BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

download BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6968/2/T1_362008064_BAB II… · ... serta menyajikan cerita, peristiwa ... hubungan ibu dan anak,

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Film dan Perannya sebagai Media Komunikasi Massa

    Film merupakan salah satu bentuk komunikasi massa modern yang kedua muncul di

    dunia (Sobur, 2004 : 126). Film adalah bentuk komunikasi massa elektronik yang berupa

    media audio visual. Film merupakan penemuan teknologi baru yang muncul pada akhir abad

    ke sembilan belas. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan

    hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik,

    drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail, 1987 : 13).

    Menurut RUU Perfilman bab II pasal 6, film itu sendiri mempunyai fungsi :

    1. Pemberdayaan Masyarakat

    Memberdayakan masyarakat pada umumya dalam pembangunan watak dan

    kepribadian bangsa.

    2. Pengekspresian Seni

    Film sebagai media pengekspresian seni sesuai dengan seleranya tanpa ada

    batasan dari pihak lain kecuali ditentukan dalam undang-undang yang berlaku.

    3. Pengembangan Budaya Bangsa

    Film sebagai media yang mampu memantapkan dan mengembangkan nilai-nilai

    budaya bangsa.

    4. Pendidikan

    Film sebagai media yang mampu menjadi sarana pendidikan bagi khalayak yang

    menontonnya.

    5. Hiburan

    Film sebagai media yang mampu manjadi sarana penghibur bagi khalayak yang

    menontonnya.

    6. Penerangan atau Informasi

    Film sebagai media yang bisa mempromosikan nilai-nilai keragaman budaya dan

    kepribadian bangsa kepada masyarakat internasional.

    7. Komoditas Ekonomi

  • 8

    Menumbuhkan dan mengembangkan perfilman sebagai industri yang maju,

    mengembangkan nilai-nilai budaya, dan mampu bersaing dalam peta

    internasional.

    Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat,hubungan antara

    film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan

    membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah

    berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen

    bahwa film adalah potret dari masyarakat di mana film itu dibuat. Film selalu merekam

    realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya

    ke atas layar (Irawanto, 1999 : 13).

    2.2. Gender dalam Media Massa sebagai Representasi Ruang Publik

    Ideologi gender yang bias, yang juga dianut dengan baik oleh media massa umumnya,

    dianggap sebagai sesuatu yang sudah semestinya. Ideologi ini didukung oleh pandangan

    nonfeodal, kapitalisme, dan militerisme yang dianggap benar. Komunikasi bahasa yang

    dibangun berada dalam wacana demikian.

    Hubungan antara media massa dan perempuan memiliki peran cukup penting.

    Polemik yang merujuk pada pergeseran makna peran perempuan dalam kehidupan sosial

    membawa keterlibatan media massa yang semakin luas dan erat, namun keterlibatan ini

    bukan membawa perempuan dalam situasi yang lebih adil dan demokratis (Baria, 2005 : 3).

    Perempuan dalam media seringkali dikaitkan dengan sensualitas. Ludfy Baria (2005 : 4)

    menjabarkan bahwa pada dasarnya hal ini berkaitan dengan ideologi dominan yang ada

    dalam masyarakat, yaitu ideologi patriarki yang memposisikan perempuan sebagai obyek

    memberikan kontribusi pada pengkomoditian tubuh perempuan oleh pihak media sebagai

    sarana pengeruk keuntungan secara ekonomis. Namun menurut penulis bukan ideologi

    patriarki yang memposisikan perempuan sebagai obyek komoditi tubuh, melainkan sistem

    kapitalisme yang memanfaatkan tatanan struktur sosial yang berpusat pada laki-laki (bapak)

    demi keuntungan ekonomis semata.

    Pandangan media massa sendiri masih sangat stereotip terhadap perempuan.

    Penerimaan atas perspektif perempuan, berarti menerima pendapat masyarakat yang berposisi

    subordinat, seperti kelompok miskin, anak-anak, dan kelompok marginal yang lain.

    (Murniati, 2004 : 242)

  • 9

    2.3. Patriarki

    Kata patriarki secara harfiah berarti kekuasaan bapak atau patriarkh (patriarch).

    Mulanya patriarki digunakan untuk menyebut suatu jenis keluarga yang dikuasai oleh kaum

    laki-laki, yaitu rumah tangga besar patriarch yang terdiri dari kaum perempuan, laki-laki

    muda, anak-anak, budak dan pelayan rumah tangga yang semuanya berada di bawah

    kekuasaan laki-laki penguasa (bapak). Sekarang, istilah patriarki digunakan secara lebih

    umum untuk menyebut kekuasaan laki-laki (Bhasin, 1996 : 1).

