BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

79
BAB II TINJAUAN TEORI KONSEP MANAJEMEN KEPERAWATAN A. Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan Manajemen adalah suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi (Grant dan Massey, 2009). Manajemen juga didefinisikan sebagai proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya orang lain. Manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas yang telah ditentukan pada tingkat administrasi (Siagian, 2010). Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2007). Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan serta mengawasi sumber- sumber yang ada baik SDM, alat, maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, baik kepada pasien, keluarga dan masyarakat. B. Prinsip Manajemen Keperawatan Prinsip yang mendasari manajemen keperawatan meliputi (Swanburg, 2000): 4

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA.doc

BAB II

TINJAUAN TEORI

KONSEP MANAJEMEN KEPERAWATANA. Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan

Manajemen adalah suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi (Grant dan Massey, 2009). Manajemen juga didefinisikan sebagai proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya orang lain. Manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas yang telah ditentukan pada tingkat administrasi (Siagian, 2010).

Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2007). Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan serta mengawasi sumber- sumber yang ada baik SDM, alat, maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, baik kepada pasien, keluarga dan masyarakat.

B. Prinsip Manajemen Keperawatan

Prinsip yang mendasari manajemen keperawatan meliputi (Swanburg, 2000):

1. Manajemen keperawatan seyogyanya berlandaskan perencanaan karena melalui fungsi perencanaan, pimpinan dapat menurunkan resiko pengambilan keputusan, pemecahan masalah yang efektif dan terencana.

2. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang efektif. Manajer keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan. Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan keperawatan memerlukan pengambilan keputusan di berbagai tingkat manajerial.

4. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatian manajer perawat dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, fikir, yakni dan ingini. Kepuasan pasien merupakan poin utama dari seluruh tujuan keperawatan.

5. Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan.

6. Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana yang telah diorganisasikan.

7. Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan penampilan kerja yang baik.

8. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai.

9. Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan perawat-perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi atau upaya manajer untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.

C. Fungsi Manajemen Keperawatan 1. Perencanaan

Planning (perencanaan) sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui perencanaan yang akan dapat ditetapkan tugas- tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas- tugasnya.

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

1) Ketenagaan

a) Definisi

Perencanaan tenaga (staffing) keperawatan merupakan salah satu fungsi utama pimpinan organisasi dalam keperawatan. Keberhasilan pimpinan organisasi dalam merencanakan perawat ditentukan oleh kualitas SDM (Arwani & Suprianto, 2006).Perencanaan tenaga kesehatan adalah proses memperkirakan jumlah tenaga dan jenis pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai target pelayanan kesehatan yang telah ditentukan dan mencapai tujuan kesehatan. Perencanaan ini mencakup persiapan: siapa yang berbuat apa, kapan, dimana, bagaimana, dengan sumber daya apa dan untuk populasi mana. Perencanaan tenaga rumah sakit adalah sebagai perencanaan tenaga kesehatan untuk mencapai target pelayanan rumah sakit yang dibutuhkan yang akan membantu pencapaian target kesehatan. Langkah-langkah perencanaan tenaga rumah sakit secara garis besar sama dengan langkah-langkah perencanaan tenaga pada umumnya. Memang ada beberapa kekhususan-kekhususan sesuai dengan fungsi rumah sakit (Junaidi, 1988 dalam Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Karimun oleh Liza Sri, 2011).b) Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawatan.Menurut Suyanto (2008), perhitungan tenaga kerja perawat perlu diperhatikan hal-hal, sebagai berikut : Faktor klien, meliputi : tingkat kompleksitas perawat, kondisi pasien sesuai dengan jenis penyakit dan usianya, jumlah pasien dan fluktuasinya, keadaan sosial ekonomi dan harapan pasien dan keluarga. Faktor tenaga, meliputi : jumlah dan komposisi tenaga keperawatan, kebijakan pengaturan dinas, uraian tugas perawat, kebijakan personalia, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, tenaga perawat spesialis dan sikap ethis professional. Faktor lingkungan, meliputi : tipe dan lokasi rumah sakit, layout keperawatan, fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan, kelengkapan peralatan medik atau diagnostik, pelayanan penunjang dari instalasi lain dan macam kegiatan yang dilaksanakan. Faktor organisasi, meliputi : mutu pelayanan yang ditetapkan dan kebijakan pembinaan dan pengembangan.

c) Metode Perhitungan Perencanaan Tenaga Keperawatan

Metode Lokakarya PPNI

Penentuan kebutuhan tenaga perawat menurut Lokakarya PPNI dengan mengubah satuan hari dengan minggu. Selanjutnya jumlah hari kerja efektif dihitung dalam minggu sebanyak 41 minggu dan jumlah kerja perhari selama 40 jam per minggu. PPNI berusaha menyesuaikan lama kerja dan libur yang berlaku di Indonesia:

Tenaga Perawat = + 25%

Keterangan :

A = jumlah jam perawatan yang dibutuhkan oleh pasien perhari

52 minggu = 365 hari dalam setahun : 7

TT = Tempat Tidur

BOR (Bed Occupancy Rate) adalah presentase rata-rata jumlah tempat tidur yang digunakan selama periode tertentu (satu semester/tahun)

Hari kerja efektif yang dihitung sebagai berikut :

= (365 (52 hari minggu + 12 hari libur nasional + 12 hari cuti tahunan)

= 289 hari : 7 hari/minggu

= 41 minggu

Total jam kerja perminggu = 40 jam

Komponen 25% yaitu tingkat penyesuaian terhadap produktivitas

Metode Ilyas

Metode ini dikembangkan oleh Yaslis Ilyas sejak tahun 1995. Metode ini berkembang karena adanya keluhan dari rumah sakit di Indonesia bahwa metode Gillies menghasilkan jumlah perawat yang terlalu kecil, sehingga beban kerja perawat tinggi, sedangkan PPNI menghasilkan jumlah perawat yang terlalu besar sehingga tidak efisien.

Rumus dasar dari formula ini adalah sebagai berikut :

Tenaga Perawat =

Keterangan :

A = Jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan pasien)

B = sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)

365 = jumlah hari kerja selama setahun

255 = hari kerja efektif perawat/tahun

= {365 - (12 hari libur nasional + 12 hari libur cuti tahunan) x }

= 255 hari

Jam kerja/hari = 6 jam, didapat dari 40 jam (total jam kerja/minggu) : 7 hari

Indeks merupakan indeks yang berasal dari karakteristik jadwal kerja perawat dirumah sakit yang dihitung dari setiap empat hari kerja efektif, dimana perawat mendapat libur satu hari setelah jadwal jaga malam. Uraiannya sebagai berikut hari pertama perawat masuk pagi, hari kedua siang, hari ketiga malam dan hari keempat perawat mendapat libur satu hari.

Metode Swansburg

Formula perhitungannya adalah sebagai berikut;Total jam perawat /hari :Jumlah perawat yang dibutuhkan perhari:

Sehingga dari rumus dapat disimpulkan menjadi :

= Rumus selanjutnya adalah untuk menghitung jumlah shift dan kebutuhan perawat dalam satu minggu.

Jumlah shift perminggu :

Jumlah perawat yang dibutuhkan perminggu

Menurut Warstler dalam Swansburg & Swansburg (1999), merekomendasikan untuk pembagian proporsi dinas dalam satu hari :

Pagi : Siang : Malam = 47 % : 36 % : 17 %.

