Bab III Studi Stratigrafi Sekuen - Perpustakaan Digital ITB · menggunakan zonasi kisaran umur dari...
-
Upload
duongkhanh -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of Bab III Studi Stratigrafi Sekuen - Perpustakaan Digital ITB · menggunakan zonasi kisaran umur dari...
12
Bab III Studi Stratigrafi Sekuen
3.1 Prinsip Dasar Konsep Stratigrafi Sekuen
Beberapa konsep pengertian dasar yang berkaitan dalam analisa stratigrafi sekuen
pada daerah yang dipelajari adalah sebagai berikut:
Konsep dasar dari sekuen stratigrafi adalah sederhana. Suatu sekuen pengendapan
berisikan sedimen-sedimen yang diendapkan saat satu siklus fluktuasi permukaan
laut. Dimulai dari muka air yang rendah, kemudian menjadi tinggi lalu kembali ke
rendah. Satu siklus bisa berlangsung dari beberapa ratus tahun hingga jutaan tahun
dan menghasilkan bermacam-macam sedimen, seperti antara lain beach sands,
submarine channel dan endapan levee, chaotic flows atau slumps dan serpih laut
dalam. Tipe endapan juga bervariasi, dari yang bertahap (gradually), yang tiba-
tiba atau mungkin seragam dan tersebar luas di cekungan. Setiap sekuen batuan
dihasilkan oleh satu siklus yang dibatasi oleh ketidakselarasan di bawah dan di
atas, adakalanya ketidakselarasan berhubungan dengan keselarasan
kesebandingannya. Komposisi dan ketebalan dari sekuen batuan dikendalikan
oleh ruang yang tersedia untuk sedimen di paparan, banyaknya sedimen dan iklim.
Ruang yang tersedia di paparan merupakan fungsi dari pengangkatan dan
pembebanan (subsidence) tektonik dan turun naiknya muka air laut di paparan.
(Neil, J., Rach, D., and Vail, P., 1993)
Komponen dari sekuen pengendapan disebut system tracts, yang terbagi menjadi
tiga mengikuti muka air laut relatif pada saat pengendapan. Lowstand pada saat
muka air laut relatif turun (rendah), transgressive ketika garis pantai bergerak ke
arah darat, dan highstand pada saat muka air laut relatif tinggi. (Gambar 3.1)
Lowstand system tract dibentuk pada saat muka air laut relatif turun hingga pada
saat awal muka air laut naik secara perlahan. Fase dari lowstand tersebut terjadi
pada sequence boundary dimana muka air laut relatif turun hingga shelf break.
Sequence boundary adalah batas dari sekuen pengendapan berupa
13
ketidakselarasan (unconformity) dan kesebandingan korelatif conformity-nya.
Bentuk pergerakan muka pantai yang tiba-tiba ke arah laut sebagai respon dari
penurunan muka air laut relatif disebut sebagai forced regression (Posamentier,
dkk 1992).
Model system tract dari berbagai sumber dijabarkan sebagai berikut:
Lowstand system tract dibagi menjadi tiga urutan unit, yaitu basin floor fan, slope
fan, lowstand wedge. Basin floor fan merupakan tahap awal dari lowstand system
tract yang terbentuk pada saat penurunan muka air laut secara cepat dan berkaitan
dengan erosi dan penorehan lembah di paparan laut. Pada penampang seismik
endapan basin floor fan dicirikan dengan pola mounded. Slope fan terbentuk pada
saat muka air laut turun secara maksimum, kenampakan pada penampang seismik
dicirikan dengan downlap dan bentuk mounded ke arah slope. Lowstand wedge
yang diendapkan pada saat penurunan akhir dari muka air laut hingga awal dari
kenaikan muka air laut. Kenampakan pada penampang seismik dicirikan oleh
onlap dan downlap. Akhir dari fase lowstand di batasi oleh transgressive surface
yang menandai perubahan dari pola progradasi menjadi retrogradasi.
Transgressive system tract terbentuk pada saat penaikan muka air laut relatif yang
berangsur secara cepat hingga mencapai titik maksimum dari kenaikan muka air
laut. Awal dari transgressive system tract ditandai oleh transgressive surface
yaitu marine flooding surface yang pertama, sedangkan batas atasnya adalah
maximum flooding surface yaitu maksimum onlap dari endapan laut ke arah
daratan pada tepi cekungan. Maximum flooding surface juga merupkan atas dari
endapan transgressive system tract ke endapan highstand system tract. Batas
maksimum endapan transgressive berasosiasi dengan condensed section yang
terdiri dari endapan-endapan pelagis dan hemipelagis. Selain itu endapan
transgressive system tract juga berasosiasi dengan pengisian dari suatu topografi
kolam atau berupa incised valley fill. Pada penampang seismik endapan
transgressive system tract dicirikan oleh onlap dan downlap surface dan pola
pengendapan retrogradasi.
14
Highstand system tract terbentuk pada kondisi ini muka air laut cenderung stabil
hingga turun secara perlahan. Bagian bawah highstand sytem tract dibatasi oleh
maximum flooding surface dan bagian atasnya dibatasi oleh sequence boundary.
Kenampakan pada penampang seismik dicirikan oleh downlap dan pola agradasi
hingga progradasi.
Gambar 3.1. Komponen System Tract (modifikasi dari Van Wagoner dkk, 1990)
Setiap system tracts memperlihatkan respon karakter log, pola seismik signature,
jejak paleontologi. Pendekatan analisa stratigrafi sekuen yang dilakukan di studi
ini adalah menggabungkan log, data fosil dan pola refleksi seismik untuk
menjabarkan pola perlapisan batuan dan lingkungan pengendapan (Gambar 3.2)
Gamma ray dan log SP log diharapkan terbaca rendah di batupasir dan tinggi
pada serpih. Sebaliknya log resistivity membaca tinggi untuk batupasir
mengandung hidrokarbon dan rendah pada serpih.
15
Gambar 3.2 Sekuen Pengendapan , Respon Pola Log dan Refleksi Seismik (Neil, J, Rach, D dan Vail, P,, 1993)
Perlapisan semu yang diinterpretasi pada penampang seismik disebut pola strata
(stratal pattern) ditentukan dengan memgikuti refleksi seismik ke
pemberhentiannya. Seismik stratigrafi adalah suatu penafsiran stratigrafi dari data
seismik dengan asumsi bahwa rekaman gelombang pada penampang seismik
refleksi merupakan rekaman kronostratigrafi sehingga dapat digunakan sebagai
alat bantu korelasi ke suatu daerah yang tidak memiliki informasi umur (Vail dan
Mitchum, 1977). Perubahan pola refleksi seismik mencerminkan adanya
perubahan kondisi lingkungan pengendapan. Analisa fasies seismik adalah
deskripsi dan interpretasi geologi dari parameter refleksi, dalam hal ini digunakan
interpretasi karakter fasies seismik dari Vail, 1977 yang dimodifikasi oleh Brown
dan Fisher. Dalam analisa sekuen seismik stratigrafi diidentifikasi antara lain
batas-batas sekuen erosional truncation, toplap onlap, downlap dan concordance,
16
juga pola konfigurasi internal berupa parallel, divergen, prograding, chaotic dan
lain-lain.
Fungsi fosil dijabarkan dari kelimpahan dan keanekaragaman serta kemunculan
pertama dan akhir. Distribusi dari fauna tergantung sekali dari lingkungannya.
Pola kehadiran fossil dalam batuan mencerminkan perubahan lingkungan seiring
dengan waktu geologi. Jika perubahannya singkat dan tersebar luas, dapat
digunakan sebagai datum korelasi. Selain umur dari fosil, pola kelimpahan dan
keanekaragaman dari fauna akan menghasilkan penafsiran dari suatu lingkungan
pengendapan ke lingkungan lainnya dari waktu ke waktu, sehingga menjadi alat
yang efektif pada aplikasi dari analisa dengan pendekatan sekuen stratigrafi.
