BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan
1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang diharapkan,
jika kinerja berada dibawah harapan pelanggan tidak puas, jika kinerja
memenuhi harapan pelanggan puas dan jika kinerja melebihi harapan
pelanggan amat puas atau senang (Kotler, 2005). Menurut (Oliver,1997,
dalam Umar,2003) kepuasan sebagai evaluasi purna beli, dimana persepsi
terhadap kinerja alternatif produk atau jasa yang dipilih memenuhi atau
melebihi harapan sebelum pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja
tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
Kepuasan merupakan respon pelanggan terhadap dipenuhinya
kebutuhan dan harapan, hal tersebut merupakan penilaian pelanggan
terhadap produk dan pelayanan, yang merupakan cerminan tingkat
kenikmatan yang didapatkan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan
harapan, termasuk didalamnya tingkat pemenuhan yang kurang atau
tingkat pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan menurut Oliver
(1997) dalam Koentjoro (2007). Menurut kamus bahasa Indonesia,
kepuasan adalah perasaan senang, lega, kenyang dan sebagainya karena
sudah terpenuhi hasrat hatinya, lebih dari cukup. Kepuasan juga diartikan
7
sebagai evaluasi paska konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih sudah
memenuhi atau melebihi harapan (Endang ,1998).
Berbagai pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pasien adalah perasaan emosional yang dirasakan pasien setelah menerima
pelayanan dan melakukan perbandingan yang mencakup perbedaan antara
harapan dan hasil yang dirasakan. Apabila hasil yang dirasakan sesuai
dengan harapan maka seseorang merasa puas dan apabila hasil yang
dirasakan tidak sesuai dengan harapan seseorang merasa tidak puas.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi
pelanggan terhadap kualitas jasa menurut Zeithamal dan Bitner (1996)
dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006). Menurut Muninjaya (2004) Faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan
adalah :
a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya. Dalam hal ini komunikasi memegang peranan yang
penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.
b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukan oleh petugas kesehatan. Sikap
ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada
tingkat kepatuhan pasien.
c. Biaya (cost).
d. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan
kenyamanan ruangan (tangibility).
8
e. Jaminan keamanan yang ditunjukan oleh petugas kesehatan
(assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungn dokter juga
termasuk pada faktor ini.
f. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam
memberikan perawatan.
g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien
(responsiveness).
3. Metode Pengukuran Kepuasan
Menurut Kotler (2005) ada beberapa metode dalam mengukur
kepuasan pelanggan yaitu :
a. Sistem keluhan dan saran.
Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan
cara menerima saran, keluhan masukan mengenai produk atau jasa
layanan.
b. Survei kepuasan pelanggan
Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei
kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan.
Jika hal ini dilakukan dengan baik, survei ini akan mencerminkan
kondisi lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan
terhadap jasa yang digunakan.
c. Belanja siluman (Ghost Shopping).
Yaitu dengan cara pihak pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara
berpura-pura sebagai pembeli atau pengguan jasa dan melaporkan
9
hal-hal yang berkaitan dengan cara memahami kelemahan dan
kekuatan produk jasa cara pesaing dalam menangani keluhan.
d. Analisa pelanggan yang hilang.
Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk
jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka.
Menurut Umar (2003) ada 6 (enam) konsep yang dapat dipakai
untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu:
a. Kepuasan pelanggan keseluruhan, yaitu dengan cara menanyakan
pelanggan mengenai tingkat kepuasan atas jasa pelayanan.
b. Dimensi kepuasan pelanggan, yaitu dengan cara mengidentifikasi
dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan, meminta pelanggan
menilai jasa berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan
layanan atau keramahan staf pelayanan terhadap pelanggan,
meminta pelanggan menilai jasa pesaing, meminta pelanggan
untuk menentukan dimensi yang penting untuk kepuasan seluruh
pelanggan.
c. Konfirmasi harapan, pada cara ini kepuasan tidak diukur langsung,
namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara
harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa yang diberikan.
d. Minat pembelian ulang, kepuasan pelanggan diukur berdasarkan
apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas jasa yang
sama.
10
e. Kesediaan untuk merekomendasikan, cara ini merupakan ukuran
yang penting, apalagi bagi jasa yang pembelian ulangnya relatif
lama, seperti jasa pendidikan tinggi.
f. Ketidakpuasan pelanggan, dapat dikaji dengan melihat komplain
pasien.
4. Kepuasan terhadap layanan keperawatan
Kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan dapat dibedakan
menjadi dua (Aswar, 1996) yaitu :
a. Kepuasan yang mengacu pada kode etik dan standar pelayanan.
1) Hubungan dokter atau perawat dan pasien.
2) Kenyamanan dan pelayanan yang menyangkut pada sarana dan
prasarana dari rumah sakit.
3) Kebebasan dalam melakukan pilihan.
