BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Teori Hemodinamik. 1.1 Defenisi Hemodinamik Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998, dalam Jevon dan Ewens 2009). Pemantauan Hemodinamik dapat dikelompokkan menjadi noninvasif, invasif, dan turunan. Pengukuran hemodinamik penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai, dan pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan (gomersall dan Oh 1997, dalam Jevon dan Ewens 2009), pengukuran hemodinamik ini terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi (Hinds dan Watson 1999, dalam Jevon dan Ewens 2009). 1.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi, mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Hemodinamik.

1.1 Defenisi Hemodinamik

Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi

jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998, dalam

Jevon dan Ewens 2009). Pemantauan Hemodinamik dapat dikelompokkan

menjadi noninvasif, invasif, dan turunan. Pengukuran hemodinamik penting

untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai, dan

pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan (gomersall dan Oh 1997,

dalam Jevon dan Ewens 2009), pengukuran hemodinamik ini terutama dapat

membantu untuk mengenali syok sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan

tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi (Hinds dan Watson 1999,

dalam Jevon dan Ewens 2009).

1.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik

Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,

mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan

yang diberikan guna mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik

tubuh. Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya

memberikan informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan

dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

optimal. Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang

adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang

dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektro

kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berupa

gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat

akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel (Erniody, 2008).

1.3 Metode Non Invasif pada Pemantauan Hemodinamik

Menurut (jevon dan ewens, 2009):

1.3.1 Penilaian Laju Pernapasan

Laju pernafasan merupakan indikator awal yang signiikan dari disfungsi

selluler. Penilaian ini merupakan indikator fisiologis yang sensitif dan harus

dipantau dan direkam secara teratur. Laju dan kedalaman pernafasan pada

awalnya meningkat sebagai respons terhadap hipoksia selluler.

a. Frekuensi Pernapasan

- Normal dewasa Respiratory Rate (RR) adalah 12-20 kali / menit.

- RR harus dihitung selama 30 detik.

- Jika RR pasien berada di luar parameter RR dewasa normal maka RR harus

dihitung selama satu menit penuh untuk memastikan akurasi.

- RR harus dihitung sambil meraba nadi radial pasien sehingga pasien tidak

sadar bahwa Anda sedang mengamati mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

- Panggilan Darurat Klinik harus dilakukan jika kebutuhan oksigen meningkat

untuk mempertahankan laju pernapasan pasien.

b. Saturasi Oksigen

- Pulse oximetry mengukur saturasi oksigen dalam darah pasien. Perubahan

saturasi oksigen adalah tanda akhir dari gangguan pernapasan. Awalnya tubuh

akan mencoba dan mengkompensasi hipoksia dengan meningkatkan laju dan

kedalaman pernapasan. Pada saat saturasi oksigen menurun pasien biasanya

sangat terganggu.

- Saturasi oksigen normal adalah antara 95-100%.

- Saturasi oksigen <90% berkorelasi dengan kadar oksigen darah yang sangat

rendah dan membutuhkan tinjauan medis yang mendesak. Jika saturasi oksigen

pasien Anda rendah Anda biasanya akan melihat tanda-tanda lain bahwa pasien

sesak napas seperti peningkatan laju pernapasan dan usaha.

- Panggilan Darurat Klinik harus dilakukan jika kebutuhan oksigen meningkat

untuk mempertahankan saturasi oksigen.

1.3.2 Penilaian Denyut EKG

Denyut yang cepat, lemah dan bergelombang merupakan tanda khas dari

syok. Denyut yang memantul penuh atau menusuk mungkin merupakan tanda

dari anemia, blok jantung, atau tahap awal syok septik. Perbedaan antara

denyut sentral dan denyut distal meungkin disebabkan oleh penurunan curah

jantung dan juga suhu sekitarnya yang dingin. Pematauan EKG merupakan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

metode noninvasif yang sangat berharga dan memantau denyut jantung secara

kontinu. Pemantauan ini dapat memberikan informasi kepada praktisi terhadap

tanda-tanda awal penurunan curah jantung.

1.3.3 Penilaian Haluaran Urin

Urin yang keluar dari tubuh secara tidak langsung memberikan petunjuk

mengenai curah jantung. Pada orang sehat, 25% curah jantung memberikan

perfusi ke ginjal. Ketika perfusi ginjal adekuat, maka urin yang keluar

harusnya lebih dari 0,5 mL/kg/jam. Menurunnya urin yang keluar dari tubuh

mungkin merupakan tanda awal dari syok hipovolemik karena ketika curah

jantung menurun, maka perfusi ginjal juga akan menurun. Jika urin yang

keluar dari tubuh kurang dari 500 mL/hari, maka ginjal tidak mampu

mengekskresikan sisa-sisa metabolisme tubuh, dan jika terjadi dalam waktu

yang lama bisa menyebabkan uremia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.