(Armentrout, J. 1991).
17
3.2 Lingkungan Pengendapan Formasi Pulau Balang
Analisa data biostratigrafi dilakukan terutama dari data fosil foraminifera dan
laporan mikropaleontologi sumur Wailawi-2. Penafsiran umur dilakukan dengan
menggunakan zonasi kisaran umur dari foraminifera dari Blow. 1969, sedangkan
lingkungan pengendapan merujuk pada diagram penyebaran foraminifera untuk
cekungan Kutai (Kadar, A.P. dkk, 1996) dan model distribusi asosiasi
foraminifera delta (Suleiman, A., dkk 1998., yang dimodifikasi dari Van Gorsel,
1982)
Dari pengamatan langsung dibawah mikroskop pada kedalaman 2300 hingga 5680
feet dapat ditentukan bahwa interval yang diteliti berumur akhir Miosen Awal
yang setara dengan N6 hingga N7-N8 berdasarkan dijumpainya akhir kehadiran
Globigerinita unicavus pada kedalaman 4250 kaki dan Globigerinoides diminutus
pada kedalaman 3120 kaki. Dengan adanya kedua fosil penunjuk tersebut maka
lapisan batuan dari sumur Wailawi -2 dapat dibagi menjadi tiga zona kisaran umur
yaitu N6 dari kedalaman 5680-4250 kaki, N6-N7 dari kedalaman 4250-3120 dan
N7-N8 dari kedalaman 3120-2300 kaki. Lingkungan yang berkembang pada
penampang sedimentologi yang di teliti meliputi Batial, Neritik Luar hingga
Neritik Tepi dan Litoral dalam lingkungan berair payau (brackish).
Pada bagian bawah perlapisan batuan zona kisaran umur N6 di kedalaman 5680-
4980 kaki berkembang lingkungan pengendapan dari batimetri Batial yang
dicirikan oleh asosiasi Sphaeroidina bulloides, Pullenia wuellerstorfi dan
Cyclammina sp berserta jenis fauna foraminifer large agglutinated lainnya,
kemudian secara perlahan berangsur mendangkal hingga Neritik Tengah dan
Neritik Tepi yang ditandai perubahan dari asosiasi Uvigerina sp, Gyroidina sp,
Bolivina sp, Cibicides sp, plangton dan foram besar ke asosiasi yang didominasi
foram besar seperti Operculinella sp dan foram bentonik kecil seperti
Pseudorotalia sp, Ammonia sp dan Elphidium sp. Selanjutnya dari kedalaman
4980-4750 kaki dijumpai asosiasi yang dicirikan oleh kehadiran foraminifera
agglutinated kecil seperti Trochammina sp, Haplophragmoides sp dan Ammonia
beccarii yang menunjukkan lingkungan air payau seperti halnya pada lingkungan
18
delta. Endapan delta tersebut kemudian ditutupi batugamping yang cukup tebal
dengan kandungan fosil foram besar yang menunjukkan lingkungan pengendapan
dari batimetri Neritik Tepi. Dari kedalaman 4980 kaki hingga 4200 kaki di zona
N6 terjadi perulangan lingkungan pengendapan antara litoral dan neritik
memperlihatkan kecenderungan semakin mendalam hingga Neritik Tengah.
Pada kisaran umur N6-N7 lingkungan pengendapan yang berkembang didominasi
perulangan naik turun muka laut relatif dalam zona Neritik Tepi yang dicerminkan
oleh tinggi rendah kelimpahan dari asosiasi foraminifera besar seperti
Lepidocyclina sp, Operculina sp, Miogypsina sp, Austrotrillina sp, Flosculinella
dan bentonik kecil seperti Pseudorotalia sp, Quinqueloculina sp, yang kadang
ditambah dengan sedikit kehadiran Bolivina sp dan foraminifera plangton. Hanya
saja di bagian bawah zona N6-N7 ini pada kedalaman 4000-3900 kaki dijumpai
asosiasi foraminifera dari jenis agglutinated yang hidup pada lingkungan air payau
(brackish), begitu juga di kedalaman 3240-3260 terdapat asosiasi campuran
foraminifera neritik tepi dengan air payau.
Tidak berbeda dengan zona N6-N7, pada zona N7-N8 juga didominasi asosiasi
Operculina sp, Lepidocyclina sp dan Pseudorotalia sp. Hanya saja
keanekaragaman dan kelimpahan fauna di zona ini cenderung lebih sedikit,
sehingga membawa penafsiran ke arah lingkungan yang lebih dangkal pada zona
batimetri Neritik Tepi.
Fenomena yang agak berbeda dijumpai pada kedalaman 3800-3850 kaki, disini
terdapat foraminifera dari jenis large agglutinated seperti contohnya Cyclammina
cancellata yang biasa terdapat pada lingkungan laut dalam bercampur dengan
asosiasi foraminifera yang umum hidup pada neritik tepi. Foraminifera
agglutinated tersebut hadir dalam preservasi jarang, dengan warna yang kusam.
Penafsiran dalam report mikropaleontologi oleh Vico Indonesia disebutkan fosil-
fosil tersebut sebagai fosil rombakan, sedangkan alternatif penafsiran lain adalah
kemungkinan dari adanya endapan storm dari lingkungan yang didominasi
gelombang laut pada saat itu.
19
Kecenderungan perulangan lingkungan pengendapan Neritik Tepi ke Neritik
Tengah dari kisaran umur N6 hingga awal kisaran umur N6-N7 yang kemudian
berhenti dan terkonsentrasi pada batuan serpih dengan karakter gamma ray yang
lebih tinggi dengan kandungan fosil foraminifera yang mempunyai
keanekaragaman yang tinggi dan kelimpahan melimpah membawa penafsiran
interval condensed section pada kedalaman 4130-4150 kaki.
Berdasarkan penafsiran lingkungan pengendapan dan pola puncak-puncak
kelimpahan dan keanekaragaman dari fosil foraminifera yang dijumpai dapat
diidentifikasi tidak kurang dari sembilan kandidat flooding surface. Adanya
perubahan jenis asosiasi fauna yang tidak berangsur (secara tiba-tiba) di beberapa
tempat seperti perubahan dari asosiasi yang didominasi fauna laut berubah
menjadi asosiasi yang didominasi fauna brackish atau bahkan menjadi tidak
adanya asosiasi (barren) ditafsirkan sebagai kemungkinan adanya faunal break
yang dapat diidentifikasi sebagai kandidat dari batas sekuen. Kemungkinan dari
batas sekuen ini kemudian diintegrasikan dengan data litofasies, log facies dan
seismik..
Penampang hasil penafsiran data paleontologi untuk pemodelan sekuen stratigrafi
daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 3.3, sedangkan diagram penyebaran
(distribution chart) kandungan fosil foraminifera dilampirkan sebagai lampiran-
03.
