BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

54
8 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. KONSEP ANAK USIA PRASEKOLAH 1. Pengertian Anak usia prasekolah adalah peralihan antar suai toddler dan sekolah yaitu usia tiga sampai enam tahun yang merupakan periode kanak-kanak awal (Wong, 2002). Pada usia prasekolah, perkembangan fisik lebih lambat dan relatif tetap. Keterampilan motorik seperti berjalan, melari , melompat menjadi semakin luwes tetapi otot dan tulang belum sempurna. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/toodler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11- 18 tahun). Namun, topik yang ingin kita bahas tentang anak usia prasekolah.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

8

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. KONSEP ANAK USIA PRASEKOLAH

1. Pengertian

Anak usia prasekolah adalah peralihan antar suai

toddler dan sekolah yaitu usia tiga sampai enam tahun

yang merupakan periode kanak-kanak awal (Wong, 2002).

Pada usia prasekolah, perkembangan fisik lebih lambat

dan relatif tetap. Keterampilan motorik seperti

berjalan, melari , melompat menjadi semakin luwes

tetapi otot dan tulang belum sempurna.

Anak merupakan individu yang berada dalam satu

rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi

hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan

dan perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia

bermain/toodler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5

tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11-

18 tahun). Namun, topik yang ingin kita bahas tentang

anak usia prasekolah.

Menurut Marjorie mengatakan bahwa anak prasekolah

merupakan masa antusiasme, bertenaga, aktivitas,

kreativitas, otonomi, sosial tinggi dan idenpenden.

Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa

identitas jender dan mulai membedakan perilaku sesuai

jenis kelamin yang didefinisikan secara sosial serta

8

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

9

mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk menirukan

tindakan orang tua yang berjenis kelamin sama, dan

mempertahankan atau memodifikasi perilaku yang

didasarkan pada umpan balik orang tua. (Potter &

Perry, 2005)

2. Teori Perkembangan Psikososial

a. Perkembangan psikososial menurut Freud, usia

prasekolah yaitu tiga sampai enam tahun disebut

fase falik. Selama fase ini genitalia menjadi cara

yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak

mulai belajar adanya perbedaan jenis kelamin.

Selain itu untuk memahami identitas gender, anak

sering meniru ibu atau bapaknya misalnya dengan

menggunakan pakai ibu atau bapaknya, Freud juga

mengatakan bahwa membentuk suatu hubungan dengan

orang tua

b. Perkembangan psikososial menurut Erikson, usia

prasekolah yaitu 3 sampai 6 tahun disebut inisiatif

versus rasa bersalah. Perkembangan inisiatif

diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan dengan

kemampuan indranya. Anak mengembangkan keinginannya

dengan cara eksplorasi terhadap pada yang ada

disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah

kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai

prestasinya. Perasaan bersalah akan timbul pada

anak jika tidak mampu untuk berprestasi sehingga

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

10

merasa tidak puas atas perkembangan yang telah

dicapai.

Pada pertumbuhan masa pra sekolah pada

pertumbuhan khususnya berat badan mengalami kenaikan

rata-rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus

akan tetapi aktivitas motorik tinggi, di mana sistem

tubuh sudah mencapai kematangan seperti berjalan,

melompat dan lain-lain. Karena pengalaman belajar dan

harapan orang dewasa yang serupa, biasanya di antara

semua anak dalam kebudayaan tertentu ditemukan

beberapa keterampilan motorik yang bersifat umum.

Sebagai contoh, dalam kebudayaan kita semua anak

diharapkan mempelajari keterampilan untuk makan,

berpakaian sendiri, menulis dan memainkan permainan

yang disetujui oleh kelompok sosial.

Diperkirakan bahwa rata-rata anak yang berusia 3

tahun sampai 4 tahun menggunakan 15.000 kata setiap

hari atau dalam setahunnya menggunakan kira-kira 5

setengah juta kata. Setiap tahun, sejalan dengan

bertambah besar mereka, anak-anak berbicara lebih

banyak dan menggunakan kata-kata yang lebih berbeda.

Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka

mampu mengerti arti setiap kata kecuali yang

sederhana, mereka ingin dibacakan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

11

3. Profil Prasekolah

a. Berat badan hanya sedikit naik rata-rata hanya 2,25

kg/tahun

b. Tinggi badan pertambahan minimal rata-rata hanya 5-

6,5, anak berubah cepat menjadi kurus, lebih tinggi

dibandingkan masa sebelumnya

c. Gigi-geligi, umumnya gigi susu mencapai 20, tidak

ada pertumbuhan gigi baru pada masa ini

B. KONSEP DUKUNGAN KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Freidman (1992) mendefinisikan keluarga sebagai

dua atau lebih individu yang bekerja sama dengan

ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan keluarga

adalah unit yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak

mereka dan memperlihatkan pembagian kerja menurut

jenis kelamin (Potter & Perry, 2005).

Menurut UU No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan

kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera,

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang

terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anak-

anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat

dekat hubungannya dengan seseorang. Keluarga lebih

dekat hubungannya dengan anak dibandingkan dengan

masyarakat luas (Notosoedirjo & Latipun, 2005).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

12

Keluarga juga didefinisikan sebagai suatu ikatan

atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara

orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama

atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang

sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya

sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah

tangga (Sayekti, 1994 dalam Suprajitno, 2004).

2. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi

verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau

tingkah laku yang diberikan oleh orang- orang yang

akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang

berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan

keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku

penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa

memperoleh dukungan secara emosional merasa lega

karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang

menyenangkan pada dirinya (Gottlieb, 1983 dalam Smet,

1994).

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah

sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap

penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa

orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan

antara keluarga dan lingkungan sosialnya (Kane, 1988

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

13

dalam Friedman, 1998). Dukungan keluarga adalah proses

yang terjadi sepanjang hidup, dimana sumber dan jenis

dukungan keluarga berpengaruh terhadap tahap lingkaran

kehidupan keluarga. Menurut Stuart dan Sundeen (1995),

ada tiga dimensi interaksi dalam dukungan keluarga

yaitu timbal balik (kebiasaan dan frekuensi hubungan

timbal balik), nasihat/umpan balik (kuantitas/kualitas

komunikasi) dan keterlibatan emosional (meningkatkan

intimasi dan kepercayaan) didalam hubungan sosial.

3. Fungsi Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses

yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis

dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-

tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua

tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga

membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Akhmadi,

2010).

Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan

bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial

menahan efek-efek negatif dari stres terhadap

kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara

langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan)

pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

14

utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan

kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.

Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial

yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya

mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan

dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan

kesehatan emosi (Akhmadi, 2010).

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan

bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan

yaitu:

a. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

diseminator (penyebar) informasi tentang dunia.

Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti,

informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat

menekan munculnya suatu stressor karena informasi

yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti

yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam

dukungan ini adalah nasihat, usulan, saran,

petunjuk dan pemberian informasi.

b. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan

umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan

masalah, sebagai sumber dan validator identitas

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

15

anggota keluarga diantaranya memberikan support,

penghargaan, perhatian.

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan

praktis dan konkrit, diantaranya : kesehatan

penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,

istirahat, terhindarnya penderita dan kelelahan.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu

penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari

dukungan emosional meliputi dukungan yang

diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,

perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

4. Sumber dukungan keluarga

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan

sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu

yang dapat diadakan untuk keluarga, tetapi anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan

sosial keluarga internal, seperti dukungan dari

suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau

dukungan sosial keluarga eksternal (Akhmadi, 2010).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

16

5. Komponen dukungan keluarga

Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan

atau sumber potensial terdapatnya dukungan dari

keluarga yang menjadi prioritas penelitian.

Komponen-komponen dukungan keluarga menurut

Friedman (1998) dan House (1984, dalam Sarafino,

1994), terdiri dari :

a. Dukungan pengharapan

Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada

individu untuk memahami kejadian depresi dengan

baik dan juga sumber depresi dan strategi koping

yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor.

Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi

bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap

individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat

diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi

melalui ekspresi pengharapan positif individu

kepada individu lain, penyemangat, persetujuan

terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan

perbandingan positif seseorang dengan orang lain,

misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga

dapat membantu meningkatkan strategi koping

individu dengan strategi-strategi alternatif

berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-

aspek yang positif.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

17

b. Dukungan nyata

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan

jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan

material berupa bantuan nyata (instrumental support

material support), suatu kondisi dimana benda atau

jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,

termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat

seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu

pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan,

menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat

sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu

memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif

bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi

individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai

sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan

nyata.

c. Dukungan informasi

Jenis dukungan ini meliputi jaringan

komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di

dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan

nasihat, pengarahan, saran, atau umpan balik

tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga

dapat menyediakan informasi dengan menyarankan

tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan

tindakan spesifik bagi individu untuk melawan

stressor. Individu yang mengalami depresi dapat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

18

keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya

dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan

feed back (Sheiley, 1995). Pada dukungan informasi

ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan

pemberi informasi.

d. Dukungan emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering

menderita secara emosional, sedih, cemas, dan

kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi

perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai.

