BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. …repository.ump.ac.id/1512/3/Ikmal El Lutfi - Bab...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. …repository.ump.ac.id/1512/3/Ikmal El Lutfi - Bab...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum
1. Pengertian Perlindungan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia tidak memberikan definisi secara
jelas mengenai arti kata perlindugan hukum itu sendiri namun bila diartikan
beberapa unsur kata perlindungan sebagai berikut (Pusat Bahasa, 2008:
864):
a. Lindung: berlindung:menempatkan dirinya di bawah (di balik, di
belakang) sesuatu supaya tidak terlihat atau tidak kena angin, panas,
dan sebagainya; bersembunyi (berada) di tempat yang aman supaya
terlindung; minta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha kuasa supaya
selamat atau terhindar dari godaan, bencana, dosa,
b. Melindungi: menutupi supaya tidak terlihat atau tampak, menjaga;
merawat; memelihara, menyelamatkan (memberi pertolongan dan
sebagainya) supaya terhindar dari mara bahaya. melindungkan:
membuat (diri) terlindung (tersembunyi dan sebagainya),
mempergunakan sesuatu untuk melindungi, menaruhkan
(menempatkan) sesuatu di tempat yang aman atau terlindung,
c. Terlindung: tertutup oleh sesuatu sehingga tidak kelihatan (tidak kena
panas, angin, dan sebagainya), tersembunyi (di balik sesuatu),
diselamatkan (dari bencana dan sebagainya),
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
12
d. Lindungan: yang dilindungi, cak tempat berlindung, cak perbuatan (hal
dan sebagainya) memperlindungi,
e. Perlindungan: tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya)
memperlindungi,
f. Memperlindungi: menjadikan atau menyebabkan berlindung,
g. Pelindung: orang yang melindungi, alat untuk melindungi,
h. Pelindungan: proses, cara, perbuatan melindungi,
i. Kelindungan: terlindung, terlampaui, tersaingi.
Dalam istilah pengertian perlindungan menurut ilmu hukum adalah
suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak
hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik
maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror,
dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan,
penuntutan, dan atas pemeriksaan di sidang Pengadilan
(http://seputarpengertian.blogsport.co.id).
2. Pengertian Hukum
Secara etimologis, istilah hukum (Indonesia) disebut Law (Inggris) dan
recht (Belanda dan Jerman) atau Droit (Prancis). Istilah recht berasal dari
bahasa latin rectum berarti tuntunan atau bimbingan perintah atau
pemerintahan. Rechtum dalam bahasa Romawi adalah rex yang berarti raja
atau perintah raja. Istilah-istilah tersebut (recht, rechtum, rex) dalam bahasa
Inggris menjadi right (hak atau adil) yang berati hukum (Sugiarto Umar
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
13
Said, 2015: 6). Sedangkan Menurut beberapa ahli, pengertian hukum
sebagai berikut:
a. Menurut Salim, HS, hukum adalah keseluruhan dari aturan-aturan
hukum, baik yang dibuat oleh negara maupun yang hidup dan
berkembangan dalam masyarakat dengan tujuan untuk melindungi
kepenting masyarakat sementara itu hukum yang hidup, tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat hanya dipatuhi oleh warga masyarakat
setempat dan sifatnya lokal (2009: 26),
b. Menurut Achmad Ali, hukum adalah seperangkat kaidah atau aturan
yang tersusun dalam suatu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat
dalam kehidupan bermasyarakat, yang bersumber dari masyarakat sendiri
maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi
dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga
masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam kehidupannya dan jika
kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas
tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal (2012: 19),
c. Menurut Soedikno Mertokusumo, hukum adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi (1986:
34),
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
14
d. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, pengertian hukum yang memadai
harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah
dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi
harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan
untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan (1989: 30),
e. Menurut Soerojo Wignjodipuro, hukum adalah himpunan peraturan
hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau
perizinan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud
untuk mengatur tataterbit dalam kehidupan masyarakat (1982: 13),
f. Menurut M.L. Tobing, hukum adalah kesuluruahan asas-asas dan kaidah
yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat dan juga meliputi
lembaga-lembaga, institusions dan proses-proses yang mewujudkan
berlakunya kaidah dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (1983: 10),
g. Menurut Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup / perintah dan
larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang
seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu (1983: 53),
h. Menurut Van kan dan J.H.Beekhuis, hukum adalah peraturan yang
bersifat memaksa yang diadakan untuk melindungi kepentingan orang
dalam masyarakat dan siapa yang melangar norma hukum dapat di jatuhi
sanksi atau dituntut oleh pihak yang berwenang atau pihak yang hak-
haknya dirugikan (1972: 13).
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
15
3. Pengertian Perlindungan Hukum
Berdasarkan pengertian perlindungan dan teori hukum datas bahwa
perlindugan hukum dapat didevinisikan sebagaimana dijelaskan oleh para
ahli sebagai berikut:
a. Menurut Soetjipto Raharjo perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum (1983: 121),
b. Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa perlindungan hukum adalah
perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-
hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan
ketentuan hukum dari kesewenangan (1987: 38),
c. Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa
yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban
dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati
martabatnya sebagai manusia (2004: 3),
d. Menurut Muchin perlindungan hukum adalah kegiatan untuk melindungi
individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah
yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya
ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia (2003: 14).
