BAB I,II,III rudy.docx

download BAB I,II,III rudy.docx

of 54

Transcript of BAB I,II,III rudy.docx

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Hampir semua pasien yang dirawat di rumah sakit 50% diantaranya mendapat terapi intravena. Terapi ini hampir diberikan di semua unit pelayanan kesehatan seperti ditemukan dalam perawatan akut, perawatan emergensi, perawatan ambulatory, dan perawatan kesehatan di rumah. Hal ini membuat besarnya populasi yang berisiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan intravena (Abram&Mulyadi, 2013).Terapi intravena merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan (Christian, 2013).59

Kesalahan dalamterapi intravena akan dapat menimbulkankomplikasi sampingan. Salah satunya adalahkejadian flebitis. Menurut Perry dan Potter (2005) flebitis merupakan peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi kimiawi zat aditif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena. 60

2

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya flebitis yaitu : jenis kateter intravena (IV), ukuran kateter IV, pemasangan melalui vena seksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang terpasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan prinsip anti septik, cairan infus yang hipertonik, dan darah tranfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme. (Sartoyo, 2011 dalam Christian, 2013)Angka kejadian flebitis di Negara maju seperti Amerika terdapat angka kejadian 20.000 kematian per tahun akibat dari infeksi nosokomial salah satunya adalah flebitis yang di timbulkan oleh tindakan pemasangan terapi intravena. Sedangkan di Negara di Asia Tenggara infeksi nosokomial (flebitis) sebanyak 10.0%.dari data tersebut infeksi nosokomial (flebitis) tertinggi terdapat di Negara Malaysia sebesar 12,7%. Kejadian phlebitis di rumah sakit rata rata masih tinggi, akan tetapi dalam pencatatannya hampir semua rumah sakit tidak melebihi indikator kejadian Plebitis. Standart kejadian yang direkomendasikan oleh Intravenous Nurses Sosiety (INS) adalah < 5%. (Rahayu, bekti. 2013). Adapun di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes (2004), proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 pasien dari jumlah pasien beresiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047 (35,7%). (Khumaidi, 2013). Sedangkan di provinsi jawa timur (11%) dan di kabupaten mojokerto angka (5%) (Dinkes, 2008). Dari hasil studi pendahuluan di ruang interna RSI sakinah mojokerto didapat dari 24 pasien yang terpasang infus selama 3 hari didapatkan 9 pasien mengalami plebitis (37,5%).Flebitis hampir selalu diawali dengan peningkatan permeabilitas kapiler pada terapi intravena dengan ph dan osmolaritas tinggi, dimana protein dan cairan masuk kedalam ruang intertisial. Rata-rata pada setiap 48 jam pemasangan infus sel endotel pada lapisan intima mengalami trauma terisitasi secara mekanik, kimia, dan bakteri. Sistem imun tubuh sebagai barer tubuh menyebabkan leukosit menuju dan berkumpul pada daerah trauma iritasi. Saat leukosit dilepaskan, pirogen juga merangsang sumsum tulang melepaskan leukosit dalam jumlah besar. Kemerahan dan ketegangan meningkat pada setiap tahap derajat flebitis(Masiyati, 2000 dikutip dari Ucieha, 2013).Flebitis berpotensial membahayakan karena tromboflebitis atau pembekuan darah dan beberapa kasus dapat menyebabkan pembentukan emboli yang terjadi pada saat klien menerima pemberian larutan yang terlalu cepat dapat juga diperoleh dipnea dan takikardi (Perry &potter, 2006). Sedangkan menurut Brunner dan Suddart (2002) Phlebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjaditrombophlebitis,trombophlebitisadalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan darah. Dan perjalanan penyakit ini bersifat jinak namun jika trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk ke jantung maka dapat menimbulkan gumpalan darah seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventikular jantung secara mendadak dapat menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan phlebitis sebagai salah satu permasalahan yang penting untuk dibahas, di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan.Flebitis bisa dilakukan dengan teknik aseptik yang ketat pada saat pemasangan dan manipulasi sistem IV keseluruhan, plester hub kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi vena berikutnya, mengencerkan obat-obtan iritasi jika mungkin dalam jumlah larutan maksimal, rotasi sisi IV setiap 48 jam untuk membatasi iritasi dinding vena oleh kanula obat-obatan (Sharon, 2000). Dan menurut potter dan perry (2005) infeksi yang terkait dengan pemberian infus dapat dikurangi dengan empat intervensi yaituperawat melakukan teknik cuci tangan yang aktif untuk menghilangkan organisme gram negatif sebelum mengenakan sarung tangan saat melakukan prosedur pungsi vena. Perawat juga harus mengganti semua kateter vena perifer, termasuk lok heparin, sekurang-kurangnya setiap 72 jam. Selain itu, perawat mempertahankan sterilitas sistem IV saat mengganti selang, larutan, dan balutan.Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Hubungan lamanya pemasangan infus intravena dengan kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut Adakah hubungan lamanya pemasangan infus intravena dengan kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto?1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan UmumMengetahui hubungan lamanya pemasangan infus Intravena dengan kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto.1.3.2 Tujuan Khusus1. Mengidentifikasi lamanya pemasangan infus Intravena di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto.2. Mengidentifikasi kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto.3. Menganalisis hubungan lamanya pemasangan infus Intravena dengan kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto.1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Bagi penelitiBagi peneliti agar dapat mengaplikasikan teori dan konsep dalam sebuah penelitian dan dapat meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan untuk pencegahan flebitis.1.4.2 Bagi Instansi kesehatanSebagai masukan untuk tenaga kesehatan agar mengembangkan pelayanan kesehatan khususnya dalam penanganan dan pencegahan kejadian flebitis.1.4.3 Bagi Peneliti SelanjutnyaDapat dijadikan referensi sehingga hasil peneliti bisa dipakai sebagai acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya tentang adakah hubungan lamanya pemasangan kateter IV dengan kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto.

BAB IITINJAUAN PUSTAKADalambab ini penulis akan menjelaskan : 1. Konsep dasar infus IV, 2. Konsep dasar flebitis, 3. Kerangka teori, 4. Kerangka konseptual, 5. Hipotesa penelitian.1. Konsep infus IV0. Pengertian infusInfus adalah tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang memerlukan masukan cairan melalui intravena.Pemberian cairan infus dapat diberikan pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrien yang berat.Tindakan ini membutuhkan kesterilan karena ini langsung berhubungan dengan pembuluh darah.Pemberian cairan melalui infus dengan memasukkan melalui vena (pembuluh darah pasien) diantaranya vena lengan (vena sefalika, basilica, mediana kubiti), pada tungkai (vena savena), atau vena yang ada dikepala seperti vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak) (alimul aziz, 2004).Infus atau Kanula intravena digunakan untuk pasien yang membutuhkan akses intravena terus-menerus karna perlu injeksi intravena berulang atau berpotensi memerlukan resusitasi segera. Tindakan ini menimbulkan nyeri sehingga anda membutuhkan kerjasama penuh dari pasien bila memungkinkan. Setiap kalinya, kanulasi hanya boleh dicoba paling banyak tiga kali karena menyakitkan dan mungkin pasien tidak mau bekerja sama lagi. Bila anda memperkirakan bahwa kanulasi akan sulit, cari vena terbaik dengan cermat, dan gunakan krim anestetik topical yang dioleskan paling tidak satu jam sebelumnya dan bila mungkin minta bantuan ahli (Dacre, 2004).0. Tujuan pemasangan infus1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.1. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi.1. Tranfusi darah dan produk darah.1. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi.(Iyan Darmawan, 2008)0. Indikasi pemasangan infus2. Memberikan obat-obatan melalui infuseYaitu pemberian antibiotika atau cairan obat lain yang pemberiannya harus melalui parentral2. Pemberian cairan elektrolitCairan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit terdiri dari cairan dengan bermacam-macam jenis kation dan anion sebagai contoh 0,9% NaCl dan Ringer Lactat.2. Pemberian nutrisi parenteralCairan yang digunakan mengandung karbohidrat dan air, misalnya dekstrose 5% dan salin.2. Menggantikan bagian darah yang hilangYaitu cairan ekspanden yang diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang hilang, misalnya dekstran, plasma, serum humen albumin (Kozier, 1999)0. Anatomi dan Sistem venaStruktur dinding pembuluh darah arteri dan vena terdiri dari tiga lapisan yaitu tunima intima (lapisan yang paling dalam), tunika media (lapisan tengah) dan tunika adventia (lapisan paling luar).Lapisan-lapisan ini memiliki struktur yang berbeda dipengaruhi oleh lokasi dan fungsi pada masing-masing pembuluh.3. Tunika intima merupakan lapisan endothelial tunggal, lembut dan datar sepanjang pembuluh darah, jaringan penghubung subendothelial dan basal lamina atau dasar membran. Lapisan endothelial lebih pendek dan basal lamina lebih luas.3. Tunika media mengandung otot lembut dan jaringan serabut lain dan tersusun melingkari seluruh pembuluh darah. Lapisan tebal dari penghubung jaringan dengan serabut elastin dan serabut otot halus, meskipun lebih tipis dari pada lapisan yang sama pada arteri.3. Tunika adventia adalah jaringan penyambung yang berserabut, tersusun sepanjang pembuluh darah. Ada banyak variasi pada tunika adventia tergantung pada tipe pembuluh darah. Tunika adventia mengandung vasa vasorum, saraf simpatetik dan afferent (Devi Ashari, 2004).

