Bab III DESKRIPSI PERSAMAAN HAK LGBT DI KOTA BLITAR...

25
68 Bab III DESKRIPSI PERSAMAAN HAK LGBT DI KOTA BLITAR III.1 Latar Belakang dan Proses Pengambilan Data Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blitar, Jawa Timur tepatnya kepada dalang yang ada di Kota Blitar ini. Kota Blitar penulis pilih sebagai tempat penelitian dikarenakan adanya festifal wayang yang diadakan pada bulan Juli 2016 yang lalu. 1 Tujuan utama diadakannya pagelaran wayang ini adalah sebagai bentuk peringatan hari kesaktian Pancasila. Wayang dipakai sebagai sarana untuk kehidupan yang penuh toleransi yakni lebih tepatnya dengan mensosialisasi Pancasila melalui budaya wayang. 2 Di kota Blitar pun penulis menentukan untuk melakukan penelitian di salah satu kelurahan yaitu kelurahan Ngadirejo, Kepanjen Kidul, Kabupaten Blitar. Di Kota Blitar ada 21 kelurahan yang tersebar di 3 kecamatan. Ketiga kecamatan itu antara lain Kecamatan Kepanjenkidul, Sananwetan, dan Sukorejo masing-masing terdapat kelurahan dalam jumlah yang sama yaitu sebanyak 7 kelurahan : 1. Kec. Kepanjenkidul (7 Kelurahan), yaitu Kel.Bendo, Kel.Kauman, Kel.Kepanjenkidul, Kel. Kepanjenlor, Kel. Ngadirejo, Kel. Sentul, Kel. Tanggung ; 2. Kec. Sananwetan (7 Kelurahan) antara lain Kel. Bendogerit, Kel. Gedog, Kel.Karang Tengah, Kel. Klampok, Kel. Plosokerep, Kel. Rembang, Kel. Sananwetan ; 3. Kec. Sukorejo (7 Kelurahan) antara lain Kel. 1 http://www.blitarkab.go.id/2016/07/16/festival-wayang-nusantara-lestarikan-budaya- bangsa/, diakses pada pada 18 September 2016 2 http://www.beritalima.com/2016/07/26/gus-ipul-sosialisasikan-pancasila-melalui- wayang-nusantara/, diakses pada 18 September 2016

Transcript of Bab III DESKRIPSI PERSAMAAN HAK LGBT DI KOTA BLITAR...

68

Bab III

DESKRIPSI PERSAMAAN HAK LGBT DI KOTA BLITAR

III.1 Latar Belakang dan Proses Pengambilan Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blitar, Jawa Timur tepatnya kepada

dalang yang ada di Kota Blitar ini. Kota Blitar penulis pilih sebagai tempat

penelitian dikarenakan adanya festifal wayang yang diadakan pada bulan Juli

2016 yang lalu.1 Tujuan utama diadakannya pagelaran wayang ini adalah sebagai

bentuk peringatan hari kesaktian Pancasila. Wayang dipakai sebagai sarana untuk

kehidupan yang penuh toleransi yakni lebih tepatnya dengan mensosialisasi

Pancasila melalui budaya wayang.2 Di kota Blitar pun penulis menentukan untuk

melakukan penelitian di salah satu kelurahan yaitu kelurahan Ngadirejo, Kepanjen

Kidul, Kabupaten Blitar. Di Kota Blitar ada 21 kelurahan yang tersebar di 3

kecamatan. Ketiga kecamatan itu antara lain Kecamatan Kepanjenkidul,

Sananwetan, dan Sukorejo masing-masing terdapat kelurahan dalam jumlah yang

sama yaitu sebanyak 7 kelurahan : 1. Kec. Kepanjenkidul (7 Kelurahan), yaitu

Kel.Bendo, Kel.Kauman, Kel.Kepanjenkidul, Kel. Kepanjenlor, Kel. Ngadirejo,

Kel. Sentul, Kel. Tanggung ; 2. Kec. Sananwetan (7 Kelurahan) antara lain Kel.

Bendogerit, Kel. Gedog, Kel.Karang Tengah, Kel. Klampok, Kel. Plosokerep,

Kel. Rembang, Kel. Sananwetan ; 3. Kec. Sukorejo (7 Kelurahan) antara lain Kel.

1http://www.blitarkab.go.id/2016/07/16/festival-wayang-nusantara-lestarikan-budaya-

bangsa/, diakses pada pada 18 September 2016

2 http://www.beritalima.com/2016/07/26/gus-ipul-sosialisasikan-pancasila-melalui-

wayang-nusantara/, diakses pada 18 September 2016

69

Blitar, Kel.Karangsari, Kel.Pakunden, Kel. Sukorejo, Kel. Tanjungsari, Kel.

Tlumpu, Kel. Turi.3

Kelurahan Ngadirejo adalah sebuah kelurahan yang sangat beragam dari

segi agamanya. Ada tiga agama di desa ini yaitu Islam, Kristen dan Katolik.4 Desa

ini juga merupakan tempat dimana dalang yang menjadi salah satu subyek

penelitian penulis ini tinggal, lebih tepatnya adalah di Desa Ngadirejo bagian

selatan. Di Ngadirejo bagian selatan ini terdapat tempat wisata rohani Gua Maria

Sendangrejo. Gua Maria ini terletak di antara rumah-rumah warga, dekat dengan

persawahan. Salah satu hal menarik disini adalah penulis melihat mayoritas

warga sekitar yang rumahnya dekat dengan Gua Maria adalah beragama Islam.

Tidak ada gereja di sekitar Gua Maria, gereja Katolik untuk umat Katolik sendiri

berada ratusan meter dari lokasi wisata Rohani Gua Maria Sendangrejo.

Organisasi Masyarakat yang Terdaftar5

2012 – 2015

Jenis Organisasi 2012 2013 2014 2015

1. Organisasi Masyarakat 21 23 32 24

2. Organisasi Kesamaan secara umum 28 30 28 10

3. Organisasi Keagamaan 10 10 10 19

4. Organisasi Wanita 6 6 6 8

5. Aliran Kepercayaan 4 4 3 2

6. Organisasi Beladiri 2 2 2 2

7. Organisasi Profesi 8 9 10 22

8. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 16 17 37 28

9. Yayasan 37 38 42 44

Jumlah 132 139 170 159

Sumber : Badan Kesbangpollinmas Daerah Kota Blitar

3 https://blitarkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/414, pada 16 Desember 2016

4 Wawancara dengan Lurah Kepanjen Kidul, pada 09 Desember 2016

5 https://blitarkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/414, pada 16 Desember 2016

70

Data organisasi ini penulis cantumkan karena penelitian ini mengacu

kepada konseling masyarakat, yang memungkin adanya suatu layanan atau

lembaga yang bisa diajak untuk bekerja sama dalam menangani permasalahan

yang muncul dengan keberadaan kaum LGBT.

