BAB III (rev) III

46
BAB III KEGIATAN YANG DILAKUKAN 3.1 Pembekalan Materi PKL Pembekalan yang diberikan dari praktek kerja lapangan ini (PKL) adalah tentang alat ukur beberapa parameter oseanografi yakni CTD dan proses pembuatan peta batimetri. Untuk mempelajari secara detail materi tersebut dibutuhkan waktu yang tidak sebentar, namun karena keterbatasan waktu PKL jadi pemahaman materi mengenai CTD dan batimetri ini secara umum dan singkat sebatas untuk mengetahui bagaimana prosesnya saja. Sedikit tentang teori yang diberikan ialah mengenai parameter-parameter oseanografi. Parameter yang dimaksud ialah suhu, salinitas, densitas dan kejernihan. Suhu adalah ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Dalam hal ini yang diukur adalah air laut. Alat untuk mengukur suhu disebut termometer. Suhu di laut merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut. Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Cara yang biasa dipergunakan untuk menentukan salinitas adalah dengan 5

Transcript of BAB III (rev) III

Page 1: BAB III (rev) III

BAB III

KEGIATAN YANG DILAKUKAN

3.1 Pembekalan Materi PKL

Pembekalan yang diberikan dari praktek kerja lapangan ini (PKL) adalah

tentang alat ukur beberapa parameter oseanografi yakni CTD dan proses

pembuatan peta batimetri. Untuk mempelajari secara detail materi tersebut

dibutuhkan waktu yang tidak sebentar, namun karena keterbatasan waktu PKL

jadi pemahaman materi mengenai CTD dan batimetri ini secara umum dan singkat

sebatas untuk mengetahui bagaimana prosesnya saja.

Sedikit tentang teori yang diberikan ialah mengenai parameter-parameter

oseanografi. Parameter yang dimaksud ialah suhu, salinitas, densitas dan

kejernihan.

Suhu adalah ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Dalam hal

ini yang diukur adalah air laut. Alat untuk mengukur suhu disebut termometer.

Suhu di laut merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan

organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme

maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam

air laut. Cara yang biasa dipergunakan untuk menentukan salinitas adalah dengan

menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam satu sampel (chlorinitas).

Hampir semua organisme laut hanya dapat hidup di daerah-daerah yang

mempunyai perubahan salinitas yang kecil. Kecuali makhluk hidup yang

berhabitat di daerah estuarin. Daerah estuarin adalah daerah yang memiliki kadar

salinitas kurang, karena adanya intrusi air tawar yang berasal dari sungai-sungai.

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan benda. Semakin tinggi

densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas

rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.

Penyebaran yang luas dari air laut dapt ditentukan oleh adanya perbedaan densitas

dari massa air yang ada didekatnya, hal ini disebabkan oleh perbedaan suhu dan

salinitas.

5

Page 2: BAB III (rev) III

6

Kejernihan atau kecerahan merupakan kebalikan dari kekeruhan

(turbiditas), ketika nilai kecerahan tinggi maka nilai kekeruhan rendah, begitu

pula sebaliknya (coremap, 2001). Nilai kekeruhan yang tinggi dapat ditemukan di

daerah estuari salah satu sebab tingginya nilai kekeruhan ialah melayangnya

kembali materi sedimen (resuspension). Nilai kejernihan dapat diukur

menggunakan transmissometer.

3.2 Pengolahan Data CTD

3.2.1 Konversi Data

Karena data yang diberikan adalah data asli dari survey, maka perlu

dilakukan pengkonversian data ke bentuk yang mudah untuk diperoses

selanjutnya. Data yang diberikan dalam bentuk extension .CNV yang memuat

ribuan data, dapat dilihat dengan notepad (dapat dilihat pada lampiran 2).

Berikut ini adalah langkah-langkah pengkonverisan data agar mudah untuk

diperoses selanjutnya;

Langkah 1. Membuka MS Office Excell 2007

a. b.

Gambar 2. Membuka MS Office Excel 2007.

Gambar 1a dan 1b merupakan langkah untuk membuka MS Office Excel

2007 pada Windows Vista. Buka start pada bar windows lalu cari dalam program

Microsoft Office, lalu pilih yang MS Office Excel 2007. Gambar 1b. Merupakan

tampilan dari MS Office Excel 2007.

Page 3: BAB III (rev) III

7

Langkah 2. Mengkonversi data .cnv sehingga dapat dibaca oleh Excel.

a. b.

c. d.

e.Gambar 3. Mengkonversi data .cnv ke dalam Excel.

