BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Employee retention 2.1.1 Defenisi ...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Employee retention 2.1.1 Defenisi ...
11
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Employee retention
2.1.1 Defenisi Employee retention
Karyawan merupakan aset utama hampir disetiap organisasi, namun butuh
biaya yang tinggi untuk merekrut, mengembangkan kemampuan hingga menjadi
karyawan yang handal. Proses ini tidak hanya membutuhkan biaya dari sisi
financial namun juga waktu dan usaha. Menggantikan karyawan yang handal
butuh biaya satu hingga dua kali lipat dari gaji tahunan yang diterimanya
(Fishman, dalam Stewart, 2012).
Hal ini berarti sebagai contoh menggantikan karyawan bagian akunting
dengan gaji pertahun sebesar $75.000 memakan biaya antara $75.000 - $150.000.
biaya yang dibutuhkan tidak hanya berasal dari biaya untuk merekrut
penggantinya namun juga akibat menurunnya produktivitas dan kepuasan
pelanggan (Howard dkk dalam Stewart, 2012). Suatu studi yang dilakukan oleh
Somaya Deepak dkk (dalam Stewart, 2012) terhadap restoran burger king yang
memiliki tingkat turnover yang tinggi menunjukkan terjadinya penurunan
customer service. Biaya lain yang secara tidak langsung muncul adalah
kehilangan potensi produktivitas. Karyawan handal yang meninggalkan
perusahaan dan bekerja ke perusahaan kompetitor akan menjadi masalah bagi
perusahaan, sebaliknya hal ini justru bisa menguntungkan rivalitas perusahaan
kompetitor, dimana karyawan handal tersebut tentu akan menunjukkan transfer
Universitas Sumatera Utara
12
knowledge ke perusahaan yang baru dimana bisa saja knowledge tersebut
diperoleh dari perusahaan sebelumnya.
Dengan melihat biaya yang tinggi dan konsekuensi negatif yang muncul
akibat kehilangan karyawan handal dan mencari penggantinya untuk
mengantisipasi hal ini, maka perusahaan harus fokus untuk melakukan employee
retention, yakni sekumpulan tindakan yang didesain untuk mempertahankan
karyawan handal begitu ia direkrut.
Disisi lain, mempertahankan karyawan butuh biaya yang tinggi sehingga
perusahaan harus bisa memilah dan memilih mana karyawan yang perlu
dipertahankan dan mana karyawan yang tidak perlu dipertahankan. Perusahaan
akan kehilangan banyak uang pada saat mereka mempertahankan karyawan yang
lemah produktivitasnya. Proses untuk tidak melanjutkan karyawan yang lemah
produktivitas sama pentingnya dengan mempertahankan karyawan yang handal.
Proses untuk tidak melanjutkan karyawan yang lemah produktivitas ini disebut
dengan employee separation, yakni proses untuk memberhentikan karyawan
secara adil dan efisien. Kata adil dalam hal ini bermakna tidak merugikan hak-hak
dari karyawan yang bersangkutan, disamping itu efisien berarti perusahaan harus
mengeluarkan biaya yang seperlunya saja.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.2 Strategi Employee retention
Mempertahankan karyawan handal merupakan esensi yang paling penting
dari orientasi internal ketenagakerjaan di suatu perusahaan. Keunggulan
kompetitif yang muncul disini dalam mengembangkan tenaga kerja yang loyal
secara konsisten akan mampu menciptakan kepuasan pelanggan. Bagi organisasi
yang memiliki karyawan loyal akan meminimalkan biaya perekrutan dan
penggantian karyawan baru serta mampu membuat karyawan memiliki rasa
nyaman dalam bekerja sehingga mereka mau untuk serius bekerja meskipun upah
yang mereka terima tidak sebesar perusahaan kompetitor. Sebagai contoh,
karyawan yang bekerja pada pemerintah, meskipun mereka mampu menghasilkan
uang yang lebih besar jika bekerja di tempat yang lain namun mereka lebih
memilih bekerja pada pemerintah karena pemerintah jarang melakukan
pemberhentian pada karyawannya (Stewart, 2012).