0. Lokasi pemasangan infusMenurut kamus besar bahasa Indonesia lokasi adalah tempat, sesuatu yang dipakai untuk menaruh (menyimpan, meletakkan, dsb) (dekdibud, 1995). Pemilihan lokasi sangat mempengaruhi angka kejadian flebitis. Ada beberapa vena besar pada tubuh antara lain pada area lengan disana terdapat beberapa vena besar (vena basilica, vena sefalika, dan vena media kubiti) dan di daerah tungkai (vena sefena magna, vena savena parva) (Omar faiz, 2004).Pemilihan vena sesuai aturan yang umum, vena-vena distal pada tangan dan lengan harus digunakan terlebih dahulu dan pungsi vena berikutnya harus proksimal dari tempat sebelumnya.Vena-vena yang umumnya digunakan untuk terapi IV adalah vena basilica, vena sefalika, dan metacarpal.Ekstermitas harus diobservasi dan dipalpasi sebelum vena dipilih.Kekenyalan harus diperiksa vena yang ideal adalah vena yang belum digunakan dan lurus.Pembuluh darah harus dipastikan sebagai vena dan bukan arteri. Perbedaan vena dan arteri adalah sebagai berikut:Tabel 2.1. Perbedaan vena dan arteri VenaArteri

Darah merah gelapDarah merah terang

Aliran darah pelanAliran darah cepat, berdenyut

Katup-katup dititik percabanganTidak ada katup

Aliran kearah jantungAliran menjauhi jantung

Lokasi superficialLokasi dalam dikelilingi otot

Banyak vena menyuplai satu areaSatu arteri mensuplai satu area

( La Rocca, Otto, 1998)4. Pemilihan dan pengkajian vena yang hati-hati adalah penting untuk prosedur yang berhasil. Amati pedoman berikut ini untuk pemilihan vena:1. Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu.1. Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin.1. Pilih vena-vena diatas area fleksi.1. Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat ke dalam kateter.1. Palpasi vena untuk menentukan kondisinya. Selalu pilih vena yang lunak, penuh, dan yang tidak tersumbat jika ada.1. Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktifitas pasien sehari-hari.1. Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang akan direncanakan.1. Tipe vena berikut ini yang harus dihindari jika mungkin. Vena yang telah digunakan sebelumnya, vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis, vena yang keras dan sklerotik, vena-vena dari ekstermitas yang lemah secara pembedahan, area-area fleksi termasuk fossa antekubiti, vena-vena kaki karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi, cabang-cabang vena lengan yang utama yang kecil dan berdinding tipis, ekstermitas yang lumpuh setelah serangan stroke, vena yang memar, merah dan bengkak, vena-vena yang dekat dengan area yang terinfeksi, vena-vena yang digunakan untuk pengambilan sampel darah laboratorium.Untuk menentukan lokasi vena yang tepat, cari posisi yang nyaman di tempat yang cukup terang, dan pasang tornikuet 4 sampai 6 inci diatas tempat yang dimaksud. Turnikuet harus cukup ketat untuk menghentikan aliran darah vena tetapi bukan aliran arteri. Untuk menimbulkan distensi vena minta pasien untuk mengepal dan membuka kepalan tangannya beberapa kali. Bila pengisian vena sulit diperoleh, menempatkan lengan pada posisi yang tergantung atau melakukan kompres hangat dapat membantu meringankan masalah. Vena tersebut kemudian harus distabilkan dengan meregangkan kulit, karena stabilisasi vena sebelum menusuk adalah kunci untuk pemasangan kateter yang tidak traumatic (La Rocca, Otto, 1998).4. Menurut Sharon (2000) ada beberapa lokasi pemasangan infus vena, Vena superficial atau perifer kutan terletak didalam fasia subkutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena, antara lain:1. Metacarpal1. Berasal dari penggabungan vena digitalis1. Titik mulai yang baik untuk kanulasi IV1. Sefalika1. Berasal dari bagian radial lengan1. Sefalika aksesorius dimulai pada pleksus di belakang lengan depan atau jaringan vena dorsalis1. Basilica1. Dimulai dari bagian ulnar jaringan vena dorsalis1. Meluas ke permukaan anterior lengan tepat dibawah siku dimana bertemu vena mediana kubiti1. Sefalika mediana1. Timbul dari fossa antekubiti1. Digunakan untuk pemasangan di garis tengah dan jalur PICC1. Basilica mediana1. Timbul dari fossa antekubiti1. Digunakan untuk pemasangan di garis tengah dan jalur PICC1. Lebih besar dan kurang berliku-liku daripada sefalika1. Antebrakial mediana1. Timbul dari pleksus vena pada telapak tangan1. Meluas kearah atas sepanjang sisi ulnar depan dari lengan depan

Gambar 2.1: Anatomi vena periferArifin (2012)

Tabel 2.2. Perbedaan keuntungan dan kerugian vena perifer dan vena sentralKeuntunganKerugian

Vena periferCocok untuk kebanyakan obat dan cairan isotonicTidak cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi

Cocok untuk terapi jangka pendekTidak cocok untuk terapi jangka panjang

Biasanya mudah untuk diamankanSukar untuk diamankan pada pasien yang agitasi

Vena sentralCocok untuk obat-obatan yang mengiritasi atau cairan hipertonikObat-obatan harus diencerkan

Cocok untuk terapi jangka panjang kontinuRisiko komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan keteter vena sentral seperti infeksi, hemotoraks, pneumotoraks

Tidak disukai karena bisa terganggu oleh pasien (namun masih mungkin)

( Sharon, 2000)0. Jenis cairan infusMenurut La Rocca, Otto, (1998) dalam bukunya Cairan IV diklasifikasikan sebagai larutan isotonic, hipotonik, hipertonik yang tergantung pada efek cairan kompartemen CIS dan CES. Adalah sebagai berikut:

5. Larutan isotonisLarutan isotonis digunakan untuk menambah volume CES. Larutan ini mengandung kosentrasi larutan yang sama dengan cairan seperti dalam cairan tubuh dan menghasilakn tekanan osmotic yang sama seperti CES dalam keadaan normal dan stabil.Larutan saline normal, atau N/S 0,9%, Ringer Lactat, dan Dekstrosa 5% dan air semuanya berfungsi sebagai larutan isotonic. Jika larutan isotonic diinfuskan ke dalam system intravascular, volume cairan meningkat.Satu liter larutan isotonic menambah CES dengan 1 liter.Tiga liter cairan isotonic diperlukan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang.5. Larutan hipotonikLarutan hipotonik menghasilkan tekanan osmotic yang lebih rendah daripada CES. Infus cairan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan deplesi cairan intravascular, hipotensi, edema seluler, dan kerusakan sel. Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi yang serius, pasien dan infus harus dipantau dengan teliti. Larutan hipotonik dari natrium klorida 0,45 persen dan natrium klorida 0,3 persen memberikan air, natrium dan klorida bebas untuk membantu ginjal dalam ekskresi solut.5. Larutan hipertonikLarutan hipertonik menghasilkan tekanan osmotic yang lebih besar daripada CES.Larutan ini digunakan untuk menggeser CES kedalam plasma darah dengan melakukan difusi cairan dari jaringan untuk menyamakan solute dalam plasma.Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat menyebabkan kelebihan (overload) sirkulasi dan dehidrasi. Cairan IV hipertonik adalah dekstrosa 5% dalam saline 0,9%, dekstrosa 5% dalam larutan Ringer laktat, dan larutan dekstrosa dan air dengan dekstrosa 10% dan yang lebih besar.Tabel 2.3. Jenis cairan IVCairan dan TonusitasKeterangan

Larutan saline

Natrium Klorida 0,33%HipotonikSangat hipotonik, digunakan hanya dengan observasi yang telitiTidak termasuk kalori

Natrium klorida 0,45%HipotonikTidak termasuk kalori

Natrium Klorida 0,9%IsotonikDigunakan untuk menambah volume plasma. Memberikan natrium dan klorida dalam kelebihan kadar plasma, diberikan terutama dengan tranfusi darah dan untuk mengganti kehilangan natrium yang banyak, contohnya luka bakar, kehilangan cairan melalui gastrointestinal.Tidak termasuk kalori.