Langkah 2 ini dimulai dari pembukaan data .cnv (2a) lalu diikuti tahap

pemilihan pada fixed width (2b), setelah itu pemisahan data dengan cara Arahkan

scroll roll ke bawah, maka akan ada beberapa parameter yang akan disekat (lihat

Page 4: BAB III (rev) III

8

tanda merah), kemudian sekat antar parameter tesebut dengan mengkliknya (2c),

langkah selanjutnya ialah memilih colum data format, yang dipilih ialah yang

general (2d). Dan jadilah data .cnv yang telah dikonversi ke dalam Excel (2e).

3.2.2 Pembuatan Grafik

Pengolahan data selanjutnya ialah pembuatan grafik untuk masing-masing

parameter yang telah ditunjuk pembimbing, yaitu suhu, salinitas, densitas dan

kejernihan. Dalam pembuuatan grafik ini dilakukan pada Microsoft Office Excel

2003.

Langkah 1. Membuat grafik

a. b.

c.

d. e.

Gambar 4. Pembuatan Grafik Suhu Terhadap Kedalaman

Page 5: BAB III (rev) III

9

Untuk membuat grafik pilih menu insert chart. Lalu pilih xy (scatter)

dan pada tab chart sub type pilih yang bergaris saja, seperti yang telihat pada

gambar 4a. Setelah itu akan muncul akan menu selanjutnya (4b) pada menu ini

masukan data yang akan dibuat grafik. Klik pada tab Series, remove semua series,

lalu add. Y values selalu berisikan parameter depth (kedalaman). Dan untuk

parameter X berisikan parameter yang ingin di buat, dalam hal ini adalah

parameter suhu. Selanjutnya akan muncul seperti pada gambar 4c. Isikan nama

pada Value (X) axis dan Value (Y) axis sesuai parameter (Suhu dan Kedalaman).

Dan jangan lupa isi nama dari tabel yang dibuat (sh-17). Terakhir akan muncul

menu akan diletakkan dimana grafik anda (4d). Untuk ini pilih saja As new sheet.

Maka akan muncul hasil dari grafik anda, seperti terlihat pada gambar 4e.

Langkah 2. Mengkonversi grafik biasa menjadi grafik kedalaman.

a. b. c.

0 5 10 15 20 25 30 35

0100200300400500600700800900

1000

d.

Gambar 5. Konversi grafik biasa menjadi grafik kedalaman.

Untuk membalik sumbu Y yang berada di atas menjadi di bawah, berikut

adalah langkahnya. Klik kanan pada sumbu Y axis di grafik lalu pilih menu

Page 6: BAB III (rev) III

10

Format axis maka akan muncul seperti pada gambar 4a. Pada tab scale, ganti

parameter sebagai berikut, Major unit: 100, Minor unit: 10 dan centang box Value

in reverse order dan Value (X) axis crosses at maximum value dan Value (X) axis

crosses at maximum value. Lalu klik OK (4a). Selanjutnya pada Tab Patterns,

Major tick mark type pilih cross, Minor tick mark type pilih outside, sisanya

biarkan, klik OK (4b). Pada values (X) axis, format axis lalu klik tab scale, Minor

unit : 0,1. Sisanya biarkan, klik OK (4c). Dan jadilah grafik dengan sumbu Y yang

menunjukkan kedalaman untuk lebih enak dilihat (gambar 4d).

Perlakuan yang sama dilakukan untuk pembuatan grafik Salinitas,

Kejernihan dan Densitas pada titik pengambilan sampel yang sama atau pun di

titik-titik pengambilan sampel lainnya.

3.2.3 Hasil Pengolahan Data

Pengolahan data dalam laporan ini diawali oleh pengolahan data pada titik

pengambilan sampel yang diberi nama sh-17. Berikut ini adalah keterangan lebih

rinci mengenai titik pengambilan sampel tersebut.

Nama File : C:\SEASOFT\SH-17.DAT

Stasiun : sh-17

Tanggal : 19 Juni 2001

Logitude : 02°09.369N

Latitude : 124°41.019E

Waktu : 07.25 LT

Data pertama yang akan diolah adalah data suhu terhadap data kedalaman.

Pada data ini akan diterangkan bagaimana keadaan suhu terhadapan kedalaman di

titik pengambilan sampel ini. Berikut ini adalah penjelasan tentang grafik suhu

terhadap kedalaman tersebut.

Bila kita lihat pada grafik di halaman selanjutnya (grafik suhu terhadap

kedalaman) suhu permukaan bernilai 30°C. Lalu nilai suhu ini terus menurun

seiring bertambahnya kedalaman (dapat terlihat jelas pada grafik). Terlihat dalam

grafik suhu menurun drastis pada kedalaman berkisar 50-75 meter dimana suhu

masih bernilai 30°C dan terus menurun sampai pada kedalaman 500 meter dengan

suhu bernilai 8°C. Inilah yang dinamakan lapisan termoklin dimana suhu menurun

Page 7: BAB III (rev) III

11

drastis pada kedalaman berkisar 100-500 meter. Selanjutnya suhu terus menurun

sampai batas kedalaman pengukuran yaitu pada kedalaman 2603 meter dengan

suhu bernilai sekitar 3-4°C. Grafik gambar grafik di bawah menunjukkan gambar

grafik pada umumnya permukaan laut yang normal. Karena tak terdapat anomali

yang terjadi bila dilihat dari gambar grafik tersebut.

