BAB II (Tugas Ketikan)
Transcript of BAB II (Tugas Ketikan)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Apotek
Pengertian Apotek berdasarkan peraturan menteri kesehatan
No.023/Menkes/per/X/1993 yang menyatakan bahwa apotek adalah suatu
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasinan dan penyaluran pembekalan
farmasi kepada masyarakat. Peraturan ini menekankan pengabdian apoteker
yang bertanggung jawab penuh atas pengolahan dan pengelolaan apotek.
Pengertian apotek menurut Keputusan Mneteri Kesehatan Republik
Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
pembekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Adapun pekerjaan kefarmasian di Apotek seperti :
1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan pembekalan
farmasi.
3. Memberikan pelayanan informasi mengenai obat, maupun pembekalan
farmasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga terjamin keamanan
baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang
Kesehatan No.23 Tahun 1992 dalam ketentuan umum pekerjaan kefarmasian
meliputi pembuatan termasuk pengendaliaan mutu sediaan farmasi,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, bahan obat dan obat tradisional.
B. Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan perundang-undangan No.25 Tahun 1980 pasal 2, tugas
dan fungsi apotek adalah sebagai berikut :
1. Sebagai tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan
sumpah atau janji.
2. Sebagi sarana farmasi dalam melaksanakan pembuatan, pengolahan,
peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau
bahan obat.
3. Sarana penyaluran farmasi dan pembekalan farmasi yang harus
menyebarkan secara luas dan merata mengenai obat yang diperlukan oleh
masyarakat.
4. Sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
C. Tata Cara Pemberian Ijin Apotek
Surat Ijin Apotek (SIA) adalah surat ijin yang diberikan oleh Menteri
kepada Apoteker atau apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.
Wewenang pemberian ijin apotek tercantum dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 dinyatakan sebagai
berikut :
Apoteker Ka. Dinkes
Kepala B.POMApoteker
1. Permohonan ijin apotek diajukan oleh apoteker kepada Kepala Dinas
Kesehatan kabupaten atau kota.
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota selambat-lambatnya 6 hari
kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan secara teknis
ke BPOM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotekuntuk
melakukan kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota kepada Kepala Besar Balai
POM selambat-lambatnya 6 hari melakukan pemeriksaan.
4. Jika pada point (2) dan (3) tidak dilaksanakan Apoteker dapat membuat
surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Dinas Kesehatan.
5. Dalam jangka 12 hari setelah diterima, hasil pemeriksaan Dinas
Kesehatan mengeluarkan SIA.
6. Hasil pemeriksaan dari tim Dinas Kesehatan belum memenuhi
persyaratan maka Dinas Kesehatan dalam waktu 12 hari mengeluarkan
surat penundaan.
7. Terhadap surat penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal penundaan.
8. Jika permohonan SIA tidak memenuhi persaratan dalam 12 hari kerja
maka Dinas Kesehatan mengeluarkan surat penolakan.
Gambar 1. Skema Perizinan Apotek
Apoteker
Kepala Dinas Pendidikan
Kepala Besar Balai POM
Belum Memenuhi SyaratMemenuhi Syarat (12 hari kerja)Tidak Memenuhi Syarat (12 hari kerja)
Surat penundaan
Diberi Kesempatan Melengkapi
SIA Surat Penolakan
Skema Perizinan Pendirian Apotek
Gambar 1. Skema Perizinan Apotek
D. Pesyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.922/Menkes/per/X/1993 Bab III pasal 10 dan per Menkes RI
No.184/Menkes/Per/1995 tentang tata cara pemberian ijin apotek, dijelaskan
bahwa untuk menjadi apoteker pengelola apotek harus memenuhi persyaratan
yaitu :
1. Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan
2. Telah mengucap sumpah atau janji apoteker
3. Meiliki surat ijin kerja (SIK) atau surat penugasan (SP) dari menteri
kesehatan.
4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai apoteker
5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi apoteker
pengelola apotek di apotek lain.
E. Persyaratan Apoteker
Adapun persyaratan apotek yang dinyatakan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/Per/2002/Bab I pasal 6 meliputi :
1. Untuk mendapatkan ijin apotek atau apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Pembekalan farmasi yang dimaksud sekurang-kurangnya terdiri dari obat
generik sesuai dengan daftar obat esensial nasional (DOEN)atau rumah
sakit tipe C.
3. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
4. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi.
Persyaratan mengenai apotek berdasarkan pada peraturan Menteri
Kesehatan No.922/Menkes/Per/X/1993 tidak menyebutkan persyaratan luas
gedung dan jarak antara apotek satu dengan yang lain. Perlu adanya
persetujuan lokasi sebelum melaksanakan kegiatannya, APA wajib memiliki
SIK atau SP.