Employee retention pada dasarnya program untuk mempertahankan
karyawan yang memiliki kontribusi positif, jika karyawan yang dianggap tidak
memberikan kontribusi positif dan ia keluar dari perusahaan hal ini disebut
dengan dysfunctional turnover. Dysfunctional turnover tidak termasuk ke dalam
kajian employee retention, karena pada dasarnya karyawan tersebut tidak
memiliki pengaruh penting bagi perusahaan (Stewart, 2012).
Adanya employee retention mampu membangun kesatuan pekerja dengan
kemampuan yang unik yang tidak dimiliki oleh karyawan perusahaan kompetitor.
Universitas Sumatera Utara
14
Kemampuan unik ini sebagai landasan utama menghasilkan produk dan pelayanan
yang berbeda dan tidak mudah ditiru perusahaan pesaing (Stewart, 2012).
Meskipun demikian, strategi menerapkan employee retention tidak perlu
diterapkan dalam semua jenis usaha. Employee retention bukan hal yang penting
bagi perusahaan yang orientasi ketenagakerjaannya bersifat eksternal. Bagi
perusahaan yang mengembangkan orientasi seperti itu justru menginginkan
karyawan mereka untuk bisa meninggalkan perusahaan mereka untuk bisa
berkarir yang lebih baik lagi. Hal ini bisa kita lihat pada organisasi firma hukum
dimana mereka justru ingin mencetak karyawan mereka (calon pengacara ataupun
notaris) untuk menggeluti profesi mereka nantinya, sehingga proses turnover
sudah sangat lazim di firma hukum (Stewart, 2012).
Manajemen employee retention tidak begitu penting bagi organisasi di
bidang sosial seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Non Government
Organization, organisasi ini justru membutuhkan tenaga pekerja yang fresh
dimana mereka membutuhkan ide-ide yang baru dan pendekatan yang lebih
persuasif.
Namun bagi organisasi yang bersifat jangka panjang, dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan serta persaingan kompetitor strategi Employee retention
adalah hal yang sangat penting. Bagi perusahaan ini mereka kerap membentuk
pekerja yang loyal. Hal ini mengakibatkan divisi pengembangan Sumber Daya
Manusia (Human Resource) perlu menerapkan strategi untuk mempertahankan
karyawannya. Tujuan dari strategi ini adalah merekrut pekerja muda yang akan
Universitas Sumatera Utara
15
bertahan didalam perusahaan untuk pengembangan karir jangka panjang.
Merekrut karyawan yang sudah ahli bagi perusahaan ini bukanlah hal yang
penting karena mereka sudah memiliki dan mengembangkan talenta muda
(Stewart, 2012).
2.1.3 Jenis-jenis Kontribusi Karyawan
Melepaskan karyawan dari organisasi dampaknya bisa bersifat negatif atau
positif, tergantung kepada kontribusi dari karyawan. Jika karyawan yang dilepas
adalah karyawan yang handal, tentu saja ini merugikan perusahaan. sebaliknya,
jika karyawan yang dilepas tidak atau kontribusinya kurang, maka hal ini
menguntungkan perusahaan. dengan melihat kontribusi dan niat karyawan untuk
keluar dari perusahaan, maka Stewart membuat matriks kontribusi karyawan
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kontribusi Karyawan
Sumber: Stewart, 2012
Universitas Sumatera Utara
16
Berdasarkan tabel diatas, maka ada 4 (empat) kontribusi karyawan dan
kaitanya dengan strategi employee retention / turnover, yakni:
1) Functional retention
Yakni strategi mempertahankan karyawan yang bermanfaat dan berguna
bagi perusahaan. Hal ini terjadi jika karyawan yang handal tidak memiliki
niat untuk meninggalkan perusahaan.
2) Dysfunctional retention.
Yakni strategi mempertahankan yang tidak bermanfaat dan berguna bagi
perusahaan. Hal ini terjadi karena karyawan yang handal memiliki niat
untuk meninggalkan perusahaan.
3) Functional turnover
Yakni proses turnover yang tidak merugikan perusahaan. Hal ini terjadi
jika karyawan yang keluar dari perusahaan adalah karyawan yang tidak
handal.