Gambar 6. Grafik Suhu Terhadap Kedalaman di Titik sh-17

Grafik yang diolah selanjutnya ialah grafik salinitas terhadap kedalaman.

Grafik ini menunjukkan hubungan antara salinitas dan kedalaman. Dimana nilai

salinitas terus naik seiring bertambah kedalaman pada kedalaman 0-100 meter lalu

Page 8: BAB III (rev) III

12

kembali turun, dan cenderung stabil sampai kekedalaman pengukuran. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat grafik di halaman berikut beserta penjelasannya.

Gambar 7. Grafik Salinitas Terhadap Kedalaman di Titik sh-17

Salinitas pada permukaan laut adalah 33.6 PSU. Jika dilihat dari grafik

nilai salinitas naik seiring bertambahnya kedalaman. Nilai salinitas naik tajam

mulai dari kedalaman 0 meter atau permukaan laut dimana nilai salinitas 33.6

PSU sampai 125 meter dengan nilai salinitas 34.7 PSU. Lalu turun sampai ke

kedalaman 250 meter (34.5 PSU), kemudian naik sedikit ke kedalaman 275 meter

(34.55 PSU), turun lagi sampai 350 meter (34.5 PSU), naik kembali pada 475

Page 9: BAB III (rev) III

13

meter (34.55 PSU). Dan cenderung stabil mulai dari kedalaman 500 sampai

kedalaman 2603 meter dengan salinitas bernilai sekitar 34.55 PSU.

Berikutnya adalah grafik densitas terhadap kedalaman. Pada grafik

densitas ini tidak terdapat anomali yang terlihat dari hasil pengolahan data.

Dimana nilai densitas terus naik terhadap kedalaman. Kenaikan tajam terdapat

pada lapisan termoklin yaitu pada kedalaman sekitar 0 – 500 meter. Dan setelah

lebih dari keadalaman 500 meter terus naik tetapi tidak tajam, sampai pada

kedalaman 1500 nilai densitas cenderung stabil. Seperti terlihat pada grafik dan

penjelasanya di bawah ini.

Gambar 8. Grafik Densitas Terhadap Keldalaman di Titik sh-17

Densitas pada permukaan laut pada grafik di atas bernilai 20,5 kg/m3.

Bernilai semakin besar seiring bertambahnya kedalaman. Densitas naik tajam

Page 10: BAB III (rev) III

14

mulai dari kedalaman 26 meter (bisa dibilang masih di daerah permukaan)

dengann nilai densitas 20,5 kg/m3 sampai kedalaman 500 meter (27 kg/m3). Lalu

naik stabil sampai kedalaman 2603 meter (27,5 kg/m3).

Selanjutnya adalah grafik kejernihan terhadap kedalaman, yang diukur

menggunakan transmissometer dengan satuan %. Dari grafik dibawah ini dapat

dilihat bahwa nilai kejernihan dari kedalaman 0 sampai 2603 meter sebesar 84,9 –

87,1 %. Hal ini berarti kejernihan diperairan tersebut ialah tergolong jernih.

Seandainya sinar matahari dapat menembus sampai kedalaman 2600 meter maka

siniar yang diteruskan sebanyak 87% dan terserap partikel lain sebesar 13%.

Gambar 9. Grafik Kejernihan Terhadap Kedalaman di Titik sh-17

Page 11: BAB III (rev) III

15

Kejernihan pada permukaan laut bernilai 86%. Kejernihan naik dari

kedalaman 2 meter (85.93%) sampai 19 meter (86.04%), turun kembali ke 45

meter (85.73%), naik kembali 71 meter (86.25%).turun ke 82 meter (84.95%).

Terjadi kenaikan tajam pada kedalaman 82 meter dengan nilai kejernihan 84,9 %

sampai pada kedalaman 126 meter dengan nilai kejernihan 86.75%. Dan naik

sampai kedalaman batas pengukuran 2603 meter dengan 87.12%. terdapat banyak

anomali (nilai kejernihan naik turun) di kedalaman 200 sampai 1000 meter.

Normalnya nilai kejernihan ini semakin naik menuju 100% seiring bertambahnya

kedalaman. Namun grafik menunjukkan anomali-anomali pada berbagai

kedalaman.

Pengolahan selanjutnya ialah pengolahan data di titik pengambilan sampel

yang diberinama sh- 19. Berikut ini adalah keterangan lebih lanjut mengenai titik

sampel ini.