    Konsep patriarki pada awalnya digunakan oleh Max Weber untuk mengacu pada

    bentukan sistem sosial politik yang mengagungkan peran dominan ayah dalam lingkup

    keluarga dan lingkup publik seperti ekonomi. Kemudian kaum feminis radikal mempertegas

    bahwa dominasi laki-laki terdapat di semua bidang, misalnya politik, agama dan seksualitas

    (jenis kelamin). Pada umumnya, alasan jenis kelamin digunakan untuk membenarkan

    superioritas dan kontrol laki-laki terhadap perempuan. Akibatnya, penindasan tersebut telah

    membuat perempuan tersubordinasi. Patriarki memilah secara kaku peran sosial laki-laki dan

    perempuan ke dalam wilayah publik dan domestik. Lingkup domestik diidentikkan dengan

    perempuan dan tanggung jawabnya dalam pengasuhan anak. Sementara lingkup publik

    diidentikkan dengan laki-laki yang berkaitan dengan hirarki dan dibentuk secara terpisah dari

    hubungan ibu dan anak, sehingga laki-laki dapat bebas untuk membentuk organisasi yang

    hirarkis karena tidak terikat pada masalah pengasuhan anak.

    Menurut pandangan Curtis (1986), dirinya mengakui keberadaan patriarki di dalam

    ketidaksetaraan gender, tetapi dia tidak sependapat dengan pandangan yang mengaitkan

    patriarki dengan jantina. Menurutnya, jika patriarki ditakrifkan sebagai penindasan

    (perempuan oleh laki-laki) yang berakar dalam hubungan produksi dan perpaduan antara

    laki-laki yang bersifat hierarki, maka takrifan ini mengandung makna bahwa patriarki

    merupakan aplikasi kuasa semata-mata; ia tidak berkaitan dengan gender. Dari segi

    sosiologi, sumber kuasa paling penting yang mendasari patriarki adalah kewenangan

    (authority), yaitu hak dari seseorang yang menguasai kedudukan sosial tertentu untuk

    membuat keputusan bagi pihak lain (kelompok); hak yang disetujui oleh orang lain. Hak ini

    ada bukan pada seseorang yang mencari kuasa, melainkan di dalam lingkungan masyarakat.

    Ini berarti bahwa perpaduan yang bersifat hierarki bisa terjadi di kalangan laki-laki tidak

    karena mereka adalah laki-laki, tetapi karena mereka adalah subjek kewenangan. Karena itu,

    tulis Curtis, patriarki bersumber pada keluarga, bukan pada jantina. Curtis percaya bahwa

  • 10

    struktur kuasa di dalam keluarga tidak ditentukan oleh hanya satu faktor dari keadaan di luar

    keluarga, seperti kapitalisme, kekuatan pasar, atau perpaduan antara laki-laki, melainkan

    terjadi melalui suatu proses perundingan yang berubah-ubah bergantung kepada ciri

    hubungan-hubungan sosial di dalam keluarga yang dikehendaki oleh anggota keluarga itu

    sendiri, di samping keadaan lingkungan. Itu berarti keluarga yang berlainan bisa mempunyai

    struktur kuasa yang berbeda. (Lahade J.R, 2004 : 26-27)

    2.3.1. Teori Struktural-Fungsionalisme

    Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi yang

    diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu

    masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-

    unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap

    unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut dalam masyarakat. Banyak

    sosiolog yang mengembangkan teori ini dalam kehidupan keluarga pada abad ke-20, di

    antaranya adalah William F. Ogburn dan Talcott Parsons (Megawangi, 1999 : 56).

    Talcott Parsons memfokuskan teorinya mengenai hubungan antara keluarga dan

    sistem kerja, dan dirinya tidak berkontribusi terhadap gagasan bahwa ruang domestik tidak

    memiliki hubungan fungsional dengan ruang publik. Selain itu, seperti yang telah disebutkan,

    Parsons sadar bahwa perbedaan yang berlebihan antara pekerjaan publik dengan pekerjaan

    domestik (rumah tangga) menghasilkan penyiksaan terhadap peranan perempuan (England,

    1993 : 119).

