BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II....

64
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang kehandalan pelayanan (p – value : 0,003) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang daya tanggap pelayanan (p – value : 0,0001) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang jaminan pelayanan (p – value : 0,0001) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang empati pelayanan(p – value : 0,0001) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawatjalan di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang daya buktilangsung pelayanan (p – 8

Transcript of BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II....

Page 1: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empirik

Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang

Mutu Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat Jalan

Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Hasil analisis menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang kehandalan pelayanan (p – value

: 0,003) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas

Pandanaran Kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang

daya tanggap pelayanan (p – value : 0,0001) dengan minat pemanfaatan ulang

pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Terdapat

hubungan antara persepsi pasien tentang jaminan pelayanan (p – value : 0,0001)

dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran

Kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang empati

pelayanan(p – value : 0,0001) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan

rawatjalan di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Terdapat hubungan antara

persepsi pasien tentang daya buktilangsung pelayanan (p – value : 0,003) dengan

minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran Kota

Semarang.

Fajar, dkk (2010) dengan judul Kepuasan Pasien Jamkesmas Terhadap

Kualitas Pelayanan Kesehatan Di Poli Umum Puskesmas Petaling Kabupaten

Bangka. Jaminan Kesehatan Masyarakat adalah program bantuan sosial pemerintah

bagi masyarakat miskin. Hasil riset Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan

bahwa kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui Program

8

Page 2: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

JAMKESMAS masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari laporan pelaksanaan Program

JPKM-ASKESKIN tahun 2007 dan laporan pelaksanaan Program JAMKESMAS

tahun 2008 di Puskesmas Petaling yang mengalami penurunan jumlah kunjungan

sebesar 60,52%. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kepuasan pasien JAMKESMAS terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Poli

Umum Puskesmas Petaling Kabupaten Bangka. Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan menggunakan importanceperformance analysis. Sampel

penelitian ini berjumlah 73 pasien JAMKESMAS yang diambil melalui teknik

purposive sampling. Alat pengumpulan data berupa data primer yang berasal dari

hasil kuesioner dan data sekunder yang berasal dari profil kesehatan Puskesmas

Petaling. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara keseluruhan

pelayanan kesehatan di Poli Umum PKM Petaling kurang memuaskan karena

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari 5 (lima) dimensi jasa pelayanan

masih ada 2 (dua) dimensi yang tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan

seperti dimensi keandalan dan ketanggapan. Nilai rata-rata tingkat kesesuaian

seluruh dimensi yaitu 82,49% dimana dimensi keandalan 78,47%, ketanggapan

80,70%, jaminan 85,01%, empati 82,68% dan berwujud 85,63%.

Darmawan (2003), melakukan penelitian tentang kepuasan pasien rawat inap

di rumah sakit daerah DKI Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian dijelaskan bahwa

secara keseluruhan gambaran kepuasan pada pelayanan rawat inap rumah sakit

daerah di Jakarta masih menunjukkan keadaan yang kurang memuaskan. Separoh

dari bagian pelayanan dari seluruh bagian pelayanan rawat inap rumah sakit daerah

dinilai oleh kelompok pasien telah memenuhi harapan mereka. Masih ada beberapa

bagian pelayanan rawat inap dipersepsikan kurang memenuhi kaharapan responden

9

Page 3: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

dari kelompok keluarga miskin yaitu kelambatan pelayanan pada bagian farmasi;

pelayanan dokter dalam hal keramahan, kecekatan, ketelitian, dan kepedulian;

seluruh aspek pelayanan laboratorium; seluruh aspek pelayanan radiologi; dan

seluruh aspek pelayanan fisiotrapi. Sebagain besar pasien keluarga miskin

menyatakan bahwa pelayanan rawat inap rumah sakit daerah telah memenuhi

harapan mereka khususnya untuk keadaan kebersihan bagian luar rumah, farmasi,

UGD, perawat, dokter, laboratorium, radiologi dan fisiotrapi.

Fahmalailani (2005), melakukan pengujian terhadap hubungan kualitas

pelayanan dengan kepuasan pengguna pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Derah Ulin Banjarmasin. Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah

tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empaty sebagai indikator

kualitas layanan pengguna jasa farmasi. Berdasarkan hasil penelitian dengan

menggunakan pendekatan Importance Performance Analysis, menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara variabel reliability, empaty dan tangibles maupun

kualitas pelayanan secara keseluruhan dengan kepuasan pengguna jasa di Instalasi

Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Sedangkan untuk variabel responsiveness dan

assurance tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kepuasan pengguna jasa

di Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Variabel empaty (sikap) merupakan

variabel yang paling kuat hubungannya dengan kepuasan pengguna jasa di Instalasi

Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.

Sabarniati (2007) menguji tentang analisis hubungan kualitas pelayanan

jasa kesehatan dengan kepuasan pasien di poli-poli rawat jalan Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Reliability, Responsiveness,

10

Page 4: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Assurance, Empathy, dan Tangibles secara keseluruhan dengan kepuasan pasien di

Poli-Poli rawat jalan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin.

Variabel Tangibles merupakan variabel yang paling kuat hubungannya dengan

kepuasan pasien di Poli-Poli rawat jalan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Ulin Banjarmasin. Hal ini sesuai dengan tanggapan pasien, kondisi fisik rumah sakit

menjadi perioritas utama bagi para pasien seperti tempat/ruang berobat, peralatan

kesehatan yang digunakan, waktu pelayanan pasien, dan kerapian petugas yang

merupakan satu kesatuan yang menjadi perhatian pasien pertama kali mereka

berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin. Dengan

demikian, jika ruangan berobat membuat pasien senang, peralatan yang tersedia

sangat memadai, dan petugasnya rapi dan ramah maka kepuasan pasien akan

meningkat. Tetapi sebaliknya, jika ruangan berobat tidak membuat pasien senang,

peralatan yang tersedia kurang memadai, dan petugasnya tidak ramah dan rapi

maka kepuasan pasien akan menurun. Oleh karena itu, kondisi fisik perlu lebih

diperhatikan.

2.2. Kajian Teoritis

2.2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan

kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan

yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat (Efendi, 2009: 374).

Menurut IBM (1982) mutu adalah memenuhi persyaratan yang diminta

konsumen, baik konsumen internal maupun eksternal, dalam hal layanan dan

produk yang bebas cacat (Al-Assaf, 2009: 142).

11

Page 5: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Menurut Xerox (1983) mutu adalah menyediakan konsumen kita dengan

produk yang inovatif dan layanan yang sepenuhnya memuaskan permintaan mereka

(Al-Assaf, 2009).

Menurut Al-Assaf (2009) mutu adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan

dan harapan konsumen, baik internal maupun eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan

sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap dan terus menerus (Al-Assaf, 2009).

Azwar (2008:20) mendefinisikan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya

yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit

serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, dan ataupun masyarakat.

Azwar (2008:21) menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah

menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat

kepuasan rata-rata penduduk, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar

dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Menurut Moenir (2005 : 212), terdapat beberapa faktor yang mendukung

berjalannya suatu pelayanan dengan baik, yaitu:

1. Kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam pelayanan.

2. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan.

3. Organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya

mekanisme kegiatan pelayanan.

4. Ketrampilan petugas.

5. Sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.

12

Page 6: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Menurut Lori dalam Wijoyo (2008: 112) ada 8 dimensi mutu pelayanan, yaitu:

1. Kompetensi teknis (Technical competence)

Adalah terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas,

manajer dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan

bagaimana cara petugas mengikuti standart pelayanan yang telah ditetapkan

dalam hal: kepatuhan, ketepatan (accuracy), kebenaran (reliability), dan

konsistensi.

