Bab II Tinpus A10tap-4.pdf
Transcript of Bab II Tinpus A10tap-4.pdf
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga Ordo Hymenoptera
Ordo Hymenoptera termasuk ke dalam kelas Insecta. Ordo ini merupakan
salah satu dari 4 ordo terbesar dalam kelas Insecta, yang memiliki lebih dari 80
famili dan lebih dari 115 ribu spesies yang telah diidentifikasi. Ordo
Hymenoptera mempunyai dua subordo, yaitu Symphyta dan Apocrita. Subordo
Symphyta mempunyai ciri khusus yaitu venasi sayap lebih sempurna dan tidak
ada penyempitan pada abdomen ruas ke-dua, kadang subordo ini disebut sebagai
subordo Hymenoptera primitif. Subordo Apocrita mempunyai ciri khas yaitu
venasi sayap lebih sederhana dan ada penyempitan pada bagian abdomen ruas ke-
dua (La Salle & Gauld 1993; Borror et al. 1996).
Ciri-ciri dari ordo Hymenoptera dapat dilihat dari tipe alat mulut, hamuli,
ovipositor dan lain-lain. Alat mulut ordo Hymenoptera bertipe mandibulata,
tetapi kebanyakan serangga dari ordo ini mempunyai alat mulut yang
termodifikasi menjadi alat penghisap seperti lidah. Alat ini merupakan suatu
struktur yang terdiri dari maksila dan labium. Hamuli adalah deretan pengait
kecil yang terdapat pada sayap belakang ordo ini. Hamuli berfungsi untuk
mengaitkan sayap belakang dengan sayap depan sehingga gerakan sayap pada saat
terbang menjadi satu gerakan. Ciri selanjutnya adalah ovipositor atau organ yang
berfungsi untuk meletakkan telur. Terdapat dua kelompok yang mempunyai
perbedaan pada bentuk dan fungsi dari ovipositor, yaitu kelompok aculeata dan
parasitica (terebrantes). Hymenoptera aculeata mempunyai ovipositor yang
berfungsi sebagai penyengat dan Hymenoptera parasitica mempunyai ovipositor
yang berfungsi sebagai alat peletak telur (La Salle & Gauld 1993).
Menurut Speight et al. (1999), Ordo Hymenoptera tersebar di semua
vegetasi pertanian, hutan atau tempat-tempat lain yang terdapat sumber makanan
bagi serangga ini seperti vegetasi tanaman berbunga dan kebun sayuran.
Kebanyakan dari ordo ini aktif pada hari yang cerah untuk mencari serangga
inang, serbuk sari dan nektar, atau mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat
sarang. Beberapa spesies seperti parasitoid dapat aktif malam hari, jika serangga
inang mereka aktif pada malam hari.
Semut dan lebah merupakan serangga-serangga eusosial dari Ordo
Hymenoptera. Kedua jenis serangga ini mempunyai pembagian kerja, dan
terdapat sistem kasta seperti kasta pekerja dan prajurit yang mandul serta kasta
reproduksi. Serangga ini bekerja sama di antara anggota koloni dalam membuat
sarang, menjaga ratu, mencari makanan, memelihara telur dan serangga muda
(Borror et al 1996).
Godfray (1994) dan Quicke (1997) menyatakan bahwa Ordo Hymenoptera
mempunyai siklus hidup yang lengkap atau holometabola, tetapi ada juga yang
berbeda siklus hidupnya tergantung pada spesies. Sebagian besar spesies dari
Ordo Hymenoptera mampu menyimpan sperma dan telur dalam tubuhnya ketika
ada gangguan seperti tidak adanya sumber makanan. Kebanyakan spesies akan
bertelur di dekat inang, pada inang yang telah dilumpuhkan sementara atau pada
sarang inang.