Proses Pengambilan Data dan Profil Informan

Untuk penelitian, penulis melakukannya pada tanggal 09-13 2016

Desember dengan serangkaian perijinan, observasi, wawancara, kemudian

dilanjutkan pada tanggal 28-30 Desember 2016. Di antara tanggal-tanggal itu

penulis melakukan observasi dengan melihat pagelaran wayang di beberapa

tempat. Untuk proses wawancara, penulis datang ke desa Ngadirejo tidak dengan

cara yang formal sebab penulis menyadari bahwa penulis harus cukup berhati-hati

dengan tema yang hendak penulis gali. Yang pertama kali penulis lakukan adalah

mencari alamat tempat tinggal dalang, kemudian setelah sudah mendapat

informasi maka penulis datang ke kantor kelurahan desa tersebut. Baru setelah itu

penulis mulai melakukan penelitian dengan langsung berusaha bersikap sealami

mungkin dalam melakukan pencarian data kepada masyarakat. Penulis datang

dengan tidak selalu menampakkan handphone atau alat perekam lainnya sebab

tidak semua informan mau identitas mereka diketahui banyak orang. Kemudian

terkait dengan alat perekam, penulis juga mendapati bahwa rupanya teman-teman

LGBT justru memang memiliki ketakutan akan identitas mereka yang sebenarnya.

Jadi dalam penggalian data kepada teman LGBT penulis cenderung berusaha

untuk mengajak berbicara sesantai mungkin demi terciptanya kepercayaan mereka

terhadap penulis. Mengenai kepercayaan ini, pada awalnya penulis datang ke

sebuah salon yang merupakan salon kerjasama beberapa waria. Disana rupanya

71

ada juga teman-teman gay yang tidak lain adalah teman dari waria-waria yang ada

di salon juga. Penulis melakukan penggalian data dengan tidak langsung menuju

percakapan ke arah yang penulis butuhkan melainkan hanya datang selayaknya

pelanggan salon pada umumnya. Disini awal datang penulis hanya sekedar

observasi, yang kemudiaan penulis lanjutkan pada minggu-minggu berikutnya.

Jadi, penelitian ini tidak berlangsung dalam waktu yang berkelanjutan begitu saja

sebab penulis juga harus mengikuti pertunjukan wayang yang pagelarannya tidak

hanya di kota Blitar saja. Alasan lainnya mengapa observasi tidak berkelanjutan

adalah, penulis mencoba membangun komunikasi juga melalui handphone. Dari

sini pada awalnya penulis ragu untuk dapat berkomunikasi dengan baik akan

tetapi rupanya dari handphone ini mereka lebih terlihat mau membuka diri.

Di samping melakukan wawancara penulis juga datang sebagai penonton

untuk melihat pertunjukkan wayang kulit yang ada di Jawa Timur. Pertunjukkan

ini tidak dapat ditentukan secara pasti tempatkan karena tergantung rombongan

wayang itu diundang dan dipentaskan dimana. Pada kesempatan ini, penulis

melihat pertunjukkan wayang di Kota Kertosono dan juga di Kota Blitar. Untuk

melihatnya, penulis tidak selalu datang dalam setiap pagelaran sebab hanya diberi

kesempatan mengikuti pagelaran dengan tema-tema yang penulis perlukan saja.

Alasan lain yang diberikan oleh dalang adalah mengenai waktu dan jarak tempat

pementasan. Untuk waktu, pagelaran wayang baru dimulai paling cepat pada

pukul 21.00 WIB dan akan berakhir antara pukul 03.30-04.00 WIB.

Larutnya waktu untuk datang dalam acara pagelaran wayang memang

menjadi satu kendala dalam proses penelitian yang penulis lakukan. Hal seperti ini

menjadi salah satu kendala bukan karena terkait waktu yang sangat larut saja

72

melainkan juga karena posisi penulis sebagai seorang yang muda dan perempuan.

Sebagai seorang perempuan muda, menjadi penonton wayang di tengah malam

merupakan tantangan tersendiri sebab pada umumnya memang yang menjadi

penonton wayang adalah laki-laki. Kendala berikutnya adalah ketika sedang

datang untuk melakukan obrolan tidak formal dengan warga mereka langsung

menarik diri saat penulis mengarahkan obrolan seputar tema LGBT. Dalam hal ini

penulis memang sudah diingatkan oleh kepala desa, terkait respon dan kecurigaan

warga terhadap penulis.

Di desa Ngadirejo ini, penulis mengambil responden dengan purposive

sampling. Responden yang penulis ambil adalah satu orang dalang, satu orang

kepala desa, satu orang tukang kebun gua maria, satu orang pedagang, satu ibu

rumah tangga, tukang tambal ban, tukang becak, juga kaum LGBT. Untuk LGBT

sendiri penulis mewawancarai lima orang, tiga orang waria, dua orang gay.

Penulis tidak mendapatkan responden yang lesbi di kota Blitar ini. Sekali lagi

karena alasan tempat penelitian adalah bukan karena adanya informasi bahwa di

kota ini terdapat perkumpulan LGBT. Alasan paling utama adalah ingin

mengambil data dengan menggali apakah di salah satu kota di Jawa Timur ini

mengenal atau mengetahui keberadaan LGBT atau tidak, juga respon mereka

terhadapnya.

III.2 Deskripsi persamaan hak LGBT di kota Blitar

Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai deskripsi persamaan hak

LGBT di Kota Blitar dengan data penelitian yang dilakukan langsung kepada

LGBT maupun kepada masyarakat dan juga dalang. Deskripsi persamaan hak ini

73

akan dilihat dari data penelitian yang berupa permasalahan yang dihadapi oleh

LGBT beserta harapan-harapan atas keberadaan mereka. Dalam pemaparan

deskripsi persamaan hak ini akan dibagi dalam dua bagian, bagian pertama yaitu

pemaparan pengalaman LGBT itu sendiri, juga dari pandangan masyarakat akan

keberadaan LGBT. Bagian kedua akan dipaparkan pandangan akan LGBT dari

sudut pandang budaya jawa khususnya dari dunia pewayangan dalam melihat

adanya “keangkaramurkaan” pada jaman ini yakni diskriminasi yang terjadi

terhadap LGBT, seperti yang sudah dituliskan dalam bagian latar belakang

penelitian ini dilakukan.

III.2.1 Keberadaan LGBT

Terkait dengan adanya keragaman orientasi seksual, bukanlah hal yang

mudah bagi untuk teman-teman yang berorientasi seksual di luar heteroseksual.