Nama File : C:\SEASOFT\SH-19.DAT

Stasiun : sh-19 TOW YO

Latitude : 02 10.908 N

Longitude : 124 43.815 E

Tanggal : 19 June 2001

Waktu : 12.30 LT

Seperti yang sebelumnya data pertama yang akan diolah adalah data suhu

yang dihubungkan dengan data kedalaman. Di halaman selanjutnya dapat dilihat

grafik suhu terhadap kedalaman. Secara selintas dapat dikatakan bahwa nilai suhu

pada permukaan adalah 31°C dan terus terun seiring bertambahnya kedalaman.

Namun terdapat kenaikan yang tajam pada lapisan termoklin yaitu pada

kedalaman 0 – 500 meter. Untuk lebih lengkap penjelasanya dapat dilihat pada

penjelasan dan grafik berikut ini.

Suhu permukaan laut pada grafik di atas adalah 30,5°C. Suhu terus

menurun seiring bertambahnya kedalaman. Suhu menurun dari 30,5°C sampai

30°C dari kedalaman 0 sampai 12,5 meter. Lalu mulai menurun drastis dari

kedalaman 12,5 meter dimana suhu bernilai 30°C sampai pada kedalaman 500

Page 12: BAB III (rev) III

16

meter yang mempunyai suhu 7.5 °C. Dan selanjutnya suhu terus menurun sampai

batas kedalaman pengukuran yaitu pada kedalaman 2717 meter dengan suhu 4°C.

Gambar 10. Grafik Suhu Terhadap Kedalaman di Titik sh-19

Parameter yang diolah selanjutnya ialah salinitas. Seperti sebelumnya

parameter ini dihubungkan dengan parameter kedalaman. Jika dilihat pada grafik

salinitas terhadap kedalaman ini (gambar 11) nilai salinitas di permukaan laut

berkisar 33,6 PSU. Nilai salinitas terus naik beriringan dengan naiknya nilai

kedalaman. Namun jika dilihat kembali pada grafik kenaikan paling tajam terjadi

pada kedalaman 0 meter sampai 100 meter.

Salinitas Pada permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas adalah

33.6 PSU. Nilai salinitas naik seiring bertambahnya kedalaman. Salinitas naik

tajam dari permukaan laut (33.6 PSU) sampai 100 meter (34.75 PSU). Lalu turun

sampai ke kedalaman 250 meter (34.5 PSU), kemudian naik sedikit ke kedalaman

Page 13: BAB III (rev) III

17

275 meter (34.55 PSU), turun kembali sampai 300 meter (34.5 PSU), naik

kembali pada 325 meter (34.53 PSU) inilah anomali yang ditunjukkan pada grafik

salinitas. Dan kembali normal sampai kekedalaman 2717 meter dengan salinitas

bernilai 34.5636 PSU.

Gambar 11. Grafik Salinitas Terhadap Kedalaman di Titik sh-19

Densitas ialah parameter yang diolah selanjutnya. Nilai densitas pada titik

ini sama seperti nilai densitas pada umumnya, yaitu naik seiring dengan

bertambahnya nilai kedalaman. Terlihat pada grafik nilai densitas di permukaan

ialah sebesar 20,5 kg/m3. Nilai ini terus naik sampai kekedalaman pengukuran

yaitu 2717 meter dengan nilai densitas sebesar 27.5 kg/m3. Namun pada

kedalaman 0 – 500 meter terdapat lapisan termoklin yang menyebabkan kenaikan

nilai densitas yang tajam dari 20,5 kg/m3 sampai 27 kg/m3.

Page 14: BAB III (rev) III

18

Densitas pada permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas bernilai

20.5 kg/m3. Nilai densitas bernilai semakin besar seiring bertambahnya

kedalaman. Pada grafik nilai densitas naik tajam mulai dari permukaan laut (20.5

kg/m3) sampai kedalaman 500 meter (27 kg/m3). Lalu mengalami kenaikan yang

lambat sampai kedalaman pengukuran 2717 meter (27.5 kg/m3).

Gambar 12. Grafik Densitas Terhadap Kedalaman di Titik sh-19

Selanjutnya ialah pengolahan data kejernihan terhadapa kedalaman. Bila

dibandingkan dengan grafik kejernihan pada sh-17, terlihat tidak berbeda jauh

atau bahkan sama. Untuk lebih lengkap mengenai keterangan grafik akan

dijelaskan berikut ini.

Page 15: BAB III (rev) III

19

Terlihat pada grafik Kejernihan di permukaan laut bernilai 86.25%.

