BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP A. Terapi Musik...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP A. Terapi Musik...
6
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP
A. Terapi Musik Klasik
1. Pengertian Terapi Musik Klasik
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata
“terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk
membantu atau menolong orang lain. Biasanya kata tersebut digunakan
dalam konteks masalah fisik atau mental. Kata “musik” dalam terapi
musik digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus
dalam rangkaian terapi. Musik adalah terapi yang bersifat nonverbal.
Dengan bantuan musik pikiran klien dibiarkan mengembara, baik untuk
mengenang hal-hal yang membahagiakan, membayangkan ketakutan-
ketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-hal yang diimpikan dan
dicita-citakan, atau langsung mencoba menguraikan permasalahan yang
dihadapi. Seorang terapis musik akan menggunakan musik dan aktivitas
musik untuk memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya
(Djohan, 2006).
Menurut Aditia (2012) dalam Pratiwi, Desi Ratnasari, 2014
mengatakan bahwa jenis musik yang digunakan untuk terapi adalah musik
instrumental dan musik klasik. Musik instrumental menjadikan badan,
pikiran dan mental menjadi sehat. Sedangkan musik klasik bermanfaat
membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera,
7
melepas rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pra
operasi, melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stres.
Terapi musik klasik adalah sebuah musik yang dibuat dan
ditampilkan oleh orang yang profesional melalui pendidikan musik
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008 dalam Pratiwi, Desi
Ratnasari,2014). Terapi musik klasik mozart adalah musik yang muncul
sejak 250 tahun yang lalu, diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart.
Musik klasik mozart memberikan ketenangan, memperbaiki persepsi
sosial, dan memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik dengan hati
maupun pikiran. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan yang
membebaskan, mengobati dan dan menyembuhkan (Musbikin, 2009
dalam Mahanani, Anjar 2013).
2. Sejarah Terapi Musik
Di abad pertengahan, sejumlah asumsi teoritis seputar hubungan antara
musik dan pengobatan mulai berkembang. Beberapa di antaranya adalah:
a. Teori bahwa tubuh manusia terdiri dari empat cairan tubuh. Maka
kesehatan terjadi ketika ada keseimbangan di anatara ke empatnya, dan
ketidakseimbangan dapat menyebabkan gangguan mental.
Keseimbangan keempat cairan tubuh ini diyakini dapat dipengaruhi
oleh vibrasi musik.
b. Musik memiliki potensi dan khasiat mempengaruhi pikiran manusia.
8
c. Kesadaran (pikiran) dapat meningkatkan atau mengganggu kesehatan,
dan musik melalui pikiran dengan mudah menembus dan
mempengaruhi seseorang untuk mengikuti prinsip tertentu.
3. Tujuan Diberikan Terapi Musik
Terapi musik akan memberi makna yang berbeda bagi setiap orang
namun semua terapi mempunyai tujuan yang sama yaitu:
a. Membantu mengekspresikan perasaan
b. Membantu rehabilitasi fisik
c. Memberikan pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
d. Meningkatkan memori, serta
e. Menyediakan kesempatan unik untuk berinteraksi dan membangun
kedekatan emosional.
f. Membantu mengurangi stres, mencegah penyakit dan meringankan
rasa sakit.
4. Kerja Musik Klasik
Berbeda dengan terapi dalam lingkup psikologi yang justru
mendorong klien untuk menceritakan permasalah-permasalahannya, terapi
musik bersifat nonverbal. Dimana dengan bantuan musik, pikiran klien
dibiarkan mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang bahagia,
membayangkan ketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-hal yang
dicita-citakan dan sesuatu yang diimpikan (Djohan, 2006).
9
Terapi musik di rancang untuk pengenalan yang mendalam
terhadap keadaan dan permasalahan klien sehingga setiap orang akan
memberi makna yang berbeda terhadap terapi musik yang diberikan.
Benezon (1997) mengemukakan, kesesuaian terapi musik akan sangat
ditentukan oleh nilai-nilai individual, falsafah yang dianut, pendidikan,
tatanan klinis, dan latar belakang budaya.