Keterangan :

Jumlah hari kerja/minggu = 6 hari Jumlah jam kerja/hari = 7 jam, didapat dari 40 jam (total jam kerja/minggu) : 6 hari Metode Demand

Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga mennurut kegiatan yang memang nyata dilakukan oleh perawat. Menurut Tutuko (1992) setiap klien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:

* untuk kasus gawat darurat: 86,31 menit

* untuk kasus mendesak

: 71,28 menit

* untuk kasus tidak mendesak: 33,09 menitHasil penelitian di rumah sakit di Filipina, menghasilkan data sebagai berikut:Jenis PelayananRata-rata jam perawatan/ perpasien/hari

non bedah

bedah

campuran bedah dan non bedah

post partum

bayi baru lahir3,4

3,5

3,5

3,0

2,5

Konversi kebutuhan tenaga adalah seperti pada perhitungan cara Need. Metode Gillies

Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan teanaga keperawatan di satuy unit perawatan adalagh sebagai berikut:

Keterangan :

A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari

B = rata-rata jumlah pasien /hari

C= Jumlah hari/tahun

D = Jumlah hari libur masing-masing perawat

E = jumlah jam kerja masing-masing perawat

F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun

G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun

H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

Prinsip perhitungan rumus Gillies:

Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:

a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien padfa perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari sedangkan untuk:

* self care dibutuhkan x 4 jam

: 2 jam

* partial care dibutuhkan x 4 jam

: 3 jam

* Total care dibutuhkan 1- 1 x 4 jam: 4-6 jam

* Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam

: 8 jam

b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit (Gillies, 1989, h 245) = 38 menit/ klien/ hari, sedangkan menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989, h. 245) = 60 menit/ klien/ hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/ pasien (Gillies, 1994)

c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ klien/ hari.

Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatau unit berdsasarkan rata-ratanya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR) dengan rumus:

Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100%

Jumlah tempat tertentu x 365 Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari

Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu= 52 hari dan hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya, hari libur nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari.

Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggu maka 40/6 jam = 6,6 jam perhari)

Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah 20% (untuk antisiapasi kekurangan/ cadangan)

Contoh perhitungannya:

Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah rumah sakit A yang berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 15 orang perhari. Kriteria klien yang dirawat tersebut adalah 5 orang dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang lainnya harus diberikan perawatan total. Tingkat pendidikan perawat yaitu, SPK dan D III Keperawatan. Hari kerja efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:

Menetukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari, yaitu:

- keperawatan langsung

keperawatan mandiri 5 orang klien

: 5 x 2 jam = 10 jam

keperawatan parsial 5 orang klien

: 5 x 3 jam = 15 jam

keperawatan total 5 orang klien

: 5 x 6 jam = 30 jam

- keperawatan tidak langsung 15 orang klien: 5 x 1 jam = 15 jam

-penyuluhan kesehatan 15 orang klien

: 15 x 0,25 jam = 3,75 jam

total jam keperawatan secara keseluruhan

73,75 jam

Menetukan jumlah jam keperawatan per klien per hari = 73,75 jam / 15 klien = 4,9 jam

Menetukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan tersebut adalah klangsung dengan menggunakan rumus (Gillies, 1989) diatas, sehingga didapatkan hasil sbb:

Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan perhari, yaitu:

Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan menurut Warstler ( dalam Swansburg, 1990, h. 71). Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada kondisi di atas jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift adalah:

shift pagi: 5,17 orang (5 orang)

shift sore: 3,96 orang (4 orang)

shift malam: 1, 87 orang (2 orang)

Kombinasi jumlah tenaga menurut Intermountain Health Care Inc. adalah:

58% = 6,38 (6 orang) S I keperawatan

26% = 2,86 (3 orang) D III keperawatan

16% = 1,76 (2 orang) SPK

Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:

55% = 6,05 (6 orang) tenaga professional

45% = 4,95 (5 orang) tenaga non professional

Metoda Formulasi Nina

Nina (1990) menggunsksn lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.Contoh pengitungannya: Hasil observasi terhadap RS A yang berkapasitas 300 tempat tidur, didapatrkan jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 60 %, sedangkan rata-rata jam perawatan adaalah 4 jam perhari. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:

Tahap I

Dihitung A = jumlah jam perawatan klien dalam 24 jam per klien. Dari contoh diatas A= 4 jam/ hari

Tahap II

Dihitung B= jumlah rata-erata jam perawatan untuk sekuruh klien dalam satu hari.

B = A x tempat tidur = 4 x 300 = 1200

Tahap III

Dihitung C= jumlah jam perawatan seluruh klien selama setahun.

C= B x 365 hari = 1200 x 365 = 438000 jam

Tahap IV

Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun.

D= C x BOR / 80 = 438000 x 180/ 80 = 985500

Nilai 180 adalah BOR total dari 300 klien, dimana 60% x 300 = 180. Sedangkan 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan. Tahap V

Didapat E= jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan.

E= 985500/ 1878 = 524,76 (525 orang)

Angka 1878 didapat dari hari efektif pertahun (365 52 hari minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif perhari (6 jam)

Metode rasio

Metoda ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal yang diperlukan.Metoda ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.Metoda ini hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas SDM rumah sakit,da kapan personal tersebut dibutuhkan oleh setiap unit atau bagian rumah sakit yang mebutuhkan.Bisa digunakan bila: kemampuan dan sumber daya untuk prencanaan personal terbatas,jenis,tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.Cara rasio yang umumnya digunakan adalah berdasarkan surat keputusan menkes R.I. Nomor 262 tahun 1979 tentang ketenagaan rumah sakit,dengan standar sebagai berikut :Tipe RSTM/TTTPP/TTTPNP/TTTNM/TT

A & B1/(4-7)(3-4)/21/31/1

C1/91/11/53/4

D1/151/21/62/3

Khusus Disesuiakan

Keterangan :

TM = Tenaga Medis

TT = Tempat Tidur

TPP = Tenaga Para Medis Perawatan

TPNP = tenaga para medis non perawatan

TNP = tenaga non medisCara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional. Metode Need

Cara ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja yang diperhitungkan sendiri dan memenuhi standar profesi.Untuk menghitung seluruh kebutuhan tenaga,diperlukan terlebih dahulu gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada klien selama di rumah sakit. Misalnya saja untuk klien yang berobat jalan,ia akan melalui/mendapatkan pelayanan, antara pembelian karcis, pemeriksaan perawat / dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotik dan sebagainya. Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan dengan baik. Hundgins(1992)menggunakan standar waktu pelayanan pasien sebagai berikut :TugasLama waktu(menit) untuk pasien

BaruLama

Pendaftaran

Pemerikasaan dokter

Pemeriksaan asisten dokter

Penyuluhan

Laboratorium3

15

18

51

54

11

11

0

7

Contoh perhitunganya: Rumah sakit A tipe B memberikan pekayanankepada pasien rata-rata 500 orang perhari dimana 50% adalah pasien baru,maka seorang pimpinan keperawatan akan memperhitungkan jumlah tenaga sebagai berikut :

Tenaga yang diperlukan untuk bertugas di bagian pendaftaran adalah : (3+4)/2= 3,5 x 500/240 = 7,29 (7 orang tenaga) jika ia bekerja dati jam 08.00 sampai jam 12.00(240 menit).

Tenaga dokter yang dibutuhkan adalah : (15+1)/2=13x500/180=36,11 (36 orang dokter),jika ia bekerja dari jam 09.00 sampai 12.00)(180 menit)Tenaga asisten dokter yang diperlukan adalah (18+11)/2 = 14,5 x500/240=30,2 orang(30 oarang asisten dokter),jika bekerja dari jam 08.00sampai 12.00(240 menit).