Natrium Klorida 3%HipertonikKoreksi deplesi natrium yang berat.Tidak termasuk kalori.

Natrium Klorida 5%HipertonikJumlah maksimum harian tidak boleh lebih dari 400 ml, dapat mengakibatkan kelebihan volume cairan dan edema paru.Tidak termasuk kalori.

Larutan Dekstrosa dalam air

Dekstrosa 5% dalam airIsotonikDigunakan untuk mempertahankan masukan cairan atau untuk mengembalikan volume plasma, tidak mengganti kekurangan elektrolit, membantu ekskresi solute melalui ginjal.Memasok 170 kalori/L

Dekstrosa 10% dalam airHipertonik Digunakan untuk nutrisi perifer.Memasok 340kalori/L

Dekstrosa 20% dalam airHipertonik Mengiritasi vena, bertindak seperti diuretic, dapat meningkatkan kehilangan cairan, diperlukan jalur sentral.Memasok 680 kalori/L

Dekstrosa 50%Hipertonik Harus diberikan melalui jalur sentral.Memasok 1700 kalori/L

Dekstrosa 70%Hipertonik Digunakan untuk memberikan kalori pada orang-orang dengan status jantung dan ginjal yang lemah, diperlukan jalur sentral.Memasok 2400 kalori/L

Larutan Dekstrosa dalam air dan saline

Dekstrosa 5% dan NaCl 0,2%IsotonikMemasok 170 kalori/L

Dekstrosa 5% dan NaCl 0,3%IsotonikMemasok 170 kalori/L

Dekstrosa 5% dan NaCl 0,45%HipertonikDigunakan untuk mengatasi hipovolemia dan untuk memperbaiki dieresis pada dehidrasi, digunakan untuk mempertahankan masukan cairan, mempertahankan cairan pilihan jika ada abnormalitas elektrolit.Memasok 170 kalori/L

Dekstrosa 5% dan NaCl 0,9%Hipertonik Memask 170 kalori/L

Dekstrosa 10% dan NaCl 0,9%Hipertonik Memasok 340 kalori/L

Larutan elektrolit multiple

Larutan RingerIsotonikKosentrasi elektrolit natrium, kalium, kalsium, dan klorida sama dengan kadar plasma yang normal.Memasok kalori hanya jika dicampur dengan dekstrosa

Larutan Ringer LaktatIsotonikKonsentrasi elektrolit hampir sama dengan kadar plasma, laktat untuk koreksi asidosis metabolic, digunakan untuk mengganti kehilangan cairan karena drainase empedu, diare dan luka bakar, cairan pilihanuntuk penggantian kehilangan darahakut.Tidak termasuk kalori.

Dekstrosa 5% dan Larutan Ringer laktat Hipertonik Digunakan untuk mengganti kehilangan cairan lambung, tidak boleh diberikan dengan produk darah.Memasok 170 kalori/L

Dekstosa 5% dan elektrolit #2Hipertonik Larutan pemeliharaan elektrolitMemasok 170 kalori/L

( La Rocca, Otto, 1998)0. Pungsi vena, Persiapan, Peralatan dan Prosedur infus6. Pungsi venaPungsi vena adalah sebuah keterampilan yang merupakan dasar untuk terapi IV dan dapat dipelajari dan dikembangkan melalui praktek yang sering.Pemahaman yang cermat mengenai lokasi vena dan prosedur pungsi vena meningkatkan kepercayaan diri. Unsur-unsur yang penting dari prosedur pungsi vena adalah persiapan pasien, pemilihan vena, pemilihan alat, tehnik pemasangan yang akurat, pengetahuan mengatasi masalah dan instruksi pada pasien (La Rocca, Otto, 1998)6. Ukuran-ukuran kateter infus vena:1. Nomor 16 digunakan untuk bedah mayor atau trauma1. Nomor 18 digunakan untuk darah dan produk darah, pemberian obat-obat yang kental1. Nomor 20 digunakan untuk cairan isotonis digunakan kebanyakan pasien1. Nomor 22 digunakan kebanyak pasien, terutama pada anak-anak dan orang tua.1. Nomor 24 digunakan untuk pasien-pasien pediatric dan neonates.(La Rocca, Otto, 1998)

Gambar 2.2. Kateter infus venaBudi (2010)