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
16
B. Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Secara etimologi kata nikah mempunyai banyak definisi antara lain
berkumpul, bersatu, bersetubuh dan akad sedangkan secara terminologi kata
kawin akad yang dari pengertian secara etimoligi di atas indentik dengan
tujuan dari hukum nasional yang dicantumkan dalam Undang-undang No 1
Tahun 1974 Pasal 1 yang isinya perkawinan merupakan ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarka ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam kompilasi hukum
Islam memberikan definisi perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqa ghaliidhan untuk menaati perintah Allah
(Soemiyati, 1999: 24).
Perkawinan sebagaimana dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu, ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagaimana suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Kemudian pada Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan tersebut selanjutnya menegaskan bahwa
perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya (M. Indra Ridhwan, 1994: 1).
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
17
Dengan melihat pengertian perkawinan yang tercantum dalam Pasal 1
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di atas, bila
diperinci ada 3 (tiga) unsur penting:
a. Perkawinan ialah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri.
b. Ikatan lahir batin itu di tunjukan untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia kekal dan sejahtera.
c. Ikatan lahir batin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan pada
Ketuhanan Yang Maha Esa (Saleh K. Wantjik, 1987: 14).
Perkawinan dapat dipisahkan menjadi tiga bagian yakni perkawinan
dilihat dari segi hukum Islam, perkawinan dari segi sosial dan perkawinan
dari segi Agama Islam, dipandang dari segi hukum Islam, perkawinan itu
merupakan perjanjian, dalam QS.an-Nissa’[4]:21 dinyatakan: Dan mereka
(istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
”perkawinan adalah perjanjian yang kuat, disebut dengan kata-
kata,”mitsaqan ghalizhan. Sedangkan menurut Pasal 26 Kitab Undang-
undang hukum Perdata perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang
lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama dalam Undang-
undang hanya memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (Soemiyati, 1999: 25).
2. Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
18
mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih
sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan
mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Syari’ah (Ali Afandi,
1987: 7).
Rumusan tujuan perkawinan di atas dapat diperinci sebagai berikut:
a) Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
kemanusiaan.
b) Mewujudkan sesuatu keluarga dengan dasar cinta kasih.
c) Memperoleh keturunan yang sah.
d) Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
e) Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan
yang halal, dan memperbesar rasa tanggungjawab kepada keluarga
(Soemiyati, 1999: 12-13).
3. Asas-asas Perkawinan
Menurut Muchin (2004: 34), asas-asas perkawinan sebagai berikut :
a. Asas kesukarelaan dan kebebasan memilih
Untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, setiap
perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak, calon
mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita. Perkawinan merupakan
salah satu hak asasi manusia, oleh karena itu suatu perkawinan harus
didasar pada kerelaan masing-masing pihak untuk menjadi suami istri,
untuk saling menerima dan saling melengkapi satu sama lainya, tanpa
ada satu paksaan dari pihak lain manapun juga. Perkawinan yang tanpa
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
19
didasari oleh persetujuan kedua belah pihak yang melangsungkan
perkawinan dapat dijadikan alasan membatalkan perkawinan. Prinsip ini
tegas dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan yang menentukan, bahwa perkawinan harus
didasarkan persetujuan kedua calon mempelai
b. Asas persetujuan dua belah pihak
Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang
mengadakan perkawinan caranya adalah diadakan peminangan terlebih
dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk
melaksanakan perkawinan atau tidak.
c. Asas kemitraan suami istri
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan
bermasyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga
dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.
d. Asas untuk selamanya
Sebagaimana dalam tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal dan sejahtera, maka Undang-undang ini
menganut prinsip untuk mempersukar tejadinya perceraian. Untuk
memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (Pasal 19
Peraturan Pemerintah Nomor. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di
depan sidang Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan Negeri
bagi golongan luar Islam
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
20
e. Asas monogami terbuka
Poligami sebagai pengecualian dalam hal tertentu perkawinan poligami
diperkenankan sebagai pengecualian perkawinan monogami, sepanjang
hokum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya. Namun
demikian perkawinan seorang suami dengan lebih seorang istri,
meskipun itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya
dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu, dan
diputuskan oleh Pengadilan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (2)
dan Pasal 4 serta Pasal 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
4. Rukun dan Syarat-syarat Perkawinan
Antara rukun dan syarat perkawinan itu ada perbedaan dalam
pengertianya. Yang dimaksud dengan rukun dari perkawinan ialah hakekat
dari perakawinan itu sendiri, jadi tanpa ada salah satu rukun, jadi tanpa
adanya salah satu rukun, perkawinan tidak mungkin dilaksanakan. Sedang
yang dimaksud dengan syarat ialah sesuaut yang harus ada dalam
perkawinan tetapi tidak termasuk hakekat dalam perkawinan itu sendiri.
Kalau salah satu syarat-syarat dari perkawinan tidak dipenuhi maka
perkwainan itu tidak sah. Misalnya syarat-syarat dari perakwinan itu yang
harus dipenuhi oleh masing-masing rukun perkawinan. Adapun yang
termasuk rukun perkawinan , yaitu hakekat dari suatu perkawinan , supaya
dapat dilaksanakan ialah:
a. Pihak-pihak yang melasakan aqad nikah yaitu mempelai pria dan wanita
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
21
b. Wali
c. Saksi
d. Akad nikah (Soemiyati, 1999: 30).