Parasitoid
Parasitoid adalah larva serangga yang hidup, tinggal, dan makan di dalam
tubuh serangga lain atau inang, sampai serangga inang tersebut mati. Hanya ada
satu inang yang dibutuhkan parasitoid untuk menyelesaikan perkembangan dan
pertumbuhannya. Parasitoid dapat hidup secara soliter atau gregarius pada inang
yang sama, bahkan sampai ribuan individu parasitoid dalam satu inang yang
sama. Jika telur diletakkan pada inang yang sama oleh spesies parasitoid yang
sama disebut superparasitisme, dan jika berbeda parasitoid dalam satu inang
disebut multiparasitime. Tetapi jika larva parasitoid kedua memarasit parasitoid
yang sudah ada pada inang disebut hiperparasitisme (Godfray 1994).
Istilah parasitoid telah dikenalkan oleh Reuter pada tahun 1913, dan baru
pada tahun 1980-an menjadi hal umum yang diterima oleh banyak kalangan.
Siklus hidup pada parasitoid dapat terbagi menjadi empat tahap yaitu, telur, larva,
pupa, imago, atau dengan kata lain termasuk serangga dengan perkembangan
holometabola (Godfray 1994).
La Salle (1993) mengatakan bahwa spesies parasitoid terbanyak terdapat
pada Ordo Hymenoptera. Parasitoid jumlahnya sangat berlimpah pada ekosistem
teresterial. Parasitoid mempunyai kisaran inang yang cukup luas. Hal ini
4
dibuktikan dengan keberhasilan parasitoid sebagai salah satu agens pengendali
hayati yang berperan penting dalam mengendalikan populasi hama dan populasi
serangga fitofag lainnya secara alami. Sebagian besar parasitoid berkaitan dengan
kemampuan dalam merespon kepadatan populasi serangga inang, sehingga
parasitoid mampu menjaga keseimbangan ekologi dan memberikan kontribusi
dalam keranekaragaman organisme lain.
Parasitoid dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan perilaku
makannya, yaitu endoparasitoid dan ektoparasitoid. Endoparasitoid adalah
parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan didalam tubuh inang, sedangkan
ektoparasitoid adalah parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan diluar tubuh
inang, hanya alat mulutnya yang melekat dan masuk pada tubuh inang. Sebagian
besar parasitoid hanya masuk ke dalam satu golongan saja, tetapi ada juga yang
hidup sebagai endoparasitoid dan pada fase lain berubah menjadi ektoparasitoid
(Godfray 1994; Quicke 1997).
Proses parasitisasi inang selalu ditentukan oleh parasitoid betina yang
memasukkan telur secara langsung pada inang dengan ovipositor. Serangga
parasitoid ordo Hymenoptera mempunyai ovipositor dengan bentuk, ukuran dan
kegunaan yang berbeda. Ovipositor digunakan untuk memasukkan telur ke dalam
tubuh inang dan untuk menyengat inang. Imago betina tidak hanya meletakkan
telur di dalam tubuh inang, pada beberapa kasus, imago betina meletakkan telur
pada tanaman makanan calon inang, sehingga proses parasitisasi terjadi ketika
telur termakan oleh inang. Selain itu imago betina juga meletakkan telurnya di
dekat inang, sehingga larva instar awal parasitoid akan mencari inangnya sendiri
(Godfray 1994).
Inang parasitoid dapat berupa telur, larva, prapupa, pupa, dan imago.
Parasitoid dapat dikelompokkan berdasarkan inang yang diserang, yaitu parasitoid
telur, parasitoid larva, parasitoid pupa, dan parasitoid imago. Ada juga beberapa
parasitoid yang menyerang lebih dari satu fase. Parasitoid ini berkembang pada
dua fase, pada fase pertama larva parasitoid hanya berkembang dan baru bisa
membunuh inang ketika masuk ke fase selanjutnya, seperti parasitoid telur-larva
dan parasitoid larva-pupa (Godfray 1994; Quicke 1997).
