BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan...

26
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006 28 BAB III TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT PENGGUNAAN embangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi selalu dijadikan salah satu target rencana strategi pembangunan suatu wilayah. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi suatu wilayah dengan tujuan untuk meningkatan kesejahteraan mayarakat. Proses pembangunan ekonomi jangka panjang biasanya akan membawa dampak perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Dari sisi produksi perubahan struktur ekonomi umumnya terjadi dari wilayah berbasis sektor pertanian menjadi wilayah berbasis sektor industri, yang tergambar dari tingginya peran industri manufaktur, sedangkan dari sisi permintaan perubahan struktur ekonomi terjadi terutama didorong oleh peningkatan pendapatan yang terefleksi dalam perubahan konsumsinya. Dari sisi permintaan, ada tiga komponen utama yang membentuk PDRB penggunaan Provinsi Jawa Barat, yaitu Pengeluaran Konsumsi ( pengeluaran P

Transcript of BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan...

Page 1: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

28

BAB III

TINJAUAN EKONOMI REGIONAL

MENURUT PENGGUNAAN

embangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi

selalu dijadikan salah satu target rencana strategi pembangunan

suatu wilayah. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan merupakan keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi

suatu wilayah dengan tujuan untuk meningkatan kesejahteraan mayarakat.

Proses pembangunan ekonomi jangka panjang biasanya akan membawa

dampak perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Dari sisi produksi perubahan

struktur ekonomi umumnya terjadi dari wilayah berbasis sektor pertanian menjadi

wilayah berbasis sektor industri, yang tergambar dari tingginya peran industri

manufaktur, sedangkan dari sisi permintaan perubahan struktur ekonomi terjadi

terutama didorong oleh peningkatan pendapatan yang terefleksi dalam

perubahan konsumsinya.

Dari sisi permintaan, ada tiga komponen utama yang membentuk PDRB

penggunaan Provinsi Jawa Barat, yaitu Pengeluaran Konsumsi ( pengeluaran

P

Page 2: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

29

konsumsi Rumah Tangga,

pengeluaran Konsumsi lembaga

non profit dan pengeluaran

Konsumsi pemerintah), Investasi

(PMTB + Inventori) dan Ekspor

Netto (selisih antara ekspor dan

impor).

Dinamika tiga komponen

utama PDRB penggunaan

Provinsi Jawa Barat pada

periode 2004 – 2006 menunjukan

pergerakan yang meningkat

(Grafik 1.).

Komponen konsumsi

meningkat dari 227,17 milyar

rupiah pada tahun 2004 menjadi

340,91 milyar rupiah pada tahun

2006 yang diukur atas dasar

harga berlaku.

Investasi (PMTB +

Inventori) atas dasar harga

berlaku juga mengalami

peningkatan dari 59,563 milyar

0,00

50.000,00

100.000,00

150.000,00

200.000,00

250.000,00

300.000,00

350.000,00

Mily

ar R

upia

h

Grafik 1. Tiga komponen Utama

PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006

1. Konsumsi adh berlaku 227.171,65 287.222,83 340.916,61

2. Investasi adh berlaku 59.563,31 76.669,14 90.844,54

3. Ekspor netto adh berlaku 25.478,73 26.000,03 40.551,23

2004 2005 2006

Page 3: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

30

rupiah pada tahun 2004 menjadi 90,844 milyar rupiah pada tahun 2006.

Peningkatan masih mengandung unsur Statistical Discrepancy yang terdapat

pada sektor dan komponen lainnya. Sedangkan komponen ekspor netto

menunjukan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 25,478 milyar rupiah

pada tahun 2004 menjadi 40,551 milyar rupiah pada tahun 2006 yang diukur

atas dasar harga berlaku.

Dengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana

nilai PDRB merupakan nilai seluruh pengeluaran akhir dikurangi nilai total

impor, maka dapat diterjemahkan bahwa semua barang dan jasa yang dibeli

suatu wilayah berasal dari produk wilayah itu sendiri (PDRB) dan dari produk luar

wilayah (impor). Oleh karena itu persentase impor terhadap total pembelian

barang dan jasa dapat dijadikan indikator ketergantungan akan barang dan jasa

suatu wilayah.

Persentase impor Provinsi Jawa Barat terhadap pengeluaran akhir

menunjukan penurunan yang cukup berarti, yaitu dari 34,33 persen (tahun 2004),

31,95 persen (tahun 2005) dan pada tahun 2006 menjadi 27,93 persen, ini

menggambarkan bahwa provinsi Jawa Barat mulai mengurangi penggunaan

barang impor pada seluruh pengeluaran akhirnya, dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa total seluruh pembelian barang dan jasa di Provinsi Jawa Barat

selama periode tahun 2004 – 2006 memiliki proporsi barang/jasa impor yang

makin menurun. (Tabel 1).