Menurut Ali Afandi (1987: 27) menjelaskan bahwa mengenai syarat-
syarat perkawinan, dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7, yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut:
1. Harus ada persetujuan dari kedua calon mempelai.
2. Adanya ijin dari kedua orangtua atau wali (Pasal 6 ayat 2) ijin ini hanya
diperlukan bagi calon mempelai yang belum berumur 21 (dua puluh
satu) tahun.
3. Apabila kedua orangtua meninggal duania, maka yang berhak memberi
ijin sesuai dengan ketentuan (Pasal 6 ayat 3, 4 dan 5).
4. Apabila salah seorang dari kedua orangtua dalam keadaan tidak mampu
menyatakan kehendaknya karena disebabkan:
a) Karena di bawah kuratele.
b) Sakit ingatan.
c) Tempat tinggalnya tidak diketahui, maka ijin cukup diberikan oleh
salah satu pihak saja yang mampu menyatakan kehendaknya (Pasal
6 ayat 3).
5. Apabila kedua orangtua telah meninggal dunia atau kedua-duanya tidak
mampu menyatakan kehendanya maka, yang berhak memberi ijin
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
22
adalah wali atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis
keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup (Pasal 6 ayat 4).
6. Jika ada perbedaan pendapat antara mereka yang disebut dalam ayat 2,
3 dan 4 pasal 6 ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak
ada menyatakan pendapatnya, Pengadilan dalam daerah hukum tempat
tinggal orang yang berhak melaksanakan perkawinan yang berhak
memberi ijin.
7. Batas umur untuk melaksanakan perkawinan adalah sekurang-
kurangnya 19 (sebilan belas) tahun bagi calon suami dan 16 (enam
belas) tahun bagi calon isteri (Pasal 7 ayat 1).
C. Tentang Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Ketentuan Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan hanya disebutkan bahwa perceraian merupakan salah satu
penyebab putusnya perkawinan. Alasan dari perceraian ini adanya tujuan
perkawinan sebagaimana tercantum pada Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan mengisyaratkan pula pengertian perceraian.
Perceraian hendaknya menjadi upaya terakhir yang ditempuh jika upaya-
upaya lain yang ditempuh sebelumnya untuk mengusahakan keutuhan
ikatan perkawinan tidak berhasil (Saleh K.Wantjik, 1987: 31).
Jadi istilah perceraian secara yuridis putusnya perkawinan, yang
mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami istri atau berhenti berlaki
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
23
bini (suami istri) sebagaimana diartikan dalam kamus besar bahasa
Indonesia diatas Istilah perceraian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 sebagai aturan hukum positif tentang perceraian menujukkan adannya:
a. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk
memutus hubungan perkawinan antara mereka
b. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yang yaitu
kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan
yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan yang maha kuasa
c. Putusan hakim yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum
putusnya hubungan perkawinan antara suami istri (Muhammad
Syarifuddin, Dkk, 2013: 16).
Hukum perdata menjelasakan bahwa Percerian ialah penghapusan
perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan itu (Subekti, 2001: 42). Namun bila dilihat dari pengertian
hukum Islam bahwa perceraian merupakan putusnya hubungan keluarga
yang dimungkinkan terjadi karena beberapa hal sebagaimana berikut: talak,
khuluk, fasakh, syiqoq, taklik-talak, fahisah, ila’, zhihar, li’an dan Murtad
(Riddah).
2. Bentuk Perceraian
Bentuk-bentuk perceraian yang mengakibatkan putusnya perkawinan
yang dapat dijadikan alasan hukum perceraian dan bermuara pada cerai
talak dan cerai gugat yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor. 1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
24
Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Talak
Secara harfiah, talak berarti lepas dan bebas. Dihubungkan kata
talak dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan, karena antara
suami dan istri sudah lepas hubungannya atau masing-masing sudah
bebas. Dalam mengemukakan arti talak secara terminologis, ulama
mengemukakan rumusan yang berbeda, namun secara esensinya sama,
yakni melepaskan hubungan pernikahan dengan mengunakan lafaz talak
dan sejenisnya (Anshori Abdul ghofur, 2011: 106).
Talak artinya cerai, pelaksaannya di lakukan atas inisiatif suami
dengan ucapan yang dinkeluarkan oleh diri sendiri dalam keadaan
sengaja atau tidak sengaja (Djamali R. Abdul, 2002: 99) sedangkan
dalam Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa talak
adalah ikrar suami dihadapan peradilan agama yang menjadi sebab
putusnya perkawinan.
2. Khuluk
Bila seorang istri melihat pada suaminya sesuatu yang tidak
diridhai Allah untuk melanjutkan hubungan perkawinan, sedangkan si
suami tidak merasa perlu untuk menceraikannya, maka si istri dapat
meminta perceraian dari suaminya dengan kompensasi ganti rugi yang
diberikannya kepada suaminya. Bila suami menerima dan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
25
menceraikannya istrinya atas dasar uang ganti itu, maka putuslah
perkawinan antara keduanya putus perkawinan cara ini disebut Khulu’.
