BAB III KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH.doc

57
BAB III KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH 3.1. Anatomi Gigi 3.1.1. Pengertian Anatomi Gigi Anatomi gigi merupakan ilmu yang mempelajari tentang susunan/striktur dan bentuk/konfigurasi gigi, hubungan antara gigi yang satu dengan gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan disekitarnya. 3.1.2. Awal Perkembangan Gigi Mahkota dan bagian akar dibentuk jauh sebelum gigi tersebut keluar di dalam mulut (erupsi), mahkota dibentuk dahulu, baru akar. Perkembangan setiap gigi individu dimulai dengan pembentukan benih gigi. Benih gigi berasal dari 2 jaringan embrio yaitu bagian yang berkembang dari lamina gigi yang berasal dari ektodermal dan bagian lain yang berasal dari mesensim yang terletak di bawah ektodermal. Benih gigi dibentuk dari 3 organ pembentuk : a. Organ enamel merupakan organ yang berkembang seperti tombol, tumbuh di atas lamina gigi (berasal dari ektodermal), dan berasal dari epitel dimana lapisan dalamnya membentuk enamel. Kuntum dari sel epithelial (organ enamel) dibentuk sebagai hasil dari pembiakan sel-sel. Perkembangan selanjutnya, mengahsilkan bentuk kuntum (bud), bentuk topi (cup), bentuk lonceng (bell) dari organ enamel. 6

Transcript of BAB III KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH.doc

BAB IIIKERANGKA PENYELESAIAN MASALAH3.1. Anatomi Gigi3.1.1. Pengertian Anatomi Gigi

Anatomi gigi merupakan ilmu yang mempelajari tentang susunan/striktur dan bentuk/konfigurasi gigi, hubungan antara gigi yang satu dengan gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan disekitarnya.

3.1.2. Awal Perkembangan Gigi

Mahkota dan bagian akar dibentuk jauh sebelum gigi tersebut keluar di dalam mulut (erupsi), mahkota dibentuk dahulu, baru akar. Perkembangan setiap gigi individu dimulai dengan pembentukan benih gigi. Benih gigi berasal dari 2 jaringan embrio yaitu bagian yang berkembang dari lamina gigi yang berasal dari ektodermal dan bagian lain yang berasal dari mesensim yang terletak di bawah ektodermal. Benih gigi dibentuk dari 3 organ pembentuk :

a. Organ enamel merupakan organ yang berkembang seperti tombol, tumbuh di atas lamina gigi (berasal dari ektodermal), dan berasal dari epitel dimana lapisan dalamnya membentuk enamel. Kuntum dari sel epithelial (organ enamel) dibentuk sebagai hasil dari pembiakan sel-sel. Perkembangan selanjutnya, mengahsilkan bentuk kuntum (bud), bentuk topi (cup), bentuk lonceng (bell) dari organ enamel.

b. Dental papilla (organ dentin) merupakan yang berkembang dari dasar jaringan mesensim (jaringan pengikat permulaan) yang berasal dari mesensim dan akan membentuk dentin dan tinggal di sekitar ruang sentral dari dentin sebagai pulpa.

c. Kantung gigi (organ periodontal) merupakan yang juga berkembang dari dasar jaringan mesensim, yang berasal dari jaringan mesensim dan akan membentuk struktur penyanggah gigi, sementum, tulang alveolar dan selaput periodontal.

Tidak semua gigi berkembang dalam waktu yang sama. Tanda-tanda pertama dari perkembangan gigi pada embrio ditemukan di daerah anterior mandibula waktu usia 5 sampai 6 minggu, sesudah terjadi tanda-tanda perkembangan gigi di daerah anterior maksila kemudian berlanjut kea rah posterior dari kedua rahang. Perkembangan dimulai dengan pembentukan lamina gigi. Dental lamina adalah suatu pita pipih yang terjadi karena penebalan jaringan epitel mulut (ektodermal) yang meluas sepanjang batas oklusal dari mandibula dan maksila pada tempat mana gigi-gigi akan muncul kemudian. Dental lamina tumbuh dari permukaan sampai dasar mesensim. 3.1.3. Jaringan Sekitar Rongga Mulut

a. Bibir, dengan bagian-bagian:

Bibir atas.

Bibir bawah.

Tepi bibir.

Sudut bibir (commisure), dimana bibir atas dan bibir bawah bertemu.

Tuberkel, yaitu tonjolan bulat pada bibir atas tengah bawah.

b. Filtrum, yaitu lekukan antara tuberkel dan hidung.

c. Labiomental groove, yaitu groove yang berjalan horizontal di bawah bibir bawah yang membatasi dagu.

d. Dagu, merupakan bagian dari mandibula, terletak di bawah dari bibir bawah.

3.1.4. Rongga Mulut

Di dalam rongga mulut yang bagian luarnya dikelilingi oleh bibir dan bagian-bagiannya, terdapat antara lain:a. Gigi-geligi : akan dibahas lebih lanjut.

b. Rahang atas: Palatum (durum dan molle) dan jaringan mukosa lainnya.

c. Rahang bawah: Lidah, dan jaringan mukosa lainnya.

Selain daripada jaringan sekitar rongga mulut dan rongga mulut, terdapat pula tengkorak (membentuk struktur gigi dan tulang), sutura dan sinus (sendi dan rongga di dalam tengkorak), saraf (mengatur persarafan rongga mulut dan sekitarnya), temporomandibular joint (sendi rahang), dan seluruh penyusun kepala manusia, namun tidak akan seluruhnya dibahas dalam laporan ini.

Selanjutnya akan dibahas tentang gigi-geligi.

3.1.5. Gigi-geligi

a. Gigi-geligi Sulung/Decidui teeth

Pada kondisi fisiologis, anak-anak memiliki 20 buah gigi yang terdiri dari:

10 buah gigi di rahang atas(4 molar, 2 kaninus, 4 insisifus.

10 buah gigi di rahang bawah(4 molar, 2 kaninus, 4 insisifus.

Berikut cara penulisan struktur gigi sulung,

V IV III II II II III IV V

V IV III II II II III IV V

dimana I = Insisifus 1

II = Insisifus 2 Gigi Anterior

III = Kaninus

IV = Molar 1

V = Molar 2

b. Gigi-geligi Tetap/Permanent

Pada kondisi fisiologis, orang dewasa memiliki 32 buah gigi yang terdiri dari:

16 buah gigi di rahang atas(6 molar, 4 premolar,

2 kaninus, 4 insisifus.

16 buah gigi di rahang bawah(6 molar, 4 premolar,

2 kaninus, 4 insisifus.

Berikut cara penulisan struktur gigi sulung,

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

dimana 1 = Insisifus 1

2 = Insisifus 2 Gigi Anterior

3 = Kaninus

4 = Premolar 1

5 = Premolar 2

6 = Molar 1

7 = Molar 2

8 = Molar 3

c. Gigi Antagonis

Gigi antagonis adalah gigi atas atau bawah yang mengadakan kontak dengan gigi lawannya, yaitu gigi atas/bawah.

d. Gigi Succedaneous

Gigi succedaneous adalah gigi tetap yang menggantikan tempat kedudukan dari gigi-gigi susu, yaitu, I1,I2,C,P1,P2.

3.1.6. Bagian Gigi Makroskopis

Dilihat secara makroskopis, menurut letak dari enamel dan sementum, bagian-bagian gigi antara lain:

a. Mahkota: ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel dan normal terletak di luar jaringan gingival.

Mahkota klinis

ialah bagian dari mahkota yang sudah tidak

diliputi epitel lagi dan menonjol dalam rongga mulut (tidak tetap).

Mahkota anatomis

ialah bagian dari gigi yang diliputi jaringan

enamel.

b. Akar: ialah bagian gigiyang dilapisi jaringan sementum dan ditopang oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibula.

Akar klinis

ialah bagian dari akar gigi yang masih diliputi

oleh jaringan periodontium (tidak tetap).

