BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

23
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik 1. Pengetian a. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Pada dasarnya penimbunan cairan diperitoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni Transudasi (contoh: Sirosis hati dan Hipertensi) dan Eksudasi. (Amin Huda, 2015) b. Asites atau hidrop peritoneum adalah penumpukan cairan dalam rongga peritoneum. (Suharjo, 2014) c. Asites merupakan suatu keadaan terdapatkan kelebihan cairan di dalam rongga peritoneal. Istilah Asites berasal dari bahasa Yunani askos yang berarti kantong atau tas. Ini adalah temuan klinis akumulasi cairan patologi dalam rongga perut dengan berbagai penyebab, tetapi berkembang lebih sering sebagai bagian dari dekompensasi penyakit liver kronis asimptomatik sebelumnya. (Farid Aziz, 2010) d. Asites pankreatik adalah Asites yang ditandai dengan akumulasi cairan yang kaya akan amilase (>1000 IU/L) di rongga peritonium akibat disrupsi duktus pankreatikus atau psedokista yang mengalami kebocoran. (Suharjo, 2014) e. Asites kilous (chylous ascites) adalah akumulasi cairan yang kaya akan lipid di rongga peritoneum akibat kebocoran sistem limfatika, yang dapat disebabkan oleh karena faktor traumatik (pembedahan, radiasi, trauma

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengetian

a. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.

Pada dasarnya penimbunan cairan diperitoneum dapat terjadi melalui 2

mekanisme dasar yakni Transudasi (contoh: Sirosis hati dan Hipertensi) dan

Eksudasi. (Amin Huda, 2015)

b. Asites atau hidrop peritoneum adalah penumpukan cairan dalam rongga

peritoneum. (Suharjo, 2014)

c. Asites merupakan suatu keadaan terdapatkan kelebihan cairan di dalam

rongga peritoneal. Istilah Asites berasal dari bahasa Yunani askos yang

berarti kantong atau tas. Ini adalah temuan klinis akumulasi cairan patologi

dalam rongga perut dengan berbagai penyebab, tetapi berkembang lebih

sering sebagai bagian dari dekompensasi penyakit liver kronis asimptomatik

sebelumnya. (Farid Aziz, 2010)

d. Asites pankreatik adalah Asites yang ditandai dengan akumulasi cairan

yang kaya akan amilase (>1000 IU/L) di rongga peritonium akibat disrupsi

duktus pankreatikus atau psedokista yang mengalami kebocoran. (Suharjo,

2014)

e. Asites kilous (chylous ascites) adalah akumulasi cairan yang kaya akan lipid

di rongga peritoneum akibat kebocoran sistem limfatika, yang dapat

disebabkan oleh karena faktor traumatik (pembedahan, radiasi, trauma

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

10

abdomen) atau non-traumatik (neoplastik, sirosis, infeksi, penyakit jantung,

inflamasi, penyakit usus). (Suharjo, 2014)

f. Asites adalah akumulasi cairan dan sel maligan di kavum peritoneum

sebagai tanda dari karsinomatosis peritoneal. (Suharjo, 2014)

g. Peritoneum adalah suatu membran serosus yang melapisi rongga abdomen

yang terdiri atas lapisan tunggal mesotelium dan membran basemen yang

tipis. Peritoneum menghasilkan cairan yang berfungsi sebagai lubrikan yang

memungkinkan organ yang lain tanpa terjadi perlengketan. Biasanya cairan

ini terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Pada pria, rongga peritoneum

merupakan rongga tertutup dan hanya dijumpai sejumlah kecil cairan

intraperitoneum, sedangkan pada wanita rongga peritoneum berhubungan

dengan organ-organ reproduksi wanita dan bisa dijumpai hingga 20 ml

cairan bebas. (Farid Aziz, 2010)

2. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut

sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk

menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap

zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak

dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran

pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,

usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi

organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan

kandung empedu.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

11

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

a. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air

pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan

bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari

mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa

yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari

manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di

hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh

gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

12

mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian

dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai

mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya

lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.

Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

b. Tenggorokan (faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.

Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung,

faring, dan laring Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu

kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan

pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas

dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,

didepan ruas tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan

perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan

rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium

c. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang

dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.

Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses

peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso –

“membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

13

d. Lambung

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam

keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke

dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang

berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-

enzim.

e. Usus Halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena

porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air

(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna

protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah

dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M

Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari

tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),

dan usus penyerapan (ileum).

f. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus

buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

14

di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin

K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit

serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam

usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya

lendir dan air, dan terjadilah diare.

g. Usus Buntu (Sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah

anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta

bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,

burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum

yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil,

yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

h. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk

nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,

vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung

yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum

pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar

10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks

selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal

atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

15

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial

(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi

dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai

appendektomi.

i. Rectum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah

sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)

dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di

tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens

penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk

buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena

penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang

menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak

terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana

penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk

periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

j. Pancreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua

fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon

penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan

berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan

melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

16

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah

protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan

dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai

saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium

bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan

asam lambung.

k. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia

dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan

pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan

memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,

sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile,

yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan

hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk

hati, hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya

akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan

darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan

pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi

menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk

diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah

darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi

umum.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

17

l. Kantung Empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ

berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang

dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang

kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan

karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang

dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari

melalui saluran empedu.

m.

3. Etiologi

Menurut teori underfilling : hipertensi porta, Hipoalbuminemia yang

mengakibatkan volume cairan plasma menurun. (Amin Huda, 2015). Menurut

teori overfilling : peningkatan aktivitas hormon anti-diuretik (ADH) dan

penurunan aktivitas hormone natriutik mengakibatkan ekspansi cairan plasma

dan reabsorpsi air di ginjal. (Amin Huda, 2015)

4. Insiden

Mungkin tidak ada gejala-gejala yang berhubungan dengan Asites

terutama jika ia adalah ringan (biasanya kurang dari kira-kira 100 – 400 ml

pada kaum dewasa). Ketika lebih banyak cairan berakumulasi, ukuran lilitan

perut dan ukuran yang meningkat umumnya terlihat. Nyeri Perut,

ketidaknyamanan, dan kembung juga sering terlihat ketika Asites menjadi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

18

lebih besar. Sesak Napas dapat juga terjadi dengan Asites yang besar yang

disebabkan oleh tekanan pada diaphragm dan migrasi dari cairan keseluruh

diaphragm yang menyebabkan pleural effusions (cairan sekitar paru-paru).

Secara kosmetik perut yang besar yang menjelekkan, yang disebabkan oleh

Asites, juga adalah keprihatinan umum dari beberapa pasien-pasien.

5. Patofisiologi

Akumulasi cairan asites dalam rongga peritoneum menggambarkan

ketidakseimbangan pengeluaran air dan garam. Saat ini penyebarannya belum

diketahui dengan pasti, namun ada beberapa teori yang dikemukakan untuk

menjelaskan mekanisme terbentuknya asites, yaitu:

a. Hipotesis underfilling

Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena sekuestrasi cairan

yang tidak memadai pada pembuluh darah spanknik akibat peningkatan

tekanan portal dan penurunan Effective Arterial Blood Volume (EABV).

Hal tersebut mengakibatkan aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron

dan system persarafan simpatis sehingga terjadi retensi air dan garam.

b. Hipotesis overflow

Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena ketidakmampuan

ginjal dalam mengatasi retensi garam dan air, yang berakibat tidak adanya

penurunan volume. Dasar teori ini adalah kondisi hipervolemia

intravaskuler yang umum dijumpai pada pasien dengan sirosis hati.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

19

c. Hipotesis vasodilatasi arteri perifer

Hipotesis ini adalah hipotesis terbaru yang merupakan gabungan dari

kedua hipotesis sebelumnya. Hipertensi portal menyebabkan vasodilatasi

arteri perifer, dan berakibat penurunan EABV. Sesuai dengan perjalanan

alami penyakit, terdapat peningkatan eksitasi neurohormonal, dan

peningkatan retensi natrium oleh ginjal sehingga volume plasma

meningkat. Urutan kejadian antara hipertensi portal dan retensi natrium

ginjal belum jelas. Hipertensi portal juga menyebabkan peningkatan kadar

nitrat oksida. Nitrat oksida merupakan mediator kimia yang menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan perifer. Kadar NO pada arteri

hepatica pasien asites.

Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, dan hipoalbumine juga

berkontribusi dalam pembentukan asites. Hipoalbuminemia mengakibatkan

penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi ekstravasasi cairan

plasma ke rongga peritoneum. Dengan demikian, asites jarang terjadi pada

pada pasien sirosis tanpa hipertensi portal dan hipoalbuminemia.

6. Tes diagnostik

Pemeriksaan yang paling dasar pada pasien Asites adalah pengukuran

serta pencatatan asupan dan haluaran cairan, pengukuran lingkaran perut dan

berat badan setiap hari, pantau kadar ammonia dan elektrolit dalam serum, dan

pantau nilai albumin dalam darah. Tes ini dapat menemukan cairan dalam

rongga peritoneal. Paracentesis menyediakan sampel cairan untuk analisis.

Temuan ini membantu menentukan penyebab dari ascites: misalnya, temuan

sel-sel ganas dapat menunjukkan tumor

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

20

7. Penatalaksanaan medik

a. Nutrisi

Membatasi pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 jam

per hari. Konsultasi dengan ahli nutrisi dalam rangkan pembatasan garam

harian dapat sangat bermanfaat untuk pasien-pasien dengan Asites.

b. Diuretik

Pemberian diuretik dapat meningkatkan ekskresi air dan garam dari

ginjal. Regimen diuretik yang direkomendasikan kombinasi dari

spironolactone (Aldactone) dan furosemide (Lasix). Dosis tunggal harian

dari 100 miligram spironolactone dan 40 miligram fusosemide adalah dosis

awal yang biasanya direkomendasikan. Ini dapat ditingkatkan secara

berangsur-angsur untuk memperoleh respon yang tepat pada dosis

maksimum 400 miligram spironolactone dan 160 miligram fusosemide,

sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan dosis tanpa efek samping.

c. Therapeutic paracentesis

Untuk pasien-pasien yang tidak merespon dengan baik pada regimen

diatas, therapeutic paracentesis dapat dikeluarkan untuk mengeluarkan

jumlah cairan yang banyak. Sekitar 4 sampai 5 liter dari cairan dapat

dikeluarkan secara aman dengan prosedur ini setiap waktu. Untuk pasien-

pasien dengan malignant Asites, prosedur ini mungkin juga adalah lebih

efektif daripada penggunaan diuretik.

d. Operatif

Untuk kasus yang lebih berat, prosedur operasi mungkin perlu untuk

mengontrol Asites. Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts (TIPS)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

21

adalah prosedur yang dilakukan melalui internal jugular vein dibawah

pembiusan lokal oleh interventional radiologist. Shunt ditempatkan diantara

portal venous system dan systemic venous system sehingga mengurangi

tekanan portal. Prosedur ini dicadangkan untuk pasien yang mempunyai

respon yang minimal pada perawatan medis yang agresif.

e. Transplantasi hati

Transplantasi hati melibatkan proses yang sangat sulit dan

berkepanjangan dan memerlukan pengamatan dan manajemen yang sangat

ketat oleh spesialis transplantasi. (Amin Huda, 2015)

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Wijaya, dkk (2013) pengkajian keperawatan pada pasien dengan

Asites dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data

1. Biodata

Biodata terdiri dari identitas klien, orang tua dan saudara

kandung. Identitas klien meliputi : nama, usia, jenis kelamin,

pendidikan, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,

nomor register dan diagnosa medik. Identitas orang tua meliputi :

alamat, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, sedangkan

identitas saudara kandung meliputi nama dan usia.

2. Keluhan utama

Keluhan utama meliputi alasan klien dibawa ke Rumah Sakit

seperti sesak dan nyeri perut

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

22

3. Riwayat psikososial

Bagaimana kehidupan sosial dan lingkungannya, apakah keadaan

tempat tinggalnya memenuhi syarat kesehatan.