20
Gambar 3.3 Penampang Lingkungan Pengendapan & Umur Formasi Pulau Balang
SedimentologiProfil Litologi
barren
rwk LAF
rwk LAF
barrenbarren
rwk LAF
barren
Trochammina,HaplophragmoidesMilliamminaAmmonia
barrenbarrenbarrenbarren
miliollids common
Gs. diminutus
tdk ada data
tdk ada data
marine + fauna brackish
campuran fauna brackish dan marine (laut dangkal)
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
tdk ada data
G. unicavus
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
marine + fauna brackish
barren
barrenbarren
fauna brackish
marine + fauna brackish
9/220 cds
Bolivina (c)
small benthic (c)
Bolivina, Robulus, CassidulinaPlanktons16/380 cds
hi energy
cds
11/320 cds
10/125 cds
15/220 cds
12/166 cds
Litoral NeritikDalam
NeritikTengah
NeritikLuar Batial
LingkunganPengendapan
Miosen
Awal
N7-N8
N6-N7
N5-N6
UmurZonasi
Blow 1969
Unit Stratigrafi
FORMA
SI PULA
U BALA
NGFOR
MASI
PAMALU
AN
FSL
RSL
FSL
RSL
RSL
FSL
RSL
FSL
RSL
FSL
FSL
FSL
RSL
FSL: Falling Sea LevelRSL: Rising Sea Level
RSL
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
SedimentologiProfil Litologi
barren
rwk LAF
rwk LAF
barrenbarren
rwk LAF
barren
Trochammina,HaplophragmoidesMilliamminaAmmonia
Trochammina,HaplophragmoidesMilliamminaAmmonia
barrenbarrenbarrenbarren
miliollids common
Gs. diminutus
tdk ada data
tdk ada data
marine + fauna brackish
campuran fauna brackish dan marine (laut dangkal)campuran fauna brackish dan marine (laut dangkal)
marine + fauna brackish
marine + fauna brackishmarine + fauna brackish
tdk ada data
G. unicavus
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
marine + fauna brackish
barren
barrenbarren
fauna brackish
marine + fauna brackish
9/220 cds
Bolivina (c)
small benthic (c)
Bolivina, Robulus, CassidulinaPlanktons16/380 cds
hi energy
cds
11/320 cds
10/125 cds
15/220 cds
12/166 cds
Litoral NeritikDalam
NeritikTengah
NeritikLuar Batial
LingkunganPengendapan
Litoral NeritikDalam
NeritikTengah
NeritikLuar Batial
LingkunganPengendapan
Miosen
Awal
N7-N8
N6-N7
N5-N6
UmurZonasi
Blow 1969
Unit Stratigrafi
FORMA
SI PULA
U BALA
NGFOR
MASI
PAMALU
AN
FSL
RSL
FSL
RSL
RSL
FSL
RSL
FSL
RSL
FSL
FSL
FSL
RSL
FSL: Falling Sea LevelRSL: Rising Sea Level
RSL
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
FOR
MAS
I PU
LAU
BAL
ANG
FOR
MAS
I PA
MAL
UAN
MIO
SEN
AW
AL
N7
–N
8N
6 –
N7
N5
–N
6
SedimentologiProfil Litologi
barren
rwk LAF
rwk LAF
barrenbarren
rwk LAF
barren
Trochammina,HaplophragmoidesMilliamminaAmmonia
barrenbarrenbarrenbarren
miliollids common
Gs. diminutus
tdk ada data
tdk ada data
marine + fauna brackish
campuran fauna brackish dan marine (laut dangkal)
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
tdk ada data
G. unicavus
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
marine + fauna brackish
barren
barrenbarren
fauna brackish
marine + fauna brackish
9/220 cds
Bolivina (c)
small benthic (c)
Bolivina, Robulus, CassidulinaPlanktons16/380 cds
hi energy
cds
11/320 cds
10/125 cds
15/220 cds
12/166 cds
Litoral NeritikDalam
NeritikTengah
NeritikLuar Batial
LingkunganPengendapan
Miosen
Awal
N7-N8
N6-N7
N5-N6
UmurZonasi
Blow 1969
Unit Stratigrafi
FORMA
SI PULA
U BALA
NGFOR
MASI
PAMALU
AN
FSL
RSL
FSL
RSL
RSL
FSL
RSL
FSL
RSL
FSL
FSL
FSL
RSL
FSL: Falling Sea LevelRSL: Rising Sea Level
RSL
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
SedimentologiProfil Litologi
barren
rwk LAF
rwk LAF
barrenbarren
rwk LAF
barren
Trochammina,HaplophragmoidesMilliamminaAmmonia
Trochammina,HaplophragmoidesMilliamminaAmmonia
barrenbarrenbarrenbarren
miliollids common
Gs. diminutus
tdk ada data
tdk ada data
marine + fauna brackish
campuran fauna brackish dan marine (laut dangkal)campuran fauna brackish dan marine (laut dangkal)
marine + fauna brackish
marine + fauna brackishmarine + fauna brackish
tdk ada data
G. unicavus
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
marine + fauna brackish
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
barren
marine + fauna brackish
barren
barrenbarren
fauna brackish
marine + fauna brackish
9/220 cds
Bolivina (c)
small benthic (c)
Bolivina, Robulus, CassidulinaPlanktons16/380 cds
hi energy
cds
11/320 cds
10/125 cds
15/220 cds
12/166 cds
Litoral NeritikDalam
NeritikTengah
NeritikLuar Batial
LingkunganPengendapan
Litoral NeritikDalam
NeritikTengah
NeritikLuar Batial
LingkunganPengendapan
Miosen
Awal
N7-N8
N6-N7
N5-N6
UmurZonasi
Blow 1969
Unit Stratigrafi
FORMA
SI PULA
U BALA
NGFOR
MASI
PAMALU
AN
FSL
RSL
FSL
RSL
RSL
FSL
RSL
FSL
RSL
FSL
FSL
FSL
RSL
FSL: Falling Sea LevelRSL: Rising Sea Level
RSL
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
Faunal Break
FOR
MAS
I PU
LAU
BAL
ANG
FOR
MAS
I PA
MAL
UAN
MIO
SEN
AW
AL
N7
–N
8N
6 –
N7
N5
–N
6
21
3.3 Seismik Stratigrafi
Analisa dan penafsiran seismik stratigrafi dalam studi ini dilakukan pada
penampang seismik K8088 yang merupakan data seismik 2D yang telah
dimigrasi. Seismik K8088 dipilih karena selain merupakan yang cukup baik dan
mewakili juga karena seismik ini dapat diikat dengan tiga data sumur yaitu dari
Wailawi-2, Wailawi-3 dan Wailawi-1. Pengamatan pada seismik K8088 yang
dibantu dengan data litologi tiga sumur yang telah diikatkan di dalam penampang
menunjukkan terdapat 5 paket sekuen yang dicirikan oleh variasi pola –pola
refleksi internal. Selanjutnya paket sekuen tersebut disebut secara berurutan dari
bawah (tua) ke atas (muda) sebagai paket Seismik Sekuen-1, Seismik Sekuen-2,
Seismik Sekuen-3, Seismik Sekuen-4 dan Seismik Sekuen-5 (Gambar 3.4 & 3.5).
Pembahasan fasies seismik dari kelima paket sekuen ini dipercaya akan dapat
menggambarkan sekuen stratigrafi system tract bawah permukaan daerah studi.
Pembahasan kelima paket sekuen akan meliputi batas-batas sekuen dan
konfigurasi internal serta penafsiran fasies yang diintegrasikan dengan data
sedimentologi dari penampang sumur.
Gambar 3.4. Lima Paket Seismik Sekuen Pada Seismik K8088
22
Penjabarannya adalah sebagai berikut:
Seismik Sekuen-1
Seismik sekuen-1 dibatasi pada baik bagian atas maupun bawah oleh terminasi
concordance dengan konfigurasi internal berupa divergen. Di bagian bawa paket
terdapat bentuk-bentuk gundukan (mounded). Sedangkan di bagian atas dicirikan
dengan terdapatnya amplitudo refleksi yang tinggi. Konfigurasi concordance-
concordance/divergen yang dalam perlapisan yang didominasi batuan serpih –
batupasir dengan bentukan mounded di bagian bawah ini ditafsirkan sebagai
lingkungan delta front - paparan luar yang berangsur ke bagian cekungan yang
relatif lebih dalam. Bentukan mounded di bagian bawah dapat diartikan sebagai
endapan debris dalam laut, sedangkan amplitudo yang tinggi menutupi paket
sekuen -1 ini jelas adalah lapisan batugamping yang kemungkinan berbentuk
platform. Batugamping platform yang relatif menipis dan serpih yang menebal ke
arah timur menunjukkan arah laut atau ke arah cekungan.
