BAB III

32
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. 1,2,3 Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya adalah bagian yang pertama kali mengalami kuning. Pada neonatus atau bayi baru lahir, baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 μmol/L). Hiperbilirubinemia merupakan terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. 4 3.2. Epidemiologi Ikterus sering dijumpai pada neonatus, frekuensi pada bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan, dan sekitar 10% bayi yang mendapat ASI akan tetap kuning sampai umur 1 bulan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %. 2 3.3. Faktor Risiko 12

description

bab III

Transcript of BAB III

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.1,2,3 Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya adalah bagian yang pertama kali mengalami kuning. Pada neonatus atau bayi baru lahir, baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 mol/L). Hiperbilirubinemia merupakan terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. 43.2. EpidemiologiIkterus sering dijumpai pada neonatus, frekuensi pada bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan, dan sekitar 10% bayi yang mendapat ASI akan tetap kuning sampai umur 1 bulan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.23.3. Faktor Risiko

Gambar 1. Faktor Risiko Hiperbilirubinemia pada Infant dengan Usia Gestasi > 35 minggu5

3.4. Klasifikasi3.4.1. Ikterus fisiologisAdalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.4Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10. Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium.4Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :4a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.b. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.c. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.d. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, ataue. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.

3.4.2. Ikterus patologisMerupakan ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:41. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam (>0,5 mg/dL/jam)3. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi4. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada BCB dan 14 hari pada BKB5. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada bayi (muntah, letargis, malas minum, apnea, penurunan berat badan yang cepat, suhu tidak stabil, atau takipnea.

3.4.3. KernikterusSuatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel-sel otak. Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.4 Kadar bilirubin indirek yang toksik bagi tiap infant tidak dapat diprediksi, namun pada sebagian besar kasus kernikterus timbul pada infant dengan bilirubin > 20 mg/dl.63.4.4. Prolonged JaundiceProlonged jaundice dapat terjadi hingga 15% pada semua neonatus, dimana kebanyakan neonatus ini memiliki kondisi hiperbilirubinemia unconjugated, tetapi 1 dari 2500 neonatus disebabkan oleh cholestasis liver disease.7 Prolonged jaundice pada neonatus didefinisikan sebagai jaundice/iketrik yang berlangsung lebih dari 14 untuk bayi cukup bulan dan lebih dari 21 hari untuk bayi kurang bulan.8 Penyebabnya dari adanya kondisi prolonged unconjugated hyperbilirubinemia adalah penyakit hemolitik, breast-milk jaundice, sindroma Gilbert, obstruksi usus dan hipotiroidisme kongenital.2,6

3.5 Metabolisme Bilirubin1a. ProduksiSebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.

b. TransportasiBilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (protein g, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.

c. KonjugasiDalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide. Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin difosfat glukoronide transferase (UDPGT) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).

d. EkskresiSesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.

e. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatusPada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis.Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.

