BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia -...

28
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia 1. Pengertian lansia Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirakan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini dan memasuki selanjutnya yaitu usia lanjut kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya tentu telah siap menrima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004). 2. Proses Menua Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008). Menurut constantides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara ilmiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia -...

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian lansia

Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang

dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana

diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai

kemampuan reproduksi dan melahirakan anak. Ketika kondisi hidup

berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini dan memasuki

selanjutnya yaitu usia lanjut kemudian mati. Bagi manusia yang normal,

siapa orangnya tentu telah siap menrima keadaan baru dalam setiap fase

hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya

(Darmojo, 2004).

2. Proses Menua

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,

seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut

memutih, gigi ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin

memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak proporsional

(Nugroho, 2008).

Menurut constantides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan

bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua

merupakan proses yang terus-menerus secara ilmiah dimulai sejak lahir

dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit

tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.

7

3. Batasan Lanjut Usia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Mubarak dan

Iqbal, W (2006), Batasan lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 70 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun

4. Teori penuaan

Menurut Guraalnik, dkk dalam Tamher (2009) Para perencana dan

pengambilan keputusan menaruh perhatian pada aspek lanjut usia yang

sehat dan sakit-sakitan mengingat usia yang panjang, tetapi sakit-sakitan

akan menguras banyak sumber daya dan akan mengganggu aktifitas

sehari-hari lansia. Indeks aktifitas sehari-hari menurut Katz, dapat

diprediksi berapa usia harapan hidup aktif pada suatu masyarakat. Dari

berbagai studi disimpulkan bahwa dari status fungsional aktifitas sehati-

hari terkait erat bukan hanya dengan usia, tetapi juga dengan penyakit.

Keterbatasan gerak menyebabkan utama gangguan aktifitas hidup

keseharian (activity of daily living-ADL) dan IADL (ADL intrumen).

5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia.

Menurut nugroho (2000), perubahan yang terjadi pada lansia adalah :

a. Perubahan atau kemunduran biologi

1) Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastic lagi. Fungsi

kulit sebagai penyakit suhu tubuh lingkungan dan mencegah

kuman-kuman penyakit masuk.

2) Rambut mulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.

3) Gigi mulai habis.

4) Penglihatan dan pendengaran berkurang.

5) Mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

6) Keterampilan tubuh menghilang disana-sini terdapa timbunan

lemak terutama pada bagian pinggul dan perut.

8

7) Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah

jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan

menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang.

8) Pembuluh darah penting khususnya yang terletak dijantung dan

otak mengalami kekakuan lapisan intim menjadi kasr akibat

merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolesterol tinggi dan

lain-lain yang memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan

thrombosis.

9) Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) menurun

akibatnya tulang menjadi keropos dan mudah patah.

b. Perubahan atau kemunduran kemampuan kognitif

1) Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik.

2) Ingatan kepada hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang

terjadi pada masa tuanya yang pertama dilupakan adalah nama-

nama

3) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang atau

tempat juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingatan yang

sudah mundur dan juga karena pandangan yang sudah menyempit

4) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai

dalam test-test intelegentsi menjadi lebih rendah sehingga lansia

tidak mudah untuk menerima hal-hal yang baru.

c. Perubahan-perubahan psikososial

1) Pension, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya selain

itu identitas pension dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan

2) Merasakan atau sadar akan kematian.

3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan

bergerak yang lebih sempit.

4) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan.

5) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan

teman dan keluarga.

9

6) Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

B. Dukungan Keluarga

1. Pengertian keluarga

Menurut Marilyn M. Friedman (2003) yang menyatakan bahwa

keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai

peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Duval dan

Logan (1986) menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang

dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk

menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan

fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Ferry,

2009).

2. . Ciri-ciri keluarga

Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton dalam (Setiadi, 2008)

ciri-ciri keluarga dibagi beberapa macam :

a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

b. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur)

termasuk perhitungan garis keturunan.

c. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai

keturunan dan mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

d. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah

tangga.