Mereka mengalami berbagai tantangan dalam menghadapi dan mengalami

penghayatan orientasi seksualnya. Tantangan atau masalah yang dialami oleh

teman LGBT bukan saja masalah dari luar diri mereka saja melainkan juga dari

dalam diri mereka sendiri. Ada yang merasa bahwa dirinya aneh dan berbeda

dengan yang lain sejak SD dan mencoba melawan apa yang dirasakan sampai-

sampai ingin kabur dari keluarga,6 namun ketertarikan dengan sesama jenis itu

rupanya dirasakan sampai SMA. Kemudian dari situ mulai mencari tahu sendiri

apa yang terjadi dengan dirinya dan ternyata memang ada orang yang bisa tertarik

atau suka dengan yang berjenis kelamin sama. Maka yang dilakukan kemudian

adalah tidak menolak hal tersebut, karena tidak tahu harus berbuat apa sehingga

6 Wawancara dengan Inf A.5 (data A.5 no.1), pada 30 Desember 2016

74

kenyataan yang dirasakan dan dialmai itu diterima.7 Masalah lain yang dialami

oleh teman-teman LGBT yaitu berupa ketakutan akan ketertolakan dari luar

apabila mereka mengakui dengan jujur akan keberadaan yang sesungguhnya. Oleh

sebab itu teman-teman LGBT lebih memilih untuk menutupi identitas diri mereka

yang sebenarnya dari keluarga juga dari lingkungan sekitarnya. Cara yang

dilakukan adalah dengan tetap berdandan seperti apa yang orang ketahui tentang

dirinya akan tetapi jika sudah bersama dengan teman-temannya di luar

lingkungannya maka dia menjadi diri sendiri, mengekpresikan diri sesuai dengan

apa yang mereka rasakan dan alami dalam dirinya.8 Kemudian ada pula yang lebih

memilih untuk tinggal berjauhan dari keluarga demi tujuan mencari penghidupan

dan menjadi diri sendiri dengan sejujurnya.9 Masalah LGBT adalah masalah yang

tidak melulu berbicara dalam ranah seksual. Disana ada pertentangan mengenai

identittas dirinya. Ketika seseorang mendapati dirinya berbeda dengan yang lain,

itu adalah pergumulan tersendiri, terelebih ini adalah tentang orientasi yang sulit

diterima oleh orang lain, oleh masyarakat pada umumnya.

Keluarga yang seharusnya menjadi ranah terdekat untuk menjadi diri

sendiri dengan sejujurnya rupanya justru menjadi salah satu masalah bagi teman

LGBT. Keluarga dianggap salah satu masalah sebab di dalam keluarga inilah

teman LGBT (dalam hal ini gay) justru mendapat tekanan untuk menikah dimana

menikahnya adalah dengan lawan jenis yang tentunya akan menjadi masalah

tersendiri bagi teman gay. Dengan adanya hal seperti ini mereka mengaku kalau

7 Wawancara dengan Inf A.5 (data A.5 no.2), pada 30 Desember 2016

8 Wawancara dengan inf A1 (data A.1 no.2), pada 29 Desember 2016

9 Wawancara dengan Inf A.2 (data A.2 no.3), pada 29 Desember 2016

75

pada akhirnya dengan terpaksa dan pura-pura mulai berkenalan dan menjalin

relasi dengan lawan jenis.10

Salah satu alasan bagi mereka yang berpura-pura dan tidak menjadi diri

sendiri adalah adanya suatu pandangan negatif kepada mereka juga kepada orang

tua mereka. Pandangan negatif ini muncul dikarenakan aktivitas yang dilakukan

di malam hari oleh LGBT. Ini dialami oleh inf A.2 (Seorang waria yang bekerja

dengan membuka salon). Ketika dia sedang keluar di malam hari, banyak yang

mencibir kalau dia bekerja sebagai perempuan malam.11

Dalam hal ini, yang

menjadi pertanyaan adalah apakah aktivitas yang dilakukan di malam hari

memang berkonotasi negatif?

Perlakuan tidak menyenangkan tidak hanya didapati dengan adanya

cibiran-cibiran apabila mereka keluar di malam hari saja. Ada perlakuan tidak

menyenangkan lain yang dialami oleh teman LGBT dalam bentuk yang tidak

hanya menyangkut tindakan fisik saja melainkan yang lebih menjadi masalah

adalah tindakan melalui melalui verbal. Hal semacam ini diakui dan dialami oleh

salah seorang LGBT. Ada yang mengaku bahwa penampilan mereka berbeda

untuk siang dan malam. Ini dilakukan karena alasan supaya orang sekitarnya tidak

menjauh. Meskipun begitu dengan ekspresinya sehari-hari dia masih dibilang

kemayu. Dia juga suka diajak arisan tapi seolah untuk bahan lucu-lucuan saja.12

Hal lain yang dialami oleh teman LGBT terkait bullying adalah mereka

mengetahui kalau sedang di bully oleh sebab mereka belum menikah. Mereka

yang tidak tertarik pada lawan jenis memang lebih memilih untuk tidak menikah

10

Wawancara dengan Inf A.4 (data A.4 no.1 dan 2), pada 29 Desember 2016 11

Wawancara dengan Inf A.2 (data A.2 no 2), pada 12 Desember 2016 12

Wawancara dengan Inf A.3 no.3, pada 30 Desember 2016

76

daripada harus membohongi diri sendiri terlebih lagi membohongi orang lain

terkait orientasi seksualnya.13

Selanjutnya terkait dengan pekerjaan, bagaimanapun juga, layaknya orang

“normal” pada umumnya, LGBT juga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan

bekerja. Beberapa informan yang penulis temui berprofesi sebagai perias dan juga

pekerja salon. Meskipun di beberapa tempat yang penulis ketahui bahwa waria

biasanya mendapatkan keterampilan dari lembaga tertentu, namun tidak dengan

waria yang penulis temui ini. Mereka belajar secara otodidak, atau juga belajar

dari pemilik salon tempat dimana pada awalnya mereka bekerja sampai sebelum

akhirnya membuka salon sendiri. Akan tetapi, dari beberapa keterangan informan

LGBT, rupanya terkait pekerjaan menjadi salah satu masalah mereka. Mereka

yang mengamennya tidak hanya siang hari menjadi incaran petugas atau di razia.

Razia atau pengamanan oleh petugas yang dilakukan kepada waria yang

mengamen ini adalah karena alasan untuk ketertiban.14

Ketika mereka berupaya mencari penghasilan yang halal, rupanya menjadi

pengamen adalah sebuah masalah bagi teman-teman LGBT (waria) karena

dianggap membuat lingkungan kurang tertib. Menurut teman waria mengamen

adalah salah satu usaha mencari nafkah selain dengan hobby make up yang

mereka salurkan untuk membuka salon. Perlu diketahui juga bahwa tidak semua

waria itu bisa buka salon sebab tidak semuanya memiliki bakat merias atau hanya

sekedar memotong rambut. Teman waria ini merasa bahwa ada para petugas itu

13

Wawancara dengan Inf A.4 no.1 pada 29 Desember 2016 14

Wawancara dengan Inf A.3 no.1 12 Desember 2016

77

lebih baik mengurus masalah adanya pencopet/ penjambret.15

Jadi, harapan

mereka adalah untuk ke depannya tidak perlu lagi ada penertiban untuk pengamen

seperti mereka.