3.6. Patofisiologi13.6.1 Peningkatan produksi bilirubin Penyebab tersering jaundice dini adalah inkompabilitas golongan darah fetus - ibu dengan akibat isoimunisasi. Imunisasi ibu terjadi jika eritrosit bocor dari fetus ke sirkulasi maternal. Eritrosit fetus membawa antigen yang berbeda yang dikenal sebagai benda asing oleh sistem imun ibu yang membentuk antibodi untuk melawannya (sensitisasi ibu). Antibodi ini (IgG) melewati barier plasenta ke dalam sirkulasi fetal dan terikat ke eritrosit fetal. Pada inkompatibilitas Rh, sekuestrasi dan penghancuran eritrosit yang berlapis antibodi mengambil tempat dalam sistem retikuloendothelial fetus. Pada inkompabilitas ABO, hemolisis terjadi intravaskular, complement-mediated dan biasanya tidak seberat pada Rh disease, (misalnya Kell). Walaupun hemolisis berkaitan dengan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi, fraksi bilirubin terkonjugasi juga dapat meningkat. Inkompabilitas ABO biasanya timbul pada kehamilan pertama. ABO hemolytic disease terbatas pada bayi dengan golongan darah A atau B yang lahir dari ibu dengan golongan darah O. ABO hemolytic disease jarang timbul pada ibu dengan golongan darah A atau B. Jaundice yang timbul tidak secepat pada Rh disease, dan kadar bilirubin serum >12 mg/dl pada umur 3 hari adalah tipikal. Abnormalitas laboratorium termasuk retikulositosis (>10%) dan Coombss test yang (+) lemah, walaupun kadang-kadang (-). Inkompabilitas Rh biasanya baru muncul pada kehamilan kedua. Jika antibodi Rh ibu timbul selama kehamilan, pengukuran-pengukuran yang dapat membantu termasuk amniosintesis serial (dengan pengukuran bilirubin), USG fetus, tranfusi intrauterin dan partus prematurus. Terapi profilaksis anti-D -globulin merupakan yang paling membantu untuk mencegah sensitisasi Rh. Bayi yang baru lahir dengan inkompabilitas Rh, tampak pucat, hepatosplenomegali dan cepat menjadi jaundice dalam umur beberapa jam. Jika masalahnya berat, bayi dapat lahir dengan edema generalisata (hidrops fetalis). Hasil pemeriksaan laboratoriumnya adalah retikulositosis, anemia, Coombss test (+) dan peningkatan kadar bilirubin serum yang cepat. Exchange transfusions merupakan terapi penting untuk bayi-bayi dengan kasus berat. Darah ekstravaskular di dalam tubuh dapat dimetabolisme dengan cepat menjadi bilirubin oleh makrofag jaringan. Contoh peningkatan produksi bilirubin termasuk sefal hematom, ekimosis, petechie dan hemorhagis, walaupun diagnosisnya seringkali dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Perdarahan intrakranial, intestinal maupun pulmonal juga dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Hal yang serupa juga terjadi jika darah tertelan, yang akan dikonversi menjadi bilirubin oleh heme-oksigenase epitel intestinum. Tes Apt dapat digunakan untuk membedakan darah ibu atau darah fetus karena adanya perbedaan resistensi alkali antara Hb fetus dengan Hb orang dewasa. Polisitemia dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, karena peningkatan jumlah sel darah merah absolut menyebabkan peningkatan produksi bilirubin melalui pemecahan eritrosit dengan kecepatan normal. Beberapa mekanisme dapat menyebabkan polisitemia neonatus (yang biasanya didefinisikan sebagai PCV >65%), seperti yang diulas oleh Danish. Selama pemisahan plasenta pada saat lahir, dapat terjadi perdarahan dari sirkulasi maternal kedalam sirkulasi fetal (maternal-fetal transfusion) atau karena keterlambatan penjepitan tali pusat. Twin-to-twin transfusion juga dapat menyebabkan polisitemia. Serupa juga hipoksia intrauterine dan penyakit-penyakit pada ibu seperti diabetes melitus dapat menyebabkan polisitemia neonatus. Terapi untuk polisitemia simtomatik adalah partial exchange-tranfusion, sedangkan untuk terapi polisitemia yang asimtomatik masih kontroversial. Jumlah abnormalitas spesifik yang berhubungan dengan eritrosit dapat menyebabkan neonatal jaundice, termasuk hemoglobinopati, defek membrane eritrosit dan enzim. Sferositosis herediter bukan merupakan masalah neonatal, tetapi krisis hemolitik dapat timbul dan tampak sebagai peningkatan kadar bilirubin dan penurunan hematokrit. Adanya riwayat keluarga dengan sferositosis, anemia atau penyakit batu empedu pada usia 12 mg/dl. Prolonged jaundice tampak pada sepertiga bayi dengan hipotiroidisme kongenital; serupa juga dengan itu, hipopituitarisme dan anensefali berhubungan dengan jaundice akibat tiroksin yang tidak adekuat, yang diperlukan untuk klirens bilirubin hepatik. Obat-obatan tertentu berpengaruh terhadap metabolisme bilirubin dan menyebabkan hiperbilirubinemia atau pergeseran bilirubin dari albumin. Penempatan ini meningkatkan risiko kernikterus dan dapat disebabkan oleh sulfonamid, moxalactam, dan seftriakson. Pankuronium bromida dan kloralhidrat dikatakan merupakan penyebab neonatal hiperbilirubinemia. Bayi dari ibu diabetes berisiko mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi dan mempunyai risiko hiperbilirubinemia yang lebih tinggi dibandingkan neonatus normal. Pasien-pasien ini menunjukan korelasi yang yang positif antara bilirubin total dan hematokrit yang menandakan polisitemia. Alasan potensial lain untuk hiperbilirubinemia termasuk prematuritas, defisiensi glukoronidase (akibat hipoglikemia) dan perfusi hati yang buruk (baik akibat distress pernafasan, sirkulasi fetal persisten, maupun kardiomiopati). Sindroma Lucey-Driscoll ditandai dengan adanya riwayat neonatal hiperbilirubinemia dalam keluarga, dimana ada hambatan in vitro glukoronil transferase baik oleh serum ibu maupun bayi. Dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh hormon-hormon kehamilan. Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada masa neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatik jelas menurun pada bayi prematur atau naik sejak usia kehamilan 30 minggu sampai mencapai kadar dewasa pada 14 minggu setelah lahir. Sebagai tambahan, mungkin ada defisiensi uptake maupun sekresi. Klirens bilirubin meningkat cepat setelah lahir. Hipoperfusi hati dapat menyebabkan neonatal jaundice. Perfusi hati yang inadekuat dapat mengganggu uptake dan metabolisme bilirubin hepatosit. Penyebabnya dapat berupa duktus venosus paten (misalnya dengan sindroma distres pernafasan), gagal jantung kongestif dan trombosis vena porta penyakit-penyakit hati spesifik juga dapat menyebabkan neonatal jaundice.