2. Akses terhadap pelayanan (Acces to service)

Adalah pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial,

ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.

3. Efektivitas (Effectiveness)

Adalah kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang

menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standart

yang ada.

4. Efisiensi (Efficiency)

Adalah dimensi yang penting dari kualitas karena efisiensi akan mempengaruhi

hasil pelayanan kesehatan, apalagi sumberdaya pelayanan kesehatan pada

umumnya terbatas. Pelayanan yang efesien pada umumnya akan memberikan

perhatian yang optimal kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan

memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki.

5. Kontinuitas (Continuity)

Adalah klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan

(termasuk rujukan) tanpa mengulangi prosedur diagnose dan terapi yang tidak

perlu.

13

Page 7: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

6. Keamanan (Safety)

Adalah mengurangi resiko cidera, infeksi atau bahaya lain yang berkaitan

dengan pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien.

7. Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)

Adalah interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas,

dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang

baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai,

menjaga rahasia, menghormati, responsive, dan memberikan perhatian.

8. Kenyamanan (Amenities)

Adalah pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan

efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya

untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.

Amenities juga berkaitan dengan penampilan fisik dari fasilitas kesehatan,

personil,dan peralatan medis maupun non medis.

Sementara menurut Hidayat (2008: 97) factor-faktor yang mempengaruhi

pelayanan kesehatan adalah:

1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru

Mengingkat perkembanga ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan diikuti

oleh perkembangan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah penyakit-

penyakit yang sulit dapat digunakan penggunaan alat seperti leser, terapi

penggunaan gen dan lain-lain.

2. Nilai masyarakat

Dengan beragamnya masyarakat, maka dapat menimbulkan pemanfaatan jasa

pelayanan kesehatan yang berbeda. Masyarakat yang sudah maju dengan

14

Page 8: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

pengetahuan yang tinggi, maka akan memiliki keasadaran yang lebih dalam

pengunaan atau pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, demikian juga

sebaliknya.

3. Aspek legal dan etik

Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan atau

pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula tuntutan

hukum dan etik dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelaku pemberi

pelayanan kesehatan harus dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan

secara professional dengan memperhatikan nilai-nilai hokum dan etika yang ada

di masyarakat.

4. Ekonomi

Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih

diperhatikan dan mudah dijangkau, begitu juga sebaliknya, keadaan ekonomi ini

yang akan dapat mempengaruhi dalam system pelayanan kesehatan.

5. Politik

Kebijakan pemerintah melalui system politik yang ada akan semakin

berpengaruh sekali dalam system pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-

kebijakan yang ada dapat memberikan pola dalam sistem pelayanan.

Mutu dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Efendi,

2009: 342):

1. Berfokus pada pelanggan

Yang menentukan mutu barang dan jasa adalah pelanggan eksternal. Pelanggan

internal berperan dalam menentukan mutu manusia, proses dan lingkungan yang

berhubungan dengan barang dan jasa.

15

Page 9: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

2. Obsesi terhadap mutu

Penentuan akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu

yang ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi

yang telah ditentukan.

3. Pendekatan ilmiah

Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan

pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut.

4. Komitmen jangka panjang

Agar penerapan mutu dapat berhasil, dibutuhkan budaya organisasi yang baru.

Untuk itu, perlu ada komitmen jangka panjang guna mengadakan perubahan

budaya.

5. Kerja sama tim

Kerja sama tim, kemitraan, dan hubungan perlu terus-menerus dijalin dan dibina,

baik antar aparatur antar organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).

6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan

Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses di dalam suatu system atau

lingkungan. System yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar mutu

yan dihasilkan lebih meningkat.

7. Pendidikan dan pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang mendasar (fundamental). Disini

berlaku prinsip belajar yang merupakan proses tiada akhir dan tidak mengenal

batas usia.

Prinsip peningkatan mutu pelayanan menurut Wijoyo (2008: 116) adalah

sebagai berikut:

16

Page 10: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

1. Memenuhi kebutuhan pasien

a. Memenuhi pelayanan yang di inginkan pasien.

b. Memenuhi apa yang dipikirkan pasien tentang pelayanan yang anda berikan.

c. Membangun kebersamaan antara pasien dan petugas terhadap pelayanan

kesehatan yang diberikan.

2. Mengukur dan menilai pelayanan yang diberikan

a. Mengukur dan menilai apa yang dilakukan.

b. Mengukur pengaruh pelayanan yang diberikan terhadap kepuasan pasien.

c. Mengukur dan menilai variable yang penting guna perbaikan.

3. Memperbaiki proses pelayanan

a. Menyederhanakan memperbaiki proses terus menerus, sesuai standar

pelayanan.

b. Mengurangi kesalahan dan hasil yang buruk.

4. Meningkatkan mutu pemberi pelayanan

a. Integrasi tim untuk mengurangiduplikasi hasil pekerjaan dan pemborosan

sumberdaya.

b. Memberikan penghargaan, meningkatkan tanggung jawab, dan kerjasama

dalam pelayanan kesehatan.

c. Membentuk dan mmberdayakan GKM atau kelompok budaya kerja.

5. Memenuhi (kuantitas) dan kualitas sarana dan prasarana yang digunakan untuk

melakukan pelayanan kesehatan.

Tingkat pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada masyarakat. Menurut Leavel dan Clark (Hidayat, 2008: 105) dalam

memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan

17

Page 11: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

kesehatan yang akan diberikan, di antara tingkat pelayanan kesehatan tersebut

adalah:

1. Health Promotion (promosi kesehatan)

Bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau

sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat

meliputi, keberhasilan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan

kesehatan berkala, kebiasaan hidup sehat, peningkatan status gizi, dan lain-lain.

2. Specific Protection (perlindungan khusus)

Melindungi masyarakat dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status

kesehatan, atau bentuk perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu/

ancaman kesehatan, misalnya pemberian imunisasi yang di gunakan untuk

perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis,

campak dan lain-lain.

3. Early Diagnosis and Prompt Treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera)

Timbulnya gejala pada suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilakukan untuk

mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya

penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Misalnya berupa kegiatan dalam

rangka survey pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat/

kelompok.

4. Disability Limitation (pembatasan cacat)

Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami

dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan. Bentuk kegiatan yang dapat

dilakukan misalnya perawatan untuk mwnghentikan penyakit, mencegah

18

Page 12: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

komplikasi lebih lanjut, memberikan segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan

dan mencegah kematian.

5. Rehabilitation (rehabilitasi)

Pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien di diagnose sembuh. Sering pada

tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana

program latihan-latihan yang diberika kepada pasien, kemudian memberika

fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke

masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karena

kesadaran yang dimilikinya.

2.2.2 Lembaga Pelayanan dan Lingkup Pelayanan Kesehatan

Lembaga pelayanan kesehatan adalah tempat pemberian pelayanan

kesehatan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan status kesehatan. Tempat

pelayanan kesehatan menurut Hidayat (2008: 112) dapat berupa, yaitu:

1. Rawat Jalan

Bertujuan memberikan pelayanan kesehatan pada tingkat pelaksanaan

diagnosis dan pengobatan pada penyakit yang akut dan mendadak dan kronis

yang dimungkinkan tidak terjadi rawat inap. Dapat dilakukan pada klinik-klinik

kesehatan, seperti klinik dokter spesialis, klinik perawatan spesialis dan lain-lain.

2. Institusi

Adalah pelayanan kesehatan yang fasilitasnya cukup dalam memberika berbagai

tingkat pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, pusat rehabilitas, dan lain-lain.