Inf A3 : “Kalau ke depannya saya berharap ngamen ya gak usah

dikejar-kejar alasan biar tertib lah, toh saya juga halal ini nyari

duitya, ngamen juga gak teriak-teriak. Petugas-petugas tu urusin

saja pencopet tuh, mereka jambret orang sesukanya.”

Akan tetapi, sebagian dari mereka ini ada juga yang bekerja sebagai

penyanyi elektun di acara-acara seperti hajatan, khitanan, ulang tahun dan acara-

acara lain. Jadi dari apa yang didapatkan dengan hasil menjadi penyanyi ini

mereka mencukupi kebutuhan hidupnya. Bagi mereka dengan bernyanyi juga

akan menambah kenalan, juga dapat bersosialisasi dengan lingkungan. Dalam hal

ini bagi mereka yang penting adalah menjadi diri sendiri dan tidak terlalu

memikirkan apa yang dikatakan orang lain tentang dirinya. Kalau ada yang tidak

senang dengan mereka, mereka tidak mau repot dengan penilaian orang lain dan

cenderung bersikap masa bodoh. Jadi, memang sekalipun mereka

mengekspresikan diri tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, mereka tidak

memiliki keinginan untuk operasi kelamin hanya saja mereka ingin jadi diri

sendiri dan mengekspresikan diri sesuai apa yang mereka rasakan.16

Teman-teman LGBT ini juga tetap mengusahakan untuk membaur dan

terlibat dalam kegiatan masyarakat, misalnya saja ikut terlibat dalam pelayanan di

gereja,17

terlibat dalam kegiatan RT atau kegiatan di RW. Namun ada pula yang

15

Wawancara dengan Inf A.3 no.4 pada 30 Desember 2016 16

Wawancara dengan Inf A.1 no.4 pada 30 Desember 2016 17

Wawancara dengan Inf A.4 no.3 pada 30 Desember 2016

78

tidak terlibat dalam lingkungan masyarakat dengan alasan bahwa mereka hanya

seorang pendatang. Bagi mereka yang ikut terlibat dalam masyarakat, alasannya

adalah karena mereka masih menjadi bagian dari penduduk dan masih tercatat

sekalipun mereka tidak menjadi seperti apa yang mereka rasakan. Artinya, dalam

keseharian ketika bersama dengan masyarakat, mereka tidak berdandan seperti

pada malam hari. Sekalipun mereka tidak berdandan seperti pada malam hari,

mereka masih dilihat kemayu oleh yang lain, juga sering dipanggil dengan

panggilan jeng.18

Dari hal ini dapat dilihat bahwa masyarakat menilai seseorang

dari penampilan luarnya, terlebih memang sudah menjadi konstruksi budaya

bahwa yang kemayu itu dipanggil dengan sebutan jeng. Dari sini juga

memperlihatkan bahwa sifat kemayu itu dimiliki oleh perempuan.

Dinilai oleh masyarakat kebanyakan dari jenis kelamin dan ekspresi

mereka sudah menjadi hal yang tidak asing lagi bagi mereka. Akan tetapi,

penilaian masyarakat tidak hanya berhenti pada hal itu saja. Masyarakat bahkan

keluarga juga menilai bahwa seorang laki-laki harus menikah dengan perempuan,

terlebih di usia yang sudah tergolong lewat nikah. Mereka merasa bahwa hal

seperti itu tidaklah adil dan mereka sempat ingin marah ke Tuhan sebab

sebenarnya mereka tidak pernah meminta menjadi orang yang suka dengan sesami

jenis kelamin.19

Hal seperti ini menjadi masalah tersendiri bagi teman LGBT yang

penulis temui. Mereka merasa tuntutan untuk menikah adalah tekanan untuk diri

mereka. Akan tetapi, merasa berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang

menganggap diri “normal” tentunya ada keinginan untuk juga mendapat

pengakuan bahwa mereka juga normal. Tentu hal ini membutuhkan sekali adanya

18

Wawancara dengan Inf A.3 no.3 pada 29 Desember 2016 19

Wawancara dengan Inf A.4 no.2 pada 29 Desember 2016

79

keberanian dan perjuangan dari teman-teman LGBT. Merasa takut ditolak, merasa

takut menyakiti keluarga, merasa takut dianggap berbeda, itu yang mereka

rasakan. Di atas semua ketakutan itu mereka masih dan tetap memiliki keinginan

untuk mengatakan kejujuran tentang identitas mereka, tentang orientasi seksual

mereka.20

Ketakutan lain yang muncul dari teman LGBT lainnya lagi adalah

terkait dengan berita-berita soal keberadaan mereka. Mereka merasa miris

(prihatin) melihat berita-berita sehubungan dengan oriantasi seksual dan diri

mereka.21

Dari semua ini, yang begitu terlihat adalah teman LGBT memiliki

keinginan untuk mengakui identitasnya, mengakui orientasi seksualnya kepada

orang lain terutama keluarganya. Mereka berharap bahwa mereka bisa diterima

dengan keadaan mereka.

III.2.2 Pandangan Masyarakat Terhadap LGBT

Perlunya mendengarkan juga pendapat dari masyarakat akan keberadaan

LGBT ini tidak lain adalah demi tujuan mencari titik tengah yang dapat

menjebatani mengenai apa dan bagaimana solusi yang dapat dilakukan di tengah

diskriminasi yang terjadi pada LGBT.

Masyarakat mengetahui keberadaan LGBT di sekitar mereka bukan dari

pengakuan teman LGBT itu sendiri, melainkan dari apa yang mereka jumpai di

lingkungan mereka. Keberadaan teman LGBT terutama yang laki-kali suka sama

laki-laki dan perempuan suka perempuan tidak bisa begitu saja diketahui oleh

masyarakat. Akan tetapi masyarakat ada yang mengetahui tentang mereka yang

suka sesama jenis ini adalah dari cara mereka bergaul sehari-hari, dari cara

20

Wawancara dengan Inf A.1 no.4 pada 30 Desember 2016 21

Wawancara dengan Inf A.4 no.4 pada 30 Desember 2016

80

mereka memperlakukan temannya yang sama jenis kelaminnya.22

Ada juga

informan yang mengatakan bahwa ia mengetahui perempuan pacaran sama

perempuan ketika dia ada di Samarinda.23

Informan lain juga mengatakan bahwa

mereka tahunya tentang waria bukan yang suka sesama jenis, yang seringkali

mereka lihat waria-waria itu ada di alun-alun dan stasiun ketika pada waria yang

mereka sebut banci itu sedang mengamen.24

Mereka cenderung takut dengan

waria dikarenakan cara berdandannya juga merasa aneh kalau ada yang sama jenis

kelaminnya dengan informan tetapi dandan seperti perempuan. mereka juga

mengatakan apakah tandanya bahwa dunia akan kiamat, sebab ada manusia yang

seperti waria atau yang suka dengan sesama jenis itu.25

Akan tetapi ada juga yang

sama sekali tidak tahu mengenai keberadaan LGBT, atau mungkin mereka saja

yang sebenarnya tidak mau tahu. Jadi dari sini terlihat bahwa keberadaan LGBT

tidak seterbuka orang heteroseksual yang sudah dipandang umum di masyarakat.