Page 4: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

31

Tabel 1. Persentase Impor terhadap Total Nilai Pengeluaran Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006

Tahun Uraian 2004 2005 2006

(1) (2) (3) (4)

1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304,458.45 389,268.65 473,556.76

2. Impor (milyar rupiah) 159,165.31 182,750.71 183,546.03

3. Total Nilai Pengeluaran (Milyar rupiah) 463,623.76 572,019.36 657,102.79

Persentase Impor terhadap total pengeluaran (persen) 34.33 31.95 27.93

Dilihat dari distribusi atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 tiap

komponen menunjukan bahwa komponen konsumsi yang meliputi konsumsi

rumah tangga, konsumsi pemerintah dan konsumsi lembaga non profit

merupakan pengguna terbesar dari PDRB Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar

72,18 persen, diikuti oleh komponen Investasi sebesar 19,23 persen dan ekspor

netto sebesar 8,59 persen. (Grafik 2.)

Grafik 2.

Distribusi PDRB Menurut Komponen Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006

4 . Ek spor ne t t o8 . 5 9 %2 . I nv e st a si

19 . 2 3 %

1. Konsumsi7 2 . 18 %

Page 5: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

32

Provinsi Jawa Barat yang memiliki penduduk sampai dengan 40 juta,

merupakan pangsa pasar yang sangat baik yang dapat memacu perkembangan

ekonomi dengan syarat pendapatan dan daya beli masyarakatnya juga terus

meningkat, sehingga permintaan terhadap konsumsi juga akan meningkat.

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2006 mencapai

6,01 persen yang merupakan pertumbuhan tertinggi selama periode 2004–2006.

Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini tampaknya dipacu oleh pergerakan

selisih ekspor dan impor (ekspor netto), yaitu sebesar 39,83 persen. Perubahan

ekspor netto atas dasar harga konstan tahun 2000 bergerak dari 14.257,92

milyar rupiah pada tahun 2004, 16.741,96 milyar rupiah pada tahun 2005

menjadi 23.410,10 milyar rupiah pada tahun 2006, dengan nilai tersebut ekspor

netto yang pada tahun 2004 sempat terdepresiasi sebesar – 29,12 persen pada

tahun 2005 meningkat sebesar 17,42 persen dan pada tahun 2006 lajunya

meningkat lagi sebesar 39,83 persen. Hal ini berarti pemasukan dari ekspor jauh

lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk impor, akan tetapi ini belum

menunjukan kinerja komponen ekspor sebenarnya (Grafik 3.).

Pergerakan yang berlawanan diperlihatkan oleh pergerakan Investasi

yang pada tahun 2006 menunjukan laju yang melemah yaitu dari diatas 9 persen

pada tahun 2004 dan 2005 menjadi hanya sekitar 2,74 persen pada tahun 2006,

dengan pergerakan atas dasar harga konstan tahun 2000 dari 44.443 milyar

rupiah pada tahun 2004 menjadi 51.963 milyar rupiah pada tahun 2006.

Penurunan ini tampaknya berkaitan turunnya realisasi penanaman modal

nasional, karena menurut laporan BKPM dari nilai realisasi investasi nasional

Page 6: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

33

pada tahun 2006 ternyata investasi di Provinsi Jawa Barat merupakan investasi

terbesar dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kenyataan ini hanya

menggambarkan bahwa provinsi Jawa Barat memiliki daya tarik yang kuat bagi

para investor.

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

Pers

enGrafik 3.

Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Komponen PDRB Penggunaan Provinsi Jawa Barat Tahun 2004- 2006

LPE Jawa Barat 4,77 5,62 6,01

Konsumsi 3,58 6,41 7,87

Net Ekpor -29,12 17,42 39,83

Investasi 9,76 13,81 2,74

2004 2005 2006

3.1. Pengeluaran Konsumsi RumahTangga

onsumsi Rumah Tangga sering kali dijadikan barometer

kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Peningkatan konsumsi dan

perubahan proporsi pola konsumsi dari makanan menuju non

makanan dijadikan indikator peningkatan pendapatan, kemampuan daya beli

K

Page 7: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

34

yang pada akhirnya dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Secara teoritis peningkatan konsumsi rumah tangga dipacu oleh

pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh karena

itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan menjadi mutlak bagi

kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.

Peningkatan permintaan atau konsumsi merupakan pangsa pasar yang

dapat menggerakan roda perekonomian berjalan lebih cepat dan akan

menggerakan sektor-sektor usaha untuk memenuhi permintaan tersebut.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen utama PDRB

penggunaan. Berdasarkan PDRB dari sisi permintaan atau PDRB penggunaan

atas dasar harga berlaku Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006 terlihat

peningkatan dari 200,793 milyar rupiah pada tahun 2004 menjadi 303,297 milyar

rupiah pada tahun 2006. Kontribusi komponen ini terhadap perekonomian Jawa

Barat pada tahun 2006 sebesar 64,05 persen, lebih rendah bila dibandingkan

kontribusi tahun sebelumnya yang mencapai 66,28 persen. Fluktuasi konsumsi

rumah tangga ini terpengaruh oleh tingkat harga (inflasi) dan pendapatan rumah

tangga.

