BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. … fileUntuk membedakan penelitian Analisis Wacana...
-
Upload
duongthien -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. … fileUntuk membedakan penelitian Analisis Wacana...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Untuk membedakan penelitian Analisis Wacana Persuasi dalam Iklan Sepeda Motor
pada Surat Kabar Suara Merdeka dengan penelitian sebelumnya, maka penulis meninjau dua
buah hasil penelitian Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto sebagai berikut.
1. Analisis Wacana Persuasi dalam Iklan Kartu Seluler pada Spanduk oleh Endang
Purwanti, Nim 0501040012, Tahun 2009.
a. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode simak yang dilanjutkan
dengan metode simak bebas libat cakap (SBLC). Proses analisis didasarkan pada ciri-ciri
persuasi, tekni-teknik persuasi, tindak tutur dan aspek komunikasi.
b. Hasil yang diperoleh
Adapun hasil penelitian ini adalah:
1) Teknik persuasi yang terdapat dalam wacana persuasi iklan kartu seluler pada spanduk
adalah rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, kompensasi, dan penggantian. Teknik
persuasi tersebut dikaitkan dengan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
2) Aspek komunikasi yang terdapat dalam wacana persuasi iklan kartu seluler pada spanduk
adalah aspek sosial, ekonomi, agama dan budaya.
3) Efek komunikasi yang terdapat dalam wacana persuasi iklan kartu seluler pada spanduk
dalah efek positif dan negatif.
2. Kajian Unsur Retorika pada Iklan Radio Metro Fm di Purwokerto oleh Tantika Jaeni
Verawati, Nim 0601040091, Tahun 2010.
a. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode rekam dan dilanjutkan
dengan metode catat. Proses analisisnya didasarkan pada unsur organis dan unsur bahasa. Unsur
organis mencakup: teknik pernafasan, nada. Sedangkan unsur bahasa mencakup: gaya bahasa,
dinamika ritme bicara, pilihan kata, dan susunan kalimat.
b. Hasil yang diperoleh
Adapun hasil penelitian ini adalah:
1) Unsur sarana retorika yang terdapat dalam wacana iklan Radio Metro Fm di Puwokerto
terdapat unsur organis dan bahasa. Unsur organis meliputi nada dan teknik pernafasan.
Sedangkan unsur bahasanya meliputi pilihan kata, gaya bahasa, dan dinamika bicara.
2) Efek komunikasi yang terdapat dalam wacana iklan Radio Metro Fm di Purwokerto
adalah efek positif dan negatif.
Berdasarkan dua kajian pustaka tersebut, maka penelitian yang penulis lakukan dengan
judul Analisis Wacana Persuasi Iklan Sepeda Motor pada Surat Kabar Suara Merdeka,
memang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan itu terletak pada data dan sumber
data. Penelitian yang dilakukan oleh Endang Purwanti datanya berupa iklan kartu seluler,
sedangkan penelitian yang penulis lakukan datanya berupa iklan sepeda motor. Sementara itu
penelitian Tantika Jaeni Verawati sumber datanya radio Metro Fm, sedangkan sumber data
yang penulis dapatkan dalam penelitiannya adalah surat kabar Suara Merdeka.
Oleh karena itu, penelitian yang penulis lakukan perlu diteliti karena berbeda dari
penelitian sebelumnya.
B. Landasan Teori
1. Wacana
a. Pengertian Wacana
Wacana (discourse) adalah satuan bahasa lengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang
utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang
membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 1982:179).
Tarigan (1993:23) mengatakan bahwa istilah wacana dipergunakan untuk mencakup
bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan, serta
upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Menurut Stubbs (dalam Tarigan, 1993:25) wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat
atau di atas klausa. Dengan perkataan lain unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat
atau klausa seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis. Secara singkat apa
yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance).
Deese (dalam Tarigan, 1993:25) berpendapat bahwa wacana adalah seperangkat proposisi
yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak
atau pembaca.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan wacana adalah seperangkat
alat proposisi yang saling berhubungan dan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar yang
dinyatakan dalam bentuk karangan utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya),
paragraf, kalimat atau kata untuk menghasilkan rasa perpaduan, dan kohesi bagi penyimak atau
pembaca.
b. Jenis Wacana
Klasifikasi diperlukan untuk memahami, mengurai, dan menganalisis wacana secara tepat.