Seismik Sekuen-2
Seismik sekuen-2 dicirikan oleh konfigurasi batas atas yang concordance dan
batas bawah concordance hingga downlap diatas reflektor dengan ampitudo tinggi
pada puncak paket sekuen-1 dengan konfigurasi internal shingled yang berangsur
menjadi onlap-concordance /shingled ke arah timur. Konfigurasi yang berasosiasi
dengan perselingan lapisan batupasir, batulanau dan serpih yang berangsur
menjadi dominan serpih dan batulanau ke arah timur dan secara vertikal ke atas
ditafsirkan sebagai fasies dari daerah pasang surut – paparan tepi yang landai yang
berangsur ke paparan tengah ke arah timur. Karakter onlap yang ada dapat
ditafsirkan terjadi sebagai akibat proses transgresif pada paket sekuen-2 ini.
Seismik Sekuen-3
Seismik sekuen-3 memperlihatkan batas atas berupa toplap dan batas bawah
downlap dengan konfigurasi internal oblique clinoform yang selanjutnya menjadi
concordance-concordance/subparalel di bagian timur.
23
Bentuk oblique clinoform yang berangsur berkembang menjadi subparallel
ditafsirkan sebagai bentuk dari progadasi suatu prodelta ke arah paparan.
Konfigurasi internal parallel – subparalel mencirikan lingkungan pengendapan
paparan dengan energi yang tenang dengan kecepatan pengendapan yang konstan,
pada umumnya berasosiasi dengan bentuk eksternal sheet/wedge dan semakin
berkembang ke arah cekungan dengan terbentuknya progradasi. Batas atas berupa
toplap membawa penafsiran ke arah adanya proses erosional dari endapan yang
relatif terletak di atas terhadap endapan di bawahnya, maka disimpulkan ada
bagian atas paket sekuen 2 yang mengalami erosi yang kemungkinan
berhubungan dengan batas sekuen ketidakselarasan diatasnya..
Seismik Sekuen-4
Di bagian barat, batas atas dari Seismik sekuen-4 merupakan toplap dan bagian
bawah berupa downlap, sedangkan konfigurasi internalnya merupakan bentuk
sigmoid. Konfigurasi tersebut berangsur berubah menjadi toplap-
concordance/parallel di bagian timur. Perlapisan batuan pada paket sekuen-4 ini
terdiri dari perulangan serpih dan batupasir yang mengasar ke atas. Bentuk
sigmoid dari sekuen ini ditafsirkan sebagai endapan paparan tepi yang
berprogadasi. Perubahan di bagaian timur menjadi concordance/parallel
menunjukkan bahwa endapan berprogadasi dari paparan tepi ke paparan tengah
hingga luar. Jika suplai sedimen konstan maka di bagian timur yang merupakan
daerah paparan tengah – luar, endapan kemungkinan mengalami proses agradasi.
Penyebaran batas toplap yang berkembang luas di bagian atas ditafsirkan bahwa
bagian atas tererosi dengan kuat.
Seismik Sekuen-5
Seismik Sekuen-5 merupkan paket paling atas pada penampang yang diteliti.
Konfigurasi yang berkembang berupa concordance-concordance/parallel dengan
indikasi-indikasi clinoforms yang cukup jelas di antara reflektor. Penafsiran dari
kenampakan konfigurasi yang didominasi batupasir yang cukup tebal
menunjukkan bahwa terdapat pergerakan progadasi, dari endapan batupasir
endapan pantai yang terus maju ke arah cekungan serta mengerosi endapan di
24
bawahnya dan membentuk batas sekuen ketidak-selarasan. Endapan delta front
menutupi paket sekuen-4 ini pada yang ditunjukan oleh penyebaran batubara tipis
yang luas di atas endapan laut dangkal.
Gambar 3.5 Penafsiran Seismik Facies Dalam Paket Seismik Sekuen.
25
3.4 Stratigrafi Sekuen Daerah Penelitian
Pembahasan analisa stratigrafi sekuen dari data log sumur meliputi pemodelan
dan korelasi yang keduanya saling berkaitan mengisi satu dengan sama lainnya,
baik dalam analisa dan penafsiran. Sebagai dasar penafsiran data log digunakan
acuan dari Sedimentary environments from wireline logs, Serra, O. 1989. Ada
lima pola bentuk dasar log gamma ray yang dapat mencirikan suatu proses
pengendapan dan pola pengisian sedimen yaitu: bentuk silinder, bentuk lonceng,
bentuk corong, bentuk simetris dan bentuk kecenderungan tak beraturan
(irregular trend). Dari model stratigrafi sekuen yang memperlihatkan turun
naiknya muka air laut (falling sea level dan rising sea level) kemudian
dikorelasikan terhadap penampang sumur lainnya. Sebagai hasil korelasi
didapatkan pola penumpukan sedimen berupa pola progradasi, agradasi dan
retrogradasi yang mencerminkan juga proses transgresi dan regresi yang
berlangsung serta system tract yang berkembang pada level stratigrafi Miosen
Awal dari formasi Pulau Balang di daerah penelitian.
3.4.1 Model Stratigrafi Sekuen
Untuk model sekuen stratigrafi di daerah penelitian dipilih model berdasarkan
sumur Wailawi-2 mengingat sumur ini memiliki kelengkapan data yang lebih
dibandingkan sumur lainya, terutama keberadaan data mikropaleontologi selain
log, mudlog (cuttings) dan side wall core. Dari integrasi data kurva log listrik
(gamma ray, resistivity dan sonic), deskripsi mudlog (cuttings) dan side wall core
serta penafsiran data lingkungan pengendapan dari data mikropaleontologi, maka
dibuat profil sedimentologi dari sumur Wailawi-2 lengkap dengan penafsiran
fasies pengendapan batuan sedimen dan kandidat marker stratigrafi sekuen.
Fasies Pengendapan Batuan Sedimen
Hasil analisa unit genetik fasies pengendapan dari profil sedimentologi di sumur
Wailawi-2 adalah sebagai berikut:
Fasies Serpih Laut Dalam
26
Fasies Serpih Laut Dalam dijumpai pada interval 5680 – 5300 kaki. Batuan
sedimen pada interval ini memperlihatkan batuan serpih abu-abu yang lunak
dengan pola kurva gamma ray dengan nilai yang tinggi, mengandung fosil dari
lingkungan batial hingga neritik luar (semakin mendangkal ke atas). Interval
ini ditafsirkan sebagai unit endapan serpih pelagik laut dalam dengan
lingkungan pengendapan dari paparan luar hingga paparan tengah..
Fasies Batuan Sedimen Turbidit Paparan
Fasies Batuan Sedimen Turbidit Paparan dijumpai pada Interval 5300 – 5070
kaki, memperlihatkan perlapisan batulempung abu-abu terang hingga gelap
yang diselingi batupasir karbonatan halus dengan pola kurva log yang
cenderung kontak yang tegas (sharp contact) dan perulangan batupasir
berbutir sedang – sangat halus yang menghalus ke atas, mengandung karbonat,
laminasi karbon, mengandung fosil laut neritik yang bercampur dengan fosil
brackish dengan preservasi yang buruk dan jarang, dengan pola kurva log
gamma ray yang bentuk lonceng yang serrated. Interval ini ditafsirkan sebagai
endapan klastik turbidit di lingkungan laut dangkal di lereng dalam paparan
tepi hingga paparan tengah.
Fasies Batuan Sedimen Prodelta
Fasies Batuan Sedimen Prodelta dijumpai pada interval 5070 – 4970 kaki,
dicirikan oleh perlapisan batulempung hingga batulanau berwarna abu-abu
hingga coklat yang mengkasar keatas, karbonatan, karbonan, mengandung
fosil dari lingkungan neritik, kurva log memperlihatkan gamma ray tinggi
hingga sedang dengan pola cenderung semakin rendah ke atas. Bedasarkan
asosiasi fasies pengendapan di bagian atas berupa endapan delta dan bagian
bawah berupa endapan paparan maka fasies pada interval ini ditafsirkan
sebagai unit endapan serpih prodelta hingga paparan marine.