Dengan jumlah penduduk sekitar 40 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi

yang mencapai 6,01 persen pada tahun 2006, maka provinsi Jawa Barat menjadi

wilayah pangsa pasar yang menarik. Apakah peningkatan jumlah konsumsi

rumah tangga dan peningkatan jumlah penduduk Jawa Barat dapat

menggerakan roda perekonomian di Jawa Barat, itu sangat tergantung dari

barang yang dikonsumsi penduduk apakah berasal dari produk lokal ataukah

Page 8: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

35

dari produk impor, hal ini memerlukan kajian dan penelitian khusus yang lebih

mendalam.

Bila dilihat dari pembentuknya komponen konsumsi rumah tangga dapat

dikelompokan menjadi dua, konsumsi makanan dan konsumsi non makanan.

Konsumsi Rumah Tangga merupakan total penjumlahan dari seluruh konsumsi

masyarakat di suatu wilayah, jika dibagi dengan jumlah penduduk akan

merupakan konsumsi rata – rata perkapita. Konsumsi Rumah Tangga tahun

2006 terjadi peningkatan sebesar 4.56 persen. Jika ada pertambahan penduduk

yang miskin bisa dipastikan bahwa penduduk yang lebih kaya juga meningkat.

Walaupun konsumsi makanan

masih menunjukan peran yang dominan,

akan tetapi terjadi pergerakan penurunan

kontribusi konsumsi makanan dari tahun

2004 – 2006 terhadap total konsumsi

rumah tangga, yaitu dari 55.00 persen

pada tahun 2004 menjadi 54.85 persen

pada tahun 2006, sedangkan konsumsi

non makanan perannya menguat dari

45.00 persen pada tahun 2004 menjadi

45.15 persen pada tahun 2006. Secara

teori pergerakan ini menunjukan

perubahan pola konsumsi yang menggambarkan peningkatan kesejahteraan,

yaitu dari pemenuhan kebutuhan untuk makanan menunju pemenuhan

Grafik 4. Distribusi Konsumsi Makanan dan Non Makanan terhadap Konsumsi

Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2004 2005 2006

Makanan Non Makanan

Page 9: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

36

kebutuhan di luar makanan (grafikl 4.). Dengan laju sebesar 4.56 persen

konsumsi rumah tangga mempunyai andil 2.98 persen terhadap Laju

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat yang mencapai 6.01 persen. Konsumsi

Rumah tangga memberikan andil terbesar terhadap LPE.

Arah pola konsumsi tersebut dalam menggambarkan kesejahteraan perlu

kajian yang lebih mendalam, mengingat saat ini banyak sekali kemudahan

masyarakat untuk mengakses dunia perbankan untuk keperluan konsumsi non

makanan, secara kasat mata konsumsi rumah tangga melaui jalur pinjaman

makin menguat.

Kemudahan rumah tangga untuk mendapatkan barang-barang konsumsi,

seperti kendaraan bermotor, barang-barang elektronik atau barang keperluan

rumah tangga lainnya melalui kredit perbankan, lembaga keuangan lainnya atau

bahkan melalui pinjaman perorangan atau arisan tampaknya menjadi trend saat

ini.

Secara ekonomi kegiatan semacam ini akan meningkatkan gerak roda

perekonomian, dengan berbagai kemudahan tersebut masyarakat dipacu untuk

meningkatkan konsumsi rumah tangganya, akan tetapi dilihat dari segi

pemanfaatan oleh rumah tangga belum tentu barang-barang yang dibeli akan

menjadi alat penggerak ekonomi rumah tangga. Bila penggunaan barang yang

didapat dengan mudah ini menjadi alat peningkatan ekonomi rumah tangga

maka dampak dari hal tersebut akan menghidupkan kekuatan “grass root“

dalam meningkatan pendapatannya, bahkan akan menggerakan roda

pembangunan ekonomi yang pesat.

Page 10: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

37

3.2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit

engertian lembaga Non Profit secara umum adalah setiap lembaga

nirlaba yang independen dan tidak terpengaruh oleh institusi

pemerintah. Secara khusus Bank Dunia mendefinisikan Non

Government Organization atau kemudian juga diterjemahkan sebagai organisasi

swasta yang pada umumnya bergerak dalam kegiatan-kegiatan pengentasan

kemiskinan, mengangkat dan menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin

atau pihak yang terpinggirkan, memberikan pelayanan sosial dasar, atau

melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Pada umumnya lembaga ini selalu mendapat dukungan dari pemerintah

dan berbagai lembaga donor internasional. Hal ini menunjukkan bahwa

walaupun pemerintah selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dikembangkan

oleh lembaga ini namun perkembangannya belum mampu mendongkrak

perkembangan ekonomi Jawa Barat secara agregat jika dibandingkan dengan

komponen-komponen penyusun PDRB yang lain.