Menurut para fuqaha, khulu’ kadang dimaksudkan makna yang
umum, yakni perceraian dengan disertai sejumlah harta sebagai iwadh
yang diberikan oleh istri kepada suami untuk menembus diri agar
terlepas dari ikatan perkawinan baik dengan kata khulu’ mubara’ah
maupun talak (Abdul Rahman Ghozali, 2012: 220).
3. Fasakh
Fasakh menurut bahasa berarti memisahkan atau memutuskan.
Adapun pengertian fasakh menurut istilah adalah memutuskan akan
nikah karena ada sebab yang nyata dan jelas yang menghalangi
kelestarian hubungan suami isteri. Perceraian dalam bentuk fasakh
termasuk perceraian dalam proses peradilan. Hakimlah yang memberikan
keputusan tentang berlangsungnya perkawinan, atau terjadinya
perceraian karena itu pihak penggugat dalam perkara fasakh haruslah
mempunyai alat-alat bukti yng lengkap, sehingga dengan alat bukti
tersebut dapat menimbulkan keyakinan bagi hakim yang menyidangkan
perkara tersebut.
Fasakh sebagai suatu perceraian suami-istri yang dilakukan melalui
proses Pengadilan dengan keputusan yang diselingi konflik-konflik
lainya yang berarti tidak mencerminkan kehidupan rumah tangga yang
baik, karena itu pada puncak konflik dan terjadi lepas bergaul (scheiding
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
26
van tafel en bed) diizinkan istri mengajukan permohonan cerai melalui
Pengadilan agama (Djamali R. Abdul, 2002: 107).
4. Siqoq
Siqoq artinya adalah perselisihan yang terus menerus antara suami
dan isteri. Bila ini terjadi maka diadakanlah dua utusan sebagai pendamai
antara pihak suami dan isteri setelah fase-fase menasehati, memisahkan
tempat tidur, dan memukul isteri sebagai upaya mendidik menuju
perdamaian rumah tangga yang tak kunjung berhasil
Siqoq artinya sengketa atau konflik. dalam kehidupan rumah
tangga suatu pertengkaran antara suami-istri tidak mungkin dapat
dihindarkan, hal ini dapat dipahami karena dua pikiran dan pendapat
terhadap suatu hal sering tidak dapat dipertemukan dalam satu pendapat
dengan segera yang berakibat timbulnya pertengkaran (Abdul Rahman
Ghozali, 2012: 107).
5. Talik-Talak
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 45 menjelaskan bahwa ada
dua bentuk perjanjian perkawinan yakni kedua calon mempelai dapat
mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk:
1. Taklik talak
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam
Namun secara definisi menjelaskan bahwa Talik talak adalah suatu
janji dari suami kepada istri yang berdasarkan kepada syarat-syarat
tertentu. lembaga taklik itu timbul kalau ada penilaian istri bahwa
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
27
suaminya menunjukkan gejala-gejala akan menyia-nyiakan atau akan
meningalkannya dikemudian hari (Djamali R. Abdul, 2012: 108).
6. Fahisah
Fahisah menurut AlQur’an Surat An-Nisa’(4): 15 ialah perempuan
yang melakukan perbuatan keji atau perbuatan buruk yang melakukan
keluarga seperti perbuatan mesum, homo seksual, lesbian, dan
sejenisnya. Apabila terjadi peristiwa yan sedemikian itu, maka suami
dapat bertindak mendatangkan 4 (empat) orang saksi laki-laki yang adil
yang memberikan kesaksian tentang perbuatan itu, apabila terbuktu
benar, maka kurunglah wanita itu dalam rumah sampai meraka menemui
ajalnya.
Menurut surat An-Nisa’ (4): 135 dijelaskan tentang kurungan itu
ialah sampai Allah memberikan jalan (memberikan petunjuk) kepadanya.
Tindak an mengurung itu apabila suami dapat mendatangkan saksi bahwa
istrinya (wanita) itu benar-benar telah melakukan perbuatan yang
memalukan keluarga (fahisah), apabila kelak wanita (istri) tersebut telah
sadar dan bertaubat ingin menjadi orang yang baik-baik dia harus
dibebaskan kata fahisah ini dalam Al quran terutama dihubungkan
dengan penyelewengan dalam hubungan seks atau perzinaan
(Muhammad Syarifuddin, Dkk, 2013: 141).
7. Ila’
Ila’ berasal dari bahasa Arab, yang secara arti kata berarti”tidak
mau melakukan sesuatu dengan cara bersumpah “atau“sumpah”. Dalam
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
28
artian devinitif terdapat beberapa rumusan masalah yang hampir atau
berdekatan sehingga. Arti dari pada kata ila’ ialah sumpah untuk tidak
melakukan suatu pekerjaan.
Dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 226-02, sebagai berikut:
“suami yang mengatakan ila’ (bersumpah tidak akan mencampuri
istrinya) diberi kesempatan selama empat bulan apabila dalam masa
empat bulan itu suami kembali mengauli istrinya maka Allah akan
mengampuninya dan memperkenankannya, akan tetapi apabila suami
bermaksud bermaksud menjatuhkan talak, maka Allah maha mendengar
dan mengetahui”.
