BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Akuntan Publikeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2263/3/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Akuntan Publikeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2263/3/BAB...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Akuntan Publik
a. Definisi Akuntan Publik
Amin Widjaja Tunggal (2010) mendefinisikan Kantor Akuntan
Publik (KAP) adalah suatu badan usaha yang telah mendapatkan izin dari
menteri sebagai wadah bagi akuntan publik dalam memberikan jasanya.
Ikatan Akuntan Indonesia (2006) mendefinisikan Kantor Akuntan
Publik (KAP) sebagai bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh
izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang
pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik.
Mulyadi (2011) mendefinisikan akuntan publik adalah profesi yang
menjual jasanya kepada masyarakat terutama dalam bidang pemeriksaan
terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya dan juga menjual
jasanya sebagai konsultan pajak, konsultan dibidang manajemen,
penyusunan akuntansi serta penyusunan laporan keuangan.
Mathius Tandiontong (2016) menyatakan bahwa akuntan publik
sebagai akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar
pembayaran tertentu, kadang disebut akuntan ekstern. Mereka bekerja
secara bebas dan pada umumnya mendirikan suatu kantor akuntan. Untuk
dapat berpraktik sebagai akuntan publik atau mendirikan kantor akuntan,
seseorang harus memperoleh izin dari departemen keuangan, seorang
9
akuntan publik dapat memberikan jasa yang diantaranya pemeriksaan
(audit), perpajakan (tax services), konsultan manajemen (management
advisory services), akuntansi (accounting services).
b. Jenis-Jenis Auditor
Jenis-jenis auditor menurut Boynton Johnson (2005) adalah
sebagai berikut:
1) Auditor Eksternal (Independent Auditors)
CPA yang bertindak sebagai praktisi perorangan ataupun
anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing
profesional kepada klien. Auditor independen memiliki kualifikasi
untuk melaksanakan berbagai jenis audit. Klien auditor independen
tersebut dapat berasal dari perusahaan bisnis yang berorientasi laba,
organisasi nirlaba, kantor pemerintah, atau peorangan.
2) Auditor Internal (Internal Auditors)
Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang diaudit.
Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian
independen, yang dinamakan audit internal, dalam lingkungan
organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi. Tujuan audit
internal adalah untuk membantu manajemen organisasi dalam
memberikan pertanggungjawaban yang efektif.
10
3) Auditor Pemerintah (Government Auditors)
Auditor pemerintah dipekerjakan oleh berbagai kantor
pemerintahan di tingkat federal, negara bagian, dan lokal. Secara umum
mereka dapat dianggap sebagai bagian dari kategori yang lebih luas dari
auditor internal.
c. Tanggung Jawab Akuntan Publik
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2010) tanggung jawab seorang
auditor adalah memberikan kepastian yang cukup atas pendeteksian
pernyataan yang salah di dalam laporan keuangan. Selanjutnya audit
harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sikap skepticisme
professional dalam semua aspek penugasan.
Karena sifat audit dan berbagai karakteristik kecurangan auditor
dapat memperoleh tingkat keyakinan, walaupun tidak mutlak, bahwa
kesalahan penyajian yang material dapat dideteksi. Auditor tidak
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna
memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian baik
disebabkan oleh kekeliruan maupun oleh kecurangan yang tidak
material terhadap laporan keuangan tersebut dapat dideteksi.
11
2. Audit
a. Definisi Audit
Ditinjau dari sudut akuntan publik, audit akuntan adalah audit
secara objektif terhadap laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi yang lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil
usaha perusahaan (Simke, 1982; Steven, 1982; Sayle, 2016; Agoes,
2004; Spencer, Julian and Wood, 2005; Boynton and Johnson, 2005;
Hansen and Mowe, 2006; Wngle Et All., 2007; Elder and Beasley,
2008)
Auditing adalah suatu proses yang ditempuh oleh seorang
yang kompeten dan independen agar dapat menghimpun dan
mengevaluasi bukti-bukti mengenai informasi yang terukur dari suatu
entitas (satuan) usaha untuk mempertimbangkan dan melaporkan
tingkat kesesuaian dari informasi yang terukur tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan (Amin Widjaja Tunggal, 2010)
The American Accounting Association dalam Mathius
Tandhiontong (2016) menyatakan bahwa auditing adalah suatu proses
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat penyesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
serta penyampaian hal-hal kepada pemakai yang berkepentingan.
12
Menurut Arens et al (2011) auditing adalah akumulasi dan
evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan
pada tingkat korespondensi antara informasi dan kriteria yang telah
ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh auditor yang kompeten dan
bersifat independen.
Untuk melakukan audit, harus ada informasi dalam bentuk
yang dapat diverifikasi dan kriteria yang memungkinkan auditor untuk
mengevaluasi informasi tersebut. Auditor mengumpulkan bukti untuk
menentukan apakah informasi yang sedamg diaudit sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan beberapa aspek dari
audit, antara lain:
1) Dalam audit dilakukan tindakan-tindakan yang menyimpulkan
(accumulative), mengevaluasi (evaluate), menentukan (determine),
dan melaporkan (report).
