Bab III - Print
-
Upload
ignatiuserik -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
Transcript of Bab III - Print
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kejang Demam
Diagnosis
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang disebabkan
oleh demam di atas suhu 38oC rektal tanpa disertai infeksi pada sistem saraf pusat
atau gangguan keseimbangan elektrolit akut pada anak berumur lebih dari satu
bulan, tanpa ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam sering
terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun. Kejang demam terjadi pada bayi < 1 bulan
tidak termasuk kejang demam.
Data anamnesis pasien tidak sadar saat kejang memberi petunjuk bahwa
proses kejang yang terjadi adalah proses serebral. Tidak adanya penurunan
kesadaran, nyeri kepala, kelainan saraf otak, maupun perubahan tingkah laku
sebelum kejang dapat menyingkirkan kecurigaan adanya infeksi susunan saraf
pusat.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami kejang
setelah demam, namun suhu saat kejang tidak diukur karena pasien tidak
memiliki termometer di rumah. Kejang bersifat tonik dan terjadi kekakuan pada
tangan dan kaki. Saat kejang pasien tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang
pasien sadar. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala dan kejang tanpa
demam sebelumnya. Kakak pasien pernah mengalami kejang disertai demam saat
kecil. Dari anamnesis tersebut di atas dapat mengarahkan diagnosis ke arah
kejang demam.
Kejang demam dibagi atas 2 jenis
a. Kejang demam simpleks : 80% dari seluruh kejang demam, kejang demam
yang berlangsung < 15 menit, umumnya berhenti sendiri, kejang berupa
kejang umum tonik atau klonik tanpa gerakan fokal, kejang demam tidak
berulang dalam 24 jam.
b. Kejang demam kompleks : kejang lama > 15 menit, kejang fokal atau
parsial satu sisi, kejang umum didahului kejang parsial, berulang lebih dari
1 kali dalam 24 jam.
Untuk mengklasifikasikan sebagai kejang demam sederhana maka seluruh
kriteria harus dipenuhi, sedangkan untuk kejang demam kompleks hanya salah
satu kriteria saja sudah termasuk kejang demam kompleks. Pada pasien ini kejang
berlangsung < 5 menit, tonik, dan terjadi 2 kali dalam 24 jam, sehingga sudah
dapat diklasifikasikan dalam kejang demam kompleks.
Untuk menyingkirkan infeksi intrakranial seperti meningitis,
meningoencephalitis, dan encephalitis perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan rangsang meningeal yang meliputi kaku
kuduk, Brudzinki I, Brudzinki II, dan Kernig’s sign yang positif menunjukkan
adanya iritasi pada menings dan mengarahkan diagnosis meningitis.
Tanda-tanda lain yang mengarah ke meningitis dapat berupa ubun-ubun besar
yang menonjol, demam > 40oC, adanya kejang disertai demam pada usia < 6
bulan serta peningkatan tonus otot.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
antara lain dengan melakukan pemeriksaan neurologis yang meliputi pemeriksaan
nervus kranialis, rangsang meningeal, reflek fisiologis, dan reflek patologis.
Pemeriksaan nervus kranialis dipergunakan untuk melihat adakah defisit
neurologis setelah terjadinya kejang demam. Pemeriksaan nervus kranialis ini
meliputi N.I sampai dengan N. XII.
Pemeriksaan pungsi lumbal dapat membedakan kejang demam dengan
kejang lainnya. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi berumur < 12 bulan, bayi antara 12 –
18 bulan dianjurkan, dan tidak rutin pada penderita berumur > 18 bulan. Diagnosis
meningitis bakterial apabila CSS keruh, leukosit pada CSS > 5 sel/mm3 , protein >
40 mg/dl, penurunan kadar glukosa sampai di bawah 50% dari gula darah
sewaktu, hasil positif pada pengecatan Gram dan kultur bakteri.
