Ketikan Ubi Jalar

download Ketikan Ubi Jalar

of 13

description

ubi jalar ungu

Transcript of Ketikan Ubi Jalar

UBI JALAR UNGU (IPOMOEA BATATAS)Ipomoae Batatas varietas ungu atas biasa disebut ubi jalar atas sweet potato merupakan hasil panen yang paling diminati jutaan orang di seluruh dunia berdasarkan data yang diambil data Organiasi dan pertanian Dunia (FAO). Ipomoea Batatas varietas ungu dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Setidaknya sekitar 120,6 juta ubi jalar diproduksi di dunia (FAO, 2009).Ubi jalar diduga berasal dari benua Amerika. Pakar ilmu botani dan pertanian memperkirakan tanaman ubi jalar ini berasal dari Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Diperkirakan pada pertengahan abad ke-16, tanaman ubi jalar ini sudah tersebar dikawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia berkat jasa orang-orang Spanyol (Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002).1. Taksonomi Ipomoea BatatasKingdom: PlantaeSub kingdom: TracheobiontaDivisi: SpermatophytaKelas: MagnoliopsidaSub kelas: AsteridaeOrdo: SolanalesFamili: ConvolvulaceaeGenus: Ipomoea LSpecies: Ipomoea Batatas (L) Lam(United States Department of Agriculture, 2007)

2. Karakteristik Ipomoea BatatasUbi jalar ungu merupakan tanaman yang tumbuh dengan baik di daerah tropis dan lembab, dengan suhu optimum 270C dan lama penyinaran matahari 11-12 jam perhari. Tanaman ini memungkinkan untuk tumbuh sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Dalam pertumbuhannya, ubi jalar tidak membutuhkan kondisi tanag yang subur.Di indonesia, beberapa varieta ubi jalar berasal dari Jepang, yang kemudian diusahakan secara luas di nusantara. Varietas ubi jalar Jepang yang dikenal di Indonesia antara lain : varietas ibaraki, beniazuma, dan naruto (Hartayo, 2004).

3. Kandungan Ipomoea BatatasKandungan merupakan sumber yang tinggi akan karbohidrat dan kalori. Ubi jalar ini mengandung 65% dari kebutuhan vitamin C sehari-hari dalam bentuk sediaan satu cangkir dan bebas lemak. Vitamin C sangat penting untuk mencegah komponen pembentuk kanker yang berasal dari nitrit dan nitrat dari makan-makanan tertentu. Vitamin lain yang terkandung dalam ubi jalar antara lain B6, riboflavin, thiamin, dan niacin (Kumalaningsih, 2006). Sediaan satu cangkir dapat menyediakan 26% dari kebutuhan serat sehari-hari. Banyak mineral yang diserap oleh akar ubi jalar agar dapat menjaga tanaman tetap sehat. Mineral yang ditemukan pada ubi jalar antara lain besi, kalsium, fosfor, natrium, kalium, zinc, tembaga, selenium, dan sejumlah mangan. Kandungan kerbohidrat yang tinggi pada ubi jalar dapat menghasilkan energi yang setara dengan gandum dan nasi. Banyak orang percaya wortel merupakan makanan yang paling baik dalam hal kandungan beta-karoten yang dimilikinya, namun setelah diteliti, pada ubi jalar terdapat kandungan beta-karoten yang lebih tinggi dibandingkan kelas karoten lainnya. Beta karoten dapat menjadi nutrisi yang penting untuk mencegah kanker paru dan penyakit jantung, juga membantu meningkatkan sistem imun, dan mengurangi katarak (Cole, 2011). Adapun komposisi kimia beberapa jenis ubi jalar dapat dilihat pada tabel 2.3. Ipomoea Batatas varietas ungu memiliki kandungan antosianin sebanyak 110,51 mg/100 gram (Suprapta, 2003). Namun perbedaan kultivar dari masing-masing ubi jalar memiliki kandungan antosianin yang berbeda. Seperti contoh pada ubi jalar ungu kultivar Gunung Kawi, kandungan antosianin yang dimilikinya sebanyak 110-220 mg/ 100 gram. Untuk berbagai macam kandungan antosianin ubi jalar ungu kultivar lainnya, dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.3 perbedaan komposisi kimia ubi jalar orange, ungu, putihKomposisi KimiaJenis Warna Daging Umbi