Kecurigaan dan apa yang mereka tahu tentang yang suka sama sejenis hanya

sebatas pada cara bergaul dalam hidup kesehariannya.

Informan (masyarakat) juga berpendapat bahwa mereka yang suka dengan

sesama jenis itu adalah sesuatu yang aneh. Orientasi seksual di luar heteroseksual

merupakan sesuatu yang harus ditolak, keinginan untuk suka dengan sesama jenis

perlu dilawan atau tidak perlu diikuti.26

Hal lain yang dilihat dari masyarakat

adalah mengenai keturunan, karena suka dengan sesama jenis (terutama untuk gay

22

Wawancara dengan Inf B.1 pada 29 Desember 2016 23

Wawancara dengan Inf B.2 pada 29 Desember 2016 24

Wawancara dengan Inf B.4 , pada 9 Desember 2016 25

Wawancara dengan Inf B.6 pada 28 Desember 2016 26

Wawancara dengan Inf B.3 pada 11 Desember 2016

81

dan lesbi) maka masalah utamanya adalah terletak pada keturunan.27

Adanya

hubungan sesama jenis atau homoseksual (gay dan lesbian) ini juga dianggap

tidak wajar oleh informan yang penulis temui.28

Menjadi aneh jika ada laki-laki

sama laki-laki dan perempuan sama perempuan.29

mungkin, dalam melihat

realitas ini, pada umumnya kaum heteroseksual merasakan ada sesuatu yang tidak

alami dan diluar sifat-sifat manusia "normal". Apakah dengan adanya pemikiran

normal dan tidak normal ini hanyalah dengan melihat banyaknya heteroseksual

yang selama ini telah masyarakat ketahui ataukah ada alasan lain yang jelas

adalah ketidakwajaran yang dimaksud juga terletak pada masalah keturunan.

Selain dianggap tidak normal dan tidak wajar, anggapan lain yang

diberikan kepada LGBT adalah orang seperti LGBT ini bisa mempengaruhi anak

kecil. Pengaruh yang ditakutkan itu adalah ke pemikiran anak-anak, jadi apa yang

menjadi pemikiran LGBT ditakutkan dapat pula mempengaruhi pemikiran anak-

anak.30

Untuk menyikapi hal seperti ini mereka sendiri juga tidak tahu harus

dengan cara apa dan bagaimana. Dalam hal ini LGBT dianggap sebagai sesuatu

yang bisa menular ke orang lain, khususnya mempengaruhi pemikiran. Akan

tetapi ada informan yang berpendapat bahwa adanya mereka yang suka sesama

jenis juga tidak perlu diusir. Tindakan tidak mengusir mereka yang suka dengan

sesama jenis ini adalah sejauh mereka tidak mengganggu yang lain.31

Sekalipun

ada rasa tidak senang dengan keberadaan mereka yang suka dengan sesama jenis

ini, masyarakat juga ada yang memilih untuk lebih baik diam karena tidak enak

27

Wawancara dengan Inf B.3 pada 11 Desember 2016 28

Wawancara dengan Inf B.4 pada 09 Desember 2016 29

Wawancara dengan Inf B.1 pada 13 Desember 2016 30

Wawancara dengan Inf B.1 pada 13 Desember 2016 31

Wawancara dengan Inf B.3 pada 11 Desember 2016

82

hati untuk menegur dan berbicara langsung. Alasan lain dari memilih diam adalah

lebih baik memang diam daripada rame (bahasa rame ini lebih diartikan ke arti

berkelahi) dan menimbulkan kesalahpahaman. Akan tetapi kalau bisa mereka

yang suka sesama itu tidak tinggal di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.32

Sejalan dengan pendapat ini, ada pula informan yang mengatakan bahwa mereka

tidak bisa misalkan harus hidup berdampingan sebagai tetangga dengan yang suka

sesama jenis (gay dan lesbi) juga waria dengan alasan supaya tidak tertular.33

Dengan adanya pendapat-pendapat ini penulis melihat bahwa informan masih

menganggap bahwa mereka yang berorientasi seksual tidak sama dengan diri

mereka ini dapat menular. Untuk itu jika ada yang tinggal di dekat mereka sebisa

mungkin akan diminta untuk pindah tempat tinggal.

Selanjutnya, juga ada yang mengatakan bahwa setiap orang punya jalan

hidupnya masing-masing. Sebagai manusia hanya perlu menjalaninya dengan baik

apa yang menjadi bagian dan jalannya. Maka dengan begitu tidak mikir aneh-aneh

atau tidak perlu repot dengan keberadaan LGBT.34

Kemudian juga ada yang

bersikap untuk tidak mau tahu, sebuah sikap yang dipilih oleh salah satu informan

dengan keberadaan LGBT. Dalam hal ini ada perasaan tidak enak hati atau

sungkan untuk menegur teman LGBT. Mereka memilih diam daripada nanti ada

salah paham jika bicara terkait orientasi seksual dan penampilan teman-teman

LGBT.35

Hal seperti tidak mau tahu begini dilakukan hanya untuk alasan menjaga

keamanan di lingkungan dan juga hubungan antar masyarakat. Akan tetapi apakah

langkah keacuhan / masa bodoh yang diambil masyarakat ini adalah sebagai

32

Wawancara dengan Inf B.1 pada 29 Desember 2016 33

Wawancara dengan Inf B.6, pada 28 Desember 2016 34

Wawancara dengan Inf B.5, pada 12 Desember 2016 35

Wawancara dengan Inf B.1 pada 29 Desember 2016

83

bentuk atau cara mereka menerima LGBT? Penulis merasa ini hanya sekedar

untuk mencari aman dengan tidak adanya keributan mengenai keberagaman

orientasi seksual yang ada.