6. Peralatan infusMemilih kateter yang benar adalah penting untuk keberhasilan terapi. Jarum kupu-kupu digunakan pada situasi terbatas dan bersifat jangka pendek. Jarum ini mudah dimasukan tetapi mudah menyebabkan infiltrasi. Desain produk yang lebih maju telah menghasilkan banyak pilihan pada kateter perifer yang pendek dengan jarum didalamnya. Perbedaan di antara bermacam-macam kateter meliputi sebagai berikut:1. Ketebalan dinding kateter, efek : kecepatan aliran.1. Ketajaman jarum, efek: sedikit gangguan pada tehnik penusukan.1. Sifat kelunakan kateter (Teflon tidak lunak, vialon menjadi lunak oleh factor 4, aquavene menjadi melunak oleh factor 50), efek: masa pemakaian kateter.1. Desain yang aman untuk mencegah cidera tertusuk jarum dan kontak dengan darah, efek: keamanan dalam pekerjaan.1. Jumlah lumen yang tersedia untuk infuse cairan yang simulta, efek: kemungkinan cairan yang tidak kompatibel dapat diberikan pada waktu yang sama melalui jalur perifer yang sama bila kateter lumen ganda dipilih.6. Persiapan dan prosedur infusMempersiapkan infus (giving set) untuk pemberian intravena (IV).Keterampilan ini sangat berguna, tetapi jarang diajarkan kepada dokter.Tujuannya adalah menyambungkan kantong/botol cairan ke akses IV yang tidak mengandung gelembung udara.1. Buka botol/kantong dan selang infus yang ada didalam wadah steril.1. Uraikan selang infus dan tutup katupnya.1. Lepas penutup steril dari outletbotol dan ujung tajam selang infus. Dorong ujung selang infus kedalam outlet botol. Anda mungkin perlu tenaga besar, tetapi hati-hati agar tidak terjadi desterilisasi ujung selang infus.1. Balikkan botol, gantung di tiang infus dan remas bilik tetesan agar terisi separuhnya.1. Buka katup sebagian agar cairan mengalir dan perhatikan aliran cairan sampai ke ujung. Bila terlalu cepat, akan terbentuk gelembung udara. Gelembung ini sulit disirkirkan bila ada gelembung udara, coba ketuk atau sentil selang.(Dacre, 2004)Mempersiapkan kanula Intravena. Selalu perkenalkan diri anda dan jelaskan apa yang akan anda lakukan, alasan, dan prosedur tindakan, dan berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya. Pastikan pasien menyetujui tindakan secara lisan sebelum anda memulai dan ingatlah untuk mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril sekali pakai. Prosedur pemasangan kanula intravena sebagai berikut:1. Letakkan lengan dalam posisi yang nyaman dan pasang tornikuet dibawah siku. Pastikan anda berdiri atau duduk dengan nyaman dan pasien duduk atau berbaring.1. Kanula paling baik dipasang di vena yang lebar, lurus, dan jauh dari sendi. Salah satunya terdapat di sisi radial pergelangan tangan. Temukan vena dengan meraba di tempat perkiraannya. Raba ukuran dan periksa arah perjalanannya. Tepuk atau sentil agar vena menonjol.1. Bersihkan kulit di bagian yang ingin anda pungsi dengan kapas alcohol steril (steret). Biarkan alcohol mengering dan usahakan sesedikit mungkin menyentuh daerah bersih tersebut. Bila anda akan menyuntikkan anestatik local, lakukan infiltrasi subkutis sekarang.1. Tahan kulit didekat pembuluh dengan ibu jari yang dominan anda. Pegang kanul dengan telunjuk mengarah ke jarum, dan masukan jarum ke kulit dengan sudut sekitar 45. Anda akan merasakan sensasi letupan kecil saat jarum masuk kedalam vena, dan darah akan mengalir kedalam bilik dibagian atas kanula. Kurangi sudut jarum sedikit dan gunakan tangan non dominan untuk memajukan jarum sedikit guna memeriksa apakah jarum berada didalam vena, pertahankan posisi kanula dan longgarkan selubung plastic.1. Dorong selubung plastic menulusuri panjang vena dengan perlahan dan mantap. Longgarkan tornikuet. Berikan tekanan di kulit disekitar ujung selubung plastic dan cabut jarum, jangan memasukan kembali jarum pada tahap ini karena dapat melubangi kanul plastic. Ambil kerang karet dan letakkan diujung kanul, putar kearah jarum jam setengah lingkaran.1. Letakan kanula ke kulit dengan menggunakan plaster transparan. Suntikan 2 ml salin steril melalui kanula untuk menjaganya tetap terbuka.(Dacre, 2004)Persiapan pasien, memeriksa catatan pasien terhadap alergi melihat pesanan dokter dan hasil laboratorium harus dilakukan sebelum melakukan pendekatan pada pasien. Perlengkapan harus dipilih sesuai dengan tujuan dan lama terapi dan usia pasien dan kondisi pasien.Pasien yang masih asing dengan terapi IV mungkin merasa takut, jika pasien tegang, vena dapat konstriksi dan membuat pungsi vena lebih sakit dan lebih sulit. Kecemasan yang ekstrem dapat dikurangi dengan meminta pasien untuk menarik dan meneluarkan nafas perlahan-lahan, menghindari melihat penusukan IV, dan berfokus pada sesuatu yang menyenangkan. Langkah-langkah berikut ini dapat mendukung pasien untuk bekerja sama:1. Tunjukan sikap percaya diri.1. Beri salam pada pasien dan menyebut namanya.1. Perkenalkan diri anda.1. Validasi identifikasi pasien tersebut.1. Jelaskan prosedur dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien.1. Minta pasien untuk menahan tangannya setenang mungkin.(La Rocca, Otto, 1998)Menurut Iyan Darmawan (2008) persiapan yang harus disiapkan adalah terdiri dari tiang infus, label untuk botol infus, selang intravena, penyangga lengan (spalek), infus set, abokat, kapas alcohol, plester kasa steril, larutan desifektan. Sedangkan prosedur pemasangan infuse terdiri dari serangkai persiapan sebagai berikut:1. Persiapan alat dan bahan1. Tunjukan sikap bersahabat, berikan informasi pada orang tua yang anaknya mau dipasang infus, dampak pada saat pemasangan infuse1. Teknik pemasangan infus1. Temukan loksi vena yang tepat dan cari posisi yang nyaman di tempat yang cukup terang.1. Pasang kan tornikuet 4-6 cm di atas pemasangan infus, tornikuet harus cukup ketat untuk membendung aliran darah vena.1. Jika dipasangkan pada balita pegang lengan balita dengan erat agar tidak mengganggu pada saat pemasangan infus.1. Bila pengisian vena sulit diperoleh, tempatkan vena pada posisi tergantung, vena tersebut perlu distabilkan dengan meregangkan kulit balita dengan menggunakan ibu jari perawat menekan tepat diatas vena pada bagian lain dekat dengan lokasi penusukan.1. Selanjutnya bersihkan kulit dengan desinfektan pada lokasi penusukan dengan gerakan melingkar dari dalam menunju keluar dengan antiseptic dan biarkan sampai kering.1. Pegang tabung kateter tempatkan level jarum mengadap ke atas dengan sudut 30-40 derajat dari permukan kulit balita.1. Tusukan jarum searah dengan aliran darah vena lengan disana terdapat beberapa vena besar (vena basilica, vena sevalika dan vena media kubiti) atau didaerah tungkai (vena sevena magna, vena savena parva) rasakan letupan pertanda jarum menembus dinding vena.1. Perhatikan aliran darah masuk dalam kateter.1. Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit kemudian dorong dengan pelan kira-kira 0,3 cm sebelum melepaskan stylet dan dorong kateter.1. Lepaskan tornikuet dan tarik stylet.1. Pasang ujung selang infus dan beri desifektan pada lokasi penusukan dan tutup dengan kassa steril dan plester,kemudian beri bidai untuk fiksasi bagi balita agar tidak lepas kateter infusnya.1. Beri label dan atur tetesan cairan sesuai dengan advis dokter.(Iyan darmawan, 2008)Sedangkan menurut Endang Susilowati (2010) prosedur pemasangan infus, adalah:1. Persiapan1. Cuci tangan1. Siapkan peralatan1. Siapkan area pemasangan infus1. Jelaskan prosedur kepada pasien sebelum melaksanakan tindakan1. Siapkan pasien1. Pasang sampiran1. Siapkan pasien dengan kondisi yang nyaman, seperti pemakaian baju yang nyaman yang tidak mengganggu pemasangan infus1. Beri posisi yang nyaman pada pasien1. Pelaksanaan1. Ulangi mencuci tangan kemudian pakai sarung tangan yang bersih 1. Persiapkan selang infus dan cairan1. Sambungkan cairan infus dengan infus set1. Dekatkan semua peralatan untuk mempermudah dalam melakukan tindakan pemasangan infus1. Ambil posisi yang strategis1. Pilih pembuluh darah untuk tempat pemasangan infus1. Pilih posisi yang tepat pada tangan dengan kriteria lurus tampak jelas atau pada tangan pasien yang non dominan1. Pasang tornikuet 5-6 inci diatas tempat penusukan infus1. Lakukan cara lain untuk menjaga tahanan pembuluh darah bila pemakaian tornikuet tidak baik, seperti: suruh pasien untuk membuka atau menutup kepalan tangan, ketuk pembuluh dengan pelan, tempatkan tangan pada posisi bebas, berikan kelembapan dengan membasahi area1. Lepaskan tornikuet1. Bersihkan lokasi penusukan dengan chlorhexidien-persiapan dasar. Larutan iodine, iodhopor atau alkoho 70%. Jika dilokasi penusukan terdapat rambut cukur rambut terlebih dahulu. Bersihkan lokasi setelah rambut dicukur. Jangan disentuh lagi lokasi setelah dibersihkan.1. Jika ada berikan analgesik untuk mengurangi nyeri1. Pasang kembali tornikuet1. Jika menggunakan peralatan infus dan kateter perhatikan apabila ada kerusakan1. Masukkan atau tusukan jarum dengan menggunakan tangan yang non dominan1. Tahan jarum/kateter dengan tangan yang dominan, kemudian lepaskan tornikuet dengan perlahan menggunakan tangan yang lain1. Jika menggunakan over the needle catheter (ONC) berikan tekanan dengan lembut 1,5-2 inchi diatas area penusukan kateter. lepaskan stylet dari ONC.1. Tindak lanjut1. Kaji tempat tusukan adanya bengkak, kemerahan atau nyeri.1. Kaji kecepatan tetesan.1. Dokumentasi1. Tanggal, waktu, tempat tusukan.1. Tipe cairan intravena yang digunakan.1. Kecepatan tetesan.1. Toleransi pasien terhadap prosedur.1. Pencatatan yang akurat terhadap asupan dan balutan.1. Instruksi-instruksi pada pasien dan/atau keluarga yang diperlukan.(Mancini, 1994)

Gambar 2.3. Kateter dengan system yang amanWeni (2010)

0. Perawatan infus dan pemeliharaan terus-menerusRata-rata pada setiap 48-72 jam pemasangan infus sel endotel pada lapisan intima mengalami trauma terisitasi secara mekanik, kimia, dan bakteri.Sistem imun tubuh sebagai barer tubuh menyebabkan leukosit menuju dan berkumpul pada daerah trauma iritasi.Saat leukosit dilepaskan, pirogen juga merangsang sumsum tulang melepaskan leukosit dalam jumlah besar. Kemerahan dan ketegangan meningkat pada setiap tahap derajat flebitis ( Masiyati, 2000 dikutip dari Ucieha, 2013). Menurut Sharon (2000) dalam bukunya untuk mencegah terjadinya komplikasi ada beberapa yang harus diperhatikan:7. Observasi sisi1. Periksa sisi pungsi sesuai kebijakan institusi, lebih untuk pasien pediatric. Banyak fasilitas menganjurkan pemeriksaan tiap interval 2 sampai 4 jam. Periksa keseluruhan system IV setiap waktu, dari wadah IV sampai sisi pungsi:1. Jumlah cairan1. Kecepatan aliran1. Integritas jalur (missal tidak ada kebocoran atau pemisahan)1. Posisi jalur halus (missal tidak ada tekukan atau jauh dari lantai)1. Kondisi sisi IV1. Kondisi proksimal vena sampai pada sisi IV (missal tidak ada flebitis)1. Ingat bahwa cairan mempunyai kecenderungan untuk turun ke titikterendah. Jika IV terletak di tangan yang diinginkan, cairan dapat mengumpul di bagian lengan yang istirahat pada tempat tidur. Jika hal ini terjadi, hentikan infus dan pindahkan IV kea rah lain.1. Amati terhadap flebitis sepanjang kateter atau sepanjang proksimal vena ke sisi pungsi.1. Pasien mungkin mengeluh nyeri tanpa tanda kemerahan. Ingat bahwa infuse seharusnya tidak menyebabkan nyeri dan keluhan ini menunjukan masalah.1. Lakukan perawatan sisi pungsi bila balutan kotor atau mengikuti kebijakan institusi. Banyak institusi lebih suka untuk mengganti balutan pertama setelah 48 jam dan kemudian menggunakan balutan baru bila sisi IV dirotasi.