    Teori struktural-fungsionalisme sering digambarkan sebagai pemikiran yang kuno

    oleh kritik awalnya, termasuk feminis di tahun 1960-1970. Namun kebanyakan ahli teori saat

    ini memahami Parsons sebagai liberal percaya pada kebaikan kebebasan individual,

    demokrasi, dan pluralisme. Ia cenderung melihat kapitalisme dan sosialisme tidak sebagai

    pilihan khusus bersama dalam meningkatkan masyarakat industrial. Parsons tidak menyetujui

    kapitalisme yang tak terkendali dan wujud kecenderungan totalitarian oleh rezim sosialis.

    Skema evolusioner dalam teori struktural-fungsionalisme Parsons memiliki kekuatan dalam

    memprediksi beberapa jenis penggabungan diantara keduanya (England, 1993 : 122).

    Dalam tulisan Johnson sebelumnya pada tahun 1989, ia berpendapat bahwa skema

    evolusioner Parsons dalam pemahaman perubahan sosial dapat dengan mudah diterapkan

    untuk tujuan perubahan gerakan feminisme, yang telah menunjukkan empat proses dasar

  • 11

    evolusioner yaitu structural differentiation, inclusion (penyertaan), upgrading (peningkatan),

    dan value generalization (generalisasi nilai) (England, 1993 : 123-124).

    1. Structural Differentiation

    Parsons menggunakan ketentuan structural differentiation tidak hanya untuk

    mengacu kepada pengambilan alih fungsi beberapa agen khusus yang sebelumnya

    dilakukan oleh agen tunggal, tetapi ia juga menggunakannya untuk mengacu pada

    meningkatnya pembedaan antara budaya, organisasi sosial, personal, dan organisme

    biologi.

    2. Inclusion

    Feminisme yang berkembang pada tahun 1960 menggambarkan tekanan oleh

    kaum perempuan dalam keinginannya menyertakan diri (inclusion) di dalam

    masyarakat. Perempuan mencari peluang pekerjaan yang sepadan dengan laki-laki

    dalam kelas mereka, dan di dalam arena politik mencari sebuah kedudukan yang

    terpilih. Revolusi gender dapat dianggap juga sebagai contoh dari inclusion; pada

    kasus ini, keinginan perempuan untuk menyertakan dirinya sebagai suatu kebebasan

    gender yang diberikan oleh laki-laki.

    3. Adaptive Upgrading

    Adaptive upgrading mengacu pada peningkatan efisiensi dan efektivitas yang

    diharapkan untuk menjawab dari differentiation dan inclusion. Sesungguhnya,

    pendapat mereka mengenai inclusion (penyertaan), feminis menunjuk secara khusus

    kepada peningkatan adaptasi (adaptive upgrading) yang akan terjadi jika kemampuan

    mereka dibuang oleh pelaksanaan kebiasaan. Saat ini, kebanyakan akan betul-betul

    setuju bahwa penyertaan wanita berpendidikan ke dalam dunia kerja di luar konstitusi

    rumah tangga lebih rasional dalam pemanfaatan waktu dan kemampuan.

    4. Value Generalization

    Proses evolusi akhir yang dikemukakan oleh Parsons yaitu value generalization.

    Mengacu pada fakta bahwa seluruh proses memerlukan perubahan nilai dalam

    masyarakat secara keseluruhan perubahan nilai yang dapat menggabungkan

    berbagai jenis tujuan yang lebih luas, aktifitas, dan beragam masyarakat. Tampak

    bahwa nilai-nilai sosial berubah dengan cara memberikan tekanan / perhatian dalam

    perspektif bahwa perempuan memiliki lebih banyak kekhasan daripada laki-laki.

  • 12

    Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan

    sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan

    menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem.

    Sebagai contoh, dalam sebuah organisasi sosial pasti ada anggota yang mampu menjadi

    pemimpin, ada yang menjadi sekretaris atau bendahara, dan ada yang menjadi anggota biasa.

    Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan

    individu. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari

    pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Megawangi,

    1999 : 56).

    Terkait dengan peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra industri

    yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu (hunter)

    dan perempuan sebagai peramu (gatherer). Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada

    di luar rumah dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran

    perempuan lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung,

    memelihara, dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan

    berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat ini stratifikasi

    peran gender sangat ditentukan oleh sex (jenis kelamin).

    Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam

    masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales menilai bahwa pembagian peran secara

    seksual adalah suatu yang wajar (Umar, 1999: 53). Dengan pembagian kerja yang seimbang,

    hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. Jika terjadi penyimpangan atau tumpang

    tindih antar fungsi, maka sistem keutuhan keluarga akan mengalami ketidakseimbangan.

    Keseimbangan akan terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu kepada posisi

    semula.

    Menurut Mirriam M. Johnson, berbeda dengan teori Marxis dan interactionist, teori

    struktural-fungsionalisme setidaknya dapat berpotensi menganalisis pola fungsional dan

    disfungsional perempuan di beberapa posisi struktural. Teori struktural-fungsionalisme

    memperlakukan perempuan bukan sebagai kategori pekerja yang terbelakang, melainkan

    sebagai anggota yang sama-sama istimewa dalam sebuah interkasi. (England, 1993 : 120)

  • 13

    2.3.2. Skema Fungsi AGIL dalam Teori Struktural-Fungsionalisme Parsons

    Pada teori struktural-fungsionalisme Talcott Parsons dimulai dengan empat fungsi

    dalam sistem tindakan yang dikenal dengan skema AGIL. Yang dimaksudkan dengan

    fungsi disini adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu

    atau kebutuhan sistem. Fungsi ini menurut Talcott Parsons dibutuhkan oleh semua sistem

    secara bersama-sama untuk dapat bertahan (survive), meskipun begitu keempat fungsi ini

    tidaklah nyata melainkan unit analisis yang dipakai Parsons. Empat fungsi penting ini

    diperlukan dalam menganalisis semua sistem tindakan manusia untuk pemeliharaan pola di

    dalam masyarakat. Adapun keempat fungsi tersebut adalah : (Ritzer, George dan Douglas J.

    Goodman, 2007 : 121-123)

    1. Adaptation (Penyesuaian Diri)

    Fungsi yang dimiliki oleh sebuah sistem untuk menyesuaikan dirinya dengan

    lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dari sistem tersebut. Sebuah sistem (dalam

    suatu kelompok) harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus

    menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan, dan dengan kebutuhan lingkungannya.

    Kemudian aspek Organisme perilaku adalah merupakan sistem tindakan yang

    melaksanakan fungsi adaptasi (menyesuaikan dan mengubah lingkungan eksternal)

    dalam sistem. Sedangkan bidang kehidupan yaitu Sistem ekonomi, adalah

    merupakan subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri

    terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi, dan alokasi. Contoh konkritnya

    adalah pada saat revolusi industri terjadi perubahan dalam pembuatan barang yang

    sebelumnya menggunakan tenaga manusia diganti dengan penggunaan mesin uap,

    sehingga dapat lebih efektif dan efisien dalam produksi barang. Maka dari itu

    industri-industri yang ada juga harus mengadaptasikan dirinya dengan penggunaan

    mesin uap untuk dapat bertahan dalam persaingan atau tidak mereka akan ketinggalan

    dan tidak dapat bertahan menghadapi industri lain yang menggunakan mesin uap

    tersebut.

    2. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan)

    Fungsi yang dimiliki sebuah sistem untuk dapat mendefinisikan dan mencapai

    tujuannya. Sebuah sistem (dalam suatu kelompok) harus mendefinisikan tujuan dan

    upaya mencapai tujuan utamanya. Kemudian aspek Sistem kepribadian, adalah

  • 14

    melaksanakan fungsi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam sistem, dan

    memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan utamanya. Sedangkan

    bidang kehidupan, yaitu Sistem pemerintahan (sistem politik), adalah melaksanakan

    fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi

    aktor (sumber daya manusia) untuk mencapai tujuan utama yang telah dirumuskan.

    Misalnya pada suatu kelompok penelitian yang dibentuk pada suatu mata kuliah. Bila

    dalam kelompok tersebut tidak dapat menentukan tujuannya maka kelompok tersebut

    tidak akan dapat menjalankan fungsinya.