Pada pasien kritis, gagal ginjal akut biasanya disebabkan oleh perfusi ginjal

yang tidak adekuat yaitu kegagalan prarenal. Apabila diuretik telah diberikan,

misalnya furosemid, maka urin yang keluar dari tubuh tidak dapat membantu

penilain curah jantung. Jika pasien penggunakan kateter, maka pastikan selang

kateter tidak tersumbat atau terpelintir.

1.3.4 Pengukuran Tekanan Darah Arterial

Tekanan darah arterial (arterial blood pressure, ABP) adalah gaya yang

ditimbulkan oleh volume darah yang bersirkulasi pada dinding arteri.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

Perubahan pada curah jantung atau resistensi perifer dapat mempengaruhi

tekanan darah. Pasien dengan curah jatung yang rendah dapat

mempertahankan tekanan darah normalnya melaui vasokontriksi, sedangkan

pasien dengan vasodilatasi mungkin mengalami hipotensi walaupun curah

jantungnya tinggi, misanya pada sepsis. Tekanan arterial rata-rata (mean

arterial presure, MAP) merupakan hasil pembacaan tekanan rata-rata didalam

sistem arterial juga berfungsi sebagai indikator yang bermanfaat karena dapat

memperkirakan perfusi menuju organ-organ yang esensial seperti ginjal.

Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah, misalnya nikotin, ansietas,

nyeri, posisi pasien, obat-obatan, dan latihan fisik. Keakuratan pengukuran

tekanan darah juga hal yang sering terlupakan. Faktor yang akurat dalam

pengukuran terkanan darah adalah lebar manset dan posisi lengan. Manset

yang terlalu sempit akan menghasilkan pembacaan tekanan darah yang tinggi

palsu, sedangkan jika manset yang terlalu lebar akan menghasilkan

pembacaan tekanan darah yang rendah palsu. European standart

merekomendasikan lebar manset sebaiknya 40%, dan panjangnya 80-100%

dari lingkar ekstremitas. Posisi lengan harus ditopang pada posisi horizontal

setinggi jantung. Pengaturan posisi yang tidak benar selama mengukur

tekanan darah dapat menyebabkan kesalahan sebesar 10%. Penilaian darah

arterial dapat dilihat melalui denyut nadi, dan tekanan darah (jevon dan ewens,

2009).

a. Denyut Nadi

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

- Denyut nadi harus diukur dengan meraba nadi radial pasien.

- Jika Anda tidak dapat mengakses pulsa radial pasien, situs lain dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

- Nadi radial pasien harus dinilai untuk tingkat, irama dan amplitudo (kekuatan).

- Denyut nadi harus dihitung selama 30 detik atau lebih (1 menit) jika ritme tidak

teratur.

- Denyut nadi normal untuk orang dewasa adalah 60-100 bpm.

- Denyut nadi harus dihitung ketika pasien sedang beristirahat (saat istirahat =

tidak ada aktivitas fisik selama 20 menit).

(Sydney South West Area Health Service, 2010)

b. Tekanan Darah

- Dewasa Optimal BP harus <130 mmHg sistolik dan <85mmHg diastolik.

- The sistolik dewasa Tekanan Darah (SBP) harus lebih besar dari 90mmHg. Jika

SBP adalah <90mmHg yang RPAH Clinical Sistem Tanggap Darurat harus

diaktifkan.

- Jika SBP adalah> 200mmHg yang RPAH Clinical Sistem Tanggap Darurat

harus diaktifkan.

- Tekanan nadi dewasa normal (perbedaan antara SBP dan Tekanan Darah

Diastolik (DBP)) adalah antara 30 - 50 mmHg.

(Sydney South West Area Health Service, 2010)

1.3.5 Penilaian Suhu tubuh

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

Peningkatan suhu tubuh dapat menimbulkan kehilangan cairan dan elektrolit.

Dehidrasi hipernatremia (peningkatan Natrium) dapat meningkatkan peningkatan

suhu. Penurunan suhu tubuh dapat diakibatkan oleh hipovolemia, pada

kekurangan cairan yang berat, suhu rektal dapat turun sampai 35 C (Horne dan

Swearingen, 2001).