Kontribusi Lembaga Non Profit di Jawa Barat sangat kecil kurang dari 1

persen dari nilai PDRB. Penurunan proporsi dari tahun 2004 – 2006 terus terjadi.

Tahun 2004 sekitar 0,71 persen, tahun 2005 dengan nilai 0,46 persen, di tahun

2006 bahkan hanya 0,44 persen (Tabel 2.). Mengingat peran lembaga ini lebih

banyak orientasi pada pelayanan masyarakat dan dibiayai pemerintah maka

dapat diasumsikan bahwa peran komponen ini masih stagnan, tampaknya

pemerintah belum mengoptimalkan peran komponen ini untuk membantu dalam

P

Page 11: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

38

pelayanan masyarakat atau lembaga-lembaga non profit ini belum dapat

menunjukan kinerja yang baik. Dengan prediksi bahwa lembaga non profit ini

belum dapat bekerja dengan optimal maka pengaliran dana untuk pelayanan

masyarakat masih bersifat langsung dari pemerintah pada masyarakat tidak

melalui lembaga non profit, bisa terlihat bahwa program pemerintah untuk

bantuan pelayanan masih langsung dari pemerintah kepada masyarakat

penerima manfaat seperti Bantuan Langsung Tunai.

Tabel 2. Persentase Konsumsi Lembaga Non Profit Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Barat

Tahun 2004 – 2006

Tahun Uraian 2004 2005 2006

(1) (2) (3) (4)

1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304,458.45 389,268.65 473,556.76 2. Pengeluaran Konsumsi LNP (Milyar rupiah) 2,148.10 1,783.63 2,104.10 Persentase Pengeluaran Konsumsi LNP terhadap PDRB (persen) 0.71 0.46 0.44

Nilai komponen ini pada Tahun 2006 sebesar 2,104,milyar rupiah lebih

besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya bernilai 1,783 milyar

rupiah, akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2004 yang

memiliki nilai sebesar 2,148 milyar.

Laju pertumbuhan komponen ini periode 2004 – 2006 sangat berfluktuatif.

Pada tahun 2004 komponen ini melaju sangat tinggi yaitu sebesar 30,77 persen,

akan tetapi pada tahun 2005 terdepresiasi menjadi – 24,23 persen, sedangkan

pada tahun 2006 mengalami peningkatan penguatan sebesar 4,77 persen.

Page 12: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

39

Fluktuasi ini banyak terkait dengan besaran sumbangan dan bantuan baik dari

pemerintah ataupun lembaga dalam dan luar negeri.

Lonjakan pada tahun 2004 diperkirakan karena adanya kegiatan Pemilu

dimana Parpol dan LSM banyak terlibat didalamnya, sedangkan peningkatan

pada tahun 2006 dimungkinkan juga karena banyaknya kegiatan pilkada pada

tahun 2006 di Jawa Barat, disamping juga sebagai akibat peningkatan aktivitas

lembaga non profit ini dalam menyalurkan bantuan pada daerah yang terkena

bencana alam.

3.3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

engeluaran konsumsi Pemerintah meliputi konsumsi

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat

meliputi seluruh instansi negara, baik yang ada di pusat

maupun kantor wilayah (vertikal) nya di daerah. Sedangkan Pemerintah Daerah

meliputi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintahan

Desa beserta perangkat dinasnya di masing-masing tingkat pemerintahan

tersebut. Pengeluaran konsumsi Pemerintah tingkat provinsi mencakup

konsumsi Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, ditambah dengan

konsumsi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat yang merupakan bagian

dari konsumsi Pemerintah Provinsi.

Dana konsumsi pemerintah bersumber dari pajak yang diambil dari

masyarakat, yang berarti peningkatannya berkaitan dengan kemampuan

P

Page 13: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

40

masyarakat membayar pajak.

Dalam teori ekonomi tingkat pajak akan mempengaruhi mutiplier regional.

Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan multiplier regional, akan tetapi pajak

pada akhirnya akan menjadi pengeluaran pemerintah yang tentunya akan

meningkatkan pendapatan regional.

Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari pemerintah membutuhkan

anggaran yang digunakan untuk keperluan belanja rutin pegawai dan keperluan

pembiayaan pembangunan. Besar kecilnya pengeluaran konsumsi Pemerintah

dipengaruhi oleh komponen belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal

serta belanja pemerintah lainnya. Peran yang dimiliki oleh pemerintah ini

digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan pelayanan yang tidak

dapat dilakukan oleh pihak swasta. Jumlah pengeluaran pemerintah ini

merupakan salah satu komponen penting dari PDRB.