Akar anatomis

baik mahkota klinis maupun akar klinis, besar

dan panjangnya tergantung pada usia seseorang dan tidak tetap.

c. Garis servikal/semento-enamel junction: ialah batas antara jaringan sementum dan enamel, yang merupakan pertemuan antara mahkota dan akar gigi.

d. Ujung akar/apeks: ialah titik yang terujung dari suatu benda yang runcing atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi.

e. Tepi insisal: ialah suatu tonjolan kecil dan panjang pada bagian koronal dari gigi insisifus yang merupakan bagian dari permukaan insisifus dan yang digunakan untuk memotong/mengiris makanan.

f. Tonjolan/cusp: ialah tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan gigi posterior, yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal.

3.1.7. Bagian Gigi Mikroskopis

a. Jaringan keras: ialah jaringan yang mengandung bahan kapur, terdiri dari jaringan enamel, dentin, dan sementum.

ENAMEL

Berasal dari jaringan ektoderm, susunannya agak istimewa, yaitu penuh dengan garam-garam Ca. Bila dibandingkan dengan jaringan-jaringan gigi yang lain, enamel adalah jaringan yang paling keras, paling kuat, oleh karena itu, ia merupakan pelindung gigi yang paling kuat terhadap rangsangan-rangsangan pada waktu pengunyahan.

Enamel tidak mempunyai kemampuan untuk menggantikan bagian-bagian yang rusak, oleh karena itu begitu gigi erupsi, maka terlepaslah ia dari jaringan-jaringan lainnya yang ada di dalam gingival/rahang. Akan tetapi ada hal-hal lain yang dapat memperkuat dirinya yaitu begitu gigi erupsi, lalu terjadi perubahan-perubahan susunan kimia pada dirinya sehingga enamel akan lebih kuat menghadapi rangsangan-rangsangan yang diterima.

Jadi bila enamel sekali saja rusak, harus ditambal karena ia tidak mempunyai kemampuan untuk menggantikan bagian-bagian yang rusak.

Sebab-sebab kerusakan enamel:

Abrasi: karena mekanis, misalnya karena menyikat gigi dengan cara yang salah.

Erosi: karena kemis, misalnya karena suka makan makanan yang banyak mengandung cuka (asam).

Atrisi: karena banyaknya dipakai untuk mengunyah.

DENTIN

Dentin dan sementum berasal dari jaringan mesoderm yaitu mempunyai susunan dan asal yang sama dengan jaringan tulang.

Dentin dan sementum mempunyai hubungan dengan jaringan-jaringan yang ada di dalam rahang atau gusi sehingga bila rusak mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali.

Perbedaannya:

Dalam susunan kimia: dentin lebih keras daripada sementum karena dentin banyak mengandung bahan-bahan kimia anorganik.

Dalam histologist: di dalam dentin terdapat pembuluh-pembuluh yang sangat halus, yang berjalan mulai dari rongga batas pulpa sampai ke batas enamel dan sementum. Pembuluh-pembuluh ini berjalan memancar keseluruh permukaan dentin yang disebut tubula dentin.

Pembuluh-pembuluh ini mengandung serabut yang merupakan kelanjutan dari sel-sel odontoblast yang terdapat pada perbatasan rongga pulpa. Guna sel-sel ini untuk melanjutkan rangsangan-rangsangan yang terdapat dalam dentin ke sel-sel saraf. Pada waktu gigi erupsi dentin sudah selesai terbentuk dan sudah mencapai pertumbuhan yang sempurna.

Bila ada rangsangan termis, khemis, dan mekanis, rangsangan-rangsangan ini mula-mula diterima oleh enamel kemudian dentin dengan melalui tubula dentin dan serabut-serabut yang merupakan kelanjutan dari sel-sel odontoblast, lalu oleh pembuluh-pembuluh saraf yang terdapat dalam rongga pulpa.

Setelah dentin terbentuk sempurna akan terbentuk dentin lain yang disebut dentin sekunder. Pembentukan dentin sekunder dapat terjadi selama hidup dan pertumbuhannya hanya menuju ke satu arah yaitu ke rongga pulpa, oleh karena itu rongga pulpa lama-kelamaan akan menjadi sempit dengan ,eningkatnya umur. Dengan demikian dapat kita meraik kesimpulan bahwa rongga pulpa gigi orang tua lebih sempit daripada rongga pulpa dari gigi yang baru erupsi, hal ini berdasarkan perkembangan dentin sekunder. Dentin sekunder hanya terjadi bila enamel mengalami kerusakan.

Macam-macam dentin:

Transparan dentin ialah dentin yang warnanya transparan, yang terdapat di daerah yang belum mengalami invasi bakteri, disekeliling zona yang mengalami dekalsifikasi. Zona ini meluas dari tepi ke tepi sekitar karies dentin.

Tubula dentin dari zona transparan berisi bahan-bahan granulasi yang tak terdapat pada denti biasa atau dentin yang mati.

Novodentin ialah normal dentin/dentin yang baru di bawah transparan dentin.

Sekunder dentin ialah dentin yang terbentuk pada dinding sebelah dalam dari rongga pulpa.

SEMENTUM

Sementum bagian dari jaringan gigi dan termasuk juga bagian dari jaringan periodontium karena menghubungkan gigi dengan tulang rahang dengan jaringan yang terdapat di selaput periodontal.

Bila ada rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi resorpsi/penyerapan sel-sel sementum pada sisi yang terkena rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk jaringan sementum baru. Pembentukan sementum yang baru kea rah luar. Kadang-kadang timbul gejala fisiologis, yaitu pada waktu gigi susu akan tanggal maka akan terjadi resorpsi pada akar, hal ini normal (tak ada pembentukan jaringansementum yang baru).

Jaringan sementum tidak mengadakan resorpsi atau pembentukan kembali, tetapi mengalami aposisi, makin tua umur, makin tebal lapisan sementum, pembentukan sementum ini berjalan dari arah selaput periodontal sebagai lapisan. Menurut Gott Lieb, pengendapan sementum terjadi terus menerus selama hidup dan ini berhubungan dengan terjadinya pertumbuhan gigi.

Dalam pertumbuhan gigi yang fisiologis, lebar dari ruang periodontal dipertahankan semua bagian oleh karena pengendapan sementum lebih banyak di bagian apical dan bifurkasi.

Macam-macam sementum:

Sementum primer ialah sementum yang terdapat pada waktu erupsi gigi.

Sementum fisiologis ialah lapisan sementum yang terbentuk karena meningkatnya usia.

Sementum patologis ialah sementum yang terbentuk karena iritasi obat-obatan pada perawatan endodonsia, karena penyakit dan sebaginya, misalnya; hiposementosis dan hipersementosis.

Pada sementum dan tulang alveolar, terdapat serabut periodontal yang disebut serabut Sharpeys. sementum merupakan suatu jaringan mesenkim yang bagian interselularnya mengalami perkapuran dan meliputi bagian luar dari akar. Bahan-bahan anorganis yang terdapat dalam sementum sama dengan yang terdapat dalam tulang, yaitu: 40% (enamel 96% dan dentin 69.30%).

Fungsi sementum antara lain:

Sebagai pelindung.

Sebagai penyangga gigi terhadap jaringan periodontium lainnya.

Memberikan makanan yang utama fosfor untuk gigi terutama pada umur yang sudah lanjut dimana kanalis dentis/rongga pulpa sudah menyempit. Pengendapan sementum lebih banyak di ujung akar dan bifurkasi.

b. Jaringan Lunak: yaitu jaringan pulpa ialah jaringan yang terdapat dalam rongga pulpa sampai foramen apikal, umumnya mengandung bahan dasar, bahan perekat, sel saraf yang peka sekali terhadap rangsang mekanis, termis dan kimia, jaringan limfe, jaringan ikat dan pembuluh darah arteri, dan vena.

c. Rongga Pulpa, terdiri dari:

Tanduk pulap/pulp horn, yaitu ujung ruang pulpa.

Ruang pulpa/pulp chamber, yaitu ruang pulpa di korona gigi.

Saluran pulpa/pulp canal, yaitu saluran di akar gigi, kadang-kadang bercabang dan ada saluran tambahan (Supplemental Pulp Canal).

Foramen yaitu lubang di apeks gigi, tempat masuknya jaringan pulpa ke rongga pulpa.