3. Struktur keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari

bermacam-macam (Setiadi, 2008) diantaranya adalah :

10

a. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

garis ayah.

b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur

garis ibu.

c. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

d. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami.

e. Keluarga kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga

karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

4. Fungsi keluarga

Menurut Friedman (2003) fungsi keluarga meliputi :

a. Fungsi efektif adalah fungsi keluarga yang utama mengajarkan

segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan

dengan orang lain.

b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat berlatih

anak untuk kehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk

berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi

dan menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

11

e. Fungsi perawatan dan pemeliharan kesehatan adalah fungsi untuk

mempertahankan keaadan kesehatan anggota keluarga agar tetap

memiliki produktivitas tinggi.

Ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya

menurut Effendy (1998) dalam Setiadi (2008), yaitu :

a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,

kehangatan kepada anggota keluarga.

b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anggota

keluarga agar kesehatan selalu terpelihara.

c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan

5. Pengertian dukungan keluarga

Menurut Cohen & Syme (1996) Dukungan sosial adalah sesuatu

keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain

yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain

yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008).

Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif

yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan

sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk

meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga

mengacu pada dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai

suatu yang dapat diakses untuk keluarga misalnya dukungan bisa atau

tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan (Friedman, 2003).

Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sebagai

koping keluarga, baik dukungan keluarga yang eksternal maupun internal.

Dukungan dari keluarga bertujuan untuk membagi beban, juga memberi

dukungan informasional (Friedman, 2003).

Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antar keluarga

dengan lingkungan sosialnya, ketiga dimensi interaksi dukungan keluarga

tersebut bersifat reproksitas (timbal balik atau sifat dan frekuensi

12

hubungan timbal balik), umpan balik (kualitas dan kualitas komunikasi)

dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam

hubungan sosial. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi

sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya dan merupakan

pelaku aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunitas hubungan

personal untuk mencapai keadaan berubah (Friedman, 2003).

6. Jenis Dukungan Keluarga

Jenis dukungan keluarga terdiri dari empat jenis atau dimensi

dukungan menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) antara lain :

a. Dukungan emosional

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap

emosi yang meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

terhadap lansia

b. Dukungan penghargaan (penilaian)

Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan dan sebagai sumber dan

validator identitas anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat

(penghargaan) positif untuk lansia, dorongan maju, atau

persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan

perbandingan positif pada lansia.

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan

konkrit yang mencakup bantuan seperti dalam bentuk uang,

peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong

dengan pekerjaan waktu mengalami stres.

d. Dukungan informatif

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator

(penyebar) informasi tentang dunia yang mencakup dengan

memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, sarana-sarana atau umpan

balik. Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah

13

dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang

pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga

merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian,

disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat

(Friedman, 2003).

7. Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga

Menurut House Smet (1994) dikutip oleh Setiadi (2008) setiap

bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain :

1. Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat

digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-

persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan,

ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini

disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi

persoalan yang sama atau hampir sama.

2. Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan

afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan

empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian

seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak

menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang

memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati,

dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya.

3. Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk

mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan

dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolonga

secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan

menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita,

menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.

4. Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan

seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya

penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana

pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan

14

dukungan sosial keluarga maka penilaian sangat membantu adalah

penilaian yang positif.

8. Sumber dukungan keluarga

Menurut Rook & Dooley, Kuntjoro (2002) dalam Tamher (2009),

ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber

artificial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui

interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang

yang berada disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami,

dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non

formal sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial

yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan

keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

Sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan

jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut

terletak pada :

a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya

tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat

spontan.

b. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian

dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.

c. Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan

yang telah berakar.

d. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki keragaman

dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang

nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan

salam.

e. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari bebas dan label

psikologis.

15

9. Manfaat dukungan keluarga

Menurut friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah sebuah

proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan

sosial berbeda-beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Namun

demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan sosial keluarga

membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal

sebagai akibatnya. Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

C. Kemandirian Lansia

1. Pengertian

Menurut mu’tadin (2002), kemandirian mengandung pengertian

yaitu suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing

untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan

inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan

diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa

yang dilakukan.

Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu

kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak bergantung pada orang

lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri dengan

keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Alimul, 2004).

Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas

hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-

hari (AKS) menurut Setiati (2000) dikutip oleh Ratna (2004) ada 2 yaitu

AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan

merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi.

Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti

memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia

Meliputi faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi, dan faktor

kondisi sosial :

16

a) Kondisi Kesehatan

Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah

mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup

prima. Prosentase yang paling tinggi adalah mereka yang

mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka

bisa melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari

seperti : mengurus dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini

sejalan dengan pendapat Setiati (2000) bahwa kemandirian bagi

orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat

melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). AKS ada 2 yaitu

AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi

kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air

besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi

aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan

telepon, dan menggunakan uang. Sedangkan pada lanjut usia dengan

kesehatan sedang cenderung tidak mandiri. Hal ini disebabkan

karena kondisi kesehatan mereka baik fisik maupun psikis yang

kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga aktivitas

sehari-hari tidak semuanya dapat dilakukan sendiri. Pada beberapa

kegiatan mereka memerlukan bantuan orang lain, misalnya

mengerjakan pekerjaan yang berat atau mengambil keputusan.

Orang lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat

melakukan aktivitas apa saja sedangkan yang memiliki kondisi

kesehatan sedang cenderung memilih aktivitas yang memerlukan

sedikit kegiatan fisik. Untuk mengerjakan beberapa aktivitas fisik

dan psikis yang berat mereka memerlukan pertongan dari orang lain..

Dampak dari menurunnya kondisi kesehatan seseorang secara

bertahap dalam ketidak mampuan secara fisik mereka hanya tertarik

pada kegiatan yang memerlukan sedikit tenaga dan kegiatan fisik

(Hurlock, 1994).

17

b) Kondisi Ekonomi

Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena

mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka

alami sekarang. Misalnya perubahan gaya hidup. Dengan

berkurangnya pendapatan setelah pensiun , mereka dengan terpaksa

harus menghentikan atau mengurangi kegiatan yang dianggap

menghamburkan uang (Hurlock, 2002). Pekerjaan jasa yang mereka

lakukan misalnya mengurus surat-surat, menyampaikan undangan

orang yang punya hajatan, baik undangan secara lisan maupun

berupa surat undangan. Walaupun upah yang mereka terima sedikit,

tetapi mereka merasa puas yang luar biasa. Karena ternyata dirinya

masih berguna bagi orang lain Lanjut usia yang tidak mandiri juga

berada pada ekonomi sedang. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau

keluarga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan

lain seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk acara

sosial. Sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah

berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat

menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-

orang berusia lanjut (Hurlock, 2002).

c) Kondisi Sosial

Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut

usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan

kerabat keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2002). Hubungan sosial

antara orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah

menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak

terhadap orangtua yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi

mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah

berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah,

tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal atau yang

18

tinggal berjauhan ( tinggal di luar kota ) masih memiliki kewajiban

bertanggungjawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia

seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan sosial. Hal ini

merupakan kewajiban anak untuk menyantuni orang tua mereka

sebagai tanda terimakasih atas jerih payah orangtua yang telah

membesarkan mereka. Anak-anak lanjut usia juga bersikap adil dan

berperikemanusiaan (sesuai dengan sila ke 2 dari Pancasila) dalam

merawat dan mendampingi orangtuanya yang sudah lanjut usia.

Sebagaimana pendapat Hurlock (2002) yang menjelaskan bahwa

sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia

lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan

penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia

lanjut.

Selain itu menurut Parker dalam Adilasari (2008), faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemandirian lansia adalah sebagai berikut :

a. Tanggung jawab

Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu

dan diminta pertanggung jawaban atas hasil kerjanya. Misalnya

lansia diberi tanggung jawab yang dimulai dengan tanggung jawab

untuk mengurus dirinya sendiri. Lansia yang diberi tanggung jawab

sesuai dengan kondisinya akan merasa dipercaya, berkompeten dan

dihargai.

b. Mandiri

Percaya diri dan mandiri adalah dua hal yang saling menguatkan.