    3. Integration (Integrasi)

    Fungsi yang dimiliki oleh sistem dalam rangka mengatur hubungan bagian-

    bagian dalam komponen sistem tersebut dan aktor-aktor didalamnya. Sistem juga

    harus mengelola hubungan ketiga fungsi lainnya (adaptation, goal attainment,

    latency). Kemudian aspek Sistem sosial, adalah menanggulangi fungsi integrasi

    dengan mengendalikan bagian-bagian dalam sistem. Sedangkan bidang kehidupan,

    yaitu Komunitas kemasyarakatan (contoh, hukum, Undang-Undang atau

    seperangkat aturan), adalah akan menjalankan fungsi terbentuknya integrasi, atau

    mengkoordinasi beragam komponen masyarakat menuju terwujudnya integrasi sosial-

    budaya. Misalnya saja pada partai politik PKB, karena partai ini tidak mempunyai

    integrasi yang cukup kuat maka terjadilah perpecahan yang membuat komponen-

    komponen dalam sistem partai tersebut terbagi menjadi dua kubu. Walaupun tetap

    dapat menjalankan sistemnya tetapi tidak dapat mencapai suatu keseimbangan,

    sebagai bukti terjadi pertentangan antara kedua kubu dalam memperebutkan

    kekuasaan yang sah terhadap partai PKB.

    4. Latency (Pemeliharaan Pola)

    Fungsi yang dimiliki suatu sistem untuk memperlengkapi, memelihara dan

    memperbaiki pada tingkat individu maupun pola-pola kultural. Sebuah sistem (dalam

    suatu kelompok) harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, serta

    mendorong (memotivasi) individu atau pola kultural dalam kelompok untuk bertindak

    sesuai dengan nilai-norma (seperangkat aturan) yang berlaku. Kemudian aspek

    Sistem kultural, adalah melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan

    menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang mendorong individu bertindak

    sesuai dengan nilai-norma. Sedangkan bidang sistem fiduciari (contoh lembaga

  • 15

    keluarga, sekolah, dan lembaga keagamaan), adalah menangani fungsi pemeliharaan

    pola (nilai-norma yang sudah menjadi etos/ pola hidup dalam kelompok) dengan

    menyebarkan nilai, norma pada aktor (individu) untuk disosialisasikan,

    diinternalisasikan dan dienkulturasikan pada dirinya. Contohnya bila dalam suatu

    perusahaan tidak memiiki budaya organisasi untuk memelihara kinerja yang baik, bila

    tidak maka kinerja pada perusahaan tersebut akan tidak stabil dan akan menghasilkan

    pendapatan yang tidak stabil pula bagi perusahaan tersebut.

    Setiap peneliti dalam melakukan analisis fenomena sosial-budaya di masyarakat,

    apabila menggunakan teori fungsionalisme struktural versi Parsons, seharusnya

    menggunakan skema AGIL yang keempat aspeknya mempunyai keterkaitan satu dengan

    yang lain secara fungsional.

    2.3.3. Patriarki Privat dan Patriarki Publik

    Konsep perbedaan antara beberapa aspek dari Patriarki memiliki sejarah panjang

    dalam analisis hubungan gender. Beberapa upaya sebelumnya dalam menggunakan

    perbedaan privat dan publik telah dibatasi menjadi satu aspek patriarki. Rosaldo (1974)

    berpendapat bahwa subordinasi perempuan disebabkan oleh pembatasannya dalam ruang

    lingkup domestik. Ia menyatakan bahwa pekerjaan laki-laki selalu lebih bernilai tinggi

    dibandingkan perempuan. Ia menyarankan bahwa subordinasi perempuan merupakan

    fenomena umum, meskipun dalam tingkat yang bervariasi, hal ini dijelaskan oleh fakta umum

    bahwa perempuan dibatasi dalam lingkup domestik keluarga karena peran mereka dalam

    melahirkan dan membesarkan anak-anak. (Walby, 1990 : 174).

    Sylvia Walby menjelaskan bahwa patriarki adalah sebuah sistem dari struktur sosial,

    praktik yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan, menindas, dan mengeksploitasi

    perempuan.. Walby membedakan dua bentuk Patriarki : privat dan publik. Keduanya

    memiliki tingkatan yang berbeda. Pertama, dalam hubungan antara struktur, kedua, dalam

    bentuk institusi dari masing-masing struktur. Lebih lanjut, keduanya dibedakan oleh bentuk

    utama dari strategi patriarkal: exclusionary/pengecualian dalam patriarki privat dan

    sagregationist/pemisahan dalam patriarki publik. Patriarki privat didasari atas produksi

    rumah tangga, suami/bapak yang mengontrol perempuan dan secara langsung dalam wilayah

    privat rumah tangga secara keseluruhan. Patriarki publik didasari atas struktur selain rumah

    tangga, atau di luar rumah tangga. Tentu saja, institusi konvensional menganggap sebagai

    bagian dari wilayah publik merupakan pusat dari perbaikan patriarki (Walby, 1990 : 178).