3.1.8. Fungsi Gigi

Gigi geligi manusia mempunyai fungsi, sebagai berikut :

a. Untuk memotong dan memperkecil bahan-bahan makanan pada waktu pengunyahan. Gigi yang fungsinya untuk memotong adalah gigi insisivus, gigi yang fungsinya untuk merobek makanan adalah gigi kaninus, gigi yang fungsinya untuk mengoyak atau menggiling makanan adalah gigi molar.

b. Untuk mempertahankan jaringan penyanggahan, supaya tetap dalam kondisi yang baik, dan terikat dengan erat dalam lengkung gigi serta membantu dalam perkembangan dan perlindungan dari jaringan-jaringan yang menyanggahnya.

c. Untuk memproduksi dan mempertahankan suara atau bunyi

d. Untuk estetik

e. Untuk melindungi jaringan-jaringan penanamnya3.2. Dental Plaque

Dental plaque atau plak gigi adalah akumulasi mikrobial non mineralisasi yang melekat erat pada permukaan gigi, merupakan deposit lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam saliva dan koloni mikroorganisme mulut ( pada umumnya Streptococcus mutans ). Plak bisa juga melekat pada restorasi (tambalan), alat-alat protestik (gigi palsu). Plak terdiri dari sel-sel bakteri yang terikat bersama dengan matriks yang terbentuk dari produk ekstraseluler bakteri tersebut. Spesies bakteri yang terdapat dalam plak tidak terbatas jumlahnya (Orland, 1982). Plak memiliki kumpulan struktural yang sebagian besar berbentuk filamen yang terdiri dari matriks organik yang berasal dari glikoprotein saliva dan produk mikrobial ekstra seluler yang tidak dapat dihilangkan dengan berkumur dengan semprotan air. Plak yang tidak segera dibersihkan akan dengan segera berubah menjadi kalkulus (karang gigi).

Plak merekat kuat pada permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang sulit terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigi-gigi premolar-molar atau pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan malposisi. Pelekatannya melalui pellicle memerlukan gosok gigi dengan tepat untuk dapat terlepas, tidak sekedar kumur-kumur. Dental plak adalah rumah ideal dari mikroorganisme mulut untuk menempel pada gigi, karena kuman terlindung dengan baik dari pembersihan alami dengan saliva dan lidah, kuman akan terus berkembang, membentuk asam dari sisa-sisa makanan dan memicu mineralisasi dari struktur keras gigi, dengan demikian gigi pun perlahan tapi pasti akan keropos dan membentuk karies yang jika berlanjut dapat merusak pulp chamber dan memicu penyakit-penyakit pulpa. Namun jika proses tersebut terjadi pada dental plak yang terletak pada gigi dekat gusi, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginal dan mengarah pada penyakit-penyakit periodontal (gingivitis marginal, periodontitis marginal bahkan hingga abses periodontal ).

Dental plak merupakan faktor umum dari etiologi penyakit periodontal (khususnya periodontitis) dan karies gigi. Karena penyakit periodontal adalah kelainan yang berawal dari dental plak sehingga kunci sukses dalam upaya preventif adalah kontol dental plak. Dengan mengabaikan kontrol dental plak, tindakan preventif maupun terapi secanggih apapun umumnya akan kurang berhasil.

Pada awalnya plak agak lunak dan bisa diangkat dengan sikat gigi yang berbulu halus dan benang gigi minimal setiap 24 jam. Jika plak sudah mengeras maka akan sulit untuk membersihkannya. Plak akan matang setelah 1-2 hari tanpa penyikatan gigi sama sekali, dan mengandung material organik seperti lemak, protein dan enzim serta material anorganik yaitu mineral terutama kalsium dan fosfor. Plak yang menumpuk dapat menyebabkan peradangan pada gusi, akibatnya gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah berdarah. Kondisi ini juga dapat menyebabkan bau mulut karena plak akan diolah oleh bakteri dan menghasilkan senyawa sulfur yang menjadi sumber bau tak sedap.3.3. KariesKaries gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure dan interproximal) meluas kearah pulpa (Brauwer). Adapun pandapat lain tentang definisi karies adalah suatu proses kronis regresif dimulai dengan larutnya mineral email akibat gangguan keseimbangan antara email dan sekelilingnya disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial kemudian terjadi destruksi komponen organic (Schurs). Jika tidak diobati oleh seorang dokter gigi, karies akan terus tumbuh dan pada akhirnya menyebabkan gigi tanggal.

3.3.1. Klasifikasi Karies

Menurut Lokasinya

a. Karies pada permukaan licin/rata.

Merupakan jenis karies yang terjadi pada permukaan yang licin dan paling bisa dicegah dengan menggosok gigi, proses terjadinya paling lambat. Karies dimulai sebagai bintik putih buram (white spot) yang terjadi karena telah terjadi pelarutan email oleh asam sebagai hasil metabolisme bakteri.

b. Karies pada pit dan fissure.

Terbentuk pada gigi belakang, yaitu pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian gigi yang berhadapan dengan pipi. Daerah ini sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit dan tidak terjangkau oleh sikat gigi.

c. Karies pada akar gigi.

Berawal sebagai jaringan yang menyerupai tulang, yang membungkus permukaan akar (sementum). Pembusukan ini sering terjadi karena penderita mengalami kesulitan dalam membersihkan daerah akar gigi. Pembusukan akar merupakan jenis pembusukan yang paling sulit dicegah. Setelah menembus ke dalam lapisan kedua (dentin, lebih lunak), pembusukan akan menyebar lebih cepat dan masuk ke dalam pulpa (lapisan gigi paling dalam yang mengandung saraf dan pembuluh darah).

d. Cervical Karies

Karies pada daerah cervical gigi, biasanya terjadi pada gigi geligi yang telah mengalami retraksi gingiva. Menurut Kedalamannya

a. Karies Superficialis

Karies yang baru menyerang sampai bagian enamel gigi

b. Karies Media

Karies yang sudah menyerang enamel dan dentin tapi belum melewati tebal dentin

c. Karies Profunda

Karies yang telah menyerang lebih dari tebal dentin dan kadang-kadang sudah mencapai atap dan pulpa gigi.

Menurut Cepatnya Penjalaran Proses Karies

a. Acute Caries/Aktiva Karies Karies yang prosesnya berjalan sangat cepat, di sini terlihat jaringan dentin yang kekuning-kuningan dan lunak. b. Chronic Karies Karies yang prosesnya berjalan lambat. Dentin terlihat coklat tua, karena pulpa gigi masih sempat membentuk sekunder dentin. c. Rampant Caries Karies yang menyerang seseorang dengan hebat dan perjalanannya sangat cepat sekali sehingga hampir seluruh gigi diserang, demikian juga gigi yang telah ditumpat. d. Jenile Karies

Karies yang biasanya terjadi pada permukaan akar dari gigi yang telah mengalami retraksi gingiva, umumnya pada orang usia lanjut.

e. Arrested Karies Karies yang telah menyerang suatu gigi kemudian proses penjalarannya berhenti. Di daerah dentin sering terlihat adanya transparant dentin yang dibentuk dalam usaha menahan penjalaran karies.

Menurut Jumlah Permukaan Gigi Yang Terkena Karies

a. Simple Karies Karies yang terjadi hanya pada satu permukaan saja, misalnya : karies oklusal. b. Compound Karies

Karies yang terjadi dan mengenai 2 permukaan gigi. Misalnya : karies d.o.

c. Complex Karies

Karies yang terjadi dan mengenai lebih dari dua permukaan gigi. Misalnya : karies m.o.d.

Menurut Newbrun

Keparahan karies ditentukan dengan menggunakan kriteria yang dimodifikasi dari kriteria Billings yaitu dalam hal kedalamannya saja. Kriteria tersebut antara lain:

a. Derajat I (insisal)

Dapat dideteksi dengan sonde, tidak ada defek permukaan.

b. Derajat II (dangkal)

Dapat ditembus sonde, kedalamannya kurang dari 0,5 mm.

c. Derajat III (kavitasi)

Kedalaman kavitas lebih dari 0,5 mm tetapi belum sampai keruang pulpa.

d. Derajat IV

Ruang pulpa terbuka.

