BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan analisis sektor unggulan telah
banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Hasil penelitian terdahulu dapat
digunakan sebagai acuan referensi bagi peneliti untuk membantu penelitian
saat ini yang sedang dilakukan. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu
yang topiknya berhubungan dengan analisis sektor unggulan.
Endi dkk (2014) Hasil analisisnya menunjukkan bahwa sektor
ekonomi Kota Bandar Lampung yang tergolong maju dan tumbuh pesat
adalah sektor industri pengolahan dan sektor keuangan persewaan dan jasa
perusahaan. Sub sektor ekonomi Kota Bandar Lampung yang tergolong maju
dan tumbuh pesat adalah industri bukan migas, barang kayu dan hasil hutan
lainnya, semen dan barang galian bukan logam, logam dasar besi dan baja,
angkutan jalan rel, angkutan laut dan jasa pemerintah lainnya.
Soebagiyo dkk (2015) Hasil analisis penelitian ini menunjukkan
bahwa sektor yang menjadi kunci dalam pertumbuhan ekonomi di Jawa
Tengah yaitu sektor dengan daya serap tenaga kerja yang tinggi. Sektor
pertanian, industri dan perdagangan merupakan kompenen penting dalam
pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Wonogiri, Sragen, Boyolali, Semarang,
Kendal, Kebumen, dan Purworejo merupakan daerah dengan keunggulan
sektor utama. Kota Surakarta, Semarang, Salatiga, Pekalongan, Kabupaten
Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Semarang, dan Kebumen merupakan daerah
8
dengan sektor pendukung. Sedangkan Kota Surakarta, Semarang, Salatiga,
Pekalongan, Magelang, Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen,
dan Purworejo merupakan daerah dengan keunggulan sektor pelengkap.
Mangilaleng dkk (2015), Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor
unggulan Kabupaten Minahasa Selatan berdasarkan perhitungan Location
Qotient (LQ) sektor unggulannya yaitu sektor pertambangan, sektor
pertanian, sektor konstruksi, dan diikuti oleh sektor industri. Hasil
perhitungan Shift Share (SS) yang memberikan daya saing terbesar di
Kabupaten Minahasa Selatan yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor
konstruksi.
Hubungan antara penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian
terdahulu adalah bersifat pengembangan dimana penelitian saat ini
menambahkan alat analisis DLQ dalam penelitian.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Prinsip Dasar Ekonomi Regional
Ilmu ekonomi regional atau ilmu ekonomi wilayah adalah suatu
cabang dari ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya memasukkan unsur
perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Ilmu ekonomi
regional tidak hanya membahas kegiatan individual melainkan kegiatan
suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau dengan kata
lain melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang berbeda-beda dan
9
bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah.
Menurut Tarigan (2005:10) Hakekat dari bidang ilmu ekonomi
regional memiliki cakupan yang sangat luas sehingga sampai saat ini para
ahli ekonomi regional belum memiliki pandangan yang sama mengenai
materi yang harus di bahas. Namun ada hal-hal yang sudah menjadi bagian
dari ekonomi regional yaitu pendapatan wilayah, teori basis ekspor,
berbagai teori pertumbuhan ekonomi wilayah,di tambah dengan teori
lokasi yang menjadi ciri khas ekonomi regional. Oleh karena itu, ekonomi
regional tidak dapat lepas dari teori ekonomi umum yaitu cabang ekonomi
makro dan ekonomi pembangunan.
2. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat
Menurut Tarigan (2005:54), teori Turnpike (Pertumbuhan jalur
cepat) diperkenalkan oleh Samuelson di tahun 1955. Teori ini menyatakan
bahwa setiap negara/wilayah perlu untuk melihat sektor/komoditas yang
memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, yang
disebabkan karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki
competitive adventage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan
modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang
lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan
volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya
terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing
10
pada pasar luar negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong
sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan
akan tumbuh. Mensinergiskan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor
saling berkaitan dan saling mendukung. Menggabungkan kebijakan Jalur
cepat (turnpike) dan mengkaitkannya dengan sektor yang lain akan mampu
membuat perekonomian menjadi cepat tumbuh.
3. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan
pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan
oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegitan ekonomi
dikelompokkan atas kegiatan basis dan nonbasis.
Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual
produk/jasa keluar wilayah baik wilayah lain dalam negara itu maupun
keluar negeri. Kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil
produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah
atau biasa disebut kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan disektor
basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak
tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal).
Semua kegiatan lain yang bukan kegitan basis termasuk ke dalam
kegiatan/sektor service atau pelayanan/sektor nonbasis yang merupakan
sektor ekonomi yang hanya mampu penuhi kebutuhan wilayahnya sendiri.
Oleh karena itu, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
11
pendapatan masyarakat setempat, sehingga sektor ini terikat dengan
kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi
pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan ini, satu-satunya
sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi
pertumbuhan alamiah adalah sektor basis.
Ada beberapa cara untuk memilah kegiatan basis dan nonbasis yaitu:
a. Metode Langsung
Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung
kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang
diproduksi dan darimana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan
untuk menghasilkan produk tersebut. Dari jawaban yang mereka
berikan, dapat ditentukan berapa persen produk yang dijual ke luar
wilayah dan berapa persen yang dipasarkan di dalam wilayah.
b. Metode Tidak Langsung
Mengingat rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari
sudut waktu dan biaya, banyak juga dipakai metode tidak langsung
dalam mengukur kegiatan basis dan nonbasis. Salah satu metode tidak
langsung adalah dengan menggunakan asumsi atau disebut metode
asumsi. Metode asumsi, berdasarkan kondisi wilayah tersebut
(berdasarkan data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan
sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan nonbasis.
Kegiatan yang mayoritas produknya dijual keluar wilayah atau
mayoritas uang masuknya berasal dari luar wilayah langsung dianggap
12
basis, sedangkan yang mayoritas produknya dipasarkan lokal dianggap
nonbasis. Metode asumsi menganggap kegiatan lain yang bukan
dikategorikan basis otomatis akan di anggap menjadi kegiatan nonbasis.
13
c. Metode Campuran
Metode campuran adalah gabungan antara metode asumsi
dengan metode langsung. Dalam metode campuran diadakan survei
pendahuluan, yaitu pengumpulan data sekunder biasanya dari instansi
pemerintah atau lembaga pengumpul data seperti BPS. Dari data
sekunder berdasarkan analisis ditentukan kegiatan mana yang dianggap
basis dan nonbasis. Asumsinya apabila 70% atau lebih produknya
diperkirakan dijual keluar wilayah maka kegiatan itu langsung dianggap
basis. Sebaliknya, apabila 70% atau lebih produknya dipasarkan di
tingkat lokal maka langsung dianggap nonbasis. Apabila porsi basis dan
nonbasis tidak begitu kontras, porsi itu harus ditaksir. Untuk
menentukan porsi terebut, harus dilakukan survei lagi dan harus
ditentukan sektor mana yang surveinya cukup dengan pengumpulan
data sekunder dan sektor mana yang mungkin membutuhkan sampling
pengumpulan data langsung dari pelaku usaha.
d. Metode Location Quotient
Metode lain yang tidak langsung adalah dengan menggunakan
Location Quetient (metode LQ). Metode LQ membandingkan porsi
lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah kita
dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor
yang sama secara nasional. (Tarigan 2005:62).
14
4. Teori Basis Ekspor Richardson
Penganjur teori ini pertama kali adalah Tiebout. Dimana kegiatan
untuk menghasilkan produk/lapangan pekerjaan dalam suatu daerah dilihat
sebagai lapangan kerja dasar (basis) dan lapangan kerja pelayanan
(nonbasis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya
tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus
berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lain, sedangkan
pekerjaan service (nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat didaerah itu sendiri.