Hasil pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini tidak didapatkan ubun-ubun besar
yang tegang atau membonjol, pemeriksaan saraf kranial I-XII dalam batas
normal, tidak ada tanda rangsang meningeal, tonus otot dalam batas normal.
Pasien ini berusia 15 bulan, sehingga pungsi lumbal hanya dianjurkan, akan
tetapi pada pasien ini telah dilakukan motivasi dan informed consent tentang
prosedur lumbal pungsi, tetapi orang tua pasien menolak. Sehingga hanya
disarankan apabila terjadi kejang kembali, lumbal pungsi akan dilakukan untuk
mencari kemungkinan penyebab intrakranial. Dari hasil pemeriksaan tersebut di
atas, diagnosis banding infeksi intrakranial dapat disingkirkan.
Gangguan metabolik yang dapat menyebabkan maupun memicu terjadinya
kejang antara lain adalah hipoglikemia, hipoksemia serta gangguan elektrolit
seperti hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
Pada kasus ini, pasien telah menjalani pemeriksaan elektrolit dengan
hasil natrium, kalsium, kalium, klorida dalam batas normal. Pemeriksaan gula
darah sewaktu meningkat. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, diagnosis banding
kejang karena gangguan elektrolit dapat disingkirkan.
Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu :
a. Pengobatan pada fase akut/saat kejang
b. Pemberiaan obat saat demam
c. Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis
Pengobatan pada fase akut/saat kejang
Tujuan pengelolaan pada fase ini adalah untuk mempertahankan
oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah
kejang berulang, dan mencari faktor penyebab.
Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan
pertama diberikan diazepam per rektal dengan dosis 0,5 mg/kgBB per kali. Dosis
untuk pasien ini sebesar 6,25 mg per rektal (berat badan 12,5 kg). Pemberian
dapat diulang setelah 5 menit kejang belum berhenti. Apabila setelah pemberian 2
kali diazepam per rektal belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.
Pengelolaan di rumah sakit diberikan diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB diberikan dalam waktu 3-5 menit (kecepatan 2 mg/menit), dosis
maksimal 10 mg.
Sesuai dengan alur tatalaksana kejang tersebut, pada pasien ini telah diberikan
diazepam per rektal 5 mg saat di UGD RS dr. Kariadi. Selanjutnya pada rencana
terapi telah diresepkan injeksi diazepam intravena 2,5 mg apabila terjadi kejang
berikutnya. Dosis 2,5 mg didapatkan dari (0,3 x 8,5 kg) = 2,5 mg. Sediaan
intravena dipilih karena anak sudah dipasang jalur intravena. Cara
pemberiannya adalah dengan perlahan-lahan (kecepatan 1 – 2 mg / menit) atau
dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Pemberian obat saat demam
Saat demam diberikan parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali. Obat lain dapat berupa ibuprofen 5-
10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam dapat menurunkan
risiko berulangnya kejang demam pada 30-60% kasus, begitu pula diazepam
rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu >38,5oC. Efek samping berupa ataksia,
iritabel, dan sedasi berat. Fenobarbital, fenitoin, dan karbamazepin saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
Pada pasien ini telah diberikan parasetamol per oral 120 mg, 4-6 kali
sehari jika suhu > 38oC. Pemberian berupa parasetamol sirup 1 cth ( 1 cth = 120
mg).
Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis
Pemberian profilaksis untuk mencegah kejang demam berulang dapat berupa
profilaksis intermiten yang diberikan selama anak demam, maupun profilaksis
kontinyu yang diberikan terus-menerus baik saat anak demam maupun tidak
demam. Salah satu indikasi pemberian obat rumat untuk profilaksis kejang
demam adalah kejang demam kompleks, seperti yang terjadi pada kasus ini.