Semakin lansia dapat mandiri, dia akan semakin mampu mengelola

kemandirian, kemudian mengembangkan kemandirian. Keluarga

harus memberikan kesempatan dan waktu agar lansia bisa memiliki

tugas-tugas yang praktis, mereka harus memahami metode atau cara

bagaimana cara menyelesaikannya dan bagaimana menghadapi

frustasi yang tidak bisa dihindarkan.

19

c. Pengalaman praktis dan akal sehat yang relevan

Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang praktis dan

relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan memahami

diantaranya mampu untuk:

1) Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri.

2) Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang

sesuai kebutuhan.

3) Menggunakan sarana transportasi umum dan menyebrang jalan

4) Kreasi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat

d. Otonom

Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self

determination) yang berarti mampu mengendalikan atau mengetahui

atau mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya.

e. Kemampuan memecahkan masalah

Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, lansia akan

terdorong untuk mecari jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang

mereka alami.

f. Kebutuhan akan kesehatan yang baik

Olah raga dan berbagai aktifitas fisik adalah penting untuk

mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik

dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi

keuntungan dan berpengaruh terhadap kesehatan kita dan

kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang baru

dan dianggap dapat meingkatkan sikap dan motivasi kita, maka jika

tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang labih baik.

g. Support sosial

Support sosial bagi lansia terdiri dari tiga komponen yaitu :

1) Jaringan-jaringan informal meliputi keluarga dan kawan-

kawannya.

20

2) Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial

setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial.

3) Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan

interaksi sosial yang disediakan oleh organisasi lingkungan

sekitar.

3. Tingkat Kemandirian

Menurut pendapat Lovinger dikutip oleh Yuliana (2009), tingkat

kemandirian adalah sebagai berikut :

a. Tingkat impulsif dan melindungi

Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati

dan mencari keadaan yang mengamankan diri.

Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah :

1) Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari

interaksinya dengan orang lain.

2) Mengikuti aturan oportunistik (orang yang suka

memanfaatkan orang lain) dan hedonistik (orang yang

suka hidupnya untuk senang-senang tanpa tujuan yang

jelas)

3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir

tertentu

4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game

5) Cenderung mmenyalahkan dan mencela orang lain serta

lingkungannya.

b. Tingkat komformistik

Ciri tingkatan kedua ini adalah :

1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial

2) Cenderung berpikir stereotif (angggapan) dan klise (tidak

nyata)

3) Peduli akan komformitas (orang yang ahti-hati dalam

mengamb keputusan) terhadap aturan eksternal

21

4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh

pujian.

5) Menyamarkan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya

intropeksi

6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal

7) Takut tidak diterima kelompok

8) Tidak sensitif terhadap ke individu

9) Merasa berdosa jika melanggar aturan

c. Tingkat sadar diri

Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri sebenarnya. Ciri-

ciri tingkatan ketiga adalah :

1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup

2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang

ada

3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam

situasi

4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah

5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan

d. Tingkat seksama (conscientious)

Seksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan keempat ini

adalah :

1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal

2) Mampu melihat dari berbagai pembuatan pilihan dan

pelaku tindakan

3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perpestik

diri sendiri maupun orang lain.

4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik

dan penilaian diri.

5) Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling

menguntungkan).

6) Memiliki tujuan jangka panjang

22

7) Cenderung meilhat peristiwa dalam konteks sosial

8) Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

e. Tingkat individualistik

Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua

ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang

lain. Ciri-ciri tingkatan kelima adalah :

1) Peningkatan kesadaran individualistik

2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian

dengan ketergantungan.

3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.

4) Mengenal eksistensi perbedaan individual

5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam

kehidupan

6) Mampu membedakan kehidupan internal dengan

eksternal dirinya.

f. Tingkat mandiri

Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkatan

keenam ini adalah :

1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan

2) Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri

sendiri maupun orang lain

3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan

sosisal.

4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertetangan.

5) Toleran terhadap ambiguitas (keadaan yang sama atau

mirip dalam seseorang)

6) Peduli terhadap pemenuhan diri.

7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.

8) Respon positif terhadap kemandirian orang lain.