4) Pengetahuan dan kompetisi teknis yang merupakan prinsip
pokok standar pelayanan.
5) Efektifitas pelayanan.
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan meliputi :
1) Ketersediaan pelayanan.
2) Kewajaran pelayanan.
3) Kesinambungan pelayanan.
4) Penerimaan pelayanan.
5) Ketercapaian pelayanan.
11
6) Keterjangkauan pelayanan kesehatan.
7) Efisiensi pelayanan kesehatan.
8) Mutu pelayanan kesehatan.
Jika dibandingkan kedua kelompok kepuasan ini, dapat dilihat
bahwa dimensi kepuasan yang kedua bersifat ideal. Karena untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan
tidaklah semudah yang diperkirakan. Untuk mengatasi masalah
tersebut diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi selektif, dalam
arti penerapan dimensi kepuasan kelompok pertama dilakukan secara
optimal, sedangkan penerapan dimensi kelompok kedua dilakukan
secara selektif yaitu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
B. Konsep Caring Perawat
1. Pengertian caring
Caring adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam memberikan
dukungan kepada individu secara utuh, tindakan dalam bentuk perilaku
caring seharusnya diajarkan pada manusia sejak lahir, masa
perkembangan, masa pertumbuhan, masa pertahanan sampai dengan
meninggal. Caring adalah esensi dari keperawatan yang membedakan
dengan profesi yang lain dan mendominasi serta mempersatukan tindakan-
tindakan keperawatan, menurut Watson,(2002) dalam Dwidiyanti (2007).
12
Caring dalam keperawatan adalah fenomena transkultural dimana
perawat berinteraksi dengan klien, staf dan kelompok lain. Perilaku caring
bertujuan dan berfungsi mengubah struktur sosial, pandangan hidup dan
nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu tempat dengan tempat
yang lain. Dalam merawat diri sendiri dan orang lain dalam praktiknya
akan berbeda pada setiap kultur dan etik serta pada sistem profesional
care-nya (Leininger,1991).
Caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktek
keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata
perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi
tindakan menurut Marriner-Tomey (1994) dalam Nuracmah (2001).
Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan
asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan
keselamatan klien menurut Carruth et all (1999) dalam Nuracmah (2001).
Caring juga diartikan sebagai sikap peduli yang memudahkan diperoleh
kesehatan dan pemulihan ( Shoffner, 2003 ).
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa caring adalah
manifestasi dari perhatian kepada orang lain, berpusat pada orang,
menghormati harga diri dan kemanusiaan, komitmen untuk mencegah
terjadinya status yang memburuk, memberi perhatian dan konsen,
menghormati kepada orang lain dan kehidupan manusia, cinta dan ikatan,
otoritas dan keberadaan, selalu bersama, empati, pengetahuan,
penghargaan dan menyenangkan (Dwidiyanti,2007).
13
2. Konsep dasar caring
Menurut Watson (2002) dalam Nurrachmah (2001) ada 10 asumsi
yang mendasari konsep caring. Sepuluh asumsi tersebut adalah:
a. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik.
Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu
kepada klien. Selain itu perawat juga memperlihatkan kemampuan diri
dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
b. Memberikan kepercayaan dan harapan dengan cara memfasilitasi dan
meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Disamping itu,
perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan.
c. Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain.
Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien,
sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap
wajar pada orang lain.
d. Mengembangkan hubungan saling percaya.
Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap
empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien.
e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif
klien.
Perawat memberikan waktunya dalam mendengarkan keluhan dan
perasaan klien.
f. Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk
pengambilan keputusan.
14
Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir
dan pendekatan asuhan kepada klien.
g. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan
asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.
h. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang
mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal
klien terhadap kesehatan kondisi penyakit klien.
i. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien.
j. Perawat membantu memberikan semangat spiritual terhadap kebutuhan
klien.
3. Aspek spiritual dalam caring
Dalam pelaksanaannya caring, aspek spiritual menjadi hal yang
penting ditunjukan dalam konteks sebagai berikut:
a. Perawat membantu orang yang dirawat dengan sepenuh hati dan
memperlakukannya sebagai manusia yang wajar dalam konteks
kesadaran keperawatan.
b. Menghadirkan keyakinan yang mendalam hal-hal yang nyata dari diri
sendiri dan orang yang dirawat.