Secara teoritis kenaikan pengeluaran pemerintah sejak tahun 2004

hingga tahun 2005 merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan

pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk

meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan kehidupan

perekonomian.

Selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 pengeluaran

pemerintah secara nominal selalu semakin membesar dari tahun ke tahunnya

sesuai dengan peningkatan pada APBD dan APBN. Kontribusi Konsumsi

Pemerintah pada periode tersebut berkisar antara 7 sampai dengan 8 persen.

Pada tahun 2004 dengan pengeluaran sebesar 24,229 milyar rupiah memberikan

Page 14: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

41

kontribusi 7,96 persen terhadap total PDRB, pada tahun 2005 dengan nilai

27,419 milyar rupiah mencapai 7,04 persen. Sedangkan pada tahun 2006

dengan nilai 35,514 milyar rupiah kontribusinya mencapai 7,50 persen (Tabel 3.).

Tabel 3. Persentase Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Terhadap

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Pengeluarah Total Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006

Tahun Uraian 2004 2005 2006

(1) (2) (3) (4)

1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304,458.45 389,268.65 473,556.76 2. Konsumsi Pemerintah (Milyar rupiah) 24,229.78 27,419.14 35,514.67 Persentase Pengeluaran Konsumsi Pemerintah terhadap PDRB (persen) 7.96 7.04 7.50

Pola proporsi pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun 2004 –

2006 terhadap PDRB menunjukan kesamaan, tampaknya pembiayaan

pemerintah relatif setabil proporsinya.

Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun 2006

mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 17,25 persen.

Peningkatan ini merupakan peningkatan tertinggi selama peride tahun 2004 -

2006, pada tahun 2004 konsumsi pemerintah memiliki laju sebesar 7,03 persen

dan pada tahun 2005 sebesar 5,28 persen. Peningkatan pengeluaran konsumsi

pemerintah tampaknya diarahkan pada hal-hal yang bersifat pelayanan secara

langsung pada masyarakat baik untuk pelayanan pendidikan ataupun kesehatan

khususnya pada kelompok miskin, guna meningkatkan daya beli masyarakat

yang memang secara periodik “ gencar“ dilakukan pemerintah sejak pemerintah

Page 15: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

42

mencanangkan pengurangan subsidi BBM, khusus di Jawa Barat peningkatan

lebih banyak diarahkan pada program akselerasi pencapaian IPM 80 tahun 2010

dengan berbagai kegiatan ekonomi rakyat, berupa peningkatan bantuan modal

bergulir. .

3.4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

ara pakar ekonomi sependapat bahwa untuk mendorong roda

perekonomian salah satu mesin penggeraknya adalah investasi.

Dalam konteks PDRB Penggunaan, investasi dikenal sebagai

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ditambah dengan inventory. PMTB

menggambarkan adanya proses penambahan dan pengurangan barang modal

pada tahun tertentu. PMTB disebut sebagai “bruto” karena di dalamnya masih

terkandung unsur penyusutan, atau nilai barang modal sebelum diperhitungkan

nilai penyusutannya. PMTB adalah semua pengadaan barang modal untuk

digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed assets).

Sumber dana investasi dapat berasal dari tabungan domestik atau

pinjaman luar negeri yang meningkatkan tingkat tabungan suatu daerah.

Perkembangan lembaga keuangan juga mempengaruhi tingkat tabungan karena

berhubungan dengan kemungkinan investor asing untuk melakukan investasi.

Bagi wilayah yang memiliki tingkat tabungan domestik tidak memadai

untuk menjalankan negara sekaligus berinvestasi, maka alternatif yang dilakukan

umumnya adalah melalui pinjaman luar negeri atau mengundang investor untuk

P

Page 16: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

43

berinvestasi.

Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan Incremental Capital

Output Ratio (ICOR). ICOR menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif

akibat adanya investasi. Dengan ICOR kita dapat melihat efisiensi penggunaan

modal yang secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu

daerah pada tahun tertentu.

Jawa Barat yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya

manusia memadai, ditambah dengan kemudahan akses dan ketersediaan

berbagai prasarana tentu menjadi daya tarik tersediri bagi para investor,

Berdasarkan laporan BKPM pada tahun 2006 disebutkan bahwa Jawa Barat

merupakan provinsi tertinggi dalam realisasi investasi dibandingkan Provinsi lain.