23

4. Mengukur kemandirian lansia dengan Indeks Barthel

Tahun 1965, Mahoney dan Barthel diterbitkan skala weightted untuk

mengukur ADL dasar dengan pasien kronis cacat. Digambarkan sebagai

"indeks sederhana kemerdekaan untuk mencetak kemampuan pasien

dengan gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal untuk merawat

dirinya sendiri," termasuk indeks Barthel 10 item, termasuk makan,

transfer, perawatan pribadi dan kebersihan, mandi, toileting, berjalan,

bernegosiasi tangga dan mengendalikan usus dan kandung kemih. Item

yang mencetak diferensial sesuai dengan sistem penilaian tertimbang yang

memberikan poin berdasarkan kinerja independen atau dibantu. Misalnya,

seseorang yang membutuhkan bantuan dalam makan akan mendapatkan

lima poin, sedangkan kemerdekaan dalam makan akan diberikan 10 poin.

pasien dengan skor maksimum dari 100 poin didefinisikan sebagai benua,

bisa makan dan berpakaian secara mandiri, berjalan setidaknya satu blok,

dan naik dan turun tangga. Penulis berhati-hati untuk dicatat bahwa skor

maksimum tidak selalu menandakan kemerdekaan, karena ADL berperan

seperti memasak, menjaga rumah, dan sosialisasi tidak dinilai (Jeal A.

Delisa, 2005).

Tabel 2.1 Indeks Barthel

Mahoney (1965) dalam Jeal A. Delisa (2005)

No Aktivitas Dibantu Mandiri

1 Makan (bila makanan harus dipotong-potong dulu=dibantu) 5 10

2 Transfer dari kursi roda ke tepat tidur dan kembali (termasuk

duduk di tempat tidur)

5 – 10 15

3 Higiene personal (cuci muka, menyisir, bercukur jenggot,

gosok gigi)

0 5

4 Naik dan turun toilet/WC (melepas/memakai pakaian,

membersihkan kemaluan,menyiram WC)

5 10

5 Mandi 0 5

6 Berjalan di permukaan datar (bila tidak dapat berjalan, dapat

mengayuh kursi roda sendiri)

10 15

7 Naik dan turun tangga 5 10

8 Berpakaian (termasuk memakai tali sepatu, menutup

retsleting)

5 10

9 Mengontrol BAB 5 10

10 Mengontrol kandung kemih 5 10

24

D. Konsep Diri

1. Pengertian

Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap

saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.

Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan

lingkungan (Tarwoto & Wartonah, 2006). Konsep diri tidak terbentuk

sejak lahir, tapi dipelajari sejalan dengan kehidupan seseorang, sebagai

hasil pengalaman hidup dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan

dengan realitas dunia (Potter & Perry, 2005). Konsep diri ini dapat

berubah akibat kondisi sakit, yang berhubungan dengan perubahan

gambaran diri selama sakit serta perubahan peran sosial di masyarakat

(Potter & Perry, 2005).

Konsep diri didefinisikan semua ide, pikiran, perasaan keyakinan dan

kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart, 2006). Menurut

Sulistiyawati ( 2005) dalam Diah (2011) ide-ide, pikiran dan perasaan dan

keyakinannya ini merupakan persepsi yang bersangkutan dengan

karakterististik dan kemampuan karakteristik dengan orang lain dan

lingkungan, nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya

serta tujuan idealismenya.

Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil

pengalaman unik seseorang dalam dirinya, dengan orang terdekat, dan

dengan realitas dunia. Konsep diri juga diartikan cara individu dalam

melihat pribadinya secara utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial

dan spiritual (Sunaryo, 2004). Konsep diri pada lansia adalah cara pandang

lansia melihat dirinya dan lingkungan di sekitarnya yang terbentuk dari

lahir dan pengalaman lansia itu sendiri.