Ketika analisis dilakukan, perlu diketahui terlebih dahulu wacana yang akan dianalisis.
Pemahaman ini sangat penting dalam proses pengkajian, agar pendekatan, dan teknik-teknik
analisis wacana yang digunakan tidak keliru.
Jenis-jenis wacana menurut Mulyana (2005:51-55) dapat diklasifikasikan berdasarkan
media penyampaian, jumlah penutur, dan berdasarkan sifatnya. Sedangkan menurut Keraf (1995:
6) wacana hanya berdasarkan tujuan. Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti wacana
berdasarkan tujuan. Wacana berdasarkan tujuan menurut Keraf dapat digolongkan menjadi lima,
yaitu:
1) Wacana Narasi
Istilah narasi berasal dari bahasa Inggris “narration” yang berarti cerita, karenanya wacana
narasi sering ditafsirkan sebagai cerita yang bersifat menceritakan suatu peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan pengertian-
pengertian yang merefleksikan interpretasi penulisnya (Marwoto dkk, 1985:152).
2) Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi adalah wacana yang terutama digunakan untuk membangkitkan impresi
atau kesan tentang: seseorang, tempat, suatu pemandangan, dan yang semacam itu (Marwoto
dkk, 1985:167).
3) Wacana Eksposisi
Wacana eksposisi adalah paparan yang memberikan, mengupas atau menguraikan sesuatu
demi sesuatu penyuluhan (penyampaian informasi), dan penyuluhannya disertai desakan atau
paksaan kepada pembacanya (Marwoto dkk, 1985:170).
4) Wacana Argumentasi
Wacana argumentasi adalah wacana yang isinya terdiri dari paparan alasan dan
penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Pada wacana tersebut, argumentasi
digunakan untuk meyakinkan kebenaran pendapat, gagasan, ataupun konsepsi sesuatu
berdasarkan fenomena-fenomena keilmuan yang dikemukakan.
5) Wacana Persuasi
Wacana persuasi adalah wacana yang berisi paparan berdaya-bujuk, berdaya-ajak, ataupun
berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembacanya untuk meyakini dan
menuruti himbauan, baik implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis atau
pembuatnya (Marwoto dkk, 1985:176).
Dalam penelitian ini, hanya akan dijelaskan tentang wacana persuasi. Wacana persuasi
sebenarnya merupakan sebuah varian dari argumentasi. Wacana ini lebih condong untuk
mempengaruhi manusianya daripada mempertahankan kebenaran suatu objek tertentu. Walaupun
tidak seratus persen mempertahankan kebenaran tetapi bentuk wacana ini masih termasuk dalam
wacana ilmiah bukan wacana fiksi (Keraf, 1995:7). Dengan demikian wacana persuasi adalah
suatu seni verbal yang berfungsi untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang
dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang (Keraf 1992:118).
Menurut Moeliono, (Peny) (2007:864) persuasi dapat berarti, (a) ajakan kepada seseorang
dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya; bujukan halus, (b)
karangan yang bertujuan memberikan pendapat. Persuasi tidak mengambil bentuk paksaan atau
kekerasan terhadap orang yang menerima persuasi. Oleh sebab itu, ia memerlukan juga upaya-
upaya tertentu untuk merangsang orang yang mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya.
Upaya yang biasa digunakan adalah menyodorkan bukti-bukti, walaupun tidak setegas seperti
yang dilakukan dalam argumentasi. Bentuk-bentuk persuasi yang dikenal umum adalah:
propaganda yang dilakukan oleh golongan-golongan atau badan-badan tertentu, iklan-iklan
dalam surat kabar, majalah atau media massa lainnya, selebaran-selebaran, kampanye lisan, dan
sebagainya. Semua bentuk persuasi tersebut biasanya mempergunakan pendekatan emotif, yaitu
berusaha membangkitkan dan merangsang emosi hadirin. Persuasi selalu bertujuan untuk
mengubah pikiran orang lain, ia berusaha agar orang lain dapat menerima dan melakukan sesuatu
yang kita inginkan, perlu diciptakan suatu dasar, yaitu dasar kepercayaan. Persuasi sendiri adalah
suatu usaha untuk menciptakan kesesuaian atau kesepakatan melaui kepercayaan. Orang yang
menerima persuasi akan turut puas dan gembira, karena tidak merasa bahwa ia menerima
keputusan itu berdasarkan ancaman (Keraf, 1992:118-119).
c. Ciri-ciri Wacana Persuasi
Adapun ciri-ciri wacana persuasi adalah sebagai berikut.