3.6.3. Peningkatan produksi dan penurunan sekresi bilirubin Pada penyakit-penyakit neonatus dengan jaundice akibat peningkatan produksi dan penurunan ekskresi bilirubin, baik bilirubin terkonjugasi maupun bilirubin tak terkonjugasi dapat meningkat. Sepsis bakterialis meningkatkan produksi bilirubin dengan meyebabkan hemolisis eritrosit akibat hemolisis yang dihasilkan oleh kuman.1

3.7 Manifestasi Klinis1Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan kadar bilirubinnya, sebagaimana berikut :1. Kramer I: Daerah kepala (Bilirubin total 5 7 mg)2. Kramer II : Daerah dada pusat (Bilirubin total 7 10 mg%)3. Kramer III : Perut dibawah pusat - lutut (Bilirubin total 10 13 mg)4. Kramer IV : Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai bawah sampaipergelangan kaki (Bilirubin total 13 17 mg%)5. Kramer V :Hingga telapak tangan dan telapak kaki (Bilirubin total >17mg%)3.8. DiagnosisAnamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalammenegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama,Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut : 1) Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain, 2) Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri), 3) Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Kadar bilirubin serum berkala, 2) Darah tepi lengkap, 3) Golongan darah ibu dan bayi, 4) Uji coombs, 5) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.b. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahirBiasanya ikterus fisiologis, masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.1) enzim G-6-PD juga mungkin2) Polisitemia3) Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).4) Hipoksia.5) Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.6) Dehidrasi asidosis.7) Defisiensi enzim eritrosit lainnya.Pemeriksaan yang perlu dilakukan, bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertamaIkterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

Infeksi (sepsis). Dehidrasi asidosis. Difisiensi enzim G-6PD. Pengaruh obat. Sindrom Criggler-Najjar. Sindrom Gilbert karena obstruksi. Hipotiroidisme. breast milk jaundice Infeksi. Neonatal hepatitis. Galaktosemia, dan lain-lain.

Gambar 2. Alur Diagnosis Ikterus Neonatorum6

Gambar 3. Evaluasi laboratorium padaiketrus neonatorum6

3.9. Diagnosis BandingIkterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus, mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat fisiologik, tetapi dapat pula merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus.Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus dini. Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan inspissated bile syndrome (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti pada bayiyang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit, memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah, maka harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau patologik.

