BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori dan konsep terkait dalam penelitian ini adalah Kepatuhan pengobatan lanjutan penyakit kusta, pengetahuan, motivasi dan kusta. I. Kepatuhan pengobatan lanjutan penyakit kusta a. Pengertian Kepatuhan penderita kusta terhadap pengobatan lanjutan merupakan sikap patuh pasien dalam melakukan pengobatan lanjutan sesuai waktu yang ditentukan. Kepatuhan berobat adalah perilaku individu penderita untuk meminum obat secara teratur sesuai dengan petunjuk petugas kesehatan dan merubah kebiasaan-kebiasaan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat luas. (Haynes R.B. Sacket, 1976). Kepatuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Kepatuhan penuh (total compliance) Pada keadaan ini penderita hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk. 2. Penderita yang tidak patuh (non compliance) Penderita yang putus berobat atau tidak mengunakan obat sama sekali. 6

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Teori dan konsep terkait dalam penelitian ini adalah Kepatuhan pengobatan

lanjutan penyakit kusta, pengetahuan, motivasi dan kusta.

I. Kepatuhan pengobatan lanjutan penyakit kusta

a. Pengertian

Kepatuhan penderita kusta terhadap pengobatan lanjutan

merupakan sikap patuh pasien dalam melakukan pengobatan lanjutan

sesuai waktu yang ditentukan. Kepatuhan berobat adalah perilaku

individu penderita untuk meminum obat secara teratur sesuai dengan

petunjuk petugas kesehatan dan merubah kebiasaan-kebiasaan yang

dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat luas. (Haynes R.B.

Sacket, 1976). Kepatuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Kepatuhan penuh (total compliance)

Pada keadaan ini penderita hanya berobat secara teratur sesuai

batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat

secara teratur sesuai petunjuk.

2. Penderita yang tidak patuh (non compliance)

Penderita yang putus berobat atau tidak mengunakan obat sama

sekali.

6

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

7

Faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan :

1. Faktor predisposisi

a. Kepercayaan/agama yang dianut

Kepercayaan/agama yang dianut merupakan dimensi spiritual

yang dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang

teguh pada agamanya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak

mudah putus asa serta dapat menerima keadaanya,

demikiannya juga cara perilaku akan lebih baik. Kemauan

untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat di pengaruhi oleh

kepercayaan penderita dimana penderita memiliki kepercayaan

yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau

tahu akibatnya. (Noto Atmodjo, 1993).

b. Faktor geografi (lingkungan yang jauh atau jarak)

Lingkungan yang jauh atau jarak dari pelayanan kesehatan

yang memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan.

(Rich,1995).

c. Individu

1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh

Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri

individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap

mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh

terhadap faktor-faktor yang behubungan dengan perilaku

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

8

penderita dalam kontrol penyakitnya. (Noto

Atmodjo,1993).

2) Pengetahuan

Menurut Schene dan Bruce (2001), mengakui bahwa

pengetahuan mempengaruhi kompetensi perasaan dalam

mengatur gejala penelitian lain, juga dilaporkan bahwa

penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka yang

tidak teridentifikasi mempunyai tanda seperti manu dan

tidak terasa, mereka berfikir bahwa mereka sudah merasa

sembuh dan sehat sehingga menghentikan minum obat

sebelum waktunya.

2. Faktor penguat

Menurut Noto Atmodjo, (1993) :

a. Dukungan petugas

Dukungan dari petugas sangatlah penting artinya bagi

penderita sebab petugas adalah pengelola penderita yang

paling sering berinteraksi sehingga pemahaman terhadap

kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering

berinteraksi sangat mempengaruhi rasa percaya dan

menerima kehadiran petugas bagi dirinya apabila rasa

percaya dan menerima kehadiran petugas kesehatan dapat

ditumbuhkan dalam diri penderita maka anjuran, perintah

yang diberikan petugas akan dapat di terima oleh penderita

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

9

dengan baik, begitu pula motivasi/dukungan yang diberikan

petugas sangat besar artinya terhadap kepatuhan pasien untuk

melakukan kontrol terhadap penyakit yang dideritanya.

b. Dukungan keluarga

Selain dukungan petugas,dukungan keluarga juga sangat

penting artinya. Keluarga merupakan bagian dari penderita

yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan

merasa senang dan tenteram apabila mendapat perhatian dan

dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut

akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi

atau mengelola penyakitnya dengan lebih baik serta penderita

serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh

keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.