Dukungan emosional memberikan individu perasaan

nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi,

bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa

percaya, perhatian sehingga individu yang

menerimanya merasa berharga. Pada dukungan

emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat

dan memberikan semangat.

6. Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman

(1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang

menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil

secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman

perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga

yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orang

tua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

19

Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda

cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau

mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris

dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. Faktor-faktor

yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah

kelas ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini

meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua

dan tingkat pendidikan.

Menurut Feiring dan Lewis (1984 dalam Friedman

1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang

menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil

secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman

perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga

kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-

anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan

yang diberikan orang tua (khususnya ibu) juga

dipengaruhi oleh usia (Akhmadi, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas

sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan,

pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam

keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih

adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas

bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau

autokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial

menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

20

keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua

dengan kelas sosial rendah (Akhmadi, 2010).

Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan

yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara

dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih

otoritas atau autokrasi. Selain itu orang tua dengan

kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan,

afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada

orang tua dengan kelas sosial bawah.

7. Dukungan keluarga pada anak usia prasekolah yang

sedang menjalani hospitalisasi

Kebutuhan terbesar anak selama perkembangannya

adalah rasa aman yang timbul dari kesadaran bahwa ia

diinginkan dan disayang oleh orang dewasa tempatnya

bergantung. Lingkungan anak yang mula-mula terbatas

sifatnya dan pandangan dunia serta tempatnya sendiri

di dalamnya akan terbentuk terutama oleh hubungannya

dengan keluarga (Mcghie, 2007).

Sebagian besar orang tua menganggap awal masa

prasekolah sebagai usia yang mengundang masalah atau

usia sulit. Sering kali, anak yang lebih muda bersikap

bandel, keras kepala, tidak menurut negativities, dan

melawan. Terkadang marah tanpa alasan. Pada malam hari

terganggu oleh mimpi buruk dan pada siang hari ada

rasa takut yang tidak rasional, dan merasa cemburu.

Perilaku ribut, berlagak, kejemuan dan tidak tenteram

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

21

pada anak-anak yang cemas cenderung berusaha

meyakinkan diri mereka dan orang lain tentang

kemampuan mereka. Anak-anak menghindarkan diri dari

situasi yang mengancam dengan cara pergi tidur

meskipun tidak lelah, dengan membuat diri mereka sibuk

sehingga tidak mempunyai waktu untuk berpikir, atau

mengundurkan diri ke dunia khayal.

Dampak hospitalisasi pada masa prasekolah yaitu

sering menolak makan, sering bertanya, menangis

perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan,

anak sering merasa cemas, ketakutan, tidak yakin,

kurang percaya diri, atau merasa tidak cukup

terlindungi dan merasa tidak aman. Tingkat rasa aman

pada setiap anak berbeda. Beberapa anak lebih pemalu

dan cepat cemas dibanding anak lain (June, 2003).

Hospitalisasi dapat dianggap sebagai pengalaman yang

mengancam dan menjadi stressor sehingga dapat

menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga. Bagi anak,

hal ini mungkin terjadi karena anak tidak memahami

mengapa ia dirawat/terluka, stres dengan adanya

perubahan akan status kesehatan, lingkungan, kebiasaan

sehari-hari dan keterbatasan mekanisme koping. Pada

anak yang dirawat akan muncul tantangan-tantangan yang

harus dihadapinya seperti mengatasi suatu perpisahan,

penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya,

penyesuaian dengan banyak orang yang merawatnya, dan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

22

kerap kali harus berhubungan atau bergaul dengan anak-

anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang

menyakitkan bagi anak-anak. Secara psikologis, membaca

atau bercerita merupakan salah satu bentuk bermain

yang paling sehat (Muscari 2005, dalam Lubis 2007).

Dalam hal ini keluarga harus memberikan dukungan

pada anak. Memberikan semangat, empati, rasa percaya

dan perhatian adalah hal yang dibutuhkan pada saat

prosedur ini dilakukan sehingga anak merasa tenang,

nyaman dan percaya bahwa hospitalisasi adalah terapi

yang baik bagi dirinya.