Permohonan ijin apotek diajukan Apoteker apabila telah memenuhi
salah satu persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Untuk memperoleh NPWP harus memiliki SIUP (Surat Ijin Usaha
Perdagangan)
2. Bangunan
Banguna apotek sebaiknya mempunyai tempat yang cukup luas, strategis
dan memenuhi persyaratan teknis khusus sehingga menjamin pelaksanaan
tugas dan fungsi apotek serta pemeliharaan mutu pembekalan kesehatan
di bidang farmasi.
Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Ruang Tunggu
b. Ruang peracikan
c. Ruang Penyimpanan Obat
d. Ruang Penyerahan Obat
e. Ruang Administrasi
f. Ruang Kerja Apoteker
g. Tempat Pencucian Alat-alat dan Toilet
h. Tempat penyimpanan Narkotika dan Psikotropika
Bangunan apotek juga harus mempunyai ventilasi dan juga
saluran sanitasi yang baik, sumber air yang memenuhi syarat kesehatan,
penerangan yang cukup dan menyediakan alat pemadam kebakaran serta
pada bagian depan apotek terdapat papan nama.
3. Perlengkapan Apotek
Apotek harus memiliki perlengkapan yang terdiri dari :
1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan
Misal : gelas ukur, timbangan gram, dan miligram beserta anak
timbangan, mortar, stamper dan sudip.
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi
Misal : kulas, almari dan rak penyimpanan obat, almari narkotik dan
psikotropik
3. Wadah dan pembungkus
Misal : plastic, etiket dan pembungkus penyerahan obat.
4. Perlengkapan Administrasi
Misal : Surat pesanan, kartu stok obat, salinan resep, faktur, nota
penjualan, surat pesanan narkotika, psikotropika dan formulir
narkotika, psikotropika.
5. Buku Standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan
yang berhubungan dengan apotek
Misal : ISO, Farmakope Inonesia Edisi IV, MIMS
6. Tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika
4. Pembekalan Kesehatan Apotek
Perbekalan kesehatan dibidang farmasi dalam apotek berupa obat
atau bahan obat yang digunakan untuk mendukung pengelolaan apotek.
5. Personalia Apotek
Personalia yang mendukung kegiatan apotek antara lain :
1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Yaitu apoteker yang memiliki SP dari Menkes dan bertugas mengelola
apotek sebagai penanggung jawab atas semua kegiatan kefarmasian
yang berlangsung diapotek.
2. Apoteker pendamping
Yaitu apoteker yang bekerja di samping apoteker pengelola apotek dan
atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek
yang telah memiliki SP.
3. Apoteker pangganti
Yaitu apoteker yang menggantikan apoteker pengelola apotek selama
apoteker pengelola apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3
bulan secara terus menerus, telah memiliki surat ijin kerja dan tidak
bertindak sebagai Apoteker pengelola apotek di apotek lain.
4. Asisten apoteker
Yaitu asisten Apoteker yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berhak melakukan kefarmasian sebagai asisten
apoteker apotek yang memiliki SIK dari Dinkes.
5. Juru racik (Receptier)
Yaitu personal yang membantu asisten apoteker untuk meracik obat
sehingga menjadi sediaan/preparat.
6. Pengantar
Yaitu personal yang bertanggung jawab mengantarkan obat yang sudah
diracik ke rumah pasien.
F. Pengelolaan Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.922/Menkes/Per/X/1993
pasal 10 dan 11 Pengelolaan Apotek meliputi :
1. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penjualan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya
3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi :
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya
yang baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun
kepada masyarakat
b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,
bahaya, dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
Pengelola suatu apotek dapat berjalan dengan baik dengan aktifitas dalam
management yang bisa diterapkan yaitu :
1. Perencanaan (planning), dibuat agar organisasi dapat mengarahkan
dana dan sumber daya yang ada, sehingga mempunyai komitmen
untuk mencapai suatu tujuan
2. Pengorganisasian (organizing) merupakan sekelompok orang yang
bekerja bersama dengan berbagai aktifitas yang sama dan seimbang
dengan pendidikan, sifat dan pengalamannya, pelimpahan wewenang
dan tanggung jawab, pengkoordinasian yang berhubungan dengan
tanggung jawab
3. Pergerakan (Actuiting) adalah kemampuan dalam memberikan
dorongan, motivasi kepada bawahan, sehingga mereka bekerja
dengan baik demi tercapainya tujuan organisasi. Pergerakan
mencakup 5 kategori yaitu pengambilan keputusan, membuat
keputusan, memotivasi karyawan, berkomikasi dan pembinaan
karyawan.