2) Untuk melakukan audit, harus tersedia informasi dalam bentuk yang
dapat diverifikasi dan beberapa standar atau kriteria yang dapat
digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut.
3) Untuk memenuhi tujuan audit, audit harus memperoleh bukti
dengan kualitas dan jumlah yang mencukupi. Bukti adalah setiap
informasi yang digunakan auditor untuk menentukan apakah
informasi yang diaudit dinyatakan sesuai dengan kriteria yang telah
diterapkan.
13
4) Auditor harus memiliki kualifikasi untuk menentukan kriteria yang
digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah
bukti-bukti yang akan dikumpulkan guna untuk mencapai
kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti ini.
b. Tujuan Audit
Menurut Mulyadi (2011) tujuan audit kepatuhan adalah untuk
menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atas peraturan
tertentu.
Sukrisno Agoes (2010) menyatakan bahwa, pemeriksaan
dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati
peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang
ditetapkan oleh pihak intern perusahaan maupun pihak ekstern
perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa tujuan audit kepatuhan yaitu:
1) Menilai tingkat kepatuhan yang dilakukan oleh setiap fungsi
dalam suatu organisasi dan perusahaan.
2) Meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap peraturan yang
diterapkan di dalam suatu organisasi dan perusahaan.
3) Serta untuk meningkatkan kinerja organisasi dan perusahaan.
14
c. Jenis Audit
Menurut Arens et al (2011) ada tiga jenis audit, diantaranya:
1) Audit Operasional
Audit operasional merupakan proses evaluasi terhadap
efisiensi dan efektivitas prosedur dan metode operasi suatu
organisasi. Di akhir proses audit diharapkan adanya output berupa
saran dari auditor untuk proses operasi yang lebih efisien dan
efektif. Review dalam audit operasional tidak terbatas pada bidang
akuntansi, namun bias juga termasuk struktur organisasi, sistem
computer, metode produksi, marketing, dan bidang lainnya yang
dikuasai seorang auditor.
2) Audit Kepatuhan
Audit kepatuhan dilakukan untuk menentukan apakah
Auditee (klien) telah mengikuti prosedur, aturan, atau regulasi yang
ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi, seperti pemerintah. Hasil
audit kepatuhan biasanya dilaporkan ke manajemen, bukan kepada
pihak luar, karena informasi mengenai tingkat kepatuhan terhadap
regulasi dan prosedur spesifik lebih dibutuhkan oleh pihak
manajemen.
3) Audit Laporan Keuangan
Audit atas laporan keuangan dilakukan untuk menentukan
apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) sesuai
dengan kriteria spesifik, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku
15
umum. Untuk memberikan penilaian apakah laporan keuangan
disajikan dengan wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, auditor mengumpulkan bukti untuk memeriksa
apakah laporan tersebut mengandung salah saji yang material.
d. Tahapan-Tahapan Audit
Sukrisno Agoes (2010) mengemukakan tahapan-tahapan audit
sebagai berikut:
1) KAP dihubungi oleh calon klien yang membutuhkan jasa audit.
2) KAP membuat janji untuk bertemu dengan calon klien untuk
membahas:
a) Alasan perusahaan untuk mengaudit laporan keuangannya.
b) Apakah sebelumnya perusahaan pernah diaudit KAP lain?
c) Apa jenis usaha perusahaan dan gambaran umum mengenai
perusahaan tersebut?
d) Apakah data akuntansi perusahaan diproses secara manual atau
dengan bantuan komputer?
e) Apakah sistem penyimpanan bukti-bukti pembukuan cukup rapi?
3) KAP mengajukan surat penawaran yang antara lain berisi jenis jasa
yang diberikan, besarnya biaya audit, kapan audit dimulai, kapan
laporan harus diserahkan, dll. Jika perusahaan menyetujui proposal
tersebut maka akan menjadi management letter (surat perjanjian
kerja).
16
4) KAP melakukan pemeriksaan lapangan di kantor klien. Setelah
selesai, KAP memberikan draft audit report kepada klien sebagai
bahan diskusi. Setelah draft report disetujui klien, KAP akan
menyerahkan final audit report.
5) Selain audit report, KAP juga diharapkan memberikan management
letter yang isinya memberitahukan kepada manajemen mengenai
kelemahan pengendalian intern perusahaan dan saran perbaikannya.
e. Standar Auditing
Standar audit berbeda dengan prosedur audit. “prosedur”
berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan “standar”
berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan
prosedur tersebut (PSA No. 1, Standar Audit Seksi 150). Dengan
demikian standar audit mencakup mutu profesional auditor independen
dan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporan audit.