4) Dysfunctional turnover
Yakni proses turnover yang merugikan perusahaan. Hal ini terjadi karena
karyawan yang keluar dari perusahaan adalah karyawan yang handal dan
dibutuhkan kontribusinya untuk perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.4 Dimensi Employee retention
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kepuasan kerja berkaitan langsung
dengan keluar atau bertahannya karyawan. Orang sering menilai kepuasan kerja
secara menyeluruh, namun kepuasan kerja terbagi ke dalam beberapa dimensi
yakni (Stewart, 2012):
1) Pemberdayaan, yakni sejauhmana perusahaan melibatkan karyawan dalam
pekerjaan. Semakin sering karyawan terlibat dalam aktivitas perusahaan
semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan.
2) Persyaratan kerja, yakni sejauhmana perusahaan melakukan usaha-usaha
yang mendukung kinerja karyawan. Pelaksanaan pekerjaan tentu
membutuhkan tidak hanya kemampuan, namun juga pengakuan yang
dibuktikan melalui sertifikasi ataupun lisensi. Jika perusahaan melakukan
kemudahan dalam membantu karyawan untuk medapatkan pengakuan
keahlian pekerjaan, maka semakin puas yang dirasakan karyawan. Saat ini
justru kebanyakan perusahaan yang tidak mendukung karyawan untuk
mengembangkan diri dan kemampuannya.
3) Upah, yakni sejauhmana kompensasi yang diberikan perusahaan mampu
memenuhi kebutuhan hidup karyawan. Upah bersifat subjektif, karena
menyangkut kebutuhan masing-masing individu yang jelas sangat
berbeda-beda. Namun, kompensasi biasanya akan disejajarkan dengan
tanggungjawab pekerjaan, semakin tinggi tingkat tanggungjawab maka
seharusnya semakin tinggi kompensasi yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
18
Pada dasarnya, dimensi upah terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yakni:
- Upah yang ditawarkan perusahaan, dimana besaran upah yang
ditawarkan perusahaan kepada karyawannya. Upah ini disusun
berdasarkan kelayakan kerja dengan bayaran yang diberikan.
Karyawan akan mengukur, apakah upah yang mereka terima sudah
sesuai atau tidak dengan tanggung-jawab dan beban pekerjaan yang
mereka berikan. Semakin sesuai yang mereka rasakan, maka semakin
puas mereka terhadap pekerjaan, begitu juga sebaliknya.
- Upah yang ditawarkan perusahaan kompetitor. Sudah menjadi rahasia
umum bila karyawan keluar dari perusahaan dan pindah ke perusahaan
kompetitor karena tergiur kepada upah yang diberikan lebih tinggi,
meskipun jabatan dan level yang sama. Sehingga perusahaan perlu
menekankan dan menyusun upah yang kompetitif dibandingkan
dengan upah yang ditawarkan oleh kompetitor.
4) Kelompok kerja, yakni dimana karyawan selalu bekerja dalam kelompok,
tidak sendiri-sendiri. Jika kolektifitas kelompok tidak baik, maka
karyawan akan merasa tidak puas, sebaliknya jika kolektifitas kelompok
baik, kerjasama team yang tangguh, maka karyawan akan merasa puas.
5) Kenyamanan dalam bekerja, hal ini menyangkut pada lingkungan
pekerjaan, atasan yang harmonis. Semakin nyaman seseorang dalam
pekerjaannya, maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja.
Universitas Sumatera Utara
19
6) Fasilitas, dalam melaksanalkan pekerjaannya karyawan dituntut untuk
cepat, namun sering kali tidak didukung oleh fasilitas dari perusahaan.
Fasilitas meliputi peralatan pekerja (equipment and tools), ruangan dan
alat-alat tulis (Stewart, 2012).
Jackson, dkk (1999) menyatakan ada 5 (lima) kunci utama dalam
mempertahankan karyawan. Hal tersebut adalah:
1) Proses rekrutmen
Usaha mempertahankan karyawan terbaik dimulai dari rekrutmen.