19

Page 13: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

3. Hospice

Adalah pelayanan kesehatan yang difokuskan pada klien yang sakit terminal

agar lebih tenang dan dapat melewati masa-masa terminalnya dengan tenang.

Misalnya digunakan dalam home care.

4. Community Based Agency

Adalah pelayanan kesehatn yang dilakukan pada klien pada keluarganya

sebagaimana pelaksanaan perawatan keluarga seperti praktek perawat keluarga

dan lain-lain.

Dalam pelayanan kesehatan terdapat tiga bentuk (Hidayat, 2008: 114), yaitu:

1. Primary health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama)

Dilaksanakan atau dibutuhkan pada masyarakat yang memiliki masalah

kesehatan yang ringan atau masyarakat yang sehat tetapi ingin mendapatkan

peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera. Pelaksanaan

kesehatan ini dapat dilaksanakn oleh puskesmas atau balai kesehatan

masyarakat dan lain-lain.

2. Secondary heaith care (pelayanan kesehatan tingkat kedua)

Dibutuhkan bagi masyarakat atau klien yang membutuhkan perawatan dirumah

sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanankan di pelayanan kesehatan utama.

Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit yang tersedia tenaga

spesialis atau sejenisnya.

3. Tertiary health services (pelayanan kesehatan tingkat ketiga)

Merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi dimana tingkat pelayanan ini apabila

tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat pertam dan kedua. Biasnya

20

Page 14: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli atau subspesialis dan

sebagai rujukan utama seperti rumah sakit yang tipe A atau B.

Cara mengukur mutu pelayanan menurut Afendi (2009: 351) meliputi:

1. Pengukuran Mutu Prospektif

Pengukurannya akan ditukan terhadap struktur atau input layanan kesehatan

dengan asumsi bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu

agar dapat menghasilkan suatu layanan yang bermutu.

2. Pengukuran mutu Retrospektif

Pengukuran ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan seperti

penilaian catatan keperawatan (nursing record), wawancara, pembuatan

kuesioner, dan menyelenggarakan pertemuan.

3. Pengukuran mutu konkuren

Pengukuran ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadan perlu

lenkapi dengan peninjauan pada catatan keperawatan serta melakukan

wawancara dan mengadakan pertemuan denagan klien, keluarga atau petugas

kesehatan.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan

Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.

Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan

kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari

faktor yang relatif sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan, atau

pelayanan pendukung. Prioritas peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki

kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah

21

Page 15: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta

kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis.

Menurut Depkes (2006) faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan

keperawatan:

1. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan

keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan

cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan

terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang

rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan

dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang

yang berkunjung di rumah sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-

faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja,

estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana,

dan desain visual.

2. Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, sehingga dapat mempengaruhi

kualitas pelayanan. Yang dimaksud mempengaruhi kualitas pelayanan adalah

dengan adanya biaya, maka fasilitas pelayanan kesehatan dapat lebih lengkap

seperti, peralatan medis, dan ruang pelayanan.

3. Dukungan dari lingkungan sekitar:

a. Masyarakat

b. Pemerintah

c. Penunjang pelayanan kesehatan lainnya

Dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak lengkap apabila kita tidak

didukung oleh suatu lembaga yang menaungi perawat apabila terjadi suatu hal

22

Page 16: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

yang tidak diinginkan. Untuk memotivasi seorang perawat, selain kesadaran dari

orang itu sendiri, perlu orang lain yang memberi motivasi karena dengan

kehadiran orang lain akan semakin meningkatkan motivasi dalam diri perawat.

4. Menyadarkan bahwa masyarakat berhak mendapatkan kualitas pelayanan

kesehatan dengan baik tanpa memandang strata social. Walaupun orang itu

kaya, miskin kita sebagai perawat tidak boleh membeda-bedakan, yang

membuat pelayanan berbeda adalah seberapa parah penyakit yang diderita

pasien, dalam hal ini kita sebagai perawat harus mampu menggutamakan mana

yang lebih harus diutamakan.

5. Semakin meningkatnya standar pelayanan kesehatan. Dunia kesehatan semakin

hari semakin meningkat, tidak dipungkiri pelayanan kesehatan pun harus dituntut

untuk lebih memberikan pelayanan yang semakin bermutu. Missal: hak-hak

pasien dalam mendapatkan pelayanan, cepat, dan tanggap.

6. Pelayanan keperawatan adalah Kebutuhan konsumen. Semisal: pasien datang

ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan mereka datang sebagai konsumen

maka kita harus melayani mereka dengan baik.

7. Semakin hari jaman semakin dihadapkan dengan pengaruh budaya globalisasi

yang mempengaruhi cuaca, iklim dan kondisi sekitar yang tidak menentu dan hal

tersebut semakin menambah kebutuhan konsumen akan pelayanan

keperawatan.

8. Keperawatan sebagai profesi

a. Suatu profesi memiliki cabang pengetahuan yang termasuk ketrampilan,

kemampuan, dan norma-norma.

b. Profesi sebagai keseluruhan memiliki kode etik dalam praktiknya.

23

Page 17: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

c. Profesi harus mampu menciptakan perawat professional yang berpendidikan.

9. Adanya standar praktik. Untuk menilai kualitas pelayanan keperawatan

diperlukan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat

dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang diwujudkan dalam bentuk

proses keperawatan baik dari pengkajian sampai evaluasi serta

pendokumentasian asuhan keperawatan.

10. Asuhan keperawatan dengan pendokumentasian yang benar. Supaya pelayanan

keperawatan berkualitas maka perawat diharapkan bisa menerapkan asuhan

keperawatan dengan pendokumentasian yang benar. Namun seringkali perawat

belum maksimal dalam melaksanakan dokumentasi. Kelancaran pelaksanaan

dokumentasi asuhan keperawatan ditentukan oleh kepatuhan perawat

dikarenakan asuhan keperawatan merupakan tugas perawat sebagai tenaga

profesional yang bekerja di rumah sakit selama 24 jam secara terus menerus

yang dibagi dalam 3 (tiga) shift, yaitu pagi, sore dan malam. Dengan porsi waktu

yang cukup lama kontak dengan klien, maka perawat mempunyai andil yang

cukup besar dalam melakukan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses

keperawatan.

11. Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang yang profesional

terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau

ditaati. Kepatuhan perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan

diartikan sebagai ketaatan untuk melaksanakan pendokumentasian asuhan

keperawatan sesuai prosedur tetap (protap) yang telah ditetapkan karena

kesalahan sekecil apapun yang dilakukan seorang perawat akan berdampak

24

Page 18: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

terhadap citra keperawatan secara keseluruhan dan akan dimintai

pertanggungjawaban dan tanggung gugat oleh konsumen.

2.2.4 Strategi Pelayanan (Service Strategy)

Untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para pelanggan,

maka ada dua pendekatan yang dikembangkan oleh A.Parasuraman, Leonard L,

Berry, and Valerie A.Zeithaml (2000: 234). Pendekatan Albrecht menekankan pada

dua hal yaitu Service Triangle dan Total Quality Service.

a. Service Tringle (Segitiga Pelayanan) adalah suatu model interaktif manajemen

pelayanan yang mencerminkan hubungan antara perusahaan dan para

pelanggannya. Model tersebut terdiri dari 3 elemen Service Strategy (Strategi

Pelayanan) Service people (Sumber Daya Manusia yang memberikan

pelayanan) Service System (Sistem Pelayanan) dengan pelanggan sebagai titik

pusat, setiap elemen dijelaskan sebagai berikut :

1) Strategi Pelayanan (Service Strategy), suatu strategi untuk memberikan

pelayanan dengan kualitas yang sebaik-baiknya kepada para pelanggan.

