BAB III-Sumber Kebijakan

download BAB III-Sumber Kebijakan

If you can't read please download the document

Transcript of BAB III-Sumber Kebijakan

SUMBER-SUMBER KEBIJAKANA. Sumber-Sumber Memungkinkan Tentang KebijakanSalah satu problem dasar yang dihadapi oleh pembuat kebijakan adalah mengetahui sumber-sumber dari mana kebijakan dapat diambil. Pembuat kebijakan tidak ingin diklaim sebagai orang yang sewenang-wenang bertindak; dia akan memilih dianggap sebagai orang yang terbuka (demokratsi) dan tak berat sebelah.Banyak sumber-sumber yang memungkinkan tentang kebijakan diambil; tujuan-tujuan umum pendidikan, standar-standar pendidikan, pendapat-pendapat publik, dan kajian-kajian futuristik.1. FilsafatKebijakan, dari sudut pandang ini, tidak harus dipisahkan tetapi menjadi suatu kesatuan yang lebih luas dan lebih sistematis. Filsafat memberikan suatu kerangka yang berfikir yang sistematis dan menjadikan kebijakan cepat untuk diambil.Salah satu alasan mengapa ada hubungan antara filsafat dan kebijakan adalah bahwa filsafat bukan merupakan suatu sistem deduktif. Dengan demikian, tidak mungkin membuat suatu kesimpulan dari sautu filsafat umum seperangkat kebijakan-kebijakan atau parktek-praktek pedidikan. Karena filsafat bukan merupakan sistem isomorfis yang menyajikan jawaban yang berbeda untuk seperangkat pertanyaan-pertanyaan umum.2. TeoriHubungan yang mungkin ada di antara teori dan praktek telah banyak diuji oleh sejumlah pendidik. Ini bisa menjadi bukti instruktif untuk menguji problematika dari tori ke praktek karena problematika pendidikan secara analog bergerak dari teori ke kebijakan.Jika teori-teori dan prinsip-prinsip dipahami oleh pendidik, maka pendidik dapat berjalan dengan mengikuti peraturan-peraturan secara benar dan bertindak atau perilaku dengan pijakan pada suatu pengertian tentang teori. Fungsi utama dari teori adalah sebagai rambu untuk memobilisir pendidik untuk meninggalkan cara-cara (langkah-langkah) mengikuti peraturan secara mekanistik (tanpa reserve), sehingga tingkat pengamatan dan pemahaman pendidik semakin luas dan kadar pengalamannya pun lebih luas pula, berisi dengan makna yang lebih besar.3. SainsJika kita memasukan perilaku pendidikan pada perspektif ilmu-ilmu sosial dan sains seperti ilmu fisika atau biologi, maka akan terlihat pada perspektif pertama bahwa ada celah besar kemungkinan bagi pembuat kebijakan. Sedangkan sains, karena status mereka dan juga kemampuan mereka untuk membenarkan pernyataan-pernyataan pengetahuan, maka mereka menganggap hanya ada salah satu sumber bagi pengembangan kebijakan.Terdapat sejumlah cara bahwa pendekatan ilmiah dan sains dapat digunakan dalam mengambil kebijakan. Salah satunya adalah dengan survei-survei ilmiah tentang kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan agar dapat dievaluasi hasilnya dan menentukan personil dan orang-orang yang terpengaruh oleh kebijakan tersebut bereaksi terhadap kebijakan tersebut (umpan balik). Sains juga digunakan sebagai sumber kebijakan sebagai bentuk cara langsung dalam mencari kebijakan-kebijakan lainnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengunakan satu varian atau lebih tentang metode ilmiah yang digunakan dalam mengadakan survai dan mengevaluasi operasional kebijakan yang merupakan fungsi dari analisis kebijakan.4. Sistem-Sistem NilaiKarena kebijakan pada dasarnya bersifat normatif, agaknya ada kesenderungan bahwa sistem nilai merupakan suatu sumber utama bagi pengembangan kebijakan. Namun perlu ada cakupan yang spesifik tentang istilah sistem nilai. Untuk tujuan analisa, kajian tentang nilai dapat dibagi dalam beberapa varian,; moral, estetika, dan nilai yang bermanfaat.Kajian tentang nilai moral mempunyai pembagian kajian-kajian; empiris, etika normatif, dan metaetika. Kajian empiris dilakukan untuk menentukan kepercayaan moral dari satu populasi, ketimpangan-ketimpangan antara kepercayaan yang dianut dengan praktek yang dilakukan, perbedaan antar budaya dalam nilai moral, hubungan moralitas dengan hukum dan adat-istiadat pada suatu masyarakat, pengembangan antara konsep moral pada peserta didik, dan masalah-masalah lainnya. Etika normatif berhubungan dengan tingkah laku yang benar. Etika normatif diartikan bahwa suatu sistem etika dimana manusia itu hodup, misalkan tentang sistem nilai kantian, platois. Sebaliknya, metaetika berkenaan dengan makna tentang istilah-istilah dan bagaimana istilah-istilah tersebut digunakan dalam diskursus sehari-hari; hal ini juga digunakan untuk membedakan hal-hal yang bersifat moral dan amoral, untuk menentukan bagaiman pertimbangan etis dapat dianalisis, dan untuk menyelidiki atau melakukan inkuari ke dalam penalaran logika dan moral.Nilai estetika berkenaan seni, objek seni dan standar keindahan. Ini semua berhubungan dengan rasa dan keputusan dalam seni, serta juga dalam mengembangkan teori tentang masalah keindahan.Nilai yang bermanfaat berkenaan dengan kebaikan, nilai, atau manfaat komperatif tentang suatu proses, pelaksanaan, atau produk di dalam konteks sosial.