Tenaga penyuluhan yang dibutuhkan adalah 5/12 =25,5 x500/240 = 53,13 (53 orang tenaga penyuluhan),jika ia bekerja dari jam08.00 sampi12.00 (240 menit)

Tenaga laboratorium yang dibutuhkan adalah : (5+7)/2=6x500/240 =12,5 (13 oarang tenaga laboratorium jika ia bekerja dari jam 08.00 sampai jam12.00(240 menit)Untuk pasien rawat inap, Douglas (1984) menyampaikan standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut :

Perawatan minimal memerlukan waktu : 1-2 jam/24 jam

Perawatan intermediet memerlukan waktu : 3-4 jam/24 jam

Perawatan maksimal/total memerlukan waktu : 5-6 jam/24 jam

Dalam penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut di atas adalah sebagai berikut :

a. Kategori I : Self care/perawatan mandiri

Kegiatan sehari-hari dapat dilakukan sendiri,penampilan secara

umum baik,tidak ada reaksi emosional,pasien memerlukan orientasi waktu,tempat dan pergantian shift,ttindakan pengobatan biasanya ringan dan simpel

b. Kategori II : intermediet care/perawatan sedangKegiatan sehari-hari untuk makan dibantu,mengatur pisisi waktu makan.meberi dorogan agar mau makan,eliminasi dan kebutuhan diri juga dibantu atau menyiapkan alat untuk ke kamar mandi.Penampilan pasien sakit sedang.Tindakan perawatan pada pasien ini monitor tanda-tanda vital,periksa urine reduksi,fungsi fisiologis,status emosinal,kelancaran drainage atau infus.Pasien memerlukan bantuan pendidikan kesehatan untuk support emosi 5-10 menit/shift atau 30-60 menit/shiftdengan mengobservasi side efek obat atau reaksi alergi.

c. Kategori III : Intensive care/perawatan total

Kebutuhan sehari-hari tidak bisa dilaksanakan sendiri,semua dibantu oleh perawat penampian sakit berat.pasien memerlukan observasi terus-menerus.Dalam penelitian Douglas (1975) tentang jumlah tenaga pearawat di rumah sakit, didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam teragantung pada tingkat ketergantungan pasien seperti pada table di bawah ini:Jumlah pasienKLASIFIKASI PASIEN

minimalParsialTotal

pagiSiangmalampagiSiangmalamPagiSiangmalam

10,170,140,100,270,150,070,360,300,20

20,340,280,200,540,300,140,720,600,40

30,510,420,300,810,450,211,080,900,60

dst

Contoh perhitungan:

Di ruang bedah RSU Sehat dirawat 20 orang pasien dengan kategori sebagai berikut: 5 pasien dengan perawatan minimal, 10 pasien dengan perawatan parsial dan 5 pasien dengan perawatan total. Maka kebutuhan tenaga perawatan adalah sebagai berikut:1. untuk shift pagi:

5 ps x 0,17 = 0,85

10 ps x 0,27 = 2,70

5 ps x 0,36 = 1,80

total tenaga pagi = 5,352. untuk shift siang:

5 ps x 0,14 = 0,70

10 ps x 0,15 = 1,50

5 ps x 0,30 = 1,50

total tenaga siang = 5,353. untuk shift malam:

5 ps x 0,10 = 0,50

10 ps x 0,07 = 0,70

5 ps x 0,20 = 1,00

total tenaga malam = 2,20

Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan adalah: 5,35 + 3,70 + 2,20 = 11,25 (11 orang perawat)Petunjuk Penetapan jumlah Klien Berdasarkan Derajad Ketergantungan:

a. dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari

b. Setiap klien dinilai berdasarkan criteria klasifikasi klien (minimal mmemenuhi tiga kriteria)

c. Kelompok klien sesuai dengan klasifikasi dengan memberi tanda tally (I) pada kolom yang tersedia sehingga dalam waktu satu hari dapat diketahui berapa jumlah klien yang ada dalam klasifikasi minimal, parsial dan total

d. Bila klien hanya mempunyai satu criteria dari klasifikasi tersebut maka klien dikelompokkan pada klasifikasi di atasnya.

Hari ke...Klasifikasi KlienRata-rata klien/ hariJumlah Kebutuhan Perawat

Minimal ParsialTotal Pagi Sore Malam

16241232,341,54

2433102,571,911,21

3363123,212,221,32

4453123,112,211,35

5632112,551,891,21

6571133,12,051,19

7741122,631,881,18

8931132,72,011,31

9553133,282,351,45

10731112,361,731,11

11382133,392,221,26

12492153,832,511,43

13673163,992,791,69

142103154,122,681,5

15744153,712,781,78

16593164,362,951,73

17634133,272,491,61

18465154,12,961,82

19655164,173,091,95

20743143,352,481,58

21654153,812,791,75

22743143,352,481,58

Jadi rata-rata tenaga yang dibutuhkan untuk tiga shift adalah: 7 perawat. Berarti kebutuhan untuk satu ruangan adalah 7 perawat + 1 Karu + 3 Katim + 2 cadangan = 13 perawat2) Jenjang Karir Perawat a) Pengertian

Jenjang karier merupakan system untuk meningkatkan kinerja dan professionalism, sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi (Depkes, 2008) Dalam pengembangan system jenjang karir professional dapat dibedakan antara pekerjaan (job) dan karir (career).

Pekerjaan diartikan sebagai suatu posisi atau jabatan yang diberikan , serta ada keterikatan hubungan antara atasan dan bawahan dan mendapat imbalan uang.

Karir diartikan sebagai suatu jenjang yang dipilih individu untuk dapat memenuhi kepuasan kerja perawat dan mengarah vpada keberhasilan pekerjaan sehingga pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap bidang profesi yang dipilihnya.

b) Prinsip Pengembangan

Kualifikasi

Kualifikasi dimulai dari perawat dengan Pendidikan DIII Keperawatan.

Penjenjangan

Penjenjangan mempunyai makna tingkatan kompetensi untuk melaksanakan asuhan keperawatan.yang akuntabel dan etis sesuai dengan batasan kewenangan praktik dan kompleksitas masalah klien.

Penerapan asuhan keperawatan.

Fungsi utama perawat klinik adalah memberikan asuhan keperawatanlangsung sesuai standar praktik dank ode etik.

Kesempatan yang sama

Setiap perawat klinik yang bekerja di RS mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan karir sampai jenjang karir professional tertinggi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Standar profesi.

Perawat yang bekerja di RS dalam memberikan asuhan keperawatan mengacu pada standart praktek dank ode etik keperawatan.c) Penjenjangan Karir Professional Perawat Klinik

Perawat Klinik I (novice)

Perawat lulusan D III keperawatan memiliki pengalaman kerja 2 tahun atau Ners dengan pengalaman keja 0 tahundan memiliki sertifikat PK I.

Perawat Klinik II (Advence Beginer)

Perawat lulusan D III keperawatan memiliki pengalaman kerja 5 tahun atau Ners dengan pengalaman keja 3 tahun dan memiliki sertifikat PK II. Perawat Klinik III (Competent)

Perawat lulusan D III keperawatan memiliki pengalaman kerja 9 tahun atau Ners dengan pengalaman keja 6 tahun atau Ners Specialis dengan pengalaman kerja 0 tahun dan memiliki sertifikat PK III. Bagi lulusan D III yang tidak melanjutkan S1 tidak dapat melanjutkan ke jenjang karier PK IV.

Perawat Klinik IV

Perawat lulusan Ners dengan pengalaman keja 9 tahun atau Ners Specialis dengan pengalaman kerja 2 tahun dan memiliki sertifikat PK IV. UNTUK Ners Konsultan dengan pengalaman kerja 0 tahun.

Perawat Klinik V (expert)

Perawat klinik V adalah ners specialis dengan pengalaman kerja 4 tahun atau ners specialis konsultan dengan pengalaman kerja 1 tahun dan memiliki sertivikat PK V.