Pengobatan rumat diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
- Kejang lama >15 menit
- Kelainan neurologi yang nyata sebelum/ sesudah kejang:
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
- Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
- Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
- Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Jenis obat antikonvulsan yang diketahui efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis)
atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Lama
pemberian profilaksis kontinyu adalah 1 tahun, kemudian dihentikan bertahap
dalam 1-2 bulan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kejang demam pada umumnya
tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40 – 50% kasus. Oleh sebab itu, pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Prognosis
Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Risiko berulang
Faktor risiko berulangnya kejang demam antara lain :
a. Adanya riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia < 12 bulan
c. Suhu rendah saat kejang demam
d. Cepatnya kejang setelah demam
Jika semua faktor risiko ada, risiko berulang 80%. Jika tidak ada maka hanya 10-
15%.
Pada pasien ini didapatkan riwayat kejang demam dalam keluarga yaitu
kakak penderita pernah kejang disertai demam saat kecil. Suhu saat kejang tidak
diketahui karena keluarga pasien tidak memiliki termometer. Kejang pertama kali
terjadi dalam waktu ± 24 jam setelah demam. Dari 4 faktor risiko di atas, 2 faktor
dimiliki oleh pasien, maka pasien tidak memiliki risiko terjadinya kejang demam
berulang. Jika suhu saat kejang demam diketahui rendah maka risiko kejang
demam berulang mungkin terjadi.
Edukasi pada orang tua
Edukasi yang dapat diberikan kepada orang tua mengenai kejang demam
antara lain adalah:
- Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
- Memberitahukan cara penanganan kejang
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat
Selain itu, perlu diedukasikan pula mengenai penanganan sederhana yang
dapat dilakukan bila anak kembali kejang, antara lain:
- Tetap tenang dan tidak panik.
- Mengendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di ulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
- Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang.
- Tetap bersama pasien selama kejang
- Berikan diazepam rektal (jangan diberikan bila kejang berhenti).
- Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung ≥ 5 menit.
3.2 Penyebab demam
Faringitis akut biasanya ditemukan bersamaan dengan tonsilitis akut.
Penyebabnya terbanyak adalah Streptokokus ß hemolitikus, Streptokukus
viridans, dan Streptokukus piogenes, selain itu dapat pula disebabkan oleh
virus seperti virus influenza, adenovirus, dan ECHO. Gejala dan tanda yang
muncul adalah nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam, pembesaran kelenjar
limfa leher, faring hiperemis, udem dinding posterior faring yang bergranular.
Sedangakan Tonsilitis akut dapat disebabkan oleh kuman grup A
Streptokokus ß hemolitikus, pneumokokus, Streprokokus viridans, dan
Streptokokus piogenes. Gejala dan tanda yang muncul adalah nyeri
tenggorok, sukah menelan, demam dengan suhu tubuh tinggi, rasa lesu,
tampak tonsil membengkak, hiperemis, adanya detritus (lekosit
polimorfonuklear, bakteri mati, dan epitel yang terlepas) yang tampak sebagai
bercak kuning, dan kripte yang melebar. Penilaian penggunaan antibiotik
dengan menggunakan skor Mc Isaac.
Kriteria klinis Skor
Adanya batuk 0
Pembesaran limfonodi servikal anterior 1
Suhu > 38oC 1
Eksudat atau pembesaran tonsil 1
Usia
3-14 tahun
15-44 tahun
> 45 tahun
1
0
-1
Pada kasus ini, pada anamnesis didapatkan ada batuk dan pilek. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan demam dengan suhu 38,1oC, faring hiperemis, tonsil
membesar dan hiperemis. Berdasarkan data tersebut maka pasien ini didiagnosis
Tonsilofaringitis akut. Hasil skor Mc Isaac adalah 2 sehingga pasien memerlukan
antibiotik, pada kasus ini diberikan Ampisilin 120mg/8jam.
Infeksi salurah kemih (ISK) merupakan salah satu infeksi yang sering
ditemukan pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan infeksi telinga tengah..