3.3.2. Etiologi Karies

Karies dapat disebabkan oleh dua faktor. Faktor dari dalam dan dari luar.

Faktor Dalam

a. Host (Gigi dan Saliva)

Gigi adalah bagian tubuh yang terkeras dan terkuat dari anggota tubuh lainnya. Bahkan jika dibandingkan dengan tulang sekalipun. Hanya saja kelemahan dari gigi adalah tidak tahan terhadap serangan asam dan jika rusak, ia tidak mempunyai daya reparatif (memperbaiki diri sendiri) sebagaimana anggota tubuh lainnya. Karena itu sekali lubang gigi terbentuk maka tidak ada jalan lain untuk mengembalikannya ke keadaan semula kecuali dengan ditambal. Sedangkan untuk mencegah terbentuknya karies maka pencegahan pertama adalah dengan mengurangi aktivitas fermentasi gula menjadi asam oleh bakteri yaitu mengurangi akumulasi plak dengan menggosok gigi setiap hari dan teliti setiap permukaan gigi sudah tersikat.Anatomi gigi juga berpengaruh pada pembentukan karies. Celah atau alur yang dalam pada gigi dapat menjadi lokasi perkembangan karies. Karies juga sering terjadi pada tempat yang sering terselip sisa makanan.Plak yang mengandung bakteri marupakan awal bagi terbentuknya karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan tersebut yaitu: Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit palatal insisif.

Permukaan halus di daera proksimal sedikit di bawah titik kontak

Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva

Pemukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodontium

Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper

Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan

b. Agent (Bakteri Kariogenik)

Walaupun penyebabnya rnultifaktor, namun dapat dikatakan bahwa pemicu terjadinya Ieries gigi adalah bakteri kariogenik Streptococcus mutans, terutama S. mutans serolipe c (Schachtele, 1990). S. mutans mempunyai sistem enzim yang dapat mensintesis gluten dari sukrosa. Enzim yang berperan adalah glukosiltransferase (GTF) yang terdapat di dalam dinding selnya (Lehner, 1992). Glukan ikatan glikosidik a(1-3) yang disintesis oleh GTF, merupakan prekursor pembentuk plak gigi (Schachtele, 1990).Telah diketahui bahwa mikroorganisme penyebab karies gigi adalah bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melekat dan berkolonisasi pada jaringan mulut (Brady, 1992), hal ini karena Streptococcus mutans mempunyai berbagai polimer permukaan sel sebagai bahan antigen yang dikenal sebagai antigen B, 1/I1, IF, Pac, SR, P1 (Matshusita, 1994). Antigen tersebut berperan sebagai adhesin yang memiliki reseptor pada salah satu komponen saliva yang dikenal sebagai reseptor adhesin sehingga terjadi interaksi antara bakteri dengan saliva yang dapat membentuk lapisan biofilm di permukaan gigi atau bahan restorasi sehingga menghantar terjadinya proses kolonisasi.Bakteri Streptococcus mutans dapat berikatan dan beragregasi dengan berbagai molekul saliva seperti: sIgA, B2, mikroglobulin, histidin rich polipeptides, glikoprotein 60 kD dan glikoprotein dengan berat molekul tinggi. Khusus untuk antigen Pac diketahui dapat berikatan dengan protein saliva dengan berat molekul 28000 kD, lisozim dan a amilase. Protein saliva yang berikatan dengan molekul Pac tersebut dikenal dengan agglutinin saliva sebagai media perlekatan (adherensi) bakteri Streptococcus mutans (Nakai dkk, 1993). c. Environment

Bahan makanan (karbohidrat) dapat memicu terjadinya karies gigi harus kontak dengan permukaan gigi dalam waktu cukup lama. Karbodidrat ini apabila terdapat dalam jumlah cukup besar, sering dikonsumsi, terutama jenis yang lengket atau melekat pada gigi , maka kemungkinan terjadinya karies juga cukup tinggi. Ada jenis karbohidrat yang dijumpai, yaitu : tepung polisakarida, sukrosa dan glukosa, dimana sukrosa paling mudah menyebabkan terjadinya karies atau lubang gigi.

Karbohidrat ini dapat dijumpai pada hampir semua makanan, sedangkan makanan atau pada jajanan yang disukai pada anak-anak banyak dijumpai pada makanan: permen, coklat, kue-kue dan gula. Sedangkan karbohidrat dalam buah-buahan tidak menimbulkan karies, karena jumlahnya tidak banyak. Meskipun karbohidrat dapat menyebabkan karies, namun demikian kita tidak perlu takut untuk mengkonsumsinya, asalkan kita rajin membersihkan dan merawat gigi kita dengan baik dan benar.

Bakteri pada mulut seseorang akan mengubah glukosa, fruktosa, dan sukrosa menjadi asam laktat melalui sebuah proses glikolisis yang disebut fermentasi. Bila asam ini mengenai gigi dapat menyebabkan demineralisasi. Proses sebaliknya, remineralisasi dapat terjadi bila pH telah dinetralkan. Mineral yang diperlukan gigi tersedia pada air liur dan pasta gigi berflorida dan cairan pencuci mulut. Karies lanjut dapat ditahan pada tingkat ini. Bila demineralisasi terus berlanjut, maka akan terjadi proses pelubangan.

Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstrasel. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menrunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email.

Sintesa polisakarida ekstrasl dari sukrosa lebih cepat ketimbang glukosa, fruktosa dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena sukrosa merupakan gula yan paling banyak diknsumsi maka sukrosa merupakan penyebab karies utama.Berdasarkan hal tersebut di atas, maka selain sikat gigi kita juga harus memperhatikan dan menjaga makanan yang kita makan sehari-hari. Makanan tersebut hendaknya mengandung bahan-bahan makanan yang mengandung bahan di atas. Selain itu pengaruh makanan tterhadap timbulnya karies juga ditentukan oleh macam makanan yang dimakan, jumlah makanan yang dimakan, kapan kita makan makanan itu, urutan makanan itu dimakan dan makanan tersebut dipersiapkan. Hal itu berhubungan dengan ada tidaknya karbohidrat yang ada dalam makanan yang kita makan, jumlah karbohidrat ynag dimakan dan kapan makanan yang mempunyai daya bersih kita makan.d. Time

Waktu berperan pada perkembangan karies, dimana setelah seseorang mengkonsumsi gula atau karbohidrat/substrat makan terjadi penumpukan sisa makanan, jika tidak dibersihkan terjadi penumpukan sisa makanan yang nantinya menarik bakteri dan bakteri akan memetaboisme menjadi asam dan menurunkan pH. pH dapat menjadi normal karena dinetralkan oleh air liur dan proses sebelumnya telah melarutkan mineral gigi. Demineralisasi akan terjadi setelah 2 jam. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur, sebagai upaya pencegahan karies secara dini.

Tingkat frekuensi gigi terkena dengan lingkungan yang kariogenik dapat mempengaruhi perkembangan karies. Setelah seseorang mengonsumsi makanan mengandung gula, maka bakteri pada mulut dapat memetabolisme gula menjadi asam dan menurunkan pH. pH dapat menjadi normal karena dinetralkan oleh air liur dan proses sebelumnya telah melarutkan mineral gigi. Demineralisasi dapat terjadi setelah 2 jam.Apabila keempat faktor tersebut saling bekerja sama maka proses karies akan semakin cepat terjadi. Sedangkan jika salah satu dari keempat faktor tersebut tidak bekerja maka karies tidak akan terjadi.

Faktor Luar

a. Usia

Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor-faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Seseorang yang memiliki faktor resiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibandingkan yang kurang kuat pengaruhnya.

b. Jenis Kelamin

Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama di dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies.

c. Suku Bangsa

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapat hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.

d. Letak Geografis

Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.

e. Kultur Sosial Penduduk

Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.

f. Kesadaran, Sikap dan Prilaku Individu

Keadaan kesehatan gigi dan mulut sangat ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran dari masing-masing individu akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, yang kemudian akan menentukan sikap dan prilaku yang diambil oleh masing-masing individu. Misalnya dengan kebiasaan menggosok gigi minimal 2 kali setelah sarapan dan sebelum tidur, rajin kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, dan lain-lain.