25

2. Komponen konsep diri

Menurut Stuart (2006) komponen konsep diri antara lain :

a. Citra tubuh

Kumpulan sikap individu yang didasari dan tidak disadari terhadap

tubuhnya, termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang

tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Citra tubuh

dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan

pengalaman baru.

b. Ideal diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku

berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Agar

individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara

persepsi diri dan ideal diri, maka hendaknya ideal dirin ditetapkan

tidak terlalu tinggi, masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap

menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.

c. Harga diri

Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga

diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri

sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan

kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.

d. Peran diri

Serangkaian pada perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial

berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.

peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak

mempunyai pilihan.

e. Identitas diri

Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab

terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan

individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan mencakup

persepsi seksualitas seseorang.

26

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Stuart &

Sudden (1991) dalam Diah (2011) antara lain:

a. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir kemudian berkembang

secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan

membedakan dirinya dengan orang lain. Melakukan kegiatannya

memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan

perkembangan melalui kegiatan eksplorasi lingkungan.

Kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri

sendiri/masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasikan

potensi yang nyata.

b. Significant Other (orang yang terpenting /terdekat)

Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan

orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu

dengan cara pandangan diri merupakan intepretasi dari pandangan

orang lain terhadap diri. Misalnya anak sangat dipengaruhi oleh

orang terdekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat

dengan dirinya, pengaruh orang dekat /orang penting sepanjang

siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.

c. Self Perseption (persepsi diri sendiri)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri, serta persepsi individu

terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat

dibentuk melalui pandangan diri yang positif dapat berfungsi lebih

efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal,

kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan

konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan

sosial yang terganggu. Menurut Stuart & Sundeen penilaian

tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang-rentang

respon konsep diri yaitu :

27

Sks

Skema 2.1 Rentang Respon Konsep Diri

Stuart and Sundeen (1991)

4. Faktor-faktor pembentukan konsep diri

a. Usia

Konsep diri terbentuk seiring bertambahnya usia, dimana perbedaan

ini lebih banya berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada

masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal

disekitar diri dan keluarganya. Masa remaja, konsep diri sangat

dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan

remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti

anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku

kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep

dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada

masa usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan

fisik, perubahan mental maupun sosial.

b. Intelegensi

Intelegensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap

lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf

intelegensinya semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu

bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara

yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya,

demikian pula sebaliknya.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi

Diri

Konsep Diri

positif

Harga Diri

Rendah

Kekacauan

Identitas

Depersonalisasi

28

c. Pendidikan

Seseorang akan mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan

meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep

dirinya akan berubah.

d. Status sosial dan Ekonomi

Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang

lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaaruhi

konsep diri seseorang cenderung didasarkan pada status sosial

ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya

tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingka

dengan individu yang status sosialnya rendah.

e. Hubungan keluarga

Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang

anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang lain dan

ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini

sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri

yang layak untuk jenis seksnya.

f. Orang lain

Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.

Menurut Stuart (1991) dalam Adhi Andre (2010), menjelaskan bahwa

individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan

dirinya, individu akan cenderung menghormati dan menerima dirinya.

Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan

dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya.

Stuart mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya

sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang

paling baik. Dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik

fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang

sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang

dinilai baik oleh orang lain cenderung meberikan skor yang tinggi

29

juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan

penilaian orang lain terhadap dirinya.

g. Kelompok Rujukan (Reference Group)

Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan

berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Stuart

(1991) dalam Andre (2010), ciri orang yang memiliki konsep diri

yang negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap

pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak

disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis

terhadap kompetisi.

5. Pembagian konsep diri

Menurut keliat (1992) dalam Diah (2011) konsep diri di bagi menjadi dua

bagian yaitu :

a. Konsep diri positif

Dasar perilaku individu yang lebih efektif terlihat dari kemampuan

interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan

dan menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya.

b. Konsep diri negatif

Kebalikan dari konsep diri posotif yang dilihat dari hubungan

individu dan sosial yang cenderung memiliki harga diri rendah, dan

kekacauan identitas.

E. Hubungan Dukungan Keluarga dan Kemandirian Lansia dengan

Konsep Diri Lansia

Perubahan lansia baik fisik, mental, maupun emosional memerlukan

dukungan keluarga, karena dukungan keluarga membantu masalah lansia.