3. Faktor pemungkin

Merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi

perilaku atau tindakan artinya bahwa faktor pemungkin adalah

sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku

kesehatan. Dimana lingkungan yang jenuh atau jarak dari

pelayanan kesehatan yang memberikan kontribusi rendahnya

kepatuhan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

10

2. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Manusia diciptakan

oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makluk yang sadar, kesadaran

manusia dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berfikir,

berkehendak dan merasa dengan pikirannya manusia mendapat

pengetahuan (Sarjono, 2002)

b. Tingkat pengetahuan

Domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat

intelektual (cara berfikir, berabstraksi, analisa, memecahkan masalah dan

lain-lain) yang dibagi berjenjang sebagai berikut : (Lawrence, 1990)

1) Pengetahuan (Knowledge)

Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.

Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau

mengigat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil

dihimpun atau dikenali (recall of facts)

2) Pemahaman (Comprehension)

Di mana sudah tercapai pengertian (understanding) tentang hal yang

sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan

maka juga sudah mampu mengenali hal tadi meskipun di beri bentuk

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

11

lain.termasuk dalam jenjang kognitif ini misalnya kemampuan

menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan

dan mengeksplorasikan.

3) Penerapan (Aplication)

Di mana sudah dicapai kemampuan untuk menerapkan hal yang

sudah dipahami ke dalam situasi yang kondisinya sesuai.

4) Analisa (Analysis)

Di mana sudah dicapai kemampuan untuk menguraikan hal tadi

menjadi rincian yang terdiri dari unsur –unsur atau komponen-

kompunen yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya

dalam suiatu bentuk susunan yang berarti.

5) Sintesis (Syntesis)

Di mana sudah dicapai kemampuan untuk menyusun kembali

bagian–bagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang

mengandung arti tertentu.

6) Evaluasi ( Evaluation )

Di mana sudah dicapai kemampuan untuk membandingkan hal yang

bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga

diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal-hal yang

sedang dinilainya.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2000) pengetahuan dalam masyarakat

dipengaruhi beberapa faktor :

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

12

1) Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima

hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut.

2) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak

akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas.

3) Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang

karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai dengan

budaya yang ada dan agama yang dianut.

4) Pengalaman

Pengalaman di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,

maksudnya semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang

tinggi, pengalaman akan lebih luas.

5) Sosial ekonomi

Tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

d. Proses adopsi perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni :

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

13

1). Awarenness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2). Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3). Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4). Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5). Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

3. Motivasi

a. Konsep motivasi

Manusia dalam bertindak atau berbuat selain terikat oleh faktor-

faktor yang datang dari luar, juga ditentukan oleh faktor-faktor yang

terdapat dalam diri yang bersangkutan.dorongan yang datang dari dalam

untuk berbuat disebut dengan motif. Motif berasal dari bahasa latin

movere yang berarti bergerak atau to move. Karena itu motif diartikan

sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri yang mendorong untuk

berbuat atau merupakan driving force. (Handoko Martin,1992)

Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri,

tetapi saling kait mengkait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat

mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang mengetahui

mengapa orang berbuat atau berperilaku kearah sesuatu seperti yang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

14

dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi.

(Lawrence, 1990)

Di kalangan para ahli muncul berbagai pendapat tentang

motivasi. Meskipun demikian, ada juga semacam kesamaan pendapat

yang dapat ditarik mengenai pengertian motivasi, yaitu : dorongan dari

dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan

kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Yang dapat di

amati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut.

(Notoatmodjo, 2003).

b. Pembagian motif

Motif dapat dibagi berdasarkan pandangan dari para ahli, antara

lain sebagai berikut :

1). Woodworth dan Marquis (1955), membedakan motif yang

berdasarkan kebutuhan manusia menjadi 3 macam :

a). Motif kebutuhan organis, seperti minum, makan, bernafas,

seksual, bekerja, dan beristirahat.

b). Motif darurat, yang mencakup dorongan-dorongan

menyelamatkan diri, berusaha, dan dorongan untuk membalas.

c). Motif obyektif, yang meliputi kebutuhan untuk melakukan

eksplorasi, melakukan manipulasi, dan sebagainya.

2). Pembagian motif berdasarkan atas terbentuknya motif tersebut

mencakup :

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

15

a) Motif-motif pembawaan, yang dibawa sejak lahir, tampa

dipelajari, misalnya : dorongan untuk makan,minum, beristirahat,

dorongan seksual dan sebagainya.

b) Motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang timbul karena

dipelajari seperti dorongan untuk belajar sesuatu, dorongan untuk

mengejar kedudukan, dan sebagainya.

