Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

10
TINJAUAN PUSTAKA Serangga Ordo Hymenoptera Ordo Hymenoptera termasuk ke dalam kelas Insecta. Ordo ini merupakan salah satu dari 4 ordo terbesar dalam kelas Insecta, yang memiliki lebih dari 80 famili dan lebih dari 115 ribu spesies yang telah diidentifikasi. Ordo Hymenoptera mempunyai dua subordo, yaitu Symphyta dan Apocrita. Subordo Symphyta mempunyai ciri khusus yaitu venasi sayap lebih sempurna dan tidak ada penyempitan pada abdomen ruas ke-dua, kadang subordo ini disebut sebagai subordo Hymenoptera primitif. Subordo Apocrita mempunyai ciri khas yaitu venasi sayap lebih sederhana dan ada penyempitan pada bagian abdomen ruas ke- dua (La Salle & Gauld 1993; Borror et al. 1996). Ciri-ciri dari ordo Hymenoptera dapat dilihat dari tipe alat mulut, hamuli, ovipositor dan lain-lain. Alat mulut ordo Hymenoptera bertipe mandibulata, tetapi kebanyakan serangga dari ordo ini mempunyai alat mulut yang termodifikasi menjadi alat penghisap seperti lidah. Alat ini merupakan suatu struktur yang terdiri dari maksila dan labium. Hamuli adalah deretan pengait kecil yang terdapat pada sayap belakang ordo ini. Hamuli berfungsi untuk mengaitkan sayap belakang dengan sayap depan sehingga gerakan sayap pada saat terbang menjadi satu gerakan. Ciri selanjutnya adalah ovipositor atau organ yang berfungsi untuk meletakkan telur. Terdapat dua kelompok yang mempunyai perbedaan pada bentuk dan fungsi dari ovipositor, yaitu kelompok aculeata dan parasitica (terebrantes). Hymenoptera aculeata mempunyai ovipositor yang berfungsi sebagai penyengat dan Hymenoptera parasitica mempunyai ovipositor yang berfungsi sebagai alat peletak telur (La Salle & Gauld 1993). Menurut Speight et al. (1999), Ordo Hymenoptera tersebar di semua vegetasi pertanian, hutan atau tempat-tempat lain yang terdapat sumber makanan bagi serangga ini seperti vegetasi tanaman berbunga dan kebun sayuran. Kebanyakan dari ordo ini aktif pada hari yang cerah untuk mencari serangga inang, serbuk sari dan nektar, atau mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat sarang. Beberapa spesies seperti parasitoid dapat aktif malam hari, jika serangga inang mereka aktif pada malam hari.

Transcript of Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

Page 1: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

TINJAUAN PUSTAKA

Serangga Ordo Hymenoptera

Ordo Hymenoptera termasuk ke dalam kelas Insecta. Ordo ini merupakan

salah satu dari 4 ordo terbesar dalam kelas Insecta, yang memiliki lebih dari 80

famili dan lebih dari 115 ribu spesies yang telah diidentifikasi. Ordo

Hymenoptera mempunyai dua subordo, yaitu Symphyta dan Apocrita. Subordo

Symphyta mempunyai ciri khusus yaitu venasi sayap lebih sempurna dan tidak

ada penyempitan pada abdomen ruas ke-dua, kadang subordo ini disebut sebagai

subordo Hymenoptera primitif. Subordo Apocrita mempunyai ciri khas yaitu

venasi sayap lebih sederhana dan ada penyempitan pada bagian abdomen ruas ke-

dua (La Salle & Gauld 1993; Borror et al. 1996).

Ciri-ciri dari ordo Hymenoptera dapat dilihat dari tipe alat mulut, hamuli,

ovipositor dan lain-lain. Alat mulut ordo Hymenoptera bertipe mandibulata,

tetapi kebanyakan serangga dari ordo ini mempunyai alat mulut yang

termodifikasi menjadi alat penghisap seperti lidah. Alat ini merupakan suatu

struktur yang terdiri dari maksila dan labium. Hamuli adalah deretan pengait

kecil yang terdapat pada sayap belakang ordo ini. Hamuli berfungsi untuk

mengaitkan sayap belakang dengan sayap depan sehingga gerakan sayap pada saat

terbang menjadi satu gerakan. Ciri selanjutnya adalah ovipositor atau organ yang

berfungsi untuk meletakkan telur. Terdapat dua kelompok yang mempunyai

perbedaan pada bentuk dan fungsi dari ovipositor, yaitu kelompok aculeata dan

parasitica (terebrantes). Hymenoptera aculeata mempunyai ovipositor yang

berfungsi sebagai penyengat dan Hymenoptera parasitica mempunyai ovipositor

yang berfungsi sebagai alat peletak telur (La Salle & Gauld 1993).

