BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA 4.1 ... 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah 54 4.1.1. Metode...
Transcript of BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA 4.1 ... 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah 54 4.1.1. Metode...
53
BAB IV
ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA
4.1. Metodologi Pemecahan Masalah
Metode yang digunakan dalam pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan Entrepreneurial
Leadership Questionnaire (ELQ). Metode yang dilakukan ini, diawali dengan melakukan survey.
Maksud dilakukannya survey ini adalah untuk membantu perusahaan dalam mempersiapkan
strategi yang lebih baik sehingga jiwa entrepreneurial di dalam perusahaan dapat diwujudkan
dan dipelihara. Langkah-langkah yang dilakukan pun harus tersusun dan terencana serta dapat
saling mendukung satu sama lain sehingga dapat diperoleh hasil yang baik dan tidak meragukan.
Tahapan penelitian yang dilakukan dalam proyek akhir ini dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Studi Pustaka
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data Sekunder Data Primer
Analisa dan Intepretasi Hasil
Kesimpulan dan Saran
Tujuan Penelitian
Gambar 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah
54
4.1.1. Metode Penelitian Yang Dipakai
Agar dapat menerapkan pemilihan medote penelitian yang sesuai, maka kegiatan
penelitian perlu didasarkan pada karakteristik dan lingkungan kerja perusahaan. Pemilihan
metode penelitian yang sesuai sangat penting agar dapat diterapkan. Peneliti menggunakan dua
set kuesioner yaitu EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dan ELQ (Entrepreneurial
Leadership Questionnaire) yang kemudian disebarkan pada responden dengan jumlah 125 orang
yang meliputi karyawan yang berada dalam jajaran manajerial di BCA cabang Bandung. Namun
hanya 100 responden yang benar-benar mengisi dan mengembalikan kuesioner kepada peneliti
untuk dianalisis dan dihitung.
Dimensi-dimensi kunci yang digunakan dalam EOS adalah: penilaian kondisi perusahaan
secara umum, perencanaan strategi, cross-functionality, dukungan terhadap ide baru, intelijen
pasar, keberanian untuk mengambil risiko, kecepatan, fleksibilitas, fokus, orientasi terhadap masa
depan, orientasi individu, kondisi perusahaan dan penilaian mengenai pribadi karyawan. EOS
dilakukan dengan tujuan untuk mengukur organisasi secara keseluruhan terhadap
orientasi/pandangan tentang kewirausahaan.
Hasil yang diperoleh dari EOS ini digunakan untuk menilai secara keseluruhan apakah
perusahaan yang dimaksud merupakan perusahan yang bersifat entrepreneurial ataukah tidak.
Selain itu dengan melihat dimensi-dimensi kunci pada EOS, maka kita dapat melihat tindakan
apa saja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menjadi lebih entrepreneurial.
Maksud dilakukan survey ELQ adalah untuk mengetahui jenis-jenis atau tipologi dari
manajemen perusahaan dalam hal ini manajemen BCA. Tipologi-tipologi yang dimaksud adalah
Miner, Explorer, Accelerator, Integrator dan GEL. Sedangkan tujuan dari penelitian dengan
metode ELQ adalah untuk mempelajari perilaku entrepreneurial dari manajer perusahaan
khususnya yang berasal dari jajaran top management. Dalam survei ini karyawan diminta untuk
menilai seberapa penting perilaku atau peran seorang manajer dan seberapa sering manajer
melaksanakan perilaku tersebut. Tes ini dapat dikatakan sebagai instrumen penilaian yang
sifatnya timbal balik 360-degree yang berfokus pada entrepreneurial leadership.
55
Hasil yang diperoleh dari ELQ akan dianalisis dengan maksud untuk melihat
perbandingan antara apa yang menjadi keinginan atau ekspektasi dari para karyawan mengenai
perusahaan dan apa saja yang telah dilakukan ataupun yang belum sesuai dengan keinginan dan
harapan karyawan mengenai perilaku manajerial di perusahaan tersebut. Selanjutnya, hal-hal apa
saja yang perlu menjadi bahan perbaikan bagi perusahaan akan dapat dilihat dan dianalisis. ELQ
dinilai dari setiap pertanyaan yang valid dijumlahkan. Jumlah tersebut dibandingkan dengan jarak
nilai panduan yang diberikan untuk mengetahui bobot dari tiap-tiap aspek. Analisis akan
didasarkan dari jarak nilai panduan tersebut, apakah hasilnya tinggi, sedang, ataukah rendah.
4.1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Inti permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah tentang sejauh mana
budaya perusahaan yang berbasis pada Intrapreneurship (Corporate Entrepreneurship) dalam
ruang lingkup BCA dengan memperhatikan eksistensi lingkungan entrepreneurial melalui survey
EOS dan kepemimpinan entrepreneurial melalui survey ELQ. Adapun tujuan-tujuan dari
penelitian telah disebutkan pada bab sebelumnya, yang intinya adalah untuk meneliti, membahas,
dan menganalisis keberadaan budaya perusahaan dalam kaitannya dengan corporate
entrepreneurship dengan memperhatikan dimensi-dimensi pokok yang bersangkutan, serta
kesenjangan yang mungkin terjadi dalam kepemimpinan entrepreneurial oleh pihak manajemen
ataupun top management berdasarkan tipologi kepemimpinan menurut Thornberry.
4.1.3. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan maksud untuk memperoleh landasan teori yang dianggap
mampu menunjang dan mendasari proses pemecahan masalah pada penelitian yang sedang
dilakukan. Adapun landasan teori yang dipakai dapat berupa buku-buku dan literatur yang
banyak membahas dan menekankan konsep-konsep mengenai corporate culture dan juga
intrapreneurship.
56
4.1.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Tahap ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data
primer, adalah data yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan penyelidikan yang sedang
ditangani. Data ini dikumpulkan secara langsung dari lapangan, yang diperoleh dengan cara
melakukan pengamatan, survei serta wawancara atau memberi daftar pertanyaan. Penelitian ini
menggunakan alat ukur EOS dan ELQ yang disebarkan kepada karyawan BCA. Data sekunder
merupakan data-data yang diperoleh dari lingkungan perusahaan, misalnya dari laporan tahunan
untuk periode tertentu yang dikeluarkan oleh BCA.
4.1.5. Analisis dan Intepretasi Hasil
Pada tahap ini dilakukan analisis dan pembahasan terhadap data-data yang telah diperoleh
dan diolah, yang kemudian dijabarkan dalam bentuk hasil laporan dengan melibatkan pendekatan
baik kuantitatif maupun kualitatif. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dan
memahami eksistensi dari budaya perusahaan yang bersangkutan dengan memperhatikan
lingkungan internalnya dan karakter kepemimpinan di dalam perusahaan tersebut dalam
kaitannya dengan corporate entrepreneurship.
4.1.6. Kesimpulan dan Saran
Pada tahap akhir ini, penulis mencoba untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil
analisis dan intepretasi data yang telah dilakukan sebelumnya. Saran ataupun rekomendasi dari
penulis nantinya juga diberikan agar dapat dijadikan masukan yang berarti bagi pihak perusahaan
yang bersangkutan dan untuk penelitian di masa yang akan datang.
4.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.2.1. Teknik Pengumpulan Data
Proses penelitian yang mencakup kegiatan pengumpulan data, perhitungan, analisis dan
intepretasi hasil, dengan maksud untuk melakukan penilaian dan pembahasan terhadap budaya
57
perusahaan dilakukan dengan menggunakan dua alat survei utama yaitu EOS (Entrepreneurial
Orientation Survey) dan ELQ (Entrepreneurial Leadership Questionnaire). EOS bertujuan untuk
mengukur orientasi entrepreneurial secara keseluruhan di suatu perusahaan. Sedangkan ELQ
bertujuan untuk mempelajari perilaku kepemimpinan entrepreneurial yang dilakukan baik oleh
pihak manajemen maupun top management.
Untuk melengkapi data yang ada dalam kuesioner atau untuk menunjang data yang masih
diragukan, maka kegiatan observasi dan wawancara singkat dilakukan oleh penulis dengan tujuan
untuk membantu kegiatan penelitian tersebut.
4.2.2. Teknik Pengukuran Variabel
Pada penelitian ini digunakan kuesioner berupa seperangkat pertanyaan yang telah
disusun dan dirumuskan oleh Thornberry untuk diajukan kepada responden sebagai alat untuk
mengumpulkan data yang kemudian diukur dengan menggunakan skala yang telah ditetapkan.
Menurut Kinner dalam Husein Umar (1999) penentuan skor pada masing-masing item pertanyaan
terhadap masalah yang akan diteliti, didasarkan atas pengukuran dengan skala Likert, yaitu skala
yang berhubungan dengan pernyataan sikap seseorang terhadap sesuatu. Penggunaan skala Likert
memberikan kebebasan bagi responden dan data yang didapat cukup obyektif, walaupun dalam
proses intepretasi terhadap data-datanya tidak dapat terlepas dari subjektivitas si peneliti.
Namun penggunaan skala Likert ini tentunya memiliki keterbatasan di samping
memberikan keuntungan bagi penelitian yang hendak dilakukan. Selain itu, ada kemungkinan
bagi peneliti tidak dapat memperoleh informasi lain dari responden selain dari apa yang tertulis di
dalam kuesioner yang akan disebarkan kepada responden. Ada juga kemungkinan timbulnya
perbedaan pengertian atau persepsi dari tiap-tiap responden terhadap isi kuesioner yang hendak
diisi. Sebagai panduan untuk skalanya, semua pertanyaan dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala Likert lima poin, mulai dari 1 = sangat setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu,
4 = setuju dan 5 = sangat setuju untuk EOS dan 1 = sangat jarang, 2 = jarang, 3 = ragu-ragu, 4 =
sering, dan 5 = sangat sering untuk ELQ.
58
Setelah semua data untuk survey EOS yang didapat telah terkumpul, langkah selanjutnya
adalah mengolah dan mengintepretasikan secara diagramatis melalui radar chart. Sedangkan
untuk kuesioner ELQ, dari angka–angka yang telah diolah nantinya akan diperoleh penjelasan
mengenai pengelompokan tipe kepemimpinan yang ada di BCA, apakah itu bersifat integrator,
explorer, miner, accelerator, GEL, ataukah merupakan kombinasi dari tipe-tipe yang ada.
4.2.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas dalam penelitian dijelaskan sebagai derajat ketepatan alat ukur penelitian
tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur (Umar, 1999). Menurut Arikunto (1998), alat ukur
dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang semestinya diukur atau mampu mengukur apa
yang ingin dicari secara tepat. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test, maka
alat test tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang
seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila test tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan
diadakannya test tersebut.
Menurut Singarimbun (1995), reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau
karakter utama intrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai
keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide
pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya,
artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement
error). Koefisien Cronbach’s Alpha merupakan koefisien reliabilitas yang paling umum
digunakan karena koefisien ini menggambarkan variasi secara lengkap dari item-item sehingga
dapat mengevaluasi konsistensi internal, ditunjukkan dengan rumus:
rkrk
)1(1.−−
=α
59
Yang mana:
α = koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha
k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain
r = rata-rata korelasi anatar variabel manifes
Menurut penggagas EOS dan ELQ, yaitu Neal Thornberry, kedua alat ukur tersebut
merupakan suatu alat ukur yang telah diuji reliabilitas dan validitasnya, serta sering digunakan
untuk mengukur dimensi-dimensi Corporate Entrepreneurship di berbagai perusahaan besar
seperti Mott’s, Siemens dan Sodexho. Meskipun tes ini sudah dianggap valid dan telah digunakan
oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, namun tes validitas tetap dilakukan dengan
alasan untuk meyakinkan kalau alat ukur ini jika digunakan di Indonesia dengan faktor-faktor
yang sama tetap akan valid.
Analisis reliabilitas dilakukan secara agregat dengan menghitung tiap faktor utama
penyusun EOS. Hasil yang diperoleh dari uji reliabilitas menurut Guilford (1979) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 4.1. Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan Nilai Koefisien Tingkat Korelasi
< 0.2 Tidak Ada
0.2 - < 0.4 Rendah
0.4 - < 0.7 Sedang
0.7 - < 0.9 Tinggi
0.9 - < 1 Tinggi Sekali
1 Sempurna
Hasil uji validitas terhadap EOS dan menggunakan faktor error 5% diperoleh nilai “rtable”
sebesar 0,077, nilai ini kemudian dibandingkan dengan koefisien korelasi (r) hasil perhitungan.
Pembandingan dengan nilai “r” hasil perhitungan menyatakan bahwa semua pertanyaan valid.
Hasil uji reliabilitas terhadap EOS ditentukan oleh nilai cronbach alpha. Tabel 4.2.
memperlihatkan nilai cronbach alpha yang didapat dari hasil uji statistik dan nilai koefisien
korelasi (r) hasil perhitungan.
