BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori dan konsep terkait dalam penelitian ini adalah Kepatuhan pengobatan
lanjutan penyakit kusta, pengetahuan, motivasi dan kusta.
I. Kepatuhan pengobatan lanjutan penyakit kusta
a. Pengertian
Kepatuhan penderita kusta terhadap pengobatan lanjutan
merupakan sikap patuh pasien dalam melakukan pengobatan lanjutan
sesuai waktu yang ditentukan. Kepatuhan berobat adalah perilaku
individu penderita untuk meminum obat secara teratur sesuai dengan
petunjuk petugas kesehatan dan merubah kebiasaan-kebiasaan yang
dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat luas. (Haynes R.B.
Sacket, 1976). Kepatuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Kepatuhan penuh (total compliance)
Pada keadaan ini penderita hanya berobat secara teratur sesuai
batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat
secara teratur sesuai petunjuk.
2. Penderita yang tidak patuh (non compliance)
Penderita yang putus berobat atau tidak mengunakan obat sama
sekali.
6
7
Faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan :
1. Faktor predisposisi
a. Kepercayaan/agama yang dianut
Kepercayaan/agama yang dianut merupakan dimensi spiritual
yang dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang
teguh pada agamanya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak
mudah putus asa serta dapat menerima keadaanya,
demikiannya juga cara perilaku akan lebih baik. Kemauan
untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat di pengaruhi oleh
kepercayaan penderita dimana penderita memiliki kepercayaan
yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau
tahu akibatnya. (Noto Atmodjo, 1993).
b. Faktor geografi (lingkungan yang jauh atau jarak)
Lingkungan yang jauh atau jarak dari pelayanan kesehatan
yang memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan.
(Rich,1995).
c. Individu
1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri
individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap
mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh
terhadap faktor-faktor yang behubungan dengan perilaku
8
penderita dalam kontrol penyakitnya. (Noto
Atmodjo,1993).
2) Pengetahuan
Menurut Schene dan Bruce (2001), mengakui bahwa
pengetahuan mempengaruhi kompetensi perasaan dalam
mengatur gejala penelitian lain, juga dilaporkan bahwa
penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka yang
tidak teridentifikasi mempunyai tanda seperti manu dan
tidak terasa, mereka berfikir bahwa mereka sudah merasa
sembuh dan sehat sehingga menghentikan minum obat
sebelum waktunya.
2. Faktor penguat
Menurut Noto Atmodjo, (1993) :
a. Dukungan petugas
Dukungan dari petugas sangatlah penting artinya bagi
penderita sebab petugas adalah pengelola penderita yang
paling sering berinteraksi sehingga pemahaman terhadap
kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering
berinteraksi sangat mempengaruhi rasa percaya dan
menerima kehadiran petugas bagi dirinya apabila rasa
percaya dan menerima kehadiran petugas kesehatan dapat
ditumbuhkan dalam diri penderita maka anjuran, perintah
yang diberikan petugas akan dapat di terima oleh penderita
9
dengan baik, begitu pula motivasi/dukungan yang diberikan
petugas sangat besar artinya terhadap kepatuhan pasien untuk
melakukan kontrol terhadap penyakit yang dideritanya.
b. Dukungan keluarga
Selain dukungan petugas,dukungan keluarga juga sangat
penting artinya. Keluarga merupakan bagian dari penderita
yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan
merasa senang dan tenteram apabila mendapat perhatian dan
dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut
akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi
atau mengelola penyakitnya dengan lebih baik serta penderita
serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh
keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.
3. Faktor pemungkin
Merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi
perilaku atau tindakan artinya bahwa faktor pemungkin adalah
sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan. Dimana lingkungan yang jenuh atau jarak dari
pelayanan kesehatan yang memberikan kontribusi rendahnya
kepatuhan.
10
2. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Manusia diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makluk yang sadar, kesadaran
manusia dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berfikir,
berkehendak dan merasa dengan pikirannya manusia mendapat
pengetahuan (Sarjono, 2002)
b. Tingkat pengetahuan
Domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat
intelektual (cara berfikir, berabstraksi, analisa, memecahkan masalah dan
lain-lain) yang dibagi berjenjang sebagai berikut : (Lawrence, 1990)
1) Pengetahuan (Knowledge)
Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.
Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau
mengigat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil
dihimpun atau dikenali (recall of facts)
2) Pemahaman (Comprehension)
Di mana sudah tercapai pengertian (understanding) tentang hal yang
sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan
maka juga sudah mampu mengenali hal tadi meskipun di beri bentuk
11
lain.termasuk dalam jenjang kognitif ini misalnya kemampuan
menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan
dan mengeksplorasikan.
3) Penerapan (Aplication)
Di mana sudah dicapai kemampuan untuk menerapkan hal yang
sudah dipahami ke dalam situasi yang kondisinya sesuai.
4) Analisa (Analysis)
Di mana sudah dicapai kemampuan untuk menguraikan hal tadi
menjadi rincian yang terdiri dari unsur –unsur atau komponen-
kompunen yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya
dalam suiatu bentuk susunan yang berarti.
5) Sintesis (Syntesis)
Di mana sudah dicapai kemampuan untuk menyusun kembali
bagian–bagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang
mengandung arti tertentu.
6) Evaluasi ( Evaluation )
Di mana sudah dicapai kemampuan untuk membandingkan hal yang
bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga
diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal-hal yang
sedang dinilainya.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2000) pengetahuan dalam masyarakat
dipengaruhi beberapa faktor :
12
1) Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima
hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut.
2) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak
akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas.
3) Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang
karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai dengan
budaya yang ada dan agama yang dianut.
4) Pengalaman
Pengalaman di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang
tinggi, pengalaman akan lebih luas.
5) Sosial ekonomi
Tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
d. Proses adopsi perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni :
13
1). Awarenness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2). Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3). Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4). Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5). Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
3. Motivasi
a. Konsep motivasi
Manusia dalam bertindak atau berbuat selain terikat oleh faktor-
faktor yang datang dari luar, juga ditentukan oleh faktor-faktor yang
terdapat dalam diri yang bersangkutan.dorongan yang datang dari dalam
untuk berbuat disebut dengan motif. Motif berasal dari bahasa latin
movere yang berarti bergerak atau to move. Karena itu motif diartikan
sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri yang mendorong untuk
berbuat atau merupakan driving force. (Handoko Martin,1992)
Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri,
tetapi saling kait mengkait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang mengetahui
mengapa orang berbuat atau berperilaku kearah sesuatu seperti yang
14
dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi.
(Lawrence, 1990)
Di kalangan para ahli muncul berbagai pendapat tentang
motivasi. Meskipun demikian, ada juga semacam kesamaan pendapat
yang dapat ditarik mengenai pengertian motivasi, yaitu : dorongan dari
dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Yang dapat di
amati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut.
(Notoatmodjo, 2003).
b. Pembagian motif
Motif dapat dibagi berdasarkan pandangan dari para ahli, antara
lain sebagai berikut :
1). Woodworth dan Marquis (1955), membedakan motif yang
berdasarkan kebutuhan manusia menjadi 3 macam :
a). Motif kebutuhan organis, seperti minum, makan, bernafas,
seksual, bekerja, dan beristirahat.
b). Motif darurat, yang mencakup dorongan-dorongan
menyelamatkan diri, berusaha, dan dorongan untuk membalas.
c). Motif obyektif, yang meliputi kebutuhan untuk melakukan
eksplorasi, melakukan manipulasi, dan sebagainya.
2). Pembagian motif berdasarkan atas terbentuknya motif tersebut
mencakup :
15
a) Motif-motif pembawaan, yang dibawa sejak lahir, tampa
dipelajari, misalnya : dorongan untuk makan,minum, beristirahat,
dorongan seksual dan sebagainya.
b) Motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang timbul karena
dipelajari seperti dorongan untuk belajar sesuatu, dorongan untuk
mengejar kedudukan, dan sebagainya.
3). Pembagian motif berdasarkan penyebabnya
a) Motif ekstrisik, yaitu motif yang berfungsi karena adanya
rangsangan dari luar. Misalnya, mahasiswa yang belajar karena ia
tahu bahwa besok mau ujian.
b) Motif instrisik, yaitu motif yang berfungsi tanpa rangsangan dari
luar tapi sudah dengan sendirinya terdorong untuk berbuat
sesuatu.