4. Pengawasan (controlling) merupakan pengawasan apakah semua
kegiatan telah berjalan sebagaimana mestinya.
Pengelolaan apotek meliputi semua kegiatan administrasi, personalia,
kegiatan dibidang material, arus barang dan jasa berhubungan dengan fungsi
apotek, sedangakan pengelolaan teknis farmasi meliputi pengadaan barang,
narkotik, pengelolaan psikotropik dan pengelolaan dokumen.
G. Pengelola Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi
(terbatas/pada pengobatan gigi dan mulut), dokter hewan (terbatas pada
pengobatan hewan) kepada apoteker untuk membuat dan atau menyerahkan
obat kepada pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam resep harus memuat :
1. Nama, Alamat dan Nomor Ijin Praktek Dokter Gigi dan Dokter Hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inspirasi)
3. Tanda R/ kiri atas setiap penulisan resep, nama dan komposisi obat
(invocatin)
4. Aturan pakai obat yang tertulis
5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep (subcriptio)
6. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan
7. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang
jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep dengan nama
lain yaitu Apograph, Exemplum atau afsechrift. Salinan resep selain memuat
semua keterangan yang termuat dalam resep asli harus memuat pula nama
dan alamat
dan diberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya. Kontra
indikasi, efek smping dan lainnya yang diperlukan oleh pasien.
2. Obat Tanpa Resep
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.919/Menkes/Per/X/1993
pasal 2 tentang kriteria obat yang diserahkan tanpa resep dokter yaitu
tidak di kontra indikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun
dan orang tua di atas 65 tahun. Pengobatan sendiri dengan obat yang
dimaksud memerlukan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit prevalensinya
tinggi di Indonesia. Obat yang dimaksudkan memiliki rasio khasiatnya
keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
H. Pengelola Narkotika
Undang-undang yang mengatur tentang narkotika adalah Undang-undang
No. 22 tahun 1997. Pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis
maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika hanya digunakan untuk
pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. PT.
Kimia Farma merupakan perusahaan yang diijinkan oleh pemerintah untuk
mengimpor, memproduksi, dan mendistribusikan obat narkotika di
Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan oleh
pemerintah mengingat narkoba sering disalahgunakan. Apotek hanya dapat
menyerahkan narkotika kepada Rumah Sakit, Puskesmas, Apotek lainnya,
balai Pengobatan dan Pasien dengan membawa Resep dokter.
Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi :
1. Pemesanan Narkotika
Pemesanan narkotika dilakukan melalui PBF Kimia Farma
sebagai distributor. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat
pemesanan narkotika rangkap empat yang ditandatangani oleh
Apoteker Pengelola Apotek dan dilengkapi dengan nomor SIK (Surat
Izin Kerja) serta stempel apotek. Surat pesanan ini di buat untuk tiap
item obat, dibuat rangkap 4. Tiga lembar surat pesanan tersebut dikirim
ke PBF masing-masing untuk Dinkes, BPOM, pedagang atau
penanggungjawab Kimia Farma dan satu lagi untuk Arsip Apotek.
2. Pelaporan Narkotika
Menurut UU No. 22 Pasal 11 ayat 2 tahun 1997 apotek wajib
membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan atau pengeluaran narkotika yang ada didalam
penguasaanya kepada Menteri Kesehatan. Laporan narkotika dikirim
kepada Kepala Dinas Kesehata Propinsi, Badan POM setempat, Dinas
Kesehatan Kota, Arsip Apotek.
3. Pelayanan Narkotika
a. Pasal 7 ayat (2) UU No. 9 Tahun 1976 tentang narkotika. Apotek
dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani
sama sekali.
b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum
dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tapi
salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang
menyimpan resep aslinya.
c. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh
dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah
tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.
4. Penyimpanan Narkotika
Berdasarkan Per Menkes RI No.13/Menkes/Per/I/1978
tentang tata penyimpanan narkotika, bahwa apotek harus memiliki
tempat khusus untuk penyimpanan narkotika. Syarat tempat
penyimpanan narkotika adalah sebagai berikut :
1. Terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat dan dibagi dua masing-masing
dengan kunci berlainan. Pertama digunakan untuk menyimpan
morfin, petidin dan garamnya serta persediaan narkotika,
sedangkan yang lain digunakan untuk menyimpan narkotika lain
yang digunakan sehari-hari.
3. Apabila tenpat khusus tersebut berupa lemari 40x80x100 cm
makalemari tersebut dibuat pada tembok atau lantai dengan cara
disekrup. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan
barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri
Kesehatan.