3). Pembagian motif berdasarkan penyebabnya

a) Motif ekstrisik, yaitu motif yang berfungsi karena adanya

rangsangan dari luar. Misalnya, mahasiswa yang belajar karena ia

tahu bahwa besok mau ujian.

b) Motif instrisik, yaitu motif yang berfungsi tanpa rangsangan dari

luar tapi sudah dengan sendirinya terdorong untuk berbuat

sesuatu.

4). Menurut Maslow (1964), motif manusia dapat digolong-golongkan

dan tiap-tiap golongan tersebut mempunyai hubungan jenjang.

Maksudnya, suatu motif timbul kalau motif yang mempunyai jenjang

lebih rendah telah terpenuhi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah :

1) Faktor fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi

fisik, misal status kesehatan pasien kusta.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

16

2) Faktor proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja,

tapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut.

3) Faktor hederitas

Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe

kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe

kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya.

(Notoatmodjo, 2003)

4) Faktor lingkungan

Lingkungan adalah sesuatu yang berada di sekitar individu baik

fisik, biologis, maupun sosial (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan

sangat berpengaruh terhadap motivasi pasien kusta untuk melakukan

pengobatan lanjutan. Termasuk dalam lingkungan salah satunya

adalah dukungan keluarga.

5) Faktor kematangan usia

Kematangan usia akan mempengaruhi pada proses berfikir dan

pengambilan keputusan untuk melakukan pengobatan lanjutan.

6) Fasilitas (sarana dan prasarana)

Ketersediaan fasilitas untuk melakukan pengobatan lanjutan yang

memadai, mudah terjangkau menjadi motivasi bagi pasien untuk

berobat kembali. Termasuk dalam fasilitas adanya pembebasan biaya

berobat untuk pasien kusta.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

17

7) Media

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau

informasi kesehatan (Sugiyono, 1999). Dengan adanya media ini

pasien kusta akan menjadi lebih tahu tentang penyakit kusta dan pada

akhirnya akan menjadi motivasi untuk melakukan pengobatan

lanjutan.

4. Kusta

a. Pengertian

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang

menyerang saraf tepi, kulit dan jariangan tubuh lainnya.(Keperawatan-

gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan. kusta. html

diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).

Kusta atau leprae atau disebut juga penyakit norbus hansen adalah

penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium

leprae.(file://G:\ kusta-wikipedia Bahasa Indonesia, mensiklopedia

bebas.htm).

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi

mycobakterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,

selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian

atas, sistem retikuloendotelial, mata otot, tulang, dan testis, kecuali

susunan syaraf pusat.pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat

asimtomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

18

mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan

dan kaki. (Emmys.Sjamsoe, dkk,1997)

b. Gambaran klinis

Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling

1. Tipe TT

• Mengenai kulit dan syaraf

• Lesi lebih dari satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat,

batas tidak jelas, regresi atau kontrol healing (+).

• Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir

sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan

saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.

• Infiltrasi tuberkoloid (+) tidak adanya kuman merupakan tanda

adanya respon imun penjamu yang adekuat terhadap hasil kusta.

2. Tipe Borderline Tuberkoloid (BT)

• Hampir sama dengan dengan tipe tuberkoloid

• Gambar hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak

sejelas tipe TT

• Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT, biasanya tidak simetris

• Lesi satelit (+), terletak dekat saraf perifer menebal.

3. Tipe Mid Borderline (MB)

• Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai

• Lesi dapat berupa macula infiltrate

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

19

• Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi

melebihi tipe BT, cenderung simetris.

• Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.

• Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi

berbentuk oral pada bagian tengah dengan batas jelas yang

merupakan tipe khas tipe ini.

4. Tipe Borderline Lepromatus (BL)

Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar

keseluruh tubuh, makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya,

beberapa nodus melekuk bagian tengahnya, beberapa plak tampak

seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi,

hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih

cepat muncul dari pada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat

teraba pada tempat prediteksi.

5. Tipe Lepromatosa (LL)

• Lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus lebih eritoma,

berkilap, batas tidak tegas, atau tidak temukan anestesi dan

anhidrosis pada stadium dini.