Untuk melihat perkembangan investasi, khususnya pembentukan barang modal

tetap bruto dapat dilihat dari PDRB penggunaan. Dilihat dari Institusi pelaku

PMTB terbagi empat yaitu : Swasta, rumah tangga, BUMN dan BUMD dan

Pemerintah. Dengan demikian selain para investor swata, pemerintah

diharapkan dapat memperbesar porsi pengeluarannya untuk barang modal.

Belanja pemerintah dalam bentuk barang modal ( terutama Infrastruktur) menjadi

stimulus yang mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pembangunan

ekonomi.

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atas dasar harga berlaku dan

atas dasar harga harga konstan 2000 provinsi Jawa Barat pada tahun 2006

masih mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, untuk PMTB atas

dasar harga berlaku bergerak dari 63,646,174 juta rupiah menjadi 75,641,574,

Page 17: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

44

sedangkan untuk harga konstan bergerak dari 42,337,806 juta rupiah menjadi

44,229,376 juta rupiah.

Tabel 4. Persentase PMTB terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Pengeluarah Total Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006

Tahun Uraian 2004 2005 2006

(1) (2) (3) (4)

1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304,458.45 389,268.65 473,556.76 2. Total Pengeluaran (PDRB + Impor) (milyar rupiah) 463,623.76 572,019.36 657,102.79 4. PMTB (Milyar rupiah) 49,749.37 63,646.17 75,641.57 Persentase PMTB terhadap total PDRB (persen) 16.34 16.35 15.97 Persentase PMTB terhadap total Pengeluaran akhir(persen) 10.73 11.13 11.51

Dilihat dari proporsinya terhadap penggunaan PDRB pada tahun 2006

sebesar 15,97 persen lebih rendah dibandingkan proporsi pada tahun 2004 dan

2005 yang berada di atas 16 persen. Kondisi perekonomian tahun 2004 diyakini

banyak para ahli merupakan tahun yang sangat baik, secara internasional,

nasional dan juga imbasnya pada Jawa Barat, hal ini juga berimbas pada besar

investasi yang ditanamkan. Bila kita lihat proporsi penggunaan PMTB terhadap

seluruh pengeluaran (PDRB + impor), maka terlihat bahwa dari tahun 2004 –

2006 proporsi PMTB terlihat pola yang terbalik, yaitu proporsi untuk PMTB dari

tahun 2004 – 2006 menunjukan peningkatan, dari 10,73 pada tahun 2004

menjadi 11,13 pada tahun 2005 dan menguat menjadi 11,51 pada tahun 2006.

Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa barang modal yang bergerak dari impor

Page 18: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

45

makin tinggi di Jawa Barat walaupun diperlukan penelitian yang lebih lanjut

(Tabel.4).

Laju pertumbuhan PMTB atas dasar harga konstan pada tahun 2006

sebesar 4.47 persen atau melemah dibandingkan tahun sebelumnya yang

melaju 11,97 persen. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi pada

tahun pada tahun 2006 meningkat sebesar 6,01 persen lebih tinggi

dibandingakan dengan tahun 2004 dan 2005 (grafik 5.), seolah-olah PMTB tidak

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, perlu dipahami bahwa terkadang PMTB

yang terbentuk belum tentu langsung meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi

karena ada kalanya PMTB yang dibentuk bersifat investasi jangka panjang yang

baru terlihat hasilnya pada tahun-tahun berikutnya, seperti investasi dalam

bentuk sarana dan prasarana, juga investasi pada sektor-sektor yang

membutuhkan waktu dari satu tahun untuk dapat memulai berproduksinya.

Menurut berbagai pendapat asosiasi pengusaha investasi yang terjadi pada

tahun 2006, sangat sedikit yang menyalur pada sektor industri, tampaknya para

investor masih dalam posisi menunggu keluarnya rancangan undang-undang

penanaman modal yang tengah digodok pemerintah bersama DPR.

Page 19: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

46

4.77

5.62

6.01

10.33

11.97

4.47

0

5

10

15

2004 2005 2006

Grafik 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PMTB Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006

Laju PMTB atas dasar Harga konstan 2000 LPE

Mengingat pentingnya PMTB dalam menggerakan perekonomian, juga

dapat memberi dampak peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja,

maka kinerja PMT B ini harus dapat dipertahankan terus dan berkesinambungan.

Secara teori ekonomi terdapat beberapa kebijakan yang dijadikan rujukan dalam

meningkatkan kinerja PMTB atau investasi secara umum. Beberapa pendapat

tersebut adalah :

1. Mengusahakan sarana dan prasarana perhubungan yang baik dan lancar,

serta perbaikan arus komunikasi dan penyebar luasan informasi potensi

wilayah.

2. Mengusahakan masuknya dana investasi dari pemerintah pusat atau luar

negeri sebanyak-banyaknya, termasuk investasi swata dalam dan luar

negeri, dengan cara menawarkan program-program yang bisa dibiayai

atau menarik untuk dibiayai.