5
Ordo serangga yang mempunyai kemampuan sebagai parasitoid adalah
Ordo Hymenoptera dan Diptera (Godfray 1994). Baru-baru ini serangga dari
Ordo Lepidoptera pun ada yang bersifat sebagai parasitoid (Buchori, Komunikasi
pribadi 2009). Penggunaan parasitoid dalam proses bercocok tanam dan pada
aplikasi pengendalian hama terpadu sangat penting. Penggunaan parasitoid
sebagai musuh alami dilakukan untuk menekan pengendalian hama secara
kimiawi, yang menimbulkan banyak kerugian seperti residu pestisida (Godfray
1994).
Menurut Greathead (1987 dalam La Salle 1993), parasitoid mampu
bertahan dua kali lipat dari predator dan lebih efektif pada rasio populasi yang
sama. Sebanyak 393 spesies parasitoid telah dijadikan sebagai agens pengendali
hayati, dan di antaranya sebanyak 343 spesies (87%) telah berhasil
mengendalikan dan menurunkan populasi hama. Parasitoid merupakan agens
pengendali hayati yang sangat potensial, yang mempunyai keunggulan
dibandingkan teknik pengendalian dan musuh alami jenis lainnya. Parasitoid
mampu menyerang inang secara spesifik, berukuran kecil, jumlah populasi di
lapang yang melimpah, dan mampu menekan populasi serangga hama secara
signifikan (Godfray 1994).
Ciri-ciri Beberapa Famili Parasitoid
Setiap famili parasitoid mempunyai ciri tertentu yang dapat membedakan
famili yang satu dengan yang lain. Perbedaan ciri dapat dilihat dari beberapa
bagian, seperti jumlah ruas antena, posisi alat mulut, bentuk toraks, bentuk venasi
sayap, bentuk abdomen, ruas abdomen, jumlah tarsus, tipe tarsus dan lain-lain.
Masing-masing bagian mempunyai fungsi masing-masing dalam proses
identifikasi suatu serangga parasitoid.
Famili Diapriidae. Panjang tubuh umumnya 2 sampai 4 mm. Antena
kurang lebih menyiku. Ruas skapus memanjang terletak pada bagian seperti
lekukan pada kepala. Sayap depan tanpa stigma tetapi kadang dengan vena
marginal yang menebal. Metasoma dengan petiol yang jelas, tergum ke-dua
metasoma paling panjang. Ovipositor hampir seluruhnya tersembunyi (Masner
1993a).
6
Famili Scelionidae. Panjang tubuh umumnya berkisar antara 1-2,5 mm,
biasanya berwarna hitam, kadang kuning. Antena umumnya mempunyai 9 atau
10 ruas flagelomer. Pada sayap depan, vena submarginal biasanya mencapai
ujung anterior sayap. Terdapat vena stigma dan seringkali mempunyai vena post
marginal. Sayap belakang umumnya dengan vena submarginal mencapai hamuli.
Metasoma umumnya pipih dorsoventral. Tergum ruas ke-dua atau ke-tiga lebih
panjang dari pada ruas lainnya (Masner 1993b).
Famili Ceraphronidae. Panjang tubuh sekitar 1-3 mm, umumnya
berwarna hitam atau coklat, kadang kuning, orange atau kemerahan. Antena pada
betina 7-8 ruas flagelomer, sedangkan jantan 8-9 ruas. Terdapat bentuk
makroptera, brakhiptera, atau hampir tanpa sayap. Bila mempunyai sayap, maka
sayap depan dengan vena stigma yang sempit dan linear, serta pangkal metasoma
lebar. Bagian anterior metasoma bila dilihat dari dorsal terdapat penyempitan
seperti leher (Masner 1993c).
Famili Encyrtidae. Tubuh dengan pronotum yang terlihat jelas dari arah
dorsal. Mesoscutum biasanya tanpa notauli, namun bila notauli ada maka
berbentuk linear. Aksila hampir lurus dan bertemu di bagian tengah. Sersi
terletak pada ujung anterior metasoma. Pada bagian tergum metasoma terdapat
bentukan seperti huruf M di antara sersi (Grissell & Schauff 1990; Gibson 1993).
