BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · lele dumbo kurang baik karena ukuran mata yang...
Transcript of BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · lele dumbo kurang baik karena ukuran mata yang...
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan
2.1.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)
Ikan lele Dumbo merupakan hibrida dari jenis Clarias fuscus untuk induk betina yang
merupakan lele asal Taiwan dengan induk jantan yang berasal dari Afrika yaitu jenis Clarias
mosambicus (Suyanto, 1992) sehingga lele dumbo bukanlah merupakan lele yang berasal dari
indonesia.
Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Secara alami ikan ini bersifat
nocturnal, yang artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap
(Blaxer, 1969). Ikan ini bersifat karnivor, mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan
berkulit licin (Chen, 1976). Bentuk kepala pipih (depress) dan disekitar mulutnya terdapat
empat pasang sungut. Pada sirip dadanya terdapat patil atau duri keras yang digunakan untuk
mempertahankan diri dan kadang-kadang dipakai untuk berjalan di permukaan tanah (Huet,
1972). Ikan lele mempunyai organ arboresent yang merupakan alat pernapasan tambahan dan
memungkinkan ikan ini untuk mengambil oksigen dari udara di luar air ( Viveen et al., 1987).
Klasifikasi Ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) dan Suyanto (1992) adalah
sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroide
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
Untuk lebih jelas bagaimana bentuk ikan lele, perhatikan Gambar 1 dibawah ini
Gambar 1. Clarias sp (www.wikipedia.com)
4
Tubuh ikan lele dumbo cenderung lebih panjang dan lebih besar dari pada lele lokal pada usia
yang sama Pada tubuhnya ada titik-titik putih membentuk garis memotong. Indra penglihatan
lele dumbo kurang baik karena ukuran mata yang kecil namun terdapat alat peraba berupa
empat pasang sungut yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar dan dua
pasang sungut mandibula (Najiyati, 1992).
2.1.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih kesamping. Mulut terletak di
ujung tengah dan dapat disembulkan. Ikan ini mempunyai dua pasang sungut. Sungut inilah
yang merupakan salah satu pembeda antara ikan mas dengan mas koki. Ikan mas termasuk
omnivore. Suhu dan pH air untuk pertumbuhan optimal adalah 20-25 oC dan 7-8 (Susanto,
2007)
Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1968) dan Tim Lentera (2002) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Superkelas : Pisces
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Bentuk ikan mas diberikan pada Gambar 2 dibawah ini
Gambar 2. Cyprinus carpio (www.wikipedia.com)
5
2.1.3 Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)
Ikan nila hitam merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki toleransi yang tinggi
terhadap perubahan lingkungan, tahan terhadap serangan penyakit serta ikan ini termasuk
hewan pemakan segala (omnivore) (Margolang 2009).
Ikan nila mempunyai sirip punggung, sirip dubur dan sirip perut yang masing-masing
mempunyai jari-jari keras dan jari-jari lunak yang tajam seperti duri (Suyanto 1994). Ikan
nila hidup di sungai, rawa, danau, waduk dan sawah. Pada daerah tropis ikan nila hidup dan
tumbuh dengan baik sepanjang tahun pada lokasi sampai ketinggian 500 m diatas permukaan
laut (Direktorat Jendral Perikanan 1991).
Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) dalam Suyanto (1994) adalah sebagai
berikut:
Filum : Chordata
Subfilum :Vertebrata
Kelas : Osteichytes
Subkelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Gambar 3 di bawah ini merupakan bentuk dari ikan nila hitam.
Gambar 3. Oreochromis niloticus (www.wikipedia.com)
2.2 Prinsip Kerja Hidroakustik
Deteksi dengan pengukuran gema ikan secara akustik memungkinkan untuk
menganalisis tingkah laku penyebaran, dan struktur ikan. Semua penelitian ikan secara
akustik, didasari oleh evaluasi kepadatan relative (Petit and Cotel, 1996). Metode yang
sedang dikembangkan saat ini adalah metode integrasi gema. Perkembangan teknologi ini
6
semakin maju, membawa kita pada penerapan teknologi yang menggunakan echosounder dan
echointegrator. Teknologi ini telah membawa revolusi dalam dunia eksplorasi sumber daya
alam perairan. Sistem konvensional dalam penentuan daerah penangkapan oleh nelayan, kini
lebih terbantu lagi dengan metode akustik yang dapat menjadi referensi tepat dalam
penentuan daerah penyebaran ikan. Peralatan echo integrator digunakan untuk mendapatkan
integrasi sinyal echo dari echosounder beam tunggal, beam ganda, maupun beam terbagi atau
sonar konvensional. Tingkat ketepatan teknik ini sangat tinggi dan menguntungkan, sehingga
dapat digunakan sebagai penduga kelimpahan ikan di suatu perairan (Kailola dan Trap, 1984
dalam Natsir et.al., 2005).