Menurut Speight et al. (1999), Ordo Hymenoptera tersebar di semua

vegetasi pertanian, hutan atau tempat-tempat lain yang terdapat sumber makanan

bagi serangga ini seperti vegetasi tanaman berbunga dan kebun sayuran.

Kebanyakan dari ordo ini aktif pada hari yang cerah untuk mencari serangga

inang, serbuk sari dan nektar, atau mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat

sarang. Beberapa spesies seperti parasitoid dapat aktif malam hari, jika serangga

inang mereka aktif pada malam hari.

Page 2: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

Semut dan lebah merupakan serangga-serangga eusosial dari Ordo

Hymenoptera. Kedua jenis serangga ini mempunyai pembagian kerja, dan

terdapat sistem kasta seperti kasta pekerja dan prajurit yang mandul serta kasta

reproduksi. Serangga ini bekerja sama di antara anggota koloni dalam membuat

sarang, menjaga ratu, mencari makanan, memelihara telur dan serangga muda

(Borror et al 1996).

Godfray (1994) dan Quicke (1997) menyatakan bahwa Ordo Hymenoptera

mempunyai siklus hidup yang lengkap atau holometabola, tetapi ada juga yang

berbeda siklus hidupnya tergantung pada spesies. Sebagian besar spesies dari

Ordo Hymenoptera mampu menyimpan sperma dan telur dalam tubuhnya ketika

ada gangguan seperti tidak adanya sumber makanan. Kebanyakan spesies akan

bertelur di dekat inang, pada inang yang telah dilumpuhkan sementara atau pada

sarang inang.

Parasitoid

Parasitoid adalah larva serangga yang hidup, tinggal, dan makan di dalam

tubuh serangga lain atau inang, sampai serangga inang tersebut mati. Hanya ada

satu inang yang dibutuhkan parasitoid untuk menyelesaikan perkembangan dan

pertumbuhannya. Parasitoid dapat hidup secara soliter atau gregarius pada inang

yang sama, bahkan sampai ribuan individu parasitoid dalam satu inang yang

sama. Jika telur diletakkan pada inang yang sama oleh spesies parasitoid yang

sama disebut superparasitisme, dan jika berbeda parasitoid dalam satu inang

disebut multiparasitime. Tetapi jika larva parasitoid kedua memarasit parasitoid

yang sudah ada pada inang disebut hiperparasitisme (Godfray 1994).

Istilah parasitoid telah dikenalkan oleh Reuter pada tahun 1913, dan baru

pada tahun 1980-an menjadi hal umum yang diterima oleh banyak kalangan.

Siklus hidup pada parasitoid dapat terbagi menjadi empat tahap yaitu, telur, larva,

pupa, imago, atau dengan kata lain termasuk serangga dengan perkembangan

holometabola (Godfray 1994).

La Salle (1993) mengatakan bahwa spesies parasitoid terbanyak terdapat

pada Ordo Hymenoptera. Parasitoid jumlahnya sangat berlimpah pada ekosistem

teresterial. Parasitoid mempunyai kisaran inang yang cukup luas. Hal ini

4

Page 3: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

dibuktikan dengan keberhasilan parasitoid sebagai salah satu agens pengendali

hayati yang berperan penting dalam mengendalikan populasi hama dan populasi

serangga fitofag lainnya secara alami. Sebagian besar parasitoid berkaitan dengan

kemampuan dalam merespon kepadatan populasi serangga inang, sehingga

parasitoid mampu menjaga keseimbangan ekologi dan memberikan kontribusi

dalam keranekaragaman organisme lain.

Parasitoid dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan perilaku

makannya, yaitu endoparasitoid dan ektoparasitoid. Endoparasitoid adalah

parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan didalam tubuh inang, sedangkan

ektoparasitoid adalah parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan diluar tubuh

inang, hanya alat mulutnya yang melekat dan masuk pada tubuh inang. Sebagian

besar parasitoid hanya masuk ke dalam satu golongan saja, tetapi ada juga yang

hidup sebagai endoparasitoid dan pada fase lain berubah menjadi ektoparasitoid

(Godfray 1994; Quicke 1997).

