BAB II TINJAUAN TEORI - repository.uksw.edu · 2.3 CARA PENULARAN . Tuberkulosis menyebar dari...

22
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 PENGERTIAN TUBERKULOSIS Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang umumnya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Meskipun dapat menyerang hampir semua organ tubuh, namun penyakit TB lebih sering menyerang organ paru (80- 85%). Tuberkulosis yang menyerang organ paru disebut tuberkulosis paru dan yang menyerang organ selain paru disebut tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru dengan hasil pemeriksaan sputum menunjukkan BTA positif, dikategorikan sebagai tuberkulosis paru (Depkes, 2005). 2.2 PENYEBAB TUBERKULOSIS Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis adalah suatu basil gram-positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat lamban (Tjay dan Rahardja, 2007). 9

Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI - repository.uksw.edu · 2.3 CARA PENULARAN . Tuberkulosis menyebar dari...

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    2.1 PENGERTIAN TUBERKULOSIS

    Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang

    umumnya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

    Meskipun dapat menyerang hampir semua organ tubuh,

    namun penyakit TB lebih sering menyerang organ paru (80-

    85%). Tuberkulosis yang menyerang organ paru disebut

    tuberkulosis paru dan yang menyerang organ selain paru

    disebut tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru dengan

    hasil pemeriksaan sputum menunjukkan BTA positif,

    dikategorikan sebagai tuberkulosis paru (Depkes, 2005).

    2.2 PENYEBAB TUBERKULOSIS

    Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri

    Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam

    famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo

    Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis adalah suatu

    basil gram-positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat

    lamban (Tjay dan Rahardja, 2007).

    9

  • 10

    2.3 CARA PENULARAN

    Tuberkulosis menyebar dari orang ke orang, yaitu dari

    penderita TB paru BTA positif kepada orang yang berada di

    sekelilingnya, terutama kontak erat. Kuman menyebar melalui

    udara dalam bentuk percikan kecil (droplet nuclei) yaitu

    berupa partikel berdiameter sekitar 5 µm, setiap droplet dapat

    mengundang sekitar 3 kuman. Droplet diproduksi penderita

    TB paru BTA positif saat batuk, bersin, berbicara atau

    menyanyi. Berbicara selama 5 menit menghasilkan sekitar

    3000 droplet, menyanyi menghasilkan sekitar 3000 droplet

    per menit, sedangkan bersin menghasilkan droplet lebih

    banyak dan terlontar lebih jauh sehingga dapat menyebar

    sampai 10 kaki (Jansen, 2005).

    Kuman yang terdapat pada droplet dapat bertahan

    hidup di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan

    dapat menginfeksi orang lain apabila terhirup dan masuk ke

    dalam sistem pernafasan. Bahkan bakteri ini dapat

    mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar

    getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ

    tubuh lain seperti otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang,

    kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak

    adalah organ paru (dapat dilihat pada gambar berikut ini).

  • 11

    Gambar 2.I : Penyebaran bakteri TB Sumber : http://www.kesimpulan.co.cc/2009/04/tuberkulosis-tb-paru.html

    Tingkat penularan dari penderita tergantung pada

    konsentrasi kuman yang dikeluarkannya. Derajat positif hasil

    pemeriksaan dahak, dapat menunjukkan tingkat keparahan

    penyakit, makin tinggi derajat positif makin menular penderita

    tersebut (Depkes, 2005).

    2.4 GEJALA-GEJALA TUBERKULOSIS

    Keluhan pada penderita tuberkulosis paru dapat dibagi

    menjadi gejala lokal di paru dan keluhan pada seluruh tubuh

    secara umum.

    http://www.kesimpulan.co.cc/2009/04/tuberkulosis-tb-paru.htmlhttp://www.kesimpulan.co.cc/2009/04/tuberkulosis-tb-paru.html

  • 12

    2.4.1. Batuk

    Gejala batuk timbul paling awal dan merupakan

    gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya

    batuknya ringan sehingga dianggap batuk biasa atau

    akibat rokok. Proses yang paling ringan ini

    menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu

    penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun

    pagi hari. Bila proses destruksi berlanjut, sekret

    dikeluarkan terus-menerus sehingga batuk menjadi

    lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada

    waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena

    trakea atau bronkus, batuk akan terdengar sangat

    keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang

    (paroksimal). Bila laring yang terserang, batuk

    terdengar sebagai hollow sounding cough, yaitu batuk

    tanpa tenaga dan disertai suara serak.