60
Tabel 4.2. Nilai Alpha Cronbach dan Koefisien Korelasi (r)
Kategori Alpha Cronbach r (Corrected item total correlation)
Umum 0.667 0.372 - 0.460
Rencana Strategis 0.674 0.397 - 0.464
Cross Functionality 0.722 0.341 - 0.647
Dukungan 0.745 0.365 - 0.585
Intelijen Pasar 0.717 0.329 - 0.589
Risiko 0.754 0.350 - 0.647
Kecepatan 0.703 0.411 - 0.558
Fleksibilitas 0.594 0.093 - 0.507
Fokus 0.736 0.305 - 0.610
Masa Depan 0.812 0.552 - 0.688
Orientasi Individu 0.816 0.192 - 0.675
Dengan membandingkan nilai cronbach alpha yang didapat dari hasil perhitungan dengan
menggunakan data survei dan klasifikasi nilai koefisien keandalan menurut Guilford ternyata
menunjukkan semua data reliable dengan korelasi antara sedang hingga tinggi. Sedangkan
pembandingan koefisien korelasi (r) hasil perhitungan di atas terhadap rtable menunjukkan bahwa
semua pertanyaan valid terhadap kategori yang diukur.
Setelah melakukan uji reliabilitas, selanjutnya tiap-tiap aspek dalam EOS diambil nilai
rata-rata dari seluruh sampel, kemudian hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik jaring laba-
laba. Nilai rata-rata tersebut akan dibandingkan dengan panduan nilai yang diberikan untuk
menganalisa hasilnya. Panduan yang digunakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.2. Panduan Nilai Pembanding EOS
61
4.3. Analisis dan Intepretasi Hasil
4.3.1. Deskripsi EOS (Entrepreneurial Orientation Survey)
EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dilakukan dengan tujuan untuk mengukur
tingkat kecenderungan dari orientasi entrepreneurial secara keseluruhan di dalam suatu
perusahaan. Ada beberapa faktor penting yang dapat membedakan organisasi yang berorientasi
entrepreneurial dan tidak. Adapun dimensi-dimensi kunci beserta pertanyaan yang digunakan
dalam EOS ini diperoleh dari buku Lead Like An Entrepreneur sebagai berikut:
• Penilaian perusahaan secara umum (General)
Dimensi ini berupaya untuk menunjukkan sifat-sifat intrapreneurship perusahaan melalui
kondisi umum yang dapat dilihat, seperti penilaian karyawan terhadap perusahaannya yang
dilihat dari bagaimana pengendalian anggaran pada perusahaan tersebut, apakah perusahaan
memberikan reward bagi siapa pun yang melakukan cost cutting, apakah perusahaan
menyediakan dana untuk peluang bisnis baru, dan bagaimanakah tahapan persetujuan dalam
mendapatkan dana investasi di luar anggaran.
• Rencana Strategis (Strategic Planning)
Dimensi ini banyak berbicara mengenai proses perencanaan strategi hingga aplikasinya di
lapangan. Yang dinilai pada dimensi ini adalah: apakah perusahaan menggunakan proses
perencanaan strategis yang formal, apakah perusahaan membiarkan strategi tumbuh dan mungkin
berubah mengikuti tren pasar, apakah perusahaan ini mengharapkan agar para manajer selalu
berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan, apakah perusahaan ini memiliki rencana yang
jelas, dan apakah dalam penyusunan rencana strategis ini perusahaan masih bergantung pada
pihak luar atau tidak.
• Hubungan antar departemen/fungsi (Cross-Functionality)
Dimensi ini menggambarkan hubungan antar fungsi atau antar departemen dalam
perusahaan. Dimensi ini hendak melihat bagaimana mereka dalam bekerja sama, berinteraksi,
dan bertukar ide. Yang dinilai pada dimensi ini adalah: apakah dalam melakukan hubungan antar
departemen/fungsi memiliki hambatan, apakah ada depatemen-departemen yang mau membagi
62
ide dan informasi dengan departemen lain, apakah perusahaan mendorong kegiatan diskusi antar
departemen/fungsi dalam memecahkan masalah, apakah secara formal ada penghargaan terhadap
kerjasama antar departemen/fungsi, dan apakah perusahaan suka melakukan rotasi karyawan
pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses dalam pengembangan sumber daya
manusia yang ada.
• Dukungan terhadap ide baru (Support for New Ideas)
Pada dimensi ini, hal-hal yang hendak dinilai berhubungan dengan sejauh mana dukungan
dari pihak manajemen terhadap tumbuhnya ide-ide baru yang bersifat entrepreneurial. Yang
dinilai pada dimensi ini adalah: apakah manajemen mendukung karyawan untuk memikirkan
cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu, apakah di dalam perusahaan ada satu
fungsi yang bertanggung jawab dalam mengembangkan inovasi dan mengembangkan bisnis baru,
apakah ada sarana dalam menampung ide-ide karyawan, apakah perusahaan segan
mempertahankan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada di dalam organisasi dalam
menghadapi sesuatu, dan apakah secara informal ada pertemuan untuk mendiskusikan ide-ide
bisnis baru.
• Intelijen pasar (Market Intelligence)
Dimensi ini hendak menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memahami dan
menganalisis pasar yang ada. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kategori ini seperti:
apakah konsumen adalah raja bagi mereka, apakah orang-orang di luar divisi marketing
berkesempatan untuk bertemu konsumen atau tidak, apakah secara rutin perusahaan melakukan
survey kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya untuk semua pihak dalam perusahaan,
seberapa sering manajemen puncak mengunjungi konsumen secara langsung, dan apakah
sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara menghadapinya.
• Keberanian untuk mengambil risiko (Risk Aversion)
Dimensi ini menilai sampai sejauh mana keberanian perusahaan untuk mengambil risiko.
Keberanian untuk mengambil risiko sangat penting untuk dapat menangkap peluang yang ada di
pasar. Risiko bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti jika dikelola dengan baik. Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam kategori ini seperti: apakah perusahaan bangga akan orientasi
63
dan budaya konservatif yang dianut, apakah perusahaan sangat berhati-hati untuk tidak membuat
kesalahan, apakah perusahaan berani melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi
tanpa menggunakan analisis yang mendalam, apakah karyawan secara umum memiliki kebebasan
dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal-hal baru dan gagal, apakah perusahaan
memberikan hukuman bagi karyawan yang berani mencoba dalam pengembangan ide, dan
apakah perusahaan lebih memilih untuk berkembang secara terencana dan terkontrol atau justru
sebaliknya.
• Kecepatan dalam menangani masalah (Speed)
Dimensi ini menilai sampai sejauh mana kecepatan perusahaan dalam merespon
pelanggan, mencari solusi, mengambil keputusan, dan menangkap peluang yang ada. Yang
dinilai berkaitan dengan hal tersebut adalah: apakah keluhan-keluhan konsumen ditangani secara
cepat dan efisien, apakah masalah-masalah yang ada bisa diselesaikan secara cepat, apakah para
manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan, dan apakah konsumen
menggambarkan perusahaan sebagai perusahaan yang bergerak cepat.
• Fleksibilitas (Flexibility)
Pada dimensi ini penilaian difokuskan tentang bagaimana fleksibilitas perusahaan dalam
bertindak dan mengambil keputusan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kategori ini
seperti: apakah sewaktu melihat peluang bisnis perusahaan lambat dalam mengalokasi sumber
daya untuk menangkap peluang tersebut, apakah perusahaan sering memindahkan orang-orang ke
beberapa fungsi/departemen yang berbeda guna meningkatkan perspektif/cara pandang yang
lebih luas lagi, apakah karyawan diharapkan untuk mengikuti tahap-tahap formal yang telah
ditetapkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan apakah di dalam perusahaan para karyawan
mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar.
• Fokus (Focus)
Dimensi ini menggambarkan perilaku perusahaan dalam melaksanakan kegiatan dan
rencana perusahaan yang terarah untuk menangkap peluang yang ada. Yang dinilai berkaitan
dengan hal tersebut adalah: apakah perusahaan ini adalah organisasi yang terkotak-kotak yang
tidak mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain, apakah manajemen puncak memiliki visi
64
yang sangat jelas mengenai ke mana arah perusahaan dan bagaimana cara mencapainya, apakah
semua karyawan memiliki pengertian yang sama tentang strategi perusahaan, apakah perusahaan
bersedia mengeluarkan dana selama untuk hal yang benar, dan apakah karyawan pada level
terbawah tahu mengenai visi perusahaan yang sesungguhnya.
• Berorientasi pada masa depan (Future)
Dimensi ini menggambarkan perilaku perusahaan dalam memandang dan bersikap
terhadap masa depan yang akan dihadapinya. Yang dinilai pada dimensi ini meliputi: apakah
karyawan sadar bahwa perusahaannya adalah perusahaan yang terdepan di bidangnya, apakah
perusahaan banyak berinvestasi di R&D, apakah perusahaan senang menciptakan pasar yang
benar-benar baru berdasarkan produk yang sangat inovatif, apakah perusahaan lebih memilih
untuk menjadi follower daripada leader dalam mengembangkan produk baru, dan secara umum
apakah karyawan diberikan penghargaan karena berani untuk bereksperimen dalam mencoba hal
yang baru.
• Orientasi individu (Personal Orientation)
Dimensi ini secara umum menggambarkan seberapa jauh orientasi yang dimiliki oleh para
karyawan terhadap nilai-nilai entrepreneurship yang diterapkan di dalam perusahaan.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kategori ini seperti: apakah masing-masing
karyawan sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri, atau menganggap
dirinya sebagai pemberontak, apakah individu karyawan menganggap kalau jalan tercepat untuk
mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan sebaik-baiknya sesuai deskripsi pekerjaan
yang telah ditentukan, apakah individu karyawan sering berkhayal/melamun di tempat kerja,
sering mempertanyakan dan berusaha mengubah status quo, dan apakah masing-masing individu
karyawan merasa lebih nyaman dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur atau justru
sebaliknya.
• Hal-hal lain yang juga dinilai pada EOS
Kondisi perusahaan seperti kinerja, pemberdayaan SDM, inovasi, dan penggajian
karyawan, serta variabel penilaian mengenai diri responden tentang pandangan dan sikap
terhadap entrepreneurship.
65
4.3.1.1. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS (Entrepreneurial Orientation Survey)
Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 =
ragu-ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju), maka konversi ke dalam rentang persepsinya adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.3. Rentang Persepsi EOS Persepsi Rentang
Sangat tidak setuju 1.0 - 1.8
Tidak setuju 1.8 - 2.6
Ragu-ragu 2.6 - 3.4
Setuju 3.4 - 4.2
Sangat setuju 4.2 - 5.0
Hasil EOS yang dilakukan di BCA dapat dilihat pada Tabel 4.4. dan Gambar 4.3. berikut
ini:
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan EOS BCA Dimensi Kunci Nilai Rata-Rata Persepsi
Umum 3.26 Ragu-ragu
Rencana Strategi 3.30 Ragu-ragu
Cross Functionality 3.70 Setuju
Dukungan 3.83 Setuju
Intelijen Pasar 3.89 Setuju
Risiko 2.72 Ragu-ragu
Kecepatan 4.05 Setuju
Fleksibilitas 3.29 Ragu-ragu
Fokus 3.70 Setuju
Masa Depan 3.69 Setuju
Orientasi Individu 2.43 Tidak setuju
Rata-rata Keseluruhan 3.44 Setuju
66
Gambar 4.3. Karakteristik Budaya Intrapreneurship di BCA
Pada umumnya, hasil EOS di BCA menunjukkan bahwa budaya intrapreneurship di BCA
sudah cukup memadai, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini dibuktikan dengan hasil
EOS yang memiliki nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3,44 dari skala 5 yang menunjukkan
persepsi setuju. Namun gap yang terjadi antara dimensi kunci masih cukup besar, ditunjukkan
dengan angka 2,43 (tidak setuju) hingga 4,05 (setuju) dalam skala 5. Hal ini menegaskan bahwa
budaya intrapreneurship masih perlu ditingkatkan di BCA, terutama pada dimensi-dimensi yang
masih bernilai rendah.
Nilai tertinggi terdapat pada faktor kecepatan (speed) yaitu sebesar 4,05 dan nilai terendah
terjadi pada dimensi yang berkaitan dengan orientasi entrepreneurial individu yaitu sebesar 2,43.