Standar audit yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia pada tahun 2016 terdiri dari sepuluh standar yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1) Standar Umum
Standar umum berkaitan dengan kualifikasi auditor dan mutu
pekerjaan auditor, terdapat tiga standar umum, yaitu:
17
a) Keahliandan pelatihan teknis yang memadai
b) Independensi dalam sikap mental
c) Penggunaan kemahiran profesional
2) Standar Pekerjaan Lapangan
Standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan pelaksanaan audit
ditempat atau pada bisnis klien serta kriteria dan ukuran mutu kinerja
akuntan publik dalam melakukan pekerjaan lapangan, yaitu:
a) Perencanaan dan supervisi yang memadai
b) Pemahaman atas struktur pengendalian intern
c) Mendapatkan bukti audit kompeten yang cukup
3) Standar Pelaporan
Standar pelaporan berkaitan dengan kriteria dan ukuran mutu
kinerja akuntan publik dalam melakukan pelaporan. Dalam melaporkan
hasil audit, auditor harus memenuhi empat standar pelaporan, yaitu:
a) Laporan keuangan disajikan sesuai GAAP
b) Konsistensi dalam penerapan GAAP
c) Pengungkapan informatif yang memadai
d) Pernyataan pendapat
18
3. Kepuasan Klien Kantor Akuntan Publik
Definisi klien sendiri menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
adalah pemberi kerja (orang atau badan) yang memperkerjakan atau
menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI atau KAP tempat anggota
bekerja untuk melaksanakan jasa profesional.
Menurut Kotler (2008) dalam salah satu konsep pemasaran “the
marketing approach” yang didasarkan pada kepercayaan menyatakan bahwa
tujuan bisnis dari suatu organisasi dapat dicapai dengan cara terbaik melalui
pemberian kepuasan yang menyeluruh atau lengkap (complete statification)
pada pengguna akhir yaitu para klien itu sendiri. Kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan, harapan dan keinginan pelanggan merupakan satu-
satunya kriteria untuk menentukan mutu, Garvin (1994) dalam Ridwan
Widagdo (2002).
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang dipikirkan
terhadap kinerja yang diharapkan. Jika kinerja memenuhi harapan maka
klien akan merasa puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka klien sangan
puas dan senang (Kotler, 2008)
Kualitas yang dirasakan pelanggan diperoleh melalui pengalaman
dari mengkonsumsi. Konsumen akan terkesan dan merespon atas apa yang
dialami termasuk dalam hal mengkonsumsi barang dan jasa. Nilai yang
dirasakan atas kualitas jasa akan terkait dengan harapan yang melekat pada
diri pelanggan. Nilai tersebut meliputi nilai produk, layanan, nilai karyawan
19
dan citra. Nilai produk dipengaruhi oleh kualitas dan kelebihan pada jasa
seperti keunikan, sedangkan nilai pelayanan terkait fasilitas dan kemudahan
yang ditawarkan serta informasi yang memudahkan. Nilai karyawan
ditunjukan dari kemampuan memberikan pelayanan, citra dipengaruhi
persepsi pelanggan terhadap kinerja (Woodruf, 1997)
Klien merasa puas apabila keinginannya terpenuhi dengan hasil
atau kualitas dari audit yang telah dilakukan menghasilkan output yang
tinggi, dengan biaya rendah, serta pelayanan yang diberikan dapat
memenuhi keinginan para klien. Untuk itu dibutuhkan adanya strategi untuk
mencapai hal tersebut dalam mengimplementasikan teknik-teknik audit
dalam rangka menghasilkan output yang memberikan kualitas tinggi.
4. Kualitas Audit
a. Konsep Kualitas Audit
Watkins et. al. (2004) mengidentifikasi beberapa definisi kualitas
audit. Di dalam literatur praktis, kualitas audit adalah seberapa sesuai audit
dengan standar pengauditan. Di sisi lain, peneliti akuntansi mengidentifikasi
berbagai dimensi kualitas audit. Dimensi-dimensi yang berbeda ini
membuat definisi kualitas audit juga berbeda pula. Ada empat kelompok
definisi kualitas audit yang diidentifikasi oleh Watkins et. al. (2004)
Pertama, adalah definisi yang diberikan oleh DeAngelo (1981) yang
menyatakan kualitas audit sebagai probabilitas nilaian pasar bahwa laporan
keuangan mengandung kekeliruan material dan auditor akan menemukan
20
dan melaporkan kekeliruan material tersebut. Kedua, adalah definisi yang
disampaikan oleh Lee, Liu, dan Wang (1999). Kualitas audit menurut
mereka adalah probabilitas bahwa auditor tidak akan melaporkan laporan
audit dengan opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang
mengandung kekeliruan material. Definisi ketiga adalah definisi yang
diberikan oleh Titman dan Trueman (1986) dan Neu (1993). Menurut
mereka, kualitas audit diukur dari akurasi informasi yang dilaporkan oleh
auditor. Terakhir, kualitas audit ditentukan dari kemampuan audit untuk
mengurangi noise dan bias dan meningkatkan kemurnian (fineness) pada
data akuntansi (Wallace, 1980) dalam Mathius Tandiontong (2016).