C. KONSEP CEMAS

1. Pengertian cemas

Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat

mendasar dalam teori-teori tentang stres dan

penyesuaian diri. Menurut Post (1978, dalam Trismiati,

2004), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak

menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan

subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran

dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat.

Setiap orang pasti pernah mengalami atau

merasakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dalam

dirinya. Bentuk perasaan yang tidak menyenangkan ini

sering disebut dengan cemas. Cemas adalah suatu respon

emosional dari rasa takut, tertekan, dan khawatir yang

secara subjektif dialami oleh seseorang dengan objek

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

23

tidak spesifik atau tidak jelas, terutama oleh adanya

pengalaman baru termasuk pada pasien yang akan

mengalami tindakan invasi seperti pembedahan atau

operasi yang berpengaruh terhadap perannya dalam

hidup, integritas tubuh atau bahkan kehidupannya

sendiri (Atree & Merchant, 1996).

Cemas merupakan suatu perasaan yang diikuti oleh

reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak

jantung dan pernapasan (Purba, 2008). Cemas dapat

menjadi reaksi emosional yang normal di beberapa

situasi lainnya (Nevid, 2005).

Kecemasan adalah suatu kondisi emosi yang kurang

menyenangkan. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III (1995)

menjelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan

yang kurang dan dirasakan oleh individu yang

bersangkutan sebagai perasaan terancam.

Atkinson (1996) juga menjelaskan bahwa kecemasan

merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai

dengan gejala seperti kekhawatiran dan perasaan takut.

Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan

organisme dapat menumbuhkan kecemasan, konflik

merupakan salah satu sumber munculnya rasa cemas.

Adanya ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri,

serta perasaan tertekan untuk melakukan sesuatu di

luar kemampuan juga menumbuhkan kecemasan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

24

2. Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Menurut Townsend (1996), bahwa ada empat tingkat

kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

a. Kecemasan ringan.

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan

dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan

seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat

ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi

meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar,

motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang.

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain

sehingga seseorang mengalami perhatian yang

selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang

terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini

yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung

dan pernapasan meningkat, ketegangan otot

meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan

persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun

tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun,

perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

25

yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung,

tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.

c. Kecemasan berat.

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk

memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik,

serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang

tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi

yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh

pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur

(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan

persepsi menyempit, tidak mau belajar secara

efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan

keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,

perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

d. Panik.

Panik berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan

kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda

dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah

susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,

diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat

berespon terhadap perintah yang sederhana,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

26

berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan

delusi.

3. Gejala Kecemasan

Penderita yang mengalami kecemasan biasanya

memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam

beberapa fase, yaitu :

a. Fase 1

Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi

peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk

fight (berjuang), atau flight (lari secepat-

cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak

sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon

adrenalin dan non-adrenalin. Oleh karena itu, maka

gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di

otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada,

leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk

berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku

dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di

otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari

kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan

tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat

pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini

kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari

sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa sistem

syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi

yang ada secara benar (Asdie, 1988).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

27

b. Fase 2

Disamping gejala klinis seperti pada fase

satu, seperti gelisah, Ketegangan otot gangguan

tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak

bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motivasi

diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat

bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang

beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah

menangis yang berkaitan dengan stres mudah

diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara

tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda

adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988).

Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan

seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah,

kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan

hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat

sesuatu (Asdie, 1988).

c. Fase 3.

Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak

teratasi sedangkan stressor tetap saja berlanjut,

penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga.

Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada

fase satu dan dua yang mudah di identifikasi

kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase

tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku

dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

28

stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala

seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris,

kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu

yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan

reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat

sebagai gangguan kepribadian.

Menurut Hawari (2001), menjelaskan gejala

kecemasan secara klinis dikelompokkan menjadi empat

macam, yakni :

1) Gangguan cemas menyeluruh

Selain gejala cemas yang bias disertai

dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap

(paling sedikit berlangsung selama satu bulan)

dengan manifestasi 3 sampai 4 kataegori gejala

berikut :

a) Ketegangan motorik

b) Gemetar

c) Tegang

d) Nyeri otot

e) Letih

f) Tidak dapat santai

g) Kelopak mata bergetar

h) Kening mengkerut

i) Muka tegang

j) Gelisah

k) Tidak dapat diam

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

29

l) Mudah kaget

2) Hiperaktivitas saraf Autonom

(simpatis/parasimpatis)

a) Berkeringat berlebih

b) Jantung berdebar-debar

c) Rasa dingin

d) Telapak tangan/kaki basah

e) Mulut kering

f) Pusing

g) Kepala terasa ringan

h) Kesemutan

i) Rasa mual

j) Rasa aliran panas dingin

k) Diare

l) Rasa tidak enak di ulu hati

m) Muka merah atau pucat

n) Denyut nadi dan nafas cepat

o) Rasa khawatir berlebih tentang hal-hal yang

akan datang :

Cemas, khawatir, takut

Berpikir berulang

Membayangkan akan datangnya kemalangan

terhadap dirinya atau orang lain.