4). Menurut Maslow (1964), motif manusia dapat digolong-golongkan
dan tiap-tiap golongan tersebut mempunyai hubungan jenjang.
Maksudnya, suatu motif timbul kalau motif yang mempunyai jenjang
lebih rendah telah terpenuhi.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah :
1) Faktor fisik
Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi
fisik, misal status kesehatan pasien kusta.
16
2) Faktor proses mental
Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja,
tapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut.
3) Faktor hederitas
Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe
kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe
kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya.
(Notoatmodjo, 2003)
4) Faktor lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu yang berada di sekitar individu baik
fisik, biologis, maupun sosial (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan
sangat berpengaruh terhadap motivasi pasien kusta untuk melakukan
pengobatan lanjutan. Termasuk dalam lingkungan salah satunya
adalah dukungan keluarga.
5) Faktor kematangan usia
Kematangan usia akan mempengaruhi pada proses berfikir dan
pengambilan keputusan untuk melakukan pengobatan lanjutan.
6) Fasilitas (sarana dan prasarana)
Ketersediaan fasilitas untuk melakukan pengobatan lanjutan yang
memadai, mudah terjangkau menjadi motivasi bagi pasien untuk
berobat kembali. Termasuk dalam fasilitas adanya pembebasan biaya
berobat untuk pasien kusta.
17
7) Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau
informasi kesehatan (Sugiyono, 1999). Dengan adanya media ini
pasien kusta akan menjadi lebih tahu tentang penyakit kusta dan pada
akhirnya akan menjadi motivasi untuk melakukan pengobatan
lanjutan.
4. Kusta
a. Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang
menyerang saraf tepi, kulit dan jariangan tubuh lainnya.(Keperawatan-
gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan. kusta. html
diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).
Kusta atau leprae atau disebut juga penyakit norbus hansen adalah
penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium
leprae.(file://G:\ kusta-wikipedia Bahasa Indonesia, mensiklopedia
bebas.htm).
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
mycobakterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian
atas, sistem retikuloendotelial, mata otot, tulang, dan testis, kecuali
susunan syaraf pusat.pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat
asimtomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan
18
mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan
dan kaki. (Emmys.Sjamsoe, dkk,1997)
b. Gambaran klinis
Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling
1. Tipe TT
• Mengenai kulit dan syaraf
• Lesi lebih dari satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat,
batas tidak jelas, regresi atau kontrol healing (+).
• Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir
sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan
saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.
• Infiltrasi tuberkoloid (+) tidak adanya kuman merupakan tanda
adanya respon imun penjamu yang adekuat terhadap hasil kusta.
2. Tipe Borderline Tuberkoloid (BT)
• Hampir sama dengan dengan tipe tuberkoloid
• Gambar hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak
sejelas tipe TT
• Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT, biasanya tidak simetris
• Lesi satelit (+), terletak dekat saraf perifer menebal.
3. Tipe Mid Borderline (MB)
• Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai
• Lesi dapat berupa macula infiltrate
19
• Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi
melebihi tipe BT, cenderung simetris.
• Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.
• Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi
berbentuk oral pada bagian tengah dengan batas jelas yang
merupakan tipe khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatus (BL)
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar
keseluruh tubuh, makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya,
beberapa nodus melekuk bagian tengahnya, beberapa plak tampak
seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi,
hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih
cepat muncul dari pada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat
teraba pada tempat prediteksi.
5. Tipe Lepromatosa (LL)
• Lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus lebih eritoma,
berkilap, batas tidak tegas, atau tidak temukan anestesi dan
anhidrosis pada stadium dini.
• Distribusi lesi khas pada wajah dan badan
• Stadium lanjut : Penebalan kulit progresif, cuping telinga
menebal, garis muka kasar dan cekung membentuk fasies
leonien, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis, deformitas
hidung, pembesaran kelenjar limfe,orkitis atrofi,testis,kerusakan
20
saraf luas gejala dan glouses anestesi, penyakit progresif,makula
dan popul baru, timbul lesi lama terjadi plakat dan nodus,serabut
saraf tepi mengalami degenerasi hialin / fibrosis menyebabkan
anestesi dan pengecilan tangan dan kaki.