Proses parasitisasi inang selalu ditentukan oleh parasitoid betina yang

memasukkan telur secara langsung pada inang dengan ovipositor. Serangga

parasitoid ordo Hymenoptera mempunyai ovipositor dengan bentuk, ukuran dan

kegunaan yang berbeda. Ovipositor digunakan untuk memasukkan telur ke dalam

tubuh inang dan untuk menyengat inang. Imago betina tidak hanya meletakkan

telur di dalam tubuh inang, pada beberapa kasus, imago betina meletakkan telur

pada tanaman makanan calon inang, sehingga proses parasitisasi terjadi ketika

telur termakan oleh inang. Selain itu imago betina juga meletakkan telurnya di

dekat inang, sehingga larva instar awal parasitoid akan mencari inangnya sendiri

(Godfray 1994).

Inang parasitoid dapat berupa telur, larva, prapupa, pupa, dan imago.

Parasitoid dapat dikelompokkan berdasarkan inang yang diserang, yaitu parasitoid

telur, parasitoid larva, parasitoid pupa, dan parasitoid imago. Ada juga beberapa

parasitoid yang menyerang lebih dari satu fase. Parasitoid ini berkembang pada

dua fase, pada fase pertama larva parasitoid hanya berkembang dan baru bisa

membunuh inang ketika masuk ke fase selanjutnya, seperti parasitoid telur-larva

dan parasitoid larva-pupa (Godfray 1994; Quicke 1997).

5

Page 4: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

Ordo serangga yang mempunyai kemampuan sebagai parasitoid adalah

Ordo Hymenoptera dan Diptera (Godfray 1994). Baru-baru ini serangga dari

Ordo Lepidoptera pun ada yang bersifat sebagai parasitoid (Buchori, Komunikasi

pribadi 2009). Penggunaan parasitoid dalam proses bercocok tanam dan pada

aplikasi pengendalian hama terpadu sangat penting. Penggunaan parasitoid

sebagai musuh alami dilakukan untuk menekan pengendalian hama secara

kimiawi, yang menimbulkan banyak kerugian seperti residu pestisida (Godfray

1994).

Menurut Greathead (1987 dalam La Salle 1993), parasitoid mampu

bertahan dua kali lipat dari predator dan lebih efektif pada rasio populasi yang

sama. Sebanyak 393 spesies parasitoid telah dijadikan sebagai agens pengendali

hayati, dan di antaranya sebanyak 343 spesies (87%) telah berhasil

mengendalikan dan menurunkan populasi hama. Parasitoid merupakan agens

pengendali hayati yang sangat potensial, yang mempunyai keunggulan

dibandingkan teknik pengendalian dan musuh alami jenis lainnya. Parasitoid

mampu menyerang inang secara spesifik, berukuran kecil, jumlah populasi di

lapang yang melimpah, dan mampu menekan populasi serangga hama secara

signifikan (Godfray 1994).

Ciri-ciri Beberapa Famili Parasitoid

Setiap famili parasitoid mempunyai ciri tertentu yang dapat membedakan

famili yang satu dengan yang lain. Perbedaan ciri dapat dilihat dari beberapa

bagian, seperti jumlah ruas antena, posisi alat mulut, bentuk toraks, bentuk venasi

sayap, bentuk abdomen, ruas abdomen, jumlah tarsus, tipe tarsus dan lain-lain.

Masing-masing bagian mempunyai fungsi masing-masing dalam proses

identifikasi suatu serangga parasitoid.

Famili Diapriidae. Panjang tubuh umumnya 2 sampai 4 mm. Antena

kurang lebih menyiku. Ruas skapus memanjang terletak pada bagian seperti

lekukan pada kepala. Sayap depan tanpa stigma tetapi kadang dengan vena

marginal yang menebal. Metasoma dengan petiol yang jelas, tergum ke-dua

metasoma paling panjang. Ovipositor hampir seluruhnya tersembunyi (Masner

1993a).

6

Page 5: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

Famili Scelionidae. Panjang tubuh umumnya berkisar antara 1-2,5 mm,

biasanya berwarna hitam, kadang kuning. Antena umumnya mempunyai 9 atau

10 ruas flagelomer. Pada sayap depan, vena submarginal biasanya mencapai

ujung anterior sayap. Terdapat vena stigma dan seringkali mempunyai vena post

marginal. Sayap belakang umumnya dengan vena submarginal mencapai hamuli.