Hal ini memperlihatkan bahwa sifat entrepreneurial BCA yang paling terasa adalah dalam hal
kecepatan mengambil/mencari peluang, kecepatan kerja, kecepatan dalam menangani masalah-
masalah, sedangkan hal yang paling perlu untuk dibenahi adalah dalam hal orientasi individu
terhadap sifat entrepreneurial.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa faktor-faktor yang sudah
cukup baik dilakukan perusahaan dalam meningkatkan budaya intrapreneurship di BCA adalah
sebagai berikut:
• Kecepatan perusahaan dalam membuat keputusan (4,05)
• Intelijen pasar (3,89)
67
• Dukungan perusahaan terhadap ide-ide baru (3,83)
• Hubungan antar unit/departemen (3,70)
• Fokus (3,70)
• Pandangan perusahaan tentang masa depan (3,69)
Hal-hal yang masih perlu diperhatikan dan dibenahi oleh perusahaan berkenaan dengan
penerapan sifat entrepreneurial di tubuh perusahaan adalah sebagai berikut:
• Perencanaan Strategi (3,30)
• Fleksibilitas perusahaan (3,29)
• Penilaian perusahaan secara umum (3,26)
• Keberanian perusahaan dalam menghadapi risiko (2,72)
Sedangkan dimensi kunci terlemah yang sangat membutuhkan perhatian khusus dari
perusahaan adalah sebagai berikut:
• Orientasi Individu (2,43)
Bagaimanapun juga, faktor-faktor di atas hendaknya dibenahi lagi sehingga orientasi
perusahaan ke arah budaya yang entrepreneurial lebih meningkat. Secara lebih mendetail
dimensi-dimensi kunci dari Corporate Entrepreneurship di BCA tersebut akan dibahas lebih
lanjut berikut ini.
4.3.1.2. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Kondisi Perusahaan Secara Umum
Dimensi Umum pada BCA menunjukkan nilai yang kurang memuaskan, yaitu 3,26 (ragu-
ragu). Dimensi ini berupaya untuk menunjukkan sifat-sifat intrapreneurship perusahaan melalui
kondisi umum yang dapat dilihat. Responden diminta untuk menilai perusahaan secara umum
dengan menggunakan lima pertanyaan seperti pada tabel berikut ini:
68
Tabel 4.5. Dimensi Kondisi Perusahaan Secara Umum
No. Pertanyaan
1 Menekankan pengendalian anggaran secara ketat (-)
2 Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting (+)
3 Menyediakan dana untuk peluang bisnis baru (+)
4 Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus (+)
5 Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.4. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Umum
Rendahnya nilai pada dimensi ini disebabkan oleh kebijakan perusahaan dalam hal
pengendalian anggaran yang sangat ketat (nilai 2,41). Sebagai sebuah bank, pengendalian
anggaran memang menjadi perhatian yang sangat penting. Walaupun sampai saat ini BCA
merupakan perusahaan perbankan swasta terbesar di Indonesia, namun persaingan dalam bisnis
perbankan yang semakin ketat membuat pihak manajemen terdorong untuk selalu mengontrol
secara ketat pengeluaran anggaran yang dibutuhkan.
69
Selain itu, birokrasi yang berbelit-belit dalam hal mendapatkan dana investasi di luar
anggaran (2,43) juga merupakan salah satu dimensi yang perlu diperhatikan. Proposal untuk
mendapatkan dana investasi di luar anggaran membutuhkan banyak tahapan untuk disetujui.
Banyaknya tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran yang harus
dilalui oleh karyawan dan birokrasi yang berbelit-belit dapat mempengaruhi fleksibilitas dan
kecepatan dari perusahaan.
Walaupun anggaran dikendalikan sangat ketat, ternyata perusahaan telah mengatur
anggaran untuk hal-hal yang dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan, ditunjukkan oleh
disediakannya dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus (4,17) dan disediakannya dana untuk
peluang bisnis baru (3,79). Perusahaan juga telah cukup baik dalam pemberikan reward bagi
seorang manajer yang melakukan cost cutting (3,50), karena dapat memberikan kontribusi dalam
proses efisiensi di tubuh perusahaan.
4.3.1.3. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Rencana Strategi
Dimensi rencana strategi di BCA masih perlu untuk ditingkatkan, terlihat dari hasil EOS
yang menunjukkan nilai 3,30 (ragu-ragu). Dimensi ini banyak berbicara mengenai proses
perencanaan strategi hingga aplikasinya di lapangan. Pada umumnya rencana strategi ini
ditentukan oleh pihak manajemen dan seharusnya dapat dikomunikasikan kepada seluruh
karyawan dengan baik. Setiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.6, sedangkan nilai rata-rata dari setiap item dapat dilihat pada Gambar 4.5.
70
Tabel 4.6. Dimensi Perencanaan Strategi
No. Pertanyaan
1 Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal (-)
2 Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar (+)
3 Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan (-)
4 Tidak mempunyai rencana yang jelas (-)
5 Sangat bergantung pada konsultan di luar perusahaan untuk membuat strategi (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.5. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Perencanaan Strategi
BCA telah memiliki rencana strategi yang sangat jelas. Hal ini dapat dilihat dari nilai pada
variabel tersebut sudah cukup tinggi yaitu 4,22 tetapi implementasinya masih kaku karena
menuntut proses perencanaan strategi yang formal (nilai 2,31). Di samping itu, para manajer di
perusahaan sebagai decision maker senantiasa dituntut untuk selalu berpedoman pada rencana
dan anggaran tahunan (nilai 2,35). Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar keputusan
ataupun kebijakan yang dihasilkan masih terlalu bersifat top-down. Maksud dari kebijakan ini
71
sebenarnya baik karena perusahaan hendak memberikan pedoman (guide) kepada para manajer
untuk senantiasa mengambil keputusan berdasarkan pada apa yang telah direncanakan
sebelumnya. Namun jika proses pelaksanaannya terlalu kaku dan sentralistik, para manajer akan
menjadi sulit dalam memformulasi ulang strategi yang tepat dalam menangkap peluang yang ada
di pasar.
Dari hasil survei yang lain, terlihat bahwa perusahaan sudah cukup mampu untuk
membiarkan strategi tumbuh dan berubah mengikuti tren pasar yang terjadi. Hasil survey pada
variabel ini memiliki nilai yang cukup memadai yaitu 3,69. Hal ini menggambarkan bahwa BCA
hingga saat ini telah dapat menjawab tantangan dari persaingan dalam dunia bisnis perbankan
yang semakin ketat. Perusahaan dianggap cukup berhasil untuk menghadapi perubahan-
perubahan dalam lingkungan bisnisnya dengan menyesuaikan strategi perusahaan dengan kondisi
yang dihadapinya.
Dalam hal ketergantungannya terhadap pihak luar (konsultan), hasil survei menunjukkan
bahwa BCA merupakan suatu perusahaan yang mandiri dan tidak memiliki ketergantungan pada
pihak luar (nilai 3,94). BCA ternyata cukup mampu untuk meningkatkan kinerja dari setiap unit
bisnisnya, dengan mengembangkan metode pembelajaran dan pemberdayaan SDM, dalam wujud
penyediaan program-program pelatihan kepada karyawan yang tepat sasaran, dan dengan hasil
yang optimal. Hal ini tentunya didukung oleh upaya BCA dengan maksud untuk mencapai
kinerja yang lebih baik melalui kelanjutan program pelatihan dan pengembangan, perbaikan
manajemen, serta revitalisasi organisasi.
4.3.1.4. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Cross Functionality
Dimensi Cross Functionality di BCA menunjukkan nilai yang cukup baik, yaitu 3,70
(setuju), yang harus dipertahankan atau bahkan lebih ditingkatkan. Dimensi ini menggambarkan
hubungan antar fungsi atau antar departemen dalam perusahaan. Dimensi ini hendak melihat
bagaimana mereka dalam bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar ide. Hal-hal ini tentunya perlu
diperhatikan karena sangat berkaitan dengan kemampuan karyawan dalam menunjang dan
mempercepat pengembangan dan penyebaran ide baru di dalam perusahaan. Setiap
72
komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat pada Tabel 4.7, sedangkan
nilai rata-rata dari setiap item dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Tabel 4.7. Dimensi Cross Functionality
No. Item
1 Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi (+)
2 Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang lain (+)
3 Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah (+)
4 Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/antar fungsi (+)
5 Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal pengembangan SDM (+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.6. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Cross Functionality
Nilai positif yang sangat mendukung dimensi kunci ini adalah dorongan dari perusahaan
untuk kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah (nilai 4,05). Hal ini
73
dilakukan dengan maksud sebagai sarana saling berbagi pengetahuan, proses pengembangan
sumber daya manusia, serta dukungan terhadap implementasi rencana strategi yang ada. Adanya
rotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal
pengembangan SDM, ditunjukkan dengan nilai hasil survey yang cukup tinggi pula yaitu 3,97.
Diformalkannya rotasi antar departemen/fungsi akan membuat proses kerjasama antar
departemen/fungsi berjalan lebih sistematis dan terstruktur sehingga akan meningkatkan
wawasan dan potensi para karyawan BCA.
Berdasarkan data, melihat nilai dari pertanyaan pada dimensi ini, perusahaan selalu
mendorong karyawannya dan memberikan wadah untuk selalu berdiskusi baik itu antar divisi
maupun antar fungsi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya departemen-departemen yang mau
berbagi ide dan informasi satu dengan yang lain (nilai 3,95). Perusahaan juga tidak segan-segan
memberikan penghargaan bagi kerjasama antar divisi/fungsi yang terjadi (nilai 3,88). Dengan
adanya penghargaan formal yang diberikan, tentu akan semakin mendorong motivasi para
karyawan untuk bekerjasama, berbagi informasi, dan pengetahuan antar divisi, sehingga untuk
jangka panjang hal ini akan memberikan dampak yang positif bagi kecepatan (speed) pada
pengembangan ide baru di tubuh perusahaan.
Hal yang masih perlu diperbaiki pada dimensi ini adalah perusahaan ternyata masih
memiliki banyak hambatan untuk kerjasama antar departemen/fungsi, ditunjukkan dengan nilai
2,65. Banyaknya hambatan untuk melakukan kerjasama antar departemen/fungsi mungkin
disebabkan karena adanya struktur organisasi dan hierarki yang ada di perusahaan. Untuk
menghadapi masalah tersebut, perusahaan tentunya perlu meminimalkan hambatan teknis
maupun non-teknis yang terjadi antar divisi atau departemen untuk saling bekerja sama.
4.3.1.5. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Dukungan Terhadap Ide Baru
Pada dimensi ini responden diminta menilai dukungan perusahaan terhadap karyawannya
dalam mengeluarkan ide-ide baru. Dukungan terhadap ide-ide baru di BCA menunjukkan nilai
yang cukup baik, yaitu 3,83 (setuju), yang harus dipertahankan atau bahkan lebih ditingkatkan.
Dengan adanya dukungan dari manajemen terhadap tumbuhnya ide-ide baru tentu akan
74
mendorong sifat-sifat entrepreneurial baik langsung maupun tidak langsung. Adapun responden
diminta untuk menilai perusahaan mengenai dukungan terhadap ide-ide baru dengan
menggunakan lima pertanyaan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.8. Dimensi Dukungan Terhadap Ide Baru
No. Item
1 Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu (+)
2 Ada satu fungsi penting di dalam organisasi, yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru (+)
3 Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide karyawan. (+)
4 Organisasi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu.(-)
5 Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru.(+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.7. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Dukungan
75
Secara keseluruhan setiap item dari dimensi ini menunjukkan nilai yang cukup baik
dengan rentang antara 3,60 hingga 3,98. Gap yang terjadi juga cukup kecil. Hal ini membuktikan
bahwa manajemen perusahaan memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan dukungan bagi
lahirnya ide baru, inovasi, maupun saran dari para karyawannya (nilai 3,98). Perusahaan juga
telah memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide karyawan (nilai
3,89), sehingga ide-ide tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut untuk diimplementasikan di
dalam aktivitas perusahaan sehari-hari. Di samping itu, para karyawan perusahaan pun memiliki
inisiatif untuk mendiskusikan ide bisnis baru melalui pertemuan-pertemuan informal yang
dihadirinya (nilai 3,71).
Nilai terendah dari dimensi ini terletak pada kemampuan perusahaan untuk
mempertanyakan dan mengubah cara-cara lama yang sudah ada di dalam organisasi dalam
menghadapi sesuatu (nilai 3,60). Namun nilai ini masih cukup baik pada skalanya, hanya perlu
ditingkatkan lagi agar perusahaan lebih memiliki kesigapan dalam menjawab setiap perubahan
yang mungkin terjadi.
4.3.1.6. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Intelijen Pasar
Dimensi Intelijen Pasar di BCA menunjukkan nilai yang cukup baik, yaitu 3,89 (setuju),
yang tentunya harus dipertahankan atau bahkan lebih ditingkatkan lagi. Dimensi ini hendak
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memahami dan menganalisis pasar yang ada.
Responden diminta untuk menilai perusahaan mengenai intelijen pasar dengan menggunakan
lima pertanyaan seperti pada tabel berikut ini.