Dari ayat–ayat al-Quran tersebut dapat diperoleh ketentuan bahwa:
1. Suami yang mengila’ istrinya batasnya paling lama hanya empat
bulan,
2. Kalau batas waktu itu habis maka suami harus kembali hidup sebagai
suami-istri atau mentalaknya.
Kalau batas waktu empat bulan itu habis dan suami belum
menetukan sikap, yaitu mentalak istrinya atau meneruskan hubungan
suami istri, maka menurut Imam Hanifah suami diam saja itu dengna
habisnya batas waktu empat bulan itu dianggap telah jatuh talaknya satu
kepada istrinya (Soemiyati, 1982: 117).
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
29
8. Zhihar
Zhihar adalah prosedur talak, yang hampir sama dengan ila’. Arti
zhihar adalah seorang suami yang bersumpah bahwa istrinya itu baginya
sama dengan pungung istrinya. Ibarat seperti ini erat kaitanya dengan
kebiasaan masyarakat Arab, apabila masyarakat Arab marah, maka
ibarat/penyamaan seperti tadi sering terucap. Apabila ini terjadi berarti
suami tidak akan menggauli istrinya.
Selajutnya kata zhihar diambil dari kata zhahr (punggung). Hal ini
dikarenakan apabila slah seorang kaum jahiliah menzhihar istrinya, maka
ia berkata kepadanya,”kamu seperti punggung ibuku”. Kemudian , lafazh
zhihar digunakan untuk seluruh anggota tubuh yang secara qiyas
menunjukkan kepada punggung, zhihar dimasa jahiliyah sama dengan
cerai, lalu Allah memberikan keringanan bagi umat ini dan menetapkan
kafarat didalamnya. Allah tidak menetapkannya sebagai cerai,
sebagaimana yang mereka yakini dimasa jahiliyah (Muhammad
Syarifuddin, Dkk, 2013: 153).
9. Li’an
Perkawinan dapat putus karena li’an. Li’an diambil dari kata la’an
(melekat), karena pada sumpah kelima, suami mengatakan bahwa ia
menerima laknat Allah bila ia termasuk orang-orang yang berdusta.
Perkara ini disebut li’an, ilti’an (melaknat diri sendiri) dan mula’anah
(saling melaknat). Li’an diambil dari firman Allah: “Dan (sumpah) yang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
30
kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang
berdusta”.
Bahwa li’an adalah lafaz dalam bahasa Arab yang berasal dari kata
laa-‘a-na, yang secara harfiah berarti saling melaknat, cara ini disebut
dalam term li’an, karena dalam prosesinya tersebut kata laknat tersebut.
Diantara definisi yang representatif, yang mudah dipahami adalah
sumpah suami yang menunduh istrinya berbuat zina, sedangkan dia tidak
mampu mendatangkan empat orang saksi (Abdul Ghofur Anshori, 201:
150).
Hukum li’an menurut Abdul Ghofur Anshori (2011: 152), bagi
suami yang yakin atau berat dugaanya akan kebenaran tuduhannya
adalah mubah atau boleh. Namun bila suami tidak kuat dugaannya atas
kebenaran tuduhannya, maka hukum li’an baginya adalah haram.
Adapun tujuan dari dibolehkannya li’an tersebut adalah memberikan
kemudahan kepada suami yang yakin akan kebenaran tuduhan zina yang
dilakukanya, sedangkan dia secara hukum formal tidak dapat berubah
apa-apa dalam membuktikan kebenaranya. Hikmahnya adalah
melepaskan ancaman dari suami yang yakin kebenarannya, yang hukum
formal tidak dapat membantunya.
10. Murtad (Riddah)
Ar-riddah secara harfiah berarti kembali. Ar-riddah dalam
pembahasan ini adalah kembalinya seorang muslim yang berakal dan
baligh untuk memilih keyakinan agama lain atas dasar pilihannya bukan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
31
atas paksaan. Dengan alasan walaupun dia hidup dan berada pada sisten
yang berlaku dilingkungan pemeluk agama lain dan secara formal
menjadi anggota yang sah dari masyarakatnya namun besar kemungkinan
keyakinannya tetap tidak tergoyahkan. Jika pada suatu saat ada peluang
untuk mewujudkan keyakinan yang diyakininya, yaitu keyakinan yang
sesuai dengan ajaran islam ia akan berupaya untuk mewujudkannya.
Apabila salah seorang dari suami atau istri keluar dari agama isla
atau murtad, maka putuslah hubungan perkawinan mereka. Dasar
hukumnya dapat diambil I’tibar dari Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
221, yang melarang menikah baik laki-laki dengan wanita maupun
sebaliknya wanita dengan laki-laki yang tidak beragama islam.
Disamping itu, Alquran surat Al-Baqarah ayat 229 pun dapat
dipergunakan, karena salah satu pihak tidak dapat menjalakan hukum-
hukum Allah, yaitu Al Quranul karim akan tetapi, adakalanya lembaga
murtad ini sering disalahgunakan, karena ingin mempermudah perceraian
salah satu pihak menyatakan dirinya murtad (Mohd.Idris Ramulyo, 1996:
147).
