yaitu Negeri Amahai, kemudian menuju ke Dusun Yalahatan dan Hatumari di Negeri Tamilou. Lokasi ini dijadikan tujuan pertama peneliti waktu itu karena selama hidup dari bapak DaKe ia sering datang ke daerah tersebut. Setelah peneliti datang ke lokasi tersebut, ternyata informasi yang diperoleh dari masyarakat bahwa bapak DaKe tidak datang di tempat itu saja. Tokoh adat yang berhasil dijumpai oleh peneliti di daerah ini menyarankan agar peneliti mencari informasi lebih jauh pada orang-orang di Negeri Tehoru, Lapa, Laiumu, Werinama, Wahai, dan juga di wilayah Seram Barat di Negeri Buria, Kairatu, Piru, dan lainnya sebab bapak DaKe sering datang ke tempat-tempat tersebut.

Pertimbangan untuk datang di Negeri Tamilou karena bapak DaKe (alm) pernah mengingatkan peneliti bahwa di Pulau Seram ini ada katong (kita) punya basudara. Masyarakat Tamilou di Pulau Seram memiliki hu-bungan orang basudara atau orang gandong yang disapa bongso dengan masyarakat Negeri Siri Sori Serani di Pulau Saparua. Pilihan ini dianggap mudah untuk dilakukan karena menyapa bongso mesti peneliti bisa dibantu dengan senang hati tanpa menuntut imbalan. Kondisi kendaraan angkutan darat di kala itu tergolong masih sangat sulit. Untuk itu perjalanan kaki yang dilakukan oleh peneliti menuju Negeri Tamilou dimulai dari Negeri Amahai. Jarak tempuh dari Negeri Amahai menuju Negeri Tamilou kurang lebih 102 km. Pada saat itu peneliti berangkat dari Negeri Amahai sekitar jam 06.30 Wit

Page 16: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

431

pagi dan tiba di Hatumari (Hatu = batu, dan Mari = panggil atau game) jam 18.00 Wit.

Setelah melewati sore hari di Hatumari, kemudian peneliti kembali di Dusun Yalahatan. Waktu itu peneliti menyebut diri adalah bongso dari Negeri Siri Sori Serani, kemudian peneliti diantar oleh bapak IbPa ke rumah Kepala Dusun Yalahatan. Ketika berada di Dusun Yalahatan, peneliti diminta untuk menginap di rumah kediaman Kepala Dusun Yalahatan yaitu bongso W karena hari makin larut malam. Peneliti mengiyakan permintaan bongso W. Waktu itu hari makin gelap, dan malam segera tiba. Peneliti diundang untuk makan malam bersama dengan keluarga bongso W. Selesai makan malam, bongso W menanyakan maksud kedatangan peneliti ke Hatumari di Negeri Tamilou. Peneliti menjelaskan tentang maksud untuk mencari seorang teman (sahabat) yang bernama bapak Suriti. Ia berteman baik dengan saudara pe-neliti yang bernama bapak DaKe (alm). Bongso W menjelaskan kalau nama bapak DaKe (alm) mereka sangat mengenalnya, karena itu katong pung basudara (kita punya basudara) dari Siri Sori Serani. Tetapi kalau nama bapak Suriti, mereka belum mengenal. Tetapi bongso W menyampaikan bahwa nanti ia tanyakan pada basudara lain di Negeri Tamilou mungkin saja ada orang yang pernah mengenalnya.

Keesokan harinya peneliti berpamitan untuk datang ke Negeri Tamilou. Setelah berada di Negeri Tamilou, ternyata nama bapak Suriti juga tidak ada warga yang mengenalnya. Hanya ada informasi yaitu, tanyakan pada bongso Asa, sebab ia adalah orang yang sering pergi di tempat-tempat lain di Seram, mungkin ia bisa membantu. Namun pada saat itu bongso Asa sementara tidak berada di Negeri Tamilou. Warga di Negeri Tamilou menyebutkan bahwa, nama ini mesti nama yang dimiliki oleh orang-orang yang mendiami wilayah pegunungan atau mereka yang mendiami wilayah pedalaman di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu). Anggota masyarakat di Negeri Tamilou menjanji-kan nanti mereka mencari informasi mengenai nama tersebut. Apabila mereka sudah menemukan orang tersebut baru mereka sampaikan pesannya. Lama sudah tidak ada berita sama sekali dari basudara di Negeri Tamilou.

Minat peneliti untuk menemui Orang Bati terus bergulir setiap saat sehingga usaha mengidentifikasi informasi awal dilakukan kembali. Setiap kali berjumpa dengan basudara atau bongso Tamilou di Ambon, peneliti senantiasa me-nanyakan informasi tentang keberadaan bapak Suriti. Namun belum ada informasi lanjut. Sambil menunggu informasi dari basudara di Negeri Tamilou, peneliti melakukan kegitaan untuk mengidentifikan ulang semua informasi awal dari masyarakat yang berkaitan dengan fenomena Orang Bati. Perjalanan peneliti ke Pulau Seram pernah mengalami hambatan cukup lama karena kondisi sarana perhubungan darat, laut, dan komunikasi waktu itu cukup sulit. Untuk itu aktivitas mencari tokoh kunci tersebut pernah berhenti cukup lama

Page 17: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

432

selain kondisi tersebut di atas, kemudian bertambah berat ketika wilayah Maluku dilanda konflik sosial yang cukup lama.

Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku Tentang Orang Bati Usaha melakukan identifikasi informasi awal mengenai fenomena

Orang Bati di Maluku penting dan tergolong krusial. Melalui Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku tentang Orang Bati yang dilakukan oleh peneliti sejak tahun 2005 pada lingkungan masyarakat adat Ambon-Maluku yang mendiami Pulau Ambon, Saparua, Nusa Laut, Buru, Banda, dan Seram (Seram Barat dan Seram Tengah Bagian Selatan). Tokoh spiritual (maweng) yang dijumpai di Ambon-Maluku maupun Seram sering mencegah peneliti agar tidak melakukan studi pada Orang Bati. Hal yang sama juga dialami oleh pe-neliti ketika berkonsultasi dengan Prof. DR. J. W. Ayawaila, DEA (pa Jop) pada bulan September 2008. Pa Jop (adalah nama inisial) untuk Prof. DR. J. W. Ayawaila, DEA di mana beliau sendiri menyarankan pada peneliti agar jangan mengambil tema mengenai Orang Bati. Menurut pak Jop, karena tema itu sulit, karena ia memiliki pengalaman di mana ada orang yang pernah gagal ketika melakukan studi ini pada masa lampau. Namun pa Jop tidak menyebutkan siapa sebenarnya yang pernah gagal menulis ilmiah tentang Orang Bati.

Kata-kata peneliti yang disampaikan pada pak Jop waktu itu ada-lah beta (saya) akan berusaha masuk dalam Dunia Orang Bati melalui pintu rumah, bukan lewat jendela atau tempat lain, pak Jop. Kata pak Jop, ini pendapat menarik. Pa Jop juga bertanya pada peneliti bahwa, apakah orang yang pernah gagal menulis tentang Orang Bati masuk melalui jendela Piet. Peneliti menjawab bahwa, mungkin saja begitu pa Jop, sehingga pemilik rumah marah tidak memberikan restu, bahkan orang yang bersangkutan bisa diusir untuk ke luar dari rumah. Waktu itu peneliti belum memberitahukan pada pa Jop bahwa peneliti sudah bertemu dengan leluhur Orang Bati (Manusia Batti) maupun dengan Orang Bati yang mendiami Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Garuda), Rumbou, Rumoga, Kian Darat, Kufarbolowin, dan Madak.

Unntuk memasuki Dunia Orang Bati di Pulau Seram sesungguhnya tidak bisa menggunakan surat izin dari instansi pemerintah terkait. Orang Bati tidak mengenal itu sama sekali. Apalagi “Manusia Batti” tidak mengenal izin semcam itu. Izin untuk memasuki Dunia Orang Bati yang sesungguhnya yaitu melakukan ritual atau fakur. Ritual khusus untuk keperluan ini hanya bisa dilakukan oleh Maweng (ahli spiritual) yang paham tentang dunia riligi Alifuru Seram. Ingat, tidak semua Maweng mengetahui hal ini. Untuk itu sekali lagi peneliti ingatkan pada siapa saja bahwa, orang yang memperoleh

Page 18: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

433

restu untuk masuk dalam Dunia Orang Bati adalah Piet-Bati. Sebab restu ini diperoleh melalui pertarungan nyawa, dan ada tanda khusus yang dimiliki oleh Piet-Bati. Untuk itu jangan main-main atau coba-coba menulis mengenai Orang Bati kalau tidak memiliki restu dari leluhur Orang Bati. Hakikatnya bisa fatal karena nyawa setiap orang hanya satu, dan tidak bisa tergantikan. Melalui kesempatan ini peneliti sekali mengingatkan bahwa untuk menemui Orang Bati itu mudah, tetapi menemui leluhur Orang Bati yang bernama “Manusia Batti” tidak mudah karena rahasia perjalanannya harus dipahami secara benar, dan itu hanya ada di Piet-Bati.

Ungkapan pa Jop lebih lanjut yaitu, kalau tekad dan niat Piet sudah bulat, torang tra bisa bikin apa-apa (kita tidak bisa berbuat apa-apa). Piet memang wataknya begitu. Mau apa lagi torang. Beta (saya) mendoakan saja semoga Piet dapat menjalani rencana ini secara baik, tetapi berhasil. Kalau ini berhasil Piet, ngoni (kamu) terus sekolah sudah Piet. Peneliti menjawab pasti, yang penting pa Jop bersedia membantu peneliti. Pa Jop menjawab yaitu pasti saya membantu selama bisa saya bantu. Pertimbangan peneliti untuk me-lakukan Studi Budaya Tutur sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam menyiapkan studi yang lebih mendalam. Hasil studi budaya tutur pada Orang Ambon-Maluku teridentifikasi sebagai berikut; (1) Ada anggota masya-rakat yang pernah bertemu dengan Orang Bati secara tidak sengaja; (2) Ada anggota masyarakat yang pernah datang dan tinggal untuk sementara waktu di perkampungan Orang Bati, kemudian kembali lagi; (3) Ada anggota masya-rakat yang mendengar tentang Orang Bati melalui ceritera secara turun-temurun dari orang tua mereka sendiri; (4) Ada anggota masyarakat yang memperoleh informasi tentang Orang Bati dari tetangga; (5) Ada anggota masyarakat yang memperoleh informasi tentang Orang Bati dari teman, tetangga, saudara, dan sebagainya.

Hasil identifikasi mengenai persepsi Orang Ambon-Maluku mengenai Orang Bati sebagai berikut: (1) Orang Bati dianggap sebagai manusia suanggi; (2) Orang Bati dianggap sebagai orang yang seringkali mencuri anak-anak kecil dan perempuan (anak gadis) kemudian di bawa ke perkampungan mereka untuk dipelihara; (3) Orang Bati dianggap sebagai pencuri (maling) yang seringkali masuk ke dalam rumah orang lain pada waktu siang maupun malam hari untuk mengambil barang yang mereka inginkan; (4) Per-kampungan Orang Bati itu tidak kelihatan, dan sangat rahasia; (5) Orang Bati sangat merahasiakan kehidupan mereka terhadap orang lain; (6) Orang Bati sering menyusahkan orang lain dengan cara doti atau pamanakal yaitu; (7) Orang Bati biasanya melakukan perjalanan pada waktu siang maupun malam hari, teristimewa pada saat angin timur mulai bertiup; (8) Perilaku Orang Bati sangat kasar dan buruk; (9) Orang Bati bukan manusia biasa seperti kita; (10) Kita takut bertemu dengan Orang Bati karena bisa disakiti; (11) Apabila terjadi hujan-panas jangan ke luar rumah sebab Orang Bati biasanya ke luar mencari

Page 19: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

434

mangsa; (12) Jangan berurusan dengan Orang Bati karena mereka adalah manusia aneh; (13) Jika bertemu dengan Orang Bati sebaiknya menghindari mereka; (14) Orang Bati adalah manusia terbang-terbang; (15) Orang Bati adalah manusia ilang-ilang (hilang-hilang); (16) Orang Bati adalah manusia primitif, kasar, kejam, dan bodoh; (17) Orang Bati adalah manusia yang me-miliki ilmu hitam (black magic); (18) Bahkan sampai saat ini terdapat larangan dari orang tua-tua pada anak-anak untuk menyebut nama Orang Bati secara sembarangan karena tabu atau pamali (pantangan) dan bisa menyebabkan orang tersebut bisa sakit yang sulit disembuhkan, bisa di bahwa perkampung-an Orang Bati dan tidak bisa kembali lagi.

Hasil studi budaya tutur Orang Ambon-Maluku tentang Orang Bati terdapat delapan belas stigma (anggapan negatif) yang ditujukan pada Orang Bati. Anggapan negatif seperti ini bagi peneliti berada di antara dua paradigma sangat mendasar yaitu antara benar dan betul. Jawaban sementara yang coba dipegang oleh peneliti kala itu apabila anggapan Orang Ambon seperti adalah benar, berarti saya harus benar-benar siap menghadapi semua kemungkinan yang dapat terjadi apabila berjumpa dengan Orang Bati. Sebaliknya kalau anggapan umum seperti betul, berarti itu adalah suatu kebetulan saja Orang Ambon-Maluku melakukan rekayasa ceritera yang tidak benar dengan kenyataan, sehingga fenomena Orang Bati menjadi lebih krusial, paradoks, dan sebagainya. Pada saat melakukan studi budaya tutur, peneliti memperoleh informasi dari bongso ASa di Negeri Tamilou mengenai ciri-ciri tokoh kunci yang sedang dicari-cari oleh peneliti. Langkah peneliti untuk menuju kawasan Seram Utara sampai dengan perbatasan Seram Timur mulai dilakukan untuk mencari keberadaan dari bapak Suriti yang dipandang oleh peneliti sebagai salah satu tokoh kunci.

Informasi Mengenai Keberadaan Tokoh Kunci

Sementara peneliti sedang melakukan Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku Tentang Orang Bati, peneliti juga terus berusaha mencari informasi tentang keberadaan bapak Suriti sebagai salah satu tokoh kunci. Ketika peneliti berada di Negeri Tamilou pada tanggal 14 Januari 2006, ada salah seorang warga bernama bongso ASa yang menyarankan agar peneliti datang untuk mencari informasi ke Kampung atau Dusun Hote-Banggoi. Se-telah memperoleh informasi tersebut, kemudian peneliti menyusun rencana untuk melakukan perjalanan menuju Hote-Banggoi. Pada tanggal 1 Mei 2006 peneliti mulai bertolak meninggalkan Pulau Ambon untuk menuju wilayah Hote-Banggoi yang terdapat di Pulau Seram Bagian Timur. Perjalanan dari Pulau Ambon dengan menggunakan kendaraan roda dua (motor) yaitu menyeberangi dengan kapal Feri dari Pelabuhan Hunimuo di di Negeri Liang Pulau Ambon ke Pelabuhan Waipirit di Kairatu Pulau Seram Bagian Barat.

Page 20: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

435

Selanjutnya perjalanan dilakukan melalui jalan darat darat dari Pulau Seram Bagian Barat menuju ke Pulau Seram Tengah bagian selatan, kemudian di-teruskan ke wilayah Pulau Seram Bagian Utara. Setelah melewati wilayah Pulau Seram Bagian Utara kemudian menuju Pulau Seram Bagian Timur. Perjalanan peneliti ke wilayah ini waktu itu masih berkaitan dengan aktivitas penelitian ilmiah bertema Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku Tentang Orang Bati. Proses pengumpulan data lapangan masih dilakukan oleh peneliti, termasuk juga di Pulau Seram. Aktivitas peneliti ketika melakukan penelitian di Pulau Seram untuk mencari tokoh kunci pada hari ke tiga melakukan per-jalanan dalam kawasan hutan pedalaman Banggoi, peneliti berhenti pada tempat kering yang terletak antara Sungai (Alsul) Bobi dan Sungai (Alsul) Manis yang terletak antara wilayah Banggoi dan Bula. Setelah menyeberang-kan motor melewati sungai tersebut, tampak dari jauh sosok laki-laki ber-badan tegak sedang mendekat pada posisi peneliti. Matahari sore hampir tebenam dibalik deretan bukit dan pegunungan yang menjulang tinggi sekitar kawasan Seram Utara. Laki-laki berbadan tegak ini sedang membawa sepotong kayu dan parang (golok). Peneliti terus berdiri dan mendekati laki-laki ter-sebut. Kami saling menyapa, dan memperkenalkan nama dan marga masing-masing. Laki-laki berbadan tegak ini menyebut namanya yaitu OkHe.

Ia bertanya pada peneliti yaitu hendak ke mana? peneliti menjawab bahwa, belum tahu, karena peneliti sedang mencari seorang teman lama dari saudara peneliti. Nama orang yang sedang peneliti cari yaitu bapak Suriti. Ia menjawab bahwa, belum pernah mendengar nama tersebut disekitar wilayah ini. Hari makin remang-remang. Laki-laki bernama OkHe ini kemudian mengajak peneliti untuk mampir ke rumah kedimannya di Banggoi pedalam-an. Letak rumahnya tidak jauh dari Sungai (Alsul ) Bobi. Ia mengungkapkan bahwa nanti di sana kita bisa bertanya pada bapaknya, mungkin ia bisa memberi informasi. Hari makin malam. Kami berdua jalan perlahan-lahan menuju rumah kediamannya. Ketika berada di rumah kediaman OkHe ia memperkenalkan peneliti pada keluarganya.

Orang tertua di rumah tersebut bernama bapak HaHe, dan sehari-hari disapa dengan nama Tete Haya. Katika OkHe memberitahukan kepada orang tuanya yang bernama Tete Haya bahwa peneliti ke daerah ini untuk mencari seorang teman bernama bapak Suriti, maka bapak HaHe atau Tete Haya menyebut bahwa ia pernah mendengar nama itu. Tetapi ia tidak mengetahui lagi keberadaan orang tersebut sekarang karena mereka sudah lama sekali tidak bertemu. Jawaban bapak Suriti pada peneliti seperti itu dianggap sangat berarti karena orang yang sedang dicari benar-benar ada. Dalam hati peneliti kalau itu benar, tinggal waktu yang tepat (tanoar) dan tempat yang me-nentukan perjumpaan antara peneliti dengan bapak Suriti akan berlangsung. Waktu terus berjalan. Pada hari pertama peneliti berada di rumah kediaman bapak HaHe atau Tete Haya makin larut malam tetapi kami terus berceritera.

Page 21: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

436

Bapak HaHe atau Tete Haya menyarankan agar peneliti menginap saja di rumahnya.

Nanti besok pagi baru pergi mencari temannya. Mengingat wilayah itu terdiri dari kawasan hutan belantara, peneliti memenuhi ajakan bapak HaHe atau Tete Haya untuk bermalam di rumahnya. Isteri dari bapak HaHe atau Tete Haya dan anak perempuannya yang masih kecil sibuk menyiapkan makan malam. Ia paham kalau peneliti belum makan sejak siang. Bapak HaHe atau Tete Haya menanyakan pada peneliti, apakah bisa makan papeda (bubur sagu) atau tidak? Peneliti mengatakan bisa makan papeda (bubur sagu). Malam itu saya dengan keluarga bapak HaHe atau Tete Haya makan bersama-sama. Setelah selesai makan malam, peneliti masih bercakap-cakap dengan bapak HaHe atau Tete Haya. Waktu itu arloji ditangan peneliti menunjukkan jam 24.00 Wit, kemudian kami menyudahi percakapan untuk beristirahat malam.

Keesokan hari peneliti bangun pagi-pagi sekali. Ternyata bapak HaHe atau Tete Haya sudah berada di rumah kecil yang terletak di tengah kebun ubi-ubiannya. Peneliti datang menghampiri bapak HaHe atau Tete Haya di rumah kebun (aana) atau paparisa. Bapak HaHe atau Tete Haya bertanya pada peneliti tentang keadaan tidur malam di rumahnya yang banyak nyamuk. Peneliti mengatakan bahwa, semalam tidur saya lelap sekali. Isteri bapak HaHe atau Tete Haya datang ke rumah kebun (paparisa) sambil menyuguhi kopi dan kasbi (singkong) goreng untuk kami sarapan pagi. Pada saat kami sedang sarapan pagi, bapak HaHe atau Tete Haya menyampaikan bahwa, se-telah selesai sarapan, kemudian langsung pergi mencari teman atau bagai-mana? Peneliti menjawab iya. Bapak HaHe atau Tete Haya juga mem-beritahukan bahwa, kalau ia memperoleh informasi mengenai keberadaan bapak Suriti nanti ia memberi kabar. Untuk itu kalau melewati daerah ini sering mampir ke rumahnya sehingga bisa mengecek informasi dari beliau. Peneliti menjawab terima kasih banyak kalau bapak HaHe atau Tete Haya bersedia untuk membantu peneliti guna menemukan bapak Suriti.

Setelah kami sarapan pagi, peneliti langsung berpamitan pada bapak HaHe atau Tete Haya dan keluarganya untuk kembali ke Wahai. Setiap 2 (dua) minggu sekali peneliti sering melewati daerah kediaman dari bapak HaHe atau Tete Haya. Pada bulan Juli tahun 2006, peneliti sudah enam kali melewati daerah tersebut. Setiap saat peneliti sampai di wilayah ini mesti mampir di rumah kediaman bapak HaHe atau Tete Haya untuk menanyakan informasi mengenai keberadaan Oyang Suriti. Ketika perjumpaan dengan bapak HaHe atau Tete Haya pada kali yang ke lima dan ke enam saya mulai mencurigai pembicaraan bapak HaHe atau Tete Haya bahwa beliau ini sesungguhnya mengetahui secara benar di mana keberadaan bapak Suriti yang sesungguhnya. Hal ini tampak dari pembicaraan ketika kami berdua makan sirih dan pinang di rumah kebunnya pada pertemuan ke tujuh. Peneliti me-ngemukakan bahwa, ada amanat dari saudara bernama bapak DaKe untuk di-

Page 22: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

437

sampaikan pada bapak Suriti. Untuk itu peneliti terbeban pada pesan ini. Bapak HaHe atau Tete Haya langsung menjawab bahwa bapak DaKe sudah meninggal dunia lama sekali. Kecurigaan peneliti lebih dalam lagi pada bapak HaHe atau Tete Haya.

Mengapa ia mendiami tempat terisolasi di pedalaman Banggoi seperti ini bisa mengetahui kejadian yang menimpa bapak DaKe di Ambon. Alasanya yaitu ada teman dekatnya yang memberitahukan. Peneliti tidak yakin pada ucapannya. Untuk itu peneliti langsung mengatakan bahwa teman dekat ba-pak HaHe atau Tete Haya itu bernama KaHi atau Awr. Bapak HaHe atau Tete Haya langsung kaget, dan langsung bertanya pada peneliti apakah peneliti mengenal mereka? Peneliti mengatakan belum mengenal mereka, tetapi bapak DaKe pernah menceriterakan tentang keadaan mereka pada peneliti. Bapak HaHe atau Tete Haya mengungkapkan bahwa beta (saya) juga pernah bertemu mereka tetapi sudah lama sekali di sana, sambil menunjuk arah di mana mereka bertemu.

Orang gunung di Pulau Seram kalau mengatakan lama sekali itu bisa bermakna satu hari atau juga satu tahun, bahkan lebih. Peneliti langsung men-jawab bahwa, kalau begitu peneliti telat sedikit saja! Bapak HaHe atau Tete Haya mengungkapan bisa begitu. Jawaban dari bapak HaHe atau Tete Haya seperti ini memastikan pada peneliti bahwa orang yang sementara berada di depan peneliti ini sesungguhnya adalah bapak Suriti yang selama ini dicari-cari oleh peneliti. Pada saat itu peneliti langsung mengatakan bahwa ternyata di depan peneliti ini adalah Oyang Suriti. Seketika itu juga bapak HaHe atau Tete Haya langsung berbisik-bisik di telinga peneliti bahwa jangan menyebut nama tersebut (maksudnya nama Suriti) karena isterinya tidak pernah me-ngetahui nama tersebut. Beta (saya) ini adalah bapak Suriti yang sedang kamu cari. Nama ini tidak diketahui oleh orang lain. Hanya beberapa teman dekat saja yang mengetahui, temasuk bapak DaKe. Oyang Suriti atau Tete Haya langsung menyatakan kesediaan untuk membantu peneliti walaupun kon-disinya sudah makin tua, dan sekarang ia tidak kuat untuk melakukan perjalanan jauh.