Orange2Putih2Ungu2

Air (%)79,2862,2470,46

Abu (%)1,090,930,84

Pati (%)15,1828,7912,64

Protein (%)-0,890,77

Gula reduksi (%)1,690,320,3

Serat kasar (%)0,842,53

Lemak (%)-0,770,94

Vitamin C (mg 100 mg)-28,6821,43

(Dewi, 2007; Suprapta, 2003 dalam Arixs 2006)

Tabel 2.4 Perbandingan kadar antosianin pada ubi jalar putih, kuning, dan unguAntioksidan/ 100 gramUbi jalar putihUbi jalar kuningUbi jalar ungu

Antosianin 0,06mg/ 100g4,56mg/ 100g110,51mg/ 100g

(Suprapta, 2003)

Tabel 2.5 perbandingan kadar antosianin pada berbagai kultivar ubi jalar varietas unguNama kultivar ubi jalarKadar antosianin

Kloning MSU 01022-1233,89mg/ 100g

Gunung Kawi110-220mg/ 100g

Ayamurasaki/ Yamagawamurasaki (ubi jalar Jepang)300mg/ 100g

Kloning RIS 03063-05510,80mg/ 100g

Kloning MSU 03028-10560-590,8mg/ 100g

(Balitkabi, 2012)Ubi jalar ungu juga mengandung kandungan fenotik yang tinggi sehingga telah dikenal memiliki potensi makanan yang bernilai guna untuk kesehatan manusia. Pada beberapa penelitian terakhir, dikatakan bahwa kandungan antosianin yang berasal dari ubi jalar ungu memiliki pengaruh kuat akan anti radikal bebas, antimutagenik, dan mengurangi hipertensi. Fungsi fisiologis antosianin lainnya termasuk anti-inflamasi, anti-mikrobial, proteksi sinar UV, dan mengurangi defek memori. Penelitian pada orang dewasa yang diberi perlakuan diet ubi jalar ungu (400 mg antosianin/ hari) memiliki potensi untuk meningkatkan perlindungan hati dari stress oksidatif (Truong et al, 2009). Selain itu, dilaporkan pula bahwa kandungan fenotik yang terdapat di ubi jalar dapat menghambat pertumbuhan dari kanker usus dan leukimia (Kurata et al, 2007). Selan itu, fenotik juga dapat menghambat pertumbuhan virus dan jamur in vitro (Peterson et al, 2005) dan membantu memperbaiki diabetes pada manusia (Ludvik et al, 2008).Ubi jalar jingga dan ungu mengandung sejumlah besar antosianin dan beta karoten. Antosianin fenotik dari karotenoid tersirat dalam warna dan daging ubi jalar (krim, kuning tua, jingga, dan ungu) dan bekerja sebagai suatu antioksidan. Warna dan varietas ubi jalar ungu juga dapat mempengaruhi kadar dan sifat fenotik, antosianin (Steed dan Truong, 2008), dan karotenoid (Tokusoglu dan Yildrim, 2011).Beberapa penelitian mengenai aktivitas antioksidan dari ubi jalar telah dilakukan Teow et al, 2007; Huang et al, 2006; Kano et al, 2005; Oki et al, 2002. Telah diteliti bahwa kebanyakan antosianidin; pelargonidin, sianidin, delphinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin, dan bentuk glikosidik lainnya (antosianin) bekerja sebagai antioksidan yang kuat (Tokusoglo dan Yildrim, 2011). ANTOSIANINAntosianin (bahasa Inggris: anthocyanin, dari gabungan kata Yunani : anthos = bunga, dan cyanos = biru) adalah pigmen larut air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan (Kevin et al, 2008). Pigmen ini memberikan warna pada bunga, buah, dan daun tumbuhan hijau yang biasa digunakan sebagai perwarna alami pada berbagai produk pangan (He et al, 2010). Warna yang terpancarkan oleh antosianin memiliki struktur ikatan rangkap yang terkonjugasi panjang, sehingga mampu menyerap cahaya dalam rentang cahaya tampak. Pigmen antosianin merupakan salah satu jenis flavonoid yang hepatoprotektif, dan antihipertensi. Antosianin banyak terdapat pada berbagai macam bahan pangan seperti