III.3 Pemaknaan Semar

Semar adalah tiga bersaudara, yaitu ada Togog, Semar, Betara Guru

(manikmaya) yang di kahyangan. Ketiganya adalah gambaran wayang yang

sempurna, ketiganya berasal dari satu telur dan ketiganya adalah anak dari betara

tunggal. Mereka memiliki eyang bernama Sang Hyang Wenang dan memiliki ibu

bernama Dewi Rati yang tidak lain adalah anak dari betara yuyut. Jika ditanya

mana atau siapa yang tua tidak ada yang tahu, telur itu tidak bisa dipegang juga

tidak bisa dilepas. Akan tetapi dalam cerita, mereka berebut akan siapa yang tua,

sampai memakan gunung. Dari situ akhirnya mereka diberi tugas. Togog ke bumi

tempat orang yang angkara murka supaya togog memberikan nasehat. Semar

diberi tugas momong satria utama dan yang saudara yang satu di kahyangan.

Semar sebagai pamong secara khusus memberi nasehat kepada Pandawa saat

terjadi perang Bharatayuda. Semar sebenarnya suci dan titisan dewa. Semar itu

sebenarnya dari kata sarwo samar (gek ketok gek ora = sulit dipahami). Selain itu

ia memiliki sebutan seperti Badranaya dan Nayatanka. Semar juga memiliki

banyak nama lain, nama itu sesuai dengan perjalanan dan pengalaman serta

pengenalan orang terhadapnya. Nama-nama Semar tersebut diantaranya seperti

Semar mbarang jantur, Semar Gugat, Semar mbangun kahyangan.36

Berikut

sedikit keterangan tentang Semar mbangun kahyangan dan Semar gugat:

36

Wawancara dengan Inf D no.6 pada 11 Desember 2016

84

”Semar gugat dan semar bangun kahyangan itu serupa. Semar gugat itu di

kahyangan. Wong sekti duwe kayekten tapi duwe watak angkara murka maka

semar nggugat nang sing gawe urip..jadi semar mengadukan (memprotes sesuatu

yang takwajar), gugat itu ke penguasa..kalau mbangun kahyangan ya semar

sendiri yang mengajak bangun aklhak. Sak dekdayane wong kalau salah ya tetap

kalah sama kebaikan. Semar mbangun kahyangan itu terpenting karna tujuannya

perdamaian. Semar akan susah kalau masyarakat tidak tentram. Lurah itu kalau

masyarakat ndak sejahtera maka seorang pamong wajarnya susah..kepribadian

seperti semar dimiliki oleh Pandawa..tokoh kebaikan.”37

(Semar Gugat dan Semar mBangun Kahyangan itu serupa. Semar Gugat

itu di kahyangan. orang sakti, punya kesaktian tetapi memliki watak tidak

baik maka Semar menggugat kepada yang punya hidup. Jadi Semar

mengadukan (protes sesuatu yang tidak wajar). Semar Gugat ke penguasa.

Kalau bangun kahyangan, ya Semar sendiri yang mengajak membangun

akhlak. Seberapapun kekuatan orang, kalau salah ya tetap kalah sama

kebaikan. Semar bangun kahyangan itu terpenting, karena tujuannya

perdamaian. Semar akan susah kalau masyarakat tidak tentram. Lurah itu

kalau masyarakat tidak sejahtera maka seorang pamong wajarnya susah.

Kepribadian seperti Semar dimiliki oleh Pandawa, tokoh kebaikan.)

“Semar adalah pamong. Pamong yang tulus tidak akan senang kalau negaranya

gak harmonis. Akhirnya semar bangun kahyangan. Bukan membangun istana,

tapi keadaan, kahyangan itu adalah hati. Kedamaian, surga. Semar bangun

kahyangan adalah membangun aklhak, kamu tau siapa kamu, kamu tau apa

kewajibanmu, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Semar tujuannya seperti

itu, terjadi ketidakharmonisan karena sesama manusia merampas hak yang

lain.”38

Itulah sedikit penjelasan mengenai Semar Gugat dan Semar bangun

kahyangan. Dalam dua lakon ini Semar melakukan protes atas adanya

37

Wawancara dengan Inf D no. 6 pada 11 Desember 2016 38

Wawancara dengan Inf D no 7 pada 11 Desember 2016

85

ketidakwajaran dan ketidakadilan terlebih yang dilakukan oleh para pemimpin

dan penguasa. Semar melakukan protesnya tidak dengan kekerasan melainkan

hanya dengan menyampaikan apa yang seharusnya dibuat oleh para pemimpin

apabila ada suatu bentuk ketidaadilan. Untuk Semar mbarang jantur, Ki Dalang

hanya memberikan sedikit penjelasan saja. Semar mbarang jantur lebih

menggambarkan akan bagaimana karakter Semar, yaitu sebagai Pemerhati. Disini

Semar mengamati, kemudian apa yang janggal disana yaitu yang janggal dalam

pengamatannya maka ia akan meluruskan. Apa yang tidak wajar dalam

penglihatannya maka akan ia akan melakukan tindakan-tindakan yang membuat

suatu keadaan tidak lagi janggal.

“Lha ini mbangun kahyangan ini juga didahului dengan peran Semar dadi

pengamat mbak..iku lho, Semar mbarang jantur...semar ngamati keadaan,

misal ana sing ga wajar ya semar bertindak. Semar langsung melakukan

sesuatu gawe membuat keadaan baik kabeh. Pokok sifat e semar iki ya

mengamati, lha mau dapat darimana sampai ia tahu kalau ada yang

hendak di gugat kalau dek e tidak mengamati dulu,ya to?”39

(“Lha ini bangun kahyangan ini juga didahului dengan peran Semar

menjadi pengamat mbak..itu lho, Semar mbarang jantur. Semar mengamati

keadaan, misal ada yang tidak wajar ya Semar bertindak. Semar langsung

melakukan sesuatu untuk membuat semua keadaan itu baik. Pokoknya

sifat Semar itu mengamati, lha mau dapat darimana sampai ia tahu kalau

ada yang hendak digugat jika ia tidak mengamati dulu, ya kan?”)

Berbicara tentang Semar secara fisik, Semar itu tidak laki-laki tidak juga

perempuan. Sebenarnya disini hanyalah subuah kiasan, artinya Semar bisa

menjadi ibu juga bisa menjadi bapak. Dalam hal ini, menjadi ibu sekaligus bapak

adalah terkait dengan perannya dan pemenuhan kebutuhan yang dilakukannya.