Beberapa keunggulan dan keuntungan yang di dapat dengan menggunakan peralatan
metode akustik dalam pendugaan kelimpahan dan distribusi kelompok ikan (MacLennan and
Simmonds, 2005):
(1) Menghasilkan informasi tentang distribusi dan kelimpahan ikan secara tepat dan
mencakup kawasan luas.
(2) Pendugaan stok ikan dilakukan secara langsung tanpa harus bergantung kepada data
statistic perikanan
(3) Memiliki ketelitian dan ketepatan tinggi serta dapat digunakan saat metode lain tidak
bisa dgunakan
(4) Tidak berbahaya atau merusak karena frekuensi suara yang digunakan tidak
membahayakan bagi pemakai alat maupun target survey.
Prinsip dari pengoperasian metode akustik adalah dimulai dari timer yang berfungsi
sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan
oleh transmitter melalui transducer. Selanjutnya, transducer mengubah energi listrik menjadi
energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium. Gelombang akustik yang merambat
di kolom perairan akan mengenai target seperti ikan atau dasar perairan dimana gelombang
akustik ini akan dipantulkan kembali dalam bentuk echo dan akan diterima oleh transducer
dan mengubahnya menjadi energi listrik dan diteruskan ke receiver amplifier ini, sinyal
listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa
ribu kali sebelum diteruskan ke unit peraga untuk ditampilkan dalam bentuk echogram
(MacLennan and Simmonds, 2005)
7
FAO (1985) menjelaskan gangguan yang biasa terjadi dalam menjalankan metode
akustik disebut noise. Noise merupakan sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi
karena beberapa faktor seperti:
(1) Faktor fisik : angin, pecahan ombak, turbulensi
(2) Faktor biologi : suara dan pergerakan binatang dibawah air
(3) Faktor artificial : deruman mesin kapal, baling-baling kapal, dan aliran air di
sekitar kapal.
2.2.1 Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan instrumen akustik yang paling sederhana
dengan memancarakan beam tunggal sehingga kita dapat informasi tentang kedalaman dan
target yang dilaluinya. Dengan menggunakan berbagai frekuensi yang berbeda pada
echosounder dan beam-width yang berbeda akan didapatkan hasil yang berbeda pula.
Frekuensi yang digunakan pada umumnya untuk aplikasi deteksi ikan adalah 38 kHz, 120
kHz, 200 kHz atau 420 kHz sedangkan beam –width yang digunakan berkisar antara 5o-
15o(MacLennan and Simmonds, 2005). Pada penelitian ini digunakan frekuensi 200 kHz dan
beam-width 6o.
Gambar 4. Salah satu contoh beam pattern dari BioSonics dengan frekuensi 200 Khz lebar
beam 6o dan side lobes -35dB sampai -30 dB (Solid line). Beam 5.5o dengan side lobes
sekitar -18 dB (dotted line). Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)
8
Gambar 5. Komponen single-beam echosounder pada kapal Sumber: Ozcoast (2009)
Hasil dari deteksi yang dilakukan echosounder ini selanjutnya akan ditampilkan
dalam bentuk echogram. Tampilan pada echogram berupa warna-warna yang memiliki
karakteristik sendiri, biasanya sinyal yang kuat ditandai dengan warna merah/hitam lalu
berurut secara mundur biru/abu-abu menunjukan sinyal lemah (MacLennan and Simmonds,
2005)
9
Gambar 6. Echogram Sumber : MacLennan and Simmonds (2005)
Konsep pada single-beam echosounder dari mendeteksi target sampai
menampilkannya pada echogram dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 7. Prinsip kerja single-beam echosounder Sumber : McLennan and Simmonds (2005)
10
2.2.2 Near Field dan Far Field
Menurut Lurton (2002) pada saat transducer memancarkan suara maka akan terjadi
perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh transducer ke suatu
medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada medium tersebut. Proses hilangnya
energi tersebut bergantung pada jarak antara titik observasi terhadap transducer. Terdapat dua
zona dimana terjadi perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut adalah Near
field dan Far field.
Near Field (zona Fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik yang
berbeda fase satu dengan lainnya pada saat transducer mentransmisikan suara (Lurton, 2002).