Kualitas audit (audit quality) sebagai probabilitas dimana seorang
auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran
dalam sistem akuntansi kliennya. Akuntan publik merupakan pihak yang
dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak investor dan kreditor
dengan pihak manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Sebagai
perantara dalam kondisi yang transparan maka akuntan harus dapat
bertindak jujur, bijaksana, dan profesional. Akuntan publik harus
mempunyai tanggung jawab moral untuk memberi informasi secara lengkap
dan jujur mengenai kinerja perusahaan kepada pihak yang mempunyai
wewenang untuk memperoleh informasi tersebut (Li Dang et. al, 2004)
dalam Mathius Tandiontong (2016).
Audit yang berkualitas adalah audit yang dilaksanakan oleh orang
yang kompeten dan orang yang independen. Auditor yang kompeten adalah
21
auditor yang memiliki kemampuan teknologi, memahami dan melaksanakan
prosedur audit yang benar, dll.
Audit yang berkualitas bagi auditor adalah audit yang dilaksanakan
dengan benar-benar memenuhi standar auditing dan kode etik akuntan
publik. Penelitian Carcello (1992) dan Behn et. al. (1997) dengan
menggunakan dua belas atribut kualitas audit yang telah dikembangkan ini
menemukan adanya enam atribut kualitas audit yang memiliki pengaruh
positif terhadap kepuasan klien, yaitu pengalaman melakukan audit,
memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, melakukan
pekerjaan lapangan dengan tepat, keterlibatan pimpinan KAP, dan
keterlibatan komite audit. Berikut merupakan penjabaran atribut-atribut
kualitas audit yang berkaitan dengan kepuasan klien.
1) Pengalaman Auditor Dalam Mengaudit (Client Experience)
Sebagai seorang profesional, auditor dalam melakukan audit di
perusahaan klien harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi dan auditing, terutama dalam melaksanakan audit sampai
proses akhir audit, yaitu pernyataan pendapat. Pencapaian keahlian
tersebut dapat dicapai dengan dimulainya pendidikan formal yang
diperluas melalui pengalaman-pengalaman dan selanjutnya praktik
audit. Auditor harus dapat mendeteksi adanya kesalahan yang material,
memahami kesalahan tersebut dan mengetahui penyebab kesalahan.
Tubs (1992) dalam Mukhlaisin (2004) mengatakan bahwa auditor yang
berpengalaman akan memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi
22
kesalahan, memahami kesalahan secara akurat, dan mencari penyebab
kesalahan. Keunggulan tersebut akan bermanfaat bagi klien untuk
melakukan perbaikan-perbaikan dan klien akan merasa puas.
2) Memahami Industri Klien (Industry Expertise)
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP, 2001) mengemukakan
bahwa seorang auditor harus memiliki pengetahuan mengenai hal-hal
yang bersifat bisnis, satuan usaha, bentuk organisasi klien, dan
karakteristik operasi dari klien. Beberapa hal diantaranya adalah tipe
bisnis, tipe produk dan jasa, struktur modal, pihak yang mempunyai
hubungan yang istimewa, lokasi, dan metode produksi, distribusi, serta
kompensasi. Selain itu, auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal
yang mempengaruhi industri tempat satuan operasi usaha berada,
seperti kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, serta perubahan
teknologi yang membawa pengaruh terhadap proses auditnya. Hal lain
yang juga perlu menjadi pertimbangan auditor adalah praktik akuntansi
yang berlaku umum dalam industri, kondisi persaingan, rasio keuangan,
serta standar profesi.
Memahami bisnis klien berarti memperkecil resiko audit.
Dengan memahami klien berarti menjadi bagian integral yang tidak
terpisahkan dengan pekerjaaan profesi sehingga dapat menghasilkan
audit yang memenuhi standar mutu auditing (Harry Suharto, 2002)
dalam Mukhlaisin (2004). Selain itu pemahaman terhadap industri klien
23
juga aka mempermudah auditor dalam bekerja sehingga pekerjaan audit
tidak akan mengganggu aktivitas perusahaan.
3) Responsif Terhadap Kebutuhan Klien (Responsiveness)
Menurut Mahon (1982) dalam Ridwan Widagdo (2002),
pengertian dari responsif atas kebutuhan klien adalah klien tersebut
berharap menerima lebih banyak dari hanya opini audit klien, dan juga
ingin mendapatkan keuntungan dari keahlian dan pengetahuan auditor
di bidang usaha dan memberikan nasehat tanpa diminta.
Dalam melakukan suatu wawancara terhadap kliennya, atribut
yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP
adalah kesungguhannya dalam memperhatikan kebutuhan kliennya.
Adanya suatu sikap yang responsif terhadap kebutuhan klien
merupakan salah satu keunggulan KAP dalam memberikan jasanya
kepada klien. Hal ini secara tidak langsung juga akan memberikan
kepuasan bagi klien.