Panggil saja nama saya yaitu bapak Haya atau Tete Haya agar orang lain yang tidak mengetahui nama Suriti tidak akan mengetahui selama-lamanya. Ingat jangan lupa. Saya menjawab iya. Perjumpaan ini memberikan kesempatan baik untuk peneliti menjelaskan tentang rencana ke Negeri Orang Bati untuk berjumpa dengan Orang Bati. Bapak HaHe atau Tete Haya mengungkapkan bahwa, jadi anak mau ke atas (maksudnya ke Negeri Orang Bati)? Peneliti mengatakan kalau ketemu bapak Suriti, pasti jalan ke atas bisa pe-neliti ketahui secara jelas. Peneliti sangat paham kalau keberadaan peneliti sendiri sementara diuji oleh Orang Gunung di Pulau Seram yang selalu mencurigai orang luar yang baru ia kenal. Kewaspadaan mereka pada situasi yang baik maupun buruk sangat tinggi. Karakter Orang Gunung di Pulau

Page 23: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

438

Seram umumnya demikian. Oleh peneliti sendiri, perilaku mereka sebagai Orang Gunung di Pulau Seram adalah misteri. Kalau tidak memahami kondisi tersebut secara benar, maka seorang peneliti yang memasuki Pulau Seram tidak bisa menemukan sesuatu yang dicari. Perilaku Orang Seram seperti itu walaupun tidak umum, tetapi dalam menghadapi hal penting hal itu adalah nyata. Kondisi seperti ini telah diingatkan oleh bapak MuSa sebagai maweng (ahli spiritual) yang berasal dari Negeri Amahai di Seram Tengah Bagian Selatan yang telah menuntun peneliti untuk datang ke Negeri Orang Bati.

Pesan bapak Haya atau Tete Haya pada peneliti saat itu adalah untuk memasuki Dunia Orang Bati perlu menyiapkan diri secara baik. Sebab pengalaman hidup bapak HaHe atau Tete Haya selama bergaul dengan Orang Bati kalau tidak kuat sebaiknya jangan ke sana. Bapak Haya atau Tete Haya bertanya pada peneliti yaitu, apakah kamu sudah siap untuk ke atas (mak-sudnya ke Negeri Orang Bati)? Sebab kehidupan orang di sana tidak banyak diketahui oleh orang lain. Peneliti menjawab sudah siap. Bapak Haya atau Tete Haya juga bertanya pada peneliti yaitu ”nyawa kamu ada berapa”? Sebab kalau nyawa hanya satu pikir dulu baik-baik. Apabila kamu pergi ke atas kalau bisa kembali berarti nyawa kamu yang satu itu tetap ada. Kalau nyawamu ada dua berarti satu mati (meninggal) dan satu masih ada, berarti kamu masig bisa hidup. Jawaban peneliti pada bapak Haya atau Tete Haya saat itu adalah ”bapak Suriti, Nyawa Beta (Saya) Hanya Satu”. Apabila nyawa beta (saya) yang satu ini mau diambil oleh Oyang Batti, beta (saya) sudah siap dan rela menyerahkan nyawa beta (saya). Bapak Suriti atau bapak Haya atau Tete Haya mengatakan bahwa, kalau begitu beta (saya) mau membimbing ose (kamu) untuk ke atas (maksudnya ke Negeri Orang Bati).

Mulai saat itu peneliti mulai dituntun oleh bapak Suriti atau bapak Haya atau Tete Haya untuk menyiapkan diri menuju Negeri Orang Bati yang dikenal sangat sakral di Pulau Seram. Peneliti mengikuti seluruh anjuran dari bapak Haya atau Tete Haya selama menjalani proses inisiasi. Bapak Suriti atau bapak Haya atau Tete Haya yang menyarankan pada peneliti untuk mempelajari9

9)Inilah saat di mana peneliti mulai menjalani proses inisiasi di bawa bimbingan seorang Maweng yang sangat memahami Dunia Orang Bati.

) hal hal penting yaitu meliputi tradisi, adat-istiadat, dan bahasa Orang Bati sambil melihat waktu yang tepat (tanoar) untuk ke sana (mak-sudnya ke Negeri Orang Bati) sambil menunggu saat yang tepat untuk menuju Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati. Sebutan Tana (Tanah) Bati pertama kali peneliti ketahui dari bapak Haya atau Tete Haya, dan ia mengatakan bahwa ingat Orang Bati menyebut negeri mereka dengan ”Tana atau Tanah Bati” memiliki makna yang dalam dan sangat berbeda dari nama yang digunakan oleh Orang Maluku ketika menyebut daerah kediaman mereka.

Page 24: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

439

Sebab ”Manusia Batti” yang dipercaya oleh keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati yaitu ia lahir dengan evolusi daratan Seram, setelah induk dari Nusa Ina (Pulau Ibu) yang sekarang dinamakan ”Seram” ini terlepas secara perlahanlahan setelah tergenang oleh air. Setelah saya, hanya kamu (ose) saja yang mengetahui hal ini. Artinya kamu (ose) harus mempelajari hal ini secara baik baru pergi ke sana (maksunya ke Tana atau Tanah Bati). Baru sekarang sya (beta) menemukan orang yang benar-benar cocok untuk mengetahui hal ini. Oyang akan menyerahkan salah satu dari pusaka Nusa Ina (Pulau Ibu) untuk kamu sebagai tanda. Peneliti kemudian menerima pusaka tersebut melalui ritual khusus, dan pusaka ini masih berada sampai sekarang di tangan peneliti.

Pengalaman peneliti ketika mem-peroleh pusaka tersebut adalah suatu wujud dari kebaikan hati dari seorang anak cucu keturunan Alifuru Ina atau Alifuru Seram yang bernama Oyang Haya atau Tete Haya sebagai tanda di mana ia menaruh ”kepercayaan” penuh pada peneliti, sehingga semua pe-ngalaman hidup, kearifan, dan lainnya ditinggalkan pada peneliti sebelum ia meninggal dunia. Pengalaman melakukan Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku Tentang Orang Bati ternyata berguna bagi peneliti untuk menyiapkan penelitian ilmiah yang lebih mendalam karena dijumpai; (1) Pintu masuk untuk memahami tentang persoalan kemanusiaan yang sedang dialami Orang Bati, dan selama ini dianggap oleh Orang Maluku adalah misteri; (2) Dunia Orang Bati tidak terlepas dari hal-hal yang sakral (keramat).

Untuk itu menelusuri informasi tentang hal ini dari berbagai tokoh masyarakat, terutama ahli spiritual (Maweng)10

Komunikasi dua arah yang berlangsung secara harmoni (antara peneliti dan anggota masyarakat) menjadi kunci untuk membangun pendekatan sosial yang lebih sesuai guna menjawab kebutuhan penelitian ilmiah. Untuk itu

) pada lingkungan masyarakat adat di Ambon-Maluku sangat penting. Ternyata semua fenomena sosial perlu dilakukan melalui pendekatan yang terkait dengan pemahaman terhadap situasi sosial. Mempelajari dan mendalami situasi sosial yang dilakukan oleh peneliti untuk menemukan Orang Bati karena informasi yang berkembang selama ini tentang mereka sifatnya tersembunyi dan umumnya dirahasiakan terhadap orang lain. Pemahaman terhadap setiap situasi sosial lebih me-nguatkan tekad peneliti untuk mengembangkan pendekatan sosial (social approach) secara tepat sehingga kehadiran peneliti harus lebih mengandalkan belajar bersama masyarakat, dan bukan mengajarkan masyarakat karena awal-nya ia tidak mengetahui tentang apa yang hendak dicari oleh peneliti.

10)Makna dari Maweng (ahli spiritual) karena tokoh ini memiliki kemampuan meramal. Pada saat ini kata Maweng identik dengan Paranormal. Sebab penggunaan nama Maweng berasal dari kata Mawe yang artinya “ramal” atau meramal suatu keadaan. Dalam bahasa lokal di Ambon-Maluku Mawe artinya Rai atau terka (ramal).

Page 25: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

440

bapak Suriti atau Tete Haya menyampaikan pada peneliti kalau mau ke atas sebaiknya menyiapkan diri secara baik. Jawaban peneliti bahwa saya sudah siap. Bapak Suriti atau Tete Haya mengatakan kalau begitu kamu harus belajar dulu hal-hal penting baru ke sana (maksudnya ke Negeri Orang Bati). Proses belajar dari pengalaman hidup bapak Suriti atau Tete Haya dengan Orang Bati di Tana (Tanah) Bati inilah yang oleh peneliti dinamakan proses inisiasi.

Proses Inisiasi

Proses inisiasi yang dijalani oleh peneliti antara mempelajari adat-istiadat, tata cara pergaulan, bahawa Minakesi, ritual penyerahan diri untuk memasuki tempat-tempat sakral di Pulau Seram, dan khususnya di Tana (Tanah) Bati, maupun cara-cara untuk melakukan pendekatan ketika sudah berada di Tana (Tanah) Bati. Selama proses inisiasi ini dijalani oleh peneliti tidak ditentukan waktu kapan selesai. Informasi dari Oyang Suriti atau Tete Haya yaitu, nanti waktu yang tepat (tanoar) itu akan datang dengan sen-dirinya. Artinya peneliti mejalani suatu peristiwa penting tanpa penentuan batas waktu. Tetapi kesanggupan yang sudah dinyatakan oleh peneliti, ya harus dijalani. Itu adalah makna dari suatu janji lisan yang telah disepakati bersama. Setelah menjalani proses inisiasi selama dua tahun dari bulan Agustus 2006 sampai dengan bulan Juli 2008 di mana setiap bulan peneliti harus datang satu minggu di tempat kediaman Oyang Suriti atau Tete Haya dalam kawasan hutan pedalaman Banggoi, dan waktu yang tepat untuk me-lakukan perjalanan ke Negeri Orang Bati ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2008 peneliti harus bertolak dari Pulau Ambon, dan tepat tanggal 15 Agustus 2008 harus menginjak kaki di Tana (Tanah) Bati.

Penentuan waktu tersebut harus dilakukan oleh peneliti tepat, walau-pun menghadapi keadaan apa pun juga. Apabila tidak tepat waktu, maka sampailah di situ perjalanan peneliti untuk mencari, dan menemukan Orang Bati. Artinya tidak boleh diulangi untuk kedua kalinya. Suatu keputusan dari seorang Maweng yang berpengalaman mengembara di Pulau Seram yang tidak bisa dihindari, ditawar-tawar oleh peneliti. Berdasarkan pengalaman inisiasi tersebut, ternyata pendekatan sosial memagang peranan penting dalam melakukan suatu penelitian ilmiah. Artinya seorang peneliti kualitatif me-nempatkan diri jauh dari sumber informasi dipastikan ia tidak memperoleh apapun yang hendak dicarinya. Sebaliknya seorang peneliti kualitatif yang se-lalu menempatkan diri dengan sumber informasi dipastikan ia dapat mem-peroleh segala-galanya yang dicari.

Pendekatan sosial (social approach) memegang peran penting dalam melakukan studi kualitatif. Strategi yang dibangun oleh peneliti didasrkan pada pengalaman selama mengikuti proses inisiasi dengan bapak Suriti atau Tete Haya yang kemudian oleh peneliti menyapanya dengan nama Oyang

Page 26: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

441

Haya. Sapaan ini bagi penduduk asli di Pulau Seram atau Orang Seram yaitu bentuk sapaan untuk menghormati orang yang lebih tua karena mereka sangat dihargai. Tahapan dalam menyiapkan diri oleh peneliti dalam proses inisiasi untuk memahami wilayah dan manusia. Sebab Gunung Bati adalah Gunung Manusia (Gunung Laki-Laki dan Perempuan) yang selama ini oleh Orang Bati adalah sakral karena keturunan Alifuru atau Alifuru Ina berasal dari Gunung Bati. Oleh Tokoh Adat di Tana (Tanah) Bati, peneliti telah diingatkan bahwa, leluhur Orang Bati lahir dengan evolusi daratan ini. Kita semua adalah bagian dari wilayah yang terdiri dari tanah, hutan, pohon, batu, sungai, dan lainnya se-hingga harus saling menghargai dan menghormati tempat-tempat dimaksud.

Kehidupan yang senantiasa menghargai alam di mana manusia berada, berarti menghargai jiwa dari leluhur, karena kepercayaan kami Orang Bati yaitu leluhur kami itu tidak mati atau meninggal, tetapi mereka hanya ber-pindah tempat kediaman. Selama ini yang dipahami oleh kami Orang Bati yaitu leluhur mereka yang dinamakan Tata Nusu Si tidak pernah mati. Mereka selalu hidup dengan kami Orang Bati. Untuk itu semua tempat yang berada di Tanah Bati adalah sakral, dan menghargai itu berarti berkat. Orang Bati adalah masyarakat adat yang senantiasa menjunjung tinggi tradisi, adat-istiadat, dan kebudayaan. Esuriun adalah nilai, tradisi, adat-istiadat, dan kebudayaan Orang Bati yang dijunjung tinggi oleh mereka sebagai pewaris tradisi Bati. Untuk itu mengetahui adat-istiadat Esuriun adalah keharusan bagi seorang Anak Esuriun sebagai anak cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru) dari Gunung Bati. Proses inisiasi ini berakar dari latihan berkonsentrasi untuk pematangan hati atau jiwa agar tidak kaku ketika berada di Tanah Bati.

Dalam menjalani proses tersebut yang terpenting adalah penguatan diri pada alam semesta yang bersumber pada batin, yang bermakna bati. Selain itu juga dalam menjalani proses inisiasi tersebut, peneliti diperkenalkan tentang alam gaib yang memiliki tanda-tanda alam berupa angin, gemuruh, dan lainnya yang setiap saat dialami ketika berada di Tana (Tanah) Bati sebagai pertanda bahwa leluhur sedang baik hati atau sedang marah. Selama ini Orang Bati percaya bahwa dunia gaib adalah dunia yang berhubungan dengan dunia Bati yang sesungguhnya. Roh para leluhur adalah perantara antara dunia di mana manusia hidup berada atau alam nyata dan kelihatan, sedangkan dunia gaib adalah dunia yang tidak kelihatan, tetapi senantiasa manusia mem-butuhkannya untuk hidup.

Diakui bahwa, pengetahuan setiap orang maupun setiap masyarakat mengenai dunia gaib berbeda-beda. Untuk itu cara yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok masyarakat ketika memasuki dunia gaib berbeda. Dalam kehidupan Orang Bati dunia gaib merupakan dunia yang tidak kelihatan, tetapi kesehariannnya tetap ada dengan mereka. Semua aktivitas hidup dari Orang Bati senantiasa mereka menggunakan hal ini untuk mem-

Page 27: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

442

peroleh jawaban tentang sesuatu hal boleh dilakukan atau tidak boleh di-lakukan. Dunia ini dipahami oleh Orang Bati sebagai dunia para leluhur (Tata Nusi Si), dan Orang Bati adalah generasi penerus tradisi, adat-istiadat, budaya, dan sebagainya dari leluhur. Proses inisiasi yang dijalani oleh peneliti sejak awal memiliki makna yaitu sebelum mengahdapi suatu lingkungan masya-rakat yang khas butuh pengetahuan awal dan bisa dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan langkah di lapangan.

Pendekatan Personal dan Pendekatan Sosial (Social Approach) Pendekatan sosial (social approach) yang dibangun peneliti sejak awal

ketika berjumpa dengan bapak HaHe atau Tete Haya yang sesungguhnya adalah bapak Suriti yang sedang dicari-cari, perlu diuji kebenarannya apakah sesuai dengan kenyataan atau tidak. Informasi yang diperoleh dari bongso Asa di Negeri Tamilou bahwa orang yang bernama bapak Suriti memiliki ciri-ciri fisik tertentu menjadi penting untuk memastikan keadaan sebenarnya di lapangan. Waktu itu bongso Asa mengungkapkan bahwa cicir-ciri dari orang tersebut antara lain; (1) Warna kulit agak hitam; (2) Postur badan sedang (tidak terlampau tinggi); (3) Berbadan tegap; (4) Orang tersebut agak gemuk; (5) Rambut ikal; (6) Mata hitam-putih. Ketika menatap, matanya sangat tajam;( 7) Raut muka agak lebar; (8) Sering menggunakan jenggot; (9) Makan siri dan pinang.

Setelah memperoleh penjelasan mengenai ciri-ciri fisik dari bapak Suriti maka bongso Asa menyebutkan bahwa orang ini sering terlihat disekitar kawasan Seram Utara sampai dengan perbatasan Seram Timur. Sekitar wilayah tersebut terdapat negeri atau kampung-kampung orang asli Seram antara lain Wahai, Zeti, Maneo Randa, Maneo Tinggi, Kabauhari, Kobisonta, Kobisadar, Tanah Merah, Ake Ternate, Pasahari, Hote, Banggoi, dan Bula. Ia juga sering terlihat disekitar kampung-kampung yang terdapat di pedalaman Pulau Seram seperti Balakeu, Atiahu, Tunsai, Dihil, Maraina, Kanike, Roho, Manusela, Salamena, Sinahari, dan Soleha. Sebenarnya nama bapak Suriti tidak populer, karena sehari-hari masyarakat menyapanya dengan nama bapak HaHe atau Tete Haya. Pada saat mendengar penjelasan bongso Asa, serentak itu juga saya menunjukan foto bapak HaHe atau Tete Haya atau bapak Suriti. Ia langsung menjawab bahwa ini benar adalah bapak HaHe atau Tete Haya atau bapak Suriti yang sedang dicari-cari. Peneliti mengemukakan bahwa perjumpaan antara bapak HaHe atau Tete Haya atau bapak Suriti dengan peneliti terjadi pada tanggal 5 Mei 2006 di rumah kediamannya yang terdapat di Kampung atau Dusun Banggio Pedalaman11

11)Ini adalah tahap awal ketika peneliti melakukan verifikasi informasi atau data lapangan guna menemukan kebenaran.

).

Page 28: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

443

Pertemuan pertama kali dengan bapak HaHe atau Tete Haya ternyata terus berlanjut. Kami memiliki hubungan saling percaya yang kuat. Mulai dari perjumpaan pertama sampai dengan perjumpaan ke enam relasi sosial yang tercipta antara bapak HaHe atau Tete Haya dengan peneliti makin baik. Pada perjumpaan ke 7 (tujuh) kali di rumah kecil (aana) yang terdapat dalam kebun kasbi (singkong), bapak HaHe atau Tete Haya menceritrakan kisah hidupnya bersama keluarga sebagai Orang Gunung. Ia juga berharap suatu waktu kalau meninggal dunia, jenazahnya harus dikembalikan di gunung untuk dimakam-kan. Kesempatan ini dianggap tepat oleh peneliti untuk menanyakan pada bapak HaHe agar bisa membantu peneliti dalam mewujudkan niat ke Tanah Bati. Setelah peneliti mengutarakan niat tersebut, bapak HaHe atau Tete Haya menjawab bisa saja.

Begini bapak, beta (saya) ini memiliki hubungan basudara dengan bapak DaKe (alm) dari Lease (maksudnya adalah Negeri Siri Sori Serani di Pulau Saparua). Deretan Kepulauan Lease terdapat Pulau Saparua, Haruku, dan Nusa Laut. Sebenarnya ada amanat dari bapak DaKe yang dititipkan pada beta (saya) untuk disampaikan ? Bapak HaHe atau Tete Haya menjawab bahwa, bapak DaKe (alm) yang berasal dari Negeri Sore Sore adalah teman baik yang pernah ia kenal selama hidup di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu). Peneliti bertanya yaitu, mengapa oyang tidak mau menggunakan nama SuHe ? Ia menjawab bahwa, nama tersebut pada masa lampau, bahkan sampai saat ini sangat ditakuti oleh masyarakat yang mendiami kawasan pedalaman di Pulau Seram, terutama sekitar sini. Kalau nama itu oyang (kakek) pakai nanti tidak bisa memiliki teman. Jadi panggil saja beta (saya) dengan nama bapak HaHe atau Tete Haya. Setelah menemukan bapak Suriti atau bapak HaHe atau Tete Haya, maka niat untuk datang ke Tana (Tanah) Bati guna menemui Orang Bati mulai diutarakan secara lebih dalam.

Pendekatan sosial yang dilakukan oleh peneliti selain untuk mem-pelajari tradisi, adat-istiadat, dan bahasa Bati, juga diberikan cara untuk menghadapi lingkungan alam yang dianggap sakral, angker, dan terutama menghadapi orang gunung di Pulau Seram. Untuk itu peneliti perlu mem-pelajari hal penting mengenai kondisi tersebut melalui proses inisiasi. Untuk itu secara teratur setiap satu bulan peneliti datang ke rumah kediaman bapak HaHe atau Tete Haya dan menginap selama satu minggu. Kegiatan ini peneliti lakukan dari bulan Agustus 2006 sampai dengan bulan juli 2008. Sebab ber-dasarkan perhitungan waktu atau saat yang tepat atau katika (tanoar), pada bulan Agustus 2008 peneliti sudah harus melakukan perjalanan menuju Tana (Tanah) Bati di Seram Timur. Penentuan waktu yang tepat ini menurut perhitungan yang dilakukan oleh maweng (ahli spiritual) yang berasal dari Negeri Amahai di Seram Selatan dan turut memebantu peneliti selama menyiapkan diri untuk menemui Orang Bati di Tana (Tanah) Bati Seram Timur.

Page 29: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

444

Perjalanan Pertama Mencari Negeri Orang Bati Selesai melakukan inisiasi, peneliti diberitahukan oleh maweng untuk

melakukan perjalanan menuju Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati. Per-jalanan bersejarah ini mulai dilakukan peneliti menurut perhitungan waktu atau saat yang tepat (tanoar) atau katika. Perjalanan menuju Pulau Seram melalui wilayah Seram Barat, kemudian menuju Seram Tengah Bagian Selatan, dan selanjutnya ke wilayah Seram Utara untuk ke wilayah Seram Timur. Rute ini termasuk jalan panjang yang harus dilakukan oleh peneliti karena ada ritual penyerahan diri pada tempat-tempat penting di Pulau Seram.

Untuk datang ke Negeri Orang Bati tidak boleh menggunakan jalan pendek sebab ini adalah jalan satu-satunya yang selama ini tidak pernah dilakukan oleh orang luar karena mereka tidak mengetahui sama sekali, dan mereka tidak pernah belajar tentang itu. Jalan pendek adalah pantangan atau pamali (tabu)12

12)Langkah ini adalah keharusan yang dianjurkan oleh Maweng (ahli spiritual) kepada peneliti untuk dijalani.

). Selain itu juga melakukan perjalanan panjang ke Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati harus di tengah kondisi Pulau Seram yang berada pada musim pancaroba (peralihan dari musim penghujan atau musim timor ke musim kemarau atau musim barat) dipastikan peneliti akan mengalami hambatan. Sebab bisa saja terjadi hambatan yang dapat menyebab-kan peneliti tidak bisa sampai di Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati tepat sesuai waktu yang telah ditentukan oleh maweng yaitu tanggal 15 Agustus 2008. Untuk apa peneliti melakukan perjalanan bersejarah tersebut? Tidak lain untuk melakukan negosiasi untuk masuk ke lokasi penelitian guna melakukan aktivitas meneliti.

Negosiasi untuk Masuk Ke Lokasi Penelitian

Waktu terus berjalan. Proses negosiasi awal untuk masuk ke lokasi penelitian terus dilakukan oleh peneliti. Bapak SuHe atau bapak HaHe atau Tete Haya menganjurkan agar bulan Agustus 2008 peneliti dapat menyiapkan diri untuk melakukan perjalanan menuju Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati. Hal ini juga identik dengan anjuran dari bapak MuSa sebagai maweng dari Negeri Amahai yang selalu membantu peneliti untuk menyiapkan diri menuju Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati. Survai (penjajakan) awal ke Tana (Tanah) Bati merupakan pilihan utama sehingga langkah yang harus dilakukan oleh peneliti untuk mengenal dan memahami tentang wilayah, memperkenalkan diri, menjalin relasi sosial, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dapat dilakukan secara baik. Untuk mewujudkan langkah tersebut di lapangan, maka hal-hal penting perlu dilakukan yaitu :

Page 30: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

445

Menentukan Tanoar (Waktu atau Saat yang tepat atau Katika)

Pandangan dari para maweng (ahli spiritual) yang disampaikan pada peneliti bahwa perjalan menuju Tana (Tanah) Bati perlu dilakukan menurut perhitungan waktu atau saat yang tepat (tanoar) atau katika. Berdasarkan pendapat dari maweng (ahli spiritual) dari Negeri Amahai yang turut membantu peneliti, dipastikan yaitu pada hari Jumat, tanggal 1 Agustus 2008 peneliti sudah harus melakukan perjalanan, dan pada hari jumat tanggal 15 Agustus 2008 harus tiba di Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati. Langkah yang dijalani peneliti dari Mata Passo yang terdapat di Pulau Ambon untuk menuju Pulau Seram mulai di-jalani. Keberangkatan yang dilakukan dari Pulau Ambon dengan mengguna-kan kendaraan roda dua atau motor me-lintasi jalan darat menuju Pelabuhan Hunimua di Negeri Liang. Selanjutnya menyeberangi Laut Seram (Selat Seram) dengan Kapal Feri dari Pelabuhan Hunimua yang terdapat di Negeri Liang Pulau Ambon untuk menuju Pelabuhan Waipirit yang terdapat di Negeri Kairatu Pulau Seram saat itu keadaan iklim di daerah Maluku sedang berada pada musim peralihan (pancaroba).