Famili Eulophidae. Tubuh berwarna metalik atau tidak, biasanya tidak
terlalu tersklerotisasi. Antena dengan 5-10 ruas flagelomer. Antena betina
biasanya dengan funikel 2-4 ruas dan dengan ruas gada tiga atau kurang. Antena
jantan dengan 6 atau kurang ruas flagelomer, seringkali tanpa ruas gada yang
jelas. Skutelum kadang-kadang dengan sepasang garis submedian yang
memanjang. Tarsi dengan empat tarsomer. Mesosoma dan metasoma dipisahkan
dengan penggentingan yang jelas (Gibson 1993).
Famili Eucoilidae. Skutellum pada famili ini mempunyai karakteristik
yang khusus, yaitu berbentuk seperti tetes air mata. Ruas tergum metasoma ke-
dua atau ke-tiga terlihat lebih besar daripada ruas lainnya (Ritchie 1993).
Famili Mymaridae. Umumnya panjang tubuh kurang dari 1,5 mm.
Letak antena lebih dekat pada mata dari pada antara antena. Betina mempunyai
antena menggada yang jelas, antena jantan tidak menggada. Terdapat garis
7
seperti huruf H pada kepala bagian verteks. Pangkal sayap belakang biasanya
berbentuk seperti tangkai dengan membran pada bagian apikal sayap. Taji pada
tibia depan relatif panjang dan melengkung. Tarsi dengan 4 atau 5 tarsomer
(Gibson 1993).
Famili Braconidae. Venasi 2m-cu pada sayap depan tidak ada. Terdapat
vena 1/Rs+M pada sayap depan. Venasi 1r-m pada sayap belakang biasanya
terpisah menjadi R1 dan Rs. Metasoma tergum ruas ke-dua bersatu dengan
tergum ruas ke-tiga (Wahl & Sharkey 1993).
Famili Trichogrammatidae. Ukuran tubuh umumnya 1 mm atau kurang
dan kurang tersklerotisasi. Tubuh tidak metalik. Antena lebih pendek dari pada
panjang kepala dan metasoma, mempunyai 3-7 ruas flagelomer, ruas gada 1-3
flagelomer. Sayap depan bervariasi dari lebar sampai sempit. Sebagian seta
sayap sering membentuk barisan. Tarsi dengan tiga ruas tarsomer. Metasoma
menempel pada mesosoma tanpa ada penggentingan (Gibson 1993).
Faktor yang Mempengaruhi Keranekaragaman Parasitoid
Serangga di daerah tropis umumnya mempunyai tingkat keanekaragaman
yang tinggi. Knight & Holoway (1990) melaporkan bahwa daerah tropis
merupakan pusat keanekaragaman serangga. Keanekaragaman parasitoid seperti
serangga pada umumnya dipengaruhi kompleksitas suatu lanskap, jenis vegetasi,
iklim (Quicke 1997, Speight et al. 1999), garis lintang dan ketinggian di atas
permukaan laut (Noyes 1989).
Nilai kompleksitas suatu lanskap akan tinggi jika diisi oleh vegetasi yang
beragam, sehingga akan banyak jenis sumber daya yang dapat dimanfaatkan
serangga inang atau serangga parasitoid. Keanekaragaman tanaman berbanding
lurus dengan keanekaragaman faktor fisik, kimia, dan biologi yang akan
mempengaruhi serangga inang dan parasitoid. Keanekaragaman parasitoid
biasanya mengikuti keanekaragaman inang yang akan semakin tinggi di daerah
equator. Umur tanaman dan senyawa kimia tanaman berpengaruh terhadap proses
pencarian inang (Godfray 1994).