Penjenjangan Karir Professional Perawat Manajer

Perawat Manajer I

Perawat Manajer II

Perawat Manajer III

Perawat Manajer IV

Perawat Manajer V

b. Reward dan Punisment

Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya (Santosa, 2010). Menurut Indra Kusuma, reward merupakan alat pendidikan yang represif yang menyenangkan hadiah diberikan pada anak yang telah menunjukkan hasil baik dalam pendidikan. Menurut zainuddin Reward diartikan sebagai salah satu alat pendidikan yang diberikan pada murit sebagain imbalan terhadap prestasi yang dicapainya (Sarwoto, 2001). Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik (Santosa, 2010). Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja (Santosa, 2010). Dalam proses penataan managemen menjadi efektif dan menyenangkan, hendaklah manager dengan tegas memperhatikan dan menata sistem reward dan punishment. Hal ini harus diimplemntasikan sampai level bawah rumah sakit. Dengan begitu, diharapkan kualitas kolaborasi antar profesi meningkat, begitu pula kinerja perawat dan profesi lain dalam dunia kerja semakin bermutu. Reward yang diberikan harus secara adil dan bijak. Jika tidak, reward dapat menimbulkan rasa cemburu dan persaingan yang tidak sehat serta memicu rasa sombong bagi pegawai yang memperolehnya. Tidak pula membuat seseorang terlena dalam pujian dan hadiah yang diberikan sehingga membuatnya lupa diri. Oleh karena itu, prinsip keadilan sangat dibutuhkan dalam pemberian reward (Santosa, 2010). Sebaliknya, jika punishment harus diberlakukan, maka laksanakanlah dengan cara yang bijak lagi mendidik, tidak boleh sewenang-wenang, tidak pula menimbulkan rasa kebencian yang berlebihan sehingga merusak tali silaturrahim. Dalam proses penataan birokrasi, hendaknya punishment yang diberikan kepada pegawai yang melanggar aturan telah disosialisasikan sebelumnya. Dan sebaiknya sanksi itu sama-sama disepakati, sehingga mendorong si terhukum untuk bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan ikhlas (Santosa, 2010).Selanjutnya hukuman yang diberikan bukanlah dengan kekerasan, tetapi diberikan dengan ketegasan. Jika hukuman dilakukan dengan kekerasan, maka hukuman tidak lagi memotivasi seseorang berbuat baik, melainkan membuatnya merasa takut dan benci sehingga bisa menimbulkan pemberontakan batin. Di sinilah dibutuhkan skill dari para pimpinan atau pemberi punishment sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara efektif (Santosa, 2010).2. Organisasi

Pengorganisasin adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkanya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengintegrasikan semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya sebuah rumah sakit, puskesmas, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan dan lain sebagainya. Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif. Sedangkan organisasi itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerjasama secara jelas diatur siapa menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus komunikasi dan memfokuskan sumber daya pada tujuan. Karakteristik sistem kerjasama dapat dilihat, antara lain 1) Ada komunikasi antara orang yang bekerjasama; 2) Individu dalam organisasi tersebut mempunyai kemampuan untuk bekerjasama; 3) Kerjasama itu ditujukan untuk mencapai tujuan.

Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya manusia, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Apabila serangkaian kegiatan telah disusun dalam rangka mencapai tujuan organisasi, maka untuk pelaksanaan kegiatan tersebut harus diorganisasikan. Agar organisasi dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan secara efektif, maka dalam fungsi organisasi harus terlihat pembagian tugas dan tanggung jawab orang-orang atau karyawan yang akan melakukan kegiatan masing-masing.

Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu:

1) Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) FungsionalModel fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas ( tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam, 2002).

Gambar Metode asuhan keperawatan fungsional

a) Kelebihan metode fungsional (Agus Kuntoro, 2010)

Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan suatu tugas yang bisa menjadi tanggung jawabnya.

Pekerjaan menjadi lebih efisien.

Relatif sedikit dibutuhkan tenaga perawat.

Mudah dalam mengkoordinasi pekerjaan.

Terjadi proses distribusi dan pemantauan tugas atau pekerjaan.

Perawat lebih mudah menyesuaikan dengan tugas yang menjadi tanggungjawabnya sehingga menjadi lebih cepat selesai.

b) Kelemahan Metode Fungsional (Agus Kuntoro, 2010)

Pekerjaan kadang menjadi tidak efektif.

Tugas perawat cenderung monoton sehingga dapat menimbulkan rasa bosan.

Kesempatan untuk melakukan komunikasi antara petugas menjadi lebih sedikit.

Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan tidak melihat pasien secara holistic dan tidak berfokus pada masalah pasien sehingga tidak professional.

Tidak memberikan kepuasan baik pada pasien maupun pada perawat.

Kadang bisa terjadi saling melempar tanggung jawab bila terjadi kesalahan.

c) Peran Kepala Ruangan

Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruangan (Nurse Unit Manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dan pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadi kebosanan perawat serta menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Sekalipun diakui bahwa metode fungsional ini cocok untuk jangka waktu pendek dalam kondisi gawat atau terjadi suatu bencana, tetapi metode ini kurang disukai untuk pelayanan biasa dan jangka panjang karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak komprehensif dan memperlakukan pasien kurang manusiawi. (Gillies, 1994, dalam buku Agus Kuntoro, 2010).2) Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) KasusSetiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).

Gambar Skema metode asuhan keperawatan kasus

(Marquis & Huston, 1998, hal 136 dalam buku Agus Kuntoro, 2010)

a) Kelebihan Metode kasus (S Suarli-Yanyan Bahtiar, 2011) :

Perawat lebih memahami kasus per kasus.

Sistem evaluasi dan manajerial menjadi lebih mudah

b) Kelemahan Metode kasus

Perawat penanggung jawab belum dapat teridentifikasi.

Perlu tenaga yang cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama.

3) Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) PrimerMenurut Gillies (1986) perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).

Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan selama pasien dirawat.

Gambar Skema metode asuhan keperawatan primer

a) Keuntngan Metode Keperawatan Primer (S Suarli-Yanyan Bahtiar, 2011)

Asuhan keperawatan lebih komprehensif dengan memperlakukan pasien secara holistic.

Pasien akan merasa lebih puas karena terjadi kesinambungan perawatan.

Perawat lebih puas karena disamping memiliki otoritas, perawat juga memiliki tanggung gugat didalam memberikan asuhan, hubungan yang terus menerus antara perawat dan pasien akan memudahkan pasien menyampaikan permasalahan serta dapat memperpendek lama hari perawatan bagi pasien.

b) Kerugian Metode Keperawatan Primer (S Suarli-Yanyan Bahtiar, 2011)

Membutuhkan biaya yang lebih banyak karena dibutuhkan lebih banyak perawat profesioal.

Perawat mungkin kurang menguasai kasus sehingga tidak dapat melakukan pengkajian dengan baik dan menyusun rencana perawatan yang tepat.

Perawat anggota/asisten mungkin akan merasa tidak memiliki kewenangan, dan kadang dapat terjadi kesalah pahaman dalam komunikasi.

c) Peran Perawat Kepala Ruangan (Agus Kuntoro, 2010)

Peran perawat kepala ruangan menjadi sangat penting untuk mengantisipasi kerugian yang dapat muncul dalam implementasi metode keperawatan tim. Peran perawat kepala ruangan dapat dilakukan, seperti melakukan identifikasi perawat diruangan/unit yang memiliki minat menjadi perawat primer dan memfasilitasi untuk pendidikan, menjabarkan tugas-tugas dan perawat primer dan perawat asisten/anggota. Selain itu, perawat berperan sebagai model peran dan konsultan, mengembangkan penelitian, melakukan analisis kebutuhan tenaga (perawat) yang mungkin sebagai bahan pertimbangan dalam recruitmen tenaga baru, menyusun jadwal dinas, membuat perencanaan pengembangan staf, dan melakukan kegiatan evaluasi.

4) Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) TimMetode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif ( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut:1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik kepemimpinan.

2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.

3. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.

4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda- beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 3 tim/ group yang terdiri dari tenaga professional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2002)

a) Kelebihan : Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.

Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.

Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.

b) Kelemahan :Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

Gambar Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim

Uraian tugas masing- masing personil diatas antara lain adalah a) Kepala Ruangan:

Membuat rencana tahunan, bulanan, mingguan dan harian.

Mengorganisir pembagian tim dan pasien

Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,

Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,

Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya,

Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian menindak lanjutinya,

Mewakili MPKP dalam koordinasi dengan unit kerja lainnya,

b) Ketua tim/perawat primer:

Membuat rencana tahunan, bulanan, mingguan dan harian.

Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan,

Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan bersama-sama anggota timnya,

Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan keperawatan,

Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan,

Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya,

Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,

c) Uraian tugas perawat pelaksana:

Membuat rencana harian asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawabnya.