4) Taat Terhadap Prosedur Atau Standar Umum Yang Berlaku (Tehnical
Competence)
Standar auditing adalah pedoman umum bagi seorang auditor
dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Standar ini mencakup
pertimbangan mengenai kualitas profesional mereka, seperti
24
kemampuan dan independensi atau kemandirian, persyaratan pelaporan,
dan bukti-bukti terkait (Amin Widjaja Tunggal, 2010). Standar auditing
yang harus dimiliki auditor yaitu keahlian, independensi, dan cermat
sebagai syarat mutu dalam pelaksanaan audit. Hal ini akan memberikan
kepercayaan klien atas kualitas suatu kap yang baik.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 2006) menjabarkan bahwa
anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi,
review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan, atau jasa
profesional lainnya harus memenuhi standar beserta interpretasi yang
terkait sesuai aturan yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang
ditetapkan IAI yaitu kompetensi, profesional, kecermatan dan
keseksamaan profesional, perencanaan dan supervisi, data relevan yang
memadai.
IAI telah menetapkan dan mengesahkan standar auditing yang
terdiri dari sepuluh standar. Standar auditing terdiri dari tiga bagian
yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, standar pelaporan.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2010) standar umum terdiri dari:
a) Audit harus dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan auditor.
25
c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
5) Independensi (Independence)
Sikap independensi bermakna bahwa auditor tidak mudah
dipengaruhi (SPAP, 2001) sehingga auditor akan melaporkan apa yang
ditemukannya selama proses pelaksanaan audit. Keadaan ini akan
meningkatkan kepuasan klien.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus
dijaga oleh akuntan publik. Independensi berarti akuntan publik tidak
mudah dipengaruhi karena auditor melaksanakan pekerjaan untuk
kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak
kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujut tidak hanya
kepada manajemen dan pemilik perusahaan namun juga kepada kreditur
dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor.
Sementara itu, AICPA mengusulkan definisi yang mengatakan
bahwa auditor harus bersikap independen terhadap informasi bukannya
independen terhadap klien yang menyusun informasi. Artinya, auditor
tidak akan bisa independen terhadap klien yang menyewa dan memberi
penghasilan kepada mereka, termasuk jika penghasilan itu selain
26
daripada jasa non audit. Sebaliknya auditor justru bisa independen
terhadap informasi yang disampaikan.
Wilcox (1952) dalam Mathius Tandiontong (2016) menekankan
bahwa independensi adalah standar pengauditan yang esensial untuk
menunjukan kredibilitas laporan keuangan yang menjadi tanggung
jawab manajemen. Ia menekankan bahwa jika akuntan tidak bersikap
independen maka opini yang diberikannya tidak akan memberi
tambahan nilai apapun. Menurut Mautz Dan Sharaf (1961) dalam
Mathius Tandiontong (2016), tidak hanya menekankan pada nilai
penting dari independensi terhadap pengauditan, tetapi juga dari sisi
tampilan dan kenyataan (in appearance and in fact). Mereka
berpendapat ada dua aspek dari independensi yaitu: (1) independensi
real dari seorang praktisi dalam melaksanakan pekerjaannya dan (2)
independensi dalam penampilan dari auditor sebagai satu kelompok
profesional. Mereka menyebutnya sebagai “independensi praktisi” dan
“independensi profesi”
6) Sikap Hati-Hati (Due Care)
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2010), due care berarti auditor
harus mengamati standar-standar teknis dan etika profesi, berusaha
secara kontinyu memperbaiki kompetensi dari mutu jasa-jasa yang
diberikan, dan melaksanakan tanggung jawab profesional dengan
kemampuan yang terbaik.
27
Auditor seharusnya merencanakan audit untuk mendeteksi
tindakan ilegal yang material pada laporan keuangan dan
mengimplementasikan rencananya dengan due professional care. Sikap
due care yaitu auditor di dalam melaksanakan responsibilitas
profesionalnya dilakukan dengan kompetensi dan ketekunan.
Kompetensi adalah produk dari pendidikan dan pengalaman, sedangkan
ketekunan meliputi upaya terus menerus, sungguh-sungguh, dan
pelaksanaan dengan giat dan berusaha dalam melaksanakan jasa
profesional (Boynton dan Johson, 2005)
Kehati-hatian profesional mengharuskan auditor untuk
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetisi dan
ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan jasa profesionalnya dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan kemampuannya (Ridwan Widagdo, 2002). Ahli
diartikan sebagai ahli akuntansi dan audit (SPAP, 2001) dan cermat
menekankan pada pencarian tipe-tipe kesalahan yang mungkin ada
melalui sikap hati-hati, Mautz dan Sharaf (1961) dalam Mathius
Tandiontong (2016).
7) Komitmen Yang Kuat Terhadap Kualitas Kredit
Komitmen dapat didefinisikan sebagai (1) sebuah kepercayaan
pada dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dari nilai-nilai organisasi
atau profesi, (2) sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang
28
sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi dan profesi, (3) sebuah
keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi dan profesi.