Sedangkan menurut MacLennan and Simmonds (2005), Near Field merupakan jarak dari
permukaan transducer sampai kejarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau
tekanan. Far field (zona Fraunhofer) adalah zona terjadinya perbedaan sinyal karena
pengaruh interferensi yang hilang pada wilayah tersebut. Intensitas berkurang seiring
bertambahnya kedalaman. Menurut MacLennan and Simmonds (2005), Far field merupakan
jarak dimana terjadinya fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisikan transducer.
Menurut Larson, Brain F. (2001) jarak Near Field dapat diformulasikan sebagai
berikut :
……………………………………………………………….. (1)
Gambar 8. Ilustrasi daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)
11
dengan a sebagai diameter transducer dan adalah panjang gelombang pulsa dari transducer
2.2.3 Kecepatan Suara
Nilai kecepatan suara di laut tidak lah konstan melainkan bervariasi antara 1450 m/s
hingga 1550 m/s. variasi ini dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman. Selain terhadap
suhu dan salinitas, kecepatan juga berubah dengan adanya perubahan frekuensi atau panjang
gelombang suara yang dipancarkan menurut persamaan dimana c adalah
kecepatan suara, adalah panjang gelombang dan f adalah frekuensi. Menurut MacKaenzie
(1981) dan Munk et al. (1995) in Stewart (2007), hubungan kecepatan suara dengan suhu,
salinitas dan tekanan dapat digambarkan melalui persamaan berikut
1448.96 4.591 0.05304 0.0002374 0.01630 1.340
0.01025 35 1.675 10 7.139 10 …….(2)
Keterangan :
C = kecepatan suara (m/s)
T = suhu (oC)
S = Salinitas (permil)
Z = Kedalaman (m)
Pengukuran kecepatan suara di perairan dilaksanakan dengan tujuan untuk
menentukan dan memastikan ada atau tidaknya perubahan sifat fisik tersebut di media,
dimana gelombang bunyi dipancarkan sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan
kecepatan gelombang bunyi selama penjalarannya (MacLennan and Simmonds, 2005).
2.2.4 Target Strength (TS)
Target Strength (TS) merupakan faktor terpenting dalam pendeteksian dan pendugaan
stok ikan dengan menggunakan metode hidroakustik. TS merupakan suatu ukuran yang dapat
menggambarkan kemampuan suatu target untuk memantulkan gelombang suara yang datang
mengenainya.
Nilai TS suatu ikan tergantung kepada ukuran dan bentuk tubuh, sudut datang pulsa,
tingkah laku atau orientasi ikan terhadap tranducer, keberadaan gelembung renang, frekuensi
atau panjang gelombang, acoustic impedance dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan
12
kulitnserta distribusi dari sirip dan ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini sangat kecil
karena nilai kerapatannya tidak terlalu jauh dengan air (MacLennan and Simmonds, 2005)
Menurut Coates (1990) Menyatakan TS adalah ukuran decibel intensitas suara yang
dikembalikan oleh target, diukur pada jarak standar satu meter dari pusat target relatif
terhadap intensitas suara yang mengenai target. Johannesson dan Mitson (1983) membagi dua
definisi TS berdasarkan domain yang digunakan, yaitu intensitas target strength (TSi) dan
energi target strength (TSe). Berdasarkan intensitas target strength dapat diformulasikan
sebagai berikut :
10 log , 1 …………………………………………….(3)
dimana :
TSi = Intensitas target strength
Ir = Intensitas suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target
Ii = Intensitas suara yang mengenai target
Sedangkan energi target strength diformulasikan sebagai
10 log , 1 ……………………………….……………(4)
dimana :
TSe = Energi target strength
Er = Energi suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target
Ei = Energi suara yang mengenai target
Menurut Maclennan dan Simmond (2005), TS merupakan backscattering cross
section dari target yang mengembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan :
10 log …..……………………………………………………(5)
Sedangkan menurut Burczynski dan Johnson (1986) kesetaraan backscattering cross section
( ) dengan TS dinyatakan dalam persamaan :
13
10 log ….…………………………………………………(6)
TS ikan tunggal sebagai scalling factor bagi volume back scattering strength
kelompok ikan agar diperoleh pendugaan kelimpahan ikan. Dawson dan Karlp (1990),
pendugaan baik ukuran maupun densitas ikan selalu tergantung pada distribusi target
strength.