Gambar 3. Diagnosa Banding Ikterus Neonatorum5

3.10. PenangananLangkah paling penting penanganan jaundice adalah menentukan penyebabnya. Terlepas dari penyebabnya, peningkatan fraksi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum dapat menyebabkan kernikterus seperti yang telah dibahas sebelumnya. Jika fraksi bilirubin tak terkonjugasi meningkat, langkah-langkah penanganan harus diambil adalah mencegah pemberian zat-zat yang mengikat albumin dan menggeser bilirubin sehingga menyebabkan kernikterus. Walupun sudah diketahui bahwa sulfonamid merupakan zat yang paling dapat menggeser bilirubin, obat-obat yang lebih baru misalnya seftriakson juga kuat menggeser bilirubin, sehingga potensial untuk menyebabkan bilirubin ensefalopati. Pilihan terapi untuk menurunkan kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara lain fototerapi, exchange tranfusion, pemutusan sirkulasi enterohepatik dan induksi enzim. Pilihan-pilihan terapi ini masih terus diteliti. Fototerapi terdiri dari radiasi bayi jaundice dengan lampu energi foton yang berasal dari lampu akan merubah struktur molekul bilirubin dengan dua cara sehingga bilirubin diekskresi ke empedu atau urin tanpa membutuhkan glukuronidase hepatik seperti biasanya. Bilirubin di-re-isomerisasi secara spontan menjadi bilirubin alami, lebih penting lagi struktur cincin ketujuh dapat dibentuk antara cincin A dan B dan menghasilkan hemirubin dan siklobilirubin. Secara umum fototerapi digunakan untuk mencegah supaya bilirubin tidak mencapai kadar yang memerlukan exchange transfusion. Prolonged fototherapy dan rendahnya kadar bilirubin serum (9,4 mg/dl) dikatakan berhubungan dengan kebutaan. Hal ini dapat berkaitan dengan efek langsung sinar pada mata imatur yang tidak dilindungi atau penurunan proteksi antioksidan akibat rendahnya kadar biliribin serum. Bayi-bayi sehat cukup bulan, fototerapi dapat dihentikan jika kadar bilirubin serum sudah < 14-15 mg/dL, sehingga bayi dapat dipulangkan tanpa perlu mengamati rebound. Exchange tranfusion merupakan metode tercepat untuk menurunkan konsentrasi bilirubin serum. Indikasi exchange tranfusion beragam dan dapat berhubungan dengan adanya anemia maupun peningkatan kadar bilirubin serum. Pada penyakit hemolitik neonatal, indikasi tranfusi antara lain adalah anemia (hematokrit 4 mg/dl, peningkatan kadar bilirubin serum >1 mg/dl/jam selama lebih dari 6 jam, anemia progresif dan kecepatan peningkatan kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl/jam. Kadang-kadang exchange tranfusion untuk kasus hemolisis dapat dihindari dengan menggunakan imunoglobulin intravena dosis tinggi. Indikasi exchange tranfusion atas hiperbilirubinemia sendiri adalah: (1) kadar bilirubin >15 mg/dl selama lebih dari 48 jam, (2) indeks saturasi salisilat >8,0 dan HABA binding 3,7, dan (4) rasio kadar bilirubin serum dibanding kadar protein total serum >0,7. Walaupun banyak risiko exchange tranfusion yang telah dijabarkan, angka mortalitasnya masih rendah (11.8>15.3>17>15.3>18.2>20>20>25.3>25.3>25.3>30>30

Table 2. Tata laksana ikterus pada neonates kurang bulan, berdasarkan kadar bilirubin indirek (mg/dl), dengan terapi sinar atau trasfusi tukar (lanjutan)Usia (jam)BL 2.000 g kadar bilirubin (mg/dl)

< 2425-4849-72>72>10-15>10-15>10-15>15>15>15>15,9>17>15.9-18.2>15.9-18.2>17.0-18.8>18.2-20.0

3.11. PencegahanDianjurkan untuk diberikan ASI 8-12 kali pada neonatus pada beberapa hari di awal kehidupan. Bayi cukup bulan yang mendapat susu formula harus mengkonsumsi 150kkal/kgBB/hari yang setara dengan 1 sampai 2 ons tiap 2 sampai 3 jam pada minggu pertama kehidupan.5

Gambar 5. Pencegahan hiperbiliubinemia pada neonatus5

30