1) Menggunakan bahasa emotif
Bahasa emotif di sini bukanlah suatu bahasa yang membuat orang emosi karena marah,
tetapi bagaimana seseorang merasakan suatu perasaan yang datang dari hati untuk melakukan
sesuatu. Bahasa emotif juga membuat seseorang penasaran terhadap sesuatu untuk dapat
mengalami dan terlibat di dalamnya.
2) Menggunakan stuktur kalimat yang unik.
Struktur kalimat yang unik maksudnya adalah struktur kalimat yang cenderung
membuat para pembaca menikmati dan mudah mengerti, serta terkesan ketika para pembaca
membaca sebuah iklan yang menggunakan bahasa persuasif, struktur kalimatnya mudah
dimengerti.
3) Pilihan kata yang khusus
Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata khusus dan mudah dipahami oleh pembacanya.
4) Ajakan yang efektif
Ajakan yang efektif adalah suatu ajakan yang tidak bertele-tele dan tersembunyi secara
makna, tetapi ajakan yang dapat membuat hati sesorang tersentuh dan bergerak serta ada
dorongan untuk melakukan sesuatu (Purwanti, 2009: 17-18).
d. Teknik-teknik Persuasi
Menurut Keraf (1995:15) persuasi sebagai suatu tulisan yang mirip argumentasi, mengikuti
jiwa sebuah tulisan argumentasi, kecuali pada sasaran. Untuk mencapai kesepakatan dalam
persuasi adalah kesepakatan psikologis, agar pembaca melakukan sesuatu atau menerima sesuatu
seperti dikemukakan penulis. karena itu, yang membedakan persuasi dari argumentasi adalah
teknik-teknik penyajian. Keraf (1992:124-131) berpendapat bahwa teknik-teknik atau metode-
metode yang digunakan dalam persuasi adalah sebagai berikut.
1) Rasionalisasi
Rasionalisasi sebuah teknik persuasi dapat dibatasi sebagai: suatu proses penggunaan
akal untuk memberikan suatu dasar pembenaran kepada suatu persoalan, di mana dasar atau
alasan itu tidak merupakan sebab langsung dari masalah itu. Kebenaran yang dibicarakan dalam
persuasi bukanlah suatu kebenaran mutlak, tetapi kebenaran yang hanya berfungsi meletakkan
dasar-dasar dan melincinkan jalan agar keinginan, sikap, kepercayaan, keputusan, tindakan yang
telah ditentukan atau diambil dapat dibenarkan. Dalam rasionalisasi, penulis mengajukan alasan
agar pembaca menerima suatu hal, walaupun bila diteliti secara seksama alasan-alasan yang
diajukan itu tidak tepat.
2) Identifikasi
Dalam persuasi berusaha menghindari situasi konflik dan sikap ragu-ragu. Untuk itu
pembicara harus menganalisis hadirin dan seluruh situasi yang dihadapinya dengan seksama.
Dengan menganalisis hadirin dan seluruh situasi, maka pembicara dengan mudah dapat
mengidentifikasi dirinya dengan hadirin.
Agar identifikasi dapat berjalan sebagaimana diharapkan, haruslah diciptakan dasar umum yang
sama. Bila dasar umum yang sama itu belum diciptakan, ia harus berusaha mencari dasar umum
yang seluas-luasnya. Identifikasi merupakan kunci keberhasilan pembicara. Apabila terdapat
situasi konflik antara pembicara dan hadirin, maka pembicara harus berusaha mengaburkan
situasi konflik tersebut. Sikap agresif harus dapat dibelokkan sehingga dapat diciptakan dasar
umum yang sama. Untuk dapat menemukan dasar umum yang sama, dalam setiap tulisan kita
selalu mengajukan pertanyaan untuk siapa tulisan itu diajukan.