Melaksanakan asuhan keperawatan dengan melakukan interaksi dengan pasien dan keluarganya

Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.

c) Konsep Keperawatan Tim

Menurut S. Suarli-Yanyan Bahtiar (2011), secara garis besar, konsep keperawatan tim ini terdiri atas beberapa point yang harus dilaksanakan yaitu:

Ketua tim sebagai perawat professional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan.

Komunikasi yang efektif sangat penting, agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.

Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim

Peran kepala ruangan dalam metode tim ini sangat penting artinya, metode tim ini akan berhasil dengan baik hanya bila didukung oleh kepala ruangan.

d) Tanggung Jawab Anggota Tim

Menurut S. Suarli-Yanyan Bahtiar (2011), Tanggung jawab anggota tim yaitu :

Memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berada dibawah tanggung jawabnya;

Bekerja sama dengan anggota tim dan antartim;

Memberikan laporan.

e) Tanggung Jawab Ketua Tim

Menurut S. Suarli-Yanyan Bahtiar (2011), Tanggung jawab ketua tim yaitu :

Membuat perencanaan;

Membuat penugasan,supervise,dan evaluasi;

Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien;

Mengembangkan kemampuan anggota;

Menyelenggarakan konferensi.

f) Tanggung jawab kepala ruangan

Menurut S. Suarli-Yanyan Bahtiar (2011), secara garis besar tanggung jawab kepala ruangan terbagi menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.

a. Perencanaan

Perencanaan seharusnya menjadi tanggung jawab kepala ruangan pada tahap perencanaan. Tugas bagian perencanaan adalah :

1) Menunjuk ketua tim untuk bertugas di ruangan masing-masing;

2) Mengikuti serah terima pasien di Shift sebelumnya;

3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien, seperti pasien gawat, pasien transisi, atau pasien persiapan pulang, bersama ketua tim;

4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, serta mengatur penugasan/penjadwalan;

5) Merencanakan strategis pelaksanaan keperawatan;

6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, petofisiologi, tindakan media yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien;

7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan yaitu membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk;

8) Membantu mengembangkan niat untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan diri;

9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan;

10) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.

b. Pengorganisasian

Tahap pengorganisasian dalam melaksanakan tugas meliputi :

1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan;

2) Merumuskan tujuan metode penugasan;

3) Membuat rentang kendali kepala ruangan yang membawahi dua ketua tim dan ketua tim yang membawahi 2-3 perawat;

4) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;

5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dll;

6) Mengatur dan mengendalikan logistic ruangan;

7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;

8) Mendelegasikan tugas saat tidak berada di tempat kepada ketua tim;

9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien;

10) Mengatur penugasan jadwal pos dari pakarnya.

11) Mengidentifikasi masalah dan cara penanganan.

c. Pengarahan

Tahap pengarahan meliputi :

1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;

2) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik;

3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap;

4) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien;

5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;

6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melakukan tugasnya;

7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan

Pengawasan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1) Melalui komunikasi

Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

a) Melalui Supervisi

Supervise dapat dilakukan dengan cara:

(1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki atau mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat ini juga.

(2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca, dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan). Selain itu, mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.

(3) Evaluasi yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.

(4) Audit keperawatan

5) Modifikasi Keperawatan Tim-Primer

Menurut S. Suarli-Yanyan Bahtiar (2011), Model ini merupakan kombinasi dari dua sistem, yaitu keperawatan tim dan keperawatan primer. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) dalam buku S. Suarli-Yanyan Bahtiar (2011), penetapan model ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:

Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murnih, karena perawat primer memerlukan latar belakang pendidikan S1 keperawatan atau yang setara.

Metode keperawatan tim tidak digunakan secara murnih, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.

Melalui kombinasi kedua model tersebut, diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada perawat primer. Disamping itu, karena saat ini sebagian besar perawat yang ada di RS adalah lulusan SPK, maka mereka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.

Gambar Modifikasi model keperawatan tim-primer

(S. Suarli-Yanyan Bahtiar, 2011)

Menurut S. Suarli-Yanyan Bahtiar (2011), Selain diagram diatas, untuk lebih mengetahui peran masing-masing komponen yang terdiri dari kepala ruangan, perawat primer, dan perawat associate, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:Kepala Ruangan (KARU)Perawat Primer (PP)Perawat Associate (PA)

1. Menerima pasien baru

2. Memimpin rapat

3. Mengevaluasi kinerja perawat

4. Membuat daftar dinas

5. Menyediakan material

6. Melakukan perencanaan dan pengawasan

7. Melakukan pengarahan dan pengawasan1. Membuat perencanaan ASKEP

2. Mengadakan tindakan kolaborasi

3. Memimpin timbang terima

4. Mendelegasikan tugas

5. Memimpin ronde keperawatan

6. Mengevaluasi pemberian ASKEP

7. Bertanggung jawab terhadap pasien

8. Memberi petunjuk jika pasien akan pulang

9. Mengisi resume keperawatan1. Memberikan ASKEP

2. Mengikuti timbang terima

3. Melaksanakan tugas yang didelegasikan

4. Mendokumentasikan tindakan keperawatan

3. Fungsi Pengarahan

Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada staff agar mereka mampu bekerja secara optimal dalam melaksnaakan tugas-tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki. Pengarahan ini termasuk didalamnya adalah kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi yang efektif. Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi yang paling fundamental dalam manajemen, karena merupakan pengupayaan berbagai jenis tindakan itu sendiri, agar semua anggota kelompok mulai dari tingkat teratas sampai terbawah, berusaha mencapai sasaran organisasi sesuai rencana yang telah ditetapkan semula, dengan cara terbaik dan benar. Memang diakui bahwa usaha-usaha perencanaan dan pengorganisasian bersifat vital, tetapi tidak akan ada output konkrit yang akan dihasilkan sampai kita mengimplementasi aktivitas-aktivitas yang diusahakan dan yang diorganisasi. Untuk maksud itu maka diperlukan tindakan pengawasan (actuating) atau usaha untuk menimbulkan action.

Pengarahan diruang perawatan dapat dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu program motivasi, manajemen konflik, pendelegasian, supervisi dan komunikasi efektif.

1) Program motivasi

Program motivasi dimulai dengan membudayakan cara berfikir positif bagi setiap SDM dengan mengungkapkannya melalui pujian (reinforcement) pada setiap orang yang bekerja bersama-sama. Kebersamaan dalam mencapai visi, dan misi merupakan pendorong kuat untuk fokus pada potensi masing-masing anggota.

2) Manajemen konflik

MPKP merupakan pendekatan baru, maka kemungkinan menimbulkan konflik yang disebabkan oleh persepsi, pandangan dan pendapat yang berbeda. Untuk itu dilakukan pelatihan tentang sistem pelayanan dan asuhan keperawatan bagi semua SDM yang ada (MPKP). Selain itu dalam implementasi MPKP, Kepala subdepartemen keperawatan (Kasubdepwat), kepala ruangan (kalak) dan katim agar melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk mencegah dan menyelesaikan konflik. Komunikasi yang terbuka diarahkan kepada penyelesaian konflik dengan win-win solution.

3) Supervisi

Pengawasan merupakan hal yang penting dilakukan untuk memastikan pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan sesuai standar mutu yang ditetapkan. Pelayanan tidak diartikan sebagai pemeriksaan dan mencari kesalahan, tetapi lebih pada pengawasan partisipatif yaitu perawat yang mengawasi pelaksanaan kegiatan memberikan penghargaan pada pencapaian atau keberhasilan dan memberi jalan keluar pada hal-hal yang belum terpenuhi. Dengan demikian pengawasan mengandung makna pembinaan.