Strategi pelayanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau misi yang

dapat dengan mudah dimengerti oleh setiap individu dalam perusahaan serta

diikuti oleh berbagai tindakan nyata yang bermamfaat bagi para pelanggan

dan mampu membedakan perusahaan yang menerapkan strategi tersebut

dengan para pesaingnya, sehingga perusahaan mampu mempertahankan

para pelanggan yang ada bahkan mampu merebut pelanggan baru. Untuk

dapat merumuskan dan menerapkan strategi pelayanan yang efektif,

perusahaan perlu memiliki apa yang disebut sebagai service package (paket

pelayanan), yaitu suatu kerangka pelayanan untuk memuaskan keinginan

25

Page 19: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

dan harapan para pelanggan yang meliputi pelayanan utama dan pelayanan

pendukung.

2) Sumber Daya Manusia yang memberikan pelayanan, menggolongkan

mereka kedalam tiga kelompok, yaitu sumber daya manusia yang

berinteraksi langsung dengan para pelanggan,sumber daya manusia yang

memberikan pelayanan kepada para pelanggan tetapi kadang-kadang

berinteraksi langsung dan sumber daya manusia pendukung. Tergolong ke

dalam kelompok manapun,sumber daya manusia tetap perlu memusatkan

perhatian para pelanggan dengan cara mengetahui siapa para pelanggan

perusahaan,mempelajari apa kebutuhkan para pelanggan dan mencari tahu

bagaimana caranya memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut. Untuk

itu diperlukan budaya perusahaan yang menitikberatkan pada pelayanan

pelanggan, lingkungan kerja yang kondusif yang diindikasikan antara lain

oleh tingkat kepuasan kerja yang tinggi, rasa aman dalam bekerja, sistim

balas jasa yang motivatif, adanya kesempatan berkarier luas, moralitas kerja

yang tinggi,enerjik dan penuh optimisme, proses seleksi yang efektif

sehingga diperoleh sumber daya manusia yang bernaluri memberikan

pelayanan, program pelatihan yang efektif yaang mampu memberikan

kesempatan kepada sumber daya manusia untuk mempelajari cara-cara

memberikan pelayanan yang berkualitas, serta sistem penilaian kerja dan

umpan balik yang mampu mengindikasikan apa yang baik dan apa yang

perlu diperbaiki dalam kaitannya dengan pelayanan kepada para pelanggan.

3) Sistem pelayanan : yaitu prosedur atau tata cara untuk memberikan

pelayanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik

26

Page 20: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

StrategiPelayanan

Pelanggan

SistemPelayanan

Sumber Daya Manusia

yang dimiliki oleh sumber daya manusia yang ada. Sistem ini harus konsisten

dengan paket pelayanan yang telah dirancang sebelumnya, tidak bersifat

komplek. Salah satu sistem pelayanan yang efektif yaitu kemudahan untuk

memberikan pelayanan dengan sistem yang hampir idak tampak.

Paradigma di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1: Segitiga Pelayanan (Service Triangle)Sumber: Zeithami (2000: 255)

b. Total quality Service (pelayanan mutu terpadu)

Pelayanan mutu terpadu merupakan suatu keadaan dimana perusa haan

memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para

stakeholdernya (pelanggan, pemilik dan pegawai). TQS pada dasarnya

merupakan penjabaran dari segitiga pelayanan. TQS memilik 5 elemen yang

saling terkait satu sama lainnya.

1) Market and Custumer research (riset pasar dan pelanggan). Riset pasar

adalah suatu kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar

27

Page 21: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

tempat perusahaan berencana untuk berkiprah didalamnya yang meliputi

identifikasi segmen pasar, analisis demografis, analisin segmen pasar

potensial dan analisis kekuatan-kekuatan yang ada didalam pasar. Riset

pelanggan bergerak lebih jauh lagi, yaitu mencari tahu harapan, keinginan

dan perasaan pelanggan secara individual terhadap pelayanan yang

ditawarkan oleh suatu perusahaan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang membuat para pelanggan memilih perusahaan tertentu

dibanding perusahaan pesaingnya, hasil penelitian tersebut dapat dijadika

tolok ukurbagi perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas

kepada para pelanggannya.

2) Strategy Formalation (perumusan strategi) : yaitu suatu proses perancangan

strategi mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih pelanggan baru.

Agar perumusan strategi dapat menghasilkan strategi yang efektif,dibutuhkan

beberapa hal seperti : pengetahuan mengenai bidang usaha perusahaan,

nilai-nilai norma yang berlaku dalam perusahaan,pendekatan stratejik yang

dibutuhkan agar dapat memenangkan persaingan, pengetahuan mengenai

cara-cara memadukan teknologi, operasi,metodologi dan struktur organisasi

untuk memenuhi permintaan para pelanggan, serta reposisi

prusahaan.Berbeda dengan hasil riset pasar dan pelanggan, Strategi

merupakan navigator bagi perusahaan dalam memberikan pelayanan yang

bermutu kepada para pelanggannya.

3) Education, Training and Communication (pendidikan, pelatihan dan

komunikasi). Pendidikan dan pelatihan sangat penting bagi pengembangan

dan peningkatan kualitas (pengetahuan dan kemampuan) sumber daya

28

Page 22: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

manusia agar mereka mampu memberikan pelayanan yang berkualitas

kepada para pelanggan, sedangkan komunikasi berperan dalam

mendiatribusikan informasi ke setiap individu dalam perusahaan. Ketiga hal

ini sangat berperan dalam meningkatkan pengertian sumber daya manusia

atas keinginan dan harapan para pelanggan, Visi misi dan nilai-nilai

perusahaan, serta strategu untuk mempertahankan pelanggannya.

4) Processs Improvement (penyempurnaan proses) berbagai usaha pada

seluruh tingkatan dalam perusahaan secara berkesenambungan

menyempurnakan proses pemberian pelayanan secara aktif mencari cara-

cara baru untuk terus mempertahankan citra perusahaan. Agar

penyempurnaan proses dapat efektif maka membutuhkan pengkajian dan

pengujian yang diikuti oleh perbaikan seluruh tata cara, kebijakan, peraturan

dan metode kerja yang terdapat dalam perusahaan, atau merevisi metode

kerja yang lebih menguntungkan bagi perusahaan.

5) Assessment, Measurement, and Feedback (Penilaian, Pengukuran dan

Umpan Balik) yang berperan dalam menginformasikan kepada sumber daya

manusia, seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan

para pelanggan. Hasil penilaian kinerja dan umpan balik dijadikan dasar

untuk memberikan balas jasa sumber daya manusia,serta memberikan

isyarat kepada perusahaan tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan

perlu diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.

Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan secara membandingkan

persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh/diterima secara nyata oleh

mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan (Parasuraman,2000).

29

Page 23: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Word of Mounth

Personal Needs

PastExperience

Dimension of Service Quality-Realiability-Responsiveness-Assurance-Empathy-Tangibles

ExpectedService

PerceivedService

PerceivedService Quality

Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dikatakan

bermutu sebaliknya jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka pelayanan

dapat dikatakan tidak bermutu, apabila kenyataan sama dengan harapan,.maka

kualitas pelayanan disebut memuaskan.dengan demikian kualitas pelayanan dapat

idefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelangan

atas layanan yang diterima mereka (Parasuraman,2000: 420).

Harapan para pelanggan didasarkan pada informasi yang disampaikan dari

mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu serta komunikasi

eksternal (Parasuraman, 2000: 421). Sementara pengaruh dari demensi kualitas

pelayanan terhadap harapan para pelanggan dan kenyataan yang mereka terima

sebagaimana terlihat pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.2: Kualitas Pelayanan yang DiterimaSumber : Parasuraman, V.A.Zeithaml and L.L.Berry” A Conceptual Model of

Servis Quality and its implications for future Research.