Metasoma umumnya pipih dorsoventral. Tergum ruas ke-dua atau ke-tiga lebih

panjang dari pada ruas lainnya (Masner 1993b).

Famili Ceraphronidae. Panjang tubuh sekitar 1-3 mm, umumnya

berwarna hitam atau coklat, kadang kuning, orange atau kemerahan. Antena pada

betina 7-8 ruas flagelomer, sedangkan jantan 8-9 ruas. Terdapat bentuk

makroptera, brakhiptera, atau hampir tanpa sayap. Bila mempunyai sayap, maka

sayap depan dengan vena stigma yang sempit dan linear, serta pangkal metasoma

lebar. Bagian anterior metasoma bila dilihat dari dorsal terdapat penyempitan

seperti leher (Masner 1993c).

Famili Encyrtidae. Tubuh dengan pronotum yang terlihat jelas dari arah

dorsal. Mesoscutum biasanya tanpa notauli, namun bila notauli ada maka

berbentuk linear. Aksila hampir lurus dan bertemu di bagian tengah. Sersi

terletak pada ujung anterior metasoma. Pada bagian tergum metasoma terdapat

bentukan seperti huruf M di antara sersi (Grissell & Schauff 1990; Gibson 1993).

Famili Eulophidae. Tubuh berwarna metalik atau tidak, biasanya tidak

terlalu tersklerotisasi. Antena dengan 5-10 ruas flagelomer. Antena betina

biasanya dengan funikel 2-4 ruas dan dengan ruas gada tiga atau kurang. Antena

jantan dengan 6 atau kurang ruas flagelomer, seringkali tanpa ruas gada yang

jelas. Skutelum kadang-kadang dengan sepasang garis submedian yang

memanjang. Tarsi dengan empat tarsomer. Mesosoma dan metasoma dipisahkan

dengan penggentingan yang jelas (Gibson 1993).

Famili Eucoilidae. Skutellum pada famili ini mempunyai karakteristik

yang khusus, yaitu berbentuk seperti tetes air mata. Ruas tergum metasoma ke-

dua atau ke-tiga terlihat lebih besar daripada ruas lainnya (Ritchie 1993).

Famili Mymaridae. Umumnya panjang tubuh kurang dari 1,5 mm.

Letak antena lebih dekat pada mata dari pada antara antena. Betina mempunyai

antena menggada yang jelas, antena jantan tidak menggada. Terdapat garis

7

Page 6: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

seperti huruf H pada kepala bagian verteks. Pangkal sayap belakang biasanya

berbentuk seperti tangkai dengan membran pada bagian apikal sayap. Taji pada

tibia depan relatif panjang dan melengkung. Tarsi dengan 4 atau 5 tarsomer

(Gibson 1993).

Famili Braconidae. Venasi 2m-cu pada sayap depan tidak ada. Terdapat

vena 1/Rs+M pada sayap depan. Venasi 1r-m pada sayap belakang biasanya

terpisah menjadi R1 dan Rs. Metasoma tergum ruas ke-dua bersatu dengan

tergum ruas ke-tiga (Wahl & Sharkey 1993).

Famili Trichogrammatidae. Ukuran tubuh umumnya 1 mm atau kurang

dan kurang tersklerotisasi. Tubuh tidak metalik. Antena lebih pendek dari pada

panjang kepala dan metasoma, mempunyai 3-7 ruas flagelomer, ruas gada 1-3

flagelomer. Sayap depan bervariasi dari lebar sampai sempit. Sebagian seta

sayap sering membentuk barisan. Tarsi dengan tiga ruas tarsomer. Metasoma

menempel pada mesosoma tanpa ada penggentingan (Gibson 1993).

Faktor yang Mempengaruhi Keranekaragaman Parasitoid

Serangga di daerah tropis umumnya mempunyai tingkat keanekaragaman

yang tinggi. Knight & Holoway (1990) melaporkan bahwa daerah tropis

merupakan pusat keanekaragaman serangga. Keanekaragaman parasitoid seperti

serangga pada umumnya dipengaruhi kompleksitas suatu lanskap, jenis vegetasi,

iklim (Quicke 1997, Speight et al. 1999), garis lintang dan ketinggian di atas

permukaan laut (Noyes 1989).