76
Tabel 4.9. Dimensi Intelijen Pasar
No. Item
1 Konsumen adalah raja bagi perusahaan kami. (+) 2 Kecuali kamu berada di divisi pemasaran atau penjualan,
dorongan untuk bertemu konsumen sangat kurang. (-) 3 Perusahaan secara rutin melakukan survey kepuasan
konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam perusahaan. (+)
4 Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung. (-)
5 Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara kami bersama-sama mengahadapinya. (+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.8. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Intelijen Pasar
Nilai positif yang sangat mendukung dimensi kunci ini adalah adanya anggapan bahwa
konsumen adalah raja, ditunjukkan dengan nilai yang sangat tinggi yaitu 4,59. Anggapan bahwa
konsumen adalah raja membuat perusahaan selalu memperhatikan kebutuhan konsumen dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini sesuai dengan visi perusahaan yaitu: “Bank
pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan sebagai pilar penting perekonomian
Indonesia”. Tentunya untuk menjadi sebuah bank pilihan utama nasabah, BCA perlu
77
memposisikan dirinya sebagai sebuah bank yang senantiasa memberikan produk dan layanan jasa
yang terbaik bagi para nasabahnya. Selain itu, sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing
utama dan bagaimana cara mengahadapinya (nilai 3,88). Pengetahuan ini tentunya sangat
berguna dalam menghadapi kompetisi perbankan yang semakin ketat. Perusahaan juga secara
rutin melakukan survey kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk
semua pihak dalam perusahaan (nilai 3,99). Hal ini tentunya akan sangat membantu perusahaan
untuk mengerti sampai sejauh mana kepuasan nasabah yang berhasil dicapai, serta membenahi
hal-hal apa saja yang masih kurang di mata para nasabahnya.
Hal-hal yang harus ditingkatkan dalam dimensi ini adalah dorongan terhadap karyawan di
luar divisi pemasaran dan penjualan untuk bertemu dengan konsumen, karena nilainya cukup
namun masih rendah dibandingkan dengan komponen lainnya yaitu 3,45. Pemahaman akan
kebutuhan konsumen seharusnya tidak hanya dikuasai oleh karyawan yang bekerja di bidang
tersebut, namun seluruh karyawan sebaiknya menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan
nasabah. Demikian pula dengan manajemen puncak yang terlibat dengan konsumen secara
langsung. Nilai yang ditampilkan sudah cukup baik (3,54) namun masih perlu ditingkatkan lagi.
Dengan adanya pemahaman yang tinggi mengenai kebutuhan konsumen, maka usaha untuk
memenuhi kebutuhan tersebut pun akan menjadi lebih baik, dan anggapan mengenai konsumen
adalah raja tidak hanya menjadi suatu paradigma tetapi dapat diwujudkan melalui implementasi
yang nyata di lapangan.
4.3.1.7. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Pengambilan Risiko
Dimensi Pengambilan Risiko di BCA menunjukkan nilai yang kurang memuaskan, yaitu
2,72 (ragu-ragu). Keberanian untuk mengambil risiko sangat penting untuk dapat menangkap
peluang yang ada di pasar. Tidak ada satupun keputusan bisnis dan investasi yang tidak
melibatkan risiko. Risiko bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti jika dikelola dengan baik.
Sebaliknya, ketakutan dalam mengambil risiko justru akan menyebabkan perusahaan kehilangan
peluang yang ada. Adapun setiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.10., sedangkan nilai rata-rata dari setiap item dapat dilihat pada Gambar 4.9.
78
Tabel 4.10. Dimensi Pengambilan Risiko
No. Item
1 Perusahaan kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan). (-)
2 Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan. (-)
3 Kami berani melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa menggunakan analisis mendalam. (+)
4 Orang-orang yang di dalam organisasi secara umum memiliki kebebasan dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal. (+)
5 Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam perusahaan, namun kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak bertahan lama di perusahaan tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll). (-)
6 Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.9. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Pengambilan Risiko
79
Satu-satunya komponen pada dimensi ini yang memiliki nilai cukup baik hanyalah dalam
hal orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan) yang tidak disetujui oleh para karyawannya
(nilai 3,64). Jika melihat sepak terjang perusahaan di bisnis perbankan, BCA dikenal sebagai
sebuah bank yang menyukai terobosan baru, misalnya produk yang ditawarkannya yakni
Tahapan BCA merupakan sebuah produk terobosan yang cukup berani, karena berhasil menarik
nasabah baru dalam jumlah besar, dan sekaligus membangkitkan kesadaran menabung di
Indonesia. Selain itu, BCA juga dikenal sebagai sebuah bank yang cukup responsif dalam
menjawab setiap perubahan yang ada.
Sayangnya keunggulan ini tidak memperoleh dukungan dari komponen-komponen lain
dalam dimensi pengambilan risiko. Semua hal lain dalam dimensi ini bernilai rendah, terutama
dalam hal kehati-hatian untuk tidak membuat kesalahan (nilai 1,84), keinginan untuk tumbuh
berkembang secara terencana dan terkontrol (nilai 1,95), serta perusahaan kurang berani
melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa menggunakan analisis mendalam
(nilai 2,32). Hal ini dapat terjadi, karena perusahaan yang bergerak dalam bisnis perbankan
biasanya memang memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk meminimalkan tingkat risiko
yang akan diambil, seperti risiko bisnis, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko
operasional, dan risiko-risiko lainnya. Di samping itu, kinerja manajemen bank juga terkenal
karena ketelitiannya baik dalam proses pembukuan maupun pendataan dari setiap transaksi yang
terjadi, karena itu dapat dipastikan bahwa bank memiliki kecenderungan tingkat toleransi yang
sangat rendah terhadap kesalahan yang diperbuat oleh karyawannya. Bank juga sangat
mengandalkan baik analisis fundamental maupun teknis terhadap setiap keputusan investasi
bisnis yang akan diambil, sehingga faktor intuisi dalam melakukan investasi untuk bisnis baru
menjadi diabaikan.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan pada hasil survei dimensi keberanian pengambilan
risiko, yakni tindakan konsekuen dari perusahaan terhadap kesalahan yang diperbuat oleh
karyawannya (nilai 3,17), serta kebebasan dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal
baru dan gagal (nilai 3,40). Adanya anggapan bahwa karyawan yang berani mencoba ide baru
dan gagal tidak akan bertahan lama di perusahaan tersebut (karena dihukum, dipecat, dll)
menyebabkan karyawan merasa takut untuk mencoba hal baru dan gagal. Perusahaan harus
80
menyadari bahwa kegagalan merupakan proses pembelajaran. Hukuman yang diberikan pada
karyawan yang mengalami kegagalan dalam mencoba hal baru memiliki kemungkinan untuk
mematikan nilai-nilai entrepreneurship dalam perusahaan. Perusahaan juga perlu mendorong dan
memberikan peluang yang terbuka lebar kepada setiap karyawannya untuk mencoba hal yang
baru kendatipun berisiko, asalkan setiap risiko yang akan terjadi dapat dikelola dan
dipertanggungjawabkan secara profesional.
4.3.1.8. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Kecepatan
Dimensi Kecepatan di BCA menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu 4,05 (setuju).
Dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya, dimensi kecepatan yang dimiliki oleh BCA
memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi. Kecepatan dapat menjadi salah satu competitive
advantage bagi sebuah perusahaan dalam menangkap dan memanfaatkan peluang yang ada di
pasar. Dimensi ini menggambarkan kecepatan perusahaan dalam menangkap dan merespon
segala sesuatu yang dapat berguna bagi kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, kecepatan dapat
memiliki arti cepat dalam menanggapi dan memberikan layanan kepada konsumen, cepat dalam
mengalokasikan sumber daya perusahaan, cepat dalam memberikan solusi terhadap permasalahan
yang ada, cepat untuk first to market ataupun product delivery, dan sebagainya. Adapun
responden diminta untuk menilai perusahaan mengenai kecepatan dengan menggunakan empat
pertanyaan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.11. Dimensi Kecepatan
No. Item
1 Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien. (+)
2 Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. (-)
3 Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan. (+)
4 Konsumen menggambarkan kita sebagai perusahaan yang bergerak cepat.(+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
81
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.10. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Kecepatan
Menurut hasil survei, sebagian besar responden merasa bahwa penanganan terhadap
keluhan-keluhan konsumen telah dilakukan secara cepat dan efisien, hal ini ditunjukkan dengan
nilai yang cukup baik yaitu 4,32. Masalah-masalah yang ada pun dapat diselesaikan dengan cepat
(nilai 3,89). Untuk menjawab pertanyaan dan menampung keluhan konsumen, BCA
menyediakan layanan hotline 24 jam melalui HALO BCA. Dengan ini, para nasabah diharapkan
bisa mendapatkan informasi perbankan dengan mudah dan cepat serta memperoleh solusi setiap
permasalahan transaksi perbankan cukup melalui telepon, kapanpun dan dimanapun nasabah
berada.
Besarnya otonomi para manajer dalam membuat keputusan juga telah cukup baik dalam
dimensi ini (nilai 3,82). Para manajer memiliki otonomi yang cukup dalam mengambil
keputusan-keputusan ketika masalah timbul di kantor cabang/pusat yang dibawahinya. Hal ini
membuktikan bawah BCA telah memberikan keleluasaan bagi karyawannya untuk ikut
berpartisipasi dalam penyelesaian masalah sehingga dapat mempercepat proses pengambilan
keputusan. Cukup baiknya penilaian dimensi ini juga didukung oleh penilaian konsumen yang
menggambarkan perusahaan sebagai perusahaan yang bergerak cepat (nilai 4,16). Dimensi ini
juga penting dalam hal memenuhi tantangan bisnis perusahaan khususnya di bidang perbankan.
Proses pengambilan keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi yang cepat akan
82
membuat BCA menjadi perusahaan yang maju dan dapat bersaing karena dapat memberikan
pelayanan kepada konsumen dengan cepat. Hal ini tentunya sesuai dengan salah satu misi
perusahaannya yaitu untuk membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran
dan solusi keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan.
4.3.1.9. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Fleksibilitas
Dimensi fleksibilitas di BCA menunjukkan nilai yang kurang memuaskan, yaitu 3,29
(ragu-ragu). Dimensi ini menggambarkan fleksibilitas perusahaan dalam bertindak dan
mengambil keputusan. Perusahaan sangat membutuhkan fleksibilitas agar dapat mengalokasikan
sumber daya, dan merancang suatu proses bisnis yang mampu menangkap peluang yang ada di
pasar. Hal ini tentunya dapat menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan
kesuksesan perusahaan. Responden diminta untuk menilai perusahaan mengenai fleksibilitas
dengan menggunakan lima pertanyaan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.12. Dimensi Fleksibilitas
No. Item
1 Kami sangat bergantung pada team ad hoc /jangka pendek dalam menyelesaikan masalah-masalah. (+)
2 Ketika kami melihat peluang bisnis, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut. (-)
3 Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara padang) yang lebih luas. (+)
4 Orang-orang diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan. (-)
5 Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam perusahaan. (+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
83
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.11. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Fleksibilitas
Nilai terbaik dari dimensi ini ada pada kemampuan perusahaan untuk sering
memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk
meningkatkan perspektif (cara padang) yang lebih luas, ditunjukkan dengan nilai sebesar 3,95.
Rotasi karyawan telah menjadi proses formal pengembangan SDM dalam perusahaan sebagai
usaha untuk berbagi informasi dan pengetahuan, serta dipercaya dapat meningkatkan sinergi
dalam tubuh perusahaan. Hal ini tentu sangat berdampak positif baik untuk perusahaan maupun
karyawannya, karena di satu sisi perusahaan dapat menurunkan angka kejenuhan sekaligus
meningkatkan wawasan dari karyawannya dalam bekerja, dan di sisi lain para karyawan memiliki
kesempatan yang terbuka untuk belajar tentang sesuatu yang baru di tempat kerja.
Komponen-komponen yang sudah cukup memadai namun masih perlu ditingkatkan lagi
adalah pada kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan tim ad hoc/jangka pendek dalam
menyelesaikan masalah-masalah (nilai 3,50), dan kesiapan perusahaan dalam melihat peluang
bisnis, dan mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut (nilai 3,63). Masalah
yang timbul tidak harus selalu diselesaikan melalui jalur formal yaitu melalui divisi atau bagian
unit khusus yang telah ditetapkan oleh perusahaan, namun dipercayakan kepada tim ad hoc yang
memiliki kecenderungan untuk lebih independen dan netral dalam menyelesaikan permasalahan
maupun konflik yang mungkin terjadi di tengah perusahaan. Di samping itu, perusahaan juga
84
dinilai sudah cukup baik dalam melihat dan menangkap peluang yang ada, sehingga dalam
menyelesaikan proyek-proyek yang berkaitan erat dengan peluang baru dapat cepat terlaksana,
karena implementasi ide-ide baru untuk memenuhi permintaan pasar dapat berlanjut tanpa
halangan berarti.
Hal yang masih sangat perlu mendapatkan perhatian terutama adalah para karyawan BCA
terlalu diharapkan dan dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan melalui tahap-tahap prosedur
yang telah ditentukan (nilai 2,18). Hal ini akan berpengaruh besar terhadap kecepatan karyawan
dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan, karena harus terbentur dengan prosedur yang terlalu
baku. Prosedur yang harus dijalankan oleh para karyawan memang diperlukan agar
profesionalisme dari para karyawan dapat terjamin, serta sasaran pekerjaan yang dilakukan dapat
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Namun prosedur pekerjaan yang harus
ditempuh sebaiknya jangan sampai harus terlalu kaku, sehingga dapat mengorbankan fleksibilitas
yang dimiliki oleh perusahaan.