(Araya et. al, 1980) dalam Ridwan Widagdo (2010). Sedangkan
kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai profitabilitas bahwa
laporan keuangan tidak memuat penghilangan ataupun kesalahan
penyajian yang material. Kualitas audit juga didefinisikan dari segi
resiko audit, dengan jasa yang bermutu tinggi akan mencerminkan
resiko audit yang kecil (Ahmed Riahi Belkaoui, 2004). Jadi auditor
yang memiliki komitmen yang kuat terhadap kualitas audit adalah
auditor yang memegang teguh prinsip-prinsip atau nilai-nilai dalam
mengaudit laporan keuangan klien dengan memberikan jasa yang
bermutu tinggi.
Sehubungan dengan profesi akuntan publik yang setiap saat
dihadapkan pada judgment untuk pengambilan keputusan, maka
seharusnya orientasi etis (ethical orientation) akuntan publik harus
tinggi sehingga dapat mengambil keputusan secara professional. Dua
kata tersebut yaitu: (1) judgment dan (2) professional menjadi sangat
penting (Mautz dan Sharaf, 1993). Berikut ini adalah makna profesional
yang digunakan dalam literatur auditing (Mautz dan Sharaf, 1993,
Carmichael 1999, Kell 2002, dan Arens 2010): the term “professional”
means a responsibility for conduct that extends beyond satisfying the
person’s responsibilities to him or herself and beyond the requirements
of our society’s laws and regulations. A Certified Public Accountant, as
29
a professional, recognizes a responsibility to the public, to the client,
and to fellow practitioner, in including honorable behavior, even if that
means personal sacrifice.
8) Keterlibatan Pimpinan KAP (Executive Involvement)
Manajemen puncak (dalam hal ini pimpinan KAP) harus
memimpin perusahaan (KAP) untuk meningkatkan kinerja kualitasnya,
tanpa adanya kepemimpinan manajemen puncak, maka usaha untuk
meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan
(Nasution, 2004). Keterlibatan pimpinan KAP dapat membantu
terbentuknya komunikasi dua arah yang lebih intensif antara klien dan
auditor karena pimpinan mempunyai keahlian dan pengalaman yang
lebih baik serta mempunyai citra yang lebih tinggi dibandingkan
dengan staf auditor sehingga dapat menjadi mediator antara klien dan
auditor yang bertanggung jawab (Media Akuntansi No. 25, Maret 1988)
dalam Mukhlaisin (2001). Adanya komunikasi intensif antara klien dan
auditor akan memperlancar dan mempermudah proses audit. Hal ini
akan memberikan keunggulan bagi KAP karena dapat memberikan jasa
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh klien.
9) Melakukan Pekerjaan Lapangan Dengan Tepat (Field Work Conduct)
Standar pekerjaan lapangan disebutkan bahwa pekerjaan
harus dilaksankan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
30
harus disupervisi dengan semestinya, dan pemahaman yang memadai
atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan, serta disebutkan pula bahwa bukti yang cukup harus
diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi kesimpulan yang
dinyatakan dalam laporan (SA Seksi 311, IAI, 2006).
Standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan pelaksanaa
pemeriksaan akuntan dilapangan (audit field work), dimulai dari
perencanaan audit dan supervisi, pemahaman dan evaluasi pengendalian
intern, pengumpulan bukti-bukti audit melalui compliance test,
substantive test, analytical review, sampai selesainya audit field work
(Sukrisno Agoes, 2010).
10) Keterlibatan Komite Audit (Audit Commitee)
Komite audit yang ditunjuk terdiri dari anggota yang berasal
dari luar dewan, dapat bertindak sebagai penghubung antara auditor dan
manajemen. Meningkatnya penggunaan komite audit sebagai alat untuk
memperkuat independensi auditor. Menurut Amin Widjaja Tunggal
(2010) komite audit memiliki tugas sebagai berikut:
a) Meningkatkan disiplin korporat dan lingkungan pengendalian
untuk mencegah kecurangan dan penyalahgunaan.
b) Memperbaiki mutu dalam pengungkapan pelaporan keuangan.
31
c) Memperbaiki ruang lingkup, akurasi dan efektivitas biaya dan dari
audit eksternal dan independensi dan objektivitas dari audit
eksternal.
Perusahaan membutuhkan komite audit untuk beberapa alasan,
tetapi yang paling utama adalah tanggung jawab kepemilikan yang
dimilikinya kepada pemegang saham. Komite audit berfungsi sebagai
“pemeriksa dan penyeimbang” yang independen untuk fungsi audit
internal dan perantara dengan para auditor eksternal. Komite ini
berinteraksi dengan dua kelompok ini dengan tujuan untuk memastikan
integritas data dalam laporan keuangan dan menghindarkan penipuan
atau aktivitas ilegal (Hall dan Singleton, 2007) dalam Mukhlaisin
(2001).
Menurut Menon dan Williams (1994) dalam Mathius
Tandhiontong (2016) dijelaskan bahwa komite audit diperlukan dalam
suatu organisasi bisnis, antara lain karena komite ini mengawasi proses
audit dan memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan keuangan.
Namun hal ini dapat tercapai jika komite audit bekerja secara efektif.