39

Wawancara dengan Inf D no 7 pada 11 Desember 2016

86

Jadi Semar tidak bisa dinilai keberadaannya secara jasmani atau biologis saja

melainkan perlu dilihat dari perannya tadi. Laki-laki dan perempuan yang ada

dalam diri Semar memang tidak bisa dipahami secara biologis, namun sangat bisa

untuk dilihat dan dinilai secara filosofisnya. Ketika menjadi perempuan maka

harus juga bisa menjadi seperti perempuan. Kemudian kalau dilihat dari status dan

tugasnya sebagai pamong maka dia harus memiliki cara agar keharmonisan itu

selalu ada dan terjaga. Jika terjadi ketidakharmonisan karena adanya perampasan

hak antar sesama manusia maka sebagai pamong harus tahu bagaimana membuat

keadaan itu baik. Manusia itu harus tahu tentang keberadaannya dan tahu akan

kewajibannya jadi tahu akan apa yang harus dilakukan.40

Hal ini sesuai dengan

siapa, apa dan bagaimana peran setiap lakon yang ada dalam pewayangan, terlebih

secara khusus peran Semar.

Dalam dunia pewayangan ada banyak lakon yang memiliki peran, karakter

dan tugas masing-masing misalnya saja Pandawa sebagai lakon kebaikan. Ada

lakon yang menjadi penyebab masalah namun juga ada lakon yang bisa mengatasi

atau menyelesaikan masalah itu. Pandawa menjadi figur pemimpin yang berbakti

dan tahu akan kewajibannya kepada sang pencipta dan juga nusa bangsa.

Sedangkan dalam pewayangan tokoh kejahatan adalah Kurawa. Kalau berbicara

mengenai kedamaian atau keharmonisan, sudah jelas bahwa sejatinya yang ingin

damai itu Pandawa. Pandawa atas dukungan dan bantuan dari Semar41

bisa

menjadi figur yang selalu menginginkan damai. Dari hal ini maka dapat dilihat

bahwa kedamaian yang Pandawa ciptakan tidaklah terlepas dari sosok Semar.

40

Wawancara dengan Inf D, no 7 pada 11 Desember 2016 41

Wawancara dengan Inf D, no 4 pada 11 Desember 2016

87

Semar dalam hal ini adalah seorang pamong. Peran Semar ini juga sebenarnya

tidak bisa terlepas dari peran ketiga anaknya yaitu Gareng, Bagong, Petruk :

“Semar iku ya ga iso dilepaskan saka ketiga lakon yang jadi anak e lho mbak.

Ga iso dilepas saka tokoh punakawan lain mbak, Gareng, Petruk, Bagong. Lha,

muncul e Semar ning gara-gara kan ya sama ketiga lakon iki mbak, Semar ga iso

dewean. Jadi, ya penggambaran Semar itu memang ga iso lepas saka Gareng,

Bagong, Petruk. Kabeh iki duwe fungsine dewe-dewe mbak.”42

(Semr itu tidak bisa dilepaskan dari ketiga lakon yang jadi anaknya lho mbak.

Tidak bisa dilepaskan dari tokoh punakawan lain mbak, Gareng, Petruk, bagong.

Lha munculnya Semar dalam gara-gara kan ya sama ketiga lakon ini mbak.

Semar tidak bisa sendirian. Jadi, ya penggambaran Semar itu memang tidak bisa

lepas dari Gareng, Bagong, Petruk. Semua ini punya fungsi masing-masing

mbak.)

Jika disebutkan bahwa setiap lakon dalam pewayangan itu memiliki

karakter dan tugasnya masing-masing maka hal ini sesuai dengan tujuan daripada

wayang itu sendiri. Dikatakan bahwa wayang memiliki tujuan misi, salah satunya

misi kerukunan, kemakmuran. Ini yang disebut keharmonisan dalam dunia

pewayangan. Selain itu keharmonisan juga bisa tercipta ketika pemimpinnya adil

dan pejabat sesuai dengan harapan (tidak ingkar janji).43

Misi dari wayang ini

sesuai dengan apa yang menjadi satu falsafah hidup orang jawa yaitu kerukunan.

Dalam hal ini, kerukunan tidak hanya bergantung pada individu saja melainkan

juga terdapat andil pemimpin di dalamnya.

Dalam dunia pewayangan Pandawa sebagai lakon kebaikan. Ada lakon

yang menjadi penyebab masalah namun juga ada lakon yang bisa mengatasi atau

menyelesaikan masalah itu. Pandawa menjadi figur pemimpin yang berbakti dan

42

Wawancara dengan Inf D, no 6 pada 11 Desember 2016 43

Wawancara dengan Inf D, no 1 pada 11 Desember 2016

88

tahu akan kewajibannya kepada sang pencipta dan juga nusa bangsa. Sedangkan

dalam pewayangan tokoh kejahatan adalah Kurawa. Adanya hal yang

bertentangan dari Pandawa dan Kurawa ini akhirnya terjadi ketidakharmonisan.

Jika terjadi suatu ketidakharmonisan maka masyarakatlah yang menjadi korban.44

Pandawa dan Kurawa hanya sebagai contoh dari sekian banyaknya lakon-lakon

dan figur dalam dunia pewayangan. Namun dari contoh ini tergambar bahwa

ketidakharmonisan akan memiliki akibat. Disebutkan bahwa adanya suatu

ketidakharmonisan akan menimbulkan korban, dalam hal ini masyarakat. Suatu

ketidakharmonisan itu terjadi karena adanya pihak yang mementingkan diri

sendiri, menindas masyarakat dan tidak peduli dengan kepentingan masyarakat.

Kalau di zaman ini adanya keangkaramurkaan yang menyebabkan

ketidakharmonisan itu adalah keberadaan pemimpin yang egois dan ambisi serta

lupa akan janji yang dibuat, pemimpin yang tidak mengayomi serta membedakan

status / derajat rakyatnya.

Untuk tema LGBT yang penulis tanyakan, dalang berpendapat bahwa

tema ini perlu dipikirkan sebab mereka tidak memiliki tempat untuk bernaung.