Pada anamnesis akan didapatkan demam yang tidak jelas sebabnya. Pada anak
usia 1-5 tahun akan muncul demam, lemas, rasa tidak nyaman pada perut,
frekuensi berkemih yang sering, dan disuria. Pemeriksaan sampel urin memegang
peranan penting dalam diagnosis mikrobiologik. Pada bayi, pengambilan sampel
dianjurkan melalui aspirasi vesica urinaria dan kateter transuretra. Pada anak
umumnya sampel urin diperoleh dengan metoda urin mid-stream. Tes dipstik
digunakan untuk menganalisa leukosit esterase, nitrit, darah, dan protein.
Pemeriksaan mikroskopik digunakan untuk menganalisa bakteri dan leukosit.
Pemberian antibiotik profilaksis tanpa gejala dan tanda klinis dan laboratoris yang
mendukung diagnosis ISK tidak disarankan dan akan menimbulkan resistensi
antibiotik.
Pada kasus ini didapatkan demam, tidak ada keluhan tidak nyaman pada
perut, buang air kecil tidak ada keluhan. Telah dilakukan pemeriksaan urin dan
didapatkan hasil pemeriksaan dalam batas normal. Berdasarkan data tersebut,
diagnosis banding infeksi saluran kencing dapat disingkirkan.
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK
Sesuai dengan prinsip pengelolaan pasien secara komprehensif dan
holistik, maka pada pasien tidak hanya diperhatikan dari segi kuratifnya saja,
tetapi juga meliputi upaya promotif, preventif, rehabilitatif dan psikososial. Upaya
promotif dan preventif dilakukan agar anak tidak, sedangkan upaya kuratif dan
rehabilitatif dilakukan agar anak sembuh dan tidak cacat atau kembali pada
lingkungannya semula dengan memperhatikan faktor psikososial anak.
1. Kuratif
Adalah upaya untuk mendiagnosis seawal mungkin dan mengobati secara
tepat dan rasional terhadap individu yang terserang penyakit. Upaya
kuratif yang dilakukan pada penderita ini meliputi:
a. Terapi Suportif:
- Kecukupan kebutuhan cairan dan elektrolit
Infus D5 ½ N 480/20/5 tetes per menit
- Atasi demam
Parasetamol syrup 4-6 x 120 mg (bila t ≥ 380C)
b. Medikamentosa
Dalam penatalaksanaan kejang demam, perlu diperhatikan 4 faktor,
yaitu menghentikan kejang secepat mungkin, mencegah kejang
berulang, mencari etiologi kejang dan atasi kelainan lain.
Anti konvulsan pemotong kejang:
o Short acting : diazepam, midazolam, obat-obat anestesi (i.v atau
anal)
o Long acting : injeksi fenobarbital 10 mg/kgBB i.v, injeksi fenitoin
20 mg/kgBB i.v
o Pada kasus ini diberikan injeksi Inj Diazepam 2,5 gram i.v pelan
(jika kejang)
Antikonvulsan Maintenance:
o Diazepam 3 x 2,5 mg
c. Dietetik
Pada kasus ini, kebutuhan cairan 24 jam adalah sebagai berikut:
Cairan (cc) Kalori (kkal) Protein (gr)
Kebutuhan 24 jam 850 850 10,45
Infus D5 ½ NS 480/20/5
tpm makro
3 x nasi
3 x 200 cc susu
480
300
600
81,6
1144,42
-
42
Jumlah Total 1380 1226,02 48,5
AKG (%) 162,4% 144,2% 401,7%
2. Preventif
Adalah usaha-usaha untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan
mencegah terjangkitnya penyakit tersebut. Ada tiga tingkat upaya
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pencegahan primer, sekunder dan
tertier. Pencegahan primer merupakan tingkat pencegahan awal untuk
menghindari atau mengatasi faktor resiko. Pencegahan sekunder untuk
deteksi dini penyakit sebelum penyakit menimbulkan gejala yang khas.
Pencegahan tertier dengan melakukan tindakan klinis untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit
tersebut diketahui.