• Distribusi lesi khas pada wajah dan badan

• Stadium lanjut : Penebalan kulit progresif, cuping telinga

menebal, garis muka kasar dan cekung membentuk fasies

leonien, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis, deformitas

hidung, pembesaran kelenjar limfe,orkitis atrofi,testis,kerusakan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

20

saraf luas gejala dan glouses anestesi, penyakit progresif,makula

dan popul baru, timbul lesi lama terjadi plakat dan nodus,serabut

saraf tepi mengalami degenerasi hialin / fibrosis menyebabkan

anestesi dan pengecilan tangan dan kaki.

6. Tipe Intetminate (Tipe yang tidak tertmasuk dalam klasifikasi

Redley & Jopling)

• Beberapa makula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar

normal.

• Lokasi bagian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-

kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan

saraf.

• Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.

(Keperawatan-gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan.

kusta. html diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).

c. Penyebab

M. Leprae atau kuman kusta adalah kuman penyebab penyakit

kusta. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan dengan

ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic biasanya berkelompok dan

ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang

bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. dan bersifat

tahan asam (BTA), kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik

pada binatang Armadillo.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

21

(Keperawatan-gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan.

kusta. html diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).

d. Masa tunas penyakit kusta

Masa belah diri kuman kusta memerlukan waktu yang sangat

lama dibandingkan dengan kuman yang lain, yaitu 12-21 hari. Oleh

karena itu masa tunas menjadi lama yaitu 2-5 tahun. (Emmy S, 2003)

e. Cara penularan

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe

multibasilar (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung.

Cara penularan pasti belum diketahui dan masih bersifat misterius.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Rees (1975) dapat ditarik

kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta

tergantung dari 2 hal, yaitu :

1) Jumlah dan keganasan Mycobacterium leprae

2) Daya tahan tubuh penderita.

Di samping itu faktor yang berperan dalam hal penularan adalah :

1) Usia : Anak-anak lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa

2) Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti oleh penyakit kusta

dibandingkan wanita (karena kontak lebih banyak pada laki-laki)

3) Ras : Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti oleh

penyakit kusta dibandingkan dengan bangsa eropa.

4) Keadaan sosial ekonomi : umumnya negara-negara endemis kusta

adalah negara-negara yang tingkat sosial ekonominya rendah.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

22

5) Lingkungan : Fisik, biologis,sosial yang kurang sehat.

(Depkes RI, 1986)

f. Komplikasi

Mycobacterium leprae menyerang syaraf tepi pada tubuh

manusia. Tergantung dari kerusakan urat syaraf tepi, maka akan terjadi

gangguan fungsi syaraf dari kerusakan syaraf tepi : Sensorik, motorik,

dan otonom.

1). Kerusakan fungsi sensorik.

Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang

Mati rasa (anestesi). Akibat kurang/mati rasa pada telapak tangan

dan kaki dapat terjadi luka. Sedangkan pada kornea mata akan

mengakibatkan kurang/hilangnya reflek kedip sehingga mata mudah

kemasukan kotoran. Benda-benda asing yang dapat menimbulkan

infeksi mata dan akhirnya kebutaan.

2). Kerusakan fungsi motorik.

Kerusakan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/lumpuh dan

lama-lama ototnya mengecil (atrofi) oleh karena tidak

dipergunakan.jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok (”claw

hand/claw toes”) dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendinya

(kontraktur). Bila terjadi kelemahan/kelumpuhan pada otot kelopak

mata tidak dapat dirapatkan (”lagophthlmos”).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

23

3). Kerusakan fungsi otonom

Terjadinya gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan

gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal,

mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah. Pada umumnya apabila

akibat kerusakan fungsi syaraf tidak ditangani secara cepat dan tepat

maka akan terjadi cacat ketingkat yang lebih berat.

(Depkes RI, 1996)

g. Pengobatan kusta

Obat-obat yang digunakan :

1) DDS

Singkatan dari Diamino diphnyl sulfone, bentuk obat berupa tablet

warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tab, sifat

bakteriostatik yaitu menghalangi/menghambat pertumbuhan kuman

kusta, dosis untuk dewasa 100 mg/tab dan untuk anak-anak 1-2

mg/kg bb/hr. Efek sampingnya adalah anemia hemilitik,alergi,

anoreksia, nausea, vomitus, hepatitis, neoropati perifer, sakit kepala,

vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, psychosis.