  • 16

    Menurut Walby terjadi ekspansi wujud patriarki dari ruang-ruang pribadi dan privat

    seperti keluarga dan agama ke wilayah yang lebih luas yaitu negara. Ekspansi ini

    menyebabkan patriarki terus menerus berhasil mencengkeram dan mendominasi kehidupan

    laki-laki dan perempuan. Dari teori tersebut, dapat diketahui bahwa patriarki privat bermuara

    pada wilayah rumah tangga. Wilayah rumah tangga ini dikatakan Walby sebagai daerah awal

    utama kekuasaan laki-laki atas perempuan.Sedangkan patriarki publik menempati wilayah-

    wilayah publik seperti lapangan pekerjaan dan negara. Ekspansi wujud patriarki ini merubah

    baik pemegang "struktur kekuasaan"dan kondisi di masing-masing wilayah (baik publik atau

    privat). Dalam wilayah privat misalnya, dalam rumah tangga, yang memegang kekuasaan

    berada di tangan individu (laki-laki), tapi di wilayah publik, yang memegang kunci

    kekuasaan berada di tangan kolektif. (Walby, 1990 : 178).

    Akan tetapi, Sylvia Walby tidak menjelaskan faktor apa yang menyebabkan

    terjadinya ekspansi wujud patriarki ke dalam ruang-ruang pribadi, privat bahkan publik.

    Dalam hal ini penulis lebih menyetujui pendapat dari Frederick Engels, bahwa faktor

    ekonomilah yang menyebabkan terjadinya ekspansi wujud patriarki itu. Menurut Engels,

    pembagian kerja seksual mula-mula berlangsung dalam kedudukan setara, tetapi keinginan

    untuk menguasai sumberdaya ekonomilah yang membuat ketimpangan kedudukan

    pembagian kerja seksual itu (Engels, 1972).

    2.4. Representasi

    Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas

    disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra atau kombinasinya (Fiske, 2004 :

    282). Juliastuti (2000) mengatakan bahwa representasi adalah konsep yang digunakan dalam

    proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia, seperti : dialog, tulisan,

    video, film, fotografi, dan lain-lain. Lebih lanjut, Juliastuti menjelaskan bahwa representasi

    juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk

    yang kongkret. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa (Hall,

    1997 : 1).

    Stuart Hall dalam bukunya Representation mengemukakan bahwa, yang berperan

    penting dalam proses konstruksi makna adalah bahasa. Konsep abstrak yang ada di dalam

    kepala kita harus diterjemahkan ke dalam bahasa yang umum, supaya kita dapat

    menghubungkan konsep dan ide-ide kita terhadap sesuatu. Salah satu cara untuk

    menerjemahkan bahasa tersebut adalah melalui pendekatan semiotika. Karena semiotika

  • 17

    adalah studi mengenai bahasa pada suatu tanda, seperti : simbol, tokoh, gambar, narasi,

    kata-kata, suara, televisi, film dan sebagainya. Dan terutama karena pendekatan semiotika

    memfokuskan pada : bagaimana merepresentasikan dan bagaimana bahasa memproduksi

    makna (Hall, 1997 : 6).

    Untuk mendapatkan gambaran patriarki dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita pada

    penelitian ini tentunya melalui representasi. Proses penyampaian konsep patriarki melalui

    kata-kata, bunyi, gambar, ataupun kombinasinya dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita,

    merupakan proses representasi. Representasi patriarki merupakan produk pemaknaan dari

    sistem tanda yang terdapat dalam adegan film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Representasi juga

    merupakan proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak, yaitu ideologi patriarki

    dalam bentuk-bentuk yang konkret. Proses representasi patriarki diawali dengan

    mengkonsepkan patriarki yang masih abstrak kemudian menerjemahkannya, supaya kita

    dapat menghubungkan konsep tentang patriarki dalam film ini dengan tanda dan simbol-

    simbol tertentu yang berlaku di masyarakat.

    2.5. Analisis Isi (Content Analysis)

    Metode analisis isi (content analysis) dapat disebut sebagai suatu metode khas untuk

    penelitian komunikasi. Metode ini banyak dipakai para peneliti komunikasi utamanya saat

    mereka harus berurusan dengan banyak persoalan media massa. Sebagai sebuah metode yang

    khas, analisis isi dipandang mampu menjamin adanya cara yang efisien, mampu memberikan

    alat, serta menyediakan langkah-langkah yang bermanfaat bagi peneliti isi media (message).