Seperti grafik sebelumnya pada grafik Titik SH-17 grafik Titik SH- 19

menujukkan grafik yang hampir sama. Kejernihan turun dari permukaan laut

(86.25 %) sampai 36 m (85.5%), lalu naik ke kedalaman 50 m (86%), lalu turun

drastis pada kedalaman 75 meter (85%), dan naik drastis pula sampai ke

kedalaman 175 meter (87%). Dan naik terus hingga kedalaman batas pengukuran

2717 meter dengan 87%. Seperti grafik pada Titik SH-17, pada grafik Titik SH-19

juga terdapat banyak anomali mulai dari kedalaman 171 sampai 1000 meter.

Namun secara general grafik kejernihan ini nilainya semakin bertambah seiring

bertambahnya kedalaman hingga mencapai 87% pada kedalaman 2717 meter.

Gambar 13. Grafik Kejernihan Teehadap Kedalaman di Titik sh-19

Data yang diolah selanjutnya ialah data yang bernama sh-20 TOW YO.

Data ini berbeda dengan data-data sebelumnya, yang membedakannya data ini

berinama tow yo yang berarti pengambilan sampelnya naik turun untuk

Page 16: BAB III (rev) III

20

mendapatkan hasil yang terbaik dalam menemukan hydrotermal plume. Namun

dari data yang diberikan oleh pembimbing lapangan ini. Tidak terlihat seperti data

hasil pengambilan secara tow yo. Untuk dapat melihat data yang merupakan

bagaimana data tow yo ini dapat dilihat pada laporan teman saya Muhammad

Deviana.

Berikut ini adalah keterangan lebih lengkap mengenai titik pengambilan

sampel yang kali ini diberi nama sh-20 TOW YO.

Nama File : C:\SEASOFT\SH-20.DAT

Stasiun : sh-20 TOW YO

Latitude : 02°16.815 N

Longitude : 124°51.251 E

Tanggal : 19 June 2001

Waktu : 21.00 LT

Seperti sebelum-sebelumnya data pertama yang diolah adalah data suhu

terhadap data kedalaman. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya tentang data

tow yo, data yang saya diberikan ini lebih seperti data dari pengambilan data CTD

seperti biasanya (sekali turun). Data CTD yang diambil secara tow yo seharusnya

apabila dibuat grafik maka akan terlihat seperti grafik yang berisikan beberapa

data sekaligus dalam satu parameter (suhu).

Untuk suhu pada grafik sh-20 ini terlihat sama seperti grafik-grafik

sebelumnya dimana nilai suhu semakin turun seiring dengan naiknya nilia

kedalaman dan naik tajam pada lapisan termoklin, yaitu pada kedalaman kira-kira

0 – 500 meter. Lalu nilai suhu terus turun seiring bertambahnya kedalaman namun

tidak kenaikannya tidak tajam seperti di lapisan termoklin. Berikut ini adalah

lebih lengkapnya tentang penjelasan dan grafik suhu terhadap kedalaman di titik

pengambilan sampel sh-20.

Suhu permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas adalah 30°C. Suhu

terus menurun seiring bertambahnya kedalaman. Seperti suhu pada umumnya,

suhu di titik ini juga menurun drastis pada kedalaman 50 meter (30°C) sampai

kedalaman 500 meter (8°C). Dan Suhu terus menurun sampai batas kedalaman

pengukuran yaitu pada kedalaman 2800 meter dengan suhu 4°C.

Page 17: BAB III (rev) III

21

Gambar 14. Grafik Suhu Terhadap Kedalaman di Titik sh-20

Data yang diolah selanjutnya ialah data salinitas terhadap data kedalaman.

Pada hasil pengolahan data ini terlihat seperti grafik salinitas pada umumnya yaitu

nilai salinitas naik seiring kedalaman dan terdapat kenaikan cukup tajam bila

dilihat di grafik pada kedalaman 0 – 150 meter. Setelah itu nilai salinitas

cenderung stabil dengan nilai turun dulu sebelumnya dari kedalaman 150 meter

kekedalaman 500 meter. Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkapnya.

Salinitas permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas adalah 33.3 PSU.

Nilai salinitas naik seiring bertambahnya kedalaman. Salinitas naik tajam dari

permukaan laut (33.3 PSU) sampai 125 meter (34.75 PSU). Lalu turun ke

kedalaman 250 meter (34.5 PSU), kemudian naik sedikit ke kedalaman 275 meter

(34.55 PSU), turun lagi sampai 350 meter (34.5 PSU), naik kembali pada 500

Page 18: BAB III (rev) III

22

meter (34.55 PSU) inilah anomali yang ditunjukkan pada grafik salinitas. Dan

kenaikan salinitas terhadap kedalaman stabil sampai kekedalaman pengukuran

2800 meter dengan salinitas bernilai 34.55 PSU. Namun pada akhir pengukuran

ditemukan anomali yang cukup lain dari biasanya, yaitu naik turunnya salinitas

pada kedalaman yang cukup dekat.