Pengawasan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan saat tindakan atau kegiatan sedang berlangsung, misalnya perawat pelaksanan sedang melakukan ganti balutan, maka katim mengobservasi tentang pelaksanaan dengan memperhatikan apakah standar kerja dijalankan. Pengawasan terkait pula dengan kinerja dan kompetisi perawat, yang akan berguna dalam program jenjang karir perawat bersangkutan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui pelaporan atau dokumen yang menguraikan tindakan dan kegiatan yang telah dilakukan.

Pengawasan biasanya dilakukan oleh perawat yang lebih berpengalaman, ahli atau atasan kepada perawat dalam pelaksanaan kegiatan atau tindakan. Agar hasil pengawasan dapat ditindaklanjuti maka sebaliknya disediakan instrumen pengawasan. Tindak lanjut dapat berupa penghargaan, penambahan pengetahuan atau keterampilan, promosi untuk tahap kemampuan lanjutan. Pelaksanaan pengawasan dapat direncanakan harian, mingguan, bulanan, atau tahunan dengan fokus yang telah ditetapkan.

Di ruang rawat pengawasan dilakukan kepada kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana. Pengawasan terhadap kepala ruangan dilakukan oleh kasubdepwat. Pengawasan terhadap ketua tim dilakukan oleh kasubdepwat, dan kepala ruangan. Pengawasan terhadap perawat pelaksana dilakukan oleh kasubdepwat, kepala ruangan dan katim.

Supaya hasil pengawasan dapat ditindaklanjuti maka sebaliknya disediakan instrumen pengawasan. Tindak lanjut dapat berupa penghargaan, penambahan pengetahuan atau keterampilan, promosi untuk tahap kemampuan lanjutan. Pelaksanaan pengawasan dapat direncanakan harian, mingguan, bulanan, atau tahunan dengan fokus yang telah ditetapkan.

Di ruang rawat pengawasan dilakukan kepada kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana. Pengawasan terhadap kepala ruangan dilakukan oleh kasubdepwat. Pengawasan terhadap ketua tim dilakukan oleh kasubdepwat, dan kepala ruangan. Pengawasan terhadap perawat pelaksana dilakukan oleh kasubdepwat, kepala ruangan dan katim.

Diruang MPKP supervsi berjenjang dilakukan sebagai berikut :

Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan terhadap kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana

Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan perawat pelaksana

Ketua tim melakukan pengawasan terhadap perawat pelaksana

Materi supervisi disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing staf perawat yang disupervisi. Untuk kepala ruang materi supervisi adalah kemampuan manajerial dan kemampuan asuhan keperawatan. Ketua tim supervise terkait dengan kemampuan pengelolahan di timnya dan kemampuan asuhan keperawatan, sedangkan untuk perawat pelaksana disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Agar supervise dapat menjadi alat pembinaan dan tidak menjadi momok bagi staff maka perlu disusun standart dan jadual pasti dalam supervise.Untuk evaluasi fungsi pengarahan ini, kepala ruangan menyusun rencana terhadap ketua tim dan perawat pelaksana sebagai rencana bulanan.4) Pendelegasian

Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain agar aktifitas organisasi tetap berjalan. Pendelegasian dilaksanakan melalui proses sebagai berikut:

a) Buat rencana tugas yang perlu dituntaskan

b) Identifikasi ketrampilan dan tingkat pendidikan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas

c) Pilih orang yang mampu melaksanakan tugas yang didelegasikan

d) Komunikasikan dengan jelas apa yang akan dikerjakan dan apa tujuaanya

e) Buat batasan waktu dan monitor penyelesaian tugas

f) Jika bawahan tidak mampu melaksanakan tugas karena menghadapi masalah tertentu, manajer harus bisa menjadi model peran dan menjadi narasumber untuk menyelesaikan masalah yang terjadi

g) Evaluasi kinerja setelah tugas selesai

h) Pendelegasian terdiri dari tugas dan kewenangan

Penerapan delegasi di MPKP dalam bentuk pendelegasian tugas oleh kepala ruangan kepada ketua tim dan ketua tim kepeda perawat pelaksana. Pendelegasian dilakukan melalui mekanisme pelimpahan tugas dan wewenang.

Pendelegasian tugas dilakukan secara berjenjang yang penerapanya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pendelegasian terencana dan pendelegasian insidentil.

a) Pendelegasian terencana adalah pendelegasian yang secara otomatis terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan yang diterapkan diruang MPKP. Bentuknya antara lain adalah :

Pendelegasian tugas kepala ruangan kepada ketua tim untuk menggantikan tugas sementara tugas kepala ruang karena alasan tertentu

Pendelegasian tugas kepala ruangan kepada penanggung jawab shif

Pendelegasian ketua tim kepada perawat pelaksana dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan.

b) Pendelegasian insidentil, yang terjadi apabila salah satu personil ruang MPKP berhalangan hadir , sehingga pendelegasian tugas harus dilakukan. Dalam hal ini yang mengatur pendelegasian adalah kepala seksi perawatan, kepala ruangan, ketua tim atau penanggung jawab shif dan tergantung pada personil yang berhalangan.

Mekanisme yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Bila kepala ruangan berhalangan, kepala seksi menunjuk salah satu ketua tim untuk menggantikan tugas kepala ruang

Bila ketua tim berhalangan hadir, maka kepala ruangan menunjuk salah satu anggota tim (perawat pelaksana) menjalankan tugas ketua tim

Bila ada perawat pelaksana yang berhalangan hadir, sehingga satu tim kekurangan personil maka kepala ruangan berwenang memindahkan perawat pelaksana dari tim lain masuk tim yang kekurangan personiltersebut atau katim melimpahkan pasien kepada perawat pelaksana yang hadir.

Prinsip pendelegasian tugas di MPKP antara lain adalah :

Pendelegasian tugas harus menggunakan format pendelegsaian

Personil yang menerima pendelegasian adalah personel yang berkompetemn dan setara dengan kemampuan yang digantikan tugasnya

Uraian tugas yang didelegasikan harus dijelaskan secara verbal, terinci dan tertulis

Pejabat yang mengatur pendelegasian wajib memonitor pelaksanaan tugas dan menjadi rujukan bila ada kesulitan yang dihadapi

Setelah selesai pendelegasian dilakukan serah terima tugas yang sudah dilaksanakan dan hasilnya

5) Komunikasi efektif

Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen khususnya pengarahan. Setiap orang berkomunikasi dalam suatu organisasi, komunikasi yang kurang baik dapat mengganggun kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan.

Beberapa bentuk komunikasi diruang MPKP antara lain adalah operan, pr conferen dan post conferen: a) Operan Operan merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien atau komunikasi dan serah terima antara shift pagi, sore dan malam. Operan dinas pagi ke dinas sore dipimpin oleh kepala ruangan, sedangkan operan dinas sore ke dinas malam langsung dipimpin oleh penanggung jawab tim sore ke penanggung jawab tim malam. Tujuan operan pasien menurut Taylor (1993) adalah untuk mendapatkan informasi yang dapat membantu untuk menetapkan rencana perawatan pasien, mengevaluasi intervensi keperawatan, memberi kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan tentang perawatan yang diberikan kepadanya, serta membantu menentukan prioritas diagnosa dan tujuan dari perawatan yang diberikan. Dalam operan diterangkan tentang asuhan keperawatan yang telah diberikan oleh perawat yang telah selesai tugas. Operan ini harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara sinkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan klien saat itu.

Tabel 2.10. Pedoman operan antar shif

Pedoman Operan

Waktu kegiatan

Tempat

Penanggung jawab

Kegiatan : awal pergantian shif

: Nursing station/kantor perawat

: Kepala ruang

:

1. Karu/Pj shift membuka acara dengan salam

2. Katim/Pj Tim mengoperkan :

Kondisi/keadaan pasien (dx perawatan, tindakan yang sudah dilaksanakan, hasil asuhan)

Tindak lanjut untuk shif berikutnya

3. Perawat shif berikutnya mengklarifikasi penjelasan yang sudah disampaikan

4. Karu memimpin Ronde kekamar pasien

5. Karu merangkum informasi operan, memberikan saran tindak lanjut

6. Karu memimpin doa bersama dan menutup acara

7. Bersalaman

b) Pre-conference

Pre conference, yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan yang dipimpin oleh katim atau penanggung jawab tim. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian) dan tambahan rencana dari katim atau PJ tim. Isi post conference adalah hasil asuhan keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan (Keliat, 2000).