15
c. Pemeliharaan praktik spiritual dari diri sendiri serta diri transpersonal,
tidak mementingkan ego sendiri, terbuka bagi orang lain yang
sensitifitas dan kasih sayang.
d. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura dan
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dengan spontan.
e. Menghadirkan dan mendukung ekspresi perasaan positif dan negatif
sebagai suatu hubungan timbal balik yang mendalam dari diri sendiri
dan orang yang dirawat.
f. Mengoptimalkan kemampuan diri dengan kreatif yang penuh ide-ide
dan gagasan sesuai pengetahuan dari proses perawatan, terlibat didalam
praktik perawatan dan penyembuhan.
g. Perawat berusaha untuk simpati , empati dan mengerti kondisi dengan
orang yang dirawat.
h. Menciptakan lingkungan yang terapeutik pada seluruh tingkatan (fisik
dan fisik) keindahan, kenyamanan martabat dan kedamaian yang
diciptakan.
i. Membantu pemenuhan kebutuhan dasar, dengan kesadaran keperawatan
yang disengaja, melakukan perawatan manusia yang esensial, yang
menyesuaikan jiwa tubuh keseluruhan dan kesatuan umat manusia
dalam seluruh aspek keperawatan, mewujudkan semangat dan
mengembangkan energi spiritual.
j. Terbuka pada misteri spiritual dan dimensi keberadaan hidup mati
manusia, perawatan jiwa untuk diri sendiri dan orang lain yang dirawat.
16
4. Nilai humanis dalam caring
Menurut Dwidiyanti (2007) Nilai humanis meyakini kebaikan dan
nilai-nilai manusia sebagai suatu komitmen dalam bekerja untuk
kemanusiaan. Perilaku yang manusiawi adalah empati, simpati, terharu
dan menghargai kehidupan. Dalam keperawatan , humanisme merupakan
suatu sikap dan pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai manusia
yang mempunyai kebutuhan lebih dari sekedar nomor tempat tidur atau
sebagai seseorang berpenyakit tertentu. Perawat yang menggunakan
pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan semua yang
diketahuinya tentang pasien yang meliputi pikiran, perasaan, nilai-nilai,
pengalaman, kesukaan, peilaku, dan bahasa tubuh.
Pendekatan humanistik ini adalah aspek keperawatan tradisional
dari caring, yang diwujudnyatakan dalam pengertian dan tindakan.
Pegertian membutuhkan kemampuan mendengarkan orang lain secara
aktif dan arif serta menerima perasaan-perasaan orang lain. Prasyarat
bertindak adalah mampu bereaksi terhadap kebutuhan orang lain dengan
keiklasan, kehangatan untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal.
Untuk memahami bagaimana perawatan mendekati dengan cara
humanistik, diperlukan kesadaran diri yang membuat perawat menerima
perbedaan dan keunikan klien. Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui
tiga cara yaitu :
17
a. Mempelajari diri sendiri yaitu proses eksplorasi diri sendiri, tentang
pikiran, perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang
menyenangkan, hubungan interpersonal dan kebutuhan pribadi.
b. Belajar dari orang lain. Kesediaan dan keterbukaan menerima
umpan balik orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang
diri sendiri
c. Membuka diri. Keterbukaan merupakan salah satu kepribadian
yang sehat, untuk ini harus ada teman intim yang dapat dipercaya,
tempat menceritakan hal yang rahasia.
5. Hubungan perawat dengan klien
Hubungan interpersonal tergantung pada komitmen moral
perawat dalam melindungi dan meningkatkan martabat manusia serta
dirinya sendiri yang lebih dalam, kesadaran perawat dalam memelihara
komunikasi dan menghargai jiwanya serta kesadaran perawat akan
adanya potensi pasien untuk sembuh berdasarkan pengalaman selama
melakukan pelayanan keperawatan. Hubungan ini menjelaskan
bagaimana perawat dalam penilaian yang obyektif serta menunjukan
perhatian terhadap subyek, perawat menjadi penghubung dalam
pandangan orang lain tentang keperawatan, sehingga mampu
menyatukan persepsi yang sama tentang pelayanan yang diberikan
antara perawat, pasien, keluarga dan dokter ( Abraham, 1997 ). Menurut
Potter dan Perry (1999) dalam Dwidiyanti (2007), perkembangan,
persepsi, nilai, latar beakang, budaya, emosi, pengetahuan, peran, dan
18
tatanan interaksi mempengaruhi isi pesan dan sikap penyampaian
pesan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berinteraksi
dengan pasien yaitu :
a. Perkembangan
Lingkungan yang diciptakan oleh orang tua mempengaruhi
kemampuan anak untuk berkomunukasi. Perawat menggunakan
teknis khusus ketika berkomunikasi pada anak sesuai dengan
perkembangannya.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian.
Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman ,Northouse &
Northouse (1992) dalam Dwidiyanti (2007). Perbedaan persepsi
akan menghambat komunikasi.
c. Nilai, Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga
penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang.
d. Latar belakang sosial budaya, Budaya mempengaruhi cara bertindak
dan komunikasi dalam pemberian pelayanan keperawatan.
e. Emosi, Emosi adalah perasaan subyektif tentang suatu peristiwa.