3.3.3. Proses Terjadinya Karies

Dari berbagai teori mengenai terjadinya karies, ternyata bukti-bukti penelitian banyak mendukung teori Miller, dengan penyempurnaan teori ini dan membuktikan bahwa interaksi antara faktor-faktor utama yaitu : host, agent,lingkungan dan waktu adalah cukup rumit.

Permulaan terjadinya karies adalah larutnya permukaan enamel oleh asam hasil fermentasi karbohidrat oleh kuman. Dengan adanya sistem buffer yang ada pada saliva, plak, dan karang gigi, maka asam yang terjadi akan dinetralkan kembali. Hal ini telah dibutuhkan oleh Stephan bahwa setelah berkumur-kumur dengan larutan glukosa atau sukrosa, pH plak akan turun, tetapi secara berangsur-angsur akan meningkat kembali dalam waktu 40 menit dan menjadi normal setelah lebih kurang satu jam.

Dengan meningkatnya pH kembali akan terjadi redeposisi ion-ion mineral dari cairan di sekitar email dan dapat terjadi presipitasi pada daerah yang semula mengalami dekalsifikasi. Dan jika gula masuk lagi, hal yang sama akan terjadi, demikian seterusnya sehingga proses karies dapat dianggap sebagai hasil kumulatif antara proses demineralisasi dan remineralisasi yang terjadi terus menerus atau proses disolusi (larut) jika pH turun dan presipitasi jika pH meningkat. Dengan kata lain jika keseimbangan bergeser kearah demineralisasi, karies atau erosi akan terjadi, sedang jika keseimbangan bergerak kearah remineralisasi gigi menjadi lebih tahan terhadap asam (Feyerskov & Thylstrup, 1986).

Proses karies berjalan lama dan karies juga dapat disebut sebagai penyakit multi faktor yang kronis. Proses karies umumnya sudah terjadi lama sebelum tanda-tanda klinik dapat dilihat. Tahapan tersebut diantaranya:

a. tahap ultrastruktural

b. tahap yang terlihat dengan mikroskop cahaya (tahap sub klinik)

c. terlihat bercak putih (tahap klinik)

d. tahap kavitasi

e. kerusakan menyeluruh

Pada semua tahap perkembangan karies, proses remineralisasi masih mungkin terjadi terutama jika pasien aktif meningkatkan kebersihan mulutnya dan tidak mengonsumsi gula. Karena itu sampai pada tahap kavitasi karies masih mungkin tidak berkembang lagi atau terhenti. Saliva adalah cairan untuk remineralisasi yang cukup baik dan berfungsi protektif, pertahanan terhadap kuman patogen serta mempertahankan flora normal dalam rongga mulut.Hal-hal yang mendukung terjadinya karies gigi:

Gigi yang peka, yaitu gigi yang mengandung sedikit fluor atau memiliki lubang, lekukan maupun alur yang menahan plak.

Bakteri, mulut mengandung sejumlah besar bakteri, tetapi hanya bakteri jenis tertentu yang menyebabkan pembusukan gigi. Yang paling sering adalah bakteri Streptococcus mutans.

Sisa-sisa makanan. Dalam keadaan normal, di dalam mulut terdapat bakteri. Bakteri ini mengubah semua makanan (terutama gula dan karbohidrat) menjadi asam.

Bakteri, asam, sisa makanan dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak, yang menempel pada gigi. Plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang.

Jika tidak dibersihkan maka plak akan membentuk mineral yang disebut karang gigi (kalkulus). Plak dan kalkulus bisa mengiritasi gusi sehingga timbul gingivitis (radang gusi).

3.3.4. Gejala

Tidak semua nyeri gigi disebabkan karena karies. Sakit gigi dapat terjadi karena antara lain karena akar gigi yang terbuka tetapi tidak membusuk yang disebabkan karena gusi yang menutupi akar gigi turun, bisa diakibatkan karena menyikat gigi yang terlalu keras dan faktor usia; terlalu kuat mengunyah atau menggigit benda keras yang menyebabkan trauma pada jaringan pendukung gigi; gigi patah; gigi tumbuh, gigi bungsu atau gigi belakang yang sedang mengalami pertumbuhan (erupsi) yang tidak normal. Gigi ini tumbuh pada usia remaja 17 25 tahun.

Biasanya, karies di dalam enamel tidak menyebabkan sakit; keluhan baru timbul jika pembusukan sudah mencapai dentin yaitu gigi terasa linu. Linu yang dirasakan jika meminum minuman dingin atau makanan manis menunjukkan bahwa pulpa masih sehat. Jika pengobatan dilakukan pada stadium ini, maka gigi bisa diselamatkan dengan penambalan gigi.

Keluhan nyeri atau sakit, biasanya dirasakan dengan sakit berdenyut menandakan karies sudah mencapai pulpa (rongga dalam gigi yang berisi syaraf, pembuluh darah). Nyeri tetap ada walaupun perangsangnya dihilangkan (contohnya air dingin). Bahkan gigi terasa sakit meskipun tidak ada perangsangan (sakit gigi spontan). Jika bakteri masuk ke dalam pulpa dan pulpa mati, maka untuk sementara waktu nyeri akan hilang. Tetapi tidak lama kemudian (beberapa jam sampai beberapa hari) jika dipakai untuk menggigit atau jika lidah maupun jari tangan menekan gigi yang terkena, maka gigi menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah menyebar keluar dari ujung akar dan menyebabkan abses (penumpukan nanah). Nanah yang terkumpul di sekitar gigi cenderung akan mendorong gigi keluar dari kantongnya. Proses menggigit akan mengembalikan gigi ke tempatnya, disertai nyeri yang luar biasa. Nanah bisa terus terkumpul dan menyebabkan pembengkakan pada gusi di dekatnya atau bisa menyebar lebih jauh melalui rahang dan mengalir ke dalam mulut atau bahkan menembus kulit di dekat rahang.

3.3.5. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan yang dirasakan oleh penderita dan hasil pemeriksaan gigi dimana ditemukan adanya karies. Jika karies belum tampak, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk membantu menemukan adanya karies.

Mendiagnosis karies sebetulnya tidak mudah. Kesukaran menentukan adanya kavitas ini umumnya terjadi pada karies pada ceruk dan fissura, karies dibagian aproksimal dan leher gigi, serta karies sekunder. Untuk ceruk dan fissura telah dikembangkan penggunaan serat optik. Disamping itu telah dikembangkan pula penggunaan alat-alat modern yang ditujukan untuk menentukannya dengan lebih tepat.

Umumnya cara mendiagnosis karies secara klinik memerlukan penerangan yang baik dan alat standar kedokteran gigi, terutama sonde. Sonde yang dianjurkan adalah sonde tumpul tekan atau probe periodontal. Hal ini ditujukan agar lapisan permukaan karies pada tahap dini, yang meskipun lunak tetapi tahan asam karena kandungan fluornya yang cukup tinggi, tidak pecah dan menjadi kavitas. Perlu diperhatikan juga bahwa lesi karies pada tahap dini dapat disembuhkan. Untuk mendeteksi karies dengan baik, terutama karies dini yang secara klinik terlihat sebagai bercak putih, gigi-gigi sebaiknya dikeringkan dan diperiksa kuadran demi kuadran.

Untuk diagnosis radiografik yang umumnya diperlukan untuk karies aproksimal, perlu diperhatikan kekurangan gambaran radiografik yang hanya merupaakan gambaran dua dimensi. Demikian pula sudut pemotretan yang dapat memengaruhi gambaran keparahan kariesnya. Karena arah sinar, dapat pula terjadi bahwa karies yang luas terlihat lebih dalam pada gambaran radiografiknya. Disamping itu perlu diperhatikan pula bahwa karies yang sudah terlihat pada gambaran radiografik umumnya proses sudah agak lanjut.