7. Perawatan sisi IV jalur perifer, yaitu:1. Siapkan alat-alat (atau menggunakan kit perawatan infuse): plester, kapas povidone, salep antibiotik atau salep povidone iodine, potongan kasa, atau balutan transparan semipermeabel, label.1. Cuci tangan.1. Lepaskan balutan lama dan perhatikan sisi pemasangan. Periksa tanda-tanda infeksi (eritema) atau infiltrasi (edema)1. Bersihkan area sekitar sisi pemasangan dengan kapas povidone iodine, gunakan gerakan melingkar dari pusat kea rah tepi untuk mengangkat semua salep sisa dan darah yang mengering yang mungkin ada.1. Oleskan salep antibiotika (sesuai dengan kebijakan institusi) hanya pada sisi pemasangan dan tutup dengan kasa atau balutan oklusif transparan.1. Rotasi sisi IV setiap 48 jam atau sesuai dengan kebijakan institusi.1. Lindungi sisi IV jika diperlukan dengan papan lengan atau alat penstabil protektif lainnya.0. Komplikasi InfusPemasangan intravena mempunyai masalah yakni adanya komplikasi sistemik dan komplikasi lokal.Kedua komplikasi ini sering terjadi pada pemasangan infus.Komplikasi sistemik yang berhubungan dengan terapi intravena yaitu: kelebihan beban cairan, hal ini disebabkan pemberian larutan infus yang terlalu cepat atau penyakit hati, jantung, atau ginjal. Pengobatan untuk kelebihan sirkulasi adalah menurunkan kecepatan aliran intravena, observasi tanda-tanda vital, mengkaji bunyi nafas dan membaringkan klien dengan posisi semifowler. Komplikasi sistemik yang lain adalah emboli udara, septikemia dan infeksi.Komplikasi lokal dari infus adalah infiltrasi, tromboflebitis, hematoma, bekuan pada jarum dan flebitis.Komplikasi lokal disebabkan masalah mekanik pada pemasangan infus atau akibat trauma pada tunika intima.Komplikasi lokal yang sering terjadi pada pasien di rawat inap adalah flebitis.(Devi Ashari, 2004)Sedangkan menurut Sharon (2000) antara lain:8. FlebitisPenyebabnya yaitu: Iritasi vena oleh alat IV, obat-obatan, dan/atau infeksi. Tanda dan gejalanya meliputi kemerahan, bengkak, nyeri tekan atau nyeri pada sisi IV, pasien dapat mengalami jalur kemerahan pada lengannya.1. Pencegahan:1. Menggunakan teknik aseptic yang ketat pada pemasangan dan manipulasi system IV keseluruhan.1. Plester hub kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi vena berikutnya.1. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin, obat-obatan piggyback terlarut dalam jumlah larutan maksimum.1. Rotasi sisi IV setiap 48 jam untuk membatasi iritasi dinding vena oleh kanula atau obat-obatan.1. Tindakan jika terjadi:1. Lepaskan alat IV.1. Tinggikan ekstremitas sesuai pesanan.1. Beritahu dokter.1. Berikan kompres panas pada ekstremitas sesuai pesanan.1. Kaji nadi distal terhadap area yang flebitis.1. Hindari pemasangan IV berikutnya dibagian distal vena yang meradang.0. InfiltrasiPenyebabnya yaitu: Alat IV keluar dari vena, dengan kebocoran cairan ke dalam jaringan sekitarnya. Tanda dan gejala meliputi pembengkakan sisi IV atau ekstremitas, nyeri tekan area tersebut.1. Pencegahan:1. Plester kanula dengan kuat untuk menghindari gerakan dan kemungkinan infiltrasi.1. Gunakan papan lengan jika dibutuhkan, khususnya bila infuse harus dipertahankan pada area fleksi, missal pergelangan tangan.1. Gunakan alat infuse plastic fleksibel bila mungkinkan.1. Tindakan jika terjadi:1. Hentikan Infus1. Tinggikan ekstremitas1. Berikan kompres hangat atau tindakan lain sesuai pesanan1. Jika agen nekrosis (vesicant) terlibat, tindakan spesifik perlu dilakukan, tergantung pada agen yang menyebabkan. Beritahu dokter segera. Dianjurkan bahwa setiao unit dimana kemungkinan kejadian ini ada (msal unit onkologi) mempunyai proses standart dan tertulis untuk diikuti sehingga tindakan segera dapat diberikan.0. Emboli udaraPenyebabnya masuknya udara ke dalam system vascular.Tanda dan gejalanya meliputi Distress pernapasan, sianosis, kelemahan, nadi cepat, tekanan darah turun dengan tiba-tiba, kesadaran menurun, henti jantung, suara mengocok kontinu yang keras di atas prekordium.1. Pencegahan:1. Mencegah udara memasuki system dengan menggunakan klem selama mengganti selang dan inspeksi alat pengontrol aliran secara teratur.1. Gunakan filter yang menghilangkan udara kecuali dikontraindikasikan.1. Tindakan jika terjadi:1. Jika embolisme udara dicurigai, balikkan pasien ke posisi miring kiri untuk mencoba menjebak udara dalam atrium kanan dan mencegah udara masuk ke arteri pulmonalis.1. Letakkan pasien dalam posisi trendelenburg untuk mencegah masuknya emboli ke otak.1. Beritahu dokter segera dn berikan O2 sesuai pemesanan.0. Emboli dan kerusakan kateterPenyebabnya kateter rusak dalam vena dan kehilangan potongan kateter ke dalam system sirkulasi.Tanda dan gejala distress pernapasan, sianosis, nyeri dada dan syok.1. Pencegahan:1. Jangan memasukkan kembali stilet atau jarum introduser dari alat diatas jarum jika pungsi telah berhasil.1. Perhatikan panjang kateter pada pemasangan dan pada saat pengangkatan, dokumentasikan informasi ini.1. Tindakan jika terjadi:1. Jika embolisme kateter dicurigi, pasang torniket pada proksimal sisi pungsi (jika kateter di ekstermitas).1. Beritahu dokter segera (jika embolisme kateter terjadi, pengangkatan dengan pembedahan biasanya diperlukan).0. Kelebihan beban sirkulasiPenyebabnya Infus cairan yang berlebih infuse terlalu cepat (anak-anak dan lansia khususnya lebih rentan). Tanda dan gejala distress pernapasan bahkan bisa henti jantung.1. Pencegahan:1. Berikan cairan dengan kecepatan yang telah ditentukan.1. Sering memantau pasien dan system IV sesuai dengan kebijakan rumah sakit yang telah ditetapkan (biasanya setiap 2 sampai 4 jam, setiap 1 sampai 2 jam untuk pasien lansia, dan setiap 30 menit sampai 1 jam untuk anak-anak).1. Tindakan jika terjadi:1. Pantau tekanan darah, suhu, pernapasan, dan nadi setiap 30 menit sampai 1 jam.1. Jika gejala edema paru (pernapasan cepat, dispea, ortopnea, takikardia, tekanan darah meningkat,rales basah, distensi vena leher, CVP meningkat) terjadi beritahu dokter, perlambat infuse ssampai kecepatan tetap terbuka, letakkan pasien dalam posisi fowlers.1. Bersiap untuk membantu tindakan penanganan termasuk melakukan rotasi torniket.0. Reaksi pirogenikPenyebabnya kontaminasi peralatan IV dan larutan yang digunakan dengan bakteri.Tanda dan gejalanya menggigil, demam, gejala gastik, sakit kepala, hiperventilasi syok.1. Pencegahan:1. Cuci tangan sebelum memulai infuse dan sebelum menangani system IV.1. Hindari kontaminasi pada cairan IV atau jalur IV dengan mempertahankan teknik aseptic yang ketat.1. Bila menambahkan infuse sekunder, bersihkan port injeksi dengan cermat dan gunakan jarum yang kecil jika mungkin.1. Plester semua sambungan dengan ketat untuk menghindari pelepasan yang tidak sengaja dan kontaminasi yang diakibatkan dari jalur.2. Tindakan jika terjadi:1. Beritahu dokter.1. Hentikan IV dan lakukan kultur alat-alat IV, cairan, dan peralatan lain sesuai pesanan dokter atau kebijakan rumah sakit.2.2. Konsep Flebitis2.2.1. Pengertian flebitisKomplikasi lokal yang sering terjadi pada pasien di rawat inap adalah flebitis.Flebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik, hal ini dikarakteristikan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat disekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri dan pembengkakan (Bruner & Suddart, 2001).Sedangkan menurut Devi Ashari (2004) flebitis adalah inflamasi pada vena yang disebabkan oleh zat kimia, mekanis, dan bakteri.Tindakan yang harus dilakukan oleh perawat bila terjadi flebitis pada pasien adalah menghentikan aliran infus, dan memberikan kompres hangat dan basah ditempat yang terkena (Doenges, Moorhouse, Geissler, 1993).Kenaikan suhu tubuh pada pasien yang mengalami flebitis tidak terlalu signifikan dan hanya mengalami kenaikan yang sedikit (subfebris) yaitu antara 37,5C-38,5C. Suhu tubuh normal manusia adalah 36,5C-37C (Doenges, Moorhouse, Geissler, 1993). Menurut Terry, et al. (1993) dalam kutipan Devi Ashari (2004) flebitis adalah kondisi dimana inflamasi terjadi di daerah intima pada vena, umumnya dilaporkan sebagai komplikasi dari intravena terapi, yang disebabkan oleh kurangnya kemampuan individu dalam melakukan penusukan jarum infus, tidak tepatnya letak anatomi kanula, pemasangan infus yang terlalu lama, perawatan luka tusukan tidak steril, karakteristik infusset, disamping faktor dari klien sendiri (umur dan penyakitnya), dan terjadi pada hari ke 2-3.Dari kedua pernyataan diatas peneliti berpendapat bahwa flebitis adalah komplikasi lokal dari pemasangan infus yang disebabkan oleh beberapa faktor baik mekanik, kimia maupun bakteri dan umumnya flebitis terjadi 48-72 jam paska pemasangan kanula infus.Menurut Devi Ashari, (2004) kemerahan pada flebitis dan tromboflebitis dapat kita ketahui dengan mengobservasi perbedaan warna antara ekstremitas tempat lokasi penusukan jarum infus dibandingkan dengan ekstermitas yang bukan merupakan lokasi penusukan jarum infus. Pembengkakan pada daerah flebitis merupakan suatu reaksi peradangan pada vena superfisial yang merupakan tempat penusukan jarum infus, sehingga pembengkakan itu tidak berlangsung lambat dan tidak dipengaruhi oleh kecepatan aliran infus, pembengkakan itu hanya bersifat sementara dan akan cepat menghilang bila terapi infus dihentikan atau dipindahkan lokasinya. Untuk memudahkan dalam membedakan infiltrasi, tromboflebitis, hematoma, dan flebitis dijelaskan dalam bentuk tabel berikut ini:Tabel 2.4. Perbedaan infiltrasi, tromboflebitis, hematoma, flebitisInfiltrasiTromboflebitis Hematoma Flebitis