Fasies Batuan Sedimen Delta Front
Fasies Batuan Sedimen Delta Front dijumpai pada interval 4970 - 4880 kaki,
fasies ini dicirikan oleh cuttings dan pola log pada interval ini memperlihatkan
27
perulangan batupasir dengan pola yang cenderung mengkasar ke atas
berselingan dengan batupasir yang menghalus ke atas di bagian atasnya, yang
disisipi batulempung. Batupasir di bagian bawah berwarna putih hingga abu
terang agak karbonatan, mengandung laminasi karbon dengan fosil-fosil
brackish dominan dan sedikit marginal marine. Interval bagian bawah ini
ditafsirkan sebagai batupasir yang diendapkan dalam lingkungan delta front.
Fasies Batupasir Distributary Mouth Bar
Fasies Batupasir Distributary Mouth Bar dijumpai pada interval kedalaman
4880 – 4840 kaki. Batupasir pada interval ini dicirikan berbutir halus hingga
sedang dengan pola mengkasar ke atas, sedikit mengandung karbonatan dan
material karbon.
Fasies Batupasir Distributary Channel
Fasies Batupasir Distributary Channel dijumpai pada beberapa interval
kedalaman.
Pada interval kedalaman 4870 – 4800 kaki, fasies ini dicirikan oleh batupasir
berbutir kasar hingga halus, terpilah sedang, tidak mengandung fosil (barren),
ditutup dengan lapisan lempung diatasnya yang mengandung fosil brackish.
Batupasir di bagian atas interval ini ditafsirkan sebagai endapan distributary
channel dari suatu sistem pengendapan delta.
Interval 4670 – 4000 kaki, pada interval ini kurva log gamma ray
memperlihatkan kecenderungan meninggi ke atas, dalam perselingan batupasir
tipis, batulanau dan batulempung yang menghalus ke atas. Batupasir paling
bawah dari interval ini cenderung memperlihatkan kontak yang tajam dengan
lapisan batulempung marine di bawahnya, menghalus ke atas dan barrel shape
dan seratted, batupasir tersebut sedikit mengandung fosil fauna brackish
hingga barren sehingga membawa penafsiran pada tepi channel pada sistem
delta. Selanjutnya perselingan batuan sedimen diatas nya memperlihatkan ciri
yang sedikit kalkareus hingga kalkareus, mengandung karbon dan laminasi
28
karbon dengan susunan batupasir dominan di bagian bawah, batulanau
dominan di bagian tengah dan batulempung di bagian atas ditafsirkan sebagai
proses transgresif, kecenderungan ini juga didukung dengan penafsiran data
paleontologi perulangan turun naik muka air laut yang semakin mendalam ke
atas dari brackish hingga neritik tengah Interval ini memperlihatkan siklus
perubahan fasies dari delta ke paparan dan dari paparan tepi ke paparan
tengah. Ditafsirkan unit genetik yang berkembang secara berurutan dari bawah
ke atas adalah distributary channel delta, endapan tidal, offshore bar, endapan
wave – tidal dominated dan endapan marine mud paparan tepi - paparan
tengah.. Batas kontak tegas antara batupasir channel dari sistem delta dengan
lapisan marine pada interval dibawahnya yang merupakan suatu perubahan
lingkungan yang tiba-tiba diidentifikasi sebagai batas sekuen ketidakselarasan.
Interval 3990 – 3850 kaki, merupakan perlapisan dua tubuh batupasir yang
dengan pola menghalus ke atas (bell shaped pada kurva log gamma ray) yang
disisipi batulempung dan batubara. Batupasir di bagian bawah berbutir sedang
hingga halus yang menghalus ke atas, mengandung bercak karbon, non
kalkareus, sedikit glaukonitan di bagian atasnya. Batupasir di bagian atas
dipisahkan oleh batulempung tipis dan lapisan tipis batupasir yang
mengandung amber dengan sisipan batubara. Seperti batupasir di bagian
bawah, batupasir di bagian atas juga mempunyai karakter yang sama hanya
saja batupasir ini kemudian ditumpangi oleh batupasir tipis dengan sisipan
tipis batugamping dan berangsur menghalus ke atas menjadi batulanau dan
batulempung. Batupasir pada interval ini mengandung fosil dari lingkungan
brackish dan marginal marine, serta ditafsirkan sebagai endapan distributary
channel pada sistem tidal dominated delta. Perbedaan yang menyolok antara
lingkungan batupasir bagian bawah interval ini dengan batupasir offshore bar
yang mempunyai kandungan glaukonit melimpah yang ditumpanginya
membawa penafsiran adanya batas sekuen (SB).
Interval 3280 – 3240 kaki, pada bagian bawah interval ini diendapkan
batupasir halus dengan ciri bentuk barrel shape pada kurva log gamma ray,
29
yang mengandung amber melimpah dan mempunyai sisipan batubara.
Batupasir yang juga mengandung fosil fauna brackish, terletak di atas endapan
paparan laut offshore mud dari interval di bawahnya, sehingga kontak yang
tajam disini ditafsirkan sebagai bidang erosional yang berasosiasi dengan
batas sekuen ketidakselarasan (SB).
Fasies Batugamping Platform
Fasies Batugamping Platform dijumpai pada interval kedalaman 4800 – 4670
kaki, memperlihatkan kurva gamma ray rendah dari batugamping berwarna
putih hingga krem, keras, mikrokristalin yang ditutupi oleh lapisan
batulempung yang mengandung fosil laut neritik tepi. Batugamping pada
interval ini ditafsirkan merupakan produk laut dangkal karena adanya
perpindahan sistem delta yang tidak berkembang lagi di tempat tersebut pada
saat itu. Penyebarannya yang luas membawa penafsiran pada Batugamping
Platform. Batas bawah fasies batugamping ini terletak di atas batulempung
delta front hingga paparan marine.
Fasies Batuan Sedimen Offshore
Fasies Batuan Sedimen Offshore dijumpai pada beberapa interval kedalaman.
Pada interval 4100 – 3990 kaki, memperlihatkan lapisan serpih – batulanau
yang cukup tebal dengan kecenderungan mengkasar ke atas, hingga
ditumpangi oleh batupasir dengan kontak smooth abrupt. Batulanau berwarna
abu terang hingga abu-abu, sedikit karbonatan, mengandung karbon dan
fragmen fosil. Sementara batupasir di atasnya berbutir halus hingga sedang,
mengandung glaukonit yang melimpah. Data paleontologi menunjukkan
sedimen diendapkan pada lingkungan neritik tepi dengan kondisi pada saat
muka air laut relatif mulai turun atau semakin mendangkal. Unit genetik pada
interval ini ditafsirkan sebagai endapan offshore marine mud dan batupasir
offshore bar.
30
Pada interval 3850 – 3280 kaki, secara umum memperlihatkan siklus
perulangan klastik halus yang cukup tebal antara batulempung dan batulanau
yang mengkasar ke atas, dengan bentuk bentuk kurva log gamma ray funnel
shape. Lapisan batuan tersebut mengandung fosil dari lingkungan neritik tepi,
sehingga ditafsirkan genetik unit dari interval ini adalah endapan offshore mud
laut terbuka di paparan tepi hingga tengah. Bedasarkan pola kelimpahan fauna
dan karakter log gamma ray yang tinggi diidentifikasi dua batas flooding
surface pada interval ini.
Fasies Batuan Sedimen Shoreface
Fasies Batuan Sedimen Shoreface dijumpai pada kedalaman 3240 – 2800
kaki, fasies ini dicirikan siklus perselingan batupasir dan batulempung dengan
pola kurva gamma ray berbentuk funnel yang mengasar dan menebal ke atas.
Bagian atas dari batupasir umumnya ditutupi batugamping atau batupasir
karbonatan. Kandungan fosil diinterval ini menunjukkan lingkungan neritik
tepi. Dengan ciri-ciri yang ada ditafsirkan bahwa unit genetik di interval ini
berupa endapan paparan hingga muka pantai (shoreface).