Terdapat beberapa upaya preventif yang perlu diedukasikan kepada
orang tua mengenai kejang demam kompleks, yaitu:
a. Pada saat anak demam, ukur dengan thermometer, bila suhu tubuh anak
diatas 37,50C , segera kompres anak dengan kain hangat. Obat penurun
panas yang mengandung parasetamol diberikan pada anak yang
panasnya terus meningkat, meskipun dengan kompres. Pada anak yang
pernah mengalami kejang demam, berikan informasi bahwa kejang
dapat berulang kembali bila anak demam.
b. Bila anak kejang:
- Pindahkan benda – benda keras atau tajam yang berada dekat
anak untuk mencegah cedera bila anak sedang kejang.
- Bila kejang disertai muntah, miringkan tubuh anak untuk
menghindari tertelannya cairan muntahnya sendiri yang bisa
mengganggu pernafasan, dan jangan memasukkan benda apapun
ke dalam mulut anak.
- Bila kejang terjadi, dapat diberikan obat diazepam rectal yang
dimasukkan ke dubur.
- Jangan memberi minuman ataupun makanan segera setelah berhenti
kejang, tunggu beberapa saat setelah anak benar – benar sadar untuk
menghindari anak tersedak.
c. Segera bawa anak ke dokter atau klinik untuk mendapat pertolongan
lebih lanjut. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang dan usahakan
untuk mencari dokter atau klinik yang terdekat dengan rumah untuk
menghindari resiko yang lebih berbahaya akibat terlambat mendapat
pertolongan pertama.
3. Promotif
Adalah upaya penyuluhan yang bertujuan untuk merubah kebiasaan
yang kurang baik dalam masyarakat agar berperilaku sehat dan ikut serta
berperan aktif dalam bidang kesehatan. Dalam kasus ini, upaya promotif
yang dapat dilakukan yaitu:
a. Pengetahuan tentang kejang demam
Pada saat kejang, orang tua menganggap bahwa anaknya akan
meninggal, pemikiran ini dapat diubah dengan pengetahuan penyebab
kejang demam, penanganan kejang demam di rumah, dan hal – hal
yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kejang demam. Hal ini
dapat dilakukan dengan penyuluhan atau media massa, seperti poster,
atau brosur.
b. Mencukupi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang
meliputi:
o Asuh : memenuhi kebutuhan dasar (pangan, papan, perawatan
kesehatan dasar, imunisasi, pengobatan yang layak) dan memenuhi
kebutuhan tambahan (bermain).
o Asih : memberi rasa aman dan nyaman, dilindungi dan
diperhatikan (minat, keinginan dan pendapat anak), diberi contoh
(bukan dipaksa), dibantu, diberi dorongan, dihargai, penuh
kegembiraan serta koreksi (bukan ancaman/ hukuman)
o Asah : memberikan stimulasi emosional-sosial, kognitif,
kreativitas, kemandirian, kepemimpinan moral dan mental.
4. Rehabilitatif
Adalah upaya untuk menolong atau membantu anak terhadap
ketidakmampuannya dengan berbagai usaha, agar anak sedapat mungkin
kembali pada lingkungannya baik lingkungan sosial maupun keluarga.
Untuk menjaga anak tetap sehat, maka orang tua diberitahu untuk:
- Menjaga kualitas dan kuantitas gizi anak sehari-hari di rumah agar
kebutuhan gizi anak tetap terpenuhi dengan baik dan anak memiliki
daya tahan tubuh yang baik pula sehingga tidak mudah terserang
penyakit infeksi yang mengakibatkan kejang demam.
- Menganjurkan kepada orang tua untuk mengusahakan imunisasi
dasar yang belum lengkap pada anak dengan membawa anak ke
BKIA atau ke tempat pelayanan kesehatan lainnya.