Pembengkakan lebih dari 1 inchiPembengkakan lebih dari 1 inchiPembengkakan kurang dari 1 inchiPembengkakan kurang dari 1 inchi

Teraba dinginTeraba hangatSuhu perabaan tidak ada perbedaanTeraba hangat

Penurunan kecepatan tetesan infusePenurunan kecepatan tetesan infuseInfus berhenti menetesInfus tetap menetes

Pembengkakan meningkat sesuai dengan lamanya infusPembengkakan meningkat sesuai dengan lamanya infusSuhu normalPembengkakan tetap

Suhu normalSuhu antara 38,5C-40CSuhu antara 37C-38,5C

Tampak pucat pada lokasi kejadianLeukositosis

Kemerahan pada lokasi kejadian

(Devi ashari, 2004)2.2.2. Derajat flebitisTerdapat tiga pembagian derajat flebitis menurut Brooker & Ignatavicius (1996), yaitu:Derajat ITanda-tandanya: nyeri pada tempat penusukan, eritema dan edema, tidak ada steak, tidak teraba benjolan.

Derajat IITanda-tanda: nyeri, eritema dan edema, ada formasi steak, tidak teraba tonjolan.

Derajat IIITanda-tandanya: nyeri, eritema, ada formasi streak, dan teraba tonjolan.