sayur, buah, kacang-kacangan, padi-padian, dan umbi-umbian (Micallef dan Lewandowski, 2007).Antosianin banyak ditemukan pada hampir setiap spesies tanaman, dan terakumulasi di seluruh bagian tanaman berbuah (ceri, raspberry, blackberry, blueberry, kismis, jeruk, anggur) dan sayur-sayuran (tomat, jagung merah, bawang merah, kubis merah, kentang berkulit merah, ubi jalar ungu, terong). Kandungan antosianin yang lebih banyak dapat ditemukan pada bagian buah atau bunganya. Antosianin juga ditemukan pada beberapa produk tertentu seperti anggur merah. Kandungan antosianin pada buah-buahan lebih tinggi daripada sayur-sayuran (Oancea dan Oprean, 2011).Berdasarkan strukturalnya, antosianin merupakan glikosida dan asilglikosida dari antosianinidin, dan aglikon flavilium (2-fenilbenzopyrilum) berdiferensiasi sebagai subsitusi hidroksil atau metoksil dalam struktur dasarnya. Inti dari antosianidin, flavilium, memiliki struktur karbon C6-C3-C6 yang tipikal, dimana mengandung satu cincin benzopiran heterosiklik (sebagai cincin C), satu cincin aromatik (sebaga cincin A) dan satu unsur fenil (sebagai cincin B). Dalam bentuk kation, antisoanidin memiliki dua ikatan ganda di cincin C sehingga dapat membawa muatan positif (Hosseinia and Beta, 2007).Pada beberapa tahun terakhir, ketertarikan peneliti terhadap antosianin meningkat mengingat keuntungan yang dapat diperoleh di bidang kesehatan (Guisti dan Wrolstadt, 2003). Antosianin sering dihubungkan dengan upaya prevensi dan pengurangan resiko dari degenerasi makula yang disebabkan umur (Jang et al, 2005), antikanker (Katsube et al, 2005), antioksidan (Oancea dan Oprean, 2001), dan mengurangi resiko kelainan kardiovaskuler (Mazza, 2007). Sampai sekarang, belum ada penelitian yang menyatakan hal mengenai toksisitas antosianin pada manusia (He et al, 2010). Oleh karena itu, kemampuan antosianin sebagai antioksidan adalah yang paling diminati peneliti untuk mengintervensikannya pada manusia sebagai sasaran terapi (Montilia et al, 2010).Pada sistem kardiovaskuler, telah diketahui bahwa aterosklerosis merupakan salah satu kelainan inflamasi. Peroksidasi lipid dan penggantian NO yang memperantarai vasodilatasi juga merupakan kejadian patologis yang relevan. Hal ini mengarahkan antosianin sebagai factor penentu karena antosianin dapat mempengaruhi ketiga factor tersebut. Xia et al (2007) melaporkan mekanisme bagaimana antosianin dapat mengurangi plak aterosklerosis pada tikus yang defisiensi apolipoprotein E (Apo-E) (Xia et al, 2007).Pada percobaan Xia et al, antosianin yang diberikan pada hewan coba akan menurunkan kadar kolesterol dan pembentukan kompleks CD40 dan TRAF-2 yang menyebabkan menurunnya aktivasi NF-kB dan pelepasan sitokin pro-inflamasi yang berasal dari NF-kB, yaitu IL-6, IL-8, dan MC-1 sehingga berujung pada penurunan inflamasi. Penurunan inflamasi tersebut akan mengurangi pertumbuhan aterosklerosis. Jadi, antosianin memiliki peran sebagai inhibitor melalui jalur penurunan aktivasi NF-kB. Antosianin dalam hal ini berbentuk Cy-3-g yang berikatan dengan TRAF-2 menghasilkan suatu kompleks dimana kompleks itu akan menghambat aktivasi CD40 yang sudah berikatan dengan CD 40L menyebabkan penurunan aktivasi NF-kB (Xia et al, 2007).Hipotesis Xia et al ini dapat dijelaskan melalui gambar 2.9

Gambar 2.9 Proses penurunan inflamasi akibat pemberian antosianin (Xia et al, 2007)