Mendiagnosis karies sebetulnya tidak hanya mencatat adanya kavitas, lokasi, keparahan, dan gambaran kliniknya. Kidd dan Smith (1996) menyatakan bahwa seharusnya perlu diketahui pula apakah karies tesubut berpotensi untuk terjadi kembali dan karies yang ada dapat menjadi aktif atau terhenti. Maka dari itu perlu diidentifikasi faktor-faktor resiko pasien. Dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang ada, tindakan yang lebih tepat, terutama dalam mencegah terjadinya karies baru dapat dilakukan.

3.3.6. Pencegahan Karies

Pencegahan karies gigi bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup dengan memperpanjang kegunaan gigi dalam mulut. Pencegahan karies dibagi menjadi 2 bagian yaitu pra erupsi dan pasca erupsi.

a. Tindakan pra erupsi

Tindakan ini ditujukan pada kesempurnaan struktur enamel dan dentin atau gigi pada umumnya. Seperti kita ketahui yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan gigi diantaranya protein untuk pembentukan matriks gigi, juga vitamin dan mineral yang mempengaruhi atau menentukan kekuatan dan kekerasan gigi. Vitamin tersebut terutama vitamin A, C, D. Mineral-mineral yang penting diantaranya kalsium, phosphat,fosfor, dan magnesium. Oleh karena itu ibu-ibu yang hamil, bayinya dapat diberikan makanan yang mengandung unsur-unsur yang dapat menguatkan enamel dan dentin.pemberian kasium diminum dalam bentuk tablet pada ibu ada baiknya asal tidak terlalu banyak, karena kelebihan kalsium akan menyebabkan kesulitan waktu melahirkan akibat adanya pengapuran yang terlalu cepat dari tengkorak kepala bayi tersebut. Selain itu air minum yang mengandung fluor sangat penting diberikan pada ibu yang sedang hamil.

Beberapa ahli berpendapat bahwa mineralisasi gigi permanen dimulai tepat sebelum anak lahir dan berakhir 5-6 tahun. Pada fetus 5 bulan, mineralisasi sudah dimulai pada gigi susu dan gigi tetap. Hal ini berlangsung terus sampai 5-6 tahun dan erupsi selesai pada umur 12 tahun. Pada ibu yang sedang mengandung terdapat plasenta yang menghalangi serangan penyakit ke bayi, maka terhadap fluoridepun plasenta sebagai semi penghalang. Sehingga kadar fluor dalam fetus lebih rendah dari pada didalam tubuh si ibu dan ini sangat menguntungkan sehingga si anak tidak akan kelebihan fluor. Kadar fluor yang terlalu tinggi akan menyebabkan gangguan pada tulang juga mineralisasi terganggu pada pembentukan gigi. Disamping itu ibu yang hamil perlu diberikan makanan yang bergizi tinggi,daging,ikan,sayur-sayuran dan vitamin-vitamin.

b. Tindakan pasca erupsi :

Pada dasarnya hampir sama dengan stadium pra erupsi, hanya ditambah dengan :

Kebersihan mulut dan gigi yang harus diperhatikan supaya tetap sehat

Pemeriksaan berkala 6 bulan sekali.

Makanan yang menguatkan gigi dan gusi.

Kesehatan badan.

Metode-metode yang banyak dan yang behasil digunakan untuk mengurangi aktivitas karies bisa dibuat secara sistematis berdasarkan gangguan terhadap kerja bakteri dalam fermentasi karbohidrat. Dibagi menjadi 5 golongan kerja :

c. Pengaturan diet

Pada dasarnya semua karbohidrat dalam makanan merupakan subtrat untuk bakteri, yang melalui proses sintesa akan dirubah menjadi asam dan polisakarida. Karbohidrat dengan molekul rendah seperti sukrosa (gula bit, gula tebu, gula merah) glukosa, fruktosa, dan maltosa akan segera dirubah menjadi zat-zat yang merusak jaringan mulut.resiko kerusakan jaringan mulut yang berkaitan dengan karbohidrat akan sangat berkurang bila secara teratur permukaan gigi dibersihkan dari plak dan bakteri.

Makin sering makan karbohidrat yang mudah dipecah makin cepat terjadi proses demineralisasi dari jaringan keras gigi. Jadi frekuensi dari konsumsi makanan yang mengandung gula harus dikurangi. Ditinjau dari segi kesehatan gigi, maka yang diartikan mengurangi frekuensi makan adalah suatu reduksi dari makan-makanan kecil yang dimakan antara jam-jam makan.

d. Plak kontrol

Plak kontrol merupakan tindakan-tindakan pencegahan menumpuknya dental plak dan deposit-deposit lainnya pada permukaan gigi dan sekitarnya. Suatu program yang berhasil mengurangi plak akan berpengaruh pada pengurangan keparahan penyakit periodontal dan kerusakan gigi. Walaupun terbukti bahwa berkurangnya karies adalah merupakan hasil pemeliharaan kebersihan mulut dengan menggunakan sikat gigi atau alat-alat pembersih yang lain, tetapi bila dilakukan tanpa pasta gigi hal ini kurang efektif. Hasil yang terbaik didapat bila gigi dibersihkan segera sesudah makan, dan pasien diinstruksikan, dimotivasikan untuk tetap menjaga kebersihan mulutnya. Karena untuk menyikat gigi setiap kali setelah makan sehingga pembentukan asam bisa dihindari. Menggosok gigi di pagi hari atau di malam hari bermanfaat, akan tetapi dari segi endodontik hal ini tidak akan mengurangi aktivitas karies yang sudah ada.

e. Penggunaan fluor

Penggunaan fluor merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah timbul dan berkembangnya karies gigi. Penggunaan fluor ini perlu didukung oleh sikap perorangan yang positif terhadap kesehatan giginya. Pengaruh terbesar dari fluor dalam pasca-erupsi gigi terjadi pada tahun-tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya pengaruh ini masih ada namun sudah berkurang kekuatannya. Fluor juga menghambat kehidupan bakteri yang ada pada plak. Struktur enamel mempengaruhi kepekaan terhadap karies. Sudah nyata bahwa bila fuoride di berikan secara topikal pada gigi maka insiden karies gigi akan berkurang.

Cara penggunaan fluor dapat di bagi dengan dua cara yaitu secara :

Sistemik

Pengunaan fluor secara sistemik yaitu untuk gigi yang belum erupsi dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan :

Fluoridasi air minum

Fluoridasi garam dapur

Fluoridasi air susu

Minum tablet atau tablet hisap fluor

Lokal

Penggunaan fluor secara lokal yaitu untuk gigi yang sudah erupsi. Dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan :

Topikal aplikasi dengan larutan fluor

Kumur-kumur dengan larutan yang mengandung fluor

Menyikat gigi dengan pasta gigi dan larutan fluor.

Memoles gigi dengan pasta propolaksis yang mengandung fluor.

Zat- zat anti enzim dan anti bakterial

Banyak hal yang dilakukan untuk menyelidiki hal-hal tentang kerusakan gigi. Termasuk zat-zat yang menghambat reaksi enzim, jadi mengurangi pembentukan asam pada permukaan gigi dan juga zat-zat anti anti bakterial yang akan mengurangi daya kerja bakteri zat-zat anti bakterial yang akan mengurangi daya kerja bakteri pada gigi. Diharapkan adanya suatu inhibitor enzym yang non toksis terhadap manusia yang dapat ditambahkan di dalam gula yang mampu mencegah terjadinya dekalsifikasi salah satu yang pernah dilaporkan yaitu sintesis vitamin K. Sedang menurut penyelidikan beberapa ahli bahwa zat-zat antibakterial antara lain Amonia, ureum, dan penicillin. 3.3.7. Pengobatan

Prinsip dasar perawatan suatu penyakit adalah menghilangkan penyebab tetapi hal ini tidak dapat diterapkan pada karies karena sebabnya adalah multi faktor. Di pihak lain karies adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman terutama Streptococcus mutans, yang keberadaannya di dalam rongga mulut sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makan atau masukan sukrosa. Karena itu, pendekatan terapinya sebaiknya secara komprehensif, yaitu mengurangi serangan, bakteri kariogenik harus dieliminasi, dan masukan sukrosa yang paling mudah difermentasi oleh bakteri sehingga terbentuk berbagai macam asam harus dikurangi, sedangkan untuk meningkatkan pertahanan, suplemen fluor yang ternyata dapat mencegah karies, perlu diusahakan tetap ada. Selanjutnya, saliva yang fungsinya protektif dan selalu menjaga integritas jaringan keras gigi selalu harus terjaga kualitasnya, terutama produksinya.