Baik tidaknya kualitas jasa atau layanan tergantung pada kemampuan

penyediaan barang/jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan

berakhir pada penilaian pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik

bukanlah berdasarkan penilaian penyedia layanan, tetapi didasarkan pada penilaian

30

Page 24: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

pelanggan, sebagaimana dikemukakan Kotler (2005:62) bahwa pelangganlah yang

mengkonsumsi dan menikmati layanan sehingga merekalah yang seharusnya

menentukan kualitas layanan. Persepsi pelanggan terhadap layanan merupakan

penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu layanan.

Kualitas pelayanan juga dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yang

diberikan pada seorang atau orang lain, organisasi pemerintah atau swasta sosial,

politik, LSM, dan lain-lai, sesuai dengan peraturan per Undang-Undangan yang

berlaku. Kualitas pelayanan dapat dievaluasi dengan sejumlah indikator penelitian

yang dilakukan terhadap beberapa jenis perusahaan jasa.

Pelayanan kesehatan dapat diklasifikasikan berdasakan orang (people

based), teknologi atau peralatannya (equipment based), dan upaya yang harus

dijalankan (programme based), atau kombinasi (Supriyanto dan Ernawaty, 2010:

300).

Penilaian konsumen terhadap produk apapun dapat dibedakan menjadi

penilaian kualitas teknis dan kualitas fungsional. Kualitas teknis dalam bidang

pelayanan kesehatan terkait dengan aspek-aspek seperti; pelayanan medis,

keperawatan, penunjang medis, dan pelayanan nonmedis. Jadi kualitas teknis

adalah jenis pelayanan kesehatan yang diberikan. Sedangkan kulitas fungsional

terkait dengan proses menyampaikan pelayanan. Jadi, kualitas demikian terkait

dengan aspek komunikasi interpersonal. Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010:

302) kualitas fungsional terdiri dari:

1. Reliability, terdiri atas kemampuan pemberi pelayanan untuk memberikan

pelayanan yang diharapkan secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.

31

Page 25: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

2. Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan

yang dibutuhkan dengan segera. Indikator responsiveness adalah kecepatan

dilayani bila pasien membutuhkan atau waktu tunggu yang pendek untuk

mendapatkan pelayanan.

3. Assurance, yaitu kemampuan pemberi jasa untuk menimbulkan rasa percaya

pelanggan terhadap jasa yang ditawarkan. Indikatornya adalah jaminan sembuh

dan dilayani petugas yang bermutu atau profesional.

4. Empathy, berupa pemberian layanan secara individual dengan penuh perhatian

dan sesuai kebutuhan atau harapan pasien. Misalnya, petugas mau

mendengarkan keluhan dan membantu menyelesaikannya, petugas tidak acu tak

acu.

5. Tangible, adalah penampakan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan bahan

komunikasi yang menunjang jasa yang ditawarkan.

Sementara menurut Kotler (2008) Mutu atau kualitas pada umumnya dapat

diukur (tangible) namun mutu jasa pelayanan agak sulit diukur, karena umumnya

bersifat subyektif, sebab menyangkut kepuasan seseorang, bergantung pada

persepsi, latar belakang, sosial ekonomi, norma, pendidikan, budaya, bahkan

kepribadian seseorang. Terdapat lima determinan kualitas jasa/pelayanan yang

dapat dirinci sebagai berikut :

1. Kehandalan (reliability)

Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat terpercaya,

dapat dilihat dari:

a. Proses penerimaan pasien yang cepat dan tepat.

b. Pelayanan pemeriksaan, pengobatan yang cepat dan tepat.

32

Page 26: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

c. Jadwal pelayanan dijalankan dengan tepat.

d. Prosedur pelayanan yang tidak berbelitbelit.

2. Ketanggapan (responsiveness)

Kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa cepat dapat

dilihat dari :

a. Kemauan petugas untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien

b. Petugas memberikan informasi yang jelas, mudah dimengerti.

c. Tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan.

3. Keyakinan (assurance)

Pengetahuan, kemampuan dan kesopanan pemberi jasa untuk menimbulkan

kepercayaan dan keyakinan terlihat dari :

a. Pengetahuan dan kemampuan petugas menetapkan problematic pasien

b. Ketrampilan petugas dalam bekerja

c. Pelayanan yang sopan dan ramah.

d. Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan.

4. Perhatian (empathy)

Perhatian pribadi yang diberikan pada pelanggan terlihat dari:

a. Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien

b. Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarga.

c. Pelayanan pada semua pasien tanpa memandang status sosial.

5. Penampilan (Tangible).

Penampilan fisik, peralatan serta personil.

a. Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan.

b. Penataan eksterior dan interior.

33

Page 27: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

c. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alatalat

d. Kerapian dan kebersihan penampilan petugas.

Tingkat mutu pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang

institusi kesehatan tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian

pelanggan/pasien. Karena itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan,

institusi kesehatan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan

memperhatikan komponen kualitas pelayanan. Salah satu cara agar penjualan jasa

satu perusahaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan

memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat

kepentingan konsumen.

Kualitas layanan dapat dirumuskan:

Satisfaction = f (service quality – expection)

Berdasarkan rumus di atas terdapat tiga kemungkinan yang terjadi yaitu:

a. Service quality < Expection

Bila ini terjadi, dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan perusahaan buruk,

tidak sesuai dengan harapan pelanggan, dan tidak memuaskan.

b. Service quality = Expectation

Bila ini terjadi dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan adalah biasa saja.

Dimata pelanggan, pelayanan yang diberikan sudah seharusnya seperti itu.

c. Service quality > Expection

Bila ini terjadi, pelanggan merasakan pelayanan yang diberikan tidak hanya

sesuai kebutuhan, tetapi sekaligus memuaskan dan menyenangkan. Pelayanan

ini dinamakan pelayanan prima, yang selalu diharapkan semua pelanggan.

34

Page 28: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

2.2.5 Operational Benevolence (Kebaikan hati yang dirasakan)

Sirdesmukh (2002: 17) dalam Djohan (2006) mendefinisikan operational

benevolence sebagai tingkah laku yang merefleksikan suatu motivasi untuk

menempatkan kepetingan konsumen di atas kepentingan pribadi. Medahulukan

kepentingan konsumen ini direfleksikan dengan dukungan yang sungguh-sungguh

meskipun dalam proses tersebut memerlukan biaya dan “extra role action”.

Sirdesmukh (2002: 18) dalam Djohan (2006) menyebutkan dimensi ini sebagai

“goodwiil trust:. Partner yang beritikat baik dapat dipercaya untuk mengambil inisiatif

yang membantu konsumen dan terhindar dari penipuan. Penemuan-penemuan

empiris dalam mengembangkan kepercayaan menguatkan pengaruh dari

operational benevolence terhadap kepercayaan konsumen (Hess 1995, Smith and

Barclay, 1997). Kotler and Bloom (1984: 8) menyatakan bahwa diperlukan kejujuran

dan itikat baik untuk mendapatkan kepercayaan konsumen. Dalam industri jasa

kesehatan seperti rumah sakit, itikat baik yang dirasakan pasien sangatlah penting,

karena kesenjangan pengetahuan pasien dengan kalangan profesonal di rumah

sakit, terutama terhadap pelayanan dokter. Apalagi pasien berada dalam kondisi

sakit dan menderita dengan kesejangan pengetahuan ini disertai kebutuhan yang

mendesak, maka pasien akan mudah menjadi korban pihak rumah sakit atau

layanan dokter yang tidak bertannggung jawab. Gymnastiar (2005: 36) dalam

Djohan (2006) menyatakan bahwa dimana-mana orang akan mencari rekanan yang

jujur dan bisa dipercaya. Lebih lanjut dikatakan bahwa value yang unggul telah

menggeser kepada spiritual value. Pernyataan Gymnastiar ini didukung oleh

penelitian Maratning (2004) yang menemukan bahwa spiritual well being perawat

35

Page 29: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

meningkatkan kepuasan pasien. Benevolence dalam pelayanan kesehatan

berdimensi spiritual.