Dengan berusaha menjawab pertanyaan itu dengan tepat, penulis akan lebih mudah
mengidentifikasi dirinya dengan ciri, tingkat pengetahuan, dan kemampuan hadirin atau mereka
yang akan membaca tulisannya.
3) Sugesti
Sugesti adalah suatu usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk menerima
suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu dasar-dasar kepercayaan yang logis
pada orang yang ingin dipengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari, sugesti ini biasanya dilakukan
dengan kata-kata dan suara. Rangkaian kata-kata yang menarik dan meyakinkan, disertai nada
suara yang penuh dan berwibawa dapat memungkinkan seseorang mempengaruhi hadirin yang
diajak bicara.
4. Konformitas
Konformitas adalah suatu keinginan atau tindakan untuk membuat diri serupa dengan
sesuatu hal yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme mental untuk menyesuaikan diri atau
mencocokkan diri dengan sesuatu yang diinginkan.
Teknik konformitas ini mirip dengan identifikasi. Perbedaannya, dalam identifikasi
pembicara hanya menyajikan beberapa hal yang menyangkut dirinya dengan hadirin, sedangkan
dalam konformitas pembicara memperlihatkan bahwa dirinya mampu berbuat dan bertindak
sebagai hadirin.
5) Kompensasi
Kompensasi adalah suatu tindakan atau suatu hasil dari usaha untuk mencari suatu
pengganti (substitut) bagi suatu hal yang tidak dapat diterima, atau keadaan yang tidak dapat
dipertahankan.
Dalam persuasi pembicara dapat mendorong hadirin untuk melakukan suatu tindakan atau
perbuatan lain atau tindakan yang diinginkan oleh pembicara, yaitu dengan menunjukkan
secara meyakinkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk itu.
6) Penggantian
Penggantian (displacement) adalah suatu proses yang berusaha menggantikan suatu maksud
atau hal yang mengalami rintangan, dengan suatu maksud atau hal lain yang sekaligus
menggantikan emosi kebencian asli, atau kadang-kadang emosi cinta kasih yang asli. Dalam
persuasi, pembicara berusaha meyakinkan hadirin untuk mengalihkan sesuatu objek atau tujuan
tertentu kepada tujuan lain.
7) Proyeksi
Proyeksi adalah suatu teknik untuk menjadikan sesuatu yang tadinya subjek menjadi
objek. Sesuatu watak yang dimiliki seseorang tidak ingin diakui lagi sebagai sifat atau
wataknya, tetapi dilontarkan sebagai sifat dan watak orang lain. Jika seseorang diminta untuk
mendeskripsikan seseorang yang tidak disenanginya, ia akan berusaha untuk mendeskripsikan
hal-hal yang baik mengenai dirinya sendiri. Kesalahan yang dilakukan seseorang
dilemparkannya kepada orang lain, bahwa orang lain itu yang melakukannya.
e. Iklan sebagai Bentuk Wacana Persuasi
Iklan termasuk bentuk wacana persuasi, karena iklan mempunyai perbedaan dengan
informasi atau pengumuman biasa. Perbedaan tersebut terletak pada ragam bahasa, retorika
penyampaian, dan daya persuasi yaitu mempengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli.
Sehubungan dengan tujuan tersebut, Jefkin (dalam Mulyana, 2005:64) dengan jelas
mengemukakan bahwa adverstising aims to persuade people to buy iklan bertujuan untuk
mempengaruhi masyarakat untuk membeli produk.
Bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu. Dalam iklan, penggunaan bahasa menjadi
salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan. Oleh karena itu, bahasa iklan harus mampu
menjadi manifestasi atau presentasi dari hal yang diinginkan pihak pengiklan kepada masyarakat
luas. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi masyarakat agar tertarik dengan sesuatu yang
diiklankan (Mulyana, 2005:65)
2. Iklan
a. Pengertian Iklan
Iklan di sini disejajarkan dengan konsep advertising. Kata advertising berasal dari bahasa
latin ad-vere yang berarti menyampaikan pikiran dan gagasan kepada pihak lain (Klepper dalam
Mulyana,2005:63). Sementara itu Spriengel (dalam Mulyana, 2005:63) menyampaikan bahwa
advertising adalah setiap penyampaian informasi tentang barang atau jasa dengan menggunakan
media nonpersonal yang dibayar. Lebih lanjut Wright (dalam Mulyana, 2005:63-64)
menambahkan iklan merupakan proses komunikasi yang mempunyai kekuatan penting sebagai
sarana pemasaran, membantu layanan, serta gagasan dan ide-ide melalui saluran tertentu dalam
bentuk informasi yang bersifat persuasi.