2) Rifamicin

Bentuk kapsul atau kaplet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600

mg, sifat mematikan kuman kusta, dosis untuk dipergunakan dalam

pengobatan kombinasi, lihat pada regimen pengobatan MDT. Untuk

anak-anak dosisnya adalah 10-15 mg/kg bb. Efek samping yang

ditimbulkan oleh rifamicin yaitu dapat menimbulkan kerusakan pada

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

24

hati dan ginjal. Dengan pemberian rifamicin 600 mg/bulan tidak

berbahaya bagi dan ginjal(kecuali ada tanda-tanda penyakit

sebelumnya). Sebelum pemberian obat ini perlu dilakukan tes fungsi

hati apabila ada gejala yang mencurigakan.

3) Lamprene (B663) juga disebut Clofazimine

Bentuk kapsul warna coklat, ada takaran 50 mg/kapsul dan 100

mg/kaps. Sifatnya bakteristatik yaitu menghambat pertumbuhan

kuman dan anti reaksi (menekan reaksi). Dosis untuk digunakan

obat kombinasi dan efek sampingnya yaitu warna kulit terutama pada

infiltrat berwarna ungu sampai kehitam-hitaman yang dapat hilang

bila pemberian obat lamprene distop, gangguan pencernaan berupa

diare, nyeri lambung.

4) Prednison

Obat yang digunakan untuk penanganan pengobatan reaksi.

Mengenai cara pemberiannya.

5) Sulfat ferrosus

Obat tambahan untuk penderita kusta yang anemia berat.

6) Vitamin A

Obat ini digunakan untuk menyehatkan kulit yang bersisik

(ichthiosis)

(Depkes RI, 1996)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

25

h. Asuhan Keperawatan Kusta

1. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping individu

b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses reaksi

c. Gangguan aktivitas b/d post amputasi

d. Resti injuri b/d invasif bakteri

2. Intervensi

Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping individu

Tujuan :

Klien dapat menerima perubahan dirinya setelah diberikan

penjelasan dengan kriteria hasil :

• Klien dapat menerima perubahan dirinya

• Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan)

• Klien tidak merasa malu

Intervensi :

• Bantu klien agar realitis, dapat mnerima keadaanya dengan

menjelaskan bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali

normal.

• Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan

tubuhnya dan latihan otot tangan dan kaki untuk mencegah

kecacatan lebih lanjut.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

26

• Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses

reaksi

Tujuan :

Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan

tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :

• Klien merasakan nyeri berkurang

• Klien tenang

• Pola isitrahat tidur normal, 7-8 jam sehari

Intervensi :

• Kali skala nyeri klien

• Alihkan perhatian klien terhadap nyeri

• Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital

• Awasi keadaan luka poerasi

• Ajarkan nafas dalam 7 dan massage untuk mengurangi nyeri

• Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.

Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi

Tujuan :

Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah

dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :

• Klen dapat beraktivitas mandiri

• Klien tidak diam di tempat tidur terus menerus

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

27

Intervensi :

• Motivasi klien untuk beraktivitas mandiri

• Mengajarkan range of motion : terapi latihan post amputasi

• Motivasi klien untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan

kemampuannya.

(Keperawatan-gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan.

kusta. html diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).

i. Kerangka teori

Faktor Predisponsi: a. Kepercayaan b. Fungsi geografi c. Individu

1. Pengetahuan 2. Sikap/motivasi

Perilaku

kesehatan

Faktor Pendukung: - Ketersediaan fasilitas

kesehatan

Faktor Pendorong:

a. Sikap & perilaku petugas

b. Dukungan keluarga

Gambar.1 skema faktor penentu kepatuhan menurut Noto Atmodjo,1993.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyahwinarn... · mengandung arti tertentu. 6) ... mahasiswa yang belajar karena ia

28

j. Kerangka konsep

Gambar.2 kerangka konsep penelitian

Keterangan : area penelitian

- Tingkat Pengetahuan

- Motivasi

Kepatuhan minum obat

Variabel Dependen Variable Independen

k. Variabel Penelitian

a. Variabel Independen

Adalah variabel untuk menentukan atau berpengaruh terhadap

variabel dependen. Dalam hal ini variabel independen adalah :

pengetahuan.

b. Variabel Dependen

Adalah variabel yang kondisinya/nilainya dipengaruhi oleh variabel

lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi dalam

melakukan pengobatan.

l. Hipotesa

Dari permasalahan yang ada maka peneliti memunculkan hipotesa yaitu :

a. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan klien dalam melakukan pengobatan lanjutan penyakit

kusta.

b. Ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan

klien dalam melakukan pengobatan lanjutan penyakit kusta.