2.2.5 Volume Backscattering Strength (Sv)
Volume backscattering strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas yang
direfleksikan oleh suatu group single target, dimana target berada pada suatu volume air
(Lurton, 2002). MacLennan and Simmonds (2005) menyatakan bahwa Sv dari kelompok ikan
dapat ditentukan dari volume reverberasi. Teori volume reverberasi menggunakan pendekatan
liniear untuk directional transducer dengan asumsi :
(1) Ikan bersifat homogen atau terdistribusi merata dalam volume perairan.
(2) Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada refleksi oleh medium
hanya spreading loss saja.
(3) Densitas yang cukup dalam satuan volume.
(4) Tidak ada Multiple Scattering.
(5) Panjang pulsa yang pendek untuk propagasi diabaikan
Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari
intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal
… . ……..………………………………(7)
dimana n = jumlah target
Suatu grup terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik serupa maka diperoleh persamaan
sebagai berikut:
. ………………………………………………………………..(8)
dimana = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal
Equivalent cross section rata-rata tiap target
14
∑ ………………………………………………………………(9)
Menurut definisi 4 akan menjadi
4 …………………………………..……………………………(10)
Dengan mengganti . maka akan diperoleh
. …………………………………….………………...(11)
Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah
proposional terhadap jumlah individu target (n), scattering cross section rata-rata tiap target
dan intensitas suara yang mengenai target (Ii).
Persamaan ini merupakan dasar untuk pendugaan secara kuantitatif dari biomassa atau
stok ikan dengan metode akustik. Metode echo integration yang digunakan untuk mengukur
Sv yaitu berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transduser.
2.3 Wavelet
2.3.1 Pengenalan Wavelet
Analisis Transformasi Fourier adalah sebuah perangkat matematik untuk
menstransformasikan sudut pandang kita terhadap sinyal dari domain waktu ke domain
frekuensi, tetapi transformasi Fourier mempunyai kekurangan, yaitu apabila kita melakukan
transformasi ke domain frekuensi maka informasi waktu akan hilang. Keuntungannya adalah
dapat melihat transformasi Fourier dari suatu sinyal maka adalah tidak mungkin untuk
mengetahui kapan fenomena itu terjadi.
Sebagai usaha untuk mengurangi kekurangan pada transformasi Fourier yang gagal
memberikan informasi waktu dan frekuensi secara bersamaan, Gabor memperkenalkan teknik
STFT (Short Time Fourier Transfrom) yang melakukan pemetaan sebuah sinyal ke dalam
fungsi berdimensi dua, yaitu dalam waktu dan frekuensi. STFT memberikan informasi
mengenai kapan dan pada frekuensi berapa suatu sinyal event terjadi. Tetapi, STFT memiliki
keterbatasan bahwa informasi serentak dalam waktu dan frekuensi dapat dicapai dengan
presisi yang terbatas, dibatasi oleh ukuran jendela (window) yang dipilih. Sekali dipilih
ukuran tertentu dari jendela maka jendela tersebut akan sama untuk semua frekuensi.
15
Wavelet adalah gelombang kecil yang mempunyai energy terkonsentrasi dalam waktu
yang dapat dipakai sebagai alat analisis fenomena transien, nonstastioner, atau time varying.
Transformasi wavelet menguraikan sinyal dilatasi dan translasi wavelet (Habibie, 2007).
2.3.2 Analisis wavelet
Sebuah gelombang (wave) biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi osilasi dari
waktu, misalnya sebuah gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet merupakan gelombang
singkat (small wave) yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk
memberikan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu
(time-varying) (Polikar, 1996). Karakteristik dari wavelet antara lain adalah berosilasi
singkat, translasi (pergeseran) dan dilatasi (skala). Berikut ini akan diperlihatkan gambar dari
sebuah sinyal biasa dan sinyal wavelet.
Gambar 9. Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet (Mathworks, 2002)
Secara sederhana, translasi (pergeseran) pada wavelet bermaksud untuk menggeser
permulaan dari sebuah wavelet. Secara matematis, pergeseran sebuah fungsi f(t) dengan k
direpresentasikan dengan f(t-k) (The Math Works Inc, 2000)
Gambar 10. Pergesaran pada wavelet (Mathworks, 2002)
Skala (dilatasi) dalam sebuah wavelet berarti pelebaran atau penyempitan wavelet.
Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
16
Gambar 11. Scale pada wavelet (Mathworks, 2010)
Sebuah faktor skala dapat dinyatakan sebagai α. Apabila α diperkecil maka wavelet
akan menyempit dan terlihat gambaran mendetail namun tidak menyeluruh, kebalikannya
apabila α diperbesar maka wavelet akan melebar dan terlihat gambaran kasar, global namun
menyeluruh. Dengan menggunakan wavelet pada skala resolusi yang berbeda, akan diperoleh
gambaran keduanya, yaitu gambaran mendetail dan menyeluruh. Selain itu, terdapat
keterkaitan antara skala pada wavelet dengan frekuensi yang dianalisa oleh wavelet. Nilai
sekala yang kecil berkaitan dengan frekuensi tinggi sedangkan nilai skala yang besar
berkaitan dengan frekuensi rendah.
Tahap pertama analisis wavelet adalah menentukan tipe wavelet, yang disebut dengan mother
wavelet atau analyzing wavelet, yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena fungsi
wavelet sangat bervariasi dan dikelompokan berdasarkan fungsi dasar masing-masing.
2.3.3 Transformasi wavelet
Transformasi wavelet memiliki kemampuan untuk menganalisa suatu data dalam
domain waktu dan domain frekuensi secara simultan. Analisa data pada transformasi wavelet
dilakukan dengan membagi suatu sinyal ke dalam komponen-konponen frekuensi yang
berbeda-beda dan selanjutnya masing-masing komponen frekuensi tersebut dapat dianalisa
sesuai dengan skala resolusinya. Hal ini seperti proses filtering, dimana sinyal dalam domain
17
waktu dilewatkan ke dalam filter highpass dan lowpass dan memisahkan komponen frekuensi
tinggi dan fekuensi rendah.
Wavelet merupakan sebuah fungsi variable real t, diberi notasi dalam dalam ruang
fungsi . Fungsi ini dihasilkan oleh parameter dilatasi dan translasi, yang dinyatakan
dalam persamaan (Wang dan Nicholas, 1998):
Ψ , t a Ψ ; a 0, …………………………………...………(12)
Ψ , 2 ⁄ Ψ 2 t k ; j, k ε Z …………..…………………………………(13)
Dimana :
a = parameter dilatasi
b = parameter translasi
R= mengkondisikan nilai a dan b dalam nilai integer
2j = parameter dilatasi (parameter frekuensi atau skala)
k = parameter waktu atau lokasi ruang
Z = mengkondisikan nilai j dan k dalam nilai integer
Fungsi wavelet pada persamaan (7) dikenalkan pertama kali oleh Grossman dan Morlet,
sedangkan persamaan (8) oleh Daubechies (Polikar, 1996). Pada fungsi Grossman-Morlet, a
adalah parameter dilatasi dan b adalah parameter translasi, sedangkan pada fungsi
Daubechies, para meter dilatasi diberikan oleh 2j dan parameter translasi oleh k. Kedua fungsi
dapat dipandang sebagai mother wavelet, dan harus memenuhi kondisi (Wang dan
Nicholas, 1998):
Ψ 0………………………………………………………….(14)
yang menjamin terpenuhinya sifat ortogonalitas vektor
Pada dasarnya, transformasi wavelet dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan
nilai parameter translasi dan dilatasinya, yaitu transformasi wavelet kontinu (continue
wavelet transform) dan diskrit (discrete wavelet transform).
18
2.4 Continous Wavelet Transfrom (CWT)
CWT menganalisa sinyal dengan perubahan skala pada window yang dianalisis,
pergeseran window dalam waktu dan perkalian sinyal serta mengintegralkan semuanya
sepanjang waktu (Polikar, 1996). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
, Ψ , . ……………………………………………..(15)
dimana Ψ , seperti pada persamaan (8), sedangkan transformasi wavelet diskrit menganalisa
suatu sinyal dengan skala yang berbeda dan mempresentasikannya kedalam skala waktu
dengan menggunakan teknik filtering, yakni menggunakan filter yang berbeda frekuensi cut
off-nya
2.5 Discrete Wavelet Transfrom (DWT)
Berdasarkan fungsi mother waveletnya, bahwa fungsi wavelet penganalisa untuk
transformasi wavelet diskrit dapat didefinisikan dalam persamaan (9). Berdasarkan
persamaan tersebut, representasi fungsi sinyal dalam domain wavelet diskrit
didefinisikan sebagai (Gonzales et al., 1993);
∑ , Ψ ,, …………………………………………………….(16)
, ini merupakan DWT dari fungsi f(t) yang dibentuk oleh inner product antara fungsi
wavelet induk dengan f(t):
, Ψ , , ………………………………………………………….(17)
sehingga f(t) disebut sebagai inverse discrete wavelet transform dapat dinyatakan dengan :
∑ Ψ , Ψ ,, ………………………………………………..(18)