Fasies Batuan Sedimen Pantai (Coastal Deposits)
Fasies Batuan Sedimen Pantai (Coastal Deposits) dijumpai pada interval 2780
– 2550 kaki, memperlihatkan dua pola kurva log yang blocky, yang berisikan
tubuh lapisan batupasir yang cukup tebal. Kedua tubuh lapisan batupasir
tersebut dipisahkan oleh lapisan batulempung dengan sisipan batugamping
tipis dan batubara yang memiliki gamma ray tinggi. Pengamatan pada mudlog
menunjukkan bahawa pada dasar batupasir di bagian bawah terdapat lapisan
tipis batubara, sedangkan di bagian atas atas dari laporan interpretasi dipmeter
disebutkan terdapat struktur sedimen planar, low angle cross bed -
hummocky. Batupasir lainnya di bagian atas dideskripsikan berwarna abu-abu
terang – abu-abu, berbutir halus hingga sedang, bersih, lepas, mengandung
kuarsa, terpilah sedang-baik dan juga memiliki struktur sedimen hummocky.
Kandungan fosil interval ini hampir sama terdiri atas foraminifera dari
lingkungan neritik tepi antara lain Pseudorotalia, Quinqueloculina,
31
Operculina dan Lepidocyclina, hanya saja kelimpahan menjadi sedikit lebih
berkurang pada interval lapisan batulempung dan sispan batubara. Karakter
pada interval ini memberikan penafsiran unit genetik bahwa secara vertikal
merupakan endapan pantai (coastal deposit) yang bergerak ke arah daratan
sehingga terjadi perubahan facies dari endapan pantai ke laguna lalu menjadi
endapan barrier bar, sebagai cerminan dari proses transgresif. Lapisan
batubara di bagian bawah ditafsirkan dapat menjadi bukti titik nol dari garis
pantai yang merupakan bidang keselarasan sebagai batas sekuen (SB) terhadap
unit endapan laut di bawahnya.
Fasies Batuan Sedimen Rawa
Interval 2410 – 2350 , terdiri atas batuan sedimen yang terdiri dari
batulempung dan batulanau yang dicirikan oleh adanya lapisan batubara
dengan pola kurva log gamma ray yang rendah. Kandungan fosil di interval ini
terdiri atas fauna brackish atau kosong (barren). Batas antara endapan rawa
dengan endapan paparan pada tempat batubara berada ditafsikan sebagai batas
sekuen ketidakselarasan (SB).
Model memperlihatkan asosiasi endapan klastik dan karbonat dari dari fasies yang
berkembang yaitu endapan pelagik laut dalam batial hingga paparan luar, endapan
turbidit lereng paparan, endapan delta, endapan karbonat, endapan offshore,
endapan shoreface, endapan laguna, endapan pantai coastal dan endapan rawa
(swampy). Sejumlah sepuluh marker flooding surface, lima kandidat maksimum
flooding surface dan lima kandidat sequence boundary dapat didentifikasi dari
model yang dihasilkan.
Penampang model sekuen stratigrafi yang dihasilkan dan digunakan untuk
korelasi digambarkan sebagai berikut (Gambar 3.6). Sedangkan penampang
model sekuen stratigrafi yang telah dilengkapi dengan pembagian system tract
hasil analisa sekuen stratigrafi berdasarkan korelasi dapat dijumpai sebagai
lampiran-1.
32
Gambar 3.6 Model sekuen stratigrafi daerah studi
33
3.4.2 Korelasi Stratigrafi Sekuen
Analisa stratigrafi sekuen dilakukan dengan mengkorelasikan enam data sumur
(Wailawi-1, Wailawi-2, Wailawi-3, Wailawi-4, Wailawi-5 dan South Wailawi-1)
yang ada dalam blok lapangan migas Wailawi. Seperti juga model sekuen
stratigrafi dari sumur Wailawi 2, kecuali data biostratigrafi, obyek yang diamati
antara lain terdiri atas kurva log listrik (gamma ray, resistivity dan sonic),
deskripsi mudlog (cuttings) dan side wall core. Analisa sekuen dilakukan dengan
mengkorelasikan profil sedimentologi yang dibuat berdasarkan integrasi data
mudlog dan kurva log listrik, setelah sebelumnya juga mempertimbangkan
karakter dari paket sekuen seismik fasies dan penafsirannya.
Ekspresi dari log mencerminkan kecenderungan energi pengendapan dan pola
pengisian sedimen. Ada tiga bentuk pola penumpukan yang umum dikenal dalam
sistem pengendapan di tepi cekungan yaitu progradasi, agradasi dan retrogradasi.
Pengamatan pola-pola tersebut membawa kepada penafsiran perubahan muka air
laut, kontrol pengendapan dan stratigrafi sekuen.
Dari hasil korelasi dapat dikenali lima unit sekuen pengendapan yang kemudian
dinamakan sebagai Sekuen-1, Sekuen-2, Sekuen-3, Sekuen-4 dan Sekuen-5.
Kelima paket sekuen itu terdiri atas tiga urutan pola sistem tract yang sama yaitu
dari atas ke bawah, lowstand, transgressive dan highstand yang masing masing
interval dibatasi oleh batas sekuen (SB) di bagian atas dan bawahnya.
Di dalam penulisan ini orientasi yang relatif bagian barat diwakili oleh sumur
Wailawi-5, Wailawi-2 dan Wailawi-3, sedangkan bagian timur diwakili sumur
Wailawi-4, Wailawi-1 dan South Wailawi-1.
Penampang korelasi yang menghubungkan masing-masing sekuen dan system
tract dapat di lihat pada gambar 3.7 dan lampiran-02. Sedangkan penjabaran dari
masing-masing sekuen adalah sebagai berikut:
34
Gambar 3.7 Penampang Korelasi Sekuen Stratigrafi
35
Sekuen-1
Sekuen-1 terbentuk setelah akhir suatu satu sekuen penuh yang telah dimulai di
bawah level terbawah dari interval yang diamati, yaitu puncak dari formasi
Pamaluan berupa penurunan muka air laut relatif dari highstand system tract.
Sekuen-1 sendiri terdiri atas tiga system tract yaitu lowstand (LST-1),
transgressive (TST-1) dan highstand (HST-1). Endapan dalam sekuen ini
dicirikan oleh paket sedimen yang cenderung menebal ke arah timur dengan pola
divergen, perubahan litologi yang cenderung mengalami perubahan dari klastik
kasar menjadi klastik halus atau dari batupasir menjadi batupasir lempungan dan
batulanau atau batulempung. Karakter ini memberikan penafsiran bagian barat
merupakan area proximal (arah daratan) dengan energi yang relatif lebih besar dan
bagian timur merupakan area distal (arah laut atau pusat cekungan) dengan energi
yang relatif lebih tenang.
Endapan lowstand system tract LST-1 unit Sekuen-1
Batas bawah pengendapan sedimen pada LST-1 ini berupa kontak antara endapan
turbidit laut paparan (dangkal) dengan batu serpih pelagik paparan tengah – luar.
Endapan LST-1 di bagian barat terdiri atas turbidit laut dangkal, endapan prodelta
– paparan, dan endapan delta yang terbagi menjadi delta front dan distributary
mouth bar dan distributary channel. Di bagian timur endapan turbidit laut dangkal
masih dapat dijumpai, endapan prodelta menjadi endapan paparan yang
didominasi batulempung atau serpih, endapan delta berubah fasies di bagian
timur. Secara vertikal endapan delta tersebut memperlihatkan pola penumpukan
progradasi.
Endapan transgressive system tract TST-1 unit Sekuen-1
Sistem transgresif TST-1 dimulai dari transgressive surface di atas endapan
distributary channel di bagian barat dan batuan kesebandingannya batupasir
mengkasar ke atas yang ditafsirkan sebagai distributary mouth bar dan delta front
di bagian timur. Proses transgresi merubah endapan delta menjadi marine shelf
mud hingga akhirnya menjadi batugamping kristalin yang cukup tebal di bagian
barat dan menipis di bagian timur, perubahan ini kemunginan disebabkan oleh
36
perpindahan lobe delta (switching lobe). Batas atas lapisan batugamping
ditafsirkan sebagai maximum flooding surface (MFS-1)
Endapan highstand system tract HST-1 unit Sekuen-1
HST-1 ditandai dengan endapan marine mud paparan tepi sebagai fase tenang
sebelum kemudian ditumpangi batas sekuen ketidakselarasan dari bidang bawah
LST-2.