Indikator yang ditampilkan pada opeartional benevolence berasal dari

Sirdesmukh (2002), Kotler and Bloom (1984), and Peltier (2002), Chan (2003) yaitu:

mendahulukan kepentingan pasien diatas kepentingan pribadi, kejujuran dan

ketulusan (keiklasan) dan care (kepedulian/asuhan).

2.2.6 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas

Fasilitas kesehatan adalah salah satu alat atau tempat yang digunakan untuk

rehabilitas yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

Puskesmas sebagai salah satu unit pelaksana teknis Dinas kabupaten/kota

berperan di dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas kepada

masyarakat dengan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi segala harapan,

keinginan, dan kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat.

Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi pokoknya

sebagai :

1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yaitu Puskesmas

selalu memantau pelaksanaan pembangunan di wilayah kerjanya agar senantiasa

memperhatikan segi aspek / dampak kesehatan,

2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat, yaitu membina masyarakat di wilayah kerja

untuk berperan serta aktif dan diharapkan mampu menolong diri sendiri dibidang

kesehatan,

3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama, yaitu memberikan pelayanan

kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh yang bermutu, merata,

36

Page 30: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

berkesinambungan dan terjangkau oleh masyarakat, seyogyanya memang lebih

diutamakan baik dari segi keberadaan gedungnya, alat/sarana penunjang

pelayanan kesehatan, pembiayaan dan ketenagaan yang profesional dan handal.

Keberadaan Gedung Puskesmas kedepan agar dibangun lebih representatif

serta memperhatikan segi keamanan, kenyamanan dan ruang gerak yang cukup

baik di ruang pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan, ruang

tunggu, ruang administrasi program / tata usaha, ruang pertemuan serta dilengkapi

dengan ruang arsip, ruang penyimpanan barang inventaris dan areal parkir yang

memadai.

Alat/sarana penunjang pelayanan kesehatan seperti yang terjadi di

puskesmas Dadahup misalnya tidak adanya laboratorium dan kurangnya persediaan

obat-obatan tertentu  baru-baru ini karena memang kehabisan stock di UPT

Perbekalan Kesehatan Kabupaten Kapuas. Terhadap hal ini sementara telah

diupayakan ditanggulangi dari biaya jasa sarana puskesmas.

Tenaga kesehatan yang profesional dan handal sangat dibutuhkan di

Puskesmas agar Puskesmas mampu melaksanakan tugas yang sesuai dengan

fungsi pokok tadi. Oleh karena itu kalau tidak untuk peningkatan karier sebaiknya

tenaga yang sudah handal di puskesmas jangan ditarik/dipindahkan ke kabupaten.

Hal ini penting mengingat bahwa sebagai fasilitas pelayanan kesehatan terdepan

puskesmas sangat membutuhkan petugas yang handal agar mampu melaksanakan

tugas-tugas secara optimal.

Terkait dengan keinginan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas yang

rencananya akan menugaskan petugas promkes puskesmas untuk bertugas di

Dinas Kesehatan secara bergilir, untuk apa? Sekiranya hal itu tidak perlu karena

37

Page 31: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

akan tidak efektif dan tidak efesien serta malah akan mengganggu tugas-tugas

puskesmas, mengingat masing-masing puskesmas sudah punya wilayah

tanggungjawab masing-masing yang membagi habis wilayah kabupaten Kapuas.

Disamping itu juga masing-masing petugas puskesmas termasuk petugas promkes

sebagian besar memiliki tugas rangkap di puskesmas. Lagian kegiatan promkes di

wilayah kerja puskesmas masing-masing sudah berjalan optimal secara lintas

program dan lintas sektoral.

Yang perlu dilakukan oleh petugas yang membidangi di Dinas kesehatan

Kabupaten Kapuas adalah berkoordinasi dengan pihak puskesmas dan lintas bidang

di kabupaten, melakukan monitoring, dan bila perlu pengendalian sesuai urgensi

kegiatan, atau lebih disesuaikan dengan tugas pokok.

2.2.7 Kinerja Pelayanan

Menurut pendapat Rivai (2006: 30) kinerja merujuk kepada tingkat

keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang

diinginkan dapat tercapai dengan baik. Pengertian kinerja dalam hal ini diihat dari

dua sisi, yaitu dari sisi individu dan dari sisi organisasi. Sedangkan As’ad (2008 :

47), memberikan pengertian kinerja sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat

tersebut di atas kinerja dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi baik dan dimensi

buruk. Maksudnya apabila perilaku seseorang memberikan hasil pekerjaan yang

sesuai dengan standar atau kinerja yang telah dibakukan oleh organisasi, maka

kinerja yang dimiliki orang tersebut tergolong baik dan jika sebaliknya kinerja yang

bersangkutan jelek.

38

Page 32: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Pendapat lain sebagaimana yang dikemukakan Mangkunegara (2003:67)

bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Kemudian Sedarmayanti (2009:260 ) menyatakan kinerja

berarti hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam

rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Berdasarkan keempat

pendapat ini, hasil kerja atau prestasi kerja menjadi fokus pengertian kinerja.

Kinerja pada dasarnya mengandung makna lebih luas, bukan hanya

menyatakan hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Hal ini

sesuai dengan pendapat Wibowo (2007:2 ). Kinerja adalah tentang melakukan

pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa

yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Dengan pengertian yang hampir

sama, Stolovitch dan Keeps dalam Rivai (2006:14) mengatakan kinerja merupakan

seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta

pelaksanaan suatu pekerjaan. Jadi dapat dikatakan kinerja mengandung makna

sebagai hasil kerja dan proses kerja yang sedang berlangsung.

Dengan demikian kinerja dapat diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang

yang dicapai dengan adanya kemampuan dan pembuatan dalam situasi tertentu.

Kinerja merupakan fungsi atau hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan

persepsi tugas. Disamping itu usaha merupakan hasil motivasi yang menunjukkan

jumlah energy (fisik atau mental) yang digunakan oleh individu dan menjalankan

suatu tugas. Sedangkan kemampuan merupakan karekteristik individu yang

39

Page 33: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

digunakan dalan menjalankan tugas pekerjaan. Kemampuan ini biasanya tidak

dapat dipengaruhi secara tidak langsung dalam jangka pendek. Persepsi tugas

merupakan petunjuk dimana idividu percaya bahwa mereka dapat mewujudkan

usaha-usaha mereka dalam pekerjaan.

Dari batasan pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang

dimaksud dengan kinerja adalah merupakan hasil kerja yang berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang berlaku pada pekerjaan itu sendiri.

Indikator kinerja ditetapkan dalam rangka pengukuran kinerja yang

digunakan untuk mengidentifikasi indicator kinerja dan nilai capainya, yang untuk

kemudian menjadi dasar penilaian capaian kinerja kegiatan, capaian kinerja

program, dan capaian kerja kebijasanaan. Indikator kinerja hendaknya bersifat yaitu:

1. Spesifik dan jelas;

2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif;

3. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan pencapaian

keluaran, hasil, manfaat, dan dampak;

4. Fleksibel dan sensitive terhadap perubahan dan;

5. Efektif sehingga dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis datanya secara

ekonomis.