- Suhu yang akan dinilai sesuai dengan kondisi pasien, alasan untuk masuk atau

sesuai pedoman kebijakan lokal / lainnya.

- Suhu dewasa normal adalah antara 36,5 ° dan 37,5 ° C.

- Minimal, suhu yang akan dinilai dua kali sehari.

(Sydney South West Area Health Service, 2010)

1.4 Prinsip Pemantauan Dengan Transduser

1.4.1 Prinsip-Prinsip Pemantauan Tekanan Vena Sentral

Tekanan vena sentral (central vemous pressure, CVP) mencerminkan tekanan

pengisian atrium kanan atau preload ventrikel kanan dan bergantung pada volume

darah, tonus vaskular, dan fungsi jantung. CVP normal adalah 0-8 mmHg. Hasil

pembacaan CVP yang rendah biasanya menunjukkan hipovolemia, sedangkan

hasil pembacaan CVP yang tinggi memiliki berbagai penyebab, meliputi

hipervolemia, gagal jantung, dan embolisme paru (Jevon dan Ewens, 2009).

1. Indikasi pemakaian kateter vena sentral

Berbagai indikasi untuk pemakaian kateter vena sentral adalah:

1. Resusitasi cairan

2. Pemberian obat can cairan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

3. Pemberian makan secara parenteral.

4. Pengukuran tekanan vena sentral

5. Akses vena yang buruk

6. Pacu jantung

2. Metode pemantauan CVP

Terdapat dua pemantauan CVP:

- Sistem manometer: memungkinkan permbacaan intermitten dan

kurang akurat dibandingkan sistem transduser dan lebih jarang

digunakan.

- Sistem transduser: memungkinkan pembacaan secara kontinu yang

ditampilkan di monitor.

3. Bentuk Gelombang CVP

Bentuk gelombang CVP mencerminkan perubahan-perubahan pada

tekanan atrium kanan selama siklus jantung.

- Gelombang A: kontraksi atrium kanan (gelombang P pada EKG). Jika

kelombang A naik, maka pasien mungkin mengalami kegagalan

ventrikel kanan dan stenosis trikuspid.

- Gelombang C: penutupan katup trikuspid (mengikuti komplek QRS

pada EKG). Jarak dari A-C harus berhubungan dengan PR pada EKG.

- Gelombang V: tekanan yang terjadi pada atrium kanan selama

kontrakasi ventrikel, walaupun katup trikuspid telah tertutup (bagian

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

akhir gelombang T pada EKG). Jika gelombvang V naik, maka pasien

mungkin memiliki penyakit katup trikuspid.

4. Pengukuran CVP Normal

Pemantauan CVP secara normal menunjukkan pengukuran sebagai

berikut:

- 5- 10 mmHg mid-aksila

- 7-14 mmH2O mid-aksila

1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perfusi Jaringan

1.5.1 Curah Jantung

Curah jantung merupakan jumlah darah yang diejeksikan dari ventrikel

kiri dalam satu menit. Pada saat istirahat, jumlahnya sekitar 5000 ml.

Curah jantung diteentukan oleh denyut jantung dan isi sekuncup. Denyut

jantung meliputi aktivitas baroreseptor, efek bainbridge, pireksia, pusat-

pusat yang lebih tinggi, tekanan intrakranial, kadar oksigen dan karbon

dioksida dalam darah. Sekuncup merupakan jumlah darah yang

diejeksikan dari ventrikel kiri dalam satu kontraksi. Saat istirahat

jumlahnya sekitar 70 ml. Isi sekuncup dipengaruhi oleh denyut jantung,

kontraktilitas miokard, preload, dan afterload.

1.5.2 Resistensi perifer

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

Resistensi perifer adalah resistensi terhadap aliran darah yang ditentukan

oleh tonus susunan otot vaskular dan diameter pembuluh darah. Otot polos

didalam arteriol dikontrol oleh pusat vasomotor di medulla. Otot ini

berada dalam keadaan kontraksi parsial yang disebabkan oleh aktivitas

saraf simpatis secara kontinu. Peningkatan aktivitas vasomotor

menyebabkan vasokontriksi arteriol sehingga terjadi peningkatan resistensi

perifer. Jika curah jantung tetap konstan, maka tekanan darah akan

meningkat, begitu juga sebaliknya, penurunan aktivitas vasomotor

menyebabkan vasodilatasi dan penurunan pada resistensi perifer.