Komponen lain yang perlu diperhatikan dan dibenahi oleh perusahaan terletak pada sikap
dan cara pandang para karyawan yang mungkin terlalu mementingkan penggunaan status jabatan
dan gelar di dalam perusahaan mereka (nilai 3,19). Hal ini tentu berdampak kurang baik, karena
diyakini dapat memperbesar gap antar karyawan terutama antara atasan dengan bawahan,
sehingga karyawan menjadi segan untuk membicarakan masalah perusahaan secara informal
kepada atasan mereka. Perilaku budaya perusahaan seperti ini dapat menghambat proses
pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah, karena adanya kesenjangan antar
karyawan.
4.3.1.10. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Fokus
Dimensi Fokus di BCA menunjukkan nilai yang cukup tinggi, dengan nilai 3,70 (setuju).
Dimensi ini menggambarkan perilaku perusahaan dalam melaksanakan kegiatan dan rencana
perusahaan yang terarah untuk menangkap peluang yang ada. Karena peluang yang ada begitu
banyak sementara sumber daya dan waktu yang dimiliki terbatas, tidaklah mungkin bagi
perusahaan untuk mengejar semua peluang tersebut. Tentunya perusahaan membutuhkan rencana
85
yang jelas dan terarah dalam menangkap peluang tersebut. Adapun setiap komponen/pertanyaan
yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat pada Tabel 4.13., sedangkan nilai rata-rata dari
setiap item dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Tabel 4.13. Dimensi Fokus
No. Item
1 Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakanya dengan baik. (+)
2 Kita adalah organisasi yang terkotak-kotak, sangat jarang bagian yang satu mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain.(-)
3 Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai ke mana arah kita dan bagaimana mencapainya. (+)
4 Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi perusahaan, kamu mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda.(-)
5 Kami cukup mau mengeluarkan uang, selama itu untuk hal-hal yang benar. (+)
6 Bahkan orang-orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi perusahaan. (+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.12. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Fokus
86
Hasil survei menunjukkan bahwa perusahaan telah cukup fokus, hal ini terlihat dari nilai
yang cukup memadai yaitu 3,72 pada pertanyaan mengenai apakah karyawan diharapkan untuk
hanya melakukan beberapa hal, tapi dituntut untuk mengerjakannya dengan baik. Perusahaan
juga bersedia mengeluarkan dana untuk menangkap peluang yang dianggap paling mungkin
meningkatkan value bagi perusahaan dan sesuai dengan lingkup bisnis perusahaan (nilai 3,98).
Hal ini ditunjukkan melalui investasi besar yang dilakukan oleh BCA untuk pengadaan mesin
ATM. Selama tahun 1992 – 1996, BCA bekerja keras untuk mempersiapkan infrastruktur dan
mengedukasi masyarakat tentang mudah dan amannya bertransaksi melalui ATM. Komunikasi
pemasaran dilakukan secara gencar sehingga seluruh lapisan masyarakat menjadi lebih sadar
akan keberadaan dan kegunaan ATM yang menawarkan kemudahan dan kenyaman untuk semua
jenis transaksi pembayaran. Investasi besar-besaran BCA pada jaringan ATM merupakan langkah
yang tepat karena mampu menangkap peluang besar yang ada sekaligus meningkatkan value bagi
perusahaan, dan tentunya langkah ini sesuai dengan lingkup bisnis perusahaan.
Nilai tertinggi pada dimensi ini terletak pada penyusunan visi dan sosialisasi visi oleh
manajemen puncak (nilai 4,22), yang berarti bahwa manajemen puncak ternyata telah memiliki
visi yang sangat jelas mengenai ke mana arah perusahaan dan bagaimana cara mencapainya.
Manajemen BCA memang terbukti secara berkesinambungan terus bekerja membangun nilai-
nilai dan budaya perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat.
Komunikasi dari manajemen puncak kepada para karyawan tentang visi perusahaannya sudah
cukup baik, ditunjukkan dengan nilai yang cukup tinggi sebesar 3,99. Semua strategi dan langkah
pengembangan BCA khususnya dalam perbankan konsumer ini tidak bisa lepas dari adanya visi
yang luas dan jauh ke depan dari pimpinan BCA. Para perintis seperti Mochtar Riady, Anthony
Salim, Andree Halim, Aswin Wirjadi, dan Barry Lesmana merupakan pemimpin yang visioner,
kaya ide, karismatik, persisten, dan punya kompetensi teknis yang kuat. Maka tak heran jika
sosialisasi visi dan misi perusahaan dapat dilakukan secara berkesinambungan, sehingga para
karyawan di BCA dari semua tingkatan memiliki pengetahuan yang cukup, dan wawasan yang
luas mengenai apapun yang menjadi fokus perusahaan.
Namun perusahaan masih merupakan organisasi yang terkotak-kotak (nilai 3,20). Hal ini
tentunya dapat berdampak kurang baik karena dapat menyebabkan organisasi terfragmentasi
87
sehingga tidak memiliki kesatuan yang solid. Untuk mengatasi masalah ini, maka perusahaan
sebaiknya berupaya untuk terus membuka komunikasi dan kerjasama antar divisi/departemen,
agar jalur informasi antar divisi/departemen dapat lebih ditingkatkan lagi, dan perwujudan
perusahaan sebagai satu kesatuan dapat lebih mudah dicapai.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam dimensi ini adalah pertanyaan no.4 (Jika kamu
bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi perusahaan, kamu mungkin akan
mendapat dua jawaban yang berbeda), yang mana nilainya kurang memadai yaitu 3,09, Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya gap dalam berkomunikasi khususnya antara kantor pusat
dengan kantor cabang-cabang yang ada, sehingga sosialisasi strategi perusahaan kurang dapat
dimengerti.
4.3.1.11. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Masa Depan
Dimensi Masa Depan di BCA menunjukkan nilai yang cukup baik, ditunjukkan dengan
nilai 3,69 (setuju). Dimensi ini menggambarkan perilaku perusahaan dalam memandang dan
bersikap terhadap masa depan perusahaan yang akan dihadapinya. Adapun setiap
komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat pada Tabel 4.14., sedangkan
nilai rata-rata dari setiap item dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Tabel 4.14. Dimensi Masa Depan
No. Item
1 Kami sadar bahwa perusahaan kami adalah perusahaan yang terdepan/terbaik di bidangnya. (+)
2 Kami tidak banyak berinvestasi di R&D. (-)
3 Perusahaan kami senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk-produk yang sangat inovatif, di mana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka membutuhkannya. (+)
4 Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam pengembangan produk baru. (-)
5 Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru. (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
88
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.13. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Masa Depan
Hasil survei menunjukkan bahwa karyawan memposisikan perusahaannya sebagai
perusahaan yang terdepan/terbaik di bidangnya (nilai 4,27). Hal ini ditunjang dengan kenyataan
bahwa sampai saat ini BCA merupakan perusahaan perbankan swasta terbesar di Indonesia,
khususnya untuk lingkup perbankan konsumer. BCA memang merupakan bank yang dapat
dikatakan merintis bisnis perbankan konsumer di Indonesia dengan produk Tahapan BCA-nya.
BCA juga mampu mendominasi dan menentukan arah bisnis perbankan konsumer. Selain itu,
ATM BCA pada akhirnya menjadi salah satu keunggulan daya saing (competitive advantage)
dari Tahapan BCA. ATM BCA bahkan sudah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian besar
masyarakat Indonesia yang sudah banking-minded.
Dalam pengembangan produk baru, BCA juga lebih menampilkan dirinya sebagai
pemimpin ketimbang pengikut pasar (nilai 3,54). Ketika bank-bank lain mencoba menggalang
dana dengan menarik para nasabah melalui produk deposito yang berbunga tinggi, BCA
menawarkan produk tabungan serba guna lewat Tahapan BCA yang disertai dengan iming-iming
berbagai hadiah. Melalui jaringan ATM sebagai salah satu layanan unggulannya, BCA berupaya
untuk melayani kebutuhan transaksi yang semakin meningkat. Tak heran jika hasil penelitian
lembaga riset terkemuka AC Nielsen pada tahun 2004 menunjukkan bahwa mayoritas pemegang
kartu ATM di Indonesia memiliki kartu ATM BCA (yang di kemudian hari dinamakan kartu
89
Paspor BCA) di dalam dompetnya. Hal ini tentu membuktikan keberhasilan BCA sebagai market
leader di bidang bisnis perbankan khususnya perbankan konsumer.
Nilai positif lain dari dimensi ini terletak pada kemampuan perusahaan untuk
menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk-produk yang sangat inovatif, di
mana konsumen sendiri belum tentu menyadari kalau mereka membutuhkannya, ditunjukkan
dengan nilai yang cukup memadai (3,83). Kemampuan untuk meluncurkan produk yang inovatif
ditunjukkan melalui perilisan layanan ATM. Menurut kisah yang diangkat dari buku “Beyond
Banking: Menguak Sukses BCA dalam Perbankan Konsumer di Indonesia”, ada satu fenomena
menarik yang dilihat oleh manajemen BCA pada saat hendak meluncurkan ATM. Cukup banyak
nasabah yang menarik uang pada hari Sabtu dan menyetor kembali uangnya pada hari Senin
lusanya. Ternyata, nasabah ini berjaga-jaga untuk persediaan seandainya mereka butuh uang
tunai pada malam minggu atau hari Minggu. Maka, solusi yang ditawarkan Tahapan BCA guna
mengatasi masalah nasabah ini adalah lewat pengembangan ATM. Dengan fasilitas ini, nasabah
pun dapat mengambil uang kapan saja, tanpa harus tergantung pada jam buka kantor BCA. Pada
akhirnya ATM BCA tidak hanya menawarkan kemudahan penarikan uang tunai, namun dapat
memberikan solusi untuk hampir semua transaksi pembayaran yang biasa dilakukan oleh nasabah
bank.
Hal lain dari dimensi ini yang cukup baik adalah para karyawan diberikan penghargaan
dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru (nilai 3,65) Besarnya penghargaan terhadap
karyawan yang inovatif dan kreatif menyebabkan karyawan menjadi termotivasi untuk memiliki
orientasi yang kuat untuk masa depan dan keinginan yang tinggi untuk berkreasi dan berinovasi
di kemudian hari.
Kelemahan utama dari dimensi ini adalah perusahaan masih berpikir panjang dan terkesan
mengesampingkan pentingnya investasi di R&D. Hal ini ditunjukkan dengan dengan nilai
terendah 3,14 dibandingkan dengan elemen-elemen lainnya pada dimensi masa depan.
Perusahaan harus mengingat bahwa inovasi merupakan faktor penting dalam sebuah siklus hidup
suatu bisnis. Tanpa inovasi suatu bisnis dapat menjadi stagnant atau bahkan mengalami
penurunan. Kendatipun BCA telah menjadi market leader dalam perbankan konsumer di
90
Indonesia, investasi di R&D tetap diperlukan untuk mendorong lahirnya inovasi-inovasi produk
yang baru.
4.3.1.12. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Orientasi Individu
Dimensi Orientasi Individu di BCA menunjukkan nilai terendah di antara dimensi-
dimensi lainnya, dengan nilai 2,43 (tidak setuju). Dimensi ini secara umum menggambarkan
seberapa jauh orientasi yang dimiliki oleh para karyawan terhadap nilai-nilai entrepreneurship
yang diterapkan di dalam perusahaan. Karyawan yang memiliki sifat-sifat entrepreneurial tentu
akan dengan lebih mudah untuk menangkap peluang di pasar. Orientasi individu yang tinggi juga
akan mampu mendorong perusahaan dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan dengan
lebih baik. Responden diminta untuk menilai perusahaan mengenai Orientasi Individu dengan
menggunakan sembilan pertanyaan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.15. Dimensi Orientasi Individu
No. Item
1 Saya sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. (+)
2 Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang tidak benar). (-)
3 Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaik-baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. (-)
4 Saya sering berkhayal/melamun ditempat kerja. (+) 5 Saya suka mempertanyakan dan berusaha merubah status
quo. (+) 6 Saya tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan.