Teori basis ekspor terdiri dari 2 asumsi, yaitu :
a. Asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen
(independen) dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur pengeluaran
lain terikat (independen) terhadap pendapatan. Secara tidak langsung
hal ini berarti di luar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor
saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain
hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan
meningkat. Jadi, satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah
ekspor. Ekspor tidak terikat di dalam siklus pendapatan daerah.
b. Asumsi kedua adalah fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari
titik nol sehingga tidak akan berpotongan (intercept). (Tarigan
(2005:55).
15
5. Komoditas / Sektor Unggulan
Sektor unggulan adalah suatu komoditas untuk meningkatkan
pertumbuhan maupun perkembangan pada komoditas-komoditas lainnya,
yang mana setiap komoditas baik yang mensuplai inputnya ataupun
komoditas yang memanfaatkan outputnya sebagai input dalam proses
produksinya. (Widodo, 2006).
Menurut Daryanto dkk (2010:31) kriteria-kriteria komoditas yang
dikatakan unggul adalah :
a. Merupakan pelopor dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah.
Dimana, komoditas tersebut mampu untuk memberikan pengaruh
positif terhadap pendapatan suatu wilayah.
b. Memiliki hubungan kuat dengan sesama komoditas.
c. Dapat mempertahankan eksistensinya didalam pasar baik nasional
maupun internasional dengan harga terjangkau namun tidak
mengabaikan kualitas.
d. Mempunyai hubungan baik dengan daerah lain dalam bidang ekonomi.
e. Berstatus teknologi modern dimana dapat terus berkembang mengikuti
zaman.
f. Dapat mengurangi jumlah pengangguran dengan penyerapan pekerja
yang memiliki skill sesuai kebutuhan
g. Dapat saling melengkapi dengan cara menggantikan apabila salah satu
komoditas mengalami penurunan dalam perkembangannya.
16
h. Mampu bertahan dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil baik yang
berasal dari luar daerah maupun dari daerah itu sendiri.
i. Dalam pertumbuhannya membutuhkan dukungan
j. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumber daya dan
lingkungan.
6. Analisis Tipologi Klassen
Menurut Widodo (2005) dalam Sjafrizal (2016:202), menyatakan
bahwa teknik analisis Tipologi Klassen juga digunakan untuk menganalisis
pengelompokan sektor-sektor ekonomi menurut masing-masing daerah.
Dalam hal ini indikator yang digunakan mengalami sedikit perubahan
dibandingkan dengan teknik analisis tipologi klassen yang terdahulu, yaitu
laju pertumbuhan dan kontribusi dari masing-masing sektor setiap daerah.
Dengan cara demikian akan dapat diketahui sektor-sektor ekonomi yang
pertumbuhannya bersifat andalan, potensial, berkembang, dan terbelakang.
Pengelompokan yang demikian akan dapat membantu para perencana
untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi secara sektoral.
Implikasi dari penggunaan Matrik Klassen Tipologi tersebut dalam
perumusan kebijakan dan program pembangunan sektor-sektor ekonomi
antara lain dapat dilakukan dengan cara bilamana peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerah merupakan sasaran utama pembangunan,
maka prioritas sebaiknya diberikan pada peningkatan kegiatan sektor-
17
sektor andalan bagaimana terdapat pada kuadran 1. Akan tetapi, bilamana
pemerataan pembangunan merupakan sasaran utama pembangunan daerah,
maka prioritas pembangunan sebaiknya diberikan pada sektor-sektor
ekonomi yang terdapat pada kuadaran 4 yang masih dalam kondisi
tertinggal.
7. Analisis Static Location Quotient (SLQ) dan Dinamic Location Quotient
(DLQ)
Teknik analisis SLQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya
peranan suatu sektor/industri disuatu daerah terhadap besarnya peranan
suatu sektor/indusri tersebut secara nasional.
Teknik analisis SLQ juga digunakan untuk menentukan kategori suatu
sektor termasuk dalam sektor yang berpotensi atau sektor unggulan atau
sektor bukan unggulan. Alat analisis ini digunakan dalam menentukan
sektor unggulan yang berkembang dengan baik atau ekonomi basis suatu
perekonomian wilayah.