Waktu untuk peneliti agar sampai di Tana (Tanah) Bati sudah di-tentukan oleh Maweng (ahli spiritual) yaitu bapak MuSa maupun bapak Oyang Suriti atau Tete Haya yaitu tepat hari Jumat, tanggal 15 Agustus 2008, peneliti sudah harus menginjak Tana (Tanah) Bati13

13)Setelah peneliti berada di Kampung atau Dusun (wanuya) Rumbou (Bati Tengah) kemudian diberitahu oleh Kepala Adat yaitu bapak SeSia bahwa semua hal yang berkaitan dengan ritual dalam tradisi, adat-istiadat Bati dipusatkan di tempat ini. Tradisi ini diberitahukan oleh Orang Bati bernama Tete SeSia di Kampung atau Dusun (wanuya) Rumbou (Bati Tengah) pada saat peneliti menginap malam hari pertama dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati.

). Peneliti secara sengaja bertanya pada Maweng (ahli spiritual), mengapa harus hari Jumat peneliti berangkat, dan tepat hari Jumat peneliti harus tiba di Tanah Bati ? Mengapa tidak bisa hari yang lain ? Jawaban mereka sama yaitu, karena hari Jumat itu adalah hari yang sesuai dengan kelahiran dari peneliti. Mengenai penentuan waktu yang tepat dalam melakukan misi seperti ini menurut Maweng sangat penting dan harus tepat. Kalau tidak tujuan dan niat untuk datang menemui Orang Bati di Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati tidak bisa terwujud. Makna dari penentuan waktu yang tepat (tanoar) yaitu, perjalanan hidup setiap orang ternyata sudah ditentukan oleh waktu dan harus mewaspadai tempat-tempat yang dianggap sakral oleh Orang Seram.

Page 31: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

446

Waspadai Tempat Sakral Maupun Tempat Angker di Pulau Seram

Selain itu juga di dalam perjalanan perlu diingat tempat-tempat sakral yang terdapat di Pulau Seram. Pada setiap tempat sakral perlu dilakukan ritus penyerahan diri dan niat. Gunung Mawoti (tulang belakang manusia) adalah tempat sakral. Ketika berada di Gunung Mawoti saya harus melakukan ritual penyerahan diri dan niat agar leluhur Pulau Seram menyertai dalam per-jalanan. Berikut ini adalah situasi dari puncak Gunung Mawoti) yang terkenal sangat sakral pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 1

Puncak Gunung Mawoti (Tulang Belakang Manusia) Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Pada saat melakukan perjalanan menuju Tanah Bati di Seram Timur, keadaan cuaca saat itu berada pada musim peralihan (pancaroba) yaitu peralihan dari musim penghujan (musim timor) ke musim kemarau (musim barat). Sungai-sungai di Pulau Seram saat itu mengalami banjir bandang se-hingga menyebabkan 9 (sembilan) jembatan yang terdapat di Seram Barat sampai Seram Tengah Bagian Selatan terputus. Sungai Mata Kapu, Manis, Bobi, Bolivar, Beles, Dawang, Masiwang, Kai, dan Aertafela di Seram Timur sering banjir bandang. Jalan darat yang menghubungkan Negeri Ake Ternate di Kabupaten Maluku Tengah dengan Negeri Kian Darat di Kabupaten Seram Bagian Timur sedang mengalami kerusakan berat.

Keadaan laut disekitar Pulau Seram tengah menghadapi gelombang besar. Angin bertiup sangat kencang. Tanda-tanda alam yang bergolak sangat dasyat ini oleh maweng adalah ujian yang harus dihadapi dan dijalani oleh peneliti. Sanggup menghadapi dan melewati semua gejolak alam yang terjadi pada saat itu berarti niat untuk datang ke Tanah Bati mesti tercapai. Tidak bisa

Page 32: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

447

menghadapi dan mengatasi gejolak alam berarti niat untuk datang ke Tanah Bati menjadi terhentisampai di situ saja. Ungkapan ini sangat ngeri dan menantang. Hanya satu hal yang dipegang kuat oleh peneliti saat itu ketika menghadapi kondisi dan situasi alam yang tengah bergolak adalah Niat, untuk menemui masyarakat dan tokoh penting di Tanah Bati agar bisa meneliti, menulis, dan membangun Orang Bati agar kelak mereka bisa hidup lebih maju. Sampai saat ini niat tersebut tidak pernah berubah dalam seluruh aktivitas peneliti selama hidup dalam Dunia Orang Bati di Seram Timur.

Makna tentang tempat sakral, yaitu sebagai pendatang baru di suatu lokasi harus menghormati tempat-tempat yang dipandang oleh masyarakat setempat memiliki kekuatan tertentu yang bersifat gaib. Gunung Mawoti adalah salah satu lokasi yang terdapat di Pulau Seram yang dianggap oleh masyarakat memiliki kekuatan gaib, sehingga sampai sekarang adalah sakral. Selain itu juga Sungai (alsul) Masiwang adalah tempat sakral karena memiliki kekuatan gaib yang berada di luar akal sehat manusia. Percaya atau tidak, tetapi pengalaman peneliti sendiri adalah demikian. Sebenarnya dalam wilayah ini bukan manusia yang harus ditakuti, tetapi tempat yang dilalui harus diwaspadai. Lakukan hal itu secara benar berdasarkan anjuran maweng pasti bisa dilalui semuanya.

Jalan Panjang dan Jalan Pendek Sungai Masiwang terdapat di wilayah Seram Timur adalah pintu masuk

ke wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati. Melewati Sungai Masiwang untuk menuju ke Tanah Bati merupakan jalan panjang. Berdasarkan keperca-yaan masyarakat setempat, sebagai pendatang baru yang ingin datang di Tanah Bati sebaiknya menempuh jalan panjang. Jangan menempuh jalan pendek, sebab niat untuk ke Tanah Bati tidak dapat terwujud. Maksud jalan pendek yaitu melalui rute dari Pulau Ambon menuju Pulau Geser, kemudian me-nyeberangi Selat Keving untuk menuju ke Tanah Besar dengan menggunakan motor tempel (katinting). Cara ini lebih mudah, tetapi banyak sekali halangan yang dihadapi. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan tujuan untuk datang ke Tanah Bati mengalami hambatan.

Untuk itu pilih jalan yang panjang karena itu syarat menurut tradisi masyarakat Seram yang selama ini tidak dipahami oleh orang luar. Setelah melewati Sungai Masiwang berarti perjalanan untuk memasuki wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati di restui oleh leluhur. Informasi seperti ini adalah suatu kepercayaan yang selama ini dipegang kuat oleh bapak Suriti atau atau Tete Haya atau Oyang Haya. Sebagai orang luar yang baru pertama kali datang untuk menemui Orang Bati di Tana (Tanah) Bati guna me-nyampaikan niat dan melakukan misi yang penting, maka peneliti harus me-

Page 33: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

448

milih dan menempuh rute yang panjang karena perlu melakukan ritual pe-nyerahan diri pada tempat-tempat khusus di Pulau Seram, dan khususnya dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati.

Sebab rute perjalanan tersebut merupakan pengalaman dari maweng ketika pertama kali datang di Tana (Tanah) Bati. ia percaya bahwa melalui rute ini peneliti dapat mewujudkan niat tersebut. Sebagai orang yang meng-hargai tradisi, adat-istiadat, dan lainnya, maka peneliti mengikuti anjuran tersebut secara baik, dan sekaligus juga mengenal wilayah geografis dari Pulau Seram Bagian Timur secara benar. Kawasan ini berkaitan dengan mitologi tentang Seram Gunung Manusia yang telah peneliti pelajari secara baik dari Oyang Suriti atau bapak HaHe, atau Tete Haya. Posisi Sungai (Alsul) Masiwang di Pulau Seram adalah kaki kiri. Orang Seram Timur beranggapan bahwa Sungai (Alsul) Masiwang me-miliki sejarah penting bagi kehidupan suku-suku di wilayah ini, terutama Suku Bati. Sungai (Alsul) Masiwang merupakan pintu masuk ke wilayah kekuasan (watas nakuasa) Orang Bati. Kawasan ini terdiri dari hutan belantara. Hutan belantara bukan berarti tidak ada pemilik, tetapi semua yang berupa hutan belantara di Pulau Seram ada pemiliknya. Ternyata pemilik hutan belantara sekitar kawasan ini adalah Manusia Gunung (Mancia Atayesu) atau Alifuru dari Gunung Bati.

Masiwang artinya di gunung masih ada manusia. Maksudnya yaitu, suatu peringatan pada orang luar yang datang ke wilayah ini bahwa ingat di gunung masih ada orang. Dalam hal ini yang dimaksud dengan masih ada orang yaitu Orang Bati. Rahasia Tana (Tanah) Bati ada pada hati manusia atau orang yang memiliki satu niat untuk datang ke Tanah Bati, sehingga pintu masuk harus melalui Sungai (alsul) Masiwang. Untuk itu selama berada dalam perjalanan, jangan sekali-kali merubah niat. Sebab merubah niat berarti merubah tujuan kita sendiri, dan itu berarti tujuan untuk datang menemui Orang Bati di Tanah Bati tidak bisa tercapai. Perjumpaan dengan bapak Suriti atau bapak HaHe atau Tete Haya sangat bermakna karena peran beliau sebagai tokoh kunci adalah penting. Ia memiliki pengalaman hidup bertahun-tahun dengan Orang Seram, termasuk dengan Orang Bati. Ia sangat memahami tradisi, dan adat-istiadat Orang Bati. Selain itu ia sangat memahami bahasa Bati. Sebab memahami bahasa berarti memahami isi hati maupun pikiran orang lain. Rute perjalanan Ambon-Banggoi terus dijalani oleh saya untuk mempelajari tadisi dan bahasa Bati dari bapak Suriti atau bapak HaHe, atau Tete Haya sambil menunggu saat atau waktu yang tepat (tanoar) atau dalam bahasa Minakyesu atau Minakesi yaitu Katika untuk berangkat menuju Tana (Tanah) Bati.

Tidak disadari, waktu terus berjalan dan penentuan waktu atau saat yang tepat (tanoar) atau katika untuk menuju ke Tana (Tanah) Bati terjadi pada bulan Agustus 2008. Pengalaman yang diperoleh dari bapak Suriti atau bapak HaHe atau Tete Haya yang pernah hidup 15 Tahun di Tana (Tanah)

Page 34: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

449

Bati benar-benar bermanfaat, dan peneliti mempelajari hal tersebut tanpa kurang apapun. Bapak HaHe atau Tete Haya mengungkapkan bahwa, Orang Bati sebagai Orang Gunung atau Manusia Gunung, mereka berbicara dalam Bahasa Minakyesu atau Minakesi. Untuk mewujudkan niat ke sana (maksud-nya yaitu Negeri Orang Bati) atau Tana (Tanah) Bati maka memahami bahasa Minakyesu atau Minakesi yang digunakan Orang Bati untuk berkomunikasi adalah penting. Makna dari pemahaman bahasa karena melalui bahasa kita dapat memahami isi hati orang lain. Ungkapan bapak HaHe atau Tete Haya bahwa, Orang Bati itu tidak bersekolah, tetapi mereka sangat mengetahui hal ini. Kalau mereka bertanya pada saya, dan tidak bisa menjawab, nanti mereka tidak percaya pada katong (kita). Hal ini perlu diingat baik-baik, sebab kalau salah nanti apa yang hendak dicari tidak ditemukan, tetapi sebaliknya kalau paham nanti yang dicari akan datang dengan sendirinya. Nasihat dari ahli spiritual (maweng) tersebut selalu saya ingat selama berada dalam Dunia Orang Bati.

Bahasa dapat membedakan mana teman atau sahabat, dan mana lawan. Selain itu juga Oyang Suriti atau bapak HaHe atau Tete Haya mengajarkan beberapa kosa kata yang berasal dari bahasa Upa atau bahasa Koa yang digunakan oleh masyarakat yang mendiami kawasan Gunung Murkele di Pulau Seram. Sebab leluhur mereka pernah berceritera pada bapak HaHe atau Tete Haya bahwa leluhur Orang Bati memiliki hubungan Orang Basudara atau Laham14) dengan orang-orang yang mendiami kawasan sekitar Gunung Murkele. Bapak HaHe atau Tete Haya menceriterakan bahwa, pada masa lampau mereka mendiami tempat yang sama disekitar Gunung Murkele. Tempat itu berada sekitar Kepala Air Samal. Basudara katorang di Tana (Tanah) Bati memiliki hubungan keluarga dekat dengan katong di sekitar wilayah ini15

Hal ini perlu diketahui agar suatu waktu dapat dikontrol kebenarannya. Peneliti setuju sekali dengan ide dari bapak HaHe, dan situasi ini dipahami sebagai suatu proses di mana kami saling belajar. Ketika melakukan verifikasi data lapangan, peneliti berkunjung ke negeri maupun dusun-dusun yang terletak di wilayah pedalaman Pulau Seram Bagian Utara dan Timur. Orang Kabauhari di Seram Utara mengemukakan bahwa mereka (Orang Bati) itu adalah basudara katong (kita) yang mendiami Seram Timur. Leluhur mereka berasal dari daerah ini. Orang Bati berpersepsi bahwa, apabila mereka ber-bicara dengan bahasa lokalnya, dan orang yang diajak berbicara dapat me-

).

14)Maknanya sama dengan Pela, Gandong, Kakak-Adik, Bongso, Ain nin ain, Duan lola, Roina Kakal, dan sebagainya pada lingkungan masyarakat adat di Maluku, dan maknanya yaitu Orang Basudara. 15)Wawancara dengan Oyang Suriti atau bapak HaHe atau Tete Haya pada bulan Maret 2009 di lokasi kebun yang terdapat di Kampung atau Dusun Banggoi pedalaman.

Page 35: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

450

nanggapi mereka secara baik, maka mereka beranggapan itu adalah basudara (roina kakal) dari mereka sendiri. Sebaliknya kalau orang yang diajak ber-bicara tidak bisa menjawab atau menanggapi pembicaraan mereka, maka Orang Bati sangat hati-hati menghadapi orang tersebut dalam pergaulan hidup dengan mereka.

Makna dari usaha mendalami tentang tradisi dan bahasa lokal yang digunakan oleh Orang Bati berarti dapat mengetahui isi hati dari mereka. Untuk itu mengetahui kosa kata yang penting sebagai bahasa dalam pergaulan bermanfaat ketika berlangsungnya komunikasi. Sebab mengetahui bahasa berarti posisi kita di mata Orang Bati selalu dianggap sebagai basudara (roina kakal). Pandangan Orang Bati sangat sederhana, kalau itu bukan basudara (roina kakal) dari mereka sendiri, jelas tidak mungkin orang tersebut bisa ber-bicara dengan bahasa yang mereka gunakan. Pendekatan ini telah digunakan oleh peneliti ketika hidup dalam Dunia Orang Bati. Ternyata memahami bahasa dapat menyatukan hati manusia yang awalnya berbeda, tidak saling kenal, dan lainnya. Bahasa lokal yang digunakan oleh Orang Bati dipelajari se-cara baik, kemudian digunakan oleh peneliti sebagai pintu masuk untuk men-jelaskan ide dan niat untuk meneliti dan menulis tentang kehidupan mereka.

Makna dari mempelajari tardisi dan bahasa Orang Bati karena; 1) Orang Bati beranggapan kalau mereka berbicara, dan orang yang diajak berbicara bisa menggunakan bahasa lokalnya, berarti itu basudara (roina kakal) dari mereka sendiri. Kalau tidak bisa berbicara dalam bahasa lokal mereka, maka kita tetap dianggap sebagai orang lain dan bukan orang mereka dan situasi seperti ini tidak menguntungkan peneliti ketika berada pada lingkungan Orang Bati; 2) Tradisi Bati perlu dipahami karena berkaitan dengan tata krama dalam pergaulan, norma, adat-istiadat, dan sebagainya yang harus menjadi penghubung ketika berlangsungnya proses interaksi sosial dengan anggota masyarakat. Pemaknaan di atas senantiasa menyertai perjalanan peneliti untuk menuju Tana (Tanah) Bati. Pada tanggal 12 Agustus 2008 peneliti telah sampai di batas wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati yang berada di sekitar lembah Sungai (alsul) Masiwang. Kondisi umum yang terdapat disekitar Kam-pung atau Dusun Madak yaitu terdapat 7 (tujuh) rumah penduduk. Pada saat itu terdapat 4 (empat) orang penduduk. Peneliti bersama Ahas mendekati mereka untuk menanyakan informasi. Ada 2 (dua) orang pemuda yang me-ngantarkan peneliti dan Ahas menuju rumah kediaman dari orang tertua di dusun tersebut yang sehari-hari disapa dengan nama Tete Madak.

Page 36: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

451

Sungai (Alsul) Masiwang Sebagai Pintu Masuk Yang Benar Ke Wilayah Kekuasaan (Watas Nakuasa) Orang Bati

Pada saat peneliti melakukan perjalanan dari Kampung atau Dusun Banggoi menuju Kota Bula sebagai Ibukota Kabupaten Seram Bagian Timur, adalah perjalanan yang pasti untuk memasuki wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati. Maksud dan tujuan dari perjalanan ini untuk bertemu dengan Orang Bati. Namun kondisi jalan darat saat itu mengalami kerusakan berat, karena berlumpur. Tidak ada kendaraan darat yang mampu mencapai Kota Bula. Peneliti memutuskan untuk kembali ke Wahai di Seram Utara untuk menumpang kapal laut menuju Pelabuhan Sesar yang terdapat di Bula. Pada saat peneliti tiba di Kota Bula, salah seorang Mahasiswa bimbingan yang bernama Ahas sudah menunggu di sana. Ia menawarkan jasa untuk menemani peneliti menyusuri wilayah Seram Timur. Perjalanan dari Kota Bula menuju Tana (Tanah) Bati di Seram Timur tidak dilakukan seorang diri, karena Ahas yang memiliki daerah asal di Seram Timur telah ikut bersama dengan peneliti.

Tawaran Ahas untuk menyertai peneliti dalam perjalanan menuju Tanah Bati berdasarkan pertimbangan bahwa, wilayah yang hendak dilewati oleh peneliti dengan cara berjalan kaki tergolong jauh dan banyak sekali rintangannya. Pertimbangan peneliti pada awalnya Ahas tidak perlu me-nyertai. Tetapi kesedian Ahas untuk menyertai peneliti telah disampaikan pada orang tua dan keluarganya di Pulau Geser. Keluarga Ahas pada awalnya cemas, tetapi pada akhirnya mereka merestui keinginan Ahas, kemudian ia berangkat dengan motor laut dari Geser menuju Bula untuk menjumpai peneliti. Pada saat kami berjumpa di Bula, Ahas menyampaikan niat tersebut, kemudian peneliti merestui ia bisa ikut bersama-sama. Setelah peneliti merestui Ahas untuk ikut bersama-sama, ia juga menceriterakan pengalaman ketika mendengar penuturan orang tua-tua di kampung halamannya di Desa Kwaos mengenai Orang Bati serta wilayah yang nantinya didatangi oleh peneliti. Sebab Orang Bati maupun wilayah kediaman mereka di mata Orang Seram Timur tergolong sakral, sehingga ditakuti oleh masyarakat lain di daerah ini sampai sekarang.

Waktu itu tanggal 13 Agustus 2008. Kami berdua melakukan perjalanan dari Kota Bula menuju wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati dengan menumpang ojek (sepeda motor) 2 (dua) buah yang dicarter dengan harga masing-masing Rp 600.000. Perjalanan menempuh jalan darat yang masih mengalami kerusakan berat (berbatu kerikil, banyak kolam, berlumpur, ter-tutup rumput, dan lainnya). Kadang kala kami melewati jalan setapak. Jalan darat yang dapat dilalui secara baik hanya sampai di Sungai (alsul) Beles. Selanjutnya jalan menuju Sungai (alsul) Masiwang mengalami kerusakan berat, dan tidak terdapat jembatan pada sungai-sungai kecil disekitar wilayah ini. Untuk melewati sungai-sungai tersebut kami mendorong kendaraan roda

Page 37: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

452

dua (motor) dan menjeburkan diri dalam sungai-sungai tersebut. Kendaraan roda dua (motor) yang dicarter bisa melakukan perjalanan bersama dengan kami hanya sampai disekitar lembah Sungai (alsul) Masiwang. Kondisi Sungai (alsul) Masiwang dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2

Sungai (Alsul) Masiwang Yang Menakutkan Sebagai Pintu Masuk yang Benar Ke Wilayah Kekuasaan (Watas Nakuasa) Orang Bati

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Selanjutnya kendaraan roda dua (motor) tersebut dituntun melalui jalan setapak melewati kawasan berlumpur sampai melewati Kampung atau Dusun Kufarbolowin.

Kampung Atau Dusun (Wanuya) Madak Bersejarah Wilayah disekitar Sungai (Alsul) Masiwang ini terdapat rumah pen-

duduk sebanyak 7 (tujuh) rumah. Kami mampir di salah satu rumah penduduk yang terletak sekitar penghujung kampun datu dusun. Terdapat 4 (empat) orang penduduk yang terheran-heran melihat kedatangan kami di daerah mereka dengan menggunakan kendaraan roda dua (motor) bukan karena mereka baru melihat motor, tetapi pengemudi dan penumpang motor tersebut nekad menerobos jalan darat yang sama sekali tidak layak untuk dilalui. Selain itu juga wilayah ini baru pertama kali didatangi. Ketika kami berada di batas Kampung atau Dusun Madak, kami turun dan berjalan menuju rumah pen-duduk, dan menemui empat orang pemuda. Ketika berkomunikasi, penduduk

Page 38: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

453

yang peneliti jumpai menggunakan bahasa lokal yang berbeda dari bahasa lokal yang digunakan oleh Orang Seram. Sebagai Orang Seram Timur, ter-nyata Ahas juga tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh mereka. Namun beberapa kosa kata yang muncul dalam percakapan saat itu dapat dipahami oleh peneliti karena mirip dengan bahasa lokal yang digunakan oleh suku Tobelo maupun suku Jailolo di Halmahera.

Sebab peneliti sendiri pernah mempelajari bahasa dari suku Tobelo pada tahun 1996 ketika melakukan studi ilmiah tentang Orang Togutil di Halmahera. Bahasa ini juga pernah dipelajari oleh peneliti dari bapak ReMa dan bapak PiDi ketika berada di Tobelo (Halmahera Utara). Hal ini dapat dikatakan benar karena wilayah ini pada masa lampau berada dalam pengaruh kekuasaan Kerajaan Jailolo, Tobelo, dan Tidore. Untuk itu penduduk sekitar kawasan ini kalau menggunakan bahasa dari salah satu sukubangsa di atas dapat dikatakan benar. Beberapa kosa kata yang teridentifikasi oleh peneliti yaitu mirip dengan bahasa yang digunakan oleh suku Tobelo ketika kami berkomunikasi yaitu:

Penduduk Dusun Madak bertanya pada peneliti yaitu Baba kia ino noboa (bapak ini dari mana) ? Jawab saya yaitu ngohi o Ambon de taino (Saya datang dari Ambon). Baba kia ika nosobo (bapak hendak ke mana) ? Jawaban saya yaitu ngohi tosobo dakuie (saya hendak ke atas)16

16)Ini adalah bahasa lokal yang digunakan oleh Suku Tobelo maupun Suku Jailolo. Kosa kata ini pernah dipelajari pada tahun 1990-1996 ketika melakukan studi tentang Orang Togutil di Halmahera.

).