Cara seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain
dipengaruhi oleh keadaan emosinya.
f. Pengetahuan, Hubungan sulit terjalin jika orang yang bersangkutan
memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Dengan pengkajian,
19
perawat dapat menjalin hubungan terapeutik dengan pasien sesuai
dengan tingkat pegetahuannya.
g. Peran, Perawat perlu menyadari perannya saat berhubungan dengan
klien ketika memberikan asuhan keperawatan.
h. Tatanan interaksi, Interaksi antara perawat dengan klien akan lebih
efektif jika dilakuakan dilingkungan yang menunjang. Perawat perlu
memilih tatanan yang memadai ketika berinteraksi dengan klien.
6. Komunikasi dalam caring
Kemampuan komunikasi menurut Dwidiyanti (2007) adalah hal
yang paling penting dalam berhubungan dengan klien, dan merupakan
kompetensi kunci serta menggambarkan profil seorang perawat yang
wajib digunakan dalam pelayanan keperawatan. Dengan komunikasi,
perawat tentu akan memahami masalah klien sehingga perawat akan
mampu berperilaku caring.
Di rumah sakit terjadi pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Keuntungan komunikasi
verbal dalam tatap muka yang memungkinkan individu untuk berespon
secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif harus :
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek, langsung.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkan dengan jelas.
20
b. Perbendaharaan kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika mengirim pesan tidak mampu
menerjemahakan kata dan ucapan. Perawat harus menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti oleh pasien.
c. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,
perasaan atau ide yang terdapat pada suatu kata.
d. Selaan dan kecepatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi. Selaan yang lama dan pengalihan yang
cepat pada pokok pembicaraan lain akan menimbulkan kesan
bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.
e. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap perasaan. Bila
pasien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi.
f. Humor.
Dugan (1989) dalam Dwidiyanti (2007) menyatakan bahwa
tertawa mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan
oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien.
21
7. Kode etik keperawatan dalam caring
Kode etik keperawatan indonesia (Priharjo,1995), tanggung
jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, perawatan
dalam melaksanakan pengabdian senantiasa berpedoman pada
tanggung jawab yang pangkal tolaknya bersumber pada adanya
kebutuhan perawatan untuk individu, keluarga dan masyarakat.
Tanggung jawab perawat terhadap tugas, perawat senantiasa
memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan
perawatan sesuai dengan kebutuhan individu atau klien, keluarga dan
masyarakat.
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan
kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan
mengurangi penderitaan. Oleh karena itu perawat harus meyakini
bahwa:
a. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan diberbagai tempat adalah
sama.
b. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan
terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjujung tinggi hak
asasi manusia.
c. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat
mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait.
22
Menurut Leininger (1991), ada beberapa pernyataan dalam
transcultural Nursing : concept, theories and practices dan dalam
tulisan-tulisannya yang lain ada beberapa hipotesis untuk penelitian
kuantitatif. Dan bidang penelitian kualitatif yang unik seperti berikut :
1. Perbedaan yang dapat diidentifikasi dalam nilai caring dan perilaku
keperawatan diantara dan dalam budaya yang menunjukan
perbedaan dalam pelayanan keperawatan yang diharapkan oleh
penerima pelayanan.
2. Perbedaan dalam nilai dan norma perilaku keperawatan antara
masyarakat yang sangat tergantung pada tehnologi dan yang tidak
tergantung pada tehnologi merupakan bidang-bidang penelitian
komparatif.
3. Sebagai perawatan profesional dan bekerja pada budaya yang asing,
dan niali yang berbeda mengenai perilaku keperawatan, maka akan
ada sinyal yang terang tentang konflik dan problem budaya.
4. Semakin besar ketergantungan personil keperawatan pada tehnologi
danaktivitasnya sehari-hari, akan semakin memperbesar jarak
hubungan interpersonal dan semakin sedikit kepuasan klien.
5. Intervensi keperawatan yang memberikan praktik keperawatan
dengan budaya yang spesifik akan menunjukan sinyak yang positif
tentang kepuasan klien.
23
C. Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka teori hubungan caring perawat dengan tingkat
kepuasan pasien. Sumber : Kotler et all (2003).
D. Kerangka Konsep
Kepuasan klien
- Pemahaman pengguna jasa - Empati (sikap peduli petugas
kesehatan) - Biaya - Penampilan fisik - Jaminan keamanan
(asuransi) - Kehandalan dan ketrampilan
petugas kesehatan - Kecepatan petugas memberi
tanggapan
Caring Perawat Kepuasan Pasien
Gambar 2.2. Kerangka konsep hubungan caring perawat dengan tingkat
kepuasan pasien.
E. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang diteliti meliputi :
1. Variabel bebas (X) yaitu caring perawat.
2. Variabel terikat (Y) yaitu tingkat kepuasan pasien.
F. Hipotesis
Ada hubungan antara caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien di
instalasi rawat inap RSUD Tugurejo Semarang.