Formulasi perbandingan antara pangsa sektor i daerah studi k
dengan pangsa sektor tersebut dengan daerah referensi p, disebut dengan
hasil bagi lokasi atau static location Quotient (SLQ) atau dapat ditulis :
SLQ =
Dimana :
18
Sik = Sumbangan sektor i daerah studi k (kabupaten) dalam
pembentukkan Produk Domestik Regional Bruto Riil (PDRB)
daerah studi k
PDRBK = PDRB total semua sektor di daerah studi k
Sip = Sumbangan sektor i daerah referensi p (Propinsi) dalam
pembentukan PDRB daerah referensi p
PDRBP = PDRB total di semua sektor daerah referensi p (Provinsi)
Nilai SLQ yang mungkin dihasilkan berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan persamaan diatas ada tiga, yaitu :
a. SLQ bernilai = 1, artinya sektor ekonomi di daerah studi (kabupaten)
memiliki laju pertumbuhan yang sama dengan perekonomian di daerah
referensi (Provinsi) pada sektor yang sama. Sektor tersebut menjadi
basis atau memiliki keunggulan komperatif. Komoditas di sektor
tersebut tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayahnya sendiri
tapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.
b. SLQ bernilai > 1, artinya sektor ekonomi di daerah studi (kabupaten)
memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan
perekonomian daerah referensi (provinsi) pada sektor yang sama. Oleh
karena itu, sektor ekonomi tersebut adalah sektor unggulan daerah studi
(kabupaten) dan juga termasuk basis ekonomi yang Produk Domestik
Regional Brutonya masih mampu ditingkatkan lagi oleh daerah studi.
Sektor tersebut tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan
19
komparatif. Komoditas Sektor tersebut hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan diwilayahnya sendiri.
c. SLQ bernilai < 1, artinya sektor ekonomi di daerah studi (kabupaten)
memiliki laju pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan
perekonomian daerah referensi (Provinsi) pada sektor yang sama.
Sehingga, sektor ekonomi tersebut tidak termasuk dalam sektor
unggulan daerah studi sekaligus tidak termasuk dalam golongan basis
dan tidak prospektif untuk lebih ditingkatkan oleh daerah studi. Sektor
tersebut tergolong non basis. Komoditas di sektor tesebut tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan diwilayahnya sendiri, perlu pasokan atau
impor dari luar wilayah. (Modul Praktikum Ekonomi Regional
(2016:13)
d. Analisis Dinamic Location Quotient (DLQ) merupakan perkembangan
dari SLQ dan merupakan analisis LQ yang dilakukan dalam bentuk
time series atau trend. Dalam hal ini, Notasi giS GiP digunakan untuk
menyatakan pangsa sektor (i) didaerah studi P dan di daerah referensi
G, sedangkan notasi gP dan GG menyatakan rata-rata pangsa ekonomi
daerah studi P dan daerah referensi G. Dengan notasi demikian, rumus
atau persamaan LQ dinamis dapat dihasilkan. DLQ adalah modifikasi
dari SLQ dengan mengkomodasi faktor-faktor pangsa sub sektor dari
waktu ke waktu. DLQ dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
DLQip = [
=
20
Dimana :
DLQip = indeks potensi sub sektor i di daerah studi
= Pangsa pertumbuhan PDRB sub sektor i di daerah studi
= rata-rata pangsa perumbuhan PDRB aeluruh sub sektor di
daerah studi
= pangsa pertumbuhan PDRB subsektor i di daerah referensi
= rata-rata pangsa pertumbuhan PDRB seluruh subsektor di
daerah referensi
t = selisih tahun akhir dan tahun awal
= Indeks potensi pengembangan subsektor i di daerah referensi
Indeks potensi pengembangan subsektor i di daerah
referensi.
Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut :
a. Jika DLQ > 1, maka potensi perkembangan subsektor i di daerah
studi lebih cepat dibandingkan sub sektor yang sama di daerah
referensi.
b. Jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan subsektor i di daerah
studi lebih rendah dibandingkan daerah referensi.
Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam
menentukan apakah industri tersebut tergolong unggulan, prospektif,
andalan, atau tertinggal. (Modul Praktikum Ekonomi Regional (2016:14).