Musik dapat mempengaruhi denyut jantung sehingga menimbulkan
efek tenang, disamping itu dengan irama lembut yang ditimbulkan oleh
musik yang didengarkan melalui telinga akan langsung masuk ke otak dan
langsung diolah sehingga menghasilkan efek yang sangat baik terhadap
kesehatan seseorang (Campbell, 2002 dalam jurnal penelitian oleh
Jasmarizal 2011).
Semua jenis musik dapat digunakan sebagai terapi musik seperti
lagu-lagu relaksasi, lagu populer maupun musik klasik. Namun ajarannya
lagu yang bersifat rileks adalah lagu dengan tempo sekitar 60
ketukan/menit. Apabila lagu terlalu cepat, maka secara tidak sadar
stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti irama tersebut,
sehingga keadaan istirahat yang optimal tidak tecapai. Dengan
mendengarkan musik, sistem limbik akan teraktivasi dan menjadikan
individu menjadi rileks yang dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu
alunan musik dapat menstimulasi tubuh untuk memproduksi molekul yang
disebut nitric oxide (NO). Molekul ini akan bekerja pada tonus pembuluhn
10
darah sehingga dapat mengurangi tekanan darah (Nurrahmi, 2012 dalam
jurnal penelitian oleh Nafilasari, Mike Yevie, 2013)
Terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Jasmarizal tahun 2011
didapatkan hasil bahwa terapi musik klasik (mozart) dapat menurunkan
darah tinggi. Penelitian diberlakukan kepada 11 penderita yang sudah
dilakukan pengukuran terlebih dahulu, 100% mengalami hipertensi. Terapi
musik klasik diberikan sampai 3 buah musik klasik (mozart) didengarkan
kepada responden, dari penelitian tersebut didapatkan hasil rata-rata
tekanan darah sistolik sebelum perlakuan adalah 145,4 mmHg dengan
sistolik tertinggi 159 mmHg dan sistolik terendah 140 mmHg dan setelah
di beri perlakuan rata-rata tekanan darah sistolik menjadi 139,2 mmHg
dengan sistolik tertinggi adalah 149 mmHg dan sistolik terendah adalah
120 mmHg.
Dalam penelitian yang berjenis one group pre-post design oleh
Mike Yevie Nafilasari tahun 2013 melaporkan bahwa terapi musik
instrumental dapat menurunkan tekanan darah. Peneliti mempunyai 30
responden dengan rentan umur 60-90 tahun. Dari hasil penelitiannya rata-
rata tekanan darah sistolik sebelum perlakuan adalah 92,03 mmHg dengan
sistolik tertinggi 180 mmHg dan sistolik terendah 130 mmHg dan setelah
di beri perlakuan rata-rata tekanan darah sistolik menjadi 142,72 mmHg
dengan sistolik tertinggi adalah 178 mmHg dan sistolik terendah adalah
120 mmHg. Sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik sebelum diberi
perlakuan adalah 92,03 mmHg dengan tekanan diastolik tertinggi adalah
11
110 mmHg dan diastolik terendah adalah 70 mmHg, dan setelah diberi
perlakuan tekanan darah diastolik menjadi 79,83 mmHg dengan tekanan
diastolik tertinggi adalah 110 mmHg dan diastolik terendah adalah 70
mmHg.
B. Hipertensi
1. Pengertian
Brunner & Suddart mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan
darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik lebih dari atau sama dengan 160mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik
atau sistolik yang intermitten atau menetap. Pengukuran tekanan darah
serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia 50 tahun
(Schaeffer, 2008).
Hipertensi dapat diidentifikasikan sebagai tekanan sistolik lebih
dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg yang membutuhkan
obat antihipertensi (Luekenotte, 2000).