Faktor garis lintang, bujur, ketinggian, suhu, kelembaban udara, angin
serta faktor iklim lainnya juga berpengaruh pada keanekaragaman serangga
umumnya pada suatu wilayah (Noyes 1989). Garis lintang yang rendah seperti
8
garis equator memiliki tingkat keanekaragaman tanaman dan serangga yang
tinggi. Ketinggian yang rendah mempunyai keanekaragaman yang tinggi
sedangkan semakin tinggi ketinggian maka keanekaragaman akan berkurang.
Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga, suhu tinggi
mempercepat pertumbuhan dan perkembangan dan juga mempercepat kematian.
Sedangkan suhu rendah membuat metabolisme serangga rendah sehingga mampu
bertahan hidup dengan jumlah persediaan makanan yang sedikit. Kelembaban
udara dan angin mempengaruhi mobilitas serangga. Pada kelembaban tinggi
biasanya curah hujan akan tinggi, hal ini membuat parasitoid susah bergerak
dalam mencari inang. Angin dapat membantu serangga berpindah tempat dan
dapat membawa senyawa kimia dari makanan serangga inang atau senyawa kimia
serangga inang tersebut (Speight et al. 1999).
Alat Koleksi
Perangkap Malaise
Perangkap malaise merupakan suatu jenis perangkap yang dikenalkan oleh
Dr. Rene Malaise. Perangkap ini efektif dalam memerangkap berbagai jenis
serangga terutama serangga terbang dan serangga yang terdapat pada permukaan
tanah. Bagian luar perangkap terdiri dari empat dinding dan keseluruhan
perangkap ini berbentuk seperti rumah. Perangkap ini terdiri dari beberapa bagian
penting. Bagian perangkap utama adalah kelambu yang berbahan nilon dengan 34
lubang per cm. Kelambu berukuran panjang 1,5 m, lebar 1,5 m dan tinggi 2 m
dengan atap yang sedikit miring atau berbentuk tenda pada sudut atasnya. Pada
bagian atas terdapat layar dengan lebar 0,2 meter, lapisan ini mencegah lepasnya
serangga yang sudah tertangkap. Pada alat ini terdapat satu tabung perangkap
(Gambar 1). Tabung perangkap diletakkan pada bagian atas perangkap malaise
(Gressitt & Gressitt 1962).
Tabung perangkap adalah plastik transparan dengan ukuran 22x10 cm,
dengan lubang yang diameter 12 sampai 15 mm. Tabung ini sangat bervariasi
tergantung jenis serangga yang ingin ditangkap, ukuran dan bentuk perangkap
malaise. Lubang yang lebih kecil, mempercepat terbunuhnya serangga, dan
mengurangi jumlah serangga yang hancur akibat penumpukan serangga lain yang
masuk. Ukuran diameter 12-15 mm tidak dapat dimasuki oleh capung, kupu-
9
kupu, ngengat, dan beberapa serangga besar lainnya. Tabung ini dapat
dipindahkan dan pada ujung tabung biasanya diberi racun serangga, seperti
sianida, kloroform, dan lain-lain (Gressitt & Gressitt 1962).
Gambar 1 Tabung perangkap
Sumber: Gressitt dan Gressitt (1962)
Tiang utama berfungsi untuk menyangga dan membentuk perangkap.
Tiang utama ditancapkan ke tanah dengan kokoh. Kelambu perangkap didirikan
dengan mengaitkan tiang penyangga dengan pengait pada bagian pemegang
tabung perangkap. Empat utas tali pengikat diikat dengan kuat untuk membentuk
perangkap pada pohon atau tiang penyangga lainnya. Empat buah tali yang
terdapat pada bagian bawah diikatkan pada pengait yang ditancapkan ke dalam
tanah dengan paku penahan untuk memperkokoh perangkap. Tabung perangkap
diletakkan di atas perangkap, lalu dikaitkan pada bagian pemegang tabung
(Gressitt & Gressitt 1962).
Menurut Gressitt dan Gressitt (1962), penempatan perangkap malaise
sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Perangkap ini harus dipasang pada
daerah dengan populasi serangga terbang yang cukup tinggi. Penempatan juga
dipengaruhi oleh topografi, jenis vegetasi, air, dan angin. Perangkap dapat
ditempatkan di tempat terbuka yang penuh dengan tanaman.