Semua tindakan yang telah disebutkan tentu saja tidak dapat dilakukan oleh dokter gigi sendiri, tetapi kerja sama dengan pasien sangat menentukan prognosis lesi karies, apakah terhenti ataukah menjadi aktif. Karena itu komunikasi yang baik antara dokter gigi dan pasien sangat penting artinya, jika pendekatan secara prefentif memang diupayakan. Disamping itu cara diagnosis lebih teliti disertai gambar radiografik sangat diperlukan. Demikian pula mengidentifikasi dan mengendalikan faktor-faktor resiko juga tidak boleh diabaikan. Dalam hal ini pemeriksaan klinik radiologi dan laboratorik saliva jika mungkin dapat dilakukan untuk meyakinkan faktor resiko apa yang paling berperan, yang akan berbeda bagi setiap pasien. Dengan diagnosis yang tepat akan dapat direncanakan terapi yang tepat.

Perawatan Karies Dini

Pada prinsipnya perawatan karies dini adalah dengan pencegahan agar proses karies tidak berkembang. Karena itu pasien dianjurkan untuk lebih memperhatikan cara-cara pembersihan plak pada daerah tersebut, dan dapat ditambah denagn pengulasan fluor. Sedangkan untuk karies dini pada ceruk dan fisura, yang penentuan diagnosisnya sukar, perlu diyakinkan dulu dengan gambaran radiografik sayap gigit dan perubahan warna disekitar ceruk yang dapat diindikasikan adanya karies yang mengaung. Selanjutnya jika diagnosis meragukan, pencegahan dan pemeriksaan ulang dapat diterapkan dalam kasus semacam ini.

Perawatan Karies Pada Tahap Kavitasi

Adanya kavitas biasanya mengindikasikan bahwa penumpatan harus dilakukan. Tetapi perlu diingat bahwa penumpatan adalah bukan terapi karies yang sebetulnya dan hanya merupakan terapi simptomatis untuk menghilangkan rasa sakit dan mengendalikan fungsi gigi. Selanjutnya perlu disimak pula ketentuan yang telah digunakan,kapan suatu lesi harus ditumpat dan kapan harus dilakukan tindakan preventif dan diperiksa ulang. Ketentuan apakah lesi yang ada itu aktif atau terhenti juga penting untuk dipertimbangkan, demikian pula apakah lesi kronis atau akut. Semua ini diperlukan untuk menentukan sampai sejauh mana jaringan karies harus dibuang dalam menerapkan konsep preparasi minimal. Suatu lesi akut secara histopatologis menunjukkan dentin terinfeksi yang cukup tebal dan daerah inilah yang harus dibuang. Sebaliknya daerah demineralisasi dibawah daerah infeksi dapat ditinggalkan karena tidak mengandung bakteri dan umumnya dapat mengalami remineralisasi jika dasar kavitas diberi kalsium hidroksid. Dipihak lain lesi kronis tidak menunjukkan adanya daerah terinfeksi, tetapi daerah dentin yang mengalami sklerosis. Daerah ini tentu saja tidak perlu dibuang karena tidak mengandung bakteri dan merupakan pertahanan dari jaringan pulpa. Suatu hasil akhir preparasi kavitas yang bentuknya seperti lesi semula sebaiknya tetap diusahakan. Sedangkan penyelesaian kavitasnya sangat tergantung pada bahan tumpatan yang digunakan (Hofmann, 1986; Leidal & Mjor, 1988: Fusayama, 1993).

Menurut Kidd dan Joyston-Bechal (1987) terapi karies yang sebenarnya adalah mengusahakan agar keseimbangan bergerak ke arah perbaikan atau remineralisasi.(gambar 1.1. ) . Maka dari itu perlu diketahui kapan suatu lesi dapat ditumpat. Menurut Elderton dan Mjor (1988) kriteria bahwa suatu lesi pada dataran halus dapat ditumpat jika :

a. Gigi sensitif terhadap panas, dingin, manis, dan sebagainya.

b. Lesi sudah mencapai dentin.

c. Lesi membahayakan jaringan pulpa.

d. Usaha untuk menghentikan lesi tidak berhasil

e. Fungsi gigi terganggu

f. Kemungkinan gigi bergeser karena hinlangnya titik kontak

g. Mengganggu estetika.

Akhirnya program pemeliharaan perlu di rencanakan bersama pasien. Dalam hal kapan harus diperiksa ulang yang sebaiknya disesuaikan dengan resiko terhadap karies. Pada setiap pemeriksaan ulang, edukasi mengenai pemeliharaan kesehatan gigi sebaiknya juga diberikan kembali dengan cara yang bervariasi agar pasien tidak bosan. Hal ini perlu disadari oleh para dokter gigi sebab umumnya dengan satu kali edukasi, tidak bisa diharapkan bahwa pasien akan melikukannya dengan konsisten. Pemeriksaan saliva jika mungkin dapat di ulang untuk dibandingkan dengan hasil sebelumnya.

Jika pembusukan berhenti sebelum mencapai dentin, maka email bisa membaik dengan sendirinya dan bintik putih di gigi akan menghilang. Jika pembusukan telah mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat dan diganti dengan tambalan (restorasi). Mengobati pembusukan pada stadium dini bisa membantu mempertahankan kekuatan gigi dan memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pulpa.

Pada stadium lanjut kadang timbul demam, sakit kepala dan pembengkakan rahang, dasar mulut atau tenggorokan, diperlukan pemberian obat antibiotik, analgetik untuk menyembuhkan pembengkakan. selanjutnya bisa dilakukan perawatan akar gigi atau pencabutan gigi. Jika gigi dicabut, harus segera diganti. Jika tidak, gigi di sebelahnya posisinya akan berubah dan mengganggu proses menggigit.3.3.8. Pengendalian Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Karies

Sebelum dilakukannya tahapan ini, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan seksama, apakah pasien tergolong resiko tinggi atau rendah.

Tabel untuk menentukan resiko terhadap karies gigiNoResiko TinggiResiko Rendah

Sejarah

1Perawatan dental tidak teraturTeratur

2Banyak tumpatan yang diganti-

3Penggunaan obat-obatan yang mempunyai efek xerostomik, radioterapi, Sjorgens sindrom.-

4Tidak ada masukan fluorAda

5Pekerjaan yang beresiko, pabrik roti, pabrik permen.Pekerjaan tanpa resiko

6Masukan gula seringTidak sering

7Status sosial rendahTinggi

Pemeriksaan Klinis

1Lesi karies primer atau sekunder banyakSedikit

2Tumpatan banyakSedikit

3Gigi hilang karena karies banyakTidak ada

4Banyak gigi yang dirawatTidak ada

5Lesi atau restorasi pada dataran halua atau akar banyakTidak ada

6Lesi atau restorasi pada gigi anterior banyakTidak ada

7Kebersihan mulut tidak baikBaik

Pemeriksaan Laboratorium

1Sekresi saliva rendahCukup

2Jumlah S. mutans tinggiRendah

3Jumlah laktobasilus tinggiRendah

(Dikutip dari Newbrun, Int. Dent. J.,1993, Vol.43, No.2)

Selanjutnya dilakukan beberapa pendekatan misalnya dengan edukasi tetntang kesehatan gigi dan mulut, pengendalian diet, dan pemberian suplemen atau pengulasan fluor.

Mengenai edukasi kebersihan mulut, Elderton dan Mjor (1998), menyatakan bahwa sebaiknya dilakukan pada setiap kunjungan. Para dokter gigi seharusnya tidak mengharapkan bahwa dengan sekali nasehat maka pasien akan melakukan segala sesuatu yang diinstruksikannya. Tentu saja edukasi ini harus dilakukan bervariasi supaya pasien tidak bosan.