2. Klasifikasi
Tekanan darah seseorang bervariasi secara alami. bayi dan anak-anak
secara normal memiliki tekanan darah lebih rendah dibandingkan dengan
dewasa, begitu pula lansia memiliki tekanan darah lebih tinggi dari pada
orang dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik,
12
tekanan darah menjadi tinggi pada saat melakukan aktivitas dan menjadi
lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga akan
berbeda, tekanan darah akan tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah
pada saat tidur malam hari.
Tabel 2.1
Klasifikasi tekanan darah
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
(Hipertensi ringan)
140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Ruhyanudin,
2007)
3. Adaptasi Fisiologis
Adaptasi fisiologis pada sistem kardiovaskuler yang terjadi pada
lansia, antara lain:
a. Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Sesudah umur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volunternya, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah karena berkurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg yang mengakibatkan pusing mendadak.
13
e. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningginya resistensi dari
pembuluh darah perifer : sistolis normal kurang lebih 170 mmHg,
diastolis normal kurang lebih 90 mmHg.
4. Etiologi
Reeves & lockhart (2001) mengemukakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan hipertensi adalah stress, kegemukan, merokok, dan
hipernatrium.
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik,
namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
tekanan darah, yaitu:
a. Genetik, respon neurologis terhadap stres atau kelainan ekskresi atau
transport Na.
b. Obesitas, level insulin yang meningkat mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
c. Stres karena lingkungan
d. Hilangnya elastisitas jaringan, arterisklerosis dan pelebaran pembuluh
darah.
Penyebab hipertensi berdasarkan klasifikasi hipertensi dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu:
a. Hipertensi Esensial/ Hipertensi Primer
Penyebab hipertensi primer belum diketahui secara pasti, namun
ada beberapa faktor yang dapat menjadikan hipertensi:
14
1) Faktor keturunan
Seseorang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita
hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi.
2) Ciri perseorangan
a) Umur, semakin bertambahnya umur semakin meningkatkan
tekanan darah
b) Jenis kelamin, laki-laki beresiko menderita hipertensi lebih
tinggi dari pada perempuan.
c) Ras, ras kulit hitam lebih banyak menderita hipertensi dari pada
ras kulit putih.
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menimbulkan hipertensi adalah
mengkonsumusi garam berlebihan (lebih dari 30 gram),
kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minuman
beralkohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin.
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab hipertensi sekunder dapat diketahui dengan pasti diantaranya
sebagai berikut:
1) Penyakit ginjal : Glomerulonefritis,piyelonefritis, nekrosis tubular
akut, tumor.
2) Penyakit vaskuler : Aterosklerosis, hiperplasia, trombosis,
aneurisma, emboli kolesteroldan vaskulitis.
3) Kelainan endokrin : DM, hipertiroidisme, hipotiroidisme.
15
4) Penyakit saraf: stroke, ensephalitis, syndrom guilan bare.
5) Obat-obatan:kontrasepsi oral, kortikosteroid.
Pada lansia terjadinya hipertensi karena adanya perubahan-perubahan
pada kerja jantung diantaranya terjadinya penurunan elastisitas dinding
aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, sesudah umur 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun yang
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volunternya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah karena berkurangnya efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi, serta meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer.
5. Manifestasi Klinis
Hipertensi pada setiap orang menimbulkan tanda dan gejala yang
berbeda, namun terkadang ada yang timbul tanpa gejala. Secara umum
gejala yang di timbulkan oleh penderita hipertensi adalah:
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pasa tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh.
d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat.
e. Telinga berdengin
f. Wajah kemerahan
g. Kelelahan
16
Corwin (2000) menyebutkan bahwa hipertensi yang terjadi setelah
bertahun-tahun akan menimbulkan gejala klinis berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntal akibat
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
b. Penglihatan kabur karena rusaknya retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena rusaknya susunan saraf pusat.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
Jika klien menderita hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati,
maka bisa timbul gejala sebagai berikut (Ruhyanudin, 2007):
a. Sakit kepala
b. Kelelahan
c. Mual
d. Muntah
e. Sesak napas
f. Gelisah
g. Pendangan menjadi kabur karena kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal.
h. Terjadi penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak.