3. Memantau kebutuhan wilayah lain atau luar negeri untuk melihat potensi

wilayah yang dapat dikembangkan untuk memberikan penawaran.

Page 20: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

47

Pentingnya menarik investor untuk menanamkan modal baik berupa

investasi untuk kegiatan baru atau perluasan dari usaha yang telah ada karena

dapat berdampak pada penambahan lapangan kerja, peningkatan pendapatan

dan menggerkan roda perekonomian secara umum. Hal yang perlu mendapat

perhatian tentunya adalah investasi diarahkan pada basis ekonomi yang banyak

menggunakan komponen lokal dengan daya saing yang tinggi serta dapat

bersinergi dengan usaha yang telah terbentuk.

Kendala yang menghambat masuknya para investor baik berupa stabilitas

sosial, peraturan-peraturan dan jaminan penanaman modal harus mendapat

perhatian dan kemudahan tanpa mengorbankan kualitas sumber daya alam dan

usaha tingkat bawah yang telah ada dan berkembang.

3.5. Ekspor dan Impor

eperti dijelaskan sebelumnya, bahwa ekspor netto Provinsi Jawa

Barat pada Tahun 2005 dan 2006 menunjukan lonjakan yang sangat

tinggi, Komoditas non migas seperti barang-barang dari karet, besi

dan baja serta kendaraan bermotor untuk jalan raya diperkirakan sebagai

pendorong utama peningkatan ekspor netto Jawa Barat pada tahun 2006.

Bila kita kaji lebih dalam dari unsur pembentuk ekspor netto, sebenarnya

kinerja ekspor Jawa Barat mengalami penurunan sebesar -5,01 persen

dibandingkan tahun sebelumnya, akan tetapi penurunan yang lebih besar terjadi

pada unsur impor yaitu sebesar -10,76 persen sehingga ekspor netto melonjak

S

Page 21: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

48

tinggi, sehingga seolah-olah memperlihatkan kinerja ekspor Provinsi Jawa Barat

tahun 2006 meningkat pesat (Grafik 6.).

Grafik 6. Pertumbuhan Konsumsi, Ekspor dan Impor

Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006

-20

-10

0

10

20

2004 2005 2006

eksporimporKonsumsi

Nilai impor ke provinsi Jawa Barat pada tahun 2006 mengalami

penurunan dibandingkan dengan tahun 2005, Apakah penurunan impor ini

berarti konsumsi rumah tangga, lembaga nirlaba dan pemerintah untuk

memenuhi kebutuhannya menggunakan produk lokal ? Mungkin saja, karena

bila dibandingkan dengan laju konsumsi ternyata konsumsi mengalami

peningkatan jadi bisa diasumsikan konsumsi barang lokal makin meningkat

sedangkan konsumsi barang impor menurun, bila kita kaitkan dengan penjelasan

sebelumnya yaitu meihat keterkaitan atara seluruh pengeluaran ternyata sejalan

dengan prediksi tersebut. Meskipun berbeda dengan pemakaian barang modal

terhadap barang impor yang diindikasikan ada penguatan.

Page 22: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

49

Grafik 7 Distribuisi Komponen Ekspor dan Impor

Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 dan 2006

Tahun 2005

ekspor antar

negara67%

ekspor antar

daerah27%

ekspor Jasa6%

Tahun 2006

ekspor antar

negara65%

ekspor antar

daerah30%

ekspor Jasa5%

Tahun 2005

impor antar

negara48%

impor antar

daerah38%

impor Jasa14%

Tahun 2006

impor antar

negara43%

impor antar

daerah42%

impor Jasa15%

Bila kita lihat kontribusi ekspor dan impor menurut asal dan tujuan

wilayahnya pada tahun 2005 dan 2006, tampaknya mulai terjadi pergeseran

struktur dimana tujuan ekspor dari provinsi Jawa Barat ke wilayah lain di

Indonesia mengalami penguatan sedangkan ekspor ke luar negara mengalami

penurunan, secara nasional mungkin hal ini cukup baik karena kebutuhan

daerah lain dipenuhi dari hasil Jawa Barat, (Grafik.7)

Dilihat dari sisi impor pola yang sama terjadi, Nilai impor Jawa Barat dari

wilayah lain di Indonesia menguat sedangkan impor dari luar negara menurun,

apakah hal ini menunjukan tanda-tanda pengurangan ketergantungan Jawa

Barat terhadap produk impor luar negeri ? Barang – barang impor yang

Page 23: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

50

dibongkar di pelabuhan Tanjung Priok lewat importir di Jakarta kemudian disebar

ke seluruh Indonesia termasuk Jawa Barat dianggap sebagai impor antar

daerah.

Bila diasumsikan bahwa semua produk ekspor merupakan hasil produk

regional Jawa Barat, maka dari distribusi ekpor ke luar negeri dibandingkan total

PDRB dapat memberikan gambaran tentang orientasi ekspor produk provinsi

Jawa Barat.