Sekuen-2
Sekuen-2 terdiri atas lowstand system tract LST-2, transgressive system tract
TST-2 dan highstand system tract HST-2.
Endapan lowstand system tract LST-2 unit Sekuen-2
Dimulai saat batupasir yang mempunyai kontak tegas, yang dapat diidentifikasi
dengan jelas di bagian barat dan tengah menumpang di atas endapan marine mud
paparan tepi. Batas bawah batupasir yang ditafsirkan sebagai endapan channel
dari sistem delta merupakan bidang batas sekuen ketidakselarasan dari SB-1 yang
menerus menjadi correlative conformity di bagian timur. Di bagian timur ke arah
distal kemenerusan batupasir tersebut masih dapat ditelusuri namun dalam fasies
yang berbeda yang relatif lebih marine.
Endapan transgressive system tract TST-2 unit Sekuen-2
Transgresisive surface dari interval ini di identifikasi terletak di atas batupasir
distributary channel dari endapan delta dari LST-2. Daerah bagian barat di
Wailawi-2 dan Wailawi 3, TST-2 dicirikan batuan klastik berupa perselingan
batupasir, batulanau dan lempung yang berangsur menghalus ke atas menjadi
perselingan batulanau dan lempung dan diakhiri dengan batulempung tipis dengan
karakter nilai kurva gamma ray yang tinggi. Penafsiran secara unit genetik
memperlihatkan adanya siklus perulangan dari lingkungan yang berenergi tinggi
ke rendah, dari lingkungan pasang surut hingga ke paparan tengah, ada
kecenderungan bahwa lingkungan semakin mendalam secara vertikal ke atas. Dari
penampang sedimentologi yang ditafsirkan berdasarkan log dan cuttings, secara
37
lateral di bagian tengah dari Wailawi-3 ke arah timur hingga South Wailawi-1
memperlihatkan perubahan besar butir dari klastika halus menjadi sangat halus
dan lempungan dan penebalan lapisan serpih, yang ditafsirkan perubahan fasies
dari lingkungan paparan tepi hingga paparan tengah dan dari paparan tengah
hingga paparan luar. Endapan serpih tipis di puncak TST-1 diidentifikasi sebagai
condensed section yang diyakini sebagai maximum flooding surface MFS-2. Pola
penumpukan pada TST-2 memperlihatkan pola retrogradasi yang mencerminkan
adanya proses transgresi
Endapan highstand system tract HST-2 unit Sekuen-2
HST-1 ditandai dengan endapan marine mud paparan tengah yang perlahan turun
hingga paparan tepi dan ditandai pola mengkasar ke atas terutama di bagian barat.
Batupasir dan perlapisan batupasir dan batulempung yang ditafsirkan sebagai
offshore bar berkembang di bagian barat, sedangkan di bagian timur serpih
paparan diendapkan saat highstand ini.
Sekuen-3
Sekuen-3 sendiri terdiri atas tiga system tract yaitu lowstand (LST-3),
transgressive (TST-3) dan highstand (HST-3).
Endapan lowstand system tract LST-3 unit Sekuen-3
Lowstand system tract LST3 ditandai oleh endapan dengan pola menghalus ke
atas di bagian barat dan pola mengkasar ke atas di bagian timur. Perbedaan ini
ditafsirkan karena perbedaan fasies secara lateral antara barat dan timur,
sedangkan proses yang berlangsung adalah sama yaitu muka air laut turun (falling
sea level). Di bagian barat berkembang endapan batupasir distributary channel
dari sistem delta yang disisipi lapisan-lapisan karbonat tipis, sehingga ditafsirkan
sebagai pengaruh air laut pada sistem tidal-wave dominated delta. Adanya
perbedaan fasies yang tiba-tiba antara LST3 dan HST-2 dibawahnya ditafsirkan
sebagai batas sekuen ketidak selarasan SB-2 yang menerus sebagai bidang yang
selaras di bagian timur. Di bagian timur LST-1 berkembang lapisan batulempung
yang mengkasar ke atas berubah menjadi batulanau.
38
Endapan transgressive system tract TST-3 unit Sekuen-3
Transgressive system tract TST3 dimulai dari lapisan tipis batubara dibawah
batupasir yang diidentifikasi di bagian barat sebagai transgressive surface.
Hampir di seluruh area di dominasi pola-pola mengkasar ke atas dari batuan
klastika halus batulempung ke batulanau yang merupakan endapan paparan laut,
kecuali di daerah baratdaya (sumur Wailawi-5) yang memperkihatkan pola barrel
shape yang semakin menipis yang ditafsirkan sebagai fasies yang berbeda berupa
endapan channel dari sistem delta. Pola penumpukan agradasi diidentifikasi pada
system tract TST-3. Batas puncak sistem transgresif ditandai oleh pola
kelimpahan dari fosil yang berangsur melimpah ke atas, menunjukkan muka air
laut naik hingga batas maksimum sebagai maximum flooding surface MSF-3.
Endapan highstand system tract HST-3 unit Sekuen-3
Pengendapan dalam highstand system tract HST-3 berlangsung dalam kondisi
energi yang rendah dan tenang, hal ini dicerminkan dari endapan yang dihasilkan
relatif di dominasi oleh batuan sedimen klasik halus batulempung karbonatan.
dengan pola cenderung mengkasar ke atas.
Sekuen-4
Sekuen-4 sendiri terdiri atas tiga system tract yaitu lowstand (LST-4),
transgressive (TST-4) dan highstand (HST-4).
Endapan lowstand system tract LST-4 unit Sekuen-4
Perulangan endapan channel dari sistem delta di atas endapan marine juga
menjadi batas sekuen dari lowstand system tract LST-4, bidang pemisahnya
menandai batas sekuen SB3. Batas sekuen ketidakselarasan juga diperlihatkan
refleksi seismik yang menunjukkan batas pemancungan (truncation) pada seismik
K8088 yang diamati (lihat gambar 3.4). Batas kontak tegas dan pola barrel shape
pada endapan delta pada LST-4 di bagian barat yang secara lateral berubah
menjadi batas berangsur dengan pola mengkasar ke atas di bagian timur dan tebal
tubuh batupasir yang menipis ke arah distal ditafsirkan sebagai perubahan facies
dari distributary channel ke distributary mouth bar. Adanya lapisan-lapisan tipis
39
karbonat dan lapisan-lapisan tipis batubara di tubuh batupasir membawa
penafsiran pada pengaruh laut seperti pada sistem tipe tidal – wave dominated
delta. Endapan LST-4 ini menjadi penting pada penulisan ini dikarenakan pada
batupasir dalam system tract inilah terbukti menghasilkan minyak yang belum
dieksploitasi (proven pada kedalaman 3249 kaki di sumur Wailawi-3).
Lingkungan pengendapan dari batupasir LST-4 tersebut dibahas secara khusus
pada sub-bab 3.5.
Endapan transgressive system tract TST-4 unit Sekuen-4
Endapan transgressive system tract TST-4 terdiri atas pola-pola mengkasar ke
atas dari batulempung ke batupasir tipis dengan pola penumpukan agradasi.
Pengendapan pada TS4 ini ditafsirkan berlangsung pada paparan tepi di bagian
barat hingga paparan tengah di bagian paling timur (South Wailawi-1), endapan-
endapan yang dihasilkan berupa shoreface hingga offshore bar.
Endapan highstand system tract HST-4 unit Sekuen-4
Di bagian barat, endapan highstand system tract HST-4 ditandai oleh batas
erosional diatasnya yang menggerus sebagian dari perlapisan batuannya. Batas
pemancungan tersebut teramati juga pada penafsiran seismik batas atas paket
sekuen 4, yang kemudian diidentifikasi sebagai SB4. Pola penumpukan pada
system tract ini berupa pola agradasi.