17
6. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin dan Hematokrit untuk menunjukkan anemia dan
polycythemia.
2) Urinalysis, untuk mengetahui adanya proteinuria atau tanda lain dari
gagal ginjal.
3) Serum sodium, potassium, dan kreatinin.
4) Gula darah puasa, karena DM adalah faktor resiko jantung yang
dipengaruhi oleh obat antihipertensi.
5) ECG untuk mengkaji fungsi ventrikel kiri dan hipertropi.
6) X-Ray
7. Pentalaksanaan
1) Farmakologis
Satu dari berbagai pertimbangan dalam pemberian terapi obat pada
lansia dengan hipertensi seharusnya dimulai sedikit-sedikit dengan
dosis yang rendah (Luekenotte, 2000).
Obat antihipertensi diantaranya:
a) Diuretik meliputi Thiazide : Chlorotiazid, Chlortalidone,
Hydrodiuril, Indapamide, Metolazone. Loop diuretik : Bumetanide,
Ethacrynic acid, Furosemide (lasix). Potassium-Sparing Diuretics :
Amiloride, Spironolactone, Triamterene.
b) B-Bloker meliputi Acebutolol, Atenolol, Betanolol, Metoprolol,
Nadolol, Penbutolol, Pindolol, Propanolol, Timolol.
18
c) ACEIs meliputi Captopril, Enalapril, Lisinopril,
Fosinopril,Quinapril, Rampiril.
d) Calcium Channel Blockers meliputi Diltiazem, Nicardipine,
Nifedipine, sustained release ( Procardia, XL), Verapamil,
sustained release (Calan SR, Isoptin SR).
2) Non Farmakologis
Menurut (Luekenotte, 2000) modifikasi gaya hidup menjadi dasar
untuk mengontrol hipertensi, diantaranya sebagai berikut :
a) Menurunkan berat badan jika diperlukan.
b) Hindari alkohol.
c) Olahraga
d) Menganjurkan untuk menambahkan potassium, kalsium, dan
magnesium kedalam diitnya.
e) Mengurangi masukan garam 2,4-6 gram garam.
f) Mengurangi pemenuhan makanan berlemak dan kolesterol, serta
meningkatkan makan buah, sayuran dan produk susu tanpa lemak.
Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Jasmarizal hipertensi
dapat diintervensikan menggunakan terapi musik klasik. Jasmarizal
mendatangkan 11 lansia, musik klasik yang diberikan ada3 macam musik
klasik dengan menggunakan metode pretest dan posttest. Dari penelitian
tersebut didapatkan hasil bahwa 11 lansia mengalami penurunan tekanan
darah.
19
8. Komplikasi
Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi dalam waktu lama
menyebabkan organ tidak mampu bertahan dalam keadaan normal yang
berakibat pada kerusakan salah satu atau bahkan lebih pada organ tubuh.
Oragn-organ tersebut dinamakan target obat hipertensi. Organ-organ
tersebut meliputi : otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri dan ginjal.
Pada otak, hipertensi dapat mengakibatkan stroke, daya ingat
menurun ataumulai pikun (demensia) dan kehilangan kemampuan mental
lainnya.
Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan robeknya pembuluh
darah halus mata (bagian belakang mata). Darah merembes ke jaringan
sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kebutaan.
Komplikasi pada jantung dan pembuluh darah diantaranya
terjadinya arteriosklerosis, aneurisma, penyakit pada arteri koronaria, dan
ginjal.
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.
20
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup, dan penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan tekanan darah, takikardi, disaritmia, denyutan
jelas pada nadi karotis, jugularis, radialis; denyut femoralis
melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis;
denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah.
Pada ekstremitas terjadi perubahan warna kulit, suhu dingin. Pada
kulit terjadi sianosis, diaforesis, pucat, dan kemerahan.
3) Integritas Ego
Gejala : ancietas, depresi, marah kronik, faktor stres, riwayat
perubahan keprobadian.