21
8. Analisis Shift – Share
Analisis shift share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan
berbagai sektor di daerah dengan wilayah nasional. Analisis shift share
juga dapat mengidentifikasi peranan ekonomi nasional dan kekhususan
daerah tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah bersangkutan.
Tarigan (2005:86)
Metode analisis shift share juga merupakan salah satu teknik
analisis yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor utama yang
mempengaruhi dan menentukan pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah.
Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi tersebut dapat berasal dari luar
daerah maupun dari dalam daerah bersangkutan.
Model persamaan matematika yang digunakan untuk analisis shift–share
yaitu:
/ -1)] + [ ( /
)] – ( / ] + [ ] – (
/ )]
Keterangan:
= Perubahan nilai tambah sektor i
= Nilai tambah sektor i di daerah pada awal periode
= Nilai tambah sektor i di daerah pada akhir periode
= Nilai tambah sektor i di tingkat nasional pada awal periode
= Nilai tambah sektor i di tingkat nasional pada akhir periode.
22
Formulasi diatas memberikan gambaran mengenai kenaikan atau
pertambahan nilai dalam suatu wilayah, yang dirinci menjadi tiga bagian
yaitu :
a. Regional Share adalah bagian dari kemajuan atau perkembangan
ekonomi wilayah yang dikarenakan keadaan yang terjadi diluar
wilayahnya. Contoh kemajuan ekonomi wilayah karena kebijakan
nasional yang harus diikuti oleh semua daerah, atau karena dorongan
pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dengan daerah tetangga.
b. Proportionality Shift adalah bagian dari kemajuan atau perkembangan
ekonomi wilayah yang dikarenakan keadaan didalam wilayah itu
sendiri dimana keadaan ekonomi wilayahnya bisa dikatakan baik,
yang disebabkan oleh komoditas yang memiliki spesialisasi
bertumbuh dengan cepat.
c. Differential Shift adalah bagian dari kemajuan atau perkembangan
ekonomi wilayah yang disebabkan keadaan wilayah yang spesifik dan
memiliki daya saing. Keadaan ini yang memberikan keuntungan bagi
wilayah tersebut karena mampu mendukung kegiatan ekspor wilayah
bersangkutan. (Sjafrizal 2016:189).
C. Kerangka Pemikiran
Pembangunan sebuah wilayah bertujuan untuk pengembangan
masyarakat wilayah tersebut. Pembangunan sebuah wilayah tidak terlepas
dari sumber daya alam dan sumber daya manusia yang optimal, yang
23
diharapkan dapat meningkatkan nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) yang juga dapat menggambarkan keadaan perekonomian dan sektor
yang berpotensi pada wilayah yang bersangkutan.
Kabupaten Sumba Barat daya adalah salah satu kabupaten yang
mempunyai peranan penting untuk mendukung perekonomian dalam Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu, Untuk dapat mendukung
perekonomian Provinsinya, Kabupaten Sumba Barat Daya harus mengetahui
keunggulan wilayahnya yang bergantung pada letak wilayah, sumber daya
alam dan sumber daya manusianya.
Sektor unggulan dalam sebuah wilayah dapat diketahui melalui
perhitungan penggabungan nilai SLQ dan DLQ dengan menggunakan
indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga konstan
berdasarkan lapangan usaha wilayah tersebut. Dalam perhitungan
penggabungan nilai SLQ dan DLQ, Kabupaten/kota di istilahkan sebagai
daerah sedangkan Provinsi di istilahkan sebagai wilayah nasional atau
wilayah induk. Sektor yang memiliki nilai DLQ > 1 dan SLQ > 1 maka sektor
tersebut termasuk dalam sektor unggulan. Penelitian ini juga membahas
tentang analisis Tipologi Klassen dan analisis Shift Share untuk mendukung
cara mengetahui sektor unggulan Di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Sektor unggulan tidak saja berkaitan dengan ekspor, tetapi diharapkan
menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan wilayah atau daerah yang
bersangkutan.