(-) 7 Sangat penting bagi saya untuk mendapatkan gaji yang
adil dan pasti. (-) 8 Saya rela menukar gaji saya sekarang dengan gaji yang
lebih rendah dan kepemilikan saham pada suatu perusahaan baru, yang berisiko sekalipun. (+)
9 Saya lebih nyaman dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur/teratur. (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
91
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.14. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi Orientasi Individu
Satu-satunya nilai yang cukup baik pada dimensi orientasi individu ini adalah karyawan
memiliki angan-angan untuk menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri (4,00). Para karyawan
telah memiliki angan-angan dalam hal kewirausahaan, tetapi sayangnya hal ini tidak memperoleh
dukungan dari komponen-komponen lain. Mungkin sebagian besar karyawan berpikir bahwa
memiliki bisnis sendiri akan membutuhkan modal yang tidak sedikit, dan juga memiliki risiko
yang besar jika gagal, apalagi jika ditambah dengan iklim bisnis yang sedang kurang kondusif di
Indonesia akibat dampak panjang krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Beberapa hal dari dimensi ini yang berkenaan dengan orientasi individu dan perlu
diperhatikan oleh perusahaan adalah seperti: karyawan tidak menilai diri sendiri sebagai
pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang tidak benar), dengan nilai 2,45; jalan tercepat
untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan sebaik-baiknya sesuai deskripsi
pekerjaan yang telah ditentukan (nilai 1,89); karyawan tidak suka berkhayal/berangan-angan di
tempat kerja (nilai 2,13); karyawan tidak suka mempertanyakan dan berusaha merubah status quo
(nilai 3,19); karyawan tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan (nilai 2,02); sangat
penting bagi para karyawan untuk mendapatkan gaji yang adil dan pasti (nilai 1,70); karyawan
tidak rela menukarkan gajinya sekarang dengan gaji yang lebih rendah dan kepemilikan saham
pada suatu perusahaan baru yang berisiko sekalipun (nilai 2,47); dan karyawan lebih nyaman
92
dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur/teratur (nilai 2,01). Keseluruhan hal yang
telah disebutkan tersebut perlu mendapatkan perhatian dan pembenahan agar semangat dan nilai-
nilai entrepreneurship tidak hanya diterapkan di tempat kerja, namun juga dapat ditanamkan di
dalam diri karyawan itu sendiri.
Kebiasaan atau sifat dasar manusia memang sulit dirubah, meskipun perusahaan berusaha
menanamkan budaya maupun visi perusahaan dengan sebaik-baiknya. Begitu juga halnya dengan
dunia entrepreneurhsip. Hal ini mungkin terjadi karena para karyawan sudah terlalu merasa aman
dan nyaman dengan kondisi di tempat kerjanya, sehingga memiliki hambatan untuk mencoba
sesuatu yang baru, mengambil risiko, menghadapi ketidakpastian dan perubahan, serta memiliki
keberanian untuk melakukan hal-hal yang tidak lazim untuk menangkap peluang yang ada di
depan mata. Para karyawan merasa lebih nyaman dengan memperoleh gaji yang tetap, bekerja di
lingkungan yang strukturnya sudah rapi, ataupun mengikuti panduan dan prosedur di tempat
kerjanya. Hal-hal ini tentunya sangat bertentangan dengan cara pandang dan semangat
entrepreneurship di tempat kerja. Kurangnya jiwa entrepreneurship dari para karyawan
perusahaan memang tidak dapat dilepaskan dari kondisi eksternal yang terjadi di Indonesia di
mana kondisi ekonomi sangat bergejolak sehingga orang menjadi sulit mencari pekerjaan.
Akibatnya, karyawan menjadi lebih mementingkan faktor security dan safety dimana mereka
memilih untuk bekerja di lingkungan perusahaan yang teratur, serba pasti, dan dapat memperoleh
gaji setiap bulannya, dan kalau beruntung, mungkin mereka memiliki kesempatan untuk
dipromosikan dengan gaji dan jabatan yang lebih tinggi di perusahaan.
Pihak manajemen perlu mendorong, memotivasi dan menciptakan lingkungan yang
entrepreneurial di tempat kerja. Hal ini tentunya akan memotivasi karyawan untuk lebih jeli
dalam melihat peluang dan dapat mengeluarkan ide-ide yang inovatif untuk mengubah peluang
tersebut menjadi kesuksesan bagi perusahaan. Orientasi individu yang tinggi akan kemajuan
perusahaan tentu dapat mendorong perusahaan dalam mencapai visi dan misi yang telah
ditetapkan.
93
4.3.1.13. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai Kondisi Perusahaan
Kategori Kondisi Perusahaan merupakan informasi tambahan di mana responden diminta
menggambarkan persepsinya terhadap organisasi dengan empat buah kategori, yaitu kinerja
perusahaan dibanding kompetitor, pemberdayaan SDM, kemampuan berinovasi, dan dalam hal
penggajian karyawan. Secara umum, performa keempat faktor dari kondisi perusahaan dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.16. Kondisi Perusahaan
Kondisi Perusahaan Nilai
Kinerja perusahaan dibandingkan kompetitor 4.62 Pemberdayaan sumber daya manusia 4.44 Kemampuan inovasi 3.71 Penggajian karyawan 4.51
Rata-rata 4.32
Kondisi perusahaan BCA dinilai berdasarkan pendapat dari para karyawannya sudah
sangat baik, hal ini terlihat dari rata-rata penilaian karyawan terhadap perusahaannya yaitu
sebesar 4,32. Nilai tertinggi ada pada kategori kinerja perusahaan dibandingkan kompetitor yakni
sebesar 4,62, sedangkan nilai terendah diraih oleh kategori tentang kemampuan perusahaan
dalam hal inovasi sebesar 3.71. Gap antara nilai tertinggi dengan terendah cukup besar, yaitu
0,91. Perusahaan rupanya perlu bekerja keras untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal
berinovasi agar kategori ini tidak tertinggal dengan keunggulan-keunggulan lain yang telah
dimiliki oleh perusahaan. Untuk kategori pemberdayaan SDM dan penggajian karyawan sudah
sangat baik dan perlu dipertahankan, yakni dengan nilai sebesar 4,44 dan 4,51. Untuk lebih detil,
analisis terhadap setiap kategori dilakukan agar gambaran dari kondisi perusahaan dapat dilihat
dan dianalisis dengan teliti.
Analisis terhadap keempat pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
• Dari 100 responden, komposisi jawaban mengenai kinerja perusahaan dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
94
Gambar 4.15. Komposisi Jawaban Dalam Hal Kinerja Perusahaan
Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat buruk, 2 = di bawah rata-rata, 3
= rata-rata, 4 = di atas rata-rata, dan 5 = sangat baik), maka konversi ke dalam rentang
persepsinya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.17. Rentang Persepsi Kinerja Perusahaan Persepsi Rentang
Sangat buruk 1.0 - 1.8
Di bawah rata-rata 1.8 - 2.6
Rata-rata 2.6 - 3.4
Di atas rata-rata 3.4 - 4.2
Sangat baik 4.2 - 5.0
Berdasarkan survey, 69% karyawan menilai kinerja perusahaan sangat baik dibidangnya,
25% menganggapnya di atas rata-rata, 5% yang menyebutnya sama dengan rata-rata, hanya 1%
yang menilai kinerja perusahaan di bawah rata-rata, dan tidak ada seorang respodenpun yang
menganggap bahwa kinerja perusahaan tersebut buruk.
Dari segi kinerja perusahaan, hal ini merupakan prestasi yang luar biasa, karena
perusahaan ternyata memiliki competitive advantage yang tinggi, positioning yang hebat, dan
mampu menjadi market leader di bidangnya. Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan lagi
95
kinerja perusahaan yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan value added yang lebih
tinggi bagi perusahaan, BCA perlu untuk memperbaiki dimensi-dimensi intrapreneurship yang
mungkin masih memiliki kelemahan sekaligus juga mempertahankan dimensi-dimensi yang
sudah cukup baik.
• Komposisi jawaban mengenai pemberdayaan SDM dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.16. Komposisi Jawaban Dalam Hal Pemberdayaan SDM
Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat buruk, 2 = di bawah rata-rata, 3
= rata-rata, 4 = di atas rata-rata, dan 5 = sangat baik), maka konversi ke dalam rentang
persepsinya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.18. Rentang Persepsi Pemberdayaan SDM Persepsi Rentang
Sangat buruk 1.0 - 1.8
Di bawah rata-rata 1.8 - 2.6
Rata-rata 2.6 - 3.4
Di atas rata-rata 3.4 - 4.2
Sangat baik 4.2 - 5.0
96
Berdasarkan survey, 54% karyawan menilai pemberdayaan SDM sangat baik di
perusahaan, 39% menganggapnya di atas rata-rata, 4% yang menyebutnya sama dengan rata-rata,
hanya 3% yang menilai kinerja perusahaan di bawah rata-rata, dan tidak ada seorang
respodenpun yang menganggap bahwa pemberdayaan SDM perusahaan buruk.
Dari segi pemberdayaan SDM, hal ini merupakan prestasi yang luar biasa, karena
perusahaan ternyata memiliki kompetensi yang sangat tinggi di bidang pengelolaan SDM. Untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya, BCA memfokuskan diri pada
program pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk membangun kompetensi individu
dan organisasi, guna menunjang bank dalam mengembangkan kemampuan yang lebih baik dalam
bidang perbankan. Kegiatan tersebut mencakup program pelatihan, pengembangan karir, serta
revitalisasi organisasi. Dengan kualitas SDM yang kuat, niscaya perusahaan akan mampu tumbuh
dan berkembang ke arah yang lebih baik lagi.
• Komposisi jawaban responden mengenai perusahaan dalam hal inovasi dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 4.17. Komposisi Jawaban Dalam Hal Kemampuan Inovasi
Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat buruk, 2 = di bawah rata-rata, 3
= rata-rata, 4 = di atas rata-rata, dan 5 = sangat baik), maka konversi ke dalam rentang
persepsinya adalah sebagai berikut:
97
Tabel 4.19. Rentang Persepsi Dalam Hal Inovasi Persepsi Rentang
Sangat konservatif 1.0 - 1.8
Tidak suka bereksperimen 1.8 - 2.6
Rata-rata 2.6 - 3.4
Suka bereksperimen 3.4 - 4.2
Sangat suka bereksperimen 4.2 - 5.0
Berdasarkan survey, 25% karyawan berpendapat bahwa perusahaan sangat suka
bereksperimen, 44% menganggapnya cukup suka bereksperimen, 19% yang menyebutnya sama
dengan rata-rata, 1% yang menilai perusahaan tidak suka bereksperimen, dan ada 11% respoden
yang menganggap bahwa perusahaan bersikap sangat konservatif.
Dibandingkan dengan kategori lain dari kondisi perusahaan, kategori yang menyinggung
masalah inovasi menduduki peringkat nilai yang paling rendah yakni sebesar 3,71. Kendati nilai
ini masih dapat dikatakan cukup baik, namun kemampuan inovasi perusahaan masih perlu
ditingkatkan lagi, karena inovasi merupakan hal yang sangat penting terutama untuk menjaga
siklus hidup suatu bisnis.
Sejauh ini, produk yang ditawarkan oleh BCA kepada para nasabah cukup inovatif, mulai
dari Tahapan BCA yang multiguna, layanan ATM yang tersebar luas, fasilitas internet banking
melalui KlikBCA, hingga layanan hotline 24 jam melalui HALO BCA. Kemampuan inovasi
BCA dalam menawarkan produk perbankan bisa dikatakan selangkah lebih maju dari
kompetitornya. Bahkan BCA pernah menerima lima penghargaan sekaligus dari Museum Rekor
Indonesia (MURI), yang salah satu penghargaannya ditujukan untuk keberhasilan dari produk
utamanya, yaitu Tahapan BCA, sebagai produk tabungan yang punya fasilitas terbanyak dan
paling lama memberikan hadiah kepada nasabahnya sejak tahun 1989. Penghargaan ini tentunya
merupakan hasil kerja keras BCA yang terus menerus menciptakan terobosan produk perbankan
dan layanan yang kreatif dan berkualitas. Namun inovasi tentunya harus terus diberdayakan dan
didukung sepenuhnya oleh perusahaan untuk menjamin pertumbuhan di masa yang datang.
98
• Komposisi jawaban responden mengenai perusahaan dalam hal penggajian dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 4.18. Komposisi Jawaban Dalam Hal Penggajian
Berdasarkan survey, 63% karyawan berpendapat bahwa perusahaan sudah memberikan
gaji sesuai kinerjanya, 32% menganggapnya hampir sama dengan pesaing, hanya 5% yang
menyebutnya di bawah rata-rata, dan tidak ada seorangpun respoden yang menilainya buruk jika
dibandingkan dengan pesaing. Sistem penggajian akan berpengaruh langsung terhadap
performance karyawan. Memberikan gaji sesuai dengan kinerja, akan mendorong dan
meningkatkan motivasi karyawan untuk bekerja lebih baik. Dalam hal ini, BCA sudah cukup baik
melakukannya.
4.3.1.15. Analisis dan Intepretasi Hasil EOS Mengenai “Tentang Saya”
Analisis terhadap dimensi ini memberi gambaran secara umum mengenai hal-hal penting
yang perlu dievaluasi pada responden dalam hubungannya dengan sifat-sifat intrapreneurship.
Dari hasil EOS, jika dirata-ratakan dimensi ini memiliki nilai 3,55 (setuju). Hal ini berarti para
karyawan BCA telah memiliki karakter dan kepercayaan yang kuat terhadap nilai-nilai
intrapreneurship, walaupun masih perlu ditingkatkan lagi. Jika dimensi-dimensi lain responden
diminta untuk menilai perusahaan, maka pada dimensi “Tentang Saya”, responden diminta untuk
menilai dirinya sendiri menurut perspektif responden yang bersangkutan dengan menjawab
sepuluh pertanyaan seperti pada tabel berikut ini.