    2.4.2. Batuk Darah

    Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa

    garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan

    darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak

    (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda

    permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial

    symptom karena batuk darah merupakan tanda telah

  • 13

    terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah

    pada dinding kavitas. Batuk darah pada pemerisaan

    radiologis tampak ada kelainan. Sering kali darah yang

    dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur

    dahak yang mengandung basil tahan asam. Batuk

    darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang sudah

    sembuh karena robekan jaringan paru atau darah

    berasal dari bronkiektasis yang merupakan salah satu

    penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti ini dahak

    tidak mengandung basil tahan asam (negatif).

    2.4.3. Nyeri Dada

    Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri

    pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti

    telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah

    aksila, di ujung skapula).

    2.4.4. Sesak Napas

    Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh

    penyakit yang luas pada paru atau oleh

    penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai

    komplikasi TB Paru. Penderita yang sesak napas

    sering mengalami demam dan berat badan turun.

  • 14

    2.4.5. Demam

    Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling

    penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat

    pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat

    atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang

    menjadi progresif sehingga penderita merasakan

    badannya hangat atau muka terasa panas.

    2.4.6. Menggigil

    Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat,

    tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan

    kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu

    reaksi umum yang lebih erat.

    2.4.7. Keringat Malam

    Keringat malam bukan gejala yang patognomonis

    untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam

    umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali

    pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat

    malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan

    sakit kepala timbul bila ada panas.

    2.4.8. Anoreksia

    Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan

    berat badan merupakan manifestasi lebih sering

    dikeluhkan bila proses progresif. Rendahnya asupan

  • 15

    makanan yang disebabkan oleh anoreksia,

    menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan

    protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak

    kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh

    yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis

    dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan.

    2.5 PERJALANAN PENYAKIT

    2.5.1. Tuberkulosis primer

    Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi

    Mycobacterium tuberculosis pada pasien non-sensitif

    yaitu mereka yang sebelumnya belum pernah

    terinfeksi. Pasien biasanya tanpa gejala (Rubenstein,

    2008). Tuberkulosis primer sering terjadi pada anak

    (Hidayat, 2006), tetapi bisa terjadi pada orang dewasa

    dengan daya tahan tubuh yang lemah, seperti

    penderita HIV, DM, orang tua, dan sebagainya (Luhur,

    2008). TB paru primer dimulai dengan masuknya

    Mycobacterium tuberculosis secara aerogen ke dalam

    alveoli yang mempunyai tekanan oksigen tinggi, atau

    melalui traktus digestivus (Malueka, 2007). Bakteri

    yang terhirup membentuk satu fokus infeksi di paru,

    disertai keterlibatan kelenjar limfe hilus (kompleks

  • 16

    primer). Biasanya hanya timbul sedikit gejala, dan

    pemulihan sering terjadi secara spontan. Individu yang

    bersangkutan tidak menular bagi orang lain dan

    bereaksi negatif terhadap uji bakteriologis walaupun uji

    kulit tuberkulinnya (Heaf test) mungkin sensitif. Waktu

    antara terjadinya infeksi sampai pembentukan

    kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi

    dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi

    tuberkulin dari negatif menjadi positif (Zulkoni, 2010).

    Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi

    sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat,

    sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa

    garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini

    terdapat pada lesi pneumoni, berkomplikasi dan

    menyebar secara per kontinuitatum yakni menyebar ke

    sekitarnya, secara bronkogen pada paru yang

    bersangkutan maupun paru di sebelahnya, secara

    limfogen, ke organ tubuh lainnya, secara hematogen,

    ke organ tubuh lainnya (Sudoyo, 2007).

    2.5.2. Tuberkulosis post primer

    Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi

    Mycobacterium tuberculosis pada yang pernah

    terinfeksi dan oleh karenanya pasien sensitif terhadap

  • 17

    tuberkulin (Rubenstein, 2008). TB paru post primer

    biasanya terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya.