5. Psikososial
Aspek psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi,
sikap, pengetahuan, perilaku, keterampilan, nilai-nilai sosial budaya,
kepercayaan, dan adat istiadat dilingkungan sekitar anak. Meliputi
mikrosistem, mesosistem, eksosistem dan makrosistem.
Mikrosistem meliputi interaksi anak dengan ibunya. Ibu berperan
dalam pendidikan, gizi, imunisasi, dan pengobatan sederhana pada anak.
Ibu adalah orang pertama di rumah yang memegang peranan penting
terhadap proses tumbuh kembang anak dan perawatan anak ketika anak
sakit. Rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan juga mempengaruhi
sikap yang diambil ketika anak sakit, seperti usaha mengobati sendiri atau
terlambat membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan. Edukasi dan
informasi mengenai penyakit pasien menjadi sangat penting agar dapat
ditangani segera dan tidak menimbulkan komplikasi.
Mesosistem meliputi interaksi anak dengan anggota keluarga lain,
lingkungan, tetangga, keadaan rumah dan suasana rumah dimana anak
tinggal.
- Interaksi sesama anggota keluarga
Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien adalah ayah, ibu,
nenek, paman, tante, 1 kakak kandung, dan 2 saudara sepupu.
Lebih dekat dengan ibu karena ayah bekerja dari pagi hingga sore.
Sehari-hari anak diasuh oleh ibunya.
- Ventilasi dan pencahayaan yang kurang
Pencahayaan yang kurang, diedukasikan kepada orangtua agar
dapat menciptakan ventilasi rumah yang cukup guna pertukaran
udara dan pencahayaan. Rumah harus memiliki ventilasi luas >15
% dari luas lantai rumah. Pencahayaan yang baik juga mendukung
pendidikan anak (untuk belajar di rumah).
- Mengedukasikan orangtua untuk mulai memperkenalkan anak
dengan teman – teman sebayanya di lingkungan tempat tinggal.
Eksosistem merupakan lingkungan yang meliputi wilayah yang
lebih luas. Meliputi kebijaksanaan pemerintah daerah maupun informasi
yang bisa diperoleh seperti dari surat kabar maupun televisi. Pada kasus ini
kurangnya akses tentang pengetahuan pentingnya mencegah infeksi dan
penanganan kejang demam menyebabkan ketidaktahuan orang tua dan
keterlambatan dalam penanganan.
Makrosistem yaitu berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sosial
budaya masyarakat, dan lembaga non pemerintahan yang ikut andil dalam
usaha tumbuh kembang anak yang optimal.
- Pasien tidak dibawa rutin ke posyandu atau puskesmas untuk
memantau perkembangannya. Sehingga perlu edukasi lebih lanjut
mengenai perlunya memantau tumbuh kembang anak.
- Pentingnya pemerintah memperhatikan tata kota dan daerah
pemukiman penduduk, guna meningkatkan kesehatan warga dan
mencegah penyakit menular.
PROGNOSIS
Prognosis kejang demam baik. Sebagian besar penderita kejang
demam sembuh tanpa cacat, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi,
dan sangat jarang meninggalkan gejala sisa berupa cacat neurologis atau
gangguan mental. Sepertiga penderita kejang demam pertama akan
mengalami bangkitan ulang kejang demam.
Prognosis pada pasien ini baik. Risiko kejang demam berulang
minimal, selama fokus infeksi penyebab demam segera ditangani.
Lingkungan :Ventilasi kurangPerumahan padat
Genetik Pengetahuan orang tua tentang kesehatan kurang
Sarana kesehatan : informasi tentang kejang demam
HOST
agen
Daya tahan tubuh ↓
Tonsilofaringitis Akut Rhinitis Akut
ISKKuratif :OksigenasiPutus kejangAntibiotikaDiet cukup
Demam
Kejang Demam
PromotifPreventif
Rehabilitatif
AsahAsihAsuh
TUMBUH KEMBANG OPTIMAL
BAGAN PERMASALAHAN