4. Kunci lemari harus dikuasai oleh pegawai yang dikuasakan.
5. Pemusnahan Narkotika
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika
disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dapat dilakukan 2 hal yaitu
diproduksi tanpa standart dan persyaratan yang berlaku dalam hal :
a. Di produksi tanpa memenuhi standart dan persyaratan yang
berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
b. Kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau.
d. Berkaitan dengan tindak pidana.
Pelaksanaan narkotika di apotek dibuat diberita acara yang
memuat hari, tanggal, tahun pemusnahan, nam apoteker pengelola
apotek, nama saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek
tersebut, cara pemusnahan, tanda tangan, penanggungjawab apotek
dan saksi.
Berita acara tersebut dikirim kepada kantor dinas kesehatan
kabupaten atau kota dengan tembusan kepada kantor Dinkes Propinsi,
Kepala BPOM dan sebagai arsip apotek.
I. Pengelolaan Psikotropika
Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika disebutkan
bahwa psikotropika adalah zat atau bahan bukan narkotika, baik alami
maupun sintesis yang berkhasiat proaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang emnyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental
dan prilaku pemakainya
1. Pemesanan Psikotropika
Pemesanan dapat dilakukan menggunakan surat pesanan
psikotropika rangkap 3 ditandatangani oleh APA dan dilengkapi dengan
nomor SIK atau SP apotek. Surat pesanan dibuat rangkap 3, 2 lembar
untuk PBF dan satu lembar untuk arsip apotek. Berdasarkan pasal 14 UU
No. 5 Tahun 1997 penyerahan psikotropik hanya dapat dilakukan kepada
apotek, RS, Puskesmas, Balai Pengobatan dan Pelayanan resep dari
dokter.
2. Penyimpanan Psikotropika
Obat golongan psikotropika cenderung untuk di salah gunakan,
maka dimintakan kepada sarana distribusi obat (PBF, Apotek, RS, dll)
agar menyimpan obat-obatan golongan psikotropika tersebut dalam rak
atau lemari khusus dan kartu stock psikotropika.
3. Pelaporan Psikotropika
Pengeluaran obat psikotropika wajib dilaporkan, pelaporan
dibedakan atas penggunaan bahan baku psikotropika dan sediaan jadi
psikotropika, awal Januari sampai Desember diajukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala BPOM,
serta digunakan sebagai arsip apotek. Laporan ditandatangani oleh APA
dengan mencantumkan nama jelas, nomor SOK atau SP, nomor SIA dan
temple apotek.
4. Pemusnahan Psikotropika
Berdasarkan Undang-undang No. 5 1997 pemusnahan
psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana,
diproduksi tanpa memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan yang
kemudian dikirim kepada Kepala Badan POM dengan tembusan Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi serta sebagai arsip apotek. Pemusnahan
psikotropika disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari
setelah mendapat kepastian.
J. Pajak Apotek
Pajak adalah suatu kewajiban setiap warga Negara untuk
menyerahkan sebagian dari kekayaan/hasil pendaapatan kepada Negara
menurut perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah dan dipergunakan
untuk kepentingan masyarakat atau iuran kepada kas Negara berdasarkan
undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbale
balik yang dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar kepentingan
umum.
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang harus dibayar apotek pada pembelian obat dari
PBF yang besarnya 10%.
2. Pajak Reklame atau Iklan (Papan Nama Apotek)
Pajak ini dikenakan berhadapan pemasangan papan nama apotek, lokasi
dan lingkungan apotek.
3. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak ini dikenakan setiap tahun dan besarnya bergantung pada luas
tanah, bangunan serta lokasi apotek.
4. Pajak Penghasilan Pribadi (PPH 21)
Besarnya pajak ditentukan berdasarkan laba atau penghasilan netto
dikurangi PTKP (Pajak Tidak Kena Pajak). Pembayaran pajak
penghasilan pribadi dengan ketentuan :
a. Penghasilan sampai dengan 25 juta rupiah dikenakan pajak 5%
b. Penghasilan diatas 25-50 juta rupiah pajak 10%
c. Penghasilan diatas 50-190 juta rupiah dikenakan pajak 15%
d. Penghasilan diatas 200 juta dikenakan pajak 35%
5. Pajak Penghasilan Badan (PPH 25)
Besarnya pajak ditentukan berdasarkan laba atau penghasilan netto yang
diperoleh wajib pajak badan dalam negeri dalam bentuk usaha.
Pembayaran pajak penghasilan badan ditentukan :
a. Penghasilan sampai 50 juta rupiah dikenakan pajak 10%
b. Penghasilan diatas 50-100 juta rupiah dikenakan pajak 15%
c. Penghasilan diatas 100 juta rupiah dikenakan pajak 30%