D. Akibat Hukum Pasca Perceraian
1. Akibat Hukum Perceraian terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban
Anak
Adanya anak dalam perkawinan bagi penghidupan manusia
mengandung dua segi kepentingan, yaitu kepentingan untuk diri peribadi
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
32
dan kepentingan yang bersifat umum (universal). Setiap orang yang
melaksanakan perkawinan tentu mempunyai keinginan untuk memperoleh
keturunan/anak. Bisa dirasakan bagaimana perasaan suami istri yang hidup
berumah tangga tanpa mempunyai anak, tentu kehidupannya akan terasa
sepi dan hampa. Biarpun keadaan rumah tangga mereka serba
berkecukupan, harta cukup, kedudukan tinggi, dan lain-lain serba cukup,
tetapi kalau tidak mempunyai keturunan, kebahagiaan rumah tangga belum
sempurna.
Biasanya suami istri yang demikian itu akan selalu berusaha dengan
segala kemampuan yang ada untuk berobat kepada dokter-dokter dan minta
tolong kepada orang-orang yang dianggap mampu untuk menolong mereka
dalam usahanya memperoleh keturunan Anak-anak itu merupakan
penolong, baik dalam kehidupannya di dunia maupun diakherat kelak, bagi
diri ibu bapak yang bersangkutan. Asperk umum atau universal yang
berhubungan dengan keturunan atau anak adalah karena anak-anak yang
dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah dapat menjadi penyambung
keturunan seseorang dan akan selalu berkembang untuk meramaikan dan
memakmurkan dunia ini (Soemiyati 1984: 14).
Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan dan perlindungan hak-
hak anak menurut Pasal 41 Huruf a Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
ialah baik bapak maupun ibu tetap mempunyai kewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bila
mana terjadi perselisihan mengenai penguasaan anka-anak, maka pengadilan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
33
pengadilan yang memberikan keputusanya. Akibat hukum perceraian
terhadap anak ini tentu saja hanya berlaku terhadap suami dan istri yang
mempunyai anak dalam perkawinan mereka, tetapi tidak berlaku terhadap
suami dan istri yang tidak mempunyai anak dalam perkawinan mereka.
Menurut Soemiyati (1984: 126), jika terjadi perceraian dimana telah
diperoleh kerturunan dalam perkawinan itu, maka yang berhak mengasuh
anak hasil perkawinan adalah ibu, atau nenek seterusnya keatas. Akan
tetapi, mengenai pembiayaan untuk penghidupan anak itu, termasuk biaya
pendidikannya adalah menjadi tanggung jawab ayahnya. Berakhirnya masa
asuhan adalah pada waktu anank itu sudah dapat ditanya kepada siapa dia
akan terus ikut. Kalau anak tersebut memilih ibunya, maka si ibu tetap tetap
berhak mengasuh anak itu, kalau anak itu memilih ikut bapaknya, maka hak
asuh ikut pindah pada bapak.
Sedangkan menuurt Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati (2008:
126), menguraikan pendapatnya mengenai akibat hukum perceraian
terhadap nafkah anak secara lebih terperinci, sebagai berikut:
a. Kewajiban membiayai anak tidak hilang karena putusnya perkawinan
adanya perceraian.
b. Biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh ayah (sampai anak dewasa
atau berdiri sendiri, bekerja/ mendapat penghasilan atau anak menikah).
Kewajiban membiayai tetap menjadi tanggung jawab ayah walaupun
pemeliharaan anak tidak padanya. Artinya ayah tetap mempunyai
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
34
kewajiban untuk membiayai penghidupan anak walaupun hak
pemeliharaan anak berada pada ibu, kakek, nenek, bibi, dan sebagainya.
c. Bila ayah tidak dapat memberi biaya pemeliharaan (penghidupan), maka
pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya hidup anak
d. Bila ayah tidak melaksanakan putusan pengadilan untuk membiayai
pemeliharaan anak, maka seorang mantan istri dapat melakukan
permohonan eksekusi kepada ketua Pengadilan Agama atau Pengadilan
Negeri dimana proses perceraiannya dilaksanakan. Selanjutnya,
Pengadilan akan memangil manta suami. jika suami tidak memenuhi
surat pangilan dari pengadilan tanpa alasan yang patut, maka ketua
pengadilan akaknmengeluarkan surat penetapan yang memerintahakan
untuk melakukan eksekusi kepada panitera atau juru sita.
Bahwa Pasal 41 huruf a Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah
wujud normatif dari upaya negara untuk melindungi hak-hak anak setelah
terjadinya perceraian dari kedua orang tuanya, berlandaskan fungsi negara
hukum mengaku dan melindungi HAM.
2. Akibat Hukum Perceraian terhadap Kedudukan, Hak, dan Kewajiban
Mantan Suami/Istri
Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, Hak dan kewajiban
mantan suami/istri menurut Pasal 41 htuf c Undang-undang Nomor. 1
Tahun 1974 ialah pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya kehidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi
bekas istri. Ketentuan normatif dalam Pasal 41 huruf c Undang-undang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
35
Nomor 1 Tahun 1974 ini mempunyai kaitan dengan Pasal 11 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan normatif bahwa
seorang wanita yang ptus perkawinannya beralaku jagka tunggu yang
kemudian pasal ini telah dijabarkan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 yang memuat ketentuan imperatif bahwa bagi seorang
janda yang masih datang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan
sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak datang
bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari. Apabila perkawinan putus,
sedangkan janda tersebut dalam keasdaan hamil, maka waktu tunggu
ditetapkan sampai ia melahirkan (Mahmud Yunus, 1968: 120).