Gambar 15. Grafik Salinitas Terhadap Kedalaman di Titik sh-20

Parameter yang diolah selanjutnya ialah nilai densitas terhadap kedalaman.

Pola grafik densitas kali ini juga tidak berbeda dengan pola-pola grafik densitas

pada umunya yaitu nilai densitas naik seiring dengan naiknya nilai kedalaman.

Namun pada kedalaman 0 – 500 meter nilai densitas naik tajam dan setelah itu

nilai densitas naik seiring dengan naiknya kedalaman namun cenderung stabil

pada kedalaman 1000 meter sampai seterusnya. Ada sedikit kejanggalan apabila

dilihat pada grafik ini yaitu pada akhir pengukuran terdapat anomali yaitu naiknya

Page 19: BAB III (rev) III

23

nilai densitas pada kedalaman yang cukup dekat di kedalaman pengukuran.

Berikut ini adalah penjelasan dan grafik lebih lanjutnya.

Nilai densitas pada permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas

bernilai 20.5 kg/m3. Nilai densitas semakin besar seiring bertambahnya

kedalaman. Bila dilihat dari grafik nilai densitas naik tajam mulai dari permukaan

laut (0 meter) yang benilai 20.5 kg/m3 sampai kedalaman 500 meter yang

densitanya bernilai 27 kg/m3. Lalu naik lambat sampai kedalaman 2800 meter

dimana nilai densitasnya sebesar 27.5 kg/m3. Sama seperti grafik salinitas pada

grafik densitas ini juga terdapat anomali di akhir pengukuran. Pada grafik ini

dapat dilihat adanya kenaikan yang tiba-tiba pada kedalaman 2800 meter.

Gambar 16. Grafik Densitas Terhadap Kedalaman di Titik sh-20

Page 20: BAB III (rev) III

24

Pengolahan data selanjutnya ialah pengolahan data kejernihan terhadap

data kedalaman. Pada grafik kejernihan ini sama tidak jauh berbeda atau bisa

dikatakan sama pola yang digambarkannya dengan grafik-grafik sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada grafik dan penjelasanya berikut ini.

Gambar 17. Grafik Kejernihan Terhadap Kedalaman sh-20

Kejernihan pada permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas bernilai

85.55 %. Normalnya nilai kejernihan ini semakin naik menuju 100% seiring

bertambahnya kedalaman. Kejernihan naik permukaan laut (85.55%) sampai 18 m

(85.77%), turun kembali ke 44 m (85.37 %), naik kembali 64 m (85.91 %).turun

ke 82 m (84.17 %). Naik kembali sampai 176 m (86.72%). Inilah gambaran

anomali yang diberikan dari grafik di atas. Lalu naik secara umum sampai

kedalaman batas pengukuran 2800 meter dengan 86.98%. Pada grafik kejernihan

ini tidak terlihat anomali pada akhir pengukuran karena memang pada semua

kedalaman terlihat seperti anomali-anomali jadi bila ada anomali diakhir

pangukuran tidak terlalu terlihat.

Page 21: BAB III (rev) III

25

Data berikut yang akan diolah ialah data yang bernama sh-27. Berikut

adalah keterangan lebih lanjut tentang titik pengamilan sampel ini.

Nama File : C:\SEASOFT\SH-27.DAT

Stasiun : sh-27

Latitude : 03°9.031 N

Longitude : 125°24.009 E

Tanggal : 22 June 2001

Waktu : 21.30 LT

Seperti pengolahan data sebelumnya, data pertama yang diolah adalah data

suhu terhadap kedalaman. seperti pada grafik-grafik sebelumnya grafik suhu kali

ini juga memiliki pola yang sama, yaitu nilai suhu semakin turun seiring dengan

naiknya nilai kedalaman. Tetapi turun tajam pada lapisan termoklin. Berikut ini

keterangan lebih lengkap mengenai grafik suhu terhadap kedalaman.

Gambar 18. Grafik Temperatur Terhadap Kedalaman di Titik sh-27

Page 22: BAB III (rev) III

26

Bila dilihat dari grafik di atas suhu permukaan bernilai 29°C. Nilai suhu

terus menurun seiring bertambahnya kedalaman. Nilai suhu menurun drastis pada

kedalaman 10 meter dimana suhu bernilai 29°C sampai kedalaman 280 meter

dengan suhu bernilai 16°C. Lalu nilai suhu terus menurun dengan lambat sampai

batas kedalaman pengukuran yaitu pada kedalaman 1500 meter dengan suhu 4°C.

Pada grafik di ini tidak terdapat banyak anomali yang berarti seperti ditunjukkan

pada grafik temperatur sebelumnya (sh-20).

Data yang diolah selanjutnya ialah data salinitas terhadap data kedalaman.