Peristiwa ini memberikan kesan pada peneliti bahwa mereka adalah

keturunan dari suku Tobelo. Setelah itu peneliti minta bantuan pada mereka untuk mengantarkan ke rumah kediaman dari orang tertua di kampung atau dusun tersebut. Ketika peneliti diantar menuju rumah kediaman dari orang tertua di kampung atau dusun tersebut kami berjalan sambil bercakap-cakap. Sebelum sampai di rumah kediaman dari orang tertua di kampung atau dusun tersebut, seluruh bawaan sudah peneliti letakan kurang lebih 10 m dari jarak rumah. Hanya katong plastik yang berisi rokok dan tembakau yang peneliti bawa. Mengapa peneliti lakukan seperti itu?, karena tradisi suku Tobelo di Halmahera Utara apabila menghadapi orang pedalaman atau orang hutan (o hongana manyawa) di Halmahera, adat-istiadat mereka harus dohormati. Apabila kita membawa barang yang mereka curigai seperti kayu, itu berarti kita mengajak mereka untuk berantam. Peneliti selalu menghindari kondisi tersebut sehingga tidak menimbulkan kesan negatif ketika memasuki wilayah yang sama sekali belum dikenal seluk-beluknya dari awal.

Page 39: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

454

Pada jarak 5 m peneliti sudah menyapa tuan rumah dengan mem-berikan salam dalam bahasa Tobelo yaitu tabea (permisi). Tetapi dua pemuda yang mengantarkan peneliti mengatakan bahwa, beliau kurang paham bahasa yang peneliti gunakan. Peneliti bertanya pada mereka, mengapa begitu? Kedua pemuda tersebut menjawab bahwa Tete Madak adalah orang asli daerah ini. Ia memiliki bahasa lokal yang berbeda dengan kedua orang pemuda tersebut. Peneliti mulai menyadari kalau rumah kediaman dari orang yang hendak didatangi ini adalah orang asli Seram. Terdengar dari dalam rumah suara Tete Madak yang tinggal seorang diri yaitu kau se naratan (kamu ini siapa yang datang). Peneliti menjawab bahwa, ini saya dari Ambon.

Kedua pemuda yang mengantarkan peneliti memberitahukan bahwa ini Orang Ambon yang datang menemui Tete Madak. Pada saat kami berada di depan pintu rumah (labata lumai), Tete Madak memberi jawaban masuk sudah. Ketika berada dalam rumah kediaman dari Tete Madak kami saling menyapa dan memperkenalkan diri masing-masing. Pada saat Tete Madak menanyakan maksud kedatangan peneliti, maka jawaban yang disampaikan yaitu niat saya untuk ke atas. Maksudnya yaitu ke Tana (Tanah) Bati. Namun niat ini peneliti harus menyampaikan lebih dahulu pada Tete Madak. Mendengar jawaban tersebut, maka Tete Madak menjawab iya, dan silahkan duduk.

Tempat duduk di atas balai-balai yang terbuat dari bambu (karawatu) ini Tete Madak menyuguhi sirih dan pinang. Peneliti dipersilahkan untuk menikmatinya. Setelah peneliti makan sirih-pinang, Tete Madak menanyakan bahwa nanti lama peneliti berada di atas? Peneliti menjawab tidak, karena kedatangan peneliti untuk menyampaikan maksud dan tujuan atau niat menemui Orang Bati? Apabila hal ini bisa diterima baru peneliti kembali lagi ke atas? Tete Madak yang tidak bisa menggunakan bahasa Melayu-Ambon maupun bahasa Suku Tobelo, kemudian mengangguk-ngangguk kepala. Ketika berlangsung komunikasi, ternyata bahasa lokal yang digunakan saat itu oleh Tete Madak adalah bahasa Minakyesu atau Minakesi bahasa gunung yang digunakan oleh Orang Bati. Bahasa tersebut oleh peneliti telah mempelajari-nya dari bapak Suriti atau bapak HaHe atau Tete Haya ketika proses inisiasi untuk menyiapkan diri datang ke Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati.

Ketika terjadi komunikasi diantara kami, ternyata bahasa yang diguna-kan oleh Tete Madak adalah bahasa lokal yang digunakan Orang Bati yang dinamakan bahasa Minakyesu atau Minakesi atau bahasa gunung. Pada saat itu peneliti memastikan bahwa Tete Madak adalah Orang Bati yang pertama kali peneliti jumpai dan bertatap muka secara langsung. Suatu perjumpaan dan pertemuan bersejarah dalam hidup peneliti karena sejak awal pendirian pe-neliti bahwa Orang Bati itu benar-benar ada dan bisa ditemui, tampaknya menjadi kenyataan. Perjumpaan dan pertemuan dengan Tete Madak me-nguakan niat peneliti bahwa ternyata Orang Bati bukan orang atau manusia

Page 40: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

455

ilang-ilang (hilang-hilang) sebagaimana dipersepsikan oleh orang luar (Orang Ambon-Maluku) selama ini. Kami saling berjabat tangan. Peneliti menyuguhi rokok kepada Tete Madak sebagai tanda persahabatan. Beliau mempersilahkan peneliti untuk masuk ke dalam rumah dan duduk di atas balai-balai yang terbuat dari bambu. Kami menikmati sirih-pinang yang dikenal sebagai makanan adat bagi masyarakat Seram. Setelah kami berbincang-bincang, ia menanyakan maksud kedatangan peneliti di daerah ini. Jawaban yang disampaikan yaitu, peneliti bermaksud ke atas. Tete Madak menjawab singkat dengan menggunakan bahasa Minakyesu atau Minakesi yaitu, danggu lua Tete Madak lua li an kalangal bomay ye. Artinya, jalan saja nanti Tete Madak lihat-lihat kamu dari sini.

Perjumpaan dan pertemuan singkat yang diawali dengan menikmati makanan adat (siri, pinang, kapur, tembakau) sebagai memiliki makna bahwa ia sebagai sesepuh Orang Bati yang menjaga pintu masuk wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati merestui kedatangan peneliti di daerah ini. Ternyata Tete Madak adalah orang tertua yang memiliki tugas sebagai penjaga batas wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati di sebelah barat dari Pulau Seram Bagian Timur. Tete Madak kemudian mengantarkan peneliti sampai di tepi Sungai (Alsul) Masiwang yang saat itu sedang banjir bandan. Empat orang pemuda Kampung atau Dusun Madak diperintahkan oleh Tete Madak untuk mengambil perahu (wona). Serentak itu juga 2 (dua) orang pe-muda pergi mengambil perahu (wona) dan menyebarangkan peneliti dengan perahu (wona) melewati Sungai (Alsul) Masiwang. Tete Madak menyampai-kan ucapan singkat bahwa, kalau kamu bisa melewati Sungai (Alsul) Masiwang dengan baik dan selamat, maka niat untuk datang di Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati mesti tercapai. Menyeberangi Sungai (Alsul) Masiwang yang dihuni oleh banyak buaya (waya) cukup menakutkan, tetapi itu adalah jalan satu-satunya yang tepat untuk datang ke Tana (Tanah) Bati. Suatu pilihan yang tidak bisa dihindari bagi siapapun juga yang berkeinginan untuk datang ke Tana (Tanah) Bati.

Waktu yang diperlukan untuk menyeberangi Sungai (Alsul) Masiwang sekitar 20 sampai dengan 25 menit. Salah satu pemuda yang mengantarkan peneliti waktu itu mengatakan bahwa setelah menyeberang Sungai (Alsul) Masiwang, masih ada lumpur hidup yang harus dilewati. Empat orang anak muda yang menyeberangkan peneliti dengan empat orang teman untuk melewati Sungai (Alsul) Masiwang kemudian diberi rokok Sempoerna sebanyak empat bungkus dan uang sebanyak Rp 50.000. Mereka kemudian mengatakan baba tatanggo lua yang artinya bapak pergi sudah. Sungai (Alsul) Masiwang sebagai pintu masuk ke Tana (Tanah) Bati dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini;

Page 41: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

456

Gambar 3

Perahu (Wona) Yang Digunakan Oleh Peneliti Untuk Menyeberangi Sungai (alsul) Masiwang. Perahu Ini Terbuat Dari Jenis Kayu Bulat

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Makna Sungai (Alsul) Masiwang bagi masyarakat Seram Timur yaitu;

(1) Sungai (Alsul) Masiwang yang menyimpan rahasia dari manusia atau orang gunung di Seram Timur adalah salah suatu tempat yang sakral; 2) Masiwang artinya ingat di gunung masih ada orang atau manusia. Maksudnya yaitu di gunung masih ada Orang Bati. Perjalanan darat me-nyusuri jalan setapak melewati kampung-kampung atau dusun-dusun yang terdapat di dataran Hunimua sampai waktu menunjukkan pukul 22.00 Wit, peneliti bersama tiga orang teman tiba di Negeri atau Desa Waras-Waras. Untuk sementara waktu langkah peneliti terhenti untuk beristirahat malam pada salah satu rumah penduduk yang sama sekali belum dikenal. Malam itu tanggal 13 Agustus 2008 peneliti menginap di rumah kediaman dari bapak AKaf di Negeri atau Desa Waras-Waras bersama tiga orang teman yang menyertai dalam perjalanan.

Klarifikasi Informasi

Untuk kepentingan melakukan klarifikasi terhadap perjumpaan dengan Orang Bati yang pertama kali di Kampung atau Dusun Madak ketika peneliti berada di rumah kediaman bapak Aka, peneliti sempat bercakap-cakap sambil menunggu makan malam. Peneliti bertanya pada bapak Aka bahwa orang tertua yang kami temui di Kampung atau Dusun Madak tadi siang itu, sebenarnya siapa? Jawaban bapak Aka yaitu beliau adalah Orang Gunung yang disapa dengan nama Tete Madak. Peneliti bertanya pada bapak Aka yang dimaksudkan dengan Orang Gunung itu siapa? Bapak Aka mengatakan bahwa beliau itu adalah Orang Bati. Hal ini berarti niat untuk bertemu secara langsung dengan Orang Bati ternyata telah terwujud.

Page 42: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

457

Dalam hati peneliti, berarti Orang Bati itu benar-benar ada dalam kenyataan. Mereka bukan orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang) sama seperti disteriotip oleh Orang Maluku selama ini. Ternyata Orang Bati memiliki ciri-ciri fisik yang sama dengan Orang Seram lainnya yang mendiami wilayah pegunungan dan pernah ditemui sendiri oleh peneliti, baik itu di wilayah Seram Barat, Seram Selatan, maupun Seram Utara. Orang Bati juga memiliki cici-ciri fisik yang tidak berbeda dengan Orang Ambon-Maluku. Makanan pokok mereka adalah sagu. Mereka menempati rumah panggung maupun rumah di atas tanah dengan dinding rumah yang terbuat dari pelepah sagu (kuata) dan menggunakan atap rumbia (balema).

Setelah perjumpaan dengan Orang Bati di Kampung atau Dusun (Wanuya) Madak, ternyata melalui negosiasi dengan Tete Madak merestui peneliti untuk masuk ke lokasi penelitian. Kebenaran terhadap hal ini pada saat peneliti berada di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) ketika ditanyakan kepada Kepala Kampung atau Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) yaitu bapak Akil, dan ia mengatakan bahwa Tete Madak itu adalah Orang Bati yang mendiami lokasi disekitar lembah Sungai (Alsul) Masiwang. Setelah melewati Sungai (Alsul) Masiwang peneliti berpikir bahwa pertemuan dan pendekatan yang dilakukan pada orang tertua dan juga Kepala Kampung, dan sekaligus tokoh adat merupakan perjumpaan pertama antara peneliti dengan Orang Bati. Artinya, Orang Bati yang dicari-cari berpuluh tahun lamanya, ternyata sudah dijumpai.

Perjumpaan Kedua Dengan Orang Bati di Kufarbolowin Perjalanan melewati lumpur hidup sejauh 5 km dengan kondisi jalan

setapak yang rusak berat terus dilakukan. Pada saat saya berada di bagian tengah lumpur tiba-tiba tampak dari jauh enam orang penduduk. Mereka menyebut diri dengan nama Orang Kufar. Perjalanan meninggalkan Sungai (Wai) Masiwang dan kawasan lumpur hidup di sekitar Kampung atau Dusun Kufarbolowin telah dilewati secara perlahan-lahan. Pada saat kami berkomunikasi, bahas lokal yang digunakan oleh enam orang penduduk ini memiliki kosa kata yang sama dengan bahasa gunung atau bahasa Minakyesu atau Minakesi yang digunakan oleh Orang Bati. Peneliti sangat yakin bahwa mereka ini adalah Orang Bati. Kami saling menyapa dengan memberi salam dalam bahasa lokal yang digunakan Orang Bati untuk berkomunikasi yaitu bahasa Minakyesu atau Minakesi. Kami berpisah di batas wilayah Kufar-bolowin dan Garigit. Perjalanan melewati Dataran Hunimua yang terbentang luas dari arah utara menuju selatan, peneliti bersama Ahas dan dua orang pengemudi ojek bernama Is dan As yang berasal dari Seram Timur. Suasana sore menjelang malam hari ketika peneliti berjalan bersama mereka harus

Page 43: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

458

melewati Kampung atau Dusun Garigit yang dikenal oleh masyarakat di wilayah ini sebagai wilayah yang angker.

Ketika telapak kaki saya hendak memasuki Kampung atau Dusun Garigit di malam hari peneliti mengucapkan tawei (permisi) atau tabea. Suara yang ke luar dari salah satu rumah penduduk yaitu mananggi (mau ke mana). Jawaban saya yaitu mau ke atas. Kembali terdengar suara dari dalam rumah yaitu jalan saja baik-baik. Perjalanan melintasi dataran Hunimua ini sampai di Desa Waras-Waras. Saat itu waktu menunjukan jam 22.00 Wit. Tempat ini kemudian menjadi persinggahan yang pertama oleh saya setelah melewati kawasan yang dihuni oleh Orang Bati di Kampung atau Dusun Garigit. Setelah sampai di Desa Waras-Waras kami harus bermalam. Rencana pada keesokan harinya kami harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek sampai di Negeri atau Desa Ga. Selanjutnya kami berdua berjalan dari Negeri atau Desa Ga menuju Negeri atau Negeri Kian Darat dengan cara berjalan kaki, karena jalan menuju kawasan ini hanya berupa jalan setapak, dan saat itu mengalami kerusakan berat karena banyak lumpur.

Maknanya yaitu; (1) Setelah melewati Sungai (alsusl Masiwang sebagai tantangan pertama ketika masuk wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati, maka tantangan berikutnyanya adalah lumpur hidup dari lembah Sungai (alsul) Masiwang sampai dengan Kampung atau Dusun Kufarbolowin; (2) Kawasan ini sangat asing bagi peneliti, sehingga berjalan bersama Orang Bati berarti mereka berperan sebagai penuntun agar tidak terperosok pada jalan yag salah; (3) Hal itu dipercaya oleh Orang Bati karena leluhur mereka merestui niat peneliti untuk datang di Tanah Bati.

Orang Waras-Waras Berceritera Tentang Orang Bati Ketika peneliti memasuki perkampungan yang belum diketahui nama-

nya sekitar jam 22.00 Wit, tampak pintu rumah dari salah satu keluarga yang masih terbuka. Peneliti mampir untuk bertanya. Jawaban dari pemilik rumah yaitu ini Desa Waras-Waras. Rumah itu milik bapak AKaf. Setelah menyapa beliau dengan ucapan tabea, bapak AKaf menanyakan bahwa, malam-malam begini bapak dari mana, dan hendak ke mana? Jawaban singkat dari peneliti yaitu dari Ambon, dan tujuannya yaitu ke atas. Jawaban bapak AKaf yaitu tempatnya masih jauh. Sebaiknya mampir dan menginap di rumah, nanti besok baru meneruskan perjalanan. Tawaran ini diterima oleh peneliti. Bapak AKaf kemudian memanggil isteri dan anak perempuannya yang masih berada di rumah bagian belakang. Mereka datang dan menyiapkan makan malam. Kami makan malam bersama-sama. Selesai makan malam, peneliti masih bincang-bincang dengan bapak AKaf dan beberapa anggota kerabatnya. Bapak AKaf menanyakan maksud kedatangan peneliti jauh-jauh dari Ambon ke

Page 44: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

459

daerah ini untuk apa? Jawaban yang peneliti sampaikan yaitu ingin bertemu dengan basudara di Tanah Bati. Malam itu juga bapak AKaf menawarkan jasa untuk mengantarkan peneliti ke perkampungan Orang Bati.

Namun peneliti mengatakan bahwa, sebelum ke perkampungan Orang, peneliti perlu bertemu dengan tokoh Pemerintah Negeri Kian Darat untuk berkoordinasi. Hal itu berarti keesokan harinya peneliti harus menuju ke Negeri Kian Darat. Peneliti bukan bermaksud untuk menolak tawaran bapak AKaf, tetapi wilayah yang peneliti datangi masuk dalam kekuasaan Kian Darat. Malam itu bapak AKaf berceritra tentang banyak hal terkait dengan Orang Bati. Semua ceritra yang disampaikan oleh bapak AKaf yaitu; (1) Niat harus satu dengan tujuan. Kalau berada di tengah perjalanan kemudian merubah niat berarti kemungkinan tidak sampai di Tanah Bati; (2) Tanah Bati ini adalah wilayah yang sakral; (3) Untuk itu jangan sampai salah melangkah nanti niat untuk ke atas (Bati Kilusi atau Bati Awal) tidak tercapai.

Nasihat ini peneliti pegang kuat. Waktu menunjukan tepat jam 24.00 Wit, kami harus beristirahat malam. Tetapi sebelum tidur, peneliti sudah diberitahukan pada bapak AKaf bahwa jam 03.00 Wit peneliti sudah harus berangkat menuju Negeri Kian Darat. Bapak Akaf menyanggupi, dan se-andainya peneliti tertidur ia pasti membangunkan. Setelah fajar tampak di ufuk timur bapak AKaf membangunkan peneliti dan AKaf dari tidur lelap. Motor Ojek mengantar kami berdua sampai di Negeri atau Desa Ga, selanjutnya peneliti dan Akaf melanjutkan perjalanan dengan cara jalan kaki menyusuri pesisir pantai menuju Negeri Kian Darat. Tepat jam 10.00 Wit peneliti telah tiba di Negeri atau Desa Kilimoi. Peneliti menyempatkan waktu untuk mampir di rumah kediaman Pejabat Kepala Desa Kilimoi untuk me-laporkan kedatangan di daerah ini dan tujuan ke Tana (Tanah) Bati. Pejabat Kepala Desa Kilimoi tidak keberatan pada peneliti.

Selanjutnya peneliti memberitahukan untuk melanjutkan perjalanan menuju Negeri Kian Darat. Kami berbincang-bincang selama 50 menit ke-mudian peneliti berpamitan untuk pergi menuju Negeri Kian Darat. Setelah itu peneliti mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan. Untuk mencapai Negeri Kian Darat membutuhkan waktu selama 3 jam dan 30 menit. Per-jalanan diterustakn dengan cara berjalan kaki dan pada siang hari jam 13.30 Wit, peneliti telah tiba di Negeri Kian Darat. Ketika sampai di Negeri Kian Darat, peneliti hendak melaporkan diri pada Raja (Mata Lean) atau Jou Negeri Kian Darat. Tetapi saat itu Raja Kian Darat tidak berada di tempat. Penduduk Negeri Kian Darat memberitahukan pada peneliti bahwa Raja Negeri Kian Darat sedang berada di Pulau Geser, sehingga peneliti diantar oleh seorang anak kecil menuju rumah kediaman dari Sekretaris Negeri Kian Darat.

Setelah sampai di rumah kediaman Sekretaris Negeri Kian Darat, beliau tidak berada di tempat, dan peneliti diterima oleh isterinya. Waktu itu

Page 45: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

460

Sekretaris Negeri Kian Darat sementara mengontrol masyarakat yang me-lakukan aktivitas renovasi Masjid. Anak kecil yang mengantarkan peneliti kemudian berlari ke lokasi kegiatan untuk memberitahukan Sekretaris Negeri Kian Darat bahwa ada tamu yang baru datang dari Ambon, dan ingin bertemu dengan beliau. Setelah memperoleh informasi tersebut Sekretaris Negeri Kian Darat langsung bergegas kembali ke rumah kediamannya untuk menemui peneliti.

Proses Masuk Ke Lokasi Penelitian Negosiasi untuk masuk ke lokasi penelitian terus dilakukan oleh

peneliti. Ketika peneliti berada di rumah kediaman Sekretaris Negeri Kian Darat, secara diam-diam muncul empat Orang Bati Gunung yangberasal dari kelompok Bati Tengah dari Dusun Rumbou. Perjumpaan ketiga dengan Orang Bati adalah bersejarah, dan dijelaskan sebagai berikut:

Perjumpaan Ketiga dengan Orang Bati di Negeri Kian Darat

Ketika berada di rumah Sekretaris Negeri atau Desa Kian Darat, peneliti memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan, serta menyerahkan surat izin penelitian ilmiah dari Pemerintah Provinsi Maluku kepada Sekretaris Negeri Kian Darat, kemudian melakukan negosiasi untuk datang ke Tanah Bati. Ia mengemukakan bahwa sebagai pemerintah mereka tidak keberatan. Pertemuan kami berlangsung sangat singkat. Setelah men-dengar maksud dan tujuan untuk datang ke Tanah Bati, Sekretaris Negeri Kian Darat memberitahukan bahwa; (1) Sebagai penanggung jawab pemerintahan saat itu ia dan masyarakat merestui kedatangan peneliti; (2) Ia mengingatkan peneliti bahwa ini wilayah adat, dan tradisi serta adat-istiadat Orang Bati masih sangat kuat dipegang oleh mereka semua. Untuk itu peneliti harus lebih arif agar hal-hal yang berkaitan dengan adat Orang Bati jangan sampai dilecehkan. Sebab kalau terjadi demikian akibatnya bisa fatal.

Pendekatan sosial yang dilakukan oleh peneliti pada Pemerintah Negeri Kian Darat dimaksudkan agar bisa memperoleh ligitimasi untuk melakukan penelitian ilmiah. Pada saat berada di rumah kediaman Sekretaris Negeri Kian Darat yaitu bapak HR, kemudian peneliti bersama Ahas diajak untuk makan siang bersama-sama dengan keluarganya. Sementara kami sedang makan siang bersama, tiba-tiba terdengar suara di depan rumah. Suara itu adalah tamu yang terdiri dari 4 (empat) orang. Isteri Sekretaris Negeri Kian Darat ke luar untuk mengetahuinya. Ternyata 4 (empat) orang tamu tersebut adalat Orang Bati yang berasal Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah). Isteri Sekretaris Negeri Kian Darat kemudian cepat-cepat memberitahukan pada mereka bahwa tamu yang datang dari Ambon sedang makan siang bersama keluarga kami.

Page 46: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

461

Salah satu dari keempat Orang Bati tersebut yaitu bapak SaRum memberitahukan pada Sekretaris Negeri Kian Darat bahwa mereka diberitahukan oleh Kepala Adat di Kampung atau Dusun Rumbou agar segera datang di rumah kediaman Sekretaris Negeri Kian Darat untuk menjemput tamu dari Ambon. Peneliti sempat terkejut mendengar jawaban mereka yang spontan. Hal ini berarti bahwa rencana kedatangan peneliti sudah diketahui sebelumnya. Sekretaris Negeri Kian Darat memberitahukan pada peneliti bahwa, jangan heran bapa, Orang Bati yang kami kenal memang begitu. Kita mau percaya atau tidak, tetapi kenyataan seperti itu. Hal ini berarti bahwa, ada keberuntungan. Biasanya kalau orang yang hendak datang di Bati, kalau mereka sudah ketahui niatnya, kemudian mereka berusaha secara sengaja untuk menghalang-halangi sehingga tujuan datang di Tana (Tanah) Bati tidak pernah tercapai atau terwujud.

Kejadian seperti ini seringkali dialami pada orang yang baru datang ke wilayah ini. Setelah itu Sekretaris Negeri Kian Darat bertanya pada peneliti, apakah mau istirahat di rumah nanti besok pagi baru pergi, atau bagaimana? Peneliti langsung menjawab bahwa, kalau mereka (Orang Bati) sudah datang membawa amanat dari Kepala Adat untuk segera menjemput peneliti, maka sekarang juga peneliti berangkat bersama dengan mereka untuk menuju tempat kediamannya. Peristiwa ini merupakan perjumpaan ketiga antara peneliti dengan Orang Bati. Pada saat kami berjalan sama-sama, tidak banyak yang dibicarakan. Kesan kuat bagi peneliti saat tu adalah, keempat Orang Bati tersebut sengaja tidak bertanya, karena kami berusaha untuk mencapai Kampung atau Dusun Rumbou sebelum matahari terbenam.