99
Tabel 4.20. Dimensi “Tentang Saya”
No. Item
1 Saya lebih bangga terhadap keberhasilan dari keahlian teknis saya dibandingkan dengan kemampuan saya dalam memimpin
2 Saya lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi belum mapan dan tidak terorganisasi
3 Sebagian besar orang di organisasi kami menggambarkan saya sebagai orang yang maverick (pemberani dan independent)
4 Saya bangga terhadap diri saya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan
5 Rekan saya menggambarkan saya sebagai orang kreatif yang suka kerja sendiri
6 Saya yakin entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan 7 Saya yakin entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki
banyak kualifikasi/ karakter lain yang tepat 8 Saya yakin entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan
pembelajaran 9 Saya yakin entrepreneur bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang
entrepreneur 10 Sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman
bukan dari karakter personal
Nilai rata-rata setiap pertanyaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.19. Nilai Rata-rata Tiap Pertanyaan Pada Dimensi “Tentang Saya”
Secara garis besar, para karyawan di BCA sebenarnya sudah memiliki pandangan yang
benar tentang seorang entrepreneur, namun sayangnya hanya sebatas konsep. Hal ini ditunjukkan
oleh keyakinan yang tinggi bahwa entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki
100
banyak kualifikasi/ karakter lain yang tepat (nilai 4,02); keyakinan tentang entrepreneur sukses
adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran (nilai 4,04), anggapan bahwa entrepreneur
bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur (nilai 4,04), dan pandangan bahwa
sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter
personal (nilai 3,81). Hal ini tentunya dapat menjadi modal dasar dalam membangun sifat-sifat
entrepreneurship di dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat memberi value added bagi
perusahaan. Para karyawan menilai bahwa entrepreneur sukses dapat ditumbuhkan dan
dipelajari, bukan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir. Hal ini dipandang merupakan hasil
dari sebuah proses pembelajaran baik dalam hal keterampilan maupun sikap yang dibutuhkan
untuk menjadi seorang entrepreneur. Sayangnya keyakinan-keyakinan tersebut tidak didukung
dengan anggapan bahwa entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan (nilai 3,34).
Sedangkan hal lain yang perlu diperbaiki dalam dimensi ini adalah rendahnya kebanggaan
para karyawan terhadap dirinya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan, dengan
nilai 3,02. Padahal, hal ini memiliki hubungan yang cukup erat dalam intrapreneurship. Mengerti
politik di dalam perusahaan sangat berguna, misalnya untuk memotong jalur birokrasi yang
berbelit-belit, menggalang dukungan dari sesama karyawan untuk mendukung idenya, dengan
cerdik mengupayakan peluang yang ada kendatipun tidak direncanakan sebelumnya oleh
perusahaan. Para karyawan juga tidak merasa dirinya sebagai orang yang maverick (pemberani
dan independent), dengan nilai 3,29 (ragu-ragu), padahal sifat maverick diperlukan oleh seorang
intrapreneur, misalnya saja dalam hal keberanian mengambil resiko.
Di samping itu, kurangnya kreatifitas dan kemampuan bekerja secara mandiri para
karyawan juga perlu disoroti (nilai 3,23). Hal ini mungkin juga disebabkan karena para karyawan
cenderung lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi
dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang belum mapan dan tidak terorganisasi (nilai
3,35), akibatnya para karyawan cenderung sangat berhati-hati untuk tidak berbuat salah, dan lebih
nyaman untuk melakukan rutinitas kerja yang sudah pasti daripada harus menghasilkan ide-ide
baru, ataupun kreativitas yang mampu memberikan nilai tambah. Karyawan juga masih lebih
membanggakan keahlian teknisnya daripada kemampuan memimpin (nilai 3,32). Akibatnya
101
keahlian mereka menjadi hanya terpaku pada aktivitas sehari-hari perusahaan, dan menemui
keterbatasan dalam mengarahkan dan memberdayakan orang-orang yang dikepalainya.
4.3.2. Deskripsi Entrepreneurial Leadership Questionaire (ELQ)
Tujuan dilakukannya ELQ adalah untuk menilai orientasi/pandangan manager terhadap
kepemimpinan yang berjiwa entrepreneurial/kewirausahaan. ELQ ini digunakan untuk menilai
atasan/manajer oleh para karyawan yang ada di perusahaan yang bersangkutan.
Pada ELQ ini, akan dilihat perbandingan antara apa yang menjadi keinginan dari para
karyawan mengenai perusahaan dan apa saja yang telah dilakukan ataupun yang belum sesuai
dengan keinginan dan harapan karyawan mengenai perilaku manajerial di perusahaan tersebut.
Dengan demikian hal-hal apa saja yang perlu menjadi bahan perbaikan bagi perusahaan akan
terlihat dan dapat dianalisis.
Pada test ini penilaian dilakukan terhadap 2 faktor, yaitu ”I” dan ”F” pada masing-masing
tipologi. Huruf “I”(important) menunjukan seberapa penting perilaku atau peran seorang manajer
dan huruf “F” (frequency) menunjukan seberapa sering manajer melaksanakan hal tersebut.
Dalam survei ini, nantinya dapat dilihat atau diukur kesenjangan antara perilaku-perilaku yang
dianggap penting oleh para karyawan dan seberapa sering pihak manajemen melaksanakan
perilaku tersebut. ELQ dinilai dari setiap pertanyaan yang valid dijumlahkan. Jumlah tersebut
dibandingkan dengan selang nilai panduan yang diberikan untuk mengetahui bobot dari tiap-tiap
aspek. Analisis akan didasarkan dari selang nilai panduan tersebut, apakah tinggi, sedang, atau
rendah, seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.21. Panduan Rentang Nilai Pembanding ELQ
Nilai: GEL Explorer Miner Accelerator Integrator
High 34-45 34-45 26-35 38-50 53-70
Medium 23-33 23-33 18-25 27-37 36-52
Low 9-22 9-22 7-17 10-26 14-35
102
Sedangkan hasil ELQ yang dilakukan di BCA dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.22. Hasil Perhitungan ELQ
Tipologi Nilai Skala Selisih
I 31.08 M GEL
F 26.68 M 4.40
I 38.00 H Explorer
F 32.78 M 5.22
I 29.76 H Miner
F 25.64 M 4.12
I 43.83 H Accelerator
F 36.81 M 7.02
I 56.90 H Integrator
F 49.85 M 7.04
Hasil ELQ yang dilakukan di BCA juga dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.20. Karakteristik Entrepreneurial Leadership di BCA
Dari hasil ELQ, dapat dilihat bahwa penilaian terhadap General Entrepreneurial
Leadership (GEL) menunjukkan bahwa frekuensi pelaksanaan dan tingkat kepentingannya
berada pada kategori yang sama (M), sedangkan untuk tipe explorer, miner, accelerator, dan
Keterangan: I : Important F: Frequency L: Low M: Medium H: High
103
integrator, terdapat gap/selisih untuk tiap tipe (masing-masing High untuk tingkat kepentingan
dan Medium untuk frekuensi pelaksanaannya).
Dari kelima tipe tersebut, kesenjangan (gap) yang terjadi antara tingkat kepentingan
dengan intensitas perilaku manajer adalah sebagai berikut: untuk tipe GEL sebesar 4,40; untuk
tipe explorer sebesar 5,22; untuk tipe miner sebesar 4,12; untuk tipe accelerator sebesar 7,02;
sedangkan untuk tipe integrator sebesar 7,04. Kesenjangan ini timbul karena manajer memiliki
frekuensi pelaksanaan yang lebih rendah daripada tingkat kepentingannya menurut karyawan
yang menilai. Jika melihat besarnya gap yang terjadi untuk semua tipologi kepemimpinan yang
ada, gap yang ada sebenarnya berada pada level yang cukup moderat, artinya tidak terlalu rendah
namun juga tidak terlalu tinggi, yaitu berada pada kisaran 4,12 hingga 7,04.
Karena setiap tipe diukur dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan dengan jumlah
yang berbeda dan tentunya memiliki range yang berbeda untuk tiap tipologi, maka untuk
menganalisis Entrepreneurial Leadership di BCA digunakan juga persentase dilaksanakannya
tiap pernyataan oleh manajer dan top management terhadap tingkat kepentingan pernyataan
tersebut (F/I). Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan tersebut.
Tabel 4.23. Kesenjangan Antara Frekuensi Terhadap Tingkat Kepentingan
Tipe Selisih Nilai
Maksimum F/I (%) GEL 4.40 45 85.84 Explorer 5.22 45 86.26 Miner 4.12 35 86.16 Accelerator 7.02 50 83.98 Integrator 7.04 70 87.62
Adapun nilai selisih diperoleh melalui pengurangan nilai ”I” dengan nilai ”F” yang data-
datanya telah diperoleh melalui survey. Nilai maksimum adalah selisih antara batas teratas
dengan batas terbawah dari range nilai pembanding untuk masing-masing tipologi kepemimpinan
yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan besarnya persentase diperoleh dari pembagian nilai
”F” dengan nilai ”I” lalu dikalikan dengan 100%.
104
Dari tabel tersebut, dengan melihat besarnya persentase untuk tiap tipe, nilai persentase
terbesar diraih oleh tipe integrator yakni 87,62%; sedangkan nilai persentase terendah dimiliki
oleh tipe accelerator yaitu sebesar 83,98%. Untuk lebih detil, analisis terhadap setiap tipologi
entrepreneurial leadership dilakukan agar gambaran dari kepemimpinan di perusahaan dapat
dilihat dan dianalisis dengan teliti.
4.3.2.1. Analisis dan Intepretasi Hasil Tipe Explorer
Kesenjangan yang terjadi pada tipe explorer adalah sebesar 5,22 (F/I = 86,26%). Tipe
explorer merupakan seorang external activist yang biasanya terlibat langsung dengan value-
creating activity dalam mengembangkan pasar baru, produk dan servis baru, atau keduanya. Tipe
ini memiliki karakter yang sangat jeli dalam melihat peluang pasar dan berani mengambil resiko
apabila dianggap perlu dalam menangkap peluang pasar.
Selisih rata-rata antara tingkat kepentingan dan frekuensi pelaksanaan setiap pertanyaan
yang digunakan untuk mengukur tipe explorer (daftar pertanyaan dilampirkan pada Lampiran B)
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.24. Kesenjangan Tipe Explorer
Nomor Pertanyaan Selisih
1 0.63
2 0.36
3 0.43
8 0.72
9 0.54
10 0.92
16 0.72
18 0.46
19 0.44
Secara garis besar, gap yang terjadi antara nilai “I” dengan “F” untuk semua pertanyaan
dengan kategori tipe explorer terbilang moderat, karena masih di bawah 1,00. Hal yang paling
105
perlu untuk diperbaiki ada pada pertanyaan nomor 10, yakni dalam meyakinkan secara efektif
kepada atasan tentang ide-ide bisnis baru (gap = 0,92). Jika penilaian ELQ ini dihubungkan
dengan penilaian EOS yang telah dilakukan sebelumnya, maka sebenarnya perusahaan sudah
memiliki dimensi dukungan terhadap ide baru (support for new ideas) yang cukup baik (nilai
3,83). Pada dimensi umum, perusahaan juga terlihat antusias dalam menyediakan dana untuk ide-
ide yang benar-benar bagus (pertanyaan nomor 4) dengan nilai 4,17.
Jadi sebenarnya hambatan terbesar dari kekurangmampuan karyawan untuk meyakinkan
atasan secara efektif tentang ide-ide baru berasal dari lemahnya orientasi individu (nilai 2,43)
terhadap entrepreneurship dan rendahnya dimensi pengambilan risiko (nilai 2,72). Hal ini terjadi
karena:
• Keyakinan karyawan yang beranggapan bahwa jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah
dengan melakukan pekerjaan sebaik-baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah
ditentukan. Hal ini tentunya membuat karyawan menjadi tidak termotivasi untuk memikirkan
ide-ide baru, apalagi sampai harus meyakinkan atasan bahwa idenya itu bagus dan layak
dipertimbangkan.
• Karyawan tidak suka berkhayal/berangan-angan di tempat kerja. Dari sudut pandang
entrepreneurship, melamun atau berangan-angan jangan dikonotasikan sama dengan sebuah
kebiasaan yang mengurangi tingkat efisiensi ataupun efektivitas kerja. Sebaliknya, dengan
berangan-angan, karyawan mungkin dapat memperoleh inspirasi untuk menuangkan ide-ide
bisnis baru yang mungkin bisa jadi sangat prospektif.