Mereka berkarya sendiri serta tidak ada bentuk perlindungan untuk LGBT

terkhusus dalam hal ini waria. Akan tetapi permasalahan ini tidak akan bisa

diselesaikan jika dalam ranah hukum dan negara saja. Disini dalang

memposisikan diri sebagai dalang untuk mewakili dirinya sendiri, mewakili

Semar, namun juga ingin mencoba melihat dari sudut pandang agama dan

pemerintah. Jadi permasalahan terkait LGBT harus dipikirkan dari sisi

44

Wawancara dengan Inf D.2 pada 11 Desember 2016

89

kemanusiaan. Hal ini perlu sekali untuk dilakukan, perlu untuk diurus sebab

selama ini yang diurusi oleh hanya laki-laki dan perempuan saja.45

“Di kehidupan sekarang, Semar sebagai pinisepuh, sebagai kiayi,

pendeta, biksu..karakter semar ada dalam mereka semua itu. semar itu

ibarat pcenasehat. Persoalan ini sulit mbak. Zaman dulu dibiarkan

meskipun ada. akhirnya memang mereka tidak mengganggu..tapi kasihan

terkait pekerjaan mereka. Misal waria, mereka ngamen dll, tapi ya tidak

aman dari razia.” 46

Jika di jaman wayang atau dalam dunia pewayangan semar adalah pamong

maka di jaman sekarang, Semar hadir pada diri pemuka-pemuka agama bahkan

sebenarnya Semar itu ibarat seorang penasehat. Maka baiklah jika karakter Semar

juga hidup dalam diri para pemuka agama. Dalam hal ini, mungkin semar dalam

hal kebijaksanaannya maka semar ingin mengajak semua ke hati nurani yang baik

yaitu mbangun kahyangan. Bangun kahyangan disini maksudnya adalah bukan

membangun istana secara fisik melainkan menciptakan keadaan, sebab

kahyangan sesungguhnya itu adalah hati. Semar bangun kahyangan adalah

membangun aklhak. Tujuannya Semar bangun kahyangan adalah apabila terjadi

ketidakharmonisan oleh karena manusia merampas hak yang lain, semar yang

adalah pamong itu maka dia harus benar-benar bisa momomg. Dalam rangka

menanggapi keberadaan LGBT dan diskriminasi yang terjadi maka tugas semar

adalah membimbing dan mengembalikan ke haknya masing-masing. Sekalipun

tertolak tetap harus dipikirkan nasibnya. Fungsi semar mengarahkan, kalau ada

45

Wawancara dengan Inf D.8 pada 11 Desember 2016 46

Wawancara dengan Inf D.8 pada 11 Desember 2016

90

diskriminasi maka sosok-sosok Semar pada jaman ini harusnya bisa menjadi

penengah supaya semua orang bisa hidup rukun.47

Sedikit ulasan tentang pendapat dalang mengenai LGBT dari atau

mewakili perspektif Semar akan dijadikan sebagai acuan dalam menuliskan kajian

permasalahan persamaan hak LGBT dari perspektif Semar. Tentang

permasalahan persamaan hak LGBT ini akan terlebih dahulu dilihat dari prinsip

hidup rukun dan bagaimana cara membuat keharmonisan. Dimana hal tersebut

juga akan diawali dengan hal apa yang sebenarnya dapat membuat keadaan di

tengah kehidupan itu mengalami kekacauan atau ketidakharmonisan. Dalam

menjalankan tugasnya sebagai pamong, Semar melakukan tindakan kepada

Pandawa dengan cara memberikan masukan, menasehati. Tindakan ini salah

satunya dilakukan semar pada saat ada pertempuran antara Pandawa dan Kurawa.

Sebagai seorang pamong tentunya memang ia tidak akan senang jika negaranya

tidak harmonis. Akhirnya jika terjadi suatu ketidakharmonisan, sebagai salah satu

contoh upaya Semar adalah ia mbangun kahyangan. Mbangun kahyangan disini

bukanlah membangun istana melainkan membangun hati yang berarti disana ia

membangun kedamain dan membangun akhlak.48

III.4 Rangkuman

LGBT dan permasalahannya

Menjadi bagian dari yang berorientasi non heteroseksual bukanlah sebuah

pilihan yang dilakukan dengan sadar. Kesadaran bahwa diri berbeda dari orang

47

Wawancara dengan Inf D.10 pada 11 Desember 2016 48

Wawancara dengan Inf D.5 pada 11 Desember 2016

91

pada umumnya membuat teman LGBT berusaha mencari tahu akan apa yang

mereka alami sampai akhirnya juga ingin marah, akan tetapi kemudian menerima

kenyataan diri yang berbeda tersebut. Kemudian dengan keadaan ketertarikan

seksual yang berbeda dari orang pada umunya tersebut ternyata membuat mereka

mengalami masalah. Teman-teman LGBT mengalami masalah tidak hanya di

lingkungan sekitar tempat tinggal mereka saja melainkan juga terkait dengan

pengkuan kepada keluarga dan juga tentang ekpresi keseharian mereka. Jadi,

mereka cenderung untuk tidak menjadi diri sendiri. Mereka berpura-pura

sewajarnya mengekspresikan diri sesuai dengan keadaan biologis mereka namun

tidak dengan jiwa, emosi dan ketertarikan seksual mereka.

Memang tidak ada perlakukan khusus misalnya menerima dengan baik

kaum LGBT di tengah kehidupan masyarakat. Penerimaan yang dilakukan juga

karena mereka yang masuk dalam kategori LGBT belum menjadi diri mereka

sendiri. Secara khusus dalam penelitian ini, masalah yang dialami adalah adanya

bullying, dianggap dapat menular dan mempengaruhi pemikiran, tekanan

menikah, dikejar petugas keamanan saat mengamen, masyarakat cenderung tidak

mau tinggal berdampingan, stigma negatif (misal dianggap sebagai “pekerja

malam”, dianggap sebagai sesuatu yang aneh.

Terkait Semar dan asal-usulnya serta tanggapan terhadap LGBT

Semar tidak bisa dipahami asal-usulnya secara biologis, namun sangat bisa

untuk dilihat dan dinilai secara filosofisnya. Semar dikenal sebagai pamong.

Semar sebagai Pamong lebih spesifiknya tergambar dalam setiap perannya pada

lakon yang ia bawakan. Tidak hanya itu, perannya sebagai pamong juga

92

digambarkan sesuai nama dan cerita dalam setiap tindakan sesuai dengan

namanya. Banyaknya nama yang dimiliki oleh Semar tersebut adalah sesuai

dengan perjalanan dan pengalaman serta pengenalan orang terhadapnya. Nama-

nama Semar tersebut diantaranya seperti Semar Mbarang Jantur (peran Semar

sebagai pengamat suatu keadaan), Semar Gugat dan Semar mbangun kahyangan

(peran Semar memprotes dan menggugat kepada penguasa apabila terjadi hal

yang tidak adil dan tidak wajar, kemudian mengajak membangun keadaan akhlak/

hati menjadi baik).

Dengan keberadaan LGBT ini, dalang memberikan pendapatnya bahwa

memang permasalahan LGBT tidak akan bisa diselesaikan jika hanya berkutat

dari sudut pandang pemerintah atau agama. Sebagai manusia maka yang perlu

dilakukan adalah melihat LGBT dari sudut pandang atau kacamata kemanusiaan.

Paling tidak penerimaan yang bisa kita lakukan adalah bukan sejauh mengijinkan

suatu pernikahan sesama jenis terjadi, akan tetapi lebih kepada memberikan hak

yang semestinya dan tidak mendiskriminasi. Jika dari sudut pandang Semar,

sebisa mungkin perannya sebagai pamong itu muncul apalagi memang ia

sebenarya seperti seorang penasehat. Oleh sebab itu di jaman sekarang yang

disebut dengan Semar itu ada dalam tokoh-tokoh seperti pinisepuh, kiayi, pendeta,

biksu.