Selanjutnya, menurut Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena
perceraian, sedang antara janda tersebut dengan bekassuaminya swebelum
terjadi hubungan kelamin. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian,
waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban
mantan suami/istri menurut Pasal 41 huruf c Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 selaras dengan hukum Islam, apabila terjadi perceraian antara
suami dan istri menurut hukum islam, maka akibat hukumnya ialah
dibebankannya kewajiban mantan suami terhadap mantan istrinya untuk
memberikan mut’ah yang pantas berupa uang atau barang dan mmeberikan
nafkah hidup, pakaian dan tempat kediaman selama mantan istri dalam masa
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
36
Iddah serta melunasi mas kawin, perjanjian ta’lik talak dan perjanjian yang
lain (Mahmud Yunus, 1968 : 125).
Selanjutnya akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan
kewajiban mantan suami/istri menurut Pasal 41 huruf c Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, yaitu pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas
suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menetukan sesuatu
kewajiban bagi mantan istri, adalah selaras dengan hukum islam. Akibat
hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban mantan
suami/istri yang diatur dalam hukum islam, telah dipostivikasi dalam
Kompilasi Hukum Islam khususnya Pasal 149 yang memuat ketentuan
imperatif bahwa bilamana perkawinan putus karena talak, maka mantan
suami wajib:
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang
atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul;
b. Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama
dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan
dalam keadaan tidak hamil
c. Melunasi mahar yang masih terhutang selurunya dan separoh apa bila al
dukhul
d. Memberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belu mencapai
umur 21 tahun (Muhammad Syarifuddin, Dkk, 2013: 405).
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
37
3. Akibat Hukum Perceraian terhadap Harta Bersama
Menurut hukum Islam, harta suami dan istri terpisah, dalam arti
masing-masing mempunyai hak untuk menggunakan atau membelanjakan
hartanya sepenuhnya, tanpa diganggu oleh pihak lain. Harta benda yang
menjadi hak sepenuhnya masing-masing pihak ialah harta bawaan masing-
masing sebelum terjadi perkawinan atau pun harta yang diperoleh masing-
masing pihak dalam masa perkawinan yang bukan merupakan usaha
bersama, misalnya menerima warisan, hibah, hadiah, dan lain sebagainya
Dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor Tahun 1974 dan Penjelasan
pasalnya, akibat hukum perceraian terhadap harta bersama diatur mernurut
hukumnya masing-masing, yang mencakup hukum agama, hukum adat atau
hukum yang lain. Ini berarti bahwa Undang-undang Nomor Tahun 1974
menyerahkan kepada para pihak (mantan suami dan mantan istri) yang
bercerai untuk milih hukum mana dan hukum apa yang akan berlaku, dan
jika tidak ada kesepakatan, hakim di pengadilan dapat mempertimbangkan
menurut rasa keadilan yang sewajarnya (Hilman Hadikusumo, 2007: 176).
Menurut Asro Sogroatmojo dan Wasit Aulawi (1976: 90), penjelasan
atas Pasal 35 Undang-undang Nomor Tahun 1974 bahwa apabila
perkawinan putus, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya
masing-masing, mempunyai cukup lebih luas dari bunyi Pasal 37, yang
membatasi diri sebagai berikut: Apabila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Perpecahan pikiran yang ditimbulkan dari pertentangan antara syarat-syarat
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
38
umum (putus) dan syarat khas (putus karena perceraian) bertambah karena
dijumpai dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sesuatu ketentuan
mengenai harta bersama itu, bila perkawinan putus bukan karena perceraian.
E. Teori Keadilan
1. Pengertian Keadilan
Keadilan sering diartikan sebagai sesuatu sikap dan karakter Sikap
dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas
keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat
orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.
Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek
tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;
a. jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;
b. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”
Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih,
diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk
menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka
sisi yang lain juga ambigu. Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak
adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan
orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang
patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan
memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan
hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
39
pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan
masyarakat (Friedman W, 1998: 34).
Semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan
mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil. Dengan demikian
keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang
lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga
kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan
pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai
sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi
memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang
lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi
adalah nilai (Huijbers Theo, 1995: 53).
2. Konsep Keadilan
Menurut Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui
kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional
masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan,
Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa.
Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Kelas
penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan
latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk
pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi
dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
40
a. Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa,
dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan
pikiranpikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan
agama harus dicegah atau ditekan.
b. Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan
pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan
bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri
menjadi pedagang. Alternatif pertama melemahkan kekuasaan mereka,
sedangkan alternative kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa
dan stabilitas negaranya (Popper Karl R, 2002: 110).