    Infeksi ini dapat menimbulkan suatu gejala TB bila

    daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang

    laten dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan

    nekrosis. TB sekunder progresif menunjukkan

    gambaran yang sama dengan TB primer progresif

    (Icksan dan Luhur, 2008). Pemulihan spontan tidak

    dijumpai pada tuberkulosis post primer dan pasien

    mungkin menular bagi orang lain sebelum diterapi

    secara efektif (Gould dan Brooker, 2003). Tuberkulosis

    post primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan

    atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena

    daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau

    status gizi yang buruk. Ciri khas tuberkulosis post

    primer adalah kerusakan paru yang luas dan parah

    (Zulkoni, 2010).

    2.6 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU

    Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI

    2006), terdapat beberapa klasifikasi TB paru, yaitu

    berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) :

  • 18

    2.6.1. Tuberkulosis paru BTA (+), yaitu :

    1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak

    menunjukkan hasil BTA positif.

    2. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

    menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi

    menunjukkan gambar tuberkulosis aktif.

    3. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

    menunjukkan BTA positif dan perkembangbiakan

    positif.

    2.6.2. Tuberkulosis paru BTA (-), yaitu :

    1. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA

    negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi

    menunjukkan tuberkulosis aktif.

    2. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA

    negatif dan perkembangbiakan M. tuberculosis

    positif.

    2.7 DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU

    2.7.1. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik pertama terhadap keadaan

    umum pasien mungkin ditemukan pucatnya

    konjungtiva mata atau kulit pucat karena anemia, suhu

    demam subfebril, badan kurus atau berat badan

  • 19

    menurun (Amin, 2007). Tempat kelainan lesi

    Tuberkulosis paru yang paling dicurigai adalah bagian

    apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak

    luas maka didapatkan perkusi yang redup dan

    auskultasi suara nafas bronkial dan ditemukan juga

    suara nafas berupa ronki basah, kasar dan nyaring.

    Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura,

    suara nafasnya menjadi vesikular melemah. Pada

    keadaan konsolidasi dan fibrosis meningkatkan

    penghantaran getaran sehingga pada palpasi didapati

    frenitus meningkat serta pada auskultasi suara nafas

    menjadi bronkovesikuler atau bronkhial. Bila

    tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi

    pleura dalam pernafasan perkusi akan memberikan

    suara pekak (Halim, 1998).

    2.7.2. Pemeriksaan Bakteriologik

    Pemeriksaan dahak berfungsi untuk

    menegakkan diagnosa, menilai keberhasilan

    pengobatan dan menentukan potensi penularan.

    Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnosis

    dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak

    yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang

    berurutan yaitu: Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)

  • 20

    (Depkes RI, 2006). Pemeriksaan bakteriologik dari

    spesimen dahak dan bahan lainnya (cairan pleura,

    CSF, bilasan bronkus, bilasan lambung, urin, feses

    dan jaringan biopsi dapat dilakukan dengan cara

    mikroskopis dan biakan) (PDPI, 2006). Pemeriksaan

    mikroskopis dengan menggunakan pewarnaan Ziehl-

    Nielssen, sedangkan pemeriksaan biakan dengan

    menggunakan Egg Base Media Lowenstein-Jensen

    atau Ogama (PDPI, 2006).

    2.7.3. Pemeriksaan Radiologi

    Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang

    sensitif tapi tidak spesifik untuk mendiagnosa suatu

    tuberkulosis aktif (Barker, 2009). Beberapa bagian

    kelainan yang dapat digunakan pada foto rontgen

    adalah : 1. Sarang berbentuk awan dengan densitas

    rendah atau sedang dan batas tidak tegas. Sarang-

    sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa

    proses aktif, 2. Lubang (kavitas) selalu berarti proses

    aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil yang

    dinamakan lubang sisa (residual cavity), 3. Sarang

    seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur

    yang menunjukkan bahwa proses telah baik (Rasad,

    2008).

  • 21

    2.7.4. Indikasi pemeriksaan foto toraks

    Pada sebagian besar TB paru, diagnosis

    terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak

    secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.

    Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks

    perlu disesuaikan dengan indikasi sebagai berikut

    (Depkes RI, 2006) :

    1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

    BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto

    toraks dada diperlukan untuk mendukung

    diagnosis TB paru BTA positif.

    2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif

    setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan

    sebelumnya hasil BTA negatif dan tidak ada

    perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

    3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi

    sesak nafas berat yang memerlukan penanganan

    khusus (seperti: pneumotoraks, pleuritis,

    eksudatif, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan

    pasien yang mengalami hemioptisis berat (untuk

    menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

    Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat

    ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA)

  • 22

    pada 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

    sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Pada program TB

    nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

    mikroskopis merupakan diagnosis utama.

    Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji

    kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang

    diagnosis sesuai dengan indikasinya, tidak dibenarkan

    mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

    foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan

    gambar yang khas pada TB paru, sehingga sering

    terjadi over diagnosis (Depkes RI, 2006).

    2.8 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

    TUBERKULOSIS PARU

    2.8.1. Umur

    Beberapa faktor resiko penularan penyakit TB

    di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara

    bagian serta infeksi AIDS. Variabel umur berperan

    dalam kejadian TB. Dari hasil penelitian yang

    dilaksanakan di New York pada panti penampungan

    orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa

    kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif

    meningkat secara bermakna sesuai dengan umur.

  • 23

    Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada

    umur 40-50 tahun kemudian berkurang, sedangkan

    pada pria prevalensi terus meningkat sekurang-

    kurangnya mencapai usia 60 tahun (Crofton, 2002).

    Resiko untuk mendapatkan TB dapat dikatakan

    hanya seperti kurva terbalik, yaitu tinggi ketika

    awalnya, menurun ketika di atas dua tahun hingga

    dewasa memiliki daya tangkal terhadap TB dengan

    baik. Puncaknya pada dewasa muda dan menurun

    kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang

    usia tua (Achmadi, 2005).

    Hasil survei TB paru di Indonesia menunjukkan

    bahwa prevalensi TB paru berbeda secara signifikan

    berdasarkan kelompok umur, dimana kelompok umur

    di bawah 45 tahun (74/100.000) lebih rendah dari

    kelompok umur 45 tahun ke atas (211/100.000)

    (Soemantri, 2005).

    2.8.2. Jenis kelamin

    Wanita pada usia reproduksi mempunyai resiko

    lebih tinggi untuk menderita TB di bandingkan dengan

    laki-laki pada usia yang sama. Prevalensi TB paru

    pada wanita secara keseluruhan lebih rendah

    dibandingkan dengan pria. Peningkatan prevalensi

  • 24

    seiring dengan usia yang relatif kurang tajam

    dibandingkan dengan peningkatan pada pria, namun

    pada wanita prevalensi terus meningkat sampai

    sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun (Crofton,

    2002). Hal ini sejalan dengan hasil prevalensi TB paru

    di Indonesia tahun 2004, dimana prevalensi TB paru

    pada pria adalah 138/100.000 lebih tinggi

    dibandingkan dengan prevalensi pada wanita sebesar

    72/100.000.

    2.8.3. Tingkat pendidikan

    Tingkat pendidikan seseorang akan

    mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang

    diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat

    kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru,

    sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka

    seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku

    hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat pendidikan

    seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis

    pekerjaannya (Helda, 2009), dan pada mereka yang

    mempunyai tingkat pendidikan tinggi umumnya lebih

    mudah dalam menyerap dan menerima informasi

    masalah kesehatan dibandingkan dengan yang

    berpendidikan lebih rendah, sehingga mempengaruhi

  • 25

    terhadap keputusan dalam memanfaatkan pelayanan

    kesehatan yang tersedia. Suatu studi kasus yang

    dilakukan di Myanmar menunjukkan bahwa proporsi

    kejadian TB banyak terjadi pada kelompok yang

    mempunyai tingkat pendidikan rendah. Kelompok

    tersebut juga lebih banyak mencari pengobatan

    tradisional dibandingkan pada pelayanan medis yang

    tersedia (WHO, 2002).

    2.8.4. Jenis pekerjaan

    Jenis pekerjaan menentukan faktor resiko apa

    yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja

    bekerja di lingkungan yang berdebu terpapar partikel

    debu di daerah terpapar akan mempengaruhi

    terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.

    Paparan kronis udara yang tercemar dapat

    meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala

    penyakit saluran pernafasan.

    Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi

    terdapat pendapatan keluarga yang akan mempunyai

    dampak terhadap pola hidup sehari-hari di antara

    konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu

    juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah

    (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai

  • 26

    pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi

    makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan

    kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga

    mempunyai status gizi yang kurang dan akan

    memudahkan untuk terkena penyakit infeksi

    diantaranya TB paru.