Nilai kompleksitas suatu lanskap akan tinggi jika diisi oleh vegetasi yang

beragam, sehingga akan banyak jenis sumber daya yang dapat dimanfaatkan

serangga inang atau serangga parasitoid. Keanekaragaman tanaman berbanding

lurus dengan keanekaragaman faktor fisik, kimia, dan biologi yang akan

mempengaruhi serangga inang dan parasitoid. Keanekaragaman parasitoid

biasanya mengikuti keanekaragaman inang yang akan semakin tinggi di daerah

equator. Umur tanaman dan senyawa kimia tanaman berpengaruh terhadap proses

pencarian inang (Godfray 1994).

Faktor garis lintang, bujur, ketinggian, suhu, kelembaban udara, angin

serta faktor iklim lainnya juga berpengaruh pada keanekaragaman serangga

umumnya pada suatu wilayah (Noyes 1989). Garis lintang yang rendah seperti

8

Page 7: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

garis equator memiliki tingkat keanekaragaman tanaman dan serangga yang

tinggi. Ketinggian yang rendah mempunyai keanekaragaman yang tinggi

sedangkan semakin tinggi ketinggian maka keanekaragaman akan berkurang.

Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga, suhu tinggi

mempercepat pertumbuhan dan perkembangan dan juga mempercepat kematian.

Sedangkan suhu rendah membuat metabolisme serangga rendah sehingga mampu

bertahan hidup dengan jumlah persediaan makanan yang sedikit. Kelembaban

udara dan angin mempengaruhi mobilitas serangga. Pada kelembaban tinggi

biasanya curah hujan akan tinggi, hal ini membuat parasitoid susah bergerak

dalam mencari inang. Angin dapat membantu serangga berpindah tempat dan

dapat membawa senyawa kimia dari makanan serangga inang atau senyawa kimia

serangga inang tersebut (Speight et al. 1999).

Alat Koleksi

Perangkap Malaise

Perangkap malaise merupakan suatu jenis perangkap yang dikenalkan oleh

Dr. Rene Malaise. Perangkap ini efektif dalam memerangkap berbagai jenis

serangga terutama serangga terbang dan serangga yang terdapat pada permukaan

tanah. Bagian luar perangkap terdiri dari empat dinding dan keseluruhan

perangkap ini berbentuk seperti rumah. Perangkap ini terdiri dari beberapa bagian

penting. Bagian perangkap utama adalah kelambu yang berbahan nilon dengan 34

lubang per cm. Kelambu berukuran panjang 1,5 m, lebar 1,5 m dan tinggi 2 m

dengan atap yang sedikit miring atau berbentuk tenda pada sudut atasnya. Pada

bagian atas terdapat layar dengan lebar 0,2 meter, lapisan ini mencegah lepasnya

serangga yang sudah tertangkap. Pada alat ini terdapat satu tabung perangkap

(Gambar 1). Tabung perangkap diletakkan pada bagian atas perangkap malaise

(Gressitt & Gressitt 1962).

Tabung perangkap adalah plastik transparan dengan ukuran 22x10 cm,

dengan lubang yang diameter 12 sampai 15 mm. Tabung ini sangat bervariasi

tergantung jenis serangga yang ingin ditangkap, ukuran dan bentuk perangkap

malaise. Lubang yang lebih kecil, mempercepat terbunuhnya serangga, dan

mengurangi jumlah serangga yang hancur akibat penumpukan serangga lain yang

masuk. Ukuran diameter 12-15 mm tidak dapat dimasuki oleh capung, kupu-

9

Page 8: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

kupu, ngengat, dan beberapa serangga besar lainnya. Tabung ini dapat

dipindahkan dan pada ujung tabung biasanya diberi racun serangga, seperti

sianida, kloroform, dan lain-lain (Gressitt & Gressitt 1962).

Gambar 1 Tabung perangkap

Sumber: Gressitt dan Gressitt (1962)

Tiang utama berfungsi untuk menyangga dan membentuk perangkap.

Tiang utama ditancapkan ke tanah dengan kokoh. Kelambu perangkap didirikan

dengan mengaitkan tiang penyangga dengan pengait pada bagian pemegang

tabung perangkap. Empat utas tali pengikat diikat dengan kuat untuk membentuk

perangkap pada pohon atau tiang penyangga lainnya. Empat buah tali yang

terdapat pada bagian bawah diikatkan pada pengait yang ditancapkan ke dalam

tanah dengan paku penahan untuk memperkokoh perangkap. Tabung perangkap

diletakkan di atas perangkap, lalu dikaitkan pada bagian pemegang tabung

(Gressitt & Gressitt 1962).