Sekretaris Negeri Kian Darat menanyakan pada mereka, dan mereka menjawab yaitu mereka datang untuk menjemput bapak dari Ambon. Mendengar ucapan tersebut, kemudian Sekretaris Negeri Kian Darat memberitahukan bahwa beliau sedang makan siang. Silahkan masuk dan tunggu sebentar. Empat Orang Bati ini tetap menunggu di teras rumah. Setelah makan siang selesai, kemudian peneliti ke luar dan diperkenalkan pada 4 (empat) Orang Bati tersebut oleh Sekretaris Negeri atau Desa Kian Darat. Mereka berempat bernama bapak SaRum, bapak HuRu, HuSe, dan ARum. Pesan dari Sekretaris Negeri Kian Darat pada empat Orang Bati tersebut yaitu, temani beliau sampai di tujuan, dan antar kembali ke sini seperti apa adanya, jika urusan di gunung sudah selesai. Empat Orang Bati ini menjawab bahwa, mereka pasti memenuhinya. Setelah itu perjalanan menuju Kampung atau Dusun Rumbou bisa diteruskan. Kami berenam terus berangkat dengan cara berjalan kaki melewati Kampung atau Dusun Aertafela, kemudian mengikuti jalan setapak dari sisi Sungai Aertafela, menuju Kampung atau Dusun Rumoga (Bati Pantai).

Perjalanan menuju Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) harus melewati Kampung atau Dusun Rumoga (Bati Pantai) yang terdapat di lereng

Page 47: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

462

bukit, melewati kawasan hutan sagu, dan hutan pala. Pada sore hari jam jam 17.30 Wit kami telah tiba di Kampung atau Dusun Rumoga (Bati Pantai). Matahari pada sore hari tersebut, tinggal satu depa akan menghilang dibalik Gunung Salagor yang cukup tinggi. Derap langkah menuju Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) terus dilanjutkan oleh kami berenam. Jarak antara Kampung atau Dusun Rumoga dan Kampung atau Dusun Rumbou tidak jauh, yaitu sekitar 1,5 km. Kami berlima terus berjalan, dan tepat jam 18.15 Wit kami telah tiba di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah). Sementara saya beristirahat di rumah kediaman bapak SaRum, ibu rumah bergegas menyiapkan kopi dan sagu kering (tutupola)21), sedangkan bapak SaRum bergegas untuk melaporkan kedatangan peneliti pada Kepala Kampung atau Kepala Dusun Rumbou, Kepala Adat, dan Imam Masjid. Setelah itu bapak SaRrum kembali dan menyampaikan pesan bahwa, nanti malam ada pertemuan dengan semua tokoh masyarakat di rumah bapak SaRum dengan peneliti.

Keadaan Rumah Keluarga Bapak SaRum di Kampung atau Dusun (Wanuya) Rumbou (Bati Tengah)

Setelah kembali bapak SaRum menyampaikan bahwa nanti malam ada pertemuan informal dengan tokoh masyarakat Rumbou yang dilaksanakan pada jam 21.00 Wit bertempat di rumah kediaman bapak SaRum. Berikut ini adalah rumah kediaman dari bapak SaRum. Rumah keluarga ini menjadi tempat kediaman dari peneliti ketika pertama kali datang di Tana (Tanah) Bati untuk melakukan negosiasi meneliti. Aktivitas masuk lapangan tahap lanjutan untuk melakukan penelitian etnografi, maupun verifikasi data penelitian lapangan rumah kediaman bapak SaRum di Dusun Rumbou (Bati Tengah) masih menjadi tempat kediaman dari peneliti selama berada di lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini:

Page 48: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

463

Gambar 4

Rumah Kediaman Keluarga Bapak SaRum di Kampung Atau Dusun Rumbou (Bati Tengah)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Waktu menunjukan larut malam dan rumah kediaman bapak SaRum ini

merupakan tempat tinggal pertama kali ketika peneliti datang di Tana (Tanah) Bati pada tanggal 14 Agustus 2008. Walaupun waktu sudah menunjukkan larut malam tetapi isteri bapak SaRum masih menyuguhi kopi untuk kami minum bersama. Setelah mencicipi satu gelas kopi, kami beristirahat malam. Rumah panggung yang terbuat dari papan, dan diberi alas tikar dan bantal menjadi tempat berbaring. Peneliti berusaha istirahat malam, tetapi senantiasa terjaga. Pikiran saya selalu terarah pada rencena pertemuan adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) pada keesokan harinya.

Melakukan Negosiasi Izin Meneliti (Masuk Lokasi Tahap Awal)

Ketika peneliti sudah berada di Dusun Rumbou (Bati Tengah), proses negosiasi terus dilakukan, dan dijelaskan sebagai berikut:

Rapat Adat di Rumbou (Bati Tengah)

Tepat jam 21.00 Wit pertemuan adat di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) dilaksanakan. Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendengar secara langsung maksud dan tujuan kedatangan peneliti di Tanah Bati. Pertemuan adat yang dilakukan secara informal di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah), peneliti menegaskan bahwa kedatangan peneliti untuk menjumpai basudara di Tanah Bati dengan tujuan yaitu melakukan studi (penelitian ilmiah) dan menulis tentang Orang Bati. Setelah mendengar

Page 49: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

464

penjelasan dari peneliti, maka mereka semua menyampaikan bahwa niat ini perlu dibicarakan lebih lanjut dalam pertemuan adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) dengan semua tokoh masyarakat Bati.

Malam itu juga hari kamis, tanggal 14 Agustus 2008 diputuskan bersama bahwa pada keesokan hari yaitu jumat, tanggal 15 Agustus 2008 yaitu Kepala Adat di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) yang harus me-ngantarkan peneliti ke Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), sekaligus mendampingi peneliti dalam pertemuan adat tersebut. Hasil dari pertemuan adat yaitu, seluruh tokoh masyarakat tidak berkeberatan. Dalam pertemuan tersebut diputuskan agar besok pagi peneliti harus dibawa ke Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) untuk bertemu dengan seluruh tokoh masya-rakat dalam pertemuan adat. Kepala Adat di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) diberikan tanggung jawab untuk menemani peneliti dalam perjalanan menuju Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal).

Negosiasi dengan Orang Bati di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah)

Setelah peneliti berada di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah), maka kedatangan peneliti dilaporkan oleh bapak SR yang menjemput peneliti di Negeri Kian Darat. Malam itu juga dilaksanakan pertemuan adat dengan seluruh tokoh masyarakat. Hasil pertemuan adat yaitu mereka tidak keberatan untuk melakukan penelitian ilmiah di Tana (Tanah) Bati. Pada prinsipnya niat peneliti untuk melakukan aktivitas penelitian ilmiah untuk membangun Orang Bati agar lebih maju harus dipegang kuat. Sebab wilayah ini bukan manusia yang harus ditakuti, tetapi tempat-tempat yang sakral harus di-perhatikan secara baik. Pertemuan singkat yang berlangsung dalam suasana kekeluargaan sambil menikmati makan malam lebih menguatkan pendirian peneliti bahwa, keesokan harinya ada pertemuan adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal).

Selesai melaksanakan pertemuan adat di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah), kami masih berbincang-bincang dengan kerabat dari bapak SaRum yang datang menemui peneliti. Namun hari makin larut malam. Waktu menunjukkan pukul 23.30 Wit, sehingga kami menyudahi obrolan untuk beristirahat malam. Kerabat bapak DK yang datang berangsur-angsur minta diri untuk kembali ke rumah mereka masing, sedangkan anggota ke-luarga bapak SaRum kemudian mengambil posisi masing-masing untuk beristirahat malam. Bapak SaRum paham kalau peneliti baru melaksanakan perjalanan jauh, dan keesokan harinya masih harus melanjutkan perjalanan mendaki lereng bukit dan pegugunungan untuk datang di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal). Rumah kediaman bapak SaRum berupa rumah panggung yang terbuat dari papan. Lantai rumah papan yang ditutupi dengan selembar tikar (kiar) menjadi tempat tidur malam, dengan

Page 50: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

465

alas kepala (bantal). Peneliti minta diri untuk beristirahat, dan seluruh anggota keluarga dari bapak SaRum menggelar tikar mengelilingi peneliti yang tidur berdekatan dengan Ahas sebagai teman dalam perjalanan.

Malam itu di Dusun (Wanuya) Rumbou (Bati Tengah)

Tiba-tiba di malam hari yang gelap gumpita tersebut terdengar suara dari rumah tetangga bapak SaRum. Ternyata malam itu muncul satu ekor ular piton yang sangat besar. Warga sekitar tempat kediaman peneliti ikut ke luar rumah untuk mengejar ular tersebut. Kesempatan ini peneliti juga ikut ke luar rumah. Maksud peneliti yaitu untuk mengamati cara Orang Bati menghadapi suatu masalah. Ternyata kebersamaan mereka sangat kuat apabila terancam oleh musuh. Cara Orang Bati bertindak untuk mengamankan anggota masyarakat dan lingkungan mereka benar-benar dilakukan sangat rapih. Tidak lama kemudian terdengar suara bahwa, ular piton sudah terkepung dan telah dibunuh oleh salah seorang warga. Suasana yang hiruk-pikuk malam itu kembali menjadi hening. Semua Orang Bati yang ke luar malam itu untuk mengejar ular piton kembali ke rumah mereka melanjutkan tidurnya karena jam saat itu menunjukkan pukul 01.00 WIT. Peneliti berusaha untuk ber-istirahat malam tetapi mata tidak dapat dipejamkan. Kondisi terjaga dari tidur malam itu sampai pagi hari.

Pagi itu isteri bapak SaRum sudah bangun untuk menyiapkan sarapan pagi. Kami sekeluarga sarapan pagi bersama-sama. Suasana kekeluargaan yang tercipta pada pagi hari tersebut menambah kepercayaan diri bagi peneliti bahwa niat untuk datang menemui Orang Bati mesti direstui. Waktu terus berjalan untuk menunggu saat yang tepat agar bisa berjalan kaki mengikuti jalan setapak menuju Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal). Waktu keberangkatan pada keesokan harinya yaitu hari Jumat, tanggal 15 Agustus 2008 jam 10.30 WIT.

Perjalanan Menuju Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal)

Waktu menunjukan pukul 10.30 Wit, perjalanan kaki mengikuti jalan setapak menuruni lereng bukit dan pegunungan terus dilakukan. Kedatangan kami dengan tujuan Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) langsung menuju rumah kediaman dari Imam Masjid Nur Bati yaitu bapak DahSi. Tidak lama kemudian, semua tokoh masyarakat sudah berkumpul. Kepala Adat menyuguhi sirih, pinang, kapur, dan tembakau, serta rokok. Peneliti diminta untuk menyampaikan maksud dan tujuan datang di Tanah Bati. Perjalanan menuju Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) dilakukan bersama empat Orang Bati, antara lain bapak SeSa selaku Kepala Adat di Kampung atau Dusun Rumbou, dan anggota masyarakat yaitu bapak HR, HS, dan AR. Waktu

Page 51: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

466

menunjukkan jam 10.30 Wit Kepala Adat mengatakan bahwa kita siap untuk berangkat.

Ketika sampai di penghujung kampung atau dusun ada warga yang menunggu untuk melakukan perjalanan ke Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) secara bersama-sama. Perjalanan menuju Bati Kilusi (Bati Awal) saat itu matahari cukup cerah, tetapi diselingi dengan hujan rintik-rintik. Tetapi sering terdengar gemuruh dan petir menyambar pohon dalam kawasan hutan yang lebat. Kami tiba di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 2008, jam 14.00 Wit.

Negosiasi Masuk di Tana (Tanah) Bati untuk Meneliti dan Menulis

Negosiasi dalam rapat adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) dipimpin oleh bapak AK sebagai Kepala Kampung atau Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) dimulai pada jam 15.00 Wit. Dalam pertemuan adat tersebut, Kepala Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) didampingi oleh Imam Masjid Nur Bati yaitu bapak DS, Kepala Adat yaitu bapak HS, Kepala Adat dari Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) beserta masyarakat yang berasal dari Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) maupun masyarakat dari Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah). Setelah mendengar penjelasan dari Kepala Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), kemudian peneliti diperkenankan untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan menemui Orang Bati di Tana (Tanah) Bati. Sebelum menyampaikan maksud dan tujuan untuk datang di Tana (Tanah) Bati, terlebih dahulu peneliti menyerahkan persyaratan adat berupa kain berang berwarna merah 1 kodi, kain putih 9 m, rokok surya 16 sebanyak 9 bungkus, tembakau amor 9 (sembilan) bungkus, jarum 9 biji untuk berbagai ukuran, benang 9 warna, kopi 9 bungkus, gula pasir 9 kg, dan garam 9 kg.

Semua persyaratan adat berjumlah 9 karena menurut informasi yang disampaikan oleh maweng, bahwa Orang Bati yang ditemui adalah mereka yang termasuk dalam kelompok Pata Siwa (Pata = Bagian, dan Siwa = Sembilan). Tradisi dari kelompok Pata Siwa pada masyarakat penghuni Pulau Seram, termasuk juga Orang Bati atau Masyarakat Bati, maupun masyarakat adat di Maluku yaitu semua yang berkaitan dengan adat harus berjumlah 9 (sembilan). Makna yang terdapat dalam perjalanan ke Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) yaitu; (1) Sebagai pendatang pertama di Bati Kilusi (Bati Awal) harus melewati wilayah yang ditempat oleh Orang Bati Pantai, dan Orang Bati Tengah; (2) Tradisi ini masih dipegang kuat oleh mereka sebagai pewaris tradisi Bati; (3) Melaksanakan hal ini secara baik tampa di-beritahukan lebih dahulu, berarti kehadiran orang luar dipandang menghargai tradisi Orang Bati yang telah ada sejak zaman leluhur dan lestari sampai saat ini; (4) Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) merupakan pusat aktivitas adat-istiadat untuk seluruh wilayah Tanah Bati; (5) Jalan untuk me-

Page 52: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

467

nuju Bati Kilusi (Bati Awal) harus melalui Rumbou sebab seluruh niat ke Bati Awal harus dilakukan melalui ritus penyerahan diri dan niat agar leluhur di Tana (Tanah) Bati merestui dan menyertai dalam perjalanan.

Setelah mendengar penjelasan dari peneliti tentang maksud menjumpai basudara (roina kakal) di Tana (Tanah) Bati dengan tujuan untuk melakukan studi (penelitian ilmiah) dan menulis tentang Orang Bati, pada hakikatnya semua tokoh masyarakat dan anggota masyarakat yang hadir tidak keberatan. Mereka bersedia membantu peneliti dengan sepenuh hati. Suasana pertemuan adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini:

Gambar 5

Suasana Rapat Adat di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal) Jumat, Tanggal 15 Agustus 2008, Jam 15.30 WIT

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Perjalanan Kembali ke Dusun atau Kampung Rumbou (Bati Tengah)

Waktu menunjukkan pukul 16.30 Wit saya harus kembali ke Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah). Makna dari kembali ke Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) yaitu, sebagai pendatang pertama di Bati Kilusi (Bati Awal), saya belum diperkenankan untuk menginap di sana. Ketika peneliti kembali di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah), semua tokoh masyarakat dan anggota masyarakat merasa senang karena niat peneliti diterima. Malam itu dilanjutkan dengan rapat adat secara informal di Kampung atau Dusun Rumbou seperti pada gambar 6 berikut ini:

Page 53: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

468

Gambar 6

Suasana Pertemuan Adat di Kampung atau Dusun Rumbou

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Hari sabtu, tanggal 16 Agustus 2008, saya harus turun dari Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) ke Negeri Kian Darat untuk melaporkan hasil pertemuan adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) kepada Sekretaris Negeri Kian Darat. Pada hari yang sama juga saya harus berjalanan menuju Desa Kwaos. Sebab kondisi laut disekitar kawasan ini sedang me-ngalami gelombang besar. Musim gelombang biasanya kawasan Tanah Besar bagian timur sulit untuk dilayari dengan motor tempel (katinting), karena keadaan pantai terdapat ombak besar. Selesai melaksanakan pertemuan adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), peneliti harus kembali ke Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah). Malam itu peneliti menginap di rumah Kepala Adat di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) yaitu bapak SeSia. Selain sebagai Kepala Adat, bapak SeSa ini dikenal oleh Orang Bati sebagai Kapitan di Tana (Tanah) Bati. Bapak SeSia juga memiliki ke-mampuan sebagai Maweng (ahli spiritual) dan dukun yang mampu me-nyembuhkan warga yang mengalami sakit.

Berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan peneliti selama berada di Tana (Tanah) Bati disampaikan, dan peneliti mempelajarinya secara baik, sehingga kembali untuk melakukan penelitian lapangan sudah memiliki ke-siapan yang cukup. Kondisi alam di Tanah (Tanah) Bati yang tergolong sakral diberitahukan pada peneliti. Kehidupan Orang Bati dengan dunia gaib juga diajarkan pada peneliti sehingga kelak berada di berbagai tempat sakral, maka peneliti dapat menjalaninya secara baik. Setelah memperoleh arahan dari Kepala Adat di Kampung atau Dusun Rumbou, peneliti mengungkapkan dalam hati bahwa, misi ini adalah perjalan yang penuh kepastian. Pada saat itu

Page 54: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

469

peneliti kembali terkenang pada perjum-paan dengan bapak DaKe, dan ia mengatakan bahwa Orang Bati itu ada dalam kenyataan.

Begitu juga Oyang Suriti atau bapak HaHe atau Tete Haya, maupun bapak MuSa, dan lainnya. Mereka semua yang pernah peneliti jumpai adalah orang yang berjasa dan ternyata mereka tidak berbohongi peneliti. Pada malam hari itu peneliti mengucapkan dalam hati yaitu Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, serta para Leluhur (Tata Nusu Si) selalu menolong Mereka Semua yang telah bersedia dengan tulus memberikan informasi, maupun menolong peneliti secara langsung untuk menuju Negeri Orang Bati. Keesokan harinya peneliti bersama dengan Ahas dan ditemani oleh bapak SaRum kembali ke Negeri Kian Darat untuk bertemu dengan Sekretaris Negeri Kian Darat dan melaporkan hasil negosiasi dengan Orang Bati. Setelah itu peneliti dengan Ahas harus melanjutkan perjalanan menuju Negeri atau Desa Kwaos. Per-jalanan dari Negeri Kian Darat menuju Kwaos ditempuh dengan cara berjalan kaki, dan pada sore hari jam 18.30 Wit kami berdua telah tiba di Negeri atau Desa Kuwaos. Kami menginap malam itu di rumah keluarga Ahas.

Kwaos Sebagai Pintu ke Luar dari Tanah Besar

Mengapa Desa Kwaos menjadi tujuan setelah kami turun dari Tanah Bati? Jawabannya yaitu, pada saat itu kondisi laut sekitar kawasan ini sedang mengalami gelombang besar. Pintu ke luar satu-satu dari Tanah Besar untuk menuju Pulau Geser hanya dapat dilakukan melalui Negeri atau Desa Kwaos atau melalui Dusun Aernanang. Pada saat berada di Desa Kwaos, ada pemilik perahu (katinting) yang bersedia mengantarkan peneliti menuju pelabuhan di Pulau Geser. Kami berangkat meninggalkan Desa Kwaos pada tanggal 17 Agustus 2008 dengan menggunakan perahu (wona). Arus laut disekitar selat Keving sangat keras. Motor tempel yaitu perahu (wona) yang mengantarkan peneliti terus melaju ke arah pelabuhan yang terdapat di Pulau Geser untuk menunggu keberangkatan kapal. Kapal laut yang melayani pelayaran Geser menuju Bula saat itu bernama Cahaya Bahari sedang berlabuh untuk bongkar muatan yaitu barang dan penumpang.

Peneliti bersama Ahas berangkat dengan perahu (wona) dari lokasi sekitar perbatasan Desa Kuwaos dengan Dusun Aernanang. Perahu (wona) mngantarkan peneliti dan Ahas sampai di pantai Pulau Geser, kemudian kami menuju lokasi Pelabuhan Geser untuk menumpang KM Cahaya Bahari yang akan berangkan menuju Pelabuhan Sersar di Kabupaten Bula sebagai Ibukota Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Waktu itu di daerah ini sementara menghadapi musim pancaroba (musim peralihan) sehingga gelombang laut cukup tinggi. Ketinggian ombak saat itu berkisan antara 3 sampai dengan 4 m. Setelah berlayar dengan KM Cahaya Bari kami singgah di Pelabuhan Sesar di

Page 55: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

470

Bula pada sore hari jam 17.45 WIT. Kami bermalan di Bula, kemudian pada keesokan harinya kami harus menumpang mobil untuk menuju ke Kota Masohi di Seram Tengah bagian selatan.

Meninggalkan Dataran Hunimua di Seram Timur Menuju Dataran Hunipopu di Seram Barat

Pada tanggal 20 Agustus 2008 peneliti bersama Ahas bertolak dari Kota Bula dengan menumpang kendaraan roda empat (mobil) yang melayani penumpang dengan rute Bula-Masohi. Kami berangkat saat itu jam 10.30 Wit. Pada jam 23.00 Wit mobil yang kami tumpangi baru tiba di Wahai. Peneliti harus turun meninggalkan Ahas untuk mengambil kendaraan roda dua (motor) yang peneliti titip pada salah seorang sahabat di Wahai, sedangkan Ahas meneruskan perjalanan dengan menggunakan mobil penumpang ke Kota Masohi. Peneliti harus melakukan ritus penyerahan diri di Gunung Mawoti (tulang belakang manusia) yang terdapat di wilayah Seram Utara karena telah melakukan perjalanan ke Negeri Orang Bati, kemudian perjalanan selanjutnya dari peneliti menuju Seram Selatan.

Pagi hari jam 05.00 WIT, tanggal 21 Agustus 2008 peneliti baru melan-jutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua (motor) menuju Kota Masohi. Peneliti tiba di Kota Masohi pada jam 13.30, dan langsung menjemput Ahas untuk kami berangkat menuju daratan Hunipopu di Seram Barat. Perjalan menuju daratan Hunipopu di Seram Barat dengan mengguna-kan kendaraan roda dua (motor) dan tiba di Dusun Tanah Goyang pada jam 04.00 WIT. Ketika berada di Dusun Tanah Goyang kami menginap di rumah saudara AnMa. Ada beberapa kegiatan yang berkaitan dengan ritus pe-nyerahan diri yang perlu peneliti lakukan sebelum meninggalkan daratan Hunipopu di Pulau Seram Bagian Barat, kemudian peneliti melanjutkan perjalanan kembali ke Pulau Ambon pada tanggal 23 Agustus 2008. Waktu Ahas kembali ia menumpang motor tempel (katinting) dari Dusun Tanah Goyang menuju ke Negeri Hitu Lama di Pulau Ambon, sedangkan peneliti kembali melalui jalan darat untuk menuju Pelabuhan Waipirit sebagai pelabuhan penyeberangan Kapal Feri yang terdapat di Pulau Seram.

Makna dari perjalanan tahap pertama untuk melakukan survai ke Tanah Bati di Seram Timur serta aktivitas lainnya yang terkait dengan misi peneliti di Pulau Seram karena; (1) Gunung Mawoti (tulang belakang manusia) yang terdapat di wilayah Seram Utara, maupun beberapa tempat lainnya dianggap sakral dan angker; (2) Sebab asal-usul leluhur Orang Bati memiliki hubungan genealogis dengan basudara di wilayah Seram Barat atau yang dinamakan yaitu Tanjung Sole atau Tanjung Sial; (3) Setelah melaksanakan niat tersebut di kawasan Seram Barat, baru peneliti kembali ke pelabuhan penyeberangan

Page 56: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

471

Kapal Feri yang melayani rute pelayaran Waipirit di Kecamatan Kairatu Pulau Seram menuju Pelabuhan Hunimua di Neger Liang Pulau Ambon.

Waipirit - Hunimua Penghubung Pulau Seram dan Pulau Ambon

Rangkaian kegiatan tahap awal meliputi survai lokasi penelitian, memahami situasi sosial, melakukan pendekatan sosial dan sekaligus menjalin persahabatan dengan tokoh masyarakat maupun anggota masyarakat Bati di Seram Timur memberi kesan yang sangat baik. Studi ini kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan tahap berikutnya pada bulan november 2008 dengan mengambil tema dan moment dalam studi 3 (tiga) musim yaitu musim kemarau (musim barat), musim penghujan (musim timor), dan musim peralihan (musim pancaroba atau peralihan) dimaksudkan untuk mengetahui aktivitas Orang Bati selama berlangsungnya tiga musim tersebut dalam satu tahun. Materi yang berkaitan dengan studi mendalam mengenai Dunia Orang Bati dijelaskan pada metode penelitian etnografi.