2.2.8 Kepuasan Konsumen/Pasien

Kepuasan Konsumen telah menjadi titik sentral perhatian dalam bisnis dan

manajemen, baik yang bersifat mencari laba ataupun nirlaba yang menempatkan

kepuasan konsumen sebagai ukuran utama. Menurut Sumarwan et.al (2011: 141),

konsumen tidak akan berhenti sampai pada tahap konsumsi tanpa melakukan

proses selanjutnya yaitu evaluasi pada produk yang dikonsumsinya tersebut. Proses

40

Page 34: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

ini kemudia disebut dengan pascakonsumsi, di mana setelah mengkonsumsi produk

barang/jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap

produk yang dikonsumsinya. kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan

mengkonsumsi ulang produk tersebut, sebaliknya perasaan yang tidak puas akan

menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan

konsumsi produk tersebut.

Berarti konsumen mengalami berbagai tingkat kepuasan dan ketidakpuasan

setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan

mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah keadaan emosional,

reaksi pasca-pembelian mereka berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan,

netralitas, kegembiraan, atau kesenangan (Lovelock dan Wright, 2007: 102).

Fokus kualitas adalah kepuasan masyarakat/pelanggan. Oleh karena itu

perlu dipahami komponen-komponen yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.

Kepuasan pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi mereka.

Faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pelanggan adalah kebutuhan

dan keinginan, pengalaman masa lalu, pengalaman teman-teman dan komunikasi

melalui iklan dan pemasaran. Selain itu faktor umur, pendidikan, jenis kelamin,

kepribadian, suku dan latar belakang budaya serta kasus penyakit turut

mempengaruhi ekspektasi dan persepsi pelanggan/pasien.

Banyak pengertian tentang kepuasan konsumen yang diberikan oleh

beberapa pakar. Menurut Rangkuti (2008: 30) kepuasan konsumen adalah respons

konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan

kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Sedangkan Mowen dan Minor

(1998) dalam Sumarwan et.al (2011: 142) mengartikan kepuasan sebagai ”As

41

Page 35: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

overall attitude consumers have toward a good or service after they have acquired

and used it. It is a postchoice evaluative judgment resulting from a specific purchase

selection and the experience of using or consuming it”.

Menurut Sumarwan (2011: 143) secara garis besar, riset-riset kepuasan

konsumen didasarkan pada tiga teori, yaitu:

1. Contrast Theory

Teori ini mengasumsikan bahwa konsumen akan membandingkan kinerja produk

aktual dengan ekspektasi sebelum pembelian. Apabila kinerja actual lebih besar

atau sama dengan ekspektasi maka pelanggan akan puas dan begitu

sebaliknya.

2. Assimilation Theory

Teori ini menyatakan bahwa evaluasi purnabeli merupakan fungsi positif dari

ekspektasi konsumen sebelum membeli. Konsumen secara persepsii cenderung

mendistorsi perbedaan antara ekspektasi dan kinerjanya ke arah ekspektasi

awal karena proses diskonfirmasi secara psikologis tidak nyaman dilakukan. Arti

lainnya adalah penyimpangan dari ekspektasi cenderung akan diterima oleh

konsumen yang bersangkutan.

3. Assimilation-Contrast Theory

Teori ini berpegang pada terjadinya efek asimilasi atau efek kontras yang

merupakan fungsi dari tingkat kesenjangan antara kinerja yang diharapkan

dengan kinerja aktual. Apabila kesenjangannya besar, konsumen akan

memperbesar gap tersebut sehingga produk dipersepsikan jauh lebih bagus atau

buruk disbanding dengan kenyataannya (contrast theory). Namun jika

kesenjangannya tidak terlalu besar, asimilasi teori yang berlaku.

42

Page 36: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Menurut model diskonfirmasi teori yang dikemukakan oleh Sumarwan et.al

(2011: 143), kepuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara

harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh

konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk

maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product

performance), produk akan berfungsi sebagai berikut:

1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, hal inilah yang disebut sebagai

diskonfirmasi positif (positive disconfirmation) yang apabila terjadi maka

konsumen akan merasa puas.

2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, hal inilah yang disebut sebagai

konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan

rasa puas dan produk tersebut juga tidak mengecewakan konsumen. Konsumen

akan memiliki perasaan netral.

3. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, hal inilah yang disebut

sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang berfungsi

buruk dan tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan

kekecewaan sehingga konsumen tidak merasa puas.

Model diskonfirmasi teori di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

43

Page 37: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

PengalamanRekomendasiKomunikasi pemasaranPengetahuan atas merk

ExpektasiPerceive

Performance

Proses Perbandingan

Diskonfirmasi Negatif Konfirmasi Diskonfirmasi Positif

Ketidakpuasan Mere Satisfaction Delight

P<E P=E P>E

Gambar 2.3 : Model Paradigma DiskonfirmasiSumber: Sumarwan et al (2011: 144)

Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk atau jasa

seharusnya berfungsi (performance expectation), harapan tersebut adalah standar

kualitas yang dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang dirasakan

konsumen. Fungsi produk/jasa yang sesungguhnya (actual performance) adalah

persepsi konsumen terhadap kualitas produk/jasa. Dimensi kualitas pelayanan

menurut Sumarwan (2011: 145) meliputi sarana fisik (tangible), keandalan

(reliability), responsif (responsiveness), meyakinkan (assurance), menaruh perhatian

(emphaty).

Menurut Lovelock dan Wright (2007: 106) pemasar kadang-kadang

menggunakan alat yang disebut SERVQUAL (service quality) untuk mengumpulkan

44

Page 38: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

jenis informasi dari pelanggan. SERVQUAL (service quality) memakai 22 instrumen

yang mengukur harapan dan persepsi tentang demensi-dimensi kualitas yang

peling penting. Pelanggan diminta mengisi serangkaian skala yang mengukur

harapan konsumen terhadap perusahaan tertentu berdasarkan berbagai

karakteristik jasa khusus, termasuk aspek kelima demensii kualitas yaitu reliability,

responsiveness, assurance, empathy,tangible.

SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor) utama yaitu

persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service)

dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service). Jika

kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu

sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan

tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut

memuaskan. Dengan demikian, service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa

jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang

mereka terima/peroleh (Tjiptono, 2009: 201).

Bila ada asimetris informasi antara konsumen dan produsen /provider seperti

dalam layanan kesehatan maka konsumen hanya menggunakan service quality

untuk menilai mutu. Menurut Lovelock dan Wright (2007: 92) dalam banyak hal,

definisi yang berbasis jasa menyamakan kualitas dengan kepuasan pelanggan,

sebagaimana didefinisikan oleh rumus:

Kepuasan =Jasa yang dipahamiJasa yang diharapkan

45

Page 39: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010: 303) kepuasan pelanggan terjadi

apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapan pelanggan dapat

dipenuhi. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau puas bahwa produk

atau jasa yang diterima telah sesuai atau melebihi harapan pelanggan.

Metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan menurut Kotler dan Keller

(2009: 140) adalah sebagai berikut:

1. Survie berkala

Survie berkala dapat melacak kepuasan pelanggan secara langsung dan juga

mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat pembelian kembali dan

kemungkinan atau kesediaan responden untuk merekomendasikan suatu

perusahaan danmerekkepada orang lain.

2. Tingkat kehilangan pelanggan

Perusahaan dapat mengamati kehilangan pelanggan dan menghubungi

pelanggan yang berhenti membeli atau beralih ke pemasok lain untuk

mengetahui alasannya.