Merekrut dan mempertahankan bukan dua hal yang berbeda, namun
kegiatan yang beriringan. Keduanya membutuhkan reputasi yang baik,
internal dan eksternal. Perusahaan harus terbuka terhadap kandidat
mengenai paham, kebudayaan, kebutuhan yang diharuskan. Hal ini akan
membuat kandidat yang lolos adalah kandidat yang sudah sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Semakin sesuai antara kandidat dengan
perusahaan, semakin bertahan lama karyawan tersebut di dalam
perusahaan.
2) Komunikasi
Carney dalam Jackson (1999) menyatakan bahwa kunci penting dalam
mempertahankan karyawan adalah komunikasi. Komunikasi adalah hal
mendasar dalam membina relasi yang baik. Perusahaan harus melibatkan
karyawan secara dini apa pekerjaan yang harus dilakukan. Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
20
yang cair bisa mencegah terjadinya kesimpang-siuran informasi yang bisa
menimbulkan perasaan ketidak-adilan. Perusahaan perlu menyampaikan
dengan jelas berbagai kebijakan, nilai organisasi kepada karyawan.
3) Pelatihan dan Pengembangan
Karyawan senang jika dianggap bagian penting dari perusahaan. Pelatihan
bisa menjembatani hal ini. Pelatihan karyawan merupakan salah satu cara
menunjukkan kepada karyawan kalau perusahaan respek kepada mereka
dan menginginkan mereka untuk berkembang. Pelatihan memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kesempatan
berkarir, menimbulkan suasana kerja yang positif. Lynn dalam Jackson
(1999) menyatakan pelatihan dapat memperkuat loyalitas pekerjaan
karyawan.
4) Kepuasan kerja
Tidak dipungkiri lagi, bila karyawan yang puas dengan pekerjaan yang
dilakukannya, baik kepuasan diri, pekerjaan, dan tanggung-jawab yang
diembannya membuat karyawan merasa betah di tempat pekerjaannya.
5) Upah
Memang uang bukan faktor utama bagi karyawan meninggalkan
perusahaan. Ketika karyawan merasa bosan dan tidak berkembang lagi,
maka uang bukan lagi menjadi pertimbangan mereka. Namun, sering
sekali faktor uang dan keuntungan (compensation and benefit) dijadikan
Universitas Sumatera Utara
21
sebagai faktor penarik karyawan lain, terutama bagi perusahaan
kompetitor. Hal pertama yang dilihat karyawan jika ingin bergabung di
perusahaan baru adalah berapa besaran kompensasi dan benefit yang
mereka terima, karena hal ini mereka ukur dengan kemampuan dan
kelayakan mereka.
2.2 Turnover
2.2.1 Definisi Turnover
Model turnover yang dikembangkan March dan Simon (1958), Mobley
(1977), Price (1977) dalam Andini (2006) ketiganya memprediksi hal yang sama
terhadap keinginan seseorang untuk keluar organisasi, yaitu evaluasi mengenai
posisi seseorang saat ini berkenaan dengan ketidakpuasan dapat memicu
keinginan seseorang untuk keluar dan mencari pekerjaan lain.
Variabel keinginan berpindah berhubungan secara signifikan dengan dan
dapat digunakan untuk meramalkan tingkat perputaran yang sesungguhnya seperti
ditunjukkan studi-studi sebelumnya yang menggunakan variabel keinginan
berpindah dan tingkat turnover sekaligus, dengan demikian, organisasi dapat
mengevaluasi hasil studi sehubungan dengan tingkat perputaran sesungguhnya
yang dihadapi. Lum, dkk dalam Andini (2006) menyatakan bahwa keinginan
untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan dengan rasa
puas atau tidak puas individu terhadap pekerjaannya. Turnover menggambarkan
pikiran individu untuk keluar, mencari pekerjaan di tempat lain, serta keinginan
meninggalkan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
22
Penyebab turnover antara lain pekerja memiliki kepuasan gaji, kepuasan
kerja dan komitmen organisasi yang rendah atas pekerjaannya yang ada sekarang
dan termotivasi untuk mencari pekerjaan lain. Keinginan berpindah
mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari
alternatif pekerjaan lain. Dalam studi yang dilakukan, variabel ini digunakan
dalam cakupan luas meliputi keseluruhan tindakan penarikan diri (withdrawal
cognitions) yang dilakukan karyawan.