Masuk Lapangan Tahap Lanjutan Aktivitas masuk lapangan pada tahap lanjutan untuk melakukan

penelitian di Tana (Tanah) Bati setelah memperoleh rekomendasi untuk meneliti dari Pemerintah Provinsi Maluku, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kecamatan Seram Timur, maupun Pemerintah Negeri Kian Darat. Rangkaian kegiatan pada tahap lanjutan dapat dikemukakan lebih lanjut:

Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal), Rumbou (Bati Tengah), Dusun Watu-Watu dan Dusun Kian (Bati Pantai) yang terdapat dalam wilayah Pemerintahan Negeri Kian Darat, sedangkan Negeri Kelimuri dan Waru sebagai pembanding. Mengenai keadaan lokasi penelitian dapat dilihat pada bagan 1 berikut ini:

Page 57: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

472

Peta 1

Kabupaten Seram Bagian Timur

Pemetaan Lokasi Penelitian

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Wilayah Adat Kwairumaratu

Wilayah Adat Kelbarin

Wilayah Adat Weurartafela

Bati Awal

Bati Tengah

Bati Pantai

Negeri Kelimuri Negeri Waru

Esuriun

Negeri Kian Darat

Page 58: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

473

Penentuan Metode Penelitian

Setelah peneliti memperoleh restu dari Orang Bati untuk melakukan aktivitas meneliti dan menulis, kemudian berdasarkan survai awal ke lokasi penelitian, diputuskan bahwa studi untuk memahami dan menjelaskan ten-tang fenomena Orang Bati menggunakan metode etnografi. Mengingat fenomena Orang Bati tersebut sangat khas, maka pilihan peneliti untuk menggunakan metode etnografi untuk menjelaskan esksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa dengan memahami kebudayaan secara holistik. Konsep dasar yang digunakan peneliti dalam menerapkan metode etnografi yaitu “belajar bersama” dengan masyarakat (informan) menjadi pilihan sehingga mengutamakan perspektif emic atau pendapat informan dianggap sebagai pintu masuk yang tepat.

Melalui pendekatan emic yang dikembangkan peneliti selama berada di lapangan kemudian menggunakan perspektif etic atau analisis yang dilakukan oleh peneliti sendiri untuk menemukan sintesa (temuan penelitian) mengenai kekuatan bertahan hidup (survival strategy) yang berada di balik Esuriun Orang Bati. Semua pengalaman lapangan yang dijalani peneliti untuk mengungkap fenomena Orang Bati di Maluku melalui pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam (indef interview) dengan menggunakan perspektif emic yaitu sumber data utama dari informan, kemudian dikembangkan perspektif etic untuk menghasilkan sintesa (temuan penelitian. Untuk itu Studi Etnografi Orang Bati di Maluku yang dilakukan secara kualitatif tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode (Moleong, 2007 : 6).

Penggunaan metode penelitian kualitatif untuk memahami dan men-jelaskan fenomena Orang Bati di Maluku setelah melakukan survai awal yaitu metode etnografi. Relevansi metode etnografi untuk memahami dan menjelas-kan fenomena Orang Bati sebagai sukubangsa yang memiliki basis kebudayaan dan teritorial karena etnografi diartikan sebagai deskripsi tentang bangsa-bangsa berasal dari kata ethnos dan graphein. Ethnos berarti bangsa atau suku bangsa, sedangkan grafhein adalah tulisan atau uraian (Bugin, 2003 : 180). Mengacu pada pendapat tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa metode etnografi yang digunakan untuk menjelaskan tentang eksistensi Orang Bati sebagai kelompok etnik (ethnic group) berarti fokus dalam pengumpulan data lapangan maupun observasi (pengamatan) lebih tertuju pada aspek ke-budayaan yang dimiliki Orang Bati sebagai sukubangsa atau kelompok etnik (ethnic group).

Aktivitas masuk lapangan tahap lanjutan dengan menggunakan metode etnografi untuk memahami kehidupan Orang Bati karena relevan untuk

Page 59: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

474

menjelaskan eksistensi Orang Bati sebagai manusia, sukubangsa, yang me-miliki kebudayaan oleh Spradley (2007: 4-6) yaitu penggunaan metode etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi lebih dari itu etnografi belajar dari masyarakat. Untuk itu pada tahapan ini, wawancara mendalam (indef interview) terhadap informan kunci (key informan) yang dilakukan melalui teknik snowbaal yang dikembangkan oleh peneliti untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dan benar secara holistik, kemudian dilakukan pengamatan (observasi) terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan Orang Bati setiap saat, selama berlangsungnya proses penelitian.

Melalui metode penelitian kualitatif yang digunakan peneliti, kemu-dian pemahaman terhadap eksistensi Orang Bati sebagai anak esuriun, yang berkaitan dengan kisah nyata leluhur Orang Bati yang mendiami Samos di sekitar Gunung Bati turun ribuan orang secara bersama-sama dan serentak untuk menempati etar dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa). Kisah turun dari hutan dan gunung yang dilakukan leluhur Orang Bati pada masa lampau membuktikan bahwa eksistensi mereka sebagai manusia maupun sukubangsa tidak berbeda dari suku-suku lainnya yang mendiami Pulau Seram maupun Maluku. Untuk memahami dan menjelaskan tentang fenomena yang dialami Orang Bati maka peneliti menuangkannya dalam beberapa perspektif berdasarkan data empirik yang diperoleh dari lapangan, meliputi:

Studi Tiga Musim Penelitian kualitatif yang dilakukan selama musim kemarau (musim

barat), musim penghujan (musim timor), dan musim pancaroba (musim peralihan) yang berlangsung selama satu tahun di Tana (Tanah) Bati di-maksudkan untuk melihat secara dekat seluruh aktivitas yang dilakukan Orang Bati secara individu, keluarga, kelompok, maupun komunitas untuk bertahan hidup (survive). Pada tahapan pengumpulan data lapangan, peneliti mengembangkan teknik observasi partisipasi (pengamatan terlibat) sehingga dapat mengetahui secara jelas dan benar mengenai aktivitas menopang hidup menghadapi keadaan musim dan iklim yang berubah-ubah. Seluruh aktivitas yang dilakukan Orang Bati pada musim kemarau (musim barat) berupa usaha mengumpulkan bahan makanan, bahan untuk membuat rumah, dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan mereka simpan sampai dengan musim penghujan di mana terdapat paceklik atau musum susah (pinakut danggu). Selama berlangsungnya musim kemarau (musim barat) Orang Bati memiliki akses selama tiga bulan efektif yaitu bulan September, Oktober, dan November.

Ketika memasuki bulan Desember setiap tahun, di sekitar lingkungan Orang Bati sudah berlangsung musim pancaroba (musim peralihan). Pada musim pancaroba kondisi wilayah di mana Orang Bati berada tergolong sulit

Page 60: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

475

karena laut sekitar wilayah ini menjadi tidak ramah. Akses Orang Bati untuk ke luar maupun masuk tergolong sulit. Kondisi fisik di sekitar wilayah ini makin sulit apabila berada pada bulan April sampai dengan bulan Agustus setiap tahun. Keterbatasan Orang Bati dalam untuk memiliki sarana trans-portasi yang layak menjadi penyebab bagi mereka secara individu, keluarga, kelompok maupun komunitas untuk melakukan akses ke wilayah lain untuk memenuhi bahan-bahan keperluan hidup. Saat ini dikenal sebagai musim paceklik atau musim susah (pinakuta danggu). Namun di dalam menghadapi kondisi geografis yang menantang tetapi Orang Bati tetap bisa bertahan hidup.

Kekuatan Orang Bati untuk bertahan hidup (survive) berada pada lembaga adat Esuriun Orang Bati yang secara turun-temurun telah berfungsi dan berperan untuk mengelola wilayah hutan dan segala sumber daya yang terdapat di dalamnya seperti sagu, ubi-ubian, pisang, berburu hewan liar, dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidup (makan). Aktivitas ini di-lakukan oleh individu, keluarga, kelompok, maupun komunitas. Seluruh aktivitas untuk menopang hidup pada saat musim paceklik atau musim susah (pinakuta danggu) yang diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, dan Orang Bati tidak pernah menjualnya pada orang lain. Sembilan bulan dalam satu tahun menghadapi musim susah (pinakuta danggu) dalam jangka waktu cukup panjang. Tetapi mereka tetap menjadi Orang Bati yang ulet, kokoh, kuat walaupun selama ini tidak memperoleh bantuan dari pihak luar.

Esuriun Sebagai Dunia Orang Bati

Usaha menelusuri aktivitas hidup Orang Bati melalui berbagai moment yang terkait dengan kehidupan sosial, adat-istiadat, kebudayaan, dan lainnya dapat dimaknai bahwa Esuriun Orang Bati merupakan Dunia Orang Bati yang sesungguhnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Esuriun Orang Bati Sebagai Identitas

Identitas mengekspresikan jati diri maupun kelompok, maupun komu-nitas. Berikut ini dikemukakan Esuriun Orang Bati. Dikatakan Esuriun Orang Bati sebagai identitas diri karena penyebutan sebagai Anak Esuriun memiliki makna genealogis dan sekaligus juga merupakan gelar adat, dan hakikatnya adalah total. Untuk itu dalam seluruh aktivitas hidup Orang Bati, nilai, adat-istiadat, dan kebudayaan esuriun yang telah disepakati bersama pada masa lampau terus digunakan dan diperlihara, dan dilestarikan secara baik oleh anak cucu pewaris tradisi dan kebudayaan Bati. Tradisi Esuriun Orang Bati dipastikan tidak mudah luntur karena penghormatan Orang Bati terhadap

Page 61: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

476

leluhur (Tata Nusu Si) terus menguat dalam berbagai ritual yang dilakukan secara individu, kelompok, maupun komunitas. Esuriun Orang Bati adalah jati diri (individu) yang sesungguhnya pada Orang Bati sehingga mereka terus membentengi diri dan komunitasnya dengan adat-istiadat esuriun sehingga tidak memberi ruang pada orang luar untuk masuk dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa) secara leluasa.

Identitas Kesukubangsaan Bati Esuriun Orang Bati yang memiliki basis ilai kultural adalah identitas

kesukubangsaan yang terus dijaga, dilindungi (mbangatnai) oleh seluruh pendukung adat-istiadat dan kebudayaan Bati. Nilai-nilai dasar yang telah disepakati bersama senantiasa digunakan dalam pergaulan hidup diantara mereka sebagai sesama orang penghuni hutan, walaupun ada kenyataan bahwa ada Orang Bati yang mendiami perkampungan atau dusun (wanuya) di pesisir pantai.

Sebab relasi sosial yang telah tercipta antara kelompok sosial Bati Awal, Bati Tengah, Bati Dalam, dan Bati Patai yang dimaknai sebagai anak cucu keturunan Alifuru Ina adalah orang basudara (roina kakal) yang memiliki asal-usul leluhur yang sama. Tali pengikat dalam konsep Anak Esuriun adalah identitas kesukubangsaan untuk menyatukan kelompok Bati Rei (Bati Gunung) atau mancia atayesu (orang gunung) dengan Bati Lau (Bati Pantai) atau mancia layena (orang pantai) tetap berada dalam kesatuan teritorial genealogis yang dinamakan Tana (Tanah) Bati.

Struktur Sosial Orang Bati

Struktur sosial merupakan jaringan interaksi sosial yang tercipta antar kelompok sosial Pata Siwa (Sembilan Bagian) dan kelompok Pata Lima (Lima Bagian) sebagai orang-orang penghuni hutan yang mengacu pada tatanan kehidupan sosial yang mapan. Hubungan timbal-balik dari berbagai unsur atau elemen yang terdapat dalam kehidupan sosial memberikan bentuk nyata dari kehidupan sosial yang teratur dan stabil, di mana status dan peran setiap anggota berada dalam ikatan Esuriun Orang Bati.

Proses pengumpulan data lapangan pada tahapan ini peneliti me-ngembangkan metode wawancara mendalam (indef interview) terhadap in-forman kunci (key informan) secara snowbaal. Mengapa teknik snowbaal harus dilakukan karena tidak semua orang yang dijumpai bisa menjelaskan pertanyaan yang diajukan peneliti tetapi dari infroman sebelumnya kemudian ditunjuk informan berikut yang memiliki kompetensi. Untuk itu data dan informasi yang diperoleh melalui teknik observasi partisipasi (pengamatan terlibat) sangat penting guna mencapai data yang benar. Hubungan-hubungan

Page 62: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

477

sosial yang menjadi inti dari struktur dasar selalu menjadi penguatan untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Struktur sosial Orang Bati terbentuk dari ikatan kekerabatan berdasarkan marga pemilik etar yang telah bersatu dalam ikatan Siwa-Lima melalui adat Esuriun Orang Bati dan mereka menyatu dalam bahasa, adat-istiadat, ke-budayaan, menempati teritorial yang sama, dan sebagainya adalah suatu bentuk integrasi sosial yang dicapai Orang Bati secara final. Dikatakan final karena tipe integrasi seperti memiliki basis kultural (nilai) yang kuat karena telah disepakati dan dikukuhkan melalui adat yang dinamakan adat Esuriun Orang Bati.

Usaha arif yang telah dilakukan oleh leluhur Orang Bati untuk me-nyatukan orang maupun kelompok Patasiwa (Sembilan Bagian) dan Patalima (Lima Bagian) di Tana (Tanah) Bati telah melahirkan struktur baru yang lebih fleksibel dengan sebutan Bati Awal, Bati Tengah, Bati Dalam, dan Bati Pantai. Sistem pengelompokan sosial di Tana (Tanah) Bati dapat berlangsung seperti ini karena Orang Bati sangat menyadari bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama yaitu dari keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina. Melalui sistem pengelompokan sosial tersebut, tampak bahwa siapa ber-interaksi atau berhubungan dengan siapa dalam sistem sosial tersebut, adalah dasar bagi pembentukan struktur sosial Orang Bati yang terbedakan dari masyarakat lainnya yang terdapat di Pulau Seram maupun Maluku.

Sistem pengelompokan sosial seperti ini tidak lain dimaksudkan agar Orang Bati tetap bisa menjaga, melindungi hak milik marga yang berharga. Struktur tersebut membuat Orang Bati sebagai penghuni menetap sejak dilakukan Esuriun Orang Bati, dan sampai saat ini tidak pernah berpindah tempat. Masing-masing kelompok marga hidup dengan teritorialnya sendiri (etar), tetapi senantiasa berada dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati. Mata-rantai yang berkaitan dengan interaksi sosial dikalangan sesama Orang Bati berada dalam sistem sosial tersebut, dan telah tertata secara rapih dari leluhur mereka sampai saat ini. Kondisi ini senantiasa dijaga, dipelihara, dan dilestarikan oleh Orang Bati kepada anak cucu mereka agar relasi saling menghargai dan relasi saling memberi selalu memberikan ruang untuk mereka semua bisa berakses dalam mempertahankan kelangsungan hidup (survive).

Interaksi Sosial antar Sesama Orang Bati

Orang Bati memiliki jaringan interaksi sosial dengan sesama Orang Bati sangat baik karena pengikatnya ada pada kekerabatan dan bahasa minakyesu atau minakesi (bahasa gunung) sebagai bahasa ibu. Orang Bati memiliki interaksi sosial dengan orang luar secara baik, namun selama ini keberadaan

Page 63: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

478

mereka tidak diketahui oleh orang luar. Selama ini orang luar saja yang enggan untuk bertemu dengan Orang Bati, apalagi untuk datang ke Tana (Tanah) Bati. Menurut Orang Bati, untuk datang ke Tana (Tanah) Bati (Atamae Batu) atau tatango rei Bati banyak sekali rintangan, yang membuat orang luar sulit untuk memasuki wilayah Orang Bati. Apabila datang ke Tanah Bati (natagi rau moale bisa natahan) tidak disertai dengan niat yang tulus dan sungguh-sungguh, dapat menimbulkan berbagai hambatan.

Orang Bati memiliki kerja sama yang kuat baik dalam ikatan marga (fam) maupun antara marga (fam) yang didasarkan pada sistem masohi (tolong-menolong). Selain itu terdapat juga persaingan (kompetisi) yang sehat diantara mereka sesama Orang Bati, baik itu dalam kehidupan sosial maupun adat dan agama. Terdapat juga pertentangan (konflik), tetapi setiap perten-tangan yang terjadi tidak sampai mengarah pada pertikaian. Semua masalah yang timbul dalam masyarakat, baik secara idividu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok senantiasa dapat diselesaikan secara kekeluargaan berdasarkan adat.

Interaksi Sosial antar Orang Bati dengan Orang Luar

Orang Bati melakukan interaksi sosial dengan orang luar karena selama ini mereka menganggap diri adalah bagian dari masyarakat Seram. Mereka merupakan bagian dari masyarakat Maluku, dan juga bagian dari masyarakat Indonesia. Akibat berkembangnya mitos dalam masyarakat tentang Orang Bati sebagai manusia ilang-ilang (hilang-hilang), manusia terbang-terbang, manusia berilmu hitam (blak magic), dan sebagainya, sehingga timbul steriotip yang sangat dalam. Dapat dikatakan bahwa, Orang Bati adalah salah satu sukubangsa di Maluku yang berada dalam deretan orang-orang di Indonesia yang selama ini terabaikan. Pandangan di atas dapat dikatakan bisa mewakili pandangan Orang Maluku terhadap Orang Bati yang oleh peneliti adalah suatu anggapan umum yang sama sekali tidak benar. Pengalaman hidup dari peneliti sendiri ketika berinteraksi dengan Orang Bati, ternyata mereka termausk kelompok sosial yang indenpenden. Relasi sosial yang tercipta selama ini antara peneliti dengan Orang Bati dapat dikatakan bahwa, terdapat sikap saling percaya yang sangat kental. Hubungan sosial yang tercipta antara peneliti dengan Orang Bati lebih pada hubungan saling memberi, dan se-benarnya merupakan bagian dari kehidupan nyata Orang Bati yang mereka ungkapkan pada peneliti yaitu:

Karena si cuma dalongal bomai mancia lae, dakuk, famoi, lakoe, dalikat, tapi tidak pernah si fun dalatan, dalangal kamu gavin te, galotak, oi dalangal te lua, artinya jangan hanya mendengar orang

Page 64: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

479

ceritra saja, sebaiknya datang dan lihat sendiri dari dekat baru katakan yang sebenarnya17

Lingkungan permukiman Orang Bati di Pulau Seram Bagian Timur mengikuti pola untuk menjaga dan melindungi wilayah Tana (Tanah) Bati meliputi penempatan manusia dan perkampungan mulai dari pesisir pantai, lereng bukit, sampai di pegunungan untuk kepentingan keamanan komunitas dan Tana (Tanah) Bati yang dianggap sakral. Setelah peneliti masuk dalam Dunia Orang Bati, maka relasi sosial yang dikembangkan sejak awal yaitu menelusuri jejak leluhur untuk menerapkan pendekatan genealogis. Maksud dalam mengembangkan cara ini selain untuk mendudukan posisi peneliti dalam kehidupan Orang Bati atau masyarakat Bati, tetapi lebih jauh dari itu adalah membangun hubungan sosial berdasarkan relasi saling percaya dan saling memberi. Melalui relasi saling percaya, saling memberi menciptakan ruang yang indenpenden bagi Orang Bati atau masyarakat Bati dengan peneliti

).

Namun ditemui oleh peneliti bahwa persepsi negatif yang selama ini berkembang dikalangan Orang Maluku terhadap Orang Bati ternyata memberikan ruang yang sempit bagi mereka dalam melakukan interaksi sosial dengan orang luar. Hal ini tampak ketika Orang Bati berhadapan dengan orang luar di mana mereka senantiasa berhati-hati, dalam komunikasi sehingga identitas mereka tidak diketahui oleh orang luar. Apabila terjadi demikian, Orang Bati mesti berada pada posisi yang tidak menguntungkan mereka sama sekali. Orang Bati melakukan interaksi sosial dengan orang luar secara leluasa karena keberadaan tidak diketahui. Bahkan ada diantara pen-duduk yang melihat orang Bati sedang berjalan, mereka kemudian masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat, sambil mengintip dibalik pintu atau jendela. Dalam realitasnya, sebenarnya Orang Bati memiliki sikap ter-buka. Interaksi sosial bisa berlangsung lebih lancar apabila telah terjalin hubungan saling mengenal. Walaupun dalam kenyataannya, Orang Bati tidak mudah menaruh kepercayaan penuh pada orang yang baru mereka kenal.

Lingkungan dan Kebudayaan Orang Bati

Orang Bati menempati lingkungan fisik maupun sosial menurut kebudayaan yang diwariskan oleh leluhur mereka. Berikut ini dapat dilihat makna menghuni lingkungan fisi dan sosial sebagai berikut:

Lingkungan Permukiman Orang Bati

17)Wawancara dengan bapak ASia (73 tahun) Wakil Kepala Dusun Watu-Watu (Bati Pantai), Negeri Kian Darat, pada tanggal 15 Oktober 2010.

Page 65: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

480

untuk terlibat dalam berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan. Pintu masuk adalah ruang sosial yang mampu menciptakan situasi sosial untuk saling menghargai, menghormati, menyayangi, dan lainnya yang diwujudkan dalam kehidupan sosial secara nyata.

Perlu dikemukakan bahwa penamaan Orang Bati Pantai bukan berarti orang yang menghuni perkamupngan daerah pantai, tetapi Bati Patai adalah orang yang mendiami lereng bukit maupun dataran rendah yang terdapat dalam kawasan hutan pedalaman. Hasil observasi lapangan diketahui bahwa rumah kediaman Orangan Bati memiliki konstruksi, bahan dasar, dan lainnya yang tidak jauh berbeda antara mereka yang mendiami pesisir pantai maupun di lereng gunung, serta pegunungan dipahami sebagai ruang hunia. Konsep utama Orang Bati mengenai ruang hunian adalah lokasi bermukim dan menghuni berdasarkan konteks budaya Orang Bati di dalam menenmpati wilayah kekuasaan (watas nakuasa). Wilayah ini harus mereka awasi, kelola, pelihara, dan lainnya. Untuk itu konsep tentang Tana atau Tanah yang dimaksudkan oleh Orang Bati adalah Tanah Bati yaitu wilayah adat yang terbentang dari Kampung atau Dusun Madak sampai Kampung atau Dusun Uta, dan wilayah adat yang terbentang dari Kampung atau Dusun Kileser sampai dengan Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) di-namakan Tanah Bati adalah wilayah sakral yang harus dilestarikan oleh mereka sebagai pewaris tradisi Bati.

Dalam perspektif Orang Bati atau masyarakat Bati, Tana (Tanah) Bati adalah wilayah yang memiliki nyawa. Maknanya yaitu, nyawa seseorang tidak dapat dimiliki oleh orang lain. Nyawa yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat tergantikan dengan nyawa dari orang lain, apalagi dibeli. Sebab kehidupan manusia dan tanah adalah senyawa sebagaimana dikemukakan oleh Orang Bati bahwa:

Manusia, tanah, dan segala isinya memiliki nilai mendasar dan ini sudah dimiliki sejak dahulu kala ketika leluhur mereka mendiami kawasan ini. Orang Bati atau masyarakat Bati sangat percaya bahwa Manusia Bati yang mendiami Tanah Bati itu tidak pernah mati. Ia selalu ada dengan mereka sebagai anak cucu yang mendiami kampung (wanuya) atau dusun-dusun di Tanah Bati, baik dusun yang terletak di pesisir pantai, lereng bukit, maupun pegunungan adalah wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati yang punya nyawa. Sebenarnya watas nakuasa yang meliputi keturunan Orang Bati di Seram Timur cukup luas karena mencakup wilayah adat Weuartafela yang berpusat di Kian Darat, Kelbarin yang berpusat di Waru, dan Kuwairumaratu yang berpusat di Kelmuri. Saat ini wilayah adat tersebut masuk dalam wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Orang Bati mendiami wilayah administrasi Kecamatan Seram Timur dan Kecamatan Tutuk Tolo. Orang Bati atau masyarakat Bati terbanyak berada dalam wilayah adat Kian Darat, Kecamatan Seram Timur. Untuk itu yang dimaksud dengan Tanah Bati adalah wilayah

Page 66: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

481

kekuasaan yang terbentang dari Madak sampai Uta atau Utafa, dan dari Kileser sampai dengan Bati Kilusi (Bati Awal) adalah Atamae Batu18

Lokasi bermukim dari Orang Bati yang terdapat disekitar wilayah pegunungan pada umumnya mereka memilih tanah yang datar, dekat aliran sungai, dan. Pada umumnya rumah yang ditempati oleh Orang Bati terbuat dari kayu, berdinding papan, maupun pelepah sagu (gaba-gaba), kasu rumah dari bambu, dan beratap rumbia (daun sagu). Tali untuk mengikat kayu maupun bambu terbuat serat yang diambil dari pohon enau atau ijuk (gamutu). Kondisi Orang Bati yang mendiami wilayah pegunungan, lereng bukit karena hal ini dilakukan sesuai dengan hak milik mereka masing-masing yang dinamakan wilayah kekuasaan milik marga (etar). Untuk itu dikemukakan oleh Orang Bati bahwa:

).