3. Pembelanja misterius

Perusahaan dapat mempekerjakan pembelanja misterius untuk berperan

sebagai pembeli potensial dan melaporkan titik kuat an lemah yang dialaminya

dalam membeli produk perusahaan maupun produk pesaing.

Sementara Tjiptono (2009 : 104) mengemukakan metode dalam pengukuran

kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berpusat pelanggan (customer-centered) memberikan

kesempatan yang luas kepada pelanggannya untuk menyampaikan saran dan

46

Page 40: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

keluhan, misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer

hot lines, dan lain-lain. Informasi-informasi ini dapat memberikan ide-ide

cemerlang bagi perusahaan dan memungkinkannya untuk bereaksi secara

tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.

2. Ghost shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan

adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap

sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai

kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan

pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para

ghost shopper juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan.

3. Lost customer analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti

membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal

itu terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan

customer loss rate juga penting, peningkatan customer loss rate menunjukan

kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

4. Survei kepuasan pelanggan

Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan

penelitian survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung. Hal

ini karena melalui survai, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan

balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif

bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.

47

Page 41: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Lupiyoadi (2005:158) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat

kepuasan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh

perusahaan/lembaga, yaitu:

1. Kualitas produk; Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka

menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

2. Kualitas pelayanan; Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas

bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang

diharapkan.

3. Emosional; Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan

bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan

merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi.

Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial

atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek

tertentu.

4. Harga; Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang

relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

5. Biaya; Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu

membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas

terhadap produk atau jasa itu.

2.2.9 Service Recovery

Armistead et al., (1995:5) dalam Lewis (2001) mendefinisikan

service recovery merupakan tindakan spesifik yang dilakukan untuk

memastikan bahwa pelanggan mendapatkan tingkat pelayanan yang

pantas setelah terjadi masalah-masalah dalam pelayanan secara normal.

48

Page 42: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

Zemke dan Bell (1990:43) dalam Lewis (2001) menyebutkan bahwa

service recovery merupakan suatu hasil pemikiran, rencana, dan proses

untuk menebus kekecewaan pelanggan menjadi puas terhadap organisasi

setelah pelayanan yang diberikan mengalami masalah (kegagalan).

Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat diambil beberapa key-

term yang menjadi perhatian dalam melakukan service recovery, yaitu

service recovery merupakan tindakan, pemikiran, rencana, dan proses

untuk memperbaiki pelayanan bila terjadi kesalahan atau kekecewaan

pelanggan dengan menebus kesalahan atau kekecewaan, sehingga

pelanggan menjadi puas. Service recovery bukan hanya sekedar

penanganan terhadap keluhan dan interaksi antara penyedia layanan dan

pelanggan. Sebuah sistem service recovery yang baik juga mendeteksi

dan memecahkan masalah, mencegah kekecewaan dan didisain untuk

mengakomodasi keluhan.

Banyak pakar yang menyatakan bahwa hukum pertama kualitas

adalah melakukan segala sesuatu secara benar sejak awal”. Bila hal itu

tercapai, maka akan terwujud kepuasan pelanggan. Meskipun demikian,

dalam suatu perusahaan yang telah menyampaikan jasanya dengan baik,

tetap saja akan ada pelanggan yang tidak puas atau kecewa. Tjiptono

(2009:159) menyatakan bahwa penyebab ketidak puasan itu ialah:

1. Faktor internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya

karyawan yang kasar, karyawan yang tidak tepat waktu, kesalahan

pencatatan transaksi, dan lain-lain.

49

Page 43: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

2. Faktor eksternal yang diluar kendali perusahaan, seperti cuaca,

bencana alam, gangguan pada infrastruktur umum (listrik padam,

jalan longsor), aktivitas kriminal, dan masalah pribadi pelanggan,

misalnya dompet hilang.

Service recovery berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan dan

secara umum dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok. Pertama,

memperlakukan para pelanggan yang tidak puas dengan sedemikian rupa

sehingga bisa mempertahankan loyalitas mereka. Kedua, penyedia jasa

memberikan jaminan yang luas dan tak terbatas pada ganti rugi yang

dijanjikan saja. Ketiga, Penyedia jasa memenuhi atau melebihi harapan

para pelanggan yang mengeluh dengan cara menangani keluhan mereka.

Berdasarkan hasil beberapa observasi terhadap perusahaan-

perusahaan jasa yang unggul, Heskett, Sasser dan Hart (1990)

merangkum hal-hal yang banyak diterapkan untuk menangani service

recovery, yaitu:

1. Melakukan aktivitas rekrutmen, penempatan, pelatihan, dan promosi

yang mengarah pada keunggulan service recovery secara

keseluruhan.

2. Secara aktif mengumpulkan atau menampung keluhan pelanggan

yang dipandang sebagai peluang pelasaran dan penyempurnaan

proses.

3. Mengukur biaya primer dan sekunder dari pelangga yang tidak puas,

lalu melakukan penyesuaian investasi terhadap tingkat biaya tersebut.

50

Page 44: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

4. Memberdayakan karyawan lini depan untuk mengambil tindakan tepat

dalam rangka service recovery.

5. Mengembangkan jalur komunikasi yang singkat antara pelanggan dan

manajer.

6. Memberikan penghargaan kepada setiap karyawan yang menerima

dan memecahkan masalah keluhan pelanggan, serta memperbaiki

sumber-sumber masalahnya.

7. Memasukkan keunggulan pelayanan dan recovery sebagai bagian dari

strategi bisnis perusahaan.

8. Komitmen manajer puncak terhadap dua hal utama, yaitu melakukan

segala sesuatu secara benar sejak awal dan mengembangkan program

service

recovery yang efektif.

Mudie dan Cottam (1993) menyatakan bahwa upaya mewujudkan

kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah. Kepuasan

pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara

waktu. Namun, upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat

dilakukan dengan berbagai strategi. Tjiptono (2009) menyebutkan bahwa

ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan

meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya:

1. Relationship Marketing.

Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan

pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai.

Salah satu faktor yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi ini

51

Page 45: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

ialah dengan membentuk customer database, yaitu daftar nama

pelanggan yang perlu dibina hubungan jangka panjang. Data base ini

tidak hanya berisi nama pelanggan, tetapi juga mencakup hal-hal

penting lainnya, misalnya frekuensi dan jumlah pembelian, apa yang

menjadi kesukaan pelanggan, dan sebagainya.

2. Strategi Superior Service

Strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul

daripada pesaingnya. Untuk mewujudkannya diperlukan dana yang

besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha yang gigih.

Meskipun demikian, melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan

dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasa yang

ditawarkan. Akan ada konsumen yang tidak berkeberatan dengan

harga yang lebih mahal tersebut.

3. Strategi Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees

Strategi dengan memberikan jaminan terhadap jasa yang ditawarkan

atau memberikan pelayanan purnajual yang baik menjadi penting bagi

penyedia layanan untuk menjaga loyalitas konsumen. Pelayanan

purnajual ini juga harus menyediakan media yang efisien dan efektif

untuk menangani keluhan. Perusahaan juga harus mau mengakui

kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf, serta

memberikan ganti rugi yang berharga bagi konsumen apabila terjadi

kesalahan yang dilakukan.

52

Page 46: BAB IIeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/959/3/BAB II.docx  · Web view2019. 10. 9. · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kajian Empirik. Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi

4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif.

Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang mengubah

seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas.

Mudie dan Cottam (1993) menyatakan bahwa menangani keluhan

pelanggan dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi memperbaiki

hubungannya dengan pelanggan yang kecewa.

b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas yang negatif.

c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi

dalam pelayanan saat ini.

d. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya.

e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang

berkualitas

f. lebih baik.

53