3) Kewaspadaan berlebih

a) Mengamati lingkungan secara berlebih sehingga

mengakibatkan perhatian mudah terlatih.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

30

b) Sukar konsentrasi

c) Sukar tidur

d) Merasa ngeri

e) Mudah tersinggung

f) Tidak sabaran.

4) Gangguan panik

Gejala klinis gangguan panik yaitu

kecemasan yang datangnya mendadak oleh perasaan

takut mati, disebut juga sebagai serangan panic.

Gajala-gejala yang muncul pada setiap orang :

a) Sesak nafas

b) Jantung berdebar-debar

c) Nyeri atau tidak enak badan

d) Rasa tercekik atau sesak

e) Pusing, penglihatan berputar-putar, perasaan

melayang

f) Perasaan seakan-akan diri atau lingkungan

tidak realistik

g) Kesemutan

h) Berkeringat banyak

i) Rasa akan pingsan

j) Menggigil atau gemetar

k) Merasa takut mati, takut menjadi gila atau

khawatir akan melakukan sesuatu tindakan

secara tidak terkendali selama berlangsung

serangan panik.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

31

5) Gangguan phobik]

Gangguan phobic adalah salah satu bentuk

kecemasan yang didominasi oleh alam pikir phobia.

Phobia adalah ketakutan yang menetap dan

tidak rasional terhadap suatu obyek, yang

menimbulkan suatu keinginan mendesak untuk

menghindarinya.

6) Gangguan obsesif-konfilsif

Obsesi merupakan suatu bentuk kecemasan

yang didominasi oleh pikiran yang terpaku

(persisten) kompulsi adalah perbuatan yang

dilakukan berulang-ulang sebagai konsekuensi dari

pikiran yang bercorak obsesif tadi.

4. Teori-teori tentang kecemasan

Kecemasan merupakan suatu respon terhadap

situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat

didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap

suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah

bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al,

1993). Stres dapat berbentuk psikologis, sosial atau

fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap

kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan

kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Teori Psikodinamika

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

32

Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan

merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak

disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego

untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika

mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa

aman datang lagi. Namun bila konflik terus

berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat

tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai

simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku

ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini

juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama

dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar

yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih

lemah, sehingga belum mampu memberikan respon

terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah

kecemasan pertama.

Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu

keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari

ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego,

maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan

Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego

lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik

tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan

potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu,

sering tidak realistik dan dibesar-besarkan.

Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

33

peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun,

desakan Id meningkat dan adanya stres psikososial,

maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya

(Prawirohusodo, 2002).

b. Teori Perilaku

Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari

suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta),

waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon

kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan

tersebut merupakan hasil frustrasi, sehingga akan

mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan

yang di inginkan.

c. Teori Interpersonal

Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari

ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga

menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak

berharga.

d. Teori Keluarga

Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan

timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam

keluarga.

e. Teori Biologik

Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan

suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall,

1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit

fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

34

emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan

sekunder (Stuart & sundeens, 1998).

5. Factor-faktor yang mencetuskan terjadinya cemas

Faktor yang menjadi pencetus seseorang merasa

cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor

internal) maupun dari luar (faktor eksternal).

a. Faktor internal

1) Pengalaman

Menurut Horney dalam Trismiati (2006),

sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan

kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab

kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari

berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat

terletak di dalam diri seseorang, misalnya

seseorang yang memiliki pengalaman dalam

menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya akan

lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang

timbul tidak terlalu besar.

2) Respon Terhadap Stimulus

Menurut Trismiati (2006), kemampuan

seseorang menelaah rangsangan atau besarnya

rangsangan yang diterima akan mempengaruhi

kecemasan yang timbul.