Strategi Orang Bati Menentukan Lokasi Permukiman Strategi menentukan lokasi bermukim dari Orang Bati atau masyarakat

Bati yaitu berada di pegunungan, lereng-lereng bukit, dan pesisir pantai, termasuk strategi keamanan lingkungan yang baik. Permukiman yang di-bangun oleh Orang Bati yang berada di pegunungan, lereng-lereng bukit, dan pesisir pantai ini dilakukan sesuai dengan wilayah kekuasaan (watas nakuasa) miliki marga yang dinamakan etar. Pengelompokan sosial seperti ini pada dasarnya mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilinial) untuk menempati teritorial milik marga atau etar masing-masing yang awalnya terdiri dari wi-layah hutan. Untuk itu hubungan sosial diantara mereka dapat dikategorikan sebagai hubungan berdasarkan genealogis teritorial. Pemindahan lokasi bermukim berarti mereka dipaksa untuk menguasai wilayah kekuasaan (watas nakuasa) atau etar milik orang lain.

Hal ini telah dijalani sejak berabad-abad yang silam ketika leluhur mereka melakukan tradisi esuriun pada masa lampau. Sebab tradisi esuriun, maka anak cucu Bati menempati wilayah etar yang merupakan hak milik masing-masing, dan mereka tidak pernah berpindah-pindah tempat. Untuk itu yang dimaksud dengan cara bermukim dikalangan Orang Bati yaitu sesuai dengan wilayah kekuasaan milik marga atau etar. Mereka melakukan aktivitas berladang maupun bertani menetap dalam wilayah ini. Lokasi bermukim dari Orang Bati dapat dilihat pada beberapa tempat sebagai berikut:

Lokasi Permukiman di Pegunungan

18)Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 10 Pebruari 2010.

Page 67: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

482

Tutu eya sinabu nei kamu oi boi pakut te fua. Artinya, selama ini anggapan negatif terhadap Orang Bati adalah salah19

Karena kamu kawan mamu mancia oi suka dalangal kamu mancia Bati eite, karena dakuk nai kamu kamian atauukara, jauh sebutarang jadi da lolok kamu. Artinya, salah karena mereka yang berkepentingan tidak pernah datang dan lihat sendiri seperti apa adanya Orang Bati

).

Aslinya Orang Bati adalah Manusia Gunung atau Orang Gunung

sehingga bermukim dan menghuni wilayah pegunungan bukan hal baru untuk mereka. Kalau ada Orang Bati yang mendiami wilayah pesisir pantai itu karena wilayah kekuasaan milik marga (etar( mereka berada disekitar pesisir pantai. Untuk itu Orang Bati mengemukakan bahwa:

20

19)Wawancara dengan bapak Akil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 15 Pebruari 2010. 20)Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 11 Pebruari 2010.

).

Pada saat berlangsungnya penelitian ini, Orang Bati masih menenpati

rumah pada lokasi kediaman mereka seperti dikemukakan di atas. Bentuk rumah yang ditempati oleh Orang Bati yaitu umumnya terdiri dari rumah panggung.

Lokasi Permukiman di Lereng Bukit

Rumah yang digunakan oleh kediaman Orang Bati yang berada di sekitar lereng bukit terbuat dari kayu, berdinding papan, maupun pelepah sagu (gaba-gaba), dan beratap rumbia (daun sagu). Tetapi ada juga Orang Bati yang mendiami lereng bukit dengan menempati rumah yang bertiang kayu, berdinding kapur, dan beratap sengk. Rumah yang ditempati oleh Orang Bati yaitu berupa rumah panggung yang terbuat dari bahan-bahan lokal sesuai hasil pengamatan peneliti dapat dikemukakan:

Pada saat berlangsungnya penelitian ini, Orang Bati masih menenpati rumah kediaman mereka seperti dikemukakan di atas, namun kebanyakan Orang Bati yang mendiami lokasi bermukim mereka di lereng bukit masih menempati rumah panggung yang bertiang kayu, berdinding papan, gaba-gaba (pelepah sagu), dan beratap rumbia (daun sagu).

Page 68: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

483

Lokasi Permukiman di Dataran Rendah

Ligkungan fisik diatur menurut konstruksi tata ruang lokal yang memiliki nilai keamanan terhadap harta benda dan manusia. Kedudukan rumah penduduk yang dibangun Orang Bati Awal, Tengah, Dalam, dan Pantai senantiasa mempertimbangkan hak kepemilikian menurut wilayah kekuasaan milik marga (etar). Kondisi lingkungan fisik di mana Orang Bati menghuni kawasan hutan dapat dilahat pada gambar 7 berikut ini:

Gambar 7

Keadaan Rumah Orang Bati di Kampung atau Dusun Kelsaur (Bati Pantai) yang Berada di Kawasan Hutan Pedalaman

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian

Lokasi Permukiman di Pesisir Pantai

Wilayah bermukim dari Orang Bati di Pula Seram Bagian Timur yang terdapat di pesisir pantai merupakan wilayah adat yang secara turun-temurun dipahami sebagai tampa putus pusa (tempat kelahiran). Mereka tersebar dalam 3 (tiga) wilayah adat yaitu Werartafela yang berpusat di Kian Darat, Kelbarin yang berpusat di Waru, dan Kuwairumaratu yang berpusat di Kelimuri. Pada awalnya, ketiga wilayah adat ini merupakan pusat pemerintahan tradisional. Lokasi bermukim dari Orang Bati atau masyarakat Bati yang tersebar di sekitar wilayah pesisir pantai, lereng-lereng bukit, maupun pegunungan tergolong masih tradisional. Rumah yang di tempati oleh Orang Bati di sekitar pesisir pantai adalah rumah yang terdiri dari tiang-tiang kayu, berdinding kapur, papan, dan pelepah sagu (gaba-gaba). Umumnya rumah yang ditempat oleh Orang Bati atau masyarakat Bati adalah rumah yang beratap rumbia

Page 69: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

484

(terbuat dari daun sagu), tetapi ada juga rumah yang sudah beratap sengk. Rumah kediaman dari Orang Bati di pesisir pantai dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Lingkungan Sosial Ligkungan sosial yang dihuni oleh Orang Bati senantiasa berkaitan

dengan hubungan kekerabatan berdasarkan sistem paternalistik (garis keturunan laki-laki) dari marga-marga yang terdapat di Tana (Tanah) Bati. Suatu hal penting untuk dikemukakan yaitu pada setiap kampung atau dusun (wanuya) di Tana (Tanah) Bati terdapat marga-marga dari kelompok sosial Pata Siwa dan Pata Lima yang mendiami lokasi secara bersama. Lokasi permukiman yang terdapat pada etar dimakna sebagai teritorial genealogis atau wilayah orang basudara (roina kakal).

Kebudayaan Orang Bati Nilai budaya Orang Bati bersumber dari Esuriun Orang Bati yaitu

berhubungan dengan kosmologi Orang Bati mengenai kehidupan dari ”Manusia Batti” yaitu manusia yang berhati bersih. Manusia Batti dipahami oleh Orang Bati sebagai leluhur (Tata Nusu Si) yang lahir dengan evolusi daratan Seram bersifat kesemestaan. Penganut nilai atau ideologi Batti yaitu Orang Bati adalah pewaris tradisi, adat-istiadat, kebudayaan, identitas Bati yang berada dalam lingkungan orang basudara (roina kakal). Orang Bati yang mendiami etar dalam watas nakuasa sebagai teritorial genealogis atau wilayah orang basudara (roinka kakal) di Pulau Seram Bagian Timur. Bentuk-bentuk kebudayaan Orang Bati antara lain bahasa Minakyesu atau Minakesi, tarian adat yang berkaitan dengan adat esuriun yang jalan seperti lili dan hidarat, sedangkan esuriun di tempat antara lain susulai dan bungkure. Tarian adat yang berkaitan dengan tradisi Bati lainnya yaitu sawat, mayel, utun-utun, dan taulia.

Mata Rantai Penyebaran

Generasi Orang Bati adalah anak cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina. Pada awalnya, leluhur Orang Bati mendiami tempat yang bernama Samos (tanah kering pertama) yang mereka jumpai di Pulau Seram. Kehidupan di Samos terus berlangsung sampai kedatangan orang luar di tempat tersebut. Informasi yang disampaikan oleh masyarakat Bati bahwa:

Page 70: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

485

Kehidupan pertama dari leluhur Orang Bati di Samos yang dikisahkan dari sejarah leluhur bernama Ken Min Len, kemudian kedatangan orang luar yang datang ke daerah ini antara lain Moyang Boiratan Timbang Tanah, orang-orang dari Timur Tengah yang datang dengan Kapal Kodrat, dan kemudian dengan Safina Tun Najal, kemudian kedatangan orang dari Cina dengan Kapal Cina Namba. Mereka dapat menjalin kehidupan bersama, terjadi perkawinan diantara mereka, dan hidup dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang Bati sampai saat ini secara baik. Kami semua adalah orang basudara (Roina Kakal), termasuk juga mereka yang telah berada di luar Tanah Bati yang mendiami tempat tertentu di wilayah Maluku ini. Tetapi yang dinamakan ’Anak Esuriun’ adalah mereka yang memiliki hubungan darah secara langsung dengan keturunan Alifuru dari Gunung Bati21

Pada saat sensus kecil yang dilakukan oleh peneliti di lokasi permu-kiman Orang Bati atau masyarakat Bati pada tahun 2009-2010 dijumpai bahwa jumlah penduduk di Tanah Bati yaitu 8.004 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 4.041 jiwa dan jumlah penduduk perempuan yaitu 3.963 jiwa. Hasil survai pendataan penduduk di Tanah Bati menurut wilayah adat pada kelompok Bati Awal, Bati Tengah, Bati Dalam, dan Bati Pesisir. Umumnya ditemui dalam lingkungan masyarakat Bati yaitu setiap keluarga inti ditempati oleh 4-6 anggota rumah tangga. Walaupun ada satu rumah yang ditempati antara 7-9 anggota rumah tangga, namun hal ini lebih bersifat kasuistik. Data mengenai kondisi penduduk di Tanah Bati tidak terlepas dari perkembangan vertilitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian). Rata-rata bayi yang lahir hidup lebih tinggi dari bayi yang lahir meninggal. Begitu juga penduduk di Tanah Bati memiliki tingkat harapan hidup yang cukup tinggi. Walaupun kesehatan kurang, bahkan sama sekali tidak memperoleh perhatian yang serius dari pihak pemerintah, tetapi di daerah ini tidak pernah terjadi serangan wabah penyakit yang bisa menimbulkan kematian warga. Diungkapkan oleh Orang Bati yaitu:

).

Terjadi perkawinan diantara mereka, dan penduduk Samos terus

bertambah banyak. Setelah leluhur Orang Bati melakukan Esuriun pada masa lampau, kemudian anak cucu keturunan Alifuru dari Gunung Bati turun dari gunung atau hutan untuk menempati lokasi kediaman mereka di Pulau Seram Bagian Timur. Semenjak leluhur Orang Bati turun dari gunung, ternyata mereka tidak pernah berpindah tempat tinggal. Untuk memahami tentang pola penyebaran, sistem bermukim, dapat dikemukakan sebagai berikut :

Kependudukan

21)Wawancara dengan bapak SahRum (79 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kian Darat, pada 25 November 2009.

Page 71: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

486

Oi yang dalatan Cuma dalangal si lae tapi suka dalangan kamu si le yate. Artinya, orang luar yang datang hanya di sekitar pesisir, bagaimana mereka bisa mengetahui keadaan kami yang sebenarnya di hutan dan pegunungan ini22

Pada tingkat komunitas, survive yang dilakukan Orang Bati melibatkan kelompok sosial Pata Siwa dan kelompok sosial Pata Lima menempati

).

Selama ini Orang Bati tetap mampu bertahan hidup (survive) karena mereka memiliki kearifan untuk melakukan pengobatan tradisional dengan memanfaatkan bahan-bahan dasar sebagai obat-obatan dari akar pohon, batang pohun, daun-daunan, tali-temali, dan lainnya yang disediakan oleh alam.

Esuriun: Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy ) Orang Bati

Esuriun Orang Bati adalah survival strategy untuk mempertahankan kelangsungan hidup secara individu, keluarga, kelompok, maupun komunitas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy ) Pada Tingkat Individu

Pada tingkat individu usaha bertahan hidup (survive) dilakukan oleh masing-masing individu atau orang dalam memanfaatkan wilayah hutan (esu) sebagai tempat penopang hidup yang utama karena Orang Bati biasanya dapat mengambil bahan makanan untuk dikonsumsi dari wilayah hutan (esu) yang menjadi milik masing-masing marga.

Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy ) Pada Tingkat Kelompok

Survive pada tingkat kelompok untuk bertahan hidup dilakukan oleh kelompok kekerabatan atau mereka yang memiliki marga yang sama, atau marga-marga yang memiliki pertalian genealogis. Kekerabatan bisa melibat-kan mereka yang mendiami teritorial atau wilayah milik marga (etar) yang sama maupun berbeda tetapi memiliki hubungan genealogis yang tidak tinggal bersama dalam suatu teritorial.

Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy ) Pada Tingkat Komunitas

22)Wawancara dengan bapak JuRu (54 Tahun) Kepala Dusun Watu-Watu, Negeri Kian Darat, pada tanggal 15 Pebruari 2010.

Page 72: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

487

teritorial genealogis atau wilayah orang basudara (roina kakal) yang sama bisa bertahan hidup (survive) karena integrasi kultural yang dicapai melalui Esuriun Orang Bati memungkinkan kehidupan sosial di kalangan Orang Bati dapat berlangsung secara harmoni. Menyatunya kelompok sosial yang berbeda dalam adat Esuriun Orang Bati adalah peristiwa adat yang dapat dikatakan final. Untuk itu pemahaman terhadap teritorial genealogis atau wilayah orang basudara (roina kakal) menjadi sangat penting karena terdapat mata-rantai yang mengikat kehidupan Orang Bati secara individu, kelompok, maupun komunitas memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga dan melindungi (mabangatnai tua malindong) terhadap seluruh hak-hak milik yang bernilai tanpa membeda-bedakan mereka sebagaiOrang Bati atau Anak Esuriun.

Bahasa untuk Berkomunikasi

Dalam melakukan interaksi sosial diantara mereka sesama orang Bati, maka bahasa yang digunakan yaitu bahasa Bati. Penggunaan bahasa lokal dikalangan orang sangat berbeda dengan bahasa dari sukubangsa lainnya yang mendiami Nusa Ina (Pulau Ibu atau Ibu Pulau). Dalam berbagai studi yang dilakukan oleh para ahli Antropologi seperti Subiyakto (Koentjaraningrat, 1988) menyebutkan bahwa, di Pulau Seram atau Nusa Ina terdapat 2 (dua) kelompok sukubangsa yaitu sukubangsa Alune atau Halune, dan sukubangsa Wemale atau Memale.

Masing-masing sukubangsa tersebut di atas menggunakan bahasa lokal yang berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam ucapan maupun makna. Setelah melakukan identifikasi terhadap bahasa yang digunakan oleh sukubangsa di atas, kemudian dibandingkan dengan bahasa yang digunakan oleh orang Bati, dapat dikemukakan sebagai contoh dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 1

Identifikasi Bahasa yang Digunakan oleh Orang Seram No Bahasa Indonesia Orang Alune

Di Negeri Ririn

Orang Wemale di Negeri Honitetu

Orang Bati Kilusi di Negeri Kian Darat

1 Sagu Pia Liki Suat 2 Kamu siapa Ale be fia Yale seina I Sei 3 Golok/Parang Sari Tulie Peda 4 Kamu hendak ke

mana Akeu e tia Aloika Kadanggu

nanggi 5 Kamu ada makan apa Akane saisa Aane sahee Kau ngofanga

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Page 73: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

488

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa di dalam interaksi sosial, orang Bati hanya menggunakan bahasa lokal yang disebut bahasa Bati. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang bahasa Indonesia. Untuk itu dalam melakukan pertemuan dengan orang Bati, maka bahasa Bati dijadikan sebagai bahasa pengantar dalam komunikasi.

Adaptasi Sosial Untuk mewujudkan kelangsungan hidup mereka sebagai Orang Bati,

ternyata mereka tidak memiliki pilihan lain yaitu mereka harus mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan. Adaptasi dengan lingkungan sosial merupakan fenomena bagi Orang Bati agar mereka dapat survive. Cara adaptasi sosial yang dilakukan oleh Orang Bati menurut peneliti adalah model adaptasi sosial dengan cara menyembunyikan identitas adalah kearifan dari Orang Bati yang mereka lakukan selama ini, dan hal ini dipelajari secara baik dari pendahulu mereka sendiri ketika mereka berada di suatu lingkungan. Hal ini telah dilakukan oleh Orang Bati sejak mereka berada di tempat asal. Cara adaptasi tersembunyi ketika berada di suatu lingkungan menyebabkan identitas Bati tidak pernah diketahui oleh orang luar ketika Orang Bati berinteraksi.

Tampak bahwa orang luar yang tidak memiliki pengetahuan, penga-laman bergaul, bahasa lokal, ciri-ciri fisik, jelas ia tidak pernah mengetahui tentang keberadaan Orang Bati. Sebenarnya dalam kenyataan hidup sehari-hari, Orang Bati ada di mana-mana. Mungkin saja saat ini mereka berada di samping kiri maupun kanan, tetapi orang tidak mengetahui tentang keberadaan mereka. Sebagai contoh, sampai saat ini Orang Bati sering kali berjumpa dengan saya di Ambon, Masohi, Bula, dan tempat-tempat lainnya. Bahkan ada diantara mereka (Orang Bati) yang sering berkunjung di rumah kediaman peneliti, tetapi sampai saat ini juga tidak ada warga yang me-ngetahauinya.

Ternyata rahasia kehidupan Orang Bati hanya bisa diketahui apabila ada usaha dari masing-masing orang untuk mengetahuinya sendiri. Untuk mengetahui hal itu sangat tergantung pada diri masing-masing orang. Begitu adalah realitas sosial yang terjadi selama ini pada Orang Bati. Berdasarkan pengalaman lapangan yang dijumpai sendiri oleh peneliti ternyata, usaha menyembunyikan identitas Bati, telah dilakukan sejak Orang Bati berada di sekitar lingkungan mereka sendiri. Sebagai contoh, semua lokasi kediaman Orang Bati di Seram Timur umumnya tidak menggunakan nama Bati. Ketika Orang Bati berada disekitar lingkungan mereka, maka nama yang mereka gunakan ketika berinteraksi adalah nama kampung atau dusun di mana mereka berdiam. Ketika Orang Bati berada di Geser, mereka mesti menyebut

Page 74: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

489

diri sebagai Orang Kian Darat. Ketika Orang Bati berada di Bula, Masohi, Ambon, dan lainnya mereka mesti menyebut diri sebagai Orang Geser atau Orang seram Timur. Cara berinteraksi seperti ini oleh peneliti adalah model adaptasi sosial dari Orang Bati ketika berhadapan dengan suatu lingkungan.

Perspektif yang muncul dalam adaptasi dan interaksi sosial antar Orang Bati dengan orang luar seperti itu jelas identitas Bati tidak pernah diketahui oleh orang luar. Model adaptasi dan interaksi seperti ini sudah dipelajari oleh Orang Bati dari leluhur mereka sehingga memberikan ruang bagi mereka dalam melakukan adaptasi dengan suatu lingkungan yang baru. Suatu bentuk kearifan yang dimiliki oleh Orang Bati untuk menghindari penilaian negatif (steriotip) dari masyarakat. Mereka (Orang Bati) melakukan hal ini dengan kesadaran yang tinggi.

Hanya Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) yang menggu-nakan nama Bati, sedangkan kampung atau dusun-dusun lain tidak meng-gunakan nama Bati, misalnya Rumbou, Rumoga, Uta, Kelsaur, Sayei, Tokonakat, Aerweur, Aertafela, Angar, Kilaba, dan sebagainya tidak menggunakan nama Bati. Namun mereka semua itu adalah keturunan dari leluhur Orang Bati. Mereka sangat arif melakukan adaptasi lingkungan, maupun berinteraksi dengan orang lain yang berbeda asal-usul kesuku-bangsaan. Kemampuan menyembunyikan identitas Bati dalam melakukan adaptasi maupun interaksi telah dilakukan dari tempat asal maupun di mana mereka berada. Anak cucu keturunan Orang Bati telah mempelajarinya secara baik dari pendahulu mereka. Untuk itu keberadaan mereka di suatu lingkungan tidak menimbulkan kepanikan, maupun kecurigaan pada orang lain.

Pengalaman lapangan ketika mendalami fenomena Orang Bati di Maluku dijumpai bahwa: (1) Penuturan mengenai Orang Bati yang berkem-bang dalam kehidupan masyarakat Ambon-Maluku sampai sekarang tidak sesuai dengan realitas, dan terus berbeda-beda karena pengalaman berjumpa dan bergaul dengan Orang Bati oleh setiap orang tidak sama; (2) Kalau ada diantara Orang Bati yang bisa menghilang, maka persoalan seperti itu bersifat kasuistik. Sebab kemampuan yang dimiliki Orang Bati seperti itu adalah bagian dari kearifan yang diperoleh secara turun-temurun; (3) Persepsi masyarakat Ambon-Maluku yang paradoks mengenai Orang Bati adalah bagian dari mitos yang berkembang sejak berabad-abad silam sampai dengan sekarang karena penuturan; (4) Orang Bati memiliki eksistensi sebagai salah satu sukubangsa asli yang menghuni Pulau Seram Bagian Timur. Mereka memiliki hubungan basudara (roina kakal), pela, gandong dengan suku-suku tertentu di Pulau Seram maupun Maluku; (5) Sejarah asal-usul leluhur Orang Bati, ternyata mereka memiliki kaitan langsung dengan keturunan Manusia Awal (Alifuru) di Pulau Seram, tetapi keberadaannya tidak diketahui secara benar oleh berbagai kalangan karena lingkungan mereka mengalami isolasi

Page 75: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

490

geografi; (6) Fenomena Orang Bati di Maluku terkonstruksi secara sosio-kultural sejak berabad-abad yang silam sampai sekarang sehingga menimbul-kan steriotip; (7) Orang Bati sudah melakukan kontak, dan berinteraksi dengan orang luar sejak berabad-abad yang silam ketika leluhur mereka men-diami Seram Timur, namun keberadaan mereka di tengah masyarakat sama sekali tidak diketahui oleh orang lain.

Menyimak berbagai penuturan masyarakat Ambon-Maluku mengenai Orang Bati dapat dikemukakan bahwa fenomena manusia di banyak tempat memang unik. Namun untuk kasus Orang Bati ini ternyata sangat paradoks. Steriotip yang dibuat oleh masyarakat Ambon-Maluku terhadap Orang Bati selama ini menurut saya tidak benar. Hal ini dikemukakan oleh Orang Bati bahwa:

Tutu eya sinabu nei kamu oi boi pakut te fua. Artinya, selama ini anggapan negatif terhadap Orang Bati adalah salah23

23)Wawancara dengan bapak HuRu,anggota masyarakat Dusun Rumbou (Bati Tengah) pada tanggal 31 Desember 2009.

).

Studi ilmiah yang dikombinasikan dengan pengalaman lapangan dari peneliti sendiri ketika mencari, mendalami dan menjelaskan tentang fenomena Orang Bati di Maluku karena: (1) Informasi awal tentang Orang Bati yang diperoleh dari orang tua-tua terkait dengan peristiwa orang hilang, pencurian, dan lainnya dan Orang Bati dianggap sebagai pelaku dari peristiwa tersebut adalah perspektif yang tidak bena; (2) Larangan dari orang tua-tua kepada anak-anak agar tidak boleh ke luar dari rumah pada saat peristiwa hujan-panas, karena itu adalah tanda bahwa Orang Bati sedang berjalan, nanti bisa disakiti adalah mitos yang terkait dengan fenomena Orang Bati yang selama ini paradoks. Makna yang terkandung dalam isu seperti ini tidak dapat diterima dengan akal sehat oleh peneliti. Namun bagi peneliti, informasi awal yang bersifat paradoks memiliki manfaat besar, karena nama dari salah satu sukubangsa yang dinamakan Orang Bati mulai tersimpan dalam ingatan.