    Apapun bentuk atau ragam medianya, baik media tradisional, media konvensional, maupun

    media baru, bila peneliti mengobservasi isi pesan, maka metode analisis isi dapat diambil

    sebagai sebuah pendekatan yang paling memudahkan. (Prajarto, 2010 : 1)

    Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk

    menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan

    menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Bila dalam

    masa awal perkembangan metode analisis isi banyak terkait dengan isi siaran radio, yang

    kemudian berkembang lebih banyak lagi dengan sasaran kajian isi surat kabar serta isi siaran

    televisi, perkembangan teknologi yang terjadi pada masa sekarang membuka peluang lebar

    untuk menerapkan metode analisis isi untuk penelitian yang terkait dengan isi sajian media

    baru (new media). (Prajarto, 2010 : 10)

  • 18

    Penelitian dengan menggunakan metode analisis isi bukan hanya untuk mempelajari

    karakteristik isi komunikasi tetapi juga untuk menarik kesimpulan mengenai sifat

    komunikator, keadaan khalayak, maupun efek komunikasi. Menurut Wimmer dan Dominick

    (2000), setidaknya ada 5 kegunaan yang dapat dilakukan dalam penelitian analisis isi, yaitu :

    (Bungin, 2004 : 136-138)

    1. Menggambarkan isi komunikasi. Mengungkapkan kecenderungan yang ada pada isi

    komunikasi, baik melalui media cetak maupun elektronik.

    2. Menguji hipotesis tentang karakteristik pesan. Sejumlah peneliti analisis isi berusaha

    menghubungkan karakteristik tertentu dari komunikator (sumber) dengan

    karakteristik pesan yang dihasilkan.

    3. Membandingkan isi media dengan dunia nyata. Banyak analisis isi digunakan untuk

    menguji apa yang ada di media dengan situasi aktual yang ada di kehidupan nyata.

    4. Memperkirakan gambaran kelompok tertentu di masyarakat. Di sini analisis isi

    digunakan untuk meneliti masalah sosial tentang diskriminasi dan prasangka terhadap

    kelompok minoritas, agama tertentu, etnik, dan lain-lain.

    5. Mendukung studi efek media massa. Seperti dalam penelitian cultivation analysis,

    dimana pesan yang dominan dan tema-tema isi media yang terdokumentasi melalui

    prosedur yang sistematik, dikorelasikan dengan studi lain tentang khalayak, penelitian

    ini digunakan untuk melihat apakah pesan-pesan di media massa tersebut

    menumbuhkan sikap-sikap serupa di antara pengguna media yang berat (beavy users).

    Terdapat dua jenis analisis isi, yaitu analisis isi kuantitatif (Quantitative Content

    Analysis) dan analisis isi kualitatif (Qualitative Content Analysis). Prinsip analisis isi

    kuantitatif adalah prinsip objektifitas yang diukur dari pembuatan atau penyusunan

    kategorisasi. Metode yang diterapkan dalam analisis isi haruslah tersistematisasi, dimana

    mulai unit analisis yang diteliti sampai pembuatan kategorisasi dan operasionalisasi tidak

    tumpang tindih. Pesan-pesan yang tampak tadi haruslah dapat dihitung/dikuantifikasi untuk

    mendapatkan frekuensi penghitungan pesan-pesan yang dimaksudkan.

    Sedangkan analisis isi media kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen

    yang dapat berupa teks, gambar, simbol, dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu

    konteks sosial tertentu. Dokumen dalam analisis isi kualitatif ini merupakan pada metode

    analisis yang integratif dan lebih secara konseptual untuk menemukan, mengidentifikasi,

  • 19

    mengolah dan menganalisa dokumen untuk memahami makna, signifikansi dan

    relevansinya. Tujuan dari penelitian analisis isi kualitatif ini sebenarnya adalah sistematis dan

    analitis, tetapi tidak kaku (rigid) seperti analisis isi kuantitatif.

    Dengan kata lain, analisis isi kuantitatif hanya mampu mengetahui atau

    mengidentifikasi manifest messages (pesan-pesan yang tampak) dari isi media yang diteliti.