11) Standar Etika Yang Tinggi (Ethical Standard)
Etika adalah prinsip-prinsip moral dan berhubungan dengan
seperti kejujuran dan integritas, keterandalan, akuntabilitas, dan juga
aspek yang lain tentang perilaku yang benar dan salah. Perilaku etis
merupakan suatu “state of mind” bukanlah kumpulan dari peraturan (a
32
collection of rules). Dalam memberikan jasa profesional akuntan publik
harus selalu memperhatikan kepentingan publik (public interest) yang
mereka layani. Kepercayaan publik (public trust) tidak boleh
disubordinasi untuk kepentingan pribadi (Amin Widjaja Tunggal,
2010).
Etika profesional meliputi standar sikap para anggota profesi
yang dirancang agar praktis dan realitis, tetapi sedapat mungkin idealis.
Tuntutan etika profesi harus diatas hukum tetapi dibawah standar ideal
(absolut) agar etika tersebut mempunyai arti dan berfungsi sebagaimana
mestinya (Abdul Halim, 2001). Etika pengambilan keputusan dalam
bisnis adalah kompleks, dengan banyak prinsip, nilai, dan pendekatan
sebagai pedoman bagi individu atau kelompok (Birt et.al, 2008).
Dengan menegakkan etika profesi akuntan yang tinggi, seorang auditor
tetap pada “jalur” yang benar sehingga proses audit yang dilakukan
dapat memberikan hasil yang memuaskan klien sebagai pengguna.
12) Tidak Mudah Percaya (Skepticism)
Professional skepticism berarti bahwa seorang auditor
membutuhkan objektivitas dalam mengevaluasi kondisi observasi dan
bukti-bukti yang diperoleh selama audit. Auditor seharusnya tidak
percaya asersi manajemen dapat diterima tanpa dasar-dasar bukti yang
cukup (Boynton dan Johnson, 2005). Audit harus direncanakan dan
dilaksanakan dengan sikap skeptisme profesional dalam semua aspek
33
penugasan. Misalnya auditor tidak boleh menganggap bahwa
manajemen tidak jujur, tapi kemungkinan tersebut harus
dipertimbangkan.
Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang
selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap
bukti audit. Auditor menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang ditintut oleh profesi akuntan publik untuk
melaksanakan dengan cermat dan seksama. Dengan maksud baik dan
integritas. Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif.
Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif menuntut auditor
mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti tersebut. Oleh
karena itu, dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, skeptisme
profesional harus digunakan selama proses tersebut. Auditor tidak
menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi
karena kemungkinan tersebut harus dipertimbangkan (Amin Widjaja
Tunggal, 2010). Dalam Menggunakan skeptisme profesional, auditor
tidak harus puas dengan bukti yang kurang persuasif karena
keyakinannya bahwa manajemen sudah jujur (SA Seksi 230, IAI,
2006).
5. Kualitas Audit Dan Kepuasan Klien
Menurut Mulyadi dan Jhony Setiawan (2000), mengatakan
bahwa kualitas proses audit harus dimulai dari kebutuhan klien dan
34
berakhir pada persepsi klien tersebut. Hal ini berarti citra kualitas yang
baik bukan dilihat dari pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan
persepsi para klien. Persepsi yang berasal dari klien terhadap kualitas
audit nerupakan perilaku menyeluruh atas keunggulan suatu jasa yang
telah diberikan. Tujuan bisnis ini dari suatu organisasi dapat dicapai
dengan cara terbaik melalui pemberian kepuasan yang menyeluruh atau
lengkap (complete satisfaction) pada pengguna akhir, yaitu
pelanggan/klien. Kemampuan untuk memuaskan kebutuhan, harapan,
dan keinginan klien merupakan salah satu kriteria untuk menentukan
mutu. Dengan kata lain, pada dasarnya tujuan bisnis dari organisasi
ialah menciptakan dan mempertahankan para pelanggan, Kotler (2008).
Konstruk kualitas pelayanan sering dilihat memiliki hubungan
erat dengan kepuasan klien. Demikian halnya dalam kantor akuntan
publik yang berspektif customer dimana klien sebagai pelanggan, patut
menyadari kebutuhan dan keinginan klien, Hall dan Elliot (1993) dalam
Ridwan Widagdo (2002). Sebagaimana telah disebutkan kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten, Parasuraman (1985) dalam Ridwan
Widagdo (2002), maka audit sebagai produk jasa KAP harus memiliki
kualitas tertentu yang diharapkan akan mampu untuk memenuhi
harapan klien.
Dari berbagai pendapat diatas dapat dipahami bahwa
terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat,
35
diantaranya hubungan antara produsen dan klien menjadi harmonis,
menjadi dasar yang baik bagi pembelian ulang dan membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut yang dapat menguntungkan
perusahaan. Kepuasan konsumen ini merupakan modal dasar bagi
perusahaan dalam membentuk kepuasan konsumen, dimana konsumen
yang merasa puas akan hasil audit adalah aset yang paling berharga
bagi perusahaan dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Dengan demikian secara konseptual kualitas pelayanan mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Alat Analisis Hasil Penelitian
Behn et al
(1997)
Analisis
pengaruh
atribut-atribut
kualitas audit
terhadap
kepuasan klien
Regresi linier
berganda
Hasil pengujian menyatakan
bahwa dari 12 atribut, 6 atribut
menunjukkan pengaruh yang
signifikan positif, antara lain
pengalaman melakukan audit,
memahami industri klien,
responsif terhadap kebutuhan
klien, taat pada standar umum,
keterlibatan pimpinan kap dan
pengaruh komite audit.