Moeliono, (Peny) (2007:421) menyebutkan bahwa iklan adalah (a) berita dan jasa
yang ditawarkan, (b) pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual,
dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat umum.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan adalah penyampaian informasi
kepada khalayak ramai tentang barang atau jasa yang ditawarkan melalui media massa maupun
melalui media yang dipasang di tempat umum.
b. Tujuan Iklan
Prosedur di dalam membuat iklan mempunyai beberapa tujuan (Susanto, 1989:213).
Adapun tujuan iklan adalah sebagai berikut.
1) Menyadarkan komunikan dan memberi informasi tentang suatu barang, jasa, atau idea. 2) Menimbulkan dalam diri komunikan suatu perasaan suka akan barang, jasa ataupun idea
yang disajikan, dengan memberikan preferensi kepadanya. 3) Meyakinkan komunikan akan kebenaran tentang apa yang dianjurkan dalam iklan, dan
karena menggerakkannya untuk berusaha memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang dianjurkan.
c. Jenis-jenis Iklan
Jenis-jenis iklan berdasarkan tujuan menurut Kotler (2002: 658) dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Iklan Informatif (Informatif Advertising)
Iklan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Bertujuan untuk membentuk atau menciptakan kesadaran atau pengenalan dan pengetahuan tentang produk atau fitur-fitur baru dari produk yang sudah ada,
b) Menginformasikan perubahan harga dan kemasan produk, c) Menjelaskan cara kerja produk, d) Mengurangi ketakutan konsumen, dan e) Mengoreksi.
2) Iklan Persuasif (Persuasif Advertising)
Iklan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Bertujuan untuk menciptakan kesukaan, preferensi, dan keyakinan sehingga konsumen mau membeli dan menggunakan barang dan jasa, b) Mempersuasif khalayak untuk memilih merk tertentu, c) Menganjurkan untuk membeli, d) Mengubah persepsi konsumen, dan e) Membujuk untuk membeli sekarang.
3) Iklan Reminder (Reminder Advertising)
Iklan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Bertujuan untuk mendorong pembelian ulang barang dan jasa, b) Mengingatkan bahwa suatu produk memiliki kemungkinan akan sangat dibutuhkan dalam waktu dekat, c) Mengingatkan pembeli di mana membeli produk, d) Menjaga kesadaran akan produk (consumer’s state of mind), dan e) Menjalin hubungan baik dengan konsumen.
3. Pragmatik
Bidang pragmatik dalam linguistik dewasa ini mulai mendapat perhatian para peneliti dan
pakar bahasa di Indonesia. Pragmatik cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa
daripada bentuk atau strukturnya. Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke
fungsionalisme daripada formalisme.
Pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa
dalam komunikasi (Kridalaksana, 1982:137). Menurut Wijana (1996:1) pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Sedangkan Firth (dalam
Wijana, 1996:5) mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa
mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi partisipasi, tindakan partisipasi (baik tindak
verbal maupun tindak nonverbal), ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal yang sedang
berlangsung, dan dampak-dampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk
perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan.
Sementara itu Haliday dan Hasan (dalam Wijana, 1996:5) memandang studi bahasa
sebagai kajian tentang sistem tanda. Sebagai salah satu sistem tanda, menurutnya bahasa adalah
sistem makna yang membentuk budaya manusia. Sistem makna ini berkaitan dengan struktur
sosial masyarakat. Kata-kata atau secara lebih luas bahasa yang digunakan oleh manusia
memperoleh makna dari aktivitas. Aktivitas yang merupakan kegiatan sosial dengan perantara-
perantara dan tujuan-tujuan yang bersifat sosial.
4. Hubungan Wacana dan Pragmatik
Wacana merupakan unsur kebahasaaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap.
Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat,
paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya merupakan unsur bahasa yang
bersifat pragmatis (Mulyana, 2005:1).
Mulyana (2005:79) berpendapat bahwa pendekatan pragmatik terhadap wacana perlu
mempertimbangkan faktor-faktor nonverbal seperti:
a. Paralingual (intonasi, nada pelan, dan keras), b.Kinesik (gerak tubuh dalam komunikasi, gerak mata, tangan, kaki, dan sebagainya), c. Kronesik (penggunaan dan strukturisasi waktu dalam interaksi).
Di samping itu kancah yang mempelajari pragmatik mencakup empat hal yaitu : (1)
deiksis, (2) praanggapan, (3) tindak tutur, dan (4) implikatur.
Dalam penelitian ini hanya akan dijelaskan masalah tindak tutur, di mana penulis hanya
membatasi penelitian ini tentang tindak tutur. Tindak tutur atau tindak ujar (speech ect) adalah
fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau ujaran yang diucapkan oleh penutur
sebenarnya mengandung fungsi komunikasi tertentu. Tuturan dari seseorang (penutur) tentu saja
tidak semata-mata hanya asal bicara, tetapi mengandung maksud tertentu. Fungsi ini yang
menjadi semangat para penutur untuk menindakkan sesuatu (Mulyana, 2005:80).
1) Bentuk-bentuk Tindak Tutur
Tindak tutur mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik karena tindak
tutur adalah satuan analisisnya. Searle (dalam Wijana, 1996: 17-21) mengemukakan bahwa
secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang
penutur yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak
perlokusi (perlocutionary act).
a) Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dalam arti
berkata atau tindak tutur dalam bentuk kalimat dan dapat dipahami. Tindak tutur lokusi ada tiga,
yaitu:
(1) Lokusi Pernyataan
Lokusi pernyataan yang merupakan sesuatu pernyataan kepada pendengar. Lokusi dalam
tipe ini merupakan lokusi tidak langsung, karena hanya merupakan berita agar pendengar
percaya dengan apa yang dituturkan oleh pembaca. Bentuk lokusi ini mempunyai intonasi netral
dan tidak ada suatu bagian yang lebih dipentingkan dari yang lain.
(2) Lokusi Perintah
Bentuk perintah mengandung ciri utama bahwa tipe ini merupakan cara mengungkapkan
lokusi bersifat perintah dan larangan.
(a) intonasi keras (terutama perintah biasa dan larangan)
(b) kata kerja yang mengandung isi perintah, biasanya merupakan kata dasar.
(3) Lokusi Pertanyaan
Bentuk kata tanya pada umumnya meminta pendengar untuk menjawab suatu tindakan.
Fungsi kata tanya mengemukakan pertanyaan dan permintaan, tetapi keduanya merupakan jenis
permintaan. Perbedaan keduanya adalah pertanyaan meminta tindakan verbal dan tindakan
nonverbal. Ciri-cirinya sebagai berikut.
(a) intonasi yang digunakan adalah intonasi tanya,
(b) sering menggunakan kata tanya,
(c) dapat pula mempergunakan partikel tanya –kah.
b) Tindak Ilokusi
Sebuah tuturan selain berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat
juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk
adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something.
Tindak ilokusi sangat sukar untuk diidentifikasikan karena terlebih dahulu harus
mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi.
Dengan demikian, tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur. Searle
(dalam Rahardi, 2005: 36) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima macam bentuk
tuturan yaitu: (1) Asertif ( Assertives ), yakni bentuk tutur yang mengikat penutur pada
kebenaran proposisi yang diungkapkan. Misalnya menyatakan (stating), menyarankan
(suggesting), membual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming); (2)
Direktif ( Directives), yakni bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat
pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan. Misalnya memesan (ordering), memerintah
(commanding), memohon atau meminta (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi
(recommending); (3) Ekspresif (Ekspressives) adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk
menyatakan menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Misalnya
berterimakasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning),
menyalahkan (blaming), memuji (praising), dan berbela sungkawa (condoling); (4) Komisif
(Commissives), yakni bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran.
Misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering); (5)
Deklrasi (Declarations), yakni bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan.
Misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), membatis (christening), memberi nama
(naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommunicating), dan menghukum
(sentencing).
c) Tindak perlokusi
Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh
(Perlocutionary Force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini
dapat secara sengaja atau tidak disengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang
pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi.
Tindak perlokusi ini disebut The Act of Affecting Someone. Untuk jelasnya perhatikan kalimat
berikut ini.
Rumahnya jauh
Bila kalimat tersebut diutarakan oleh seseorang kepada ketua perkumpulan, maka
ilokusinya adalah secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak
dapat terlalu aktif di dalam organisasinya. Adapun efek perlokusinya yang mungkin diharapkan
agar ketua tidak terlalu banyak memberikan tugas kepadanya.
Menurut Leech (1993: 323) tindak tutur perlokusi dibagi menjadi enam belas, yaitu: (1)
bring t to learn that (membuat t tahu bahwa),(2) persuade (membujuk), (3) deceive (menipu), (4)
encourage (mendorong), (5) irriate (menjengkelkan), (6) frighten (menakuti), (7) amuse
(menyenangkan),(8) get t to do (membuat t melakukan sesuatu), (9) inspire (mengilhami), (10)
impress (mengesankan), (11) distract (mengalihkan), (12) get t to think abaut
(membuat t berpikir tentang), (13) relieve tension (melegakan), (14) embarrass
(mempermalukan), (15) attract attention (menarik perhatian), (16) bore (menjemukan).
2) Jenis-jenis Tindak Tutur
Jenis-jenis tindak tutur menurut Wijana (1996:29-36) dapat dibagi atau dibedakan menjadi
delapan, yaitu: tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur
tidak literal, tindak tutur langsung literal,tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung
tidak literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal.
a) Tindak Tutur Langsung
Tindak tutur langsung adalah apabila secara konvensional kalimat berita digunakan untuk
memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat
perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Untuk jelasnya
perhatikan kalimat (1), dan (2) berikut ini.
(1) Sidiq memiliki dua ekor kucing (2) Ambilkan buku saya !
Kalimat (1) berupa kalimat berita karena hanya berupa berita menginformasikan tentang
Sidiq yqng memiliki dua ekor kucing, sedangkan kalimat (2) berupa kalimat perintah yang
merupakan perintah kepada lawan tuturnya untuk mengambilkan buku.
b) Tindak Tutur Tidak Langsung
Tindak tutur tidak langsung adalah apabila tuturan tidak dapat dijawab secara langsung,
tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasikan di dalamnya. Untuk jelasnya
perhatikan kalimat (3), dan (4) berikut.
(3) Ada makanan di almari (4) Di mana sapunya ?
Kalimat (3), bila diucapkan kepada seseorang teman yang membutuhkan makanan,
dimaksudkan untuk memerintah lawan tuturnya mengambil makanan yang ada di almari yang
dimaksud, bukan sekedar untuk menginformasikan bahwa di almari ada makanan. Demikian
pula tuturan (4), bila utarakan oleh seorang ibu kepada anaknya, tidak semata-mata berfungsi
untuk menanyakan di mana letak sapu itu, tetapi juga secara tidak langsung memerintah sang
anak untuk mengambil sapu itu.
c) Tindak Tutur Literal (Literal Speech Act)
Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata
yang menyusunnya. Untuk jelasnya perhatikan kalimat (5) berikut ini.
(5) Penyanyi itu suaranya bagus
Kalimat (5), bila diutarakan untuk maksud memuji atau mengagumi kemerduan suara
penyanyi yang dibicarakan.
d) Tindak Tutur Tidak Literal (Nonliteral Speech Act)
Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau
berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh kalimatnya sebagai berikut.
(6) Suaramu bagus, (tapi tak usah nyanyi saja)
Kalimat (6) karena penutur memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus
dengan mengatakan tak usah nyanyi saja.
e) Tindak Tutur Langsung Literal (Direct Literal Speech Act)
Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan
dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya.
Untuk jelasnya perhatikan kalimat berikut ini.
(7) Orang itu sangat pandai (8) Jam berapa sekarang ?
Tuturan (7), dan (8) merupakan tindak tutur langsung literal bila secara berturut-turut
dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang yang yang dibicarakan sangat pandai, dan
menanyakan pukul berapa ketika itu.
f) Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (Indirect Literal Speech Act)
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus
kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang
menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. Contoh kalimatnya sebagai
berikut.