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang, perhatian
menyempit, tangisan yang meledak, gerak tangan empati.
4) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
5) Makanan / cairan
Gejala : makanan yang disukai adalah makanan yang tinggi garam,
tinggi lemak, dan tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng, keju, telur). Makanan tinggi kalori. Terjadi
penurunan/kenaikan berat badan, mual, muntah, riwayat
penggunaan diuretik.
Tanda : berat badan noraml atau obesitas, adanya oedem.
21
6) Neurosensori
Gejala : keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipitalis
(terjadi saat bangun tidur dan menghilang spontan beberapa jam),
gangguan penglihatan, episode kelemahan pada satu sisi,
epistaksis.
Tanda : status mental terjadi perubahan kesadara, orientasi, isi
bicara, proses berfikir, memori, perubahan retina optik.
Pada respon motorik terjadi penurunan kekuatan genggaman
tangan atau refleks tendon dalam.
7) Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi
(indikasi aterosklerosis pada arteri ekstremitas bawah), sakit kepala
oksipital berat yang sering dijumpai sebelumnya, nyeri abdomen/
massa.
8) Pernafasan
Gejala : dyspnea saat aktivitas / kerja, takipnea, ortopnea, dipsnea
nokturnal paroksismal (PND), batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok.
Tanda : bunyi suara nafas tambahan (krackles), sianosis, distres
srespirasi atau penggunaan alat bantu pernafasan
9) Keamanan
Gangguan koordinasi, cara berjalan, episode parestesia unilateral
transien, hipotensi postural.
22
b. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul pada Pasien dengan
Hipertensi pada Lansia.
1) Intolerani aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
2) Nyeri akut: sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi
motorik sekunder terhadap kerusakan nueron motorik atas.
4) Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan defisit lapang
padang, motorik, atau persepsi.
5) Ketidakseimbangan gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
c. Rencana Keperawatan
Fokus intervensi dalam penerapan therapi musik klasik pada
kenaikan tekanan darah adalah ketidakseimbangan gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
1. Pengertian
Gangguan perfusi jaringan serebral adalah terjadinya
penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu
kesehatan (NANDA, 2012).
23
2. Perubahan Fisiologis pada Ketidakseimbangan Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral berhubungan dengan Peningkatan Tekanan
Intrakranial
Pada orang normal mempunyai sistem autoregulasi arteri
serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh darah
serebral menjadi vasokonstriksi. Sebaliknya bila tekanan darah
sistemik menurun, pembuluh darah serebral menjadi vasodilatasi.
Dengan demikian aliran darah ke otak masih tetap konstan.
Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik mengalami
penurunan sampai 50 mmHg, sistemautoregulasi serebral masih
mampu mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan.
Kenaikan maksimal tekanan darah sistemik yang masih dapat
ditanggulangi oleh sistem autoregulasi adalah 200 mmHg untuk
sistolik dan 110-120 mmHg untuk diastolik (Dewi, Sofia &
Familia, Digi, 2010).
Bila tekanan darah meningkat pembuluh darah serebral
akan konstriksi. Derajat konstriksi sesuai dengan peningkatan
tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama
berbulan-bulann atau bertahun-tahun, akan menyebabkan
hialinisasi pada otot pembuluh darah serebral. Yang berakibat
diameter lumen pembuluh darah menjadi tetap. Hal ini berbahaya
karena pembuluh serebral tidak dapat berkonstriksi dan berdilatasi
dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi tekanan darah sistemik.
24
Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik, maka tekanan
perfusi jaringan ke otak tidak adekuat. Hal ini mengakibatkan
iskemik serebral. Jika terjadi kenaikan tekanan darah sistemik,
maka tekanna perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi.
Akibatnya terjadi hiperemia, edema dan kemungkinan terjadi
perdarahan otak (Dewi, Sofia & Familia, Digi, 2010).