Sedangkan 6 atribut tidak
menunjukkan pengaruh yang
36
signifikan.
Ridwan
Widagdo
(2002)
Analisis
pengaruh
atribut-atribut
kualitas audit
terhadap
kepuasan klien
(studi kasus
pada
perusahaan
yang terdaftar di
Bursa Efek
Jakarta)
Regresi linier
berganda
Hasil pengujian dari 12 atribut,
7 atribut menunjukkan
pengaruh yang signifikan,
diantaranya pengalaman
melakukan audit, taat pada
standar umum, keterlibatan
pimpinan kap, memahami
industri klien, komitmen
terhadap kualitas audit,
responsif atas kebutuhan klien,
serta pengaruh komite audit,
sedangkan 5 atribut tidak
menunjukkan pengaruh
signifikan.
Mukhlaisin
(2004)
Pengaruh
atribut kualitas
audit,
portofolio, jasa
audit, dan
reputasi kap
terhadap
kepuasan klien
Regresi linier
berganda
Terdapat 9 atribut yang
berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan klien yaitu
pengalaman auditor,
pemahaman industri klien,
responsf atas kebutuhan klien,
kompeten dalam melakukan
audit, sikap hati-hati,
komitmen yeng kuat,
melakukan pekerjaan lapangan
dengan tepat, pengaruh komite
audit, serta standar etika yang
tinggi, sedangkan 3 atribut
menunjukkan pengaruh yang
tidak signifikan.
37
Zakiyah
(2009)
Analisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi
kepuasan klien
KAP.
Regresi linier
berganda
Penelitian menunjukkan dari
12 atribut, hanya ada 1 atribut
yang berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan
klien yaitu responsif
(responsiveness). Sedangkan
11 atribut menunjukkan
pengaruh yang tidak
signifikan. Selain dari 12
atribut, faktor-faktor lain
diantaranya pergantian auditor,
portofolio jasa audit, reputasi
KAP, dan audit fee tidak
menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan
klien.
Windasari
Suhar Putri
(2010)
Analisis
pengaruh
atribut-atribut
kualitas audit
terhadap
kepuasan klien
(studi kasus
pada BPR di
DIY)
Regresi linier
berganda
Hasil pengujian dari 12 atribut
menunjukkan 8 atribut
berpengaruh signifikan, antara
lain pengalaman melakukan
audit, memahami industri
klien, responsif atas kebutuhan
klien, taat pada standar umum,
sikap hati-hati, komitmen
terhadap kualitas audit,
melakukan pekerjaan lapangan
38
dengan tepat, serta standar
etika yang tinggi, sedangkan 4
atribut menunjukkan pengaruh
yang tidak signifikan.
Sumber: diperoleh dari berbagai sumber
Dari penelitian-penelitian terdahulu ini para peneliti menggunakan
variabel atribut kualitas audit yang menjadi variabel independen sedangkan
kepuasan klien KAP menjadi variabel dependen.
C. Keterkaitan Antarvariabel
Menurut Sugiyono (2006) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Karena jawaban yang diberikan masih
didasarkan pada teori yang relevan, tidak berdasarkan fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Dengan kata lain rumusan hipotesis
merupakan jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, karena
masih perlu dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.
1. Atribut Kualitas Audit Terhadap Kepuasan Klien
Dalam penelitian Windasari Suhar Putri (2010) atribut-atribut yang
mempengaruhi kepuasan klien terdiri dari client experience, industry
expertise, responsiveness, technical competence, independence, due care,
quality commitment, executive involvement, field work conduct, auditee
committee, ethical standard, and skepticism. Ini merupakan atribut kualitas
39
audit yang dapat memberikan kepuasan kepada klien yang telah
menggunakan jasa KAP. Karena dengan memahami atribut kualitas audit
tersebut seorang auditor maupun KAP dapat meningkatkan kualitas jasa.
Seorang auditor maupun KAP dapat meningkatkan kualitas jasa
audit yang diberikan kepada klien sehingga klien akan merasa puas dengan
kinerja auditor. Dalam hal ini kepuasan klien tergantung dari kualitas audit
yang di berikan dalam pelaksanaan audit.
D. Kerangka Pemikiran
Gambar dibawah menunjukkan kerangka pemikiran dalam penelitian
ini dengan menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Variabel independen Variabel dependen
Atribut Kualitas Audit
(X)
Kepuasan Klien KAP
(Y)
40
E. Perumusan Hipotesis
Berdasar kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Atribut kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
klien KAP.
Ha : Atribut kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien
KAP