2 Teori pasca bedah

2.1 Defenisi

Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan teknik

invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani

melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sedangkan

Pasca pembedahan adalah: suatu keadaan dimana pasien telah dilakukan setelah

pembedahan, umumnya efek pembedahan masih terasa hingga beberapa jam setelah

pembedahan (Susetyowati, 2010).

2.2 Pengkajian Pasca Bedah

Pengkajian Pasca Bedah segera dalam (Brunner dan Suddarth, 2002):

1. Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.

2. Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan napas dan tanda-tanda vital.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

3. Anestetik dan medikasi lain digunakan (misalnya: narkotik, relaksan otot,

dan antibiotik).

4. Segala masalah yang terjadi dalam ruangan operasi yang mungkin

mempengaruhi perawatan pasca bedah.

5. Patologi yang dihadapi (jika: malignansi, apakah pasien atau keluarga sudah

diberitahu)’

6. Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan pergantian ciaran.

7. Segala selang, drain, kateter, atau alat bantu pendukung lainnya.

8. Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anestesi yang akan

diberitahu.

2.3 Komplikasi Pasca Bedah

Menurut (Brunner dan Suddarth, 2002), kompkliasi dari pasca bedah adalah:

2.3.1 Syok

Syok adalah komplikasi pasca bedah yang paling serius. Dimaniestasikan

dengan tidak memadainya oksigenasi selular serta tidak mampu untuk

mengekskresikan produk sampah metabolisme. Syok yang sering terjadi pada

pasien pasca pembedahan adalah syok hipovolemik dan syok neurogenik.

2.3.2 Hemoragi

Hemoragi dikelompokkan menjadi 3 yaitu: Primer, Intermediari, dan

Sekunder. Hemoragi Primer terjadi pada saat pembedahan. Hemoragi intermediari

terjadi selama beberapa jam setelah pembedahan. Ketikan kenaikan tekanan darah

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

ketingkat normalnya. Hemoragi sekunder terjadi waktu setelah pembedahan bila

ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi

terinfeksi atau mengalami erosi selang drainase.

2.3.3 Trombosis Vena Profunda (TVP)

TVP adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan

superfisial. Komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan

sindrome pascaflebitis.

2.3.4 Embolisme Pulmonal

Suatu embolus adalah benda asing(bekuan darah, udara, lemak) yang

terlepas dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran tubuh. Bahaya dari

embolisme pulmonal dapat meyebabkan serangan yang mendadak dan tiba-tiba,

neyri sperti ditusuk-tusuk.

2.3.5 Komplikasi Pernafasan

Komplikasi pernapasan yang mungki timbul adalah hipoksemia yang

mungkin tidak terdeteksi, atelektatis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia

lobaris, kongesti pneumonia hipostatik, pleurisi, dan superinfeksi.

2.3.6 Retensi Urin

Retensi urin dapat terjadi setelah prosedur pembedahan, namun retensi yang

paling sering terjadi pada bagian rektum, anus, dan vagina setelah oembedahan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

pada bagian abdomen bawah. Penyebab terjadinya retensi diduga adalah spasme

springter kandung kemih.

2.3.7 Komplikasi Gastrointestinal

Pembedahan pada traktus gastrointestinal sering kali menganggu proses

fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Komplikasi yang timbul dari

gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tergantung letak dan luasnya

pembedahan.

2.3.8 Psikosis Pasca Bedah.

Psikosis pasca bedah (abnormalitas mental) baik fisiologis maupun

psikologis ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dikenal sebagai faktor fisik

stres kerusakan sistem saraf pusat pasca bedah. Faktor emosional seperti

ketakutan, nyeri dan disorientasi dapat menunjang depresi pasca pembedahan dan

ansietas.

2.3.9 Delirium

Delirium pasca bedah terjadi kadang-kadang pada beberapa kelompok

pasien kelompok pasien. Jenis delirium yang sering terjadi adalah delirium toksik,

terumatik, dan putus alkohol.

2.4 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada Pra pembedahan,

pembedahan, dan pasca pembedahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang

umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor pra

pembedahan, pembedahan, dan pasca pembedahan.

2.4.1 Faktor Pra Pembedahan

1. Kondisi yang telah ada

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh

stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat

menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek

diuresis osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan

elektrolit

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit

dari traktus gastrointestinal.

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan

sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita

demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42299/4/Chapter II.pdf · pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan ... obat-obatan,

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

2.4.2 Faktor Saat Pembedahan

1. Induksi anestesi

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia

preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan

vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan

cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka

operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

2.4.3 Faktor Pasca Pembedahan

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

Universitas Sumatera Utara