Menurut Gressitt dan Gressitt (1962), penempatan perangkap malaise

sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Perangkap ini harus dipasang pada

daerah dengan populasi serangga terbang yang cukup tinggi. Penempatan juga

dipengaruhi oleh topografi, jenis vegetasi, air, dan angin. Perangkap dapat

ditempatkan di tempat terbuka yang penuh dengan tanaman.

Hasil penangkapan tergantung dari keadaan lingkungan tempat perangkap

dipasang. Penangkapan pada lokasi yang tepat dan musim yang baik mampu

memerangkap lebih dari 1000 spesimen per perangkap per hari. Perangkap ini

mampu berfungsi dalam musim panas dan musim hujan. Air hujan tidak dapat

masuk ke dalam tabung perangkap, sehingga spesimen tidak menjadi basah dan

lembab (Gressitt & Gressitt 1962). Ordo yang sering tertangkap dengan

perangkap malaise adalah Famili Eulopidae, Ichneumonidae, Braconidae (Ordo

10

Page 9: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

Hymenoptera), dan Famili Tabanidae (Ordo Diptera) (Atmowidi 2000; Campos et

al. 2000; Toisuta 2007).

Nampan Kuning

Perangkap nampan kuning merupakan perangkap yang dimanfaatkan

berdasarkan ketertarikan serangga terhadap warna. Serangga mempunyai

ketertarikan terhadap warna-warna tertentu, seperti warna kuning untuk kutu

daun, biru dan putih untuk trhips, dan lain-lain. Perangkap ini berbentuk

mangkuk dengan warna kuning terang yang diletakkan di atas pemukaan tanah.

Nampan kuning biasanya diisi dengan air sabun atau alkohol. Penggunaan air

sabun atau alkohol berfungsi untuk mematikan serangga yang terjatuh ke dalam

perangkap ini. Penggunaan air sabun lebih sering digunakan dibandingkan

dengan alkohol karena, air sabun tidak mengalami penguapan seperti yang terjadi

pada alkohol dan harganya pun lebih murah. Air sabun juga mempunyai

kelemahan, yaitu bila serangga terjatuh ke dalam perangkap dan mati maka

serangga itu akan cepat berubah warna menjadi transparan dan membusuk jika

tidak cepat diambil (Leong & Thorp 1999).

Jaring Serangga

Jaring serangga terdiri atas kain jaring, batang kayu, kawat silinder, dan

kawat pengikat. Untuk mengoleksi serangga dibutuhkan jaring serangga yang

kokoh dan mempunyai bahan yang baik. Bahan yang sering dipakai untuk

membuat jaring adalah kain trikot atau organdi yang berlubang halus, sehingga

serangga-serangga yang kecil tidak akan mampu keluar dari dalam jaring. Jaring

yang baik adalah jaring yang dapat dilepas dan dipasangkan kembali, dengan

warna yang tidak mencolok. Cara menggunakan jaring adalah dengan cara

mengayunkan jaring ke berbagai arah dengan kecepatan tertentu. Serangga yang

tertangkap dalam jaring diambil dengan aspirator atau pinset dan dimatikan

dengan botol racun (Borror et al. 1996).

Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman merupakan suatu indeks yang digunakan dalam

menghitung keanekaragaman suatu individu dari spesies atau famili tertentu pada

11

Page 10: Bab II Tinpus A10tap-4.pdf

suatu daerah. Indeks keanekaragaman merupakan salah satu ukuran yang

digunakan untuk mengumpulkan informasi dari sampel di lapangan. Secara

historis, indeks telah digunakan untuk mengukur efek kualitas habitat seperti efek

polusi limbah. Indeks keanekaragaman dapat membandingkan keanekaragaman

di dua habitat yang berbeda. Indeks ini menggabungkan dua peubah,

yaitu kekayaan spesies (jumlah spesies dalam komunitas) dan kemerataan spesies

(sebaran jumlah individu spesies). Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi

akan diperoleh bila nilai kekayaan spesies dan kemerataan spesies sama rata atau

seimbang. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman suatu daerah, maka akan

semakin seimbang antara jenis spesies dan jumlah individu spesies pada

komunitas tersebut (Soegianto 1994; Magurran 1996).

12