6. Tipe Intetminate (Tipe yang tidak tertmasuk dalam klasifikasi
Redley & Jopling)
• Beberapa makula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar
normal.
• Lokasi bagian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-
kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan
saraf.
• Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
(Keperawatan-gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan.
kusta. html diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).
c. Penyebab
M. Leprae atau kuman kusta adalah kuman penyebab penyakit
kusta. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan dengan
ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic biasanya berkelompok dan
ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. dan bersifat
tahan asam (BTA), kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik
pada binatang Armadillo.
21
(Keperawatan-gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan.
kusta. html diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).
d. Masa tunas penyakit kusta
Masa belah diri kuman kusta memerlukan waktu yang sangat
lama dibandingkan dengan kuman yang lain, yaitu 12-21 hari. Oleh
karena itu masa tunas menjadi lama yaitu 2-5 tahun. (Emmy S, 2003)
e. Cara penularan
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe
multibasilar (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung.
Cara penularan pasti belum diketahui dan masih bersifat misterius.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Rees (1975) dapat ditarik
kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta
tergantung dari 2 hal, yaitu :
1) Jumlah dan keganasan Mycobacterium leprae
2) Daya tahan tubuh penderita.
Di samping itu faktor yang berperan dalam hal penularan adalah :
1) Usia : Anak-anak lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa
2) Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti oleh penyakit kusta
dibandingkan wanita (karena kontak lebih banyak pada laki-laki)
3) Ras : Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti oleh
penyakit kusta dibandingkan dengan bangsa eropa.
4) Keadaan sosial ekonomi : umumnya negara-negara endemis kusta
adalah negara-negara yang tingkat sosial ekonominya rendah.
22
5) Lingkungan : Fisik, biologis,sosial yang kurang sehat.
(Depkes RI, 1986)
f. Komplikasi
Mycobacterium leprae menyerang syaraf tepi pada tubuh
manusia. Tergantung dari kerusakan urat syaraf tepi, maka akan terjadi
gangguan fungsi syaraf dari kerusakan syaraf tepi : Sensorik, motorik,
dan otonom.
1). Kerusakan fungsi sensorik.
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang
Mati rasa (anestesi). Akibat kurang/mati rasa pada telapak tangan
dan kaki dapat terjadi luka. Sedangkan pada kornea mata akan
mengakibatkan kurang/hilangnya reflek kedip sehingga mata mudah
kemasukan kotoran. Benda-benda asing yang dapat menimbulkan
infeksi mata dan akhirnya kebutaan.
2). Kerusakan fungsi motorik.
Kerusakan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/lumpuh dan
lama-lama ototnya mengecil (atrofi) oleh karena tidak
dipergunakan.jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok (”claw
hand/claw toes”) dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendinya
(kontraktur). Bila terjadi kelemahan/kelumpuhan pada otot kelopak
mata tidak dapat dirapatkan (”lagophthlmos”).
23
3). Kerusakan fungsi otonom
Terjadinya gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal,
mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah. Pada umumnya apabila
akibat kerusakan fungsi syaraf tidak ditangani secara cepat dan tepat
maka akan terjadi cacat ketingkat yang lebih berat.
(Depkes RI, 1996)
g. Pengobatan kusta
Obat-obat yang digunakan :
1) DDS
Singkatan dari Diamino diphnyl sulfone, bentuk obat berupa tablet
warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tab, sifat
bakteriostatik yaitu menghalangi/menghambat pertumbuhan kuman
kusta, dosis untuk dewasa 100 mg/tab dan untuk anak-anak 1-2
mg/kg bb/hr. Efek sampingnya adalah anemia hemilitik,alergi,
anoreksia, nausea, vomitus, hepatitis, neoropati perifer, sakit kepala,
vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, psychosis.
2) Rifamicin
Bentuk kapsul atau kaplet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600
mg, sifat mematikan kuman kusta, dosis untuk dipergunakan dalam
pengobatan kombinasi, lihat pada regimen pengobatan MDT. Untuk
anak-anak dosisnya adalah 10-15 mg/kg bb. Efek samping yang
ditimbulkan oleh rifamicin yaitu dapat menimbulkan kerusakan pada
24
hati dan ginjal. Dengan pemberian rifamicin 600 mg/bulan tidak
berbahaya bagi dan ginjal(kecuali ada tanda-tanda penyakit
sebelumnya). Sebelum pemberian obat ini perlu dilakukan tes fungsi
hati apabila ada gejala yang mencurigakan.