Tabel 5. Persentase ekpor terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006

Tahun Uraian 2004 2005 2006

(1) (2) (3) (4)

1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304,458.45 389,268.65 473,556.76 2. Ekpor antar negara (milyar rupiah) 118,740.17 140,259.44 145,878.46 4. Ekspor antar Wilayah (Milyar rupiah) 54,409.42 56,069.97 66,181.34 Persentase ekspor antar negara terhadap total PDRB (persen) 39.00 36.03 30.80 Persentase ekspor antar daerah terhadap total PDRB (persen) 17.87 14.40 13.98

Dari tabel 5. terlihat bahwa Nilai tambah yang terjadi di Jawa Barat dari

hasil produksi regionalnya dari tahun 2004 – 2006, menunjukan penurunan

proporsi baik pada unsur ekspor antar negara maupun ekspor antar daerah, hal

ini menggambarkan bahwa konsumsi lokal Jawa Barat makin kuat menggunakan

produk hasil lokal Jawa Barat.

Penurunan proporsi penggunaan untuk ekspor antar negara dari tahun

2004 – 2006 bergerak dari 39,00 persen pada tahun 2004 menjadi 30,80 persen

Page 24: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

51

pada tahun 2006 , sedangkan penggunaan untuk ekspor antar daerah bergerak

dari 17,87 persen pada tahun 2004 menjadi 13,98 persen.

Guna dapat meningkatkan pola ekspor yang dapat meningkatkan

pendapatan daerah secara berkesinambungan maka perlu kiranya pemerintah

membuat kebijakan umum dan rencana strategis kedepan. Berdasarkan

beberapa teori ekonomi ada beberapa kebijakan umum yang dapat dilakukan

guna dapat mempertahankan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan,

khususnya untuk pemenuhan kebutuhan wilayah secara Regional dan Nasional

dapat dikemukan beberapa pola kebijakan sebagai berikut :

1. Mendorong usaha dan mengarahkan pada sektor basis orientasi ekspor,

khususnya meningkatkan mutu agar dapat bersaing dengan produk luar

negeri, dengan memanfaatkan UKM yang diarahkan untuk berorientasi

ekspor.

2. Mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk lokal dan

mendorong industri untuk lebih banyak memakai komponen atau bahan

baku lokal, serta mendorong pembangunan industri berorientasi ekspor

dan industri substitusi impor.

3. Menentukan sektor dan komoditi basis yang diperkirakan bisa tumbuh

cepat dan orientasi ekspor secara berksinambungan dan besar-besaran,

serta dapat bersinergi dengan sektor lain dan mendorong sektor lain juga

turut tumbuh.

Page 25: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

52

3.6. Kesimpulan

eberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian di atas selama

periode tahun 2004 – 2006 adalah sebagai berikut:

1. PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2004 – 2006 menurut

Penggunaan menunjukan peningkatan.

2. Laju pertumbuhan Ekonomi pada tahun 2006 sebesar 6,01

persen merupakan laju pertumbuhan yang tertinggi selama

pasca krisis di Indonesia.

3. Konsumsi Rumah Tangga dari tahun ke tahun menunjukan

peningkatan, hal ini berkaitan dengan pertumbuhan penduduk

dan peningkatan pendapatan masyarakat.

4. Lebih dari 70 persen Nilai PDRB provinsi Jawa Barat Tahun

2006 digunakan untuk konsumsi, baik untuk konsumsi rumah

tangga, konsumsi lembaga non profit maupun pengeluaran

konsumsi pemerintah.

5. Pertumbuhan Ekspor netto yang tinggi pada tahun 2006

ternyata tidak didukung pertumbuhan ekspor akan tetapi karena

penurunan impor yang lebih tinggi dari penurunan ekspor.

6. Proporsi unsur impor dalam total pengeluaran selama periode

2004 – 2006 menunjukan penurunan, artinya pembelian barang

dan Jasa di Provinsi Jawa Barat mulai mengarah pada

B

Page 26: BAB III-06 baru - jabarprov.go.idjabarprov.go.id/root/pdrb/PDRBPenggunaan2007BABIII.pdfDengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh

PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006

53

pembelian hasil produk regionalnya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa di Jawa Barat mengalami laju

pertumbuhan ekonomi yang selalu positif pada periode tahun 2004-2006. Hal ini

menunjukkan adanya kinerja ekonomi yang positif, hal tersebut diharapkan

bukan hanya sekedar data saja melainkan dengan indikator-indikator lainnya

yang ada pada komponen-komponen dalam PDRB dapat menjadi early warning

bagi pemerintah daerah setempat sehingga dapat merencanakan kebijakan

pembangunan ekonomi selanjutnya.