Pada grafik menunjukan salinitas awal pengukuran adalah sekitar 33,9 PSU. Nilai

salinitas terus naik seiring bertambahnya nilai kedalaman. Bila dilihat pada grafik

terdapat kenaikan tajam pada kedalaman sekitar 0 – 150 meter. Lalut turun sampai

kekedalaman 500 meter dan cenderung tetap (walaupun sedikit naik) setelah

kedalamn 500 meter. Berikut adalah grafik dan penjelasan lebih lengkapnya.

Gambar 19. Grafik Salinitas Terhadap Kedalaman di Titik SH-27

Page 23: BAB III (rev) III

27

Salinitas permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas adalah 33.92

PSU. Nilai salinitas naik seiring bertambahnya kedalaman. Salinitas naik tajam

dari permukaan laut (33.92 PSU) sampai 110 meter (34.74 PSU). Lalu turun

kembali sampai ke kedalaman 360 meter (34.46 PSU). kemudian naik sampai

batas kedalaman pengukuran 1500 meter (34.56 PSU).

Densitas ialah data yang diolah berikutnya. Pada grafik terlihat bahwa

nilai densitas pada permukaan laut adalah sekitar 21 kg/m3. Lalu terus naik seiring

bertambahnya kedalaman. Terdapat kenaikan tajam di lapisan termoklin. Lalu

setelah itu nilai densitas terus naik seiring bertambahnya kedalaman. Berikut ini

adalah grafik dan keterangan lebih lanjut mengenai grafik densitas terhadap

kedalaman.

Gambar 20. Grafik Densitas Terhadap Kedalaman di Tititk SH-27

Page 24: BAB III (rev) III

28

Densitas pada permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas bernilai 22

kg/m3. Nilai densitas semakin besar seiring bertambahnya kedalaman. Bila dilihat

dari grafik nilai densitas naik tajam mulai dari permukaan laut (22 kg/m3) sampai

kedalaman 270 meter (27 kg/m3). Dan nilai densitas kembali naik sampai pada

batas kedalaman pengukuran 1500 meter (27.5 kg/m3).

Pengolahan data selanjutnya ialah pengolahan data kejernihan dengan data

kedalaman. Pada grafik ini sedikit berbeda dengan grafik-grafik kejernihan

sebelumnya. Pada grafik ini penurunan kejernihan setelah permukaan tidak terlalu

tajam (tidak sampai 0,5%). Selanjutnya pola-pola grafik sama seperti grafik-grafik

kejernihan sebelumnya. Yaitu naik tajam pada kedalman sekitar 100 – 200 meter,

lalu setelah itu cenderung stabil sampai kedalaman pengukuran. Berikut adalah

grafik dan penjelasan lebih lengkapnya.

Gambar 21. Grafik Kejernihan Terhadap Kedalaman di Tititk sh-27

Page 25: BAB III (rev) III

29

Kejernihan pada permukaan laut yang terlihat pada grafik di atas bernilai

86.48%. Normalnya nilai kejernihan ini semakin naik menuju 100% seiring

bertambahnya kedalaman. Namun grafik menunjukkan banyaknya anomali-

anomali pada berbagai kedalaman. Anomali tersebut ditunjukkan dengan

banyaknya duri-duri pada grafik tersebut (grafik tidak mulus). Secara garis besar

kejernihan naik dari permukaan laut (86,48%) sampai 150 m (85.58%). Lalu naik

stabil sampai kedalaman batas pengukuran 1500 meter dengan nilai kejernihan

85.68%. terdapat banyak anomali di berbagai kedalaman yang saking banyaknya

sulit untuk disebutkan.

3.3 Pengolahan Data Batimetri

Kegiatan selanjutanya pada PKL selain pengolahan data CTD ialah

pengeolahan data data batimetri. Data yang diberikan merupakan data yang

mempunyai ekstensi file .dat, dimana data tersebut memuat 3 juta data. Salah satu

software yang dapat membaca data sebanyak itu ialah Surfer. Selain membaca

data Surfer juga dapat memvisualisasikan data dalam bentuk 3 dimensi, grid, map

grid dan lain-lain.

Sebelum masuk ke pengolahan data batimetri, akan dijelaskan sedikit

tentang apa itu batimetri. Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti

“kedalaman”, dan μετρον, berarti “ukuran”) adalah ilmu yang mempelajari

kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau.

Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan

garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours

atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi

permukaan.

Batimetri, merupakan salah satu peta topografi. Peta topografi merupakan

peta yang memperlihatkan posisi horisontal serta vertikal dari unsur alam dan

unsur buatan manusia dalam suatu bentuk tertentu, dengan memperhatikan sistem

proyeksi peta yang digunakan serta skala peta. Umumnya peta topografi dibuat

untuk keperluan perencanaan pembangunan, karena pada peta topografi disajikan

unsur-unsur permukaan bumi yang sesuai dengan kondisi pada saat pembuatan

petanya.