3. Rencana Keperawatan pada Ketidakseimbangan Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral berhubungan dengan Peningkatan Tekanan
Intrakranial
Faktor yang berhubungan:
1) Gangguan afinitas Hb oksigen
2) Penurunan konsentrasi Hb
3) Hipervolemia, hipoventilasi
4) Gangguan transport O2
5) Gangguan aliran arteri dan vena
DO:
1) Gangguan status mental
2) Perubahan perilaku
3) Perubahan respon motorik
4) Perubahan reaksi pupil
5) Kesulitan menelan
6) Kelemahan atau paralisis ekstremitas
7) Abnormalitas bicara
25
NOC:
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil:
1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:
a) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan
b) Tidak ada tanda-tanda ortostatikhipertensi
c) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(tidak lebih dari 15 mmHg)
2) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai
dengan:
a) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai kemampuan
b) Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi
c) Memproses informasi
d) Membuat keputusan yang benar
3) Menunjukkan fungsi sensori motorik cranial yang utuh :
tingkah kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan
involunter
NIC:
Intracranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor Tekanan
Intrakranial):
1) Berikan informasi kepada keluarga
26
2) Monitor tekanan perfusi jaringan serebral
3) Catat respon klien terhadap stimulasi
4) Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
terhadap aktivitas
5) Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
6) Monitor intake dan output cairan
7) Restrain pasien jika perlu
8) Monitor suhu dan angka WBC
9) Kolaborasi pemberian antibiotik
10) Posisikan pasien pada posisi semifowler
11) Minimalkan stimulasi dari lingkungan
Peripheral Sensation Management(Manajemen sensasi perifer)
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
2) Monitor adanya paretese
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi
atau laserasi
4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5) Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
6) Monitor kemampuan BAB
7) Kolaborasi pemberian analgetik
8) Monitor adanya tromboplebitis
9) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
27
Untuk mengatasi gangguan perfusi jaringan serebral yang
dapat berakibat lanjut menjadi stroke maka penulis ingin
mengaplikasikan terapi musik klasik untuk menurunkan tekanan
darah pada usia lanjut di Unit Rehabilitasi Sosial Mandiri II
Pucanggading Semarang.
Alat-alat yang perlu disiapkan sebelum dilakukan terapi
musik klasik:
1) MP3 Player
2) Headset
3) Stetoskop
4) Spynomanometer
5) Musik klasik yang diberikan :
a) https://www.youtube.com/watch?v=fz4MzJTeL0c&list=R
Dfz4MzJTeL0c&index=24
Titanium-Pavane (Piano-Cello Cover) David Guetta –
Faure –The Piano Guys.
b) https://www.youtube.com/watch?v=DKClRhvdNY&list=R
Dfz4MzJTeL0c&index=16
Me and My Cello - Happy Together (Turtles) Cello Cover
c) https://www.youtube.com/watch?v=aDHxhhB8710&index
=34&list=RDfz4MzJTeL0c
Twinkle Lubally (Twinkle Little Star) The Piano Guys
28
d) https://www.youtube.com/watch?v=mJ_fkw5jt0&index=46
&list=RDfz4MzJTeL0c
Beethoven’s 5 Secret OneRepublik (Cello-Orchestral-
Cover) The Piano Guys.
Cara kerja:
1) Sebelum musik klasik diperdengarkan maka terlebih dahulu
peneliti memberi penjelasan dan pengarahan tentang terapi
musik dan juga jenis musik yang akan diperdengarkan. Hal ini
dapat memberi dampak positif pada saat proses berjalannya
terapi.
2) Sebelum diberikan terapi musik, terlebih dahulu ukur tekanan
darah responden.
3) Lansia berada di ruangan yang nyaman
4) Setiap lansia di beri seperangkat alat musik berupa MP3 Player
dan Headset yang berisi 4 buah lagu klasik
5) Putar lagu dengan volume yang sesuai dengan responden
sampai lagu yang diperdengarkan selesai didengar oleh
responden.
6) Ukur tekanan darah responden
7) Catat hasil pengukuran tekanan darah dan catat respon
responden.