Agar lanjut usia dapat menikmati kehidupan di hari tua sehingga dapat

bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari orang-orang yang

dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat

30

menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan (Rahayu,

2010).

Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat

mengingatkan lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan (jika lansia masih

bekerja), memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan aktivitas

yang menjadi hobinya, memberi kesempatan kepada lansia untuk

menjalankan ibadah dengan baik, dan memberikan waktu istirahat yang

cukup sehingga lanjut usia tidak mudah stress dan cemas (Ismayadi, 2004).

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga dengan penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi

sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan

dan bantuan jika diperlukan (Rahayu, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan Santoso, A (2008) para lansia

mengungkapkan bahwa keluarganya sangat memperhatikan jika sedang

menghadapi masalah. Diungkapkan kalau keluarganya merupakan tempat dia

mengadu jika ada masalah. Peran keluarga disini adalah membantu lansia

memecahkan masalah yang dihadapinya. Keluarga harus dapat meluangkan

waktu untuk berbagi cerita, mendengarkan, memperhatikan, memberikan

masukan atau solusi jika lansia sedang menghadapi masalah. Dukungan

keluarga mampu meningkatkan semangat lansia menghadapi masa tuanya

dengan baik dan dapat pula membentuk konsep diri yang baik.

Selain dukungan keluarga,kemandirian lansia juga mempengaruhi konsep

diri lansia. Menurut Saparinah (1991) dalam Ratna (2004) penurunan kondisi

fisik lanjut usia juga berpengaruh pada kondisi psikis. Berubahnya

penampilan fisik, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia

merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Dari

segi inilah lanjut usia sering mengalami masalah psikologis, yang banyak

mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia

kurang mandiri. Adanya gangguan tersebut, menyebabkan lanjut usia menjadi

31

tidak mandiri dan membutuhkan orang lain untuk melakukan aktivitas hidup

sehari-hari (Hurlock, 2002).

Selain itu perubahan atau kemunduran yang dialami lansia akan

mengakibatkan tidak stabilnya konsep diri. Penilaian terhadap diri sendiri

merupakan suatu konsep yang ada pada setiap individu yang disebut dengan

konsep diri. Konsep diri berkembang dengan bertambahnya usia, konsep diri

pada lansia sangat berhubungan dengan apa yang mereka rasakan dengan

menjadi tua. Masyarakat yang bertempat tinggal di kota-kota besar

memberikan stres tersendiri pada lansia, masyarakat telah mendudukkan

lanisa dengan gambaran yang negatif, seperti tua berarti sakit-sakitan, lemah,

membosankan, buruk rupa, dan julukan-julukan negatif lainnya. Anggapan

semacam ini tentu saja akan menurunkan konsep diri pada lansia (Hurlock,

2002).

32

F. Kerangka teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Kerangka teori hubungan dukungan keluarga dan kemandirian lansia dengan

konsep diri pada lansia (Nugroho, 2000), (Friedman, 2003), (Hurlock, 2002),

(Stuart and Sundeen, 1991).

Faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga :

Dukungan Emosional

Dukungan Penghargaan

Dukungan Instrumental

Dukungan Informatif

Faktor-faktor yang membentuk konsep diri :

Usia ; teori perkembangan

Intelegensi

Pendidikan

Status sosial ekonomi

Hubungan keluarga; dukungan

keluarga

Orang lain; Significant other

Kelompok rujukan

Selft perseption (persepsi diri sendiri)

Konsep Diri

Kondisi kesehatan

Kondisi Ekonomi

Kondisi Sosial

Faktor yang mempengaruhi kemandirian:

Tanggung jawab

Mandiri

Pengalaman praktis dan akal relevan

Otonom

Kemampuan memecahkan masalah

Kebutuhan kesehatan yang baik

Support sosial

Kemandirian Lansia

33

G. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

H. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat :

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan

kemandirian pada lansia.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalan konsep diri pada lansia.

I. Hipotesis

a. Ada hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia.

b. Ada hubungan antara Kemandirian Lansia dengan Konsep Diri Lansia.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Dukungan Keluarga

Kemandirian Lansia

Konsep Diri Lansia