    2.8.5. Kebiasaan merokok

    Menurut (Aditama, 2002), perilaku merokok

    adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap

    rokok. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok

    pun muncul karena adanya faktor internal (faktor

    biologis dan faktor psikologis, seperti perilaku merokok

    dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal

    (faktor lingkungan sosial). Didapat bahan-bahan kimia

    yang dikandung dalam rokok seperti nikotin, CO

    (Karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari

    susunan syaraf pusat dan susunan simpatis sehingga

    mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak

    jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan

    berbagai penyakit yang lain seperti penyempitan

    pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-

    paru dan bronchitis kronis. Seseorang yang dikatakan

    perokok berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih

  • 27

    dari 21 batang perhari dan selang merokoknya lima

    menit setelah bangun pagi. Perokok sedang

    menghabiskan 11-21 batang dan perokok ringan

    menghabiskan rokok kurang dari 10 batang (Aditama,

    2002).

    Merokok diketahui mempunyai hubungan

    dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan

    kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis

    kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok

    meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak

    2,2 kali (Sitepoe, 2000).

    Didapat data riset kesehatan dasar (Riskesdas,

    2010) usia perokok di Indonesia adalah pada usia 5-9

    tahun sebesar 1,7%, usia 10-14 tahun 17,5%, usia 15-

    19 tahun sebesar 43,3%, usia 20-24 tahun sebesar

    14,6%, usia 25-29 sebesar 4,3% dan usia ≥ 30 tahun

    sebesar 3,95%.

    2.8.6. Status gizi

    Status gizi merupakan variabel yang sangat

    berperan dalam timbulnya kejadian TB paru.

    Kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan

    dan daya tahan tubuh dan respon imunologik terhadap

    penyakit. Beberapa studi menunjukkan adanya

  • 28

    hubungan antara gizi dengan kejadian tuberkulosis.

    Oleh sebab itu salah satu upaya untuk menangkalnya

    adalah status gizi yang baik, baik untuk wanita, laki-

    laki, anak-anak maupun dewasa.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang

    dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali

    untuk menderita TB paru berat dibandingkan dengan

    orang yang status gizinya cukup atau lebih.

    Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh

    terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon

    immunologi terhadap penyakit (Achmadi, 2005).

    2.8.7. Perilaku

    Faktor resiko perilaku lainnya yang

    berhubungan dengan kejadian TB paru adalah :

    kebiasaan tidur dengan anggota keluarga lain yang

    terinfeksi TB, tidak menjemur kasur dan bantal,

    membuang ludah sembarangan, tidak membuka

    jendela kamar tidur setiap hari, tidak pernah

    membersihkan lantai, tidak menutup mulut saat bersin

    atau batuk (Edwan, 2008).

    Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap

    dan tindakan. Pengetahuan penderita TB paru yang

    kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara

  • 29

    pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan

    perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat

    menjadi sumber penularan bagi orang di sekelilingnya

    (Helda, 2009).

    2.9 KERANGKA KONSEP

    Kerangka penelitian ini menggambarkan bahwa angka

    kejadian TB paru disebabkan oleh faktor lingkungan rumah,

    jenis pekerjaan, kebiasaan merokok. Kerangka konsep dari

    kejadiaan TB paru adalah sebagai berikut :

    Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

    Variabel bebas Variabel terikat

    2.10 HIPOTESIS

    Menurut (Sugiyono, 2010), hipotesis diartikan sebagai

    jawaban sementara tehadap rumusan masalah penelitian.

    Terdapat dua macam hipotesis yaitu : hipotesis nol dan

    hipotesis alternatif. Hipotesis nol diartikan sebagai tidak

    Jenis pekerjaan

    Kebiasaan merokok

    Kejadian TB

    paru pada pria

    dan wanita

  • 30

    adanya perbedaan antara parameter dengan statistik, atau

    tidak adanya perbedaan antara ukuran populasi dan ukuran

    sempel.

    Dalam penelitian ini, hipotesis yang ditetapkan adalah

    sebagai berikut :

    a. Ha : ada perbandingan jenis pekerjaan dan

    kebiasaan merokok pada pria dan wanita yang

    menderita penyakit TB paru di RSPAW Salatiga.

    b. Ho: tidak ada perbandingan jenis pekerjaan dan

    kebiasaan merokok pada pria dan wanita yang

    menderita penyakit TB paru di RSPAW Salatiga.