3) Usia

Pada usia yang semakin tua maka seseorang

semakin banyak pengalamannya sehingga

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

35

pengetahuannya semakin bertambah (Notoatmodjo,

2003). Karena pengetahuannya banyak maka

seseorang akan lebih siap dalam menghadapi

sesuatu.

4) Gender

Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan

wanita, Myers (1983) (dalam Trismiati 2006)

mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan

ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki,

laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan

perempuan lebih sensitif. Penelitian lain

menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks

dibanding perempuan.

b. Faktor eksternal

1. Dukungan keluarga

Kasdu (2002), Adanya dukungan keluarga akan

menyebabkan seorang lebih siap dalam menghadapi

permasalahan.

2. Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat

menyebabkan seseorang menjadi lebih kuat dalam

menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan

pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak

memberikan cerita negatif tentang efek negatif

suatu permasalahan menyebabkan seseorang lebih

kuat dalam menghadapi permasalahan (Baso, 2000).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

36

6. Respon Pasien terhadap Kecemasan

a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

Pada kardiovaskuler terjadi peningkatan

tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut

nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan

lain-lain. Pada pernapasan terjadi napas cepat dan

dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

Pada kulit terjadi perasaan panas atau dingin pada

kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa

terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat,

gatal-gatal. Pada gastrointestinal akan mengalami

anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa

terbakar di epigastrium, nausea, diare. Sedangkan

pada neuromuskuler akan terjadi refleks meningkat,

reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia,

tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.

b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan

1) Respon perilaku akan terjadi perasaan gelisah,

tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada

koordinasi, menarik diri, menghindar.

2) Respon kognitif akan mengalami gangguan

perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah

tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi

menurun, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir

yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut

kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

37

3) Respon afektif akan mengalami perasaan tidak

sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar

biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

7. Kecemasan anak yang dirawat di Rumah Sakit

Kecemasan anak yang dirawat di Rumah Sakit

terkadang membuat orang tua menjadi cemas untuk

meninggalkan anaknya dan membuat orang tua khawatir

dengan efek dari tindakan medis yang akan dilakukan

pada anaknya. Namun, ketika perawat memberikan

informed consent pada tindakan yang dilakukan maka

kecemasan itu akan berangsur-angsur hilang. Walaupun

mungkin sulit orang tua dan anak mampu menerima

hospitalisasi. Perawat dan dokter yang menangani anak

yang di hospitalisasi harus mampu membina rasa saling

percaya akan terapi yang akan diberikan. Reaksi anak

dan keluarganya terhadap sakit dan ke rumah sakit baik

untuk rawat inap maupun rawat jalan adalah dalam

bentuk kecemasan, stres dan perubahan perilaku. Bentuk

dari kecemasan, dapat berupa kecemasan berpisah,

kehilangan kontrol, cedera tubuh dan nyeri. Tiga fase

dari kecemasan berpisah adalah fase protes, despair

dan detachment/denial, yang masing-masing memberikan

perubahan perilaku tertentu. Untuk mengatasi hal

tersebut diusahakan untuk memodifikasi lingkungan

rumah sakit sehingga menyerupai lingkungan di rumah,

memberikan kesempatan anak sakit mendapatkan kontrol

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

38

yang dapat diterima, membantu untuk rencana dan jadwal

pelayanan dan perawatan, dan dapat berinteraksi dengan

keluarga dan dengan anak sakit yang lain.

Permainan adalah satu dari aspek yang paling

penting dalam kehidupan seorang anak, dan merupakan

salah satu dari aspek yang paling penting dalam

kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara

yang paling efektif untuk menghadapi dan mengatasi

stres. Permainan adalah pekerjaan anak, dan dalam

lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang

untuk meningkatkan ekspresi emosional anak, termasuk

pelepasan yang aman dari rasa marah dan benci.

Bercerita sebagai suatu permainan yang pasif

memberikan kesempatan anak untuk menambah wawasan

dalam berpikir dan sangat terapeutik sebagai permainan

penyembuh (therapeutic play). Mengekspresikan

perasaannya dengan bercerita, berarti memberikan pada

anak suatu cara untuk mendidik dan berkomunikasi

dengan pesan yang disampaikan di dalam sebuah cerita.

Penyuluhan kesehatan dalam kondisi dan situasi rumah

sakit untuk anak sakit, tentunya berbeda dengan orang

dewasa. Pada keadaan kecemasan dan stres serta

penyuluhan kesehatan lebih ditujukan sebagai terapi

kognitif, dimana pada kondisi ini, kognitifnya tidak

akurat dan negatif. Penyuluhan untuk mengidentifikasi

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

39

dan meningkatkan kognitifnya dapat memberikan

perbaikan gejala secara bermakna.