Tindakan penarikan diri menurut Abelson dalam Andini (2006) terdiri atas
beberapa komponen yang secara simultan muncul dalam individu berupa adanya
pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain,
mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat
lain, dan adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi.
Abelson dalam Andini (2006) menyatakan bahwa sebagian besar
karyawan yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat
dikategorikan atas perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable
voluntary turnover) dan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan
(unavoidable voluntary turnover). Avoidable voluntary turnover dapat disebabkan
karena alasan berupa gaji, kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang
dirasakan lebih baik, sedangkan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat
dihindarkan (unavoidable voluntary turnover) dapat disebabkan karena perubahan
jalur karir atau faktor keluarga. Turnover intentions yang dibahas dalam penelitian
ini adalah dalam konteks model voluntary turnover (sukarela).
Universitas Sumatera Utara
23
Untuk mengukur adanya turnover dalam organisasi menurut Simamora
(1996) digunakan rumus sebagai berikut. :
Tingkat perputaran turnover = Jumlah yang keluar selama 1 periode
X 100% Jumlah karyawan selama 1 periode
Bila tingkat turnover lebih dari 10% dapat digolongkan tinggi, sedangkan
kurang dari 10% tingkat turnover masih dianggap wajar
2.2.2 Mekanisme turnover
Alasan utama yang selalu diutarakan karyawan pada saat ingin keluar dari
perusahaan adalah ketidakpuasan terhadap situasi pekerjaan terakhir yang ia
hadapi. Mudah untuk dipahami mengapa orang keluar dari perusahaan karena
kurangnya kepuasan dalam bekerja. Kita mungkin pernah keluar dari suatu
organisasi. Seperti kita meninggalkan organisasi pecinta salah satu klub olah-raga,
kita menemukan prestasi dari klub tersebut tidak maju-maju, bahkan mundur,
sehingga kita tidak lagi semangat untuk mengikuti perkembangan klub olah-raga
tersebut. Dampaknya, kita keluar dari organisasi pecinta klub olah-raga itu. Atau
kita juga pernah meninggalkan kelompok belajar, dimana anggota kelompok
banyak yang tidak aktif dan kita tidak merasa nyaman lagi berada di dalamnya,
sehingga membuat kita keluar dari kelompok itu dan bergabung atau membentuk
kelompok baru. Merasa mandek dalam suatu organisasi dapat berdampak negatif
terhadap kebahagiaan seseorang. Begitu juga halnya jika bertahan di suatu
organisasi atau perusahaan dengan lingkungan yang tidak nyaman. Karyawan
Universitas Sumatera Utara
24
yang merasa tidak nyaman akan keluar dari perusahaan lebih tinggi dibandingkan
dengan karyawan yang merasa puas dengan perusahaan Andini (2006).
Adapun mekanisme terjadinya turnover menurut Stewart (2012) adalah
sebagai berikut:
1) Muncul rasa rendahnya kepuasan dalam bekerja
Sebagai tahapan awal dari proses turnover adalah muncul rasa tidak puas
dalam lingkungan pekerjaan. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka
jika seseorang sudah merasa tidak nyaman, besar kemungkinan yang
bersangkutan akan keluar dari perusahaannya.
2) Menarik diri dari organisasi
Berikutnya, karyawan akan mulai menarik diri dari aktivitas-aktivitas
perusahaan, seperti jika ada pertemuan jamuan makan malam, ia lebih
memilih pulang. Bahkan kontribusinya juga menurun jika dia berada
dalam suatu tugas kelompok kerja. Tanda-tanda lainnya adalah datang
telat dan sering bolos kerja.
3) Keluar dari perusahaan
Sejumlah karyawan yang menarik diri biasanya juga aktif mencari peluang
atau kesempatan pekerjaan yang baru. Mereka tidak akan memutuskan
keluar dari pekerjaan hingga mendapatkan pekerjaan atau pengganti
pekerjaan yang mereka rasa lebih baik. Jika mereka sudah menemukannya,
maka mereka akan keluar dari perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
25
Disatu sisi, ada juga karyawan yang keluar dari perusahaan dikarenakan
mereka merasa ingin mencari tantangan baru, peningkatan karir. Orang
seperti ini keluar dari perusahaan bukan karena merasa tidak puas dengan
status pekerjaannya saat ini, namun lebih kepada pengembangan diri.