    Sedangkan analisis isi yang sifatnya kualitatif tidak hanya mampu mengidentifikasi pesan-

    pesan manifest, melainkan juga latent messages dari sebuah dokumen yang diteliti. Jadi lebih

    mampu melihat kecenderungan isi media berdasarkan context (situasi sosial di seputar

    dokumen atau teks yang diteliti), process (bagaimana suatu proses produksi media/isi

    pesannya dikreasi secara aktual dan diorganisasikan secara bersama) dan emergence

    (pembentukan secara gradual/bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan

    intepretasi) dari dokumen-dokumen yang diteliti (Bungin, 2004 :144-147).

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis isi kualitatif karena

    metode ini mampu menganalisa isi pesan dalam media massa termasuk film, serta metode ini

    tidak hanya sampai pada menggambarkan isi pesan namun lebih dituntut kepada aktifnya

    peneliti dalam mengolah, membandingkan dan menghubungkannya dengan konsep lainnya.

    Selain banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang dapat berupa teks, gambar, simbol, dan

    sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks sosial tertentu, metode ini juga lebih

    mampu melihat kecenderungan isi media berdasarkan context-nya, process-nya, dan

    emergence-nya.

  • 20

    2.6. Kerangka Pikir Teoritis

    Dalam kerangka pikir penelitian ini diawali dari film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita yang

    mengisahkan tujuh tokoh perempuan dengan latar belakang berbeda serta mengalami konflik

    berlandaskan cinta dengan laki-laki terdekat mereka. Film ini merupakan suatu bentuk

    gambaran realita dalam masyarakat dimana pesannya menunjukkan adanya ketimpangan

    gender dengan asumsi bahwa perempuan di bawah dominasi laki-laki atau dengan kata lain

    perempuan selalu menjadi korban dari ketidakadilan laki-laki. Hal ini sangat erat kaitannya

    Film 7Hati 7 Cinta 7 Wanita Film yang mengisahkan 7 tokoh wanita dengan latar belakang yang berbeda dan

    mengalami konflik berlandaskan cinta dengan laki-laki disekitarnya.

    Patriarki Perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang dianggap

    sebagai faktor utama ketidakadilan gender

    Adaptation (Penyesuaian Diri)

    Goal Attainment (Pencapaian Tujuan)

    Integration (Integrasi)

    Latency (Pemeliharaan Pola)

    Teori Struktural Fungsionalisme Struktur sosial sebagai tatanan untuk mencapai keseimbangan.

    Representasi

    Analisis Isi Mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa dokumen untuk memahami

    makna, signifikansi dan relevansinya secara lebih kritis dan kreatif.

    Representasi Patriarki dari Sudut Pandang Teori

    Struktural Fungsionalisme Tokoh-Tokoh dalam Film

    7 Hati 7 Cinta 7 Wanita

    Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Teoritis Penelitian

  • 21

    dengan budaya patriarki yang masih saja melekat dari generasi ke generasi. Patriarki

    merupakan perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang dianggap sebagai suatu

    ketidakadilan gender, atau dengan kata lain harus ada kesetaraan antara laki-laki dan

    perempuan. Melihat patriarki dari segi teori struktural fungsionalisme, dijelaskan bahwa

    keluarga yang terdiri dari laki-laki dan perempuan merupakan struktur sosial sebagai tatanan

    yang memiliki fungsi atau peran masing-masing untuk mencapai keseimbangan. Tatanan

    (equilibrium) merupakan sebuah penempatan peran untuk mempermudah proses kehidupan

    sosial dan menjaga keseimbangannya. Teori struktural-fungsionalisme memiliki empat fungsi

    dalam sistem tindakan yang dikenal dengan skema AGIL, yaitu Adaptation, Goal,

    Integration, Latency. Empat fungsi penting ini diperlukan untuk menganalisis semua sistem

    tindakan manusia terutama tokoh dalam film yang dijadikan obyek penelitian.

    Untuk mendapatkan gambaran patriarki tokoh-tokoh dalam film 7 Hati 7 Cinta 7

    Wanita pada penelitian ini tentunya melalui proses representasi. Representasi merujuk pada

    proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra

    atau kombinasinya yaitu dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Proses representasi patriarki

    ini kemudian akan diteliti lebih dalam menggunakan metode analisis isi kualitatif. Analisis isi

    kualitatif ini merupakan metode analisis yang integratif dan lebih secara konseptual untuk

    menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa dokumen untuk memahami

    makna, signifikansi dan relevansinya. Sehingga diharapkan dengan metode ini peneliti dapat

    menggambarkan representasi patriarki dari sudut pandang teori struktural-fungsionalisme

    tokoh-tokoh yang terdapat dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita secara lebih kritis dan

    kreatif.