Doktrin-doktrin Aristoteles tidak hanya meletakkan dasar-dasar bagi
teori hukum, tetapi juga kepada filsafat barat pada umumnya. Kontribusi
Aristoteles bagi filsafat hukum adalah formulasinya terhadap masalah
keadilan, yang membedakan antara: keadilan “distributive” dengan keadilan
“korektif” atau “remedial” yang merupakan dasar bagi semua pembahasan
teoritis terhadap pokok persoalan. Keadilan distributive mengacu kepada
pembagian barang dan jasa kepada setiap orang sesuai dengan
kedudukannya dalam masyarakat, dan perlakuan yang sama terhadap
kesederajatan dihadapan hukum (equality before the law) (Sumaryono E,
2002: 7).
Menurut John Rawls (1971: 101), bahwa keadilan pada dasarnya
merupakan prinsip dari kebijakan rasional yang diaplikasikan untuk
konsepsi jumlah dari kesejahteraan seluruh kelompok dalam masyarakat.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
41
Untuk mencapai keadilan tersebut, maka rasional jika seseorang
memaksakan pemenuhan keinginannya sesuai dengan prinsip kegunaan,
karena dilakukan untuk memperbesar keuntungan bersih dari kepuasan yang
diperoleh oleh anggota masyarakatnya
Ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga
paling menguntungkan golongan masyarakat paling lemah. hal ini terjadi
kalau dua syarat dipenuhi. Pertama situasi ketidaksamaan menjamin
maximum minorium bagi orang yang paling lemah. Artinya situasi
masyarakat harus sedemikian rupa, sehingga dihasilkan untung yang paling
tinggi yang mungkin dihasilkan bagi orang-orang kecil. kedua, ketidak
samaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang.
maksudnya setiap orang memiliki diberikan peluang yang sama besar dalam
hidup (Friedrich, 1999: 239).
Kesamaan dapat meletakkan prinsip-prinsip keadilan, karena pada
dasarnya hukum harus menjadi penuntun agar orang dapat mengambil posisi
yang adil dengan tetap memperhatikan kepentingan individunya, dan
bertindak proposional sesuai dengan haknya serta tidak melanggar hukum
yang berlaku. Dengan demikian keadilan sangat berkaitan dengan hak dan
kewajiban para pihak dalam melaksanakan kesepakatan perjanjian sebagai
bentuk tanggung jawabnya (John Rawls, 1971: 103).
3. Keadilan Dalam Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan sosial didefinisikan
sebagai sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
42
yang benar, berpegang pada kebenaran. Kata adil (al-'adl) berasal dari
bahasa Arab, dan dijumpai dalam al-Qur'an, sebanyak 28 tempat yang
secara etimologi bermakna pertengahan.Pengertian adil, dalam budaya
Indonesia, berasal dari ajaran Islam. Kata ini adalah serapan dari kata Arab
‘adl. Secara etimologis, dalam kamus Al-Munawwir, al’adl berarti perkara
yang tengah-tengah.
Dengan demikian, adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau
menyamakan yang satu dengan yang lain (al-musâwah). Istilah lain dari al-
‘adl adalah al-qist, al-misl (sama bagian atau semisal). Secara terminologis,
adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai
maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah
dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak atau berpegang
kepada kebenaran keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang
sebenarnya atau menempatkan sesuatu pada proporsinya yang tepat dan
memberikan kepada seseorang sesuatu yang menjadi haknya (Basyir Ahmad
Azhar, 2000: 30).
Keadilan dalam pelaksanaannya tergantung dari struktur-struktur
kekuasaan dalam masyarakat, struktur-struktur mana terdapat dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ideologi. Maka membangun keadilan
berarti menciptakan struktur-struktur yang memungkinkan pelaksanaan
keadilan. Masalah keadilan ialah bagaimanakah mengubah struktur-struktur
kekuasaan yang seakan-akan sudah memastikan ketidakadilan, artinya yang
memastikan bahwa pada saat yang sama di mana masih ada
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.
43
golongangolongan miskin dalam masyarakat, terdapat juga kelompok-
kelompok yang dapat hidup dengan seenaknya karena mereka menguasai
sebagian besar dari hasil kerja dan hak-hak golongan yang miskin itu (Franz
Magnis Suseno, 1988: 45).
Salah satu sumbangan terbesar Islam kepada umat manusia adalah
prinsip keadilan sosial dan pelaksanaannya dalam setiap aspek kehidupan
manusia. Islam memberikan suatu aturan yang dapat dilaksanakan oleh
semua orang yang beriman. Setiap anggota masyarakat didorong untuk
memperbaiki kehidupan material masyarakat tanpa membedakan bentuk,
keturunan dan jenis orangnya. Setiap orang dipandang sama untuk diberi
kesempatan dalam mengembangkan seluruh potensi hidupnya (Machnun
Husein, 1984: 224).
Bahwa Islam bertujuan membentuk masyarakat dengan tatanan sosial
yang solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan
kasih sayang bagai satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan
tak diikat batas geografis. Islam menganggap umat manusia sebagai suatu
keluarga. Karenanya semua anggota keluarga itu mempunyai derajat yang
sama dihapan Allah. Islam tidak membedakan pria ataupun wanita, putih
atau hitam. Secara sosial, nilai yang membedakan satu dengan yang lain
adalah ketakwaan, ketulusan hati, kemampuan dan pelayanannya pada
kemanusiaan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ..., Ikmal El Lutfi , F. HUKUM, UMP 2017.