Tentang pengendalian diet, Kidd dan Joyston-Bechal (1987) menganjurkan dengan wawancara, dan pasien diminta untuk mencatat apa saja yang dimakan selama beberapa hari dari pagi sampai malam. Dengan demikian, dokter gigi dapat menasehatkan apa saja yang harus dikurangi atau dihilangkan sama sekali sesuai dengan kebutuhan dan keadaan mulut pasien.

Pada pasien yang tergolong resiko tinggi, nasihat tentang diet ini umumnya dianjurkan untuk mengatur dietnya dengan lebih baik. Misalnya, tidak ngemil makanan yang kariogenik, menggunakan pengganti gula, dan mengganti makanan yang dikonsumsi sebagai makanan utama dengan makanan yang kurang kariogenik. Sebagai contoh, keju yang bergizi tinggi dapat menaikkan pH plak kembali sesudh makan gula. (Kidd & Joyston Bechal, 1987)

Pasien dengan mulut kering terutama karena obat-obatan memang sukar untuk ditanggulangi. Tetapi dengan makan makanan berserat dan cara mengunyah yang baik diharapkan dapat meningkatkan produksi saliva. Demikian juga penggunaan permen karet yang tentu saja tidak mengandung sukrosa, tetapi pengganti gula seperti xylitol.

3.4. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah

Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Kegiatannya dapat dilakukan didalam gedung Puskesmas dan di luar Gedung Puskesmas. Salah satu kegiatan di luar gedung Puskesmas adalah program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).

UKGS adalah upaya kesehatan gigi sekolah yang ditujukan bagi anak usia sekolah di lingkungan sekolah dari tingkat pelayanan promotif, promotif-preventif, hingga pelayanan paripurna. UKGS menurut Depkes RI adalah bagian integral dari UKS yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana, pada para siswa, terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar (STD) dalam kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket UKS yaitu paket minimal, paket standar dan paket optimal.

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang telah berdiri sejak tahun 1951 merupakan suatu kegiatan yang sangat relevan dalam pelaksanaan upaya penanggulangan penyakit gigi dan mulut. Hal ini disebabkan karena kegiatanya diarahkan kepada penanaman kebiasaan pelihara diri kesehatan gigi sejak dini.

Kegiatan UKGS dilakukan sesuai keadaan tenaga dan fasilitas di Puskesmas, dan dibagi dalam 3 tahap/paket, yaitu :3.4.1. Tahap I atau PAKET MINIMAL UKGS.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa yang belum terjangkau tenaga dan fasilitas kesehatan gigi.

Kegiatan berupa :

a. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh para guru sesuai dengan kurikulum Departemen dan Kebudayaan 1994.

b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/MI dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II, dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/bulan.

3.4.2. Tahap II atau PAKET STANDAR UKGS.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa SD/MI yang sudah terjangkau tenaga dan fasilitas kesehatan gigi namun sarananya masih terbatas.

Kegiatan berupa :

a. Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi.

b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru sesuai dengan kurikulum.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/MI dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/bulan.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I.

e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

f. Pelayanan medik gigi dasar atas pemintaan.

g. Rujukan bagi yang memerlukan.

3.4.3. Tahap III atau PAKET OPTIMAL UKGS.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa yang sudah terjangkau tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang sudah memadai, dipakai sistem inkremental dengan pemeriksaan ulang setiap 2 (dua) tahun untuk gigi tetap. Kegiatan berupa :

a. Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi terintegrasi.

b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru sesuai dengan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional.

b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/MI dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/bulan.

c. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I.

d. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

e. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada murid kelas I-VI (care of demand).

f. Pelayanan medik gigi dasar pada kelas terpilih (kelas VI) sesuai kebutuhan (treatment need).

g. Rujukan bagi yang memerlukan.

Perubahan perilaku individu dapat terjadi secara alamiah melalui lingkungan atau masyarakat sekitarnya. Namun ada pula perubahan yang terjadi secara terencana dan dilaksanakan secara sistematis, yaitu perubahan melalui pendidikan. UKGS merupakan sarana dalam upaya mengubah perilaku siswa dalam memelihara dan menjaga kesehatan gigi dan mulut siswa.

Pemerintah membuat program UKGS sebagai kegiatan puskesmas bertujuan untuk :

a. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dengan jalan mengadakan usaha preventif dan promotif.

b. Mengusahakan timbulnya kesadaran dan keyakinan bahwa untuk meningkatkan taraf kesehatan gigi perlu pemeliharaan kebersihan mulut (oral hygiene).

c. Mengusahakan agar anak-anak sekolah dasar itu mau memelihara kebersihan mulutnya di rumah (habit formation).

d. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dasar dengan menjalankan usaha kuratif apabila usaha prevensi gagal melalui sistem selektif.

e. Meningkatkan kesadaran kesehatan gigi dengan suatu sistem pembiayaan yang bersifat praupaya (prepayment system).3.5. Perilaku dan Pola Hidup Anak-anak SD Negeri 5 BaturitiBerdasarkan hasil wawancara dan pengamatan dengan beberapa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, dan Puskesmas Baturiti I, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, dapat diketahui bahwa penyebab klinis dan non klinis penyakit gigi dan mulut pada siswa SD adalah rendahnya tingkat pemeliharaan gigi oleh siswa.

Pemeliharaan gigi siswa sekolah sekolah secara umum terkait dengan peran stakeholders atau orang-orang atau yang relatif dekat dengan siswa yang terkait dengan masalah kesehatan gigi dan mulut seperti:

Keluarga siswa, termasuk orang tua,

Guru khususnya melalui kegiatan UKS/UKGS dan pelajaran atau pendidikan kesehatan, dan

Tenaga Kesehatan gigi di puskesmas melalui pelayanan di Puskesmas dan UKGS.

Tingginya prevalensi dan derajat keparahan karies serta rendahnya motivasi anak untuk merawat gigi disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: faktor pengetahuan, sikap, dan perilaku atau tindakan dalam memelihara kesehatan gigi yang masih rendah.

Dari hasil wawancara dan pemeriksaan langsung pada masyarakat di Desa Baturiti, dapat diketahui bahwa hampir seluruh masyarakat Desa Baturiti kesehatan gigi dan mulutnya dalam keadaan tidak baik (bau mulut, karies, kalkulus, gingivitis, resesi gingiva, dan sebagainya). Namun dari seluruh penderita tersebut, hanya sebagian kecil yang sudah memeriksakan keadaan mereka ke dokter gigi, sebagian lagi berniat memeriksakan gigi mereka, dan sisanya mengaku enggan memeriksakan gigi mereka dengan berbagai alasan antara lain: takut kepada dokter gigi, merasa masalah gigi mereka masih belum mengganggu aktifitas, sibuk, dan bahkan malas.

Keadaan ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk berobat ke sarana pelayanan yang tepat (DepKes RI, 2004). 3.6. Irenes Donut

Irenes Donut adalah sebuah program yang dibuat berdasarkan penelitian Disertasi S3 Dr. drg. Irene Adyatmaka yang melibatkan 2.568 murid TK dan orang tuanya.

Irenes Donut merupakan instrument penelitian dimana persentase yang tampak menggambarkan kemungkinan gigi akan berlubang. Program ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan gigi pada anak yang mungkin muncul dikarenakan prilaku anak dan terutama prilaku orang tua dari sang anak tersebut.

Gambar 1. Program Irenes Donut

3.7. Alur Penyelesaian Masalah

Mencari alamat siswa di SD Negeri 5 Baturiti, Kec. Baturiti Kab. Tabanan

Mendatangi rumah siswa masing-masing (Desa Pacung) sebanyak 10 rumah

Mewawancarai Orang Tua siswa dengan menggunakan Irenes Donut

Memberikan saran-saran untuk kesehatan gigi dan mulut anak.

Memeriksa kadar PH mulut dengan menggunakan Plak Check

Melakukan pemeriksaan dasar (Oral Diagnosa) untuk mengetahui adanya karies atau tidak

Gigi Posterior

Gigi Posterior

39