Sekuen-5
Sekuen-5 merupakan sekuen paling atas dari objek yang diamati, terdiri atas
lowstand system tract LST-5 dan transgressive system tract TST-5 dan highstand
system tract HST-5.
Endapan lowstand system tract LST-5 unit Sekuen-5
Endapan lowstand pada LST-5, berupa endapan batupasir cukup tebal dengan pola
blocky yang tersebar luas di semua tempat dari barat hingga ke timur. Bagian
bawahnya berupa bidang ketidakselarasan yang merupakan batas sekuen (SB4).
Berdasarkan model sekuen stratigrafi yang dibuat pada sumur Wailawi-2,
40
batupasir tersebut ditafsirkan sebagai unit genetik endapan pantai (coastal
deposit). Korelasi dan penafsiran penampang seismik memperlihatkan bahwa
endapan pantai ini bergerak maju jauh ke arah laut selama LST-5 berlangsung. Di
atas endapan pantai terdapat endapan laguna yang menandai fase kenaikan muka
air laut dari TST-5.
Endapan transgressive system tract TST-5 unit Sekuen-5
Kenaikan muka air laut pada transgressive system tract TST-5 hingga kenaikan
maksimum (MFS-5) menghasilkan perubahan facies secara vertikal, berurutan
dari bawah ke atas yaitu endapan pantai, endapan laguna, endapan batupasir
barrier bar dan endapan serpih marine. Pola penumpukan yang dihasilkan adalah
pola retrogradasi.
Endapan highstand system tract HST-5 unit Sekuen-5
Endapan highstand system tract HST-5 terletak di atas batas MFS-5 berupa
endapan laut neritik tepi dengan pola mengkasar ke atas, dari batulempung di
bagian bawah berangsur menjadi perselingan dengan lapisan batupasir. Batas atas
dari HST-5 adalah kontak dengan lapisan batubara yang diidentifikasi dari cutting
berupa blocky coal dan memperlihatkan gamma ray rendah yang ditafsirkan
terbentuk pada lingkungan berair tawar - payau. Batas tersebut diidentifikasi
sebagai batas sekuen (SB5), yang merupakan batas akhir sekuen yang diamati.
41
3.5 Implikasi Hidrokarbon
Sejak awal tujuan studi stratigrafi sekuen pada daerah penelitian ini difokuskan
pada keberadaan minyak dan gas bumi. Beberapa implikasi yang berkaitan dengan
hal tersebut dijabarkan pada pembahasan berikut ini.
3.5.1 Lingkungan Pengendapan Reservoir di LST-4
Zona hidrokarbon minyak yang menjadi perhatian dalam penulisan ini terletak di
kedalaman 3249 kaki dalam sumur Wailawi-3. RFT memperlihatkan bahwa
batupasir di kedalamanan tersebut terbukti (proven) mengandung hidrokarbon
minyak dan belum dieksplotasi hingga penulisan ini dibuat. Secara sekuen
stratigrafi batupasir tersebut terletak pada lowstand system tract LST-4 dari
Sekuen 4.
Rekonstruksi paleogeografi pada penulisan ini dimaksudkan menafsirkan posisi
dan kedudukan suatu endapan purba, dalam hal ini endapan purba yang menjadi
perhatian adalah batupasir yang mengandung hidrokarbon minyak Paleogeografi
pada saat batupasir tersebut diendapkan menjadi penting untuk menggambarkan
penyebaran dari batupasir yang akan berkaitan dengan perhitungan volume
cadangan hidrokarbon yang dikandungnya. Rekonstruksi akan menggunakan
model dari fasies yang ditafsirkan dari genetik batupasir yang dapat di korelasikan
(correlatable) pada masing-masing sumur.
Berdasarkan penafsiran batupasir pada lowstand system tract LST-4 dari Sekuen 4
ditafsirkan sebagai endapan merupakan batupasir distributary channel yang
berkembang menyebar hingga distributary mouth bar di daerah delta front.
Model Colleman & Wright, 1975 dalam O. Serra, 1985 memperlihatkan model
yang menggambarkan pola distribusi dari batupasir dari wave dominated delta
yang dicirikan dengan karakter kondisi energi gelombang sedang, lereng yang
landai, channel dan mouth bar bergabung serta langsung berhubungan dengan
offshore (gambar 3.8). Digambarkan posisi endapan channel dan mouth bar
bertemu dan tidak berkembang menyebar karena tertahan oleh gelombang.
42
Arah dari garis pantai dan arah distributary channel ditafsirkan mengacu pada
peta paleogeografi regional daerah cekungan Kutai bagian selatan pada saat
Miosen Awal (Nuay dan Astarita, 1985), yang memperlihatkan arah utara –
selatan untuk garis pantai dan arah delta yang relatif mengalir dari barat menuju
ke timur (Gambar 3.9)
Gambar 3.8. Penyebaran Batupasir Pada Modern Delta Tipe Wave Dominated Delta (Colleman & Wright, 1975)
Gambar 3.9. Peta Paleogeografi Regional Daerah Penelitian Saat Miosen Tengah (Nuay dan Astarita, 1985)
Lokasi PenelitianLokasi Penelitian
43
Berdasarkan data paleogeografi regional dan model dari distribusi endapan klastik
pada tipe wave dominated delta yang menjadi acuan serta genetik unit fasies
pengendapan pada tiap sumur dan pola ketebalan batupasir maka peta
paleogeografi daerah Wailawi yang menggambarkan penyebaran batupasir
reservoir dalam systemtract LST-4 dari Sekuen 4 digambarkan arah channel yang
memotong garis pantai, pola penyebaran endapan batupasir mouth bar tertahan di
depan channel sehingga menberikan pola melengkung yang relatif searah dengan
garis pantai. (Gambar 3.10).
Gambar 3.10. Sketsa Rekonstruksi Paleogeografi LST-4 Sekuen-4
9856
000m
N98
5400
0mN
9852
000m
N
466000mE 468000mE 470000mE
++
+
+
+ + +
+ ++
+ ++
+ +
50
50
4035
20
0
Delta Front
Channel
Distributary Mouth Bar
Neritik Tepi
Neritik Tepi - Tengah
Garis
pant
ai
Brackish
9856
000m
N98
5400
0mN
9852
000m
N
466000mE 468000mE 470000mE
++
+
+
+ + +
+ ++
+ ++
+ +
50
50
4035
20
0
9856
000m
N98
5400
0mN
9852
000m
N
466000mE 468000mE 470000mE
++
+
+
+ + +
+ ++
+ ++
+ +++
+
+
+ + +
+ ++
+ ++
+ +
50
50
4035
20
0
Delta Front
Channel
Distributary Mouth Bar
Neritik Tepi
Neritik Tepi - Tengah
Garis
pant
ai
Brackish
44
Sebagai implikasi dari penggambaran model sketsa paleogeografi di daerah
penelitian, disimpulkan bahwa selayaknya penggambaran pola distribusi reservoir
di daerah Wailawi digambarkan berarah relatif barat-timur atau baratlaut tenggara
untuk endapan channel dan utara- selatan atau baratdaya – timur laut untuk
endapan mouth bar, barrier bar dan offshore bar mengikuti pola garis pantai dari
paleogeografi saat itu, ketika sedimen tiap sekuen diendapkan.
3. 5. 2 Potensi Hidrokarbon
Dari studi sekuen stratigrafi di daerah Wailawi ini, adanya kenampakan stratigrafi
berupa pemancungan paket sekuen pengendapan pada saat lowstand oleh sekuen
yang lebih muda terhadap sekuen yang relatif lebih tua di bagian barat daerah
penelitian, menunjukkan adanya potensi hidrokarbon yang mungkin terperangkap
secara stratigrafi terutama di daerah sebelah barat lapangan Wailawi.