Hasil penangkapan tergantung dari keadaan lingkungan tempat perangkap
dipasang. Penangkapan pada lokasi yang tepat dan musim yang baik mampu
memerangkap lebih dari 1000 spesimen per perangkap per hari. Perangkap ini
mampu berfungsi dalam musim panas dan musim hujan. Air hujan tidak dapat
masuk ke dalam tabung perangkap, sehingga spesimen tidak menjadi basah dan
lembab (Gressitt & Gressitt 1962). Ordo yang sering tertangkap dengan
perangkap malaise adalah Famili Eulopidae, Ichneumonidae, Braconidae (Ordo
10
Hymenoptera), dan Famili Tabanidae (Ordo Diptera) (Atmowidi 2000; Campos et
al. 2000; Toisuta 2007).
Nampan Kuning
Perangkap nampan kuning merupakan perangkap yang dimanfaatkan
berdasarkan ketertarikan serangga terhadap warna. Serangga mempunyai
ketertarikan terhadap warna-warna tertentu, seperti warna kuning untuk kutu
daun, biru dan putih untuk trhips, dan lain-lain. Perangkap ini berbentuk
mangkuk dengan warna kuning terang yang diletakkan di atas pemukaan tanah.
Nampan kuning biasanya diisi dengan air sabun atau alkohol. Penggunaan air
sabun atau alkohol berfungsi untuk mematikan serangga yang terjatuh ke dalam
perangkap ini. Penggunaan air sabun lebih sering digunakan dibandingkan
dengan alkohol karena, air sabun tidak mengalami penguapan seperti yang terjadi
pada alkohol dan harganya pun lebih murah. Air sabun juga mempunyai
kelemahan, yaitu bila serangga terjatuh ke dalam perangkap dan mati maka
serangga itu akan cepat berubah warna menjadi transparan dan membusuk jika
tidak cepat diambil (Leong & Thorp 1999).
Jaring Serangga
Jaring serangga terdiri atas kain jaring, batang kayu, kawat silinder, dan
kawat pengikat. Untuk mengoleksi serangga dibutuhkan jaring serangga yang
kokoh dan mempunyai bahan yang baik. Bahan yang sering dipakai untuk
membuat jaring adalah kain trikot atau organdi yang berlubang halus, sehingga
serangga-serangga yang kecil tidak akan mampu keluar dari dalam jaring. Jaring
yang baik adalah jaring yang dapat dilepas dan dipasangkan kembali, dengan
warna yang tidak mencolok. Cara menggunakan jaring adalah dengan cara
mengayunkan jaring ke berbagai arah dengan kecepatan tertentu. Serangga yang
tertangkap dalam jaring diambil dengan aspirator atau pinset dan dimatikan
dengan botol racun (Borror et al. 1996).
Indeks Keanekaragaman Jenis
Indeks keanekaragaman merupakan suatu indeks yang digunakan dalam
menghitung keanekaragaman suatu individu dari spesies atau famili tertentu pada
11
suatu daerah. Indeks keanekaragaman merupakan salah satu ukuran yang
digunakan untuk mengumpulkan informasi dari sampel di lapangan. Secara
historis, indeks telah digunakan untuk mengukur efek kualitas habitat seperti efek
polusi limbah. Indeks keanekaragaman dapat membandingkan keanekaragaman
di dua habitat yang berbeda. Indeks ini menggabungkan dua peubah,
yaitu kekayaan spesies (jumlah spesies dalam komunitas) dan kemerataan spesies
(sebaran jumlah individu spesies). Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi
akan diperoleh bila nilai kekayaan spesies dan kemerataan spesies sama rata atau
seimbang. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman suatu daerah, maka akan
semakin seimbang antara jenis spesies dan jumlah individu spesies pada
komunitas tersebut (Soegianto 1994; Magurran 1996).
12