Ketika melakukan adaptasi dengan suatu lingkungan, Orang Bati sangat pandai menyembunyikan identitas mereka sehingga sama sekali tidak diketahui oleh orang lain. Strategi adaptasi tersembunyi yang dilakukan selama ini Orang Bati dimaksudkan agar mereka tetap survive. Cara adaptasi tersembunyi yang dilakukan oleh Orang Bati, dipelajarinya dari generasi sebelum. Mengingat di luar lingkungan mereka telah berkembang, bahkan terbentuk steriotip dalam masyarakat. Kondisi yang dialami oleh Orang Bati seperti ini apabila identitas mereka diketahui oleh orang lain bisa menim-bulkan fenomena sosial yang lebih krusial.

Page 76: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

491

Biarlah kearifan ini terus dipelihara oleh Orang Bati, dan peneliti sangat percaya bahwa suatu waktu eksistensi mereka sebagai suatu sukubangsa yang telah menjalani kehidupan bermasyarakat dapat diterima oleh masya-rakat sebagai orang basudara (roina kakal). Peluang untuk itu sebenarnya sangat terbuka, karena mereka sebagai Orang Bati adalah orang-orang yang berasal dari Seram Timur. Orang Seram Timur mempunyai hubungan pela (sahabat) yang sangat kental dengan orang-orang dari Kepulauan Kei (Kai), dan sehari-hari dinamakan Orang Kei (Kai).

Mobilitas Sosial Orang Bati seringkali datang ke rumah kediaman saya di Passo. Bahkan

mereka menginap 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) hari, bahkan pernah Orang Bati tinggal bersama dengan saya selama 12 hari, tetapi selama ini juga tidak ada tetangga yang mengetahui keberadaan mereka. Setiap hari kami ke luar dari rumah untuk datang di Ambon Plasa (Amplas), ke Urnala di Negeri Tulehu, dan juga tempat-tempat lain tetapi kehadiran mereka tidak pernah diketahui oleh orang luar.

Alasan riil yang dikemukakan oleh peneliti, mengapa keberadaan Orang Bati di lingkungan sekitar kita tetapi kita tidak mengetahui? Jawab-annya yaitu: (1) Orang luar tidak pernah menanyakan hal itu pada mereka; (2) Mereka sendiri tidak pernah memberitahukan pada orang lain. Tetapi hal yang pasti adalah Orang Bati dengan senang hati menerima siapa saja, sehingga yang terpenting adalah niat baik dari orang tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Orang Bati yaitu:

Kamu ka terbuka katarima mancia sei sae untuk ma berniat gavin tua kamu. Kami terbuka menerima siapa saja selama orang tersebut berniat baik24

Untuk itu bagi peneliti lapangan yang terpenting adalah: (1) Berpikir kritis agar bisa dapat masuk dalam wilayah studi secara mendalam dan detail; (2) Peka dan tanggap dalam mengkritisi semua perkembangan berdasarkan logika, tetapi naluri sebagai peneliti harus tetap kuat dan penuh semangat keilmuan; (3) Melakukan seleksi secara baik terhadap semua informasi yang berkembang, dan menguji relevansi dan kebenaran informasi tersebut. Salah

).

24)Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), Negeri Kian Darat pada tanggal 10 Desember 2008. Hal yang sama dikemukakan oleh bapak Ali Kelsaur (Kepala Dusun Kelsaur) pada tanggal 10 Januari 2009.

Page 77: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

492

melakukan seleksi, dapat menyesatkan peneliti sendiri ketika berada di lapangan penelitian.

Dinamika Interaksi Sosial di Kalangan Orang Bati Dalam kehidupan kemasyarakatan orang Bati menyebut bahwa Tanah

Bati merupakan tanah asal bagi mereka semua. Tanah Bati ini dalam pandang-an masyarakat lainnya di luar orang Bati merupakan suatu wilayah yang penuh dengan rahasia atau sakral. Sampai saat ini tidak terdapat informasi dan pengetahuan yang lengkap tentang perihal kehidupan masyarakat yang men-diami kawasan ini. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bahwa, kehidupan manusia dan masyarakat tidak ada permanen, kecuali perubahan. Sejak awalnya, orang Bati cenderung menjalani kehidupan yang tidak diketahui oleh orang lain. Kehidupan yang benar-benar penuh dengan rahasia (secret), namun sebagai suatu masyarakat, mereka juga senantiasa berada dalam suatu dinamika atau perkembangan.

Pada masa lampau orang Bati sulit bergaul dan berinteraksi dengan orang lain di luar kelompok mereka, namun pada saat ini orang Bati sudah dapat bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, walaupun pergaulan tersebut sangat terbatas. Dahulu orang Batik tidak beragama, tetapi pada saat ini mereka sudah menjalani kehidupan beragama. Masih banyak contoh lain yang dapat dikemukakan, namun berdasarkan contoh tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa, di dalam menjalani hidup bermasyarakat ada segi-segi kehidupan dari orang Bati yang telah berubah, namun ada juga yang belum mengalami perubahan seperti cara memperoleh makanan, cara mengolah makanan, cara makan, cara berobat apabila sakit, tradisi, adat-istiadat, nilai, budaya, interaksi sosial, dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada suatu dinamika yang berlangsung dalam kehidupan orang Bati. Mereka tidak berada dalam kondisi yang statis. Sebagai manusia dan juga anggota masyarakat, lambat atau cepat kehidupan ini akan terus mengalami perkembangan.

Hubungan Gender Hubungan gender dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hubungan

antara laki-laki dan perempuan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Profil Laki-laki dan Perempuan Bati

Begitu peneliti berada di tengah lingkungan Orang Bati, yang terlintas pertama-tama dalam pikiran yaitu profil laki-laki dan perempuan Orang Bati seperti apa. Mengapa profil Orang Bati penting untuk ditampilkan, karena sampai sekarang Orang Ambon-Maluku belum, bahkan tidak mengenal Orang Bati yang sesungguhnya. Peneliti sangat yakin, kalau profil Orang Bati dengan

Page 78: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

493

berbagai fenomena yang dialaminya belum diketahui oleh masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan nyata dari masyarakat Bati, yang tampak dominan melalui peran sosial antara laki-laki dan perempuan pada saat ini adalah orang laki-laki.

Hubungan Laki-Laki dan Perempuan di Tana (Tanah) Bati

Tampak bahwa masyarakat Bati memiliki persepsi yang berbeda mengenai peran sosial antara laki-laki dan perempuan. Dalam hubungan dengan gender, laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama penting. Namun dalam lingkungan masyarakat Bati posisi laki-laki sangat terkait dengan status sosialnya yang lebih penting dan lebih tinggi dalam kehidupan Orang Bati. Fenomena ini tampak jelas dalam sistem pewarisan hak milik kelurga atau marga, maupun dalam adat, sanpai dengan perkawinan berdasarkan adat di mana konsep saling mejaga dan melindungi sehingga perkawinan sedarah dianggap syah menurut adat agar Orang Bati tetapi berada dalam relasi sosial untuk saling menjaga dan melindungi (mabangatnai tua malindong).

Masyarakat Bati menganut sistem patrilineal, sehingga garis keturunan bapak memiliki posisi yang sangat penting dalam keluarga maupun masya-rakat. Laki-laki memiliki kedudukan sangat tinggi dalam hal-hal yang ber-kaitan dengan pewarisan tanah, maupun adat. Perempuan sama sekali tidak memiliki hak dalam hal pewarisan maupun adat. Namun dalam kehidupan bermasyarakat, posisi perampuan yang dianggap rendah tetapi tidak diper-lakukan sesuka hati. Sebab perempuan (ibu) atau nina memiliki penghormatan karena ia berperan sebagai penerus keturunan, dan senantiasa diharga oleh seorang ayah atau bapak (baba), maupun dalam masyarakat. Dalam perspektif gender, kedudukan antara laki-laki dan perempuan tidak dinamakan setara, tetapi saling melengkapi.

Walaupun pada saat ini perempuan memiliki posisi yang lebih rendah dalam struktur masyarakat Bati, tetapi peran sosial dari perempuan tetap menjadi penting, karena filosofi Ina, Nina yang bermakna ibu telah mem-berikan gambaran bahwa pada awalnya, perempun memperoleh tempat yang sangat penting dalam masyarakat Seram, termasuk masyarakat Bati. Misalnya saja bisa dilihat dari penguasa pertama dikalangan masyarakat ketika leluhur mereka masih menempati tempat yang bernama Soa Bareta (Soa = Bagian, dan Bareta = Kering). Ketika mereka masih hidup bersama di wilayah ini pada masa lampai, masyarakat Bati dipimpin oleh Ratu Wawina (Ratu = Raja, dan Wawina = Perempuan), jadi Ratu Wawina artinya Raja Perempuan. Pada saat itu Ratu Wawina datang bersama dengan suaminya yang bernama Kapitan Patinama dari Tanjung Sial yang terdapat di wilayah Seram Barat.

Page 79: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

494

Perkembangan kemudian sehingga terjadi pergeseran peran sosial antara laki-laki dan perempuan di Tanah Bati dapat dimaknai sebagai suatu realita di mana kehidupan yang dijalani oleh manusia maupun masyarakat dimanapun ia berada, selamanya tidak ada yang permanen, kecuali perubahan. Untuk itu terjadi perubahan peran sosial antara laki-laki dan perempuan pada lingkungan masyarakat Bati merupakan suatu dinamika, dan tidak dapat dikategorikan sebagai usaha merebut posisi. Fenomena ini terjadi secara alamiah, sehingga kemudian faham patrilineal menjadi kuat dalam struktur masyarakat Bati adalah suatu realita bahwa laki-laki memiliki peran sosial yang lebih kuat dan penting dalam kehidupan masyarakat Bati sampai saat ini.

Setelah penelitian masuk dalam dunia Orang Bati sebagai dunia nyata baru diketahui bahwa Bati adalah dunia nyata, sedangkan Batti merupakan dunia yang berkaitan dengan sitem religi Alifuru Seram pada masa lampau. Dunia Batti tidak pernah diketahui, dan wilayah tersebut sangat dirahasiakan (secret) karena dianggap sangat sakral. Selama ini orang luar (Orang Maluku) sering mencampuradukan antara konsep Bati dan Batti dalam interaksi sosial sehingga menyebabkan fenomena Orang Bati menjadi misteri sampai saat ini oleh orang luar (Orang Maluku). Sebenarnya yang menjadi misteri adalah ceritera atau penuturan orang luar (Orang Maluku) sendiri karena tidak mengerti dan memahami secara benar tentang konsep Bati dan konsep Batti kemudian melakukan penafsiran. Menghadapi persoalan tersebut peneliti baru ingat kembali bahwa ucapan dari bapak DaKe kalau Orang Maluku ini pakai telepon tali hulaleng. Dong (mereka) pandai sinoli atau kewel.

Research Action

Pada saat pelaksanaan penelitian lapangan, peneliti juga mengembang-kan teknik research action. Pertimbangan melakukan research action karena menghadapi Orang Bati tidak saja berbicara, tetapi cara berbuat sesuai apa yang dibicarakan adalah penting. Cara tersebut dilakukan sebagai pintu masuk untuk membangun relasi salaing percaya yang lebih kuat di antara peneliti dan warga. Cara ini dilakukan oleh peneliti karena mencari pintu masuk secara tepat agar setiap informan yang dijumpai bersedia secara sukarela untuk menjelaskan pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti dengan jawaban yang sesuai serta dibutuhkan dalam penelitian kualitatif. Cara research action tidak harus dilakukan oleh seorang peneliti, tetapi cara ini dapat dilakukan untuk memperoleh informasi terbaik dan akurat.

Pada saat peneliti berada di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal) pada tahapan penelitian berikutnya, ternyata Orang Bati sedang merencakan untuk membangun Masdjid Nur Bati yang saat itu sedang mengalami kerusakan berat. Selain itu juga Masjid Nur Bati sudah tidak dapat

Page 80: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

495

menampung seluruh jemaah ketika mereka melakukan Sholat bersama bagi penganut Agama Islam di sekitar wilayah ini. Mengenai sejarah masuknya Agama Islam di daerah ini, tidak ada warga yang mengetahuinya secara pasti. Tetapi informasi yang diperoleh dari Orang Bati yaitu Agama Islam di daerah ini diajarkan oleh seorang imam Agama Islam yang bergelar Imam Banda. Semua informan di wilayah Seram Timur sama sekali tidak mengetahui nama asli dari Imam Banda. Dalam interaksi sosial, Orang-Orang Seram Timur menyebutnya Imam Banda. Untuk mengetahui asal-usul Imam Banda, maka peneliti harus mencari informasi pada keturunannya yang mendiami Desa atau Negeri Banda Eli di Kepulauan Kei Besar-Maluku Tenggara, sehingga dapat memberikan masukan pada Orang Bati mengenai hal ini.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan mengenai Agama Islam masuk ke wilayah Seram Timur, dapat dikemukakan bahwa; (1) Agama Islam masuk secara ajaran yaitu sekitar tahun 1621 atau permulaan abad ke XVII melalui para imam atau mubalik yang beragama Islam; (2) Agama Islam masuk sebagai institusi ketika wilayah Seram Timur berada di bawah pe-ngaruh kekuasaan dari Kesultanan Ternate dan Tidore yang makin menguat sekitar pertengahan abad XVII. Hal ini diketahui dari sejarah lisan (oral story) mengenai peristiwa perang Pata Siwa dan Pata Lima tahun 1602 yang terjadi di sekitar wilayah Hote-Banggoi dan daerah sekitarnya seperti Pasahari ketika datangnya bangsa Eropa yaitu Portugis yang awalnya bekerjasama dengan Ke-sultanan Ternate kemudian Kesultanan Tidore. Gerakan penaklukan wilayah suku dan agama yang dilakukan oleh kedua Kesultanan (Ternate dan Tidore) untuk menanamkan pengaruh pada wilayah kekuasaan masing-masing sehingga terjadi pergolakan politik yang sangat hebat di wilayah ini. Kondisi ini mengakibatkan sebagian besar Orang-Orang Seram Timur menjadi pe-meluk Agama Islam. Mengenai penganut Agama Kristen di wilayah Seram Timur mulai ada ketika pengaruh Portugis maupun Belanda berada di Maluku, dan khususnya di Bula sekitar permulaan abad ke XVIII.

Selama melakukan aktivitas penelitian di Tana (Tanah) Bati, peneliti memiliki relasi sosial cukup baik. Realitas ini interaksi sosial yang berlangsung antara peneliti dengan Orang Bati sangat baik sehingga pada saat rapat itu peneliti diminta kesediannya untuk ikut bersama-sama dalam melaksanakan pekerjaan pembangunan Masjid Nur Bati, dan berada dalam komposisi formal sebagai bendahara Panitia Pembangunan Masjid Nur Bati. Peneliti merasa ini merupakan suatu kehormatan sehingga peneliti menyanggupinya, dan suasana rapat panitia dapat dilihat pada gambar 8 berikut ini:

Page 81: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

496

Gambar 8

Suasana Pertemuan Panitia Pembangunan Masjid Nur Bati di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) Tahun 2010

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Makna pertemuan adat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) yaitu; (1) Dalam sistem kekerabatan Orang Bati, Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) ditempati oleh kelompok sosial Pata Siwa dan Pata Lima yang telah menyatu sebagai Orang Bati; (2) Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) dianggap oleh Orang Bati sebagai wilayah sakral di Tana (Tanah) Bati karena leluhur Orang Bati ketika turun dari Samos di sekitar Gunung Bati, mereka semua berkumpul pada tempat ini pertama kali, kemudian ada yang menempati wilayah tersebut, dan lainnya tersebar dalam kawasan yang dimiliki oleh masing-masing marga yang disebut etar (wilayah kekuasaan milik marga). Dalam petemuan tersebut peneliti menyerahkan dana bantuan Pemerintah Provinsi Maluku untuk kepentingan pembangunan Masjid Nur Bati seperti terlihat pada gambar 9 berikut ini:

Page 82: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

497

Gambar 9 Suasana Adat Panitia Pembangunan Masjid Nur Bati di Kampung atau Dusun

Bati Kilusi (Bati Awal) Pada Tangga 10 Januari 2011 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Keterlibatan peneliti sebagai Panitia Pembangunan Masjid Nur Bati sampai saat ini sudah melakukan pekerjaan pada tahapan pekerjan 85 % rampung. Pada tanggal 10 Januari 2011 ketika peneliti datang di Tana (Tanah) Bati, dan berada di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) pada saat sekarang, sehingga berdasarkan keputusan rapat adat di agar peneliti harus diterima sebagai Orang Bati dengan sebutan adat yaitu Anak Esuriun di Tana (Tanah) Bati. Kesepakatan ini kemudiam disampaikan pada tokoh adat, tokoh agama, dan Orang Bati di Dusun Rumbou, Rumoga, dan Uta, serta lainnya dan mereka semua setuju. Pada tanggal 12 Januari 2011 peneliti diterima sebagai Anak Esuriun dalam suatu upacara adat Esuriun Orang Bati yang dilakukan di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) yang dihadiri oleh utusan dari dusun-dusun Bati yang ada di pegunungan maupun pantai. Peritiwa adat yang sangat penting di Tana (Tanah) Bati ketika peneliti diterima sebagai Orang Bati dapat dilihat pada gambar 10 dan 11 berikut ini:

Page 83: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

498

Gambar 10 Upacara Adat Penerimaan Anak Esuriun di Tana (Tanah) Bati

Seram Timur-Maluku di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal) Pada Tangga 12 Januari 2011, Jam 16.30 WIT

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Gambar 11

Anak Esuriun di Tana (Tanah) Bati Seram Timur-Maluku Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Page 84: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

499

Mengenai penggunaan metode penelitian kualitatif yang digunakan oleh peneliti sejak menelusuri fenomena Orang Bati di Maluku sampai dengan pelaksanaan penelitian lapangan di Tana (Tanah) Bati dan penulisan laporan (Disertasi) yang dituangkan dalam metode penelitian dengan tema Studi Etnografi Orang Bati di Maluku yang berkaitan dengan aktivitas peneliti selama berada di lapangan. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh peneliti untuk mengungkap fenomena Orang Bati di Maluku, peneliti senantiasa memperhatikan proses-proses yang terkait dengan rencana penelitian, pe-laksanaan kegiatan selama berada di lapangan, penyusunan data lapangan, serta penulisan laporan hasil penelitian yang meliputi interpertasi dan analisis data dalam Disertasi. Masjid yang dibangun Orang Bati di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal) dapat dilihat pada gambar 12 berikut ini:

Gambar 12

Masjid Nur Bati di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal) yang Sementara ini Dalam Proses Pembangunan

Dukumentasi Januari 2012

Verifikasi Data Lapangan Tahapan verifikasi data penelitian lapangan dilakukan oleh peneliti

untuk menguji keabsahan data (validitas). Aktivitas ini dilakukan pada wilayah adat Kelbarin dan wilayah adat Kwairumaratu, Bula di Pulau Seram Bagian Timur, dan di Pulau Geser. Pedoman umum yang digunakan peneliti pada saat trianggulasi data lapangan mengikuti pemikiran Bugin (2003 : 203-204) yaitu:

Page 85: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

500

(1) Pastikan telah terhimpunnya catatan wawancara mendalam dan observasi; (2) Melakukan uji silang terhadap materi catatan harian untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara wawancara dan pengamatan, sehingga perlu mengkonfirmasi dengan informan; (3) Hasil konfirmasi perlu diuji lagi dengan informasi-informasi sebelumnya karena bisa jadi hasil konfirmasi itu bertentangan dengan informasi-informasi atau dari sumber lain.

Aktivitas verifikasi data lapangan yang dilakukan peneliti mencakup wilayah yang terdapat di Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah yang memiliki informasi mengenai Orang Bati antara lain Negeri Kabauhari, Maneo Tinggi, Maneo Randa, Zeti, Kobisonta, Kobisadar, Wahai, Rumah Sokat, Huaulu Gunung, Besi, Saleman. Dalam wilayah Seram Tengah Bagian Selatan antara lain Negeri Amahai, Tamilou, Yalahatan, Saunulu, Moso, Laimu, Bunara, Bunara, Rohua, dan Simalou. Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat yaitu di Negeri Hunitetu, Rumbatu, Rumberu, Ririn, Manusa, Buria, Abio, Kairatu, Kaibobo, Lumoli, Seruwawan, dan Taniwel. Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara yaitu di Orang Banda Eli di Kepulauan Kei Besar. Mengenai aktivitas penelitian dan verifikasi data lapangan dapat dilihat pada peta 1 berikut ini:

Page 86: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

501

Peta 2 Pemetaan Daerah Penelitian dan Verifikasi Data Lapangan

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian.

Aktivitas verifikasi data lapangan dilakukan peneliti di wilayah Maluku Tenggara yaitu di Desa atau Negeri Banda Eli karena berkaitan dengan informasi tentang penyebaran Agama Islam di Seram Seram Timur oleh Imam Banda yang memiliki nama asli yaitu Imam Budiman Jokosalamon yang datang ke wilayah Seram Timur pada tahun 1621 ketika Pulau Banda mengalami musibah bencana alam (letusan Gunung berapi) bawah laut yang menyebabkan tsunami sehingga penduduk di daerah ini mengunsi ke wilayah Seram Timur yaitu pada pulau-pulau sekitarnya seperti Pulau Geser, Gorom, Watubela, dan Pulau Seram Bagian Timur, serta pulau-pulau lainnya. Aktivitas akhir yang dilakukan peneliti untuk menelusuri, memahami, dan

Page 87: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

Esuriun Orang Bati

502

menjelaskan tentang fenomena Orang Bati di Maluku kemudian dituangkan dalam tulisan Disertasi bertema Esuriun Orang Bati.

Teknik Penyusunan Transkrip Data dan Analisis Teknik penyusunan data lapangan yang berhasil dihimpun oleh peneliti

yaitu dilakukan melalui cara menyusun data dalam tabel berupa transkrip data. Selanjutnya dilakukan pemilahan data yang sama maupun berbeda, kemudian dimasukan dalam tabel data berikutnya. Data yang telah tersusun dalam tabel atau transkrip data, kemudian dilakukan interpertasi maupun analisis. Unit analaisis dalam penelitian ini yaitu komunitas Orang Bati. Untuk mendukung proses analisis data penelitian peneliti melakukan jalin-menjalin dengan hasil pengamatan lapangan.Makna yang diperoleh melalui Studi Etnografi Orang Bati di Maluku yang belum berakhir, tetapi dapat disampaikan bahwa seorang peneliti kualitatif perlu melakukan; (1) Perlu memiliki idealisme yang tinggi untuk mengungkapkan kebenaran, kemudian menguasai seluk-beluk dari keadaan lapangan yang menjadi objek studinya; (2) Menguasai teknik pendekatan personal dan sosial dengan situasi sosial yang sedang dihadapi, terutama proses awal ketika mencari dan menentukan informan kunci yang tepat untuk memulai dan membangun penelitian kualitatif secara baik; (3) Benar-benar menguasai data lapangan secara baik, benar, dan utuh sehingga yang diperlukan bukan murni hasilnya, tetapi yang terpenting adalah proses yang benar dan dimulai dari cara pengumpulan data lapangan, menyusun transkrip data, interpertasi data, dan analisis data; (4) Semangat kerja yang kuat (berketahanan) menghadapi lingkungan, pantang mundur, dan kerjalah dengan kesungguhan hati (nurani) yang bersih dan diwujudkan melalui “niat” untuk memahami dan menjelaskan suatu isu, mau-pun fenomena sosial yang sedang dihadapi oleh masyarakat untuk me-nemukan solusi yang kebenar-annya; (5) Menguasai teknik untuk mendukung proses verifikasi data lapang-an secara benar, karena setiap kondisi sosial senantiasa berbeda, berubah-ubah sehingga tidak boleh mengabaikan tempat, waktu (saat atau katika), dan biaya; (6) Memiliki sikap dan perilaku yang jujur untuk mengungkap realitas seperti apa adanya, dan bukan apa maunya peneliti; (7) Memegang teguh etika penelitian kualitatif untuk mengunggap hal yang benar dan seorang peneliti kualitatif harus bersikap indenpenden untuk menyuarakan kebenaran; (8) Seorang peneliti kualitatif datang untuk belajar dari masyarakat, dan bukan mengajarkan masyarakat. Untuk itu seorang peneliti kualitatifi harus memelihara relasi saling memberi, menjaga, melindungi kerahasiaan informasi atau data yang diperoleh dari lapangan; (9) Mengembangkan teknik penelitian secara baik. Melalui studi ini peneliti mengembangkan pendekatan berdasarkan perspektif emic dengan cara belajar

Page 88: STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU · STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU Pengantar Fenomena Orang Bati di Maluku tergolong sangat khas. Ketika nama Orang Bati untuk pertama kali

STUDI ETNOGRAFI ORANG BATI di MALUKU

503

bersama masyarakat (informan) untuk menghasilkan temuan peneliti atau sintesis melalui perspektif etic.