2.2.3. Alasan Penyebab Turnover
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, alasan utama karyawan
memutuskan untuk keluar dari perusahaan adalah rendahnya kepuasan kerja (low
job satisfaction). Model dasar yang mengilustrasikan bagaimana rendahnya
kepuasan kerja mempengaruhi turnover dapat dilihat pada gambar 2.1.
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat, rendahnya kualitas kepuasan
kerja yang dirasakan karyawan memicu pemikiran negatif terhadap pekerjaannya
dan membuat yang bersangkutan memiliki niat untuk keluar dari pekerjaannya.
Selanjutnya, karyawan akan memilih untuk berhenti dari pekerjaannya. Faktor ini
juga ditunjang oleh faktor lainnya, seperti adanya pilihan pekerjaan lain ataupun
karena memang karakter si karyawan yang memang ingin memilih berhenti dari
pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar 2.1. Kepuasan Kerja Memicu terjadinya Turnover
Sumber: Stewart (2012)
2.3 Karir
2.3.1 Defenisi Karir
Menurut Mathis dan Jackson (2008) karir adalah rangkaian posisi yang
berkaitan dengan yang kerja yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya.
Orang-orang mengejar karir untuk memenuhi kebutuhan individual secara
mendalam. Menurut Rivai (2005) karir adalah seluruh pekerjaan yang dimiliki
atau dilakukan oleh individu selama masa hidupnya. Karir merupakan pola dari
pekerjaaan dan sangat berhubungan dengan pengalaman (posisi, wewenang,
keputusan dan intepretasi subjektif atas pekerjaan) dan aktivitas selama masa
kerja individu. Definisi ini menekankan bahwa karir tidak berhubungan dengan
kesuksesan dan kegagalan namun lebih kepada sikap dan tingkah laku, dan
kontinutas individu dalam aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Karir begitu penting bagi karyawan, menurut Walker dalam Rivai (2005)
bagi karyawan karir dianggap lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri.
Seorang karyawan bisa meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek karirnya
buruk. Karyawan mungkin akan tetap rela bekerka di pekerjaan yang tidak
disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Universitas Sumatera Utara
27
2.3.2 Pengembangan Karir
Berdasarkan pendapat Byars dan Rue (2006), pengembagan karir
merupakan usaha berkelanjutan dan formal oleh organisasi yang berfokus pada
pengembangan dan memperkaya sumber daya manusia. Dari sudut pandang
organisasi, pengembangan karir dapat mengurangi biaya terkait dengan rendahnya
tingkat turnover. Jika perusahaan menyediakan pengembangan karir bagi
karyawannya, biasanya karyawan enggan untuk keluar dari perusahaan. Selain itu,
karir juga meningkatkan moral, meningkatkan produktivitas dan mengefisiensikan
kinerja organisasi.
Pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu
yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan, tujuan dari seluruh
program pengembangan karir adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan
tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan. Karena
itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karir melalui manajemen yang baik
akan dapat membantu karyawan dalam menentukan kebutuhan karir mereka
sendiri dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan.
Berdasarkan dari uraian diatas, penulis menguraikan ada 7 (tujuh) dimensi
Survey Employee retention, yakni:
1) Imbalan (X1)
2) Kerja-sama (X2)
Universitas Sumatera Utara
28
3) Kenyamanan Kerja (X3)
4) Fasilitas (X4)
5) Komunikasi (X5)
6) Pemberdayaan (X6)
7) Karir (X7)
Selanjutnya dengan melihat dari 7 (tujuh) variabel bebas ini mana yang
kuat berpengaruh terhadap variabel terikat (turnover). Variabel yang paling kuat
dilihat dengan menganalisa korelasi asing-masing variabel X terhadap variabel Y.
Hubungan antar variabel dapat dikatakan kuat apabila korelasi antar variabel sama
dengan atau lebih dari 0,7 (Azwar, 2001).
Universitas Sumatera Utara