3) Lamprene (B663) juga disebut Clofazimine
Bentuk kapsul warna coklat, ada takaran 50 mg/kapsul dan 100
mg/kaps. Sifatnya bakteristatik yaitu menghambat pertumbuhan
kuman dan anti reaksi (menekan reaksi). Dosis untuk digunakan
obat kombinasi dan efek sampingnya yaitu warna kulit terutama pada
infiltrat berwarna ungu sampai kehitam-hitaman yang dapat hilang
bila pemberian obat lamprene distop, gangguan pencernaan berupa
diare, nyeri lambung.
4) Prednison
Obat yang digunakan untuk penanganan pengobatan reaksi.
Mengenai cara pemberiannya.
5) Sulfat ferrosus
Obat tambahan untuk penderita kusta yang anemia berat.
6) Vitamin A
Obat ini digunakan untuk menyehatkan kulit yang bersisik
(ichthiosis)
(Depkes RI, 1996)
25
h. Asuhan Keperawatan Kusta
1. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping individu
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses reaksi
c. Gangguan aktivitas b/d post amputasi
d. Resti injuri b/d invasif bakteri
2. Intervensi
Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping individu
Tujuan :
Klien dapat menerima perubahan dirinya setelah diberikan
penjelasan dengan kriteria hasil :
• Klien dapat menerima perubahan dirinya
• Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan)
• Klien tidak merasa malu
Intervensi :
• Bantu klien agar realitis, dapat mnerima keadaanya dengan
menjelaskan bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali
normal.
• Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan
tubuhnya dan latihan otot tangan dan kaki untuk mencegah
kecacatan lebih lanjut.
26
• Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses
reaksi
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :
• Klien merasakan nyeri berkurang
• Klien tenang
• Pola isitrahat tidur normal, 7-8 jam sehari
Intervensi :
• Kali skala nyeri klien
• Alihkan perhatian klien terhadap nyeri
• Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital
• Awasi keadaan luka poerasi
• Ajarkan nafas dalam 7 dan massage untuk mengurangi nyeri
• Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.
Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi
Tujuan :
Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah
dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :
• Klen dapat beraktivitas mandiri
• Klien tidak diam di tempat tidur terus menerus
27
Intervensi :
• Motivasi klien untuk beraktivitas mandiri
• Mengajarkan range of motion : terapi latihan post amputasi
• Motivasi klien untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
kemampuannya.
(Keperawatan-gun. blogspot. Com / 2008 / 06 / asuhan keperawatan.
kusta. html diperoleh tanggal 27 Oktober 2008).
i. Kerangka teori
Faktor Predisponsi: a. Kepercayaan b. Fungsi geografi c. Individu
1. Pengetahuan 2. Sikap/motivasi
Perilaku
kesehatan
Faktor Pendukung: - Ketersediaan fasilitas
kesehatan
Faktor Pendorong:
a. Sikap & perilaku petugas
b. Dukungan keluarga
Gambar.1 skema faktor penentu kepatuhan menurut Noto Atmodjo,1993.
28
j. Kerangka konsep
Gambar.2 kerangka konsep penelitian
Keterangan : area penelitian
- Tingkat Pengetahuan
- Motivasi
Kepatuhan minum obat
Variabel Dependen Variable Independen
k. Variabel Penelitian
a. Variabel Independen
Adalah variabel untuk menentukan atau berpengaruh terhadap
variabel dependen. Dalam hal ini variabel independen adalah :
pengetahuan.
b. Variabel Dependen
Adalah variabel yang kondisinya/nilainya dipengaruhi oleh variabel
lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi dalam
melakukan pengobatan.
l. Hipotesa
Dari permasalahan yang ada maka peneliti memunculkan hipotesa yaitu :
a. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan
kepatuhan klien dalam melakukan pengobatan lanjutan penyakit
kusta.
b. Ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan
klien dalam melakukan pengobatan lanjutan penyakit kusta.