2.2.3. Jenis-jenis flebitisFlebitis didefinikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristik dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, dan pembengkakan.Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran yang tepat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Smelzer, 2001).0. Flebitis MekanikFebitis jenis ini berkenahan dengan pemilihan vena dan penerapan kanula, ukuran kanula yang terlalu besar dibandingkandengan ukuran vena, fiksasi yang tidak adekuat manipulasi berlebihan yang terhadap system pergerakan elstermitas yang tidak terkontrol.Flebitis mekanik terjadi cedera pada tunika intima vena. Tindakan keperawatan untuk mencegah flebitis, sebagai berikut:1. Lakukan tehnik insersi kanula secara benar. Untuk menghindari cedera pada saat pemasangan kanula perawat harus memiliki pengetahuan dasar dan pengalaman yang memadahi dalam pemberian terapi intravena. Idealnya perawat terintegrasi RNs atau perawat yang sudah mendapatkan pelatihan khusus tentang terapi IV atau sudah mendapatkan sertifikat spesialis.1. Lakukan pemilihan lokasi secara benar, hindari vena path area fleksi atau lipatan atau ekstreminitas dengan pergerakan maksimal. Pilih vena yang besar, lurus, panjang dan tidak rapuh. Vena yang dianjurkan adalah vena metacarpal, vena sefalika, vena basilica, vena ante brankial medialis. Hindari pemilihan vena yang sudah mengeras (hematom).1. Lakukan pemilihan kanula secara tepat. Gunakan ukuran kanula yang paling pendek dan diameter paling kecil. Sesuaikan dengan umur, keperluan dan lamanya terapi semakin besar nomer, maka semakin kecil ukuran sediaan kanula dan mulai 16, 18, 20, 22, 24, dan 24 digunakan pada klien dewasa.1. Perhatikan stabilitas kanula, dapat dilakukan dengan fiksasi kanula yang adekuat dengan menggunakan yang kurang kuat memungkinkan gerakan keluar masuknya kanula dan goresan ujung kanula pada lumen vena.0. Flebitis KimiawiFlebitis ini berkenaan dengan respon tunika intima terhadap osmolaritas cairan infus.Respon radang dapat terjadi karena pH dan osmolaritas atau obat juga karena sifat kimia bahan kanula yang digunakan.1. Pastikan pH dan osmolaritas cairan dan obat, pH normal darah adalah 7,35-7,45 sehingga pH dan osmolaritas cairan dan obat yang lebih rendah atau lebih tinggi menjadi factor presdiposisi iritasi vena. Lakukan pengenceran maksimal pada pemberian obat injeksi, karena campuran obat dapat menyebabkan formasi prespitat yang dapat meningkatkan resiko flebitis. Cairan isotonis menjadi hiperosmolar dan menyebabkan flebitis (plebitogenik) bila ditambahkan bahan seperti sedian seperti KCl. Perhatikan kecepatan tetesan lambat menyebabkan absorbs lambat dengan hemodilusi yang lebih kecil.1. Gunakan produk kanula yang non plebitogenik, meskipun belum didapat pastikan jenis apa yang betul-betul mencegah flebitis. Pilih kanula yang bersifat elastic dan permukaannya lembut.0. Flebitis BacterialFlebitis bakteri adalah suatu inflamasi pada vena intima yang dihubungkan dengan infeksi bakteri dan umumnya jarang ditemukan pada tipe-tipe flebitis yang ada di lahan praktek.Walaupun jarang ditemukan tapi flebitis bakteri cukup berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi septicemia (Devi Ashari, 2004).Merupakan radang pada vena yang dikaitkan dengan infeksi bakteri.1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Prosedur baku dalam pemasangan adalah menggunakan sarung lengan pada saat melakukan pungsi vena.1. Gunakan kassa dan sarung lengan bersih, periksa keutuhan kemasan infuse set dan cairan serta tanggal kadarluarsanya.1. Lakukan persiapan area dengan tehnik aseptic dan antiseptic.1. Observasi secara teratur tanda-tanda flebitis minimal 24 jam.1. Bersihkan dang anti balutan infuse setiap 24 jam atau kurang bila balutan rusak.1. Ganti system infuse setiap 48-72 jam dan tandai tanggal pemasangan serta penggantian balutan.(Hening Pujasari, 2002)0. Factor-faktor yang mempengruhi terjadinya flebitis1. Faktor internal1) Usia pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada usia lanjut (>60 tahun) vena menjadi rapuh, tidak elastis dan mudah hilang (kolaps), pasien anak vena yang kecil dan keadaan yang banyak bergerak dapat mengakibatkan kateter bergeser dan hal ini dapat menyebabkan flebitis.2) Status gizi. Pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya kurang sehingga mudah terkena infeksi.3) Stress tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui adaptasi imun. Kebanyakan terjadi pada bayi dengan rasa takut akan beriko cidera.4) Keadaan vena. Vena yang sering terpasang infuse akan mudah mengalami flebitis.5) Factor menyakit. Yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya flebitis, misalnya pada pasien Diabetes Militus (DM) yang mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami infeksi.6) Jenis kelamin. Wanita yang menggunakan kontrasepsi kombinasi (mengandung estrogen dan progesterone, oral atau suntikan) mudah mengalami flebitis.7) Kepatuhan pasien. Kepatuhan atau ketaatan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan atau perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. 1. Faktor eksternal1) Hindari pemilihan pada area fleksi/lipatan atau pada ekstermitas dengan pergerakan maksimal.2) Factor-faktor pada pasien seperti adanya vena yang berkelok-kelok dan spasme vena dapat mempengaruhi kecepatan aliran (infuse lambat/berhenti).3) Ukuran kanula yang terlalu besar dibandingkan dengan ukuran vena sehingga memungkinkan terjadinya cidera pada tunika intima vena.4) Fiksasi yang kurang adekuat menyebabkan pergerakan kanula didalam vena sehingga terjadi infeksi.5) Jenis cairan yang diberikan jika pH dan osmolalitas cairan atau obat yang lebih rendah/lebih tinggi menjadi factor presdiposisi iritasi vena.6) Pengenceran obat infeksi yang tidak maksimal terutama jenis antibiotika.7) Kesterilan alat-alat IV.8) Lama pemasangan infus lebih dari 48-72 jam.9) Faktor keberhasilan perawat (cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan infus).(Hening Pujasari, 2002)0. Pencegahan dan mengatasi flebitisMenurut Potter & Perry (2001) jika terjadi flebitis segera pemberian IV dihentikan dan pasang selang IV baru kedalam vena yang lain. Kompres hangat, lembab, lembab dan panas pada tempat flebitis dapat meredakan rasa nyeri klien. Berikut pencegahan dan tindakan penanganan flebitis menurut Sharon (2000):2. Pencegahan:1. Menggunakan teknik aseptic yang ketat pada pemasangan dan manipulasi system IV keseluruhan.1. Plester hub kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi vena berikutnya.1. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin, obat-obatan piggyback terlarut dalam jumlah larutan maksimum.1. Rotasi sisi IV setiap 48 jam untuk membatasi iritasi dinding vena oleh kanula atau obat-obatan.2. Tindakan jika terjadi:1. Lepaskan alat IV.1. Tinggikan ekstremitas sesuai pesanan.1. Beritahu dokter.1. Berikan kompres panas pada ekstremitas sesuai pesanan.1. Kaji nadi distal terhadap area yang flebitis.1. Hindari pemasangan IV berikutnya dibagian distal vena yang meradang.0. Komplikasi flebitisFlebitis hampir selalu diawali dengan peningkatan permeabilitas kapiler pada terapi intravena dengan ph dan osmolaritas tinggi, dimana protein dan cairan masuk kedalam ruang intertisial.Rata-rata pada setiap 48-72 jam pemasangan infus sel endotel pada lapisan intima mengalami trauma terisitasi secara mekanik, kimia, dan bakteri.Sistem imun tubuh sebagai barer tubuh menyebabkan leukosit menuju dan berkumpul pada daerah trauma iritasi.Saat leukosit dilepaskan, pirogen juga merangsang sumsum tulang melepaskan leukosit dalam jumlah besar. Kemerahan dan ketegangan meningkat pada setiap tahap derajat flebitis ( Masiyati, 2000 dikutip dari Ucieha, 2013). Menurut Subekti vena perifer dapat menerima osmolalitas larutan sampai dengan 900 mOsm/L. Semakin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan pada dinding vena perifer seperti phlebitis, trombophebitis, dan tromboemboli. Bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon atau poliuretan (INS,2006). Flebitis berpotensial membahayakan karena tromboflebitis atau pembekuan darah dan beberapa kasus dapat menyebabkan pembentukan emboli yang terjadi pada saat klien menerima pemberian larutan yang terlalu cepat dapat juga diperoleh dipnea dan takikardi (Perry & potter, 2006).Sedangkan menurut Brunner dan Suddart (2002) dalam bukunya Phlebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi trombophlebitis,trombophlebitisadalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan darah.Dan perjalanan penyakit ini bersifat jinak namun jika trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk ke jantung maka dapat menimbulkan gumpalan darah seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventikular jantung secara mendadak dapat menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan phlebitis sebagai salah satu permasalahan yang penting untuk dibahas, di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan.Dan juga flebitis mengakibatkan perawatan yang lama dirawat inap, sehingga berpotensial tingginya nosokomial yang terjadi selain itu banyaknya pengeluaran biaya rawat inap.

Kepatuhan perawat dalam melaksanakan prosedur pemasangan infusPersiapanPersiapan klienPersiapan alatPenatalaksanaanEvaluasidokumentasiFaktor-faktor yang mempengaruhi pearawat dalam pemasangan infus:PengetahuanSikapTindakanMotivasi 2.3. Kerangka Teori

Faktor-faktor flebitis:Pemilihan pada area fleksi/lipatan atau pada ekstermitas dengan pergerakan maksimal.Faktor-faktor pada pasien seperti adanya vena yang berkelok-kelok dan spasme vena dapat mempengaruhi kecepatan aliran (infus lambat/berhenti).Ukuran kanula yang terlalu besar dibandingkan dengan ukuran vena sehingga memungkinkan terjadinya cidera pada tunika intima vena.Fiksasi yang kurang adekuat menyebabkan pergerakan kanula didalam vena sehingga terjadi infeksi.Jenis cairan yang diberikan jika pH dan osmolalitas cairan atau obat yang lebih rendah/lebih tinggi menjadi factor presdiposisi iritasi vena.Pengenceran obat infeksi yang tidak maksimal terutama jenis antibiotika.Kesterilan alat-alat IV.Lama pemasangan infus lebih dari 48-72 jam.Factor keberhasilan perawat (cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan infus).(Hening Pujasari, 2002)

Pasien yang terpasang infus

Terjadi flebitiskimia, mekanik, bakterial

Gambar 2.4. Kerangka teori hubungan lamanya pemasangan infus dengan kejadian flebitis.Tidak terjadi FlebitisFlebitis derajat IIFlebitis derajat IIIFlebitis derajat I

Pasien yang terpasang infus2.4.Kerangka Konseptual

Faktor-faktor flebitis:Pemilihan pada area fleksi/lipatan atau pada ekstermitas dengan pergerakan maksimal.Faktor-faktor pada pasien seperti adanya vena yang berkelok-kelok dan spasme vena dapat mempengaruhi kecepatan aliran (infus lambat/berhenti).Ukuran kanula yang terlalu besar dibandingkan dengan ukuran vena sehingga memungkinkan terjadinya cidera pada tunika intima vena.Fiksasi yang kurang adekuat menyebabkan pergerakan kanula didalam vena sehingga terjadi infeksi.Jenis cairan yang diberikan jika pH dan osmolalitas cairan atau obat yang lebih rendah/lebih tinggi menjadi factor presdiposisi iritasi vena.Pengenceran obat infeksi yang tidak maksimal terutama jenis antibiotika.Kesterilan alat-alat IV.Lama pemasangan infus lebih dari 48-72 jam.Factor keberhasilan perawat (cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan infus).(Hening Pujasari, 2002)

Tidak terjadi Flebitis

Terjadi flebitis

Derajat IIIDerajat IDerajat II

Gambar 2.5. Kerangka teori hubungan lamanya pemasangan infus dengan kejadian flebitis.Keterangan:

= Diteliti

= Tidak diteliti0. 2.5.Hipotesis

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan hipotesis Asosiatif.Hipotesis Asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2007). Berikut hipotesis pada penelitian ini:1. Ho = Tidak adanya hubungan antara lamanya pemasangan infus dengan kejadian flebitis1. H1= adanya hubungan antara lamanya pemasangan infus dengan kejadian flebitis