8. Penilaian tingkat kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran

tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang

disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala

HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan

pada munculnya symptom pada individu yang mengalami

kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 symptoms

yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.

Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor

antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). Skala

HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang

diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah

menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama

pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah

dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup

tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada

penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi

ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan

menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid

dan reliable.

Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating

Scale (HARS) yang dikutip Nursalam (2003) penilaian

kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

40

a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran

sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah

terganggu dan lesu.

c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang

asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang

besar.

d. Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada

malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah

lupa dan sulit konsentrasi.

f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan pada hoby, sedih, perasaan tidak

menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku,

gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot.

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk,

penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta

merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada,

denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang

sekejap.

j. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan

tercekik sering menarik napas panjang dan merasa

napas pendek.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

41

k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi,

berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung

sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.

l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat

menahan kencing, aminorea, ereksi lemah atau

impotensi.

m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat,

muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit

kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari

gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang,

tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan

memberikan nilai dengan kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = Berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = Sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah

nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:

Penilaian derajat kecemasan, skor :

14 – 20 : Kecemasan Ringan

21 – 27 : Kecemasan Sedang

28 – 41 : Kecemasan Berat

42 – 56 : Panik (Hawari, 2001)

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

42

E. KONSEP HOSPITALISASI

1. Definisi Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam

bagi individu karena stressor yang dihadapi dapat

menimbulkan perasaan tidak aman, seperti : lingkungan

asing, berpisah dengan orang yang berarti, kurang

informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian,

pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan,

semakin sering berhubungan dengan rumah sakit, maka

bentuk kecemasan semakin kecil atau sebaliknya,

perilaku petugas rumah sakit.

2. Perubahan Yang Terjadi Akibat Hospitalisasi

Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi adalah :

a. Perubahan konsep diri ; akibat penyakit yang di

derita atau tindakan seperti pembedahan, pengaruh

citra tubuh, perubahan citra tubuh dapat

menyebabkan perubahan peran, ideal diri, harga diri

dan identitasnya.

b. Regresi ; klien mengalami kemunduran ke tingkat

perkembangan sebelumnya atau lebih rendah dalam

fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.

c. Dependensi ; klien merasa tidak berdaya dan

tergantung pada orang lain.

d. Dipersonalisasi ; peran sakit yang dialami klien

menyebabkan perubahan kepribadian, tidak realistis,

tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan,

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

43

perubahan identitas dan sulit bekerja sama

mengatasi masalahnya.

e. Takut dan ansietas ; perasaan takut dan ansietas

timbul karena persepsi yang salah terhadap

penyakitnya.

f. Kehilangan dan Perpisahan ; selama klien dirawat

muncul karena lingkungan yang asing dan jauh dari

suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan,

berpisah dengan pasangan dan terasing dari orang

yang dicintai.

Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat

dianggap pengalaman yang mengancam dan stressor.

Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi

dipengaruhi tingkat perkembangan usia, pengalaman

sebelumnya, sistem pendukung dalam keluarga,

keterampilan koping, dan berat ringannya penyakit.

3. Dampak Hospitalisasi

Anak akan cenderung lebih manja, minta perhatian

lebih pada orang tua serta bersikap cuek pada perawat

yang akan merawatnya karena anak belum dapat

beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Stres yang

umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi

adalah takut akan unfamiliarity, lingkungan rumah

sakit yang menakutkan, rutinitas rumah sakit, prosedur

yang menyakitkan, dan takut akan kematian. Reaksi

emosional pada anak sering ditunjukkan dengan

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

44

menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat

dalam mengatasi stres karena hospitalisasi. Anak

sering menganggap sakit merupakan hukuman untuk

perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih

mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar

mereka. Anak juga mempunyai kesulitan dalam pemahaman

mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan

temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga

membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus

mengalami hospitalisasi. Reaksi anak tentang hukuman

yang diterimanya dapat bersifat pasif, kooperatif,

membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua,

anak menjadi marah. Dampak hospitalisasi membuat anak

takut dan cemas berpisah dengan orang tua dan anak

sering mimpi buruk. Sehingga anak kehilangan fungsi

dan kontrol sehubungan terganggunya fungsi motorik

yang mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak

sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat

terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi;

ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk

makan. Anak cenderung mengalami pengekangan yang dapat

menimbulkan kecemasan pada anak sehingga anak merasa

tidak nyaman akan perubahan yang terjadi pada dirinya

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

45

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Anak Terhadap

Sakit Dan Rawat Inap Di Rumah Sakit

a. Perkembangan usia

Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai

tingkat perkembangan anak (Supartini, 2000). Pada

anak usia prasekolah reaksi perpisahan adalah

kecemasan karena berpisah dengan orang tua dan

kelompok sosialnya. Pasien anak usia prasekolah

umumnya takut pada dokter dan perawat (Ngastiyah,

2005)

b. Pola asuh keluarga

Pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan

selalu memanjakan anak juga dapat mempengaruhi

reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit.

Beda dengan keluarga yang suka memandirikan anak

untuk aktivitas sehari-hari anak akan lebih

kooperatif bila di rumah sakit.

c. Keluarga

Keluarga yang terlalu khawatir atau stres anaknya

yang dirawat di rumah sakit akan menyebabkan anak

menjadi semakin stres dan takut.

d. Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya

Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak

menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan

menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya

apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

46

perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan

lebih kooperatif pada perawat dan dokter

(Supartini, 2004)

e. Sistem pendukung yang tersedia

Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain

untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang

dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan

kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua

atau saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai

dengan permintaan anak untuk ditunggui selama

dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan

treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut

dan cemas bahkan saat merasa kesakitan.

f. Keterampilan koping dalam menangani stressor

Apabila mekanisme koping anak baik dalam

menerima dia harus dirawat di rumah sakit akan

lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani

perawatan di rumah sakit.

5. Reaksi Anak

Proses perawatan yang sering kali membutuhkan

waktu lama akhirnya menjadikan anak berusaha

mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi

penyakit yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah

satu cara yang dikembangkan anak untuk beradaptasi

terhadap penyakitnya. Beberapa perilaku itu antara

lain:

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

47

a. Penolakan (avoidence)

Perilaku dimana anak berusaha menghindari dari

situasi yang membuatnya rasa tertekan. Anak

berusaha menolak treatment yang diberikan, seperti

tidak mau suntik, tidak mau dipasang infus, menolak

minum obat, bersikap tidak kooperatif kepada

petugas medis

b. Mengalihkan perhatian (distraction)

Anak berusaha mengalihkan perhatian dari

pikiran atau sumber yang membuatnya tertekan.

Perilaku yang dilakukan anak misalnya: membacakan

buku cerita saat di rumah sakit, menonton televisi

saat dipasang infus, atau bermain mainan yang

disukai.

c. Berupaya aktif (active)

Anak berusaha mencari jalan keluar dengan

melakukan sesuatu secara aktif. Perilaku yang

sering dilakukan misalnya: menanyakan tentang

kondisi sakitnya kepada tenaga medis atau orang

tuanya, bersikap kooperatif terhadap petugas medis,

minum obat secara teratur, beristirahat sesuai

dengan peraturan yang diberikan.

d. Mencari dukungan (support seeking)

Anak mencari dukungan dari orang lain untuk

melepaskan tekanan akibat penyakitnya yang

dideritanya. Anak biasanya akan meminta dukungan

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

48

orang dekat dengannya, misalkan orang tua atau

saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan

permintaan anak untuk ditemani selama dirawat di

rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment

padanya, minta dipeluk saat merasa kesakitan.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

49

F. KERANGKA KONSEP

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah

1. Dukungan pengharapan

2. Dukungan nyata3. Dukungan informasi4. Dukungan emosional

Tingkat kecemasan akibat hospitalisasi:1. Ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Panik

Anak usia prasekolah (3-6 tahun)

Hospitalisasi

Faktor yang mempengaruhi kecemasn Faktor Intrinsik:1. Faktor umur 2. Pengalaman 3. Penyakit

Faktor ekstrinsik :1. Kondisi

lingkungan

Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga:1. pendapatan atau

pekerjaan orang tua 2. tingkat pendidikan

orang tua .3. Status Sosial

Keluarga

Kelaurga 2. Dukungan keluarga

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

50

G. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai

terbukti melalui data yang dikumpulkan (Arikunto, 2002).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat

Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia

Prasekolah di Ruang Anak RSUD Sumbawa .

Ho : Tidak ada Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak

Usia Prasekolah di Ruang Anak RSUD Sumbawa.