(9) Lantainya kotor
Dalam konteks seorang ibu rumah tangga berbicara dengan pembantunya pada kalimat (9),
tuturan ini tidak hanya informasi tetapi terkandung maksud memerintah yang diungkapkan
secara tidak langsung dengan kalimat berita. Makna kata-kata yang menyusun pada kalimat
tersebut sama dengan maksud yang dikandungnya.
g) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (Direct Nonliteral Speech Act)
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus
kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki
makna yang sama dengan maksud penuturnya. Untuk lebih jelasnya lihat kalimat (10).
(10) Suaramu bagus, kok
Dengan tindak tutur langsung tidak literal penutur dalam kalimat (10) memaksudkan
bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus.
h) Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ( Indirect Nonliteral Speech Art) Tindak tutur
tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan
makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Untuk jelasnya
perhatikan kalimat (11), dan (12) berikut ini.
(11) Lantainya bersih sekali (12) Radionya terlalu pelan, tidak kedengaran
Kalimat (11), untuk menyuruh seorang pembantu menyapu lantai yang kotor, seorang
majikan dapat saja mengutarakannya dengan nada tertentu. Demikian pula pada kalimat (12),
untuk menyuruh seorang tetangga mematikan atau mengecilkan volume radionya, penutur dapat
mengutarakan kalimat berita.
5. Aspek Komunikasi
Aspek komunikasi pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor pada surat kabar Suara
Merdeka, di sini adalah beberapa atau sejumlah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis
wacana kepada khalayak atau pembaca. Aspek komunikasi tersebut dapat berupa aspek sosial,
budaya, geografis, ekonomi (komersial), politik, moral, humor, dan aspek agama.
a. Aspek sosial yaitu apabila pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor mengingatkan
masyarakat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkenaan dengan masyarakat,
suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dan sebagainya)
(Moeliono, (Peny), 2007:1085).
b. Aspek budaya yaitu apabila pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor mengungkapkan
masalah adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah
(Moeliono, (Peny), 2007:109).
c. Aspek geografis yaitu apabila pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor mengungkapkan
masalah tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh dari
bumi (Moeliono, (Peny), 2007:355).
d. Aspek ekonomi yaitu apabila pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor mengajak
masyarakat menggunakan prinsip ekonomi (pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya
yang berharga) (Moeliono, (Peny), 2007:287).
e. Aspek politik yaitu apabila pada wacana persuaasi dalam iklan sepeda motor berisi
pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tentang sistem pemerintahan,
dasar pemerintahan, dan sebagainya (Moeliono, (Peny), 2007:886).
f. Aspek moral yaitu apabila pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor berisi ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi
pekerti, dan susila (Moeliono, (Peny), 2007: 754).
g. Aspek humor yaitu apabila pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor mengungkapkan
sesuatu yang lucu, keadaan yang menggelikan hati, kejenakaan, dan kelucuan (Moeliono,
(Peny), 2007: 412).
h. Aspek agama yaitu apabila pada wacana persuasi dalam iklan sepeda motor berisi ajaran
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan), dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, serta yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan
(Moeliono, (Peny), 2007 :12).
Wacana Prag
Pengertian Wacana Jenis Wacana
Berdasarkan Media penyampaian
Berdasarkan Jumlah Penutur
Berdasarkan Sifat
Berdasarkan Tujuan: a. Wacana Narasi b. Wacana Deskripsi c. Wacana Eksposisi d. Wacana Argumentasi e. Wacana Persuasi
Wacana Persuasi
Pengertian Wacana Persuasi
Ciri-ciri Wacana Persuasi
Teknik-teknik Persuasi: - Rasionalisasi - Identifikasi - Sugesti - Konformitas - Kompensasi - Penggantian - Proyeksi
Bentuk Wacana Persuasi
Iklan
Pengertian Iklan
Tujuan Iklan
Jenis-jenis Iklan
Iklan Informatif Iklan Persuasif Iklan Reminde
Iklan Sepeda Motor Pada Surat Kabar
Deiksis
ANALISIS WACANA PERSUASI DALAM IKLAN SEPEDA MOTOR PADA SURAT K