• Dari dimensi resiko, karyawan juga terlihat terlalu berhati-hati untuk tidak membuat
kesalahan. Hal ini membuat karyawan menjadi takut atau malu untuk berbuat salah karena
membicarakan ide-ide bisnis barunya, jika ternyata ide bisnis yang mereka ajukan dinilai
tidak layak. Tentu saja hal ini dapat membuat karyawan menjadi berkecil hati dan tidak
berani lagi untuk menyampaikan ide-ide cemerlang mereka di masa mendatang.
4.3.2.2. Analisis dan Intepretasi Hasil Tipe Miner
Kesenjangan yang terjadi pada tipe miner adalah sebesar 4,12 (F/I = 86,16%). Tipe ini
merupakan internal activist yang banyak terlibat langsung dalam proses bisnis di dalam
106
perusahaan. Tipe ini memiliki karakter yang handal dalam menemukan cara untuk merampingkan
proses atau memperbaiki penggunaan aset sehingga dapat meningkatkan efisiensi di tubuh
perusahaan.
Selisih rata-rata antara tingkat kepentingan dan frekuensi pelaksanaan setiap pertanyaan
yang digunakan untuk mengukur tipe miner (daftar pertanyaan dilampirkan pada Lampiran B)
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.25. Kesenjangan Tipe Miner
Nomor Pertanyaan Selisih
6 0.72
7 0.70
15 0.47
31 0.51
36 0.59
37 0.56
39 0.57
Secara garis besar, gap yang terjadi antara nilai “I” dengan “F” untuk semua pertanyaan
dengan kategori tipe miner terbilang moderat bahkan cenderung rendah, karena masih di bawah
1,00; bahkan tidak ada yang lebih dari 0,75. Hal yang paling perlu untuk diperbaiki ada pada
pertanyaan nomor 6, yakni ketidakmampuan karyawan untuk berkomunikasi secara positif
dengan atasan menyangkut hal-hal yang bisa dilakukan dengan lebih baik (gap = 0,72). Jika
penilaian ELQ ini dihubungkan dengan penilaian EOS yang telah dilakukan sebelumnya, maka
masalah sebenarnya yang terjadi di perusahaan adalah karena lemahnya orientasi individu (nilai
2,43) terhadap entrepreneurship dan rendahnya dimensi fleksibilitas (nilai 3,29).
Hal ini disebabkan oleh:
• Ketidakmampuan karyawan untuk mempertanyakan dan berusaha merubah status quo, dapat
dikatakan sebagai penyebab utama mengapa karyawan sulit untuk berkomunikasi secara
positif dengan atasan menyangkut hal-hal yang bisa dilakukan dengan lebih baik. Karyawan
mungkin merasa segan untuk mengubah suatu hal yang sudah berlangsung sebagaimana
107
mestinya di perusahaan, sehingga karyawan merasa tidak perlu untuk berdiskusi dengan
atasannya tentang hal-hal yang bisa dilakukan dengan lebih baik.
• Tuntutan dari perusahaan kepada karyawan agar melalui tahap-tahap yang telah ditentukan
dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini tentu membuat karyawan selalu merasa bahwa
mereka harus terus mengikuti standar formal ataupun prosedur pekerjaan yang sedang mereka
lakukan, sehingga mereka menjadi tidak tertantang untuk menyampaikan saran kepada atasan
tentang hal-hal yang bisa dilakukan dengan lebih baik lagi di dalam perusahaan.
• Sikap para karyawan yang mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam
perusahaan. Hal ini tentu menyebabkan timbulnya kesenjangan antara atasan dengan bawahan
dalam hal berkomunikasi. Hambatan komunikasi tentu membuat para karyawan merasa tidak
percaya diri dalam menyampaikan saran ataupun kritik untuk perusahaan.
4.3.2.3. Analisis dan Intepretasi Hasil Tipe Accelerator
Kesenjangan yang terjadi pada tipe accelerator adalah sebesar 7,02 (F/I = 83,98%). Tipe
ini merupakan seorang internal catalyst yang biasanya memimpin suatu unit, divisi, atau anak
buah perusahaan. Tipe ini senang dalam mendorong dan memberdayakan karyawannya untuk
lebih inovatif dan entrepreneurial. Accelerator sering kali mendukung para karyawannya untuk
berani mengambil resiko dan mendorong karyawan untuk mengembangkan ide-ide inovatif demi
perbaikan organisasi atau perusahaan.
Selisih rata-rata antara tingkat kepentingan dan frekuensi pelaksanaan setiap pertanyaan
yang digunakan untuk mengukur tipe accelerator (daftar pertanyaan dilampirkan pada Lampiran
B) adalah sebagai berikut:
108
Tabel 4.26. Kesenjangan Tipe Accelerator
Nomor Pertanyaan Selisih
4 0.72
11 0.68
14 0.35
17 0.62
20 0.76
21 0.65
22 0.88
23 0.77
24 0.90
25 0.69
Secara garis besar, gap yang terjadi antara nilai “I” dengan “F” untuk semua pertanyaan
dengan kategori tipe accelerator terbilang moderat, karena masih di bawah 1,00. Hal yang paling
perlu diperbaiki ada pada pertanyaan nomor 24, yakni ketidakmampuan atasan dalam
menyediakan waktu untuk membantu karyawan menemukan cara memperbaiki produk dan jasa
(gap = 0,90). Jika penilaian ELQ ini dihubungkan dengan penilaian EOS yang telah dilakukan
sebelumnya, maka masalah sebenarnya yang terjadi di perusahaan adalah karena lemahnya
dimensi perusahaan secara umum (nilai 3,26) terutama untuk pertanyaan nomor 1, dan rendahnya
dimensi pengambilan risiko (nilai 2,72).
Hal ini disebabkan oleh:
• Ketidakmampuan atasan dalam menyediakan waktu untuk membantu karyawan menemukan
cara memperbaiki produk dan jasa mungkin disebabkan karena atasan lebih memilih untuk
melakukan pengendalian anggaran secara ketat. Atasan mungkin berpikir bahwa efisiensi di
dalam proses bisnis hanya berbicara masalah pengurangan biaya. Karena beranggapan bahwa
besarnya biaya selalu dapat ditekan oleh ketatnya anggaran, maka para atasan merasa tidak
perlu untuk membenahi masalah teknis ataupun non-teknis yang menyangkut perbaikan
produk dan jasa.
• Dari sudut pandang dimensi pengambilan resiko, para karyawan masih terlalu berhati-hati
untuk tidak membuat kesalahan. Atasan mereka mungkin belum memberikan peluang yang
109
terbuka lebar kepada para karyawan untuk mencoba dalam merealisasikan ide-ide mereka.
Akibatnya, para karyawan menjadi tidak terdorong untuk melakukan suatu hal yang baru dan
inovatif dengan maksud untuk mencari cara-cara dalam memperbaiki produk dan jasa, karena
takut dengan risiko kegagalan yang mungkin dianggap cukup besar.
4.3.2.4. Analisis dan Intepretasi Hasil Tipe Integrator
Kesenjangan yang terjadi pada tipe integrator adalah sebesar 7,04 (F/I = 87,62%). Dalam
struktur organisasi, tipe ini merupakan seorang external catalyst yang biasanya berada pada level
senior atau top management. Fokus seorang integrator adalah enterprise. Integrator adalah
seorang yang dituntut untuk mampu dalam menciptakan strategi yang bersifat entrepreneurial.
Untuk menunjang strategi tersebut, maka seorang integrator perlu untuk membangun kualitas
sumber daya manusia yang handal, serta struktur, proses, dan budaya yang mampu mendorong
karakter perusahaan agar lebih bersifat entrepreneurial.
Selisih rata-rata antara tingkat kepentingan dan frekuensi pelaksanaan setiap pertanyaan
yang digunakan untuk mengukur tipe integrator (daftar pertanyaan dilampirkan pada Lampiran
B) adalah sebagai berikut:
110
Tabel 4.27. Kesenjangan Tipe Integrator
Nomor Pertanyaan Selisih
13 0.64
28 0.32
33 0.64
35 0.33
40 0.52
41 0.60
42 0.64
43 0.53
44 0.62
45 0.59
46 0.75
47 0.55
48 0.94
49 0.77
Secara garis besar, gap yang terjadi antara nilai “I” dengan “F” untuk semua pertanyaan
dengan kategori tipe integrator terbilang moderat, karena masih di bawah 1,00. Hal yang paling
perlu untuk diperbaiki ada pada pertanyaan nomor 48, yakni top management cenderung sulit
untuk menyisihkan uang di luar anggaran rutin untuk membiayai dan mendukung ide-ide inovatif
(gap = 0,94). Jika penilaian ELQ ini dihubungkan dengan penilaian EOS yang telah dilakukan
sebelumnya, maka masalah sebenarnya yang terjadi di perusahaan adalah karena lemahnya
dimensi perusahaan secara umum (nilai 3,26) terutama untuk pertanyaan nomor 5, kurangnya
dimensi perencanaan strategi (nilai 3,30) terutama untuk pertanyaan nomor 3, serta rendahnya
dimensi pengambilan risiko (nilai 2,72).
Hal ini disebabkan oleh:
• Secara umum, kesulitan top management untuk menyisihkan uang di luar anggaran rutin
untuk membiayai dan mendukung ide-ide inovatif disebabkan karena mereka membutuhkan
banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran. Akibatnya,
proses pencairan dana untuk investasi baik untuk R&D, pengembangan bisnis baru,
111
penanaman modal usaha, maupun untuk investasi-investasi lain akan menemukan banyak
hambatan.
• Dari sudut pandang dimensi perencanaan strategi, rendahnya dorongan top management
untuk membiayai dan mendukung ide-ide inovatif dengan menyisihkan uang di luar anggaran
rutin, mungkin disebabkan karena mereka terlalu mengharapkan para manajer di bawahnya
untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan. Akibatnya, top management
beranggapan bahwa dengan penganggaran yang sudah ada, para manajer dapat bekerja secara
efisien dan memenuhi standar rencana yang sudah ditetapkan.
• Dari sudut pandang dimensi pengambilan risiko, mayoritas karyawan di perusahaan tersebut
lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. Akibatnya, top
management merasa tidak perlu untuk untuk membiayai dan mendukung ide-ide inovatif
dengan menyisihkan uang di luar anggaran rutin, karena dengan anggaran yang sudah ada
perusahaan dianggap sudah mampu untuk memenuhi target pertumbuhan tahunan.
4.3.2.5. Analisis dan Intepretasi Hasil Tipe GEL
Kesenjangan yang terjadi pada tipe GEL adalah sebesar 4,40 (F/I = 85,84%). GEL adalah
tipe pemimpin yang memiliki sifat entrepreneurial secara umum. Tipologi ini, yaitu General
Entrepreneurial Leadership (GEL) merupakan suatu tipe yang secara umum memotong
keseluruhan dari empat tipologi yang telah dibahas sebelumnya.
Selisih rata-rata antara tingkat kepentingan dan frekuensi pelaksanaan setiap pertanyaan
yang digunakan untuk mengukur tipe GEL (daftar pertanyaan dilampirkan pada Lampiran B)
adalah sebagai berikut:
112
Tabel 4.28. Kesenjangan Tipe GEL
Nomor Pertanyaan Selisih
5 0.39
12 0.56
26 0.47
27 0.46
29 0.01
30 0.60
32 0.59
34 0.54
38 0.78
Secara garis besar, gap yang terjadi antara nilai “I” dengan “F” untuk semua pertanyaan
dengan kategori tipe GEL terbilang moderat, karena masih di bawah 1,00. Hal yang paling perlu
untuk diperbaiki ada pada pertanyaan nomor 38, yakni pihak manajemen mengalami kesulitan
untuk mau mendengarkan saran dari orang lain mengenai bagaimana suatu hal dapat dikerjakan
dengan cara yang berbeda (gap = 0,78). Jika penilaian ELQ ini dihubungkan dengan penilaian
EOS yang telah dilakukan sebelumnya, maka masalah sebenarnya yang terjadi di perusahaan
adalah karena kurangnya dimensi perencanaan strategi (nilai 3,30), serta rendahnya dimensi
pengambilan risiko (nilai 2,72).
Hal ini disebabkan oleh:
• Dari sudut pandang dimensi perencanaan strategi, pihak manajemen lebih memilih untuk
mengerjakan suatu hal melalui proses yang sudah baku, atau berdasarkan perencanaan
strategi yang formal. Akibatnya, pihak manajemen menganggap tidak perlu untuk
mendengarkan saran dari orang lain mengenai bagaimana suatu hal dapat dikerjakan dengan
cara yang berbeda, karena cara yang diajukan belum tentu terbukti benar atau mungkin lebih
baik.
• Dari sudut pandang dimensi pengambilan resiko, pihak manajemen masih terlalu berhati-hati
untuk tidak membuat kesalahan. Akibatnya, pihak manajemen mengalami kesulitan untuk
mau mendengarkan saran dari orang lain mengenai bagaimana suatu hal dapat dikerjakan
dengan cara yang berbeda, karena cara yang baru dan berbeda tentu memiliki tingkat risiko
113
yang lebih tinggi untuk gagal atau salah daripada cara yang lazim sudah dipakai perusahaan
dari waktu ke waktu.