BAB IIIMETODE PENELITIANMetode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode ilmiah (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005).Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008).Pada bab ini akan disajikan 1) Desain Penelitian, 2) Populasi, Sampling dan Sampel, 3) Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional, 4) Prosedur Penelitian , 5) Pengumpulan Data, 6) Pengelolahan data, 7) Etika Penelitian, 8) Keterbatasan.3.1. Desain penelitianPada penelitian ini desain penelitiannya adalah desain studi korelasional (Cross Sectional)yang merupakan rancangan penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variable independen dan dependen hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2003). Dengan cara Participant Observation yaitu proses pengamatan dan ingatan dimana peneliti terlibat dengan kejadian sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang Nampak (Sugiyono, 2011).Studi korelasi ini pada hakekatnya merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain, atau variabel satu dengan variabel yang lain. Untuk mengetahui korelasi antara satu variabel dengan variabel yang lain tersebut diusahakan dengan mengidentifikasi variabel yang ada pada suatu obyek, kemudian diidentifikasi pula variabel yang ada pada obyek yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya (Notoatmojo, 2005).3.2. Populasi, Sampling, dan Sampei3.2.1. PopulasiPopulasi adalah wilayah yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh dari pasien yang terpasang infus di ruang Interna RSI Sakinah.3.2.2. SamplingSampling adalah merupakan tehnik pengambilan sampel (Sugiyono, 2011). Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2003).Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan tehnik Purposive sampling. Pengambilan sampel secara Purposive sampling adalah adalah suatu tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003).3.2.3. SampelSampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari pasien yang terpasang infus di ruang Interna RSI Sakinah, dengan Kriteria Inklusi. Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target terjangkau yang akan diteliti dengan pertimbangan ilmiah dalam menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2003).3.2.3.1. Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target terjangkau yang akan diteliti dengan pertimbangan ilmiah dalam menentukan kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:1. Pasien rawat inap di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto yang terpasang terapi infus IV.2. Pasien yang dirawat lebih dari 72 jam.3.2.3.2. Kriteria Eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab (Setiadi, 2013). Kreteria eksklusi dalam penelian ini adalah:1. Pasien sedang koma.2. Pasien yang mengalami gangguan jiwa

3.3. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.3.3.1. VariabelMenurut Soeparto, Taat putra, dan Haryanto (2000) dalam buku Nursalam (2003) Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dll). Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang diterapkan peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel sebagai berikut:3.3.1.1. Variabel Independen (Bebas)Variabel Independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Independennya adalah Lamanya pemasangan infus Intravena.3.3.1.2. Variabel Dependen (Terikat)Variabel Dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Kab. Mojokerto.3.3.2. Definisi OperasionalDefinisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Hidayat, 2003)Tabel 3.1 Definisi Operasional hubungan lamanya pemasangan infus Intravena dengan kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto.VariabelDefinisiIndikatorAlat UkurSkalaKriteria

Variabel Independen: Lamanya pemasangan infus IntravenaRata-rata pada setiap pemasangan infus selama>72 jam.Pemasangan infus selama lebih dari 72 jam atau 3 hari.ObservasiInterval5. Lama pemasangan infus 3 hari5. Lama pemasangan infus 4 hari5. Lama pemasangan infus 5 hari5. Lama pemasangan infus 6 hari

Variabel dependen: Kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah MojokertoKeadaan yang terjadi di sekitar tusukan jarum infus di RS dalam waktu 3x24 jam.1. Nyeri tempat penusukan2. Eritema3. Edema4. Formasi streak5. Adanya benjolanObservasiInterval1. Tidak terjadi flebitis2. Febitis derajat I3. Flebitis derajat II4. Flebitis derajat III

3.4. Prosedur penelitianProsedur penelitian merupakan langkah-langkah penelitian yang diuraikan dalam bentuk kerangka kerja. Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian yang ditulis dalam bentuk kerangka atau akar penelitian (Aziz Alimul, 2007). Berikut prosedur penelitian pada penelitian ini:3.4.1. Pengajuan judul penelitian 3.4.2. Setelah judul di setujui oleh pembimbing, peneliti meminta surat studi pendahuluan pada bagian administrasi akademis kemahasiswaan kampus STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang telah di legalisasi oleh ketua program studi S1 Keperwatan STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto.3.4.3. Setelah mendapat persetujuan dari Petugas TU RSI Sakinah Mojokerto, kemudian meminta izin kepada Kepala ruangan ruang Interna untuk melaksanakan penelitian.3.4.4. Setelah itu pada tanggal 2 Februari 2015 peneliti melakukan studi pendahuluan di RSI Sakinah untuk menggali data awal pasien flebitis yang dirawat inap di ruang Intena RSI Sakinah dengan cara survey dan wawancara.3.4.5. Kemudian peneliti menentukan calon responden yang akan dikaji dengan cara di berikan lembar persetujuan dan lembar observasi. 3.4.6. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengelolahan data dan analisa data sesuai data penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel serta dilanjutkan kesimpulan hasil penelitian.

Populasi : Semua pasien yang terpasang infus di RSI Sakinah

Sampling : nonprobability sampling dengan tehnik Purposive sampling

Sampel : Semua pasien yang dirawat di ruang Interna yang terpasang infus selama 3 hari sampai 6 hari

Pengolahan dan Analisa data : editing, coding, scoring dan tabulatingPenyajian DataTehnik pengumpulan data dan analisa data menggunakan participant observation

Gambar 3.1. Kerangka kerja penelitian hubungan lamanya pemasangan infus Intravena dengan kejadian flebitis di ruang Interna RSI Sakinah Mojokerto.3.5. Pengumpulan DataPengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2003). Dalam pengumpulan data perlu suatu metode agar data yang didapat mempunyai kualitas, validitas dan reabilitas yang cukup tinggi (LPPM, 2014).3.5.1. Metode pengumpulan dataDalam penelitian ini, data didapatkan oleh peneliti dengan menggunakan metode observasi, dengan metode Participant Observation dari segi proses pelaksanaan pengumpulan datanya. Paticipant Observation merupakan suatu metode dimana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2011).Ketika peneliti sedang melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono, 2011).3.5.2. InstrumenInstrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen harus mempunyai skala (Sugiyono, 2011).Dalam penelitian ini variabel pertama melihat data pasien dari status pasien, sedangkan variabel kedua menggunakan lembar observasi. Dalam pelaksanaan observasi ini agar menjadi cermat memperoleh data maka diperlukan alat bantu berupa check list. Peneliti hanya perlu memberikan tanda check ( ) pada daftar tersebut yang menunjukkan tanda dari sasaran pengamatan.3.6. Pengolahan dataSetelah data terkumpul maka peneliti melakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:3.6.1. EditingPeneliti telah memeriksa ulang kelengkapan data yang diperlukan, antara lain kelengkapan identitas responden dan hasil dari observasi.3.6.2. CodingData yang telah didapat diberi kode sesuai dengan sub variabel yang diteliti agar lebih mudah dalam pengecekan kembali bila terjadi kesalahan.3.6.3. ScoringSetelah dilakukan coding data, maka dilakukan pemberian skor pada masing-masing sub variabel dan setelah semua data diberi skor maka data tersebut dijumlahkan.Scoring merupakan pemberian skor untuk setiap pertanyaan/pernyataan disesuaikan dengan variabel yang dipilih yaitu:3.6.3.1. Variabel lamanya pemasangan infus Intravena, pemberian skornya sebagai berikut:3. Ditemukan flebitis selama 3 hari: 13. Ditemukan flebitis selama 4 hari: 23. Ditemukan flebitis selama 5 hari: 33. Ditemukan flebitis selama 6 hari: 4Pada penentuan skor yang diteliti adalah apabila ditemukan flebitis selama 3 hari diberi skor 1, ditemukan flebitis selama 4 hari diberi skor 2, ditemukan flebitis selama 5 hari diberi skor 3, ditemukan flebitis selama 6 hari diberi skor 4.3.6.3.2. Variabel kejadian flebitis, pemberian kriterianya adalah:1. Tidak terjadi flebitis: 12. Terjadi flebitis derajat I: 23. Terjadi flebitis derajat II: 34. Terjadi flebitis derajat III: 4

Skor yang didapat x 100% Skor maksimumKemudian diinterprestasikan sesuai dengan kriteria dengan menggunakan formula:3.6.4. TabulatingSetelah semua data terkumpul, data ditabulasikan dalam table tabulasi dan diurutkan berdasarkan kode yang telah ditentukan. Tabulasi sendiri berarti menyusun data yang telah diklasifikasikan sesuai dengan variabel yang diteliti dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analysis bivariate, dimana pada analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi, yaitu variabel X dan Y sebagai variabel dependen dan independen.3.6.5. Analisa uji statistikSedangkan untuk pengujian statistik digunakan uji Korelasi Product Moment(rxy). Tehnik Korelasi Product Moment ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih tersebut adalah sama. Hipotesis nol (H0) dapat diuji dengan menggunakan software SPSS 16,0 for windows. Penulis menggunakan nilai kemaknaan (p/value)