Page 26: BAB III (rev) III

30

Peta Topografi disebut juga sebagai peta dasar, karena peta topografi

digunakan sebagai dasar untuk pembuatan peta-peta lainnya, baik untuk

pembuatan peta topografi dengan skala peta yang lebih kecil dari peta aslinya

(original map), atau juga untuk pembuatan peta-peta tematik.

Cara Penentuan batimetri ada dua cara, yaitu metode akustik dan satelit

altimetri. Metode akustik yaitu dengan menggunakan gelombang suara yang

dikeluarkan dari alat yang bernama echo-sounder yang biasa diletakkan dibawah

kapal survei. Metode dengan menggunakan satelit altimetri berdasarkan pada

radar yang terdapat pada satelit altimetri.

Data batimetri yang diambil untuk praktek pengolahan data ini adalah data

batimetri yang berasal dari daerah Sipora, Sumatera. Untuk melihat lebih jelas

dimana daerah tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar diambil

dari Google Earth.

Gambar 22. Lokasi Pengambilan Data Batimetri

Page 27: BAB III (rev) III

31

3.3.1 Tutorial Pengolahan Data Peta Batimetri

Untuk mengolah data batimetri ini diperlukan langkah-langkah

pengerjaannya, berikut ini akan dipaparkan langkah-langkah pengolahan data

batimetri yang hasil akhirnya berupa visualisasi 3-dimensi data batimetri.

Langkah 1

Buka software Golden Software Surfer 9. Melalui Start>All Program>

Golden Sofware Surfer 9>Surfer 9. Sehingga dihasilkan tampilan sebagai berikut.

a. b.

c.

Gambar 23. Membuka Surfer 9

Langkah 2

Setelah software surfer 9 terbuka langkah selanjutnya adalah membuka

file yang ingin dibuat grafiknya. Maka klik open (a), lalu buka dimana disimpan

file tersebut, nama file ialah siporakp.dat (b). Maka setelah dibuka akan muncul

tampilan seperti pada gambar c, namun dikarenakan banyaknya data yang

dihimpun dari data tersebut maka hanya ditampilkan seperti yang terlihat pada

gambar saja. Untuk melihat lebih lengkap data ini dapat dilihat pada lampiran 3.

Page 28: BAB III (rev) III

32

a b

c.

Gambar 24. Membuka file yang dibutuhkan

Langkah 3

Langkah selanjutnya adalah membuat grid dahulu dengan cara klik New,

lalu pilih Plot Document dan klik OK (Gambar 24a). Lalu Klik Menu Grid→Data,

pilih file siporakp.dat, seperti pada gambar 24b, kemudian di klik, lalu akan

loading. Setelah selesai akan terlihat seperti pada gambar 24c. Maka langsung klik

Ok saja tanpa mengubah parameter yang terdapat pada jendela grid data. Setelah

di klik ok akan loading dan setelah selesai maka surfer akan membuat file grid.

Untuk menampilkan hasil grid seperti pada gambar 24d, maka pilih

mapNewContour Map selanjutnya pilih dimana file gridnya disimpan.

Page 29: BAB III (rev) III

33

a. b.

c. d.

Gambar 25. Membuat Grid

3.3.2 Visualisasi Data Batimetri 3-Dimensi

Untuk membuat visualisasi 3D seperti pada langkah berikut. Klik pada

window Plot, pilih mapnew3D Surface maka akan terbuka jendela seperti

gambar 25a, selanjutnya pilih file yang telah kita grid sebelumnya (siporakp.grd).

Maka setelah dipilih file gridnya maka akan langsung terbentuk 3D Surfacenya

seperti pada gambar 25b.

a b

Gambar 26. Membuat Visualisasi 3D

Page 30: BAB III (rev) III

34

Jika ingin melihat dari segala sisi, diputar kanan-kiri, atas-bawah, maka

klik Map→Trackball. Atau jika ingin memodifikasi, klik kanan pada peta 3D

tersebut lalu pilih Properties. Seperti terlihat perubahan gambar dari gambar 25b

dengan gambar 26.

Gambar 27. Visualisasi Batimetri 3D

Warna biru menggambarkan daerah tersebut lebih tinggi atau daerah

permukaan laut dengan kedalaman antara 0 m – 700 m. Tingkat kecerahan dari

satu warna menunjukkan kedalaman, warna biru semakin tua maka kedalamannya

dangkal semakin pudar semakin dalam. Sedangkan warna coklat menggambarkan

bahwa daerah tersebut merupakan lereng benua dengan kedalaman antara 700 m –

1300 m, dan warna hijau menggambarkan dasar laut yang dalam atau juga

merupakan palung laut dengan kedalaman >1300 m. Warna hijau semakin tua

menggambarkan dasar laut itu semakin dalam.