Tabel 2.11. Pedoman Pre-conference

PEDOMAN PRE CONFERENT

Waktu kegiatan

Tempat

Penanggung jawab

Kegiatan : Setelah operan

: Meja masing-masing tim

: Ketua tim

:

1. Karu/Pj shift membuka acara

2. Katim menanyakan rencana harian masing-masing perawat pelaksana

3. Katim memberikan masukan dan tindak lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu

4. Katim memberikan reinforcemen

5. Katim menutup acara

c) Post conferen

Post conference, yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shif dan sebelum operan. Isi post conference adalah hasil asuhan keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan (Keliat, 2000).

Tabel 2.12. Pedoman Post Conferen

PEDOMAN POST CONFERENT

Waktu kegiatan

Tempat

Penanggung jawab

Kegiatan : Sebelum operan ke dinas berikut

: Meja masing-masing tim

: Ketua tim

:

1. Karu/Pj shift membuka acara

2. Katim menanyakan hasil asuhan masing-masing pasien

3. Katim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan

4. Katim menanyakan tindak lanjut asuhan pasien yang harus dioperkan kepada perawat shif berikutnya

5. Katim menutup acara

d) Ronde keperawatan

Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, dengan melibatkan klien untuk mermbahas dan melaksanakan asuhan keperawatan oleh ketua Tim atau penanggung jawab jaga dengan melibatkan seluruh anggota tim. Karakteristik pelaksanan ronde keperawatan antara lain: Klien dilibatkan secara langsung Klien merupakan fokus kegiatan Perawat pelaksana, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama Kosuler memfasilitasi kreatifitas Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet, perawat primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah Tujuan : Menumbuhkan cara berfikir secara kritis Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien Meningkatkan vadilitas data klien Menilai kemampuan justifikasi Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan. Peran perawat primer dan perawat pelaksana dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang bisa untuk memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara lain : Menjelaskan keadaan dan data demografi klien Menjelaskan masalah keperawatan utama Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan Menjelaskan tindakan selanjutnya Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil Peran perawat primer lain dan atau konsuler Memberikan justifikasi Memberikan reinforcement Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang rasional Mengarahkan dan koreksi Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari 4. Pengendalian

Pengendalian (controlling) adalah proses untuk mengamati secara terus-menerus pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi. Pengawasan (controlling) dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Adalah wajar jika terjadi kekeliruan-kekeliruan tertentu, kegagalan-kegagalan dan petunjuk-petunjuk yang tidak efektif hingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan dari pada tujuan yang ingin dicapai. Pengawasan dalam arti manajemen yang diformalkan tidak akan eksis tanpa adanya perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan sebelumnya. Pengawasan bisa berjalan secara efektif diperlukan beberapa kondisi yang harus diperhatikan yaitu: 1) Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kriteria yang dipergunakan dalam system Pelayanan kesehatan, yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas. 2) Agar standar pengawasan berfungsi efektif maka harus dipahami dan diterima oleh setiap anggota organisasi sebagai bagian integral, misalnya sistem standar kendali mutu harus dianggap normal dan perlu. 3) Sulit, tetapi standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada dua tujuan pokok, yaitu: (1) untuk memotivasi, dan (2) untuk dijadikan patokan guna membandingkan dengan prestasi. Artinya jika pengawasan ini efektif akan dapat memotivasi seluruh anggota untuk mencapai prestasi yang tinggi. Karena tantangan biasanya menimbulkan berbagai reaksi, maka daya upaya untuk mencapai standar yang sulit mungkin dapat membangkitkan semangat yang lebih besar untuk mencapainya daripada kalau yang harus dipenuhi itu hanya standar yang mudah. Namun demikian, jika target terlampau tinggi atau terlalu sulit kemungkinan juga akan menimbulkan patah semangat. Oleh karena itu tidak menetapkan standar yang terlampau sulit sehingga bukan meningkatkan prestasi, malah menurunkan prestasi 4) Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi. Di sini perlu diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti susunan, peraturan, kewenangan dan tugas-tugas yang telah digariskan dalam uraian tugas (job discription).

5) Banyaknya pengawasan harus dibatasi. Artinya jika pengawasan terhadap karyawan terlampau sering, ada kecenderungan mereka kehilangan otonominya dan dapat dipersepsi pengawasan itu sebagai pengekangan. 6) Sistem pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya sistem pengawasan menunjukkan kapan, dan dimana tindakan korektif harus diambil. 7) Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan, artinya tidak hanya mengungkap penyimpangan dari standar, tetapi penyediaan alternatif perbaikan, menentukan tindakan perbaikan. 8) Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu: menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mengecek timbulnya masalah yang serupa. Kegiatan-kegiatan control ditujukan untuk perubahan yang cepat. Dua metode pengukuran yang digunakan untuk mengkaji pencapaian tujuan-tujuan keperawatan adalah:

a. Analisa tugas : kepala perawat melihat gerakan, tindakan dan prosedur

b. yang tersusun dalam pedoman tertulis, jadwal, aturan, catatan, anggaran. Hanya mengukur dukungan fisik saja, dan secara relatif beberapa alat digunakan untuk analisa tugas dalam keperawatan.

c. Kontrol kualitas : Kepala perawat dihadapkan pada pengukuran kualitas dan akibat-akibat dari pelayanan keperawatan.

1. Prinsip controllingPrinsip controlling yaitu:

a. Principle of uniformity: dibentuk di awal sampai dengan akhir.

b. Principle of comparison: membandingkan yang direncanakan dengan yang dicapai.

c. The principle of exception: tidak yang sempurna dari perencanaan, yang penting ada umpan balik untuk perbaikan.

2. Pelaksanaan controlling

Pelaksanaan controlling meliputi:

a. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan.

b. Pre conference, overan, post conference.c. Ronde keperawatan.

d. Mengetahui produktivitas berdasarkan gant cart yang telah dibuat.

e. Program evaluasi dan peer review3. Tipe controllinga. Input control.b. Proses control.

c. Output control.

4. Langkah-langkah kegiatan controlling1. Menetapkan standar dapat mengukur tujuan

2. Kumpulkan data dengan membandingkan standar yang telah ditetapkan

3. Lakukan umpan balik.

4. Pertahankan kelangsungan proses untuk semua bagian.

5. Manfaat PengawasanManfaat yang diperoleh dari fungsi pengawasan dan pengendalian bila dilaksanakan dengan tepat yaitu:

1. Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan sesuai dengan standar atau rencana kerja

2. Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya

3. Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi

4. kebutuhan dan telah digunakan secara benar.

5. Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk promosi dan latihan lanjutan.

a. Standar Asuhan KeperawatanStandar Asuhan Keperawatan (SAK) telah ditetapkan oleh PPNI (Nursalam, 2002), yang mengacu kepada tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi, sebagai berikut :

1. Standar 1 : Pengkajian keperawatanMerupakan tahap pengumpulan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Data dapat diperoleh melalui anamnese, observasi dan pemeriksaan penunjang dan kemudian didokumentasikan.

Kriteria Pengkajian meliputi :

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnese, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang

b. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi :

Status kesehatan pasien masa lalu

Status kesehatan pasien saat ini

Status biologis-psikologis-sosial-spritual

Respon terhadap terapi

Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

Risiko tinggi masalah

2. Standar 2 : Diagnosa KeperawatanDalam tahap ini perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan, adapun kriteria proses yaitu:

Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah,

perumusan diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), dan tanda/gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (P, E).

Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lainnya untuk memvalidasi diagnosa keperawatan.

Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru3. Standar 3 : Perencanaan keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Kriteria proses, meliputi :

Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan

Bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan

Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien

Mendokumentasikan rencana keperawatan

4. Standar 4 : ImplementasiPerawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam proses Asuhan Keperawatan. Kriteria proses, meliputi :

Bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien.

Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri, serta membantu pasien memodifikasi lingkungan yang digunakan

Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon pasien.

5. Standar 5 :EvaluasiPerawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun

kriteria prosesnya:

Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus

Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur ke arah pencapaian tujuan

Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat

Bekerja sama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi perencanaan keperawatan

Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan

b. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan1. DefenisiMenurut Kozier (2004), dokumentasi keperawatan adalah laporan baik komunikasi secara lisan, tertulis maupun melalui komputer untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Merupakan informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Fisbach,1991).

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasen yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggung jawabkan.Dokumentasi keperawatan merupakan suatu bukti otentik respon pasien dan perubahan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan oleh perawat baik secara mandiri maupun kolaborasi yang merupakan bagian permanen dari rekam medis lain.

2. Tujuan Pendokumentasian Asuhan KeperawatanTujuan dokumentasi keperawatan adalah:

a) Sebagai Sarana Komunikasi

Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk:

Membantu koordinasi asuhan keperawatan/kebidanan yang diberikan oleh tim kesehatan.

Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan keperawatan/kebidanan pada pasien.

Membantu tim perawat/bidan dalam menggunakan waktu sebaikbaiknya.

b) Sebagai Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat

Sebagai upaya untuk melindungi pasen terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka perawat/bidan diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasen. Hal ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan pasen terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle concern, artinya dokumentasi dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum.c) Sebagai Informasi statistik

Data statistik dari dokumentasi keperawatan/kebidanan dapat membantu merencanakan kebutuhan di masa mendatang, baik SDM, sarana, prasarana dan teknis.d) Sebagai Sarana Pendidikan

Dokumentasi asuhan keperawatan/kebidanan yang dilaksanakan secara baik dan benar akan membantu para siswa keperawatan/kebidanan maupun siswa kesehatan lainnya dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan membandingkannya, baik teori maupun praktek lapangan.3. Manfaat dan pentingnya dokumentasiManfaat dan pentingnya dokumentasi keperawatan dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting bila dilihat dari berbagai aspek :

a) Hukum

Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan.

b) Jaminan mutu (kualitas pelayanan)

Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan memberikan kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien. Dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu yankep.

c) Komunikasi

Dokumentasi keadaan klien merupakan alat perekam terhadap masalah yang berkaitan dengan klien. Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.d) Keuangan

Semua tindakan keperawatann yang belum, sedang, dan telah diberikan dicatat dengan lengkap dan dapat digumakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan.

e) Pendidikan

Isi pendokumentasian menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan.

f) Penelitian

Data yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan profesi keperawatan.

g) Akreditasi

Melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi keperawatan dalam memberikan askep pada klien. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian askep yang diberikan, guna pembinaan lebih lanjut.

4. Standar DokumentasiStandar dokumentasi merupakan standar yang dapat digunakan untuk memberikan pengarahan dan panduan dalam melakukan dokumentasi proses keperawatan.

Katagori informasi yang biasanya masuk dalam status (chart) pasien adalah :

Data demografi

Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik

Formulir persetujuan

Diagnosa

Pengobatan

Catatan perkembangan /kemajuan

Catatan secara berkesinambungan (flow sheet) Catatan perawat

Keberadaan dokumentasi baik berbentuk catatan maupun laporan akan sangat membantu dalam berkomunikasi baik antara sesama perawat/bidan maupun lembaran tindakan (treatment)

Catatan laboratorium

Laporan rontgen ( X ray )

Ringkasan pasien pulang

5. Metode PendokumentasianMetode pendokumentasian meliputi : data dasar, masalah kesehatan, rencana pelayanan/asuhan termasuk catatan perkembangan kesehatan pasien. Kesalahan dalam pendokumentasian :

Tulisan tangan yang berbeda dan tidak terbaca dengan jelas.

Tanggal, bulan, dan jam tidak konsisten.

Tidak ada tanda tangan perawat yang melakukan tindakan keperawatan.

Merubah instruksi tanpa izin dan tidak melalui prosedur yang benar.

6. Format Dokumentasi Asuhan Keperawatan Pengkajian Pencatatan data pengkajian mengikuti prinsip tahapan pengkajian. Format sistematis, akurat dan valid sangat penting untuk membandingkan perubahan kesehatan pasien (Carpenito, 1998).

Perencanaan Sesuai dengan standar perencanaan: identifikasi masalah, merumuskan diagnosa, menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan (Carpenito, 1998).

Implementasi Implementasi adalah tindakan yang dilakukan terhadap pasien, baik tindakan keperawatan mandiri maupun tindakan kolaborasi (Carpenito, 1998).

Evaluasi Evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahapan proses keperawatan: pengkajian, perencanaan, dan implementasi (Carpenito, 1998).

Catatan perkembangan Formatnya bervariasi dan dapat disesuaikan dengan sistem yang ada.

Prinsipnya adalah untuk menilai perkembangan status kesehatan pasien, apakah sesuai dengan tujuan dan hasil yang diharapkan (Carpenito, 1998).

Informasi kesehatan lain Berbentuk dalam tabel dan grafik selama 24 jam antara lain : berat badan, tinggi badan, kurva tanda-tanda vital, intake-output cairan dalam 24 jam, daftar pemberian obat-obatan, kurva pemberian obat (kemoterapi, terapi hormon) (Carpenito, 1998). Ringkasan perpindahan pasien Format ini harus spesifik sesuai dengan kebutuhan pasien dan memenuhi ketentuan administrasi dan legalitas perpindahan antar unit dan perpindahan antar institusi rumah sakit. Ringkasan format pelaporan meliputi lembaran : data dasar demografi, orientasi ruangan, laporan klinis (Carpenito, 1998).

Perencanaan pulangFormat mencakup personal data pasien, data kesehatan secara umum dan khusus, surat diizinkan pulang dari dokter yang merawat berikut ringkasan laporan klinis sesuai kondisi pasien, penyuluhan kesehatan (Carpenito, 1998).

Perawatan di rumah Format pendokumentasian pasien yang akan melanjutkan perawatan di rumah bertujuan untuk memberikan ringkasan/informasi perkembangan kesehatan pasien selama di rumah sakit, agar dokter/perawat/tim profesional lainnya yang terlibat melanjutkan pengobatan/perawatan pasien di rumah yang memenuhi syarat medicare (Carpenito, 1998)

= Jumlah Klien Jumlah jam kontak perawat-klien

= QUOTE

= Jumlah perawat yang dibutuhkan/hari Jumlah shift dalam 1 minggu

= QUOTE

A X B X C F

= = H

(C D) X E G

4,9 jam/klien/hari x 15 klien/hari x 365 hari = 16,17 orang (16 orang)

(365 hari 128 hari) x 7 jam

= 16 + 20%= 19 orang

Rata-rata klien/hari x rata-rata jam perawatan/ hari = 15 org x 4,9 jam =

Jumlah jam kerja/ hari7 jam

10,5 orang (11 orang)

KARU

PERAWAT GANTI

VERBAND

BEBERAPA PASIEN

PERAWAT

KEBERSIHAN

PERAWAT

OBAT

Kepala Ruangan

Staf Perawat

Staf Perawat

Staf Perawat

Pasien/Klien

Pasien/Klien

Pasien/Klien

DOKTER

KA RU

SUMBER

DAYA RS

PERAWAT PRIMER

PASIEN

PERAWAT

ASOSIET MALAM

PERAWAT

ASOSIET SORE

PERAWAT

ASISIET PAGI

KARU

PERAWAT

KA. TIM

PERAWAT

KA. TIM

PERAWAT

KA. TIM

PERAWAT

(ANGG TIM)

PERAWAT

(ANGG TIM)

PERAWAT

(ANGG Tim)

BEBERAPA

PASIEN

BEBERAPA

PASIEN

BEBERAPA

PASIEN

4