4. Riwayat spiritual

Apakah anggota keluarga rajin beribadah dan sering mengikuti

kegiatan keagamaan

5. Pemeriksaan fisik persistem

a. Keadaan umum: Klien baik atau tidak

b. Tanda – tanda vital

1. Tekanan darah menurun > 80 mmHg

2. Nadi cepat dan lemah > 100 x/menit

3. Suhu meningkat sampai 38oC

4. Pernapasan meningkat > 40 x/menit

c. Antropometri:

Tinggi Badan (TB) : 148 Cm

Berat Badan (BB) : 48 Kg

d. Sistem pernapasan

Tidak terdapat batuk, pernapasan cuping hidung, batruk dada

normal (Normal Chest), tidak ada retraksi, dan tidak ada suara nafas

tambahan.

e. Sistem kardiovaskuler

Konjungtiva tidak anemis, bibir pucat dan kering, arteri karotis

tidak teraba, vena jugularis tidak tampak, tidak ada pembesaran

jantung, suara jantung S1, S2 kesan murni.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

23

f. Sistem pencernaan

Bibir kering sering merasa mual dan muntah terdapat nyeri

tekan pada abdomen.

g. Sistem indra

1. Mata : Kelopak mata, lapang pandang dan visus baik

2. Hidung : Penciuman baik, tidak ada sekret dan tidak terdapat

perdarahan pada hidung

3. Telinga : Membran timpani baik fungsi pendengaran baik

h. Sistem musculoskeletal

Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, serta tulang

i. Sistem integument

a. Adanya petechia pada kulit, turgir kulit menurun, dan muncul

keringat dingin, dan lembab.

b. Kuku sianosis/tidak

c. Kepala dan leher

Bentuk kepala monoskepal, tidak nyeri, tidak ada edema

pada kelopak mata, pertumbuhan alis dan bulu mata merata,

bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada nyeri tulang,

mulut tidak bersih, gigi masih lengkap dan menelan baik. Tidak

ada nyeri pada tenggorokan dan keadaan telinga simetris kiri dan

kanan tidak ada serumen, fungsi pendengaran baik.

j. Sistem endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan limpa pada leher

k. Sistem perkemihan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

24

Oedema palpebra tidak ada, distensi kandung kemih tidak ada.

l. Sistem reproduksi

Riwayat kehamilan dengan jumlah anak yang dimiliki

sekarang, tidak terdapat ganggungan sistem reproduksi

m. Sistem immune

Tidak ada alergi terhadap cuaca, bulu binatang dan zat kimia.

n. Pemeriksaan diagnostik

Serum-ascites albumin gradient (SAAG)

Jika > 1,1 mg/dl sangat mungkin serosis hepatis

Jika < 1,1 mg/dl cari penyebab/kausa lain

Neutrofil > 250 /mm3 cairan Asites menunjukkan adanya infeksi

atau gangguan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

25

2. Penyimpangan KDM Asites berdasarkan gambaran patofisiologis

ASITES

Kelainan jaringan

parenkim hati

Kronis

Hipertensi

portal

Ekspansi paru

terganggu

Fungsi hati

terganggu

Gangguan metabolisme

vitamin

Sintesis vitamin A,

B complex B12

melalui hati

menurun

Penurunan

produksi sel

darah merah

Anemia

Kelemasan

Hambatan

mobilitas fisik

Inflamasi

akut

Nyeri

Gangguan

pembentukan

empedu

Lemak tidak dapat

diemulsikan dan tidak

dapat diserap oleh usus

halus

Gangguan nutrisi

kurang dari

kebutuhan Peningkatan

peristaltik

Gangguan

keseimbangan cairan

dan elektrolit

Gangguan metabolisme zat

besi

Gangguan

asam folat

Pola nafas

tidak efektif

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

26

3. Diagnosa Keperawatan

Menurut wijaya, dkk (2013) diagnosa keperawatan pada Asites meliputi:

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspensi paru

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intek

tidak kuat, kurang nutrisi makan

c. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang

kurang

d. Nyeri berhubungan dengan injuri biologis (adanya inflamasi pada hati)

e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelelahan

4. Rencana Keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspensi paru

Tujuan:

1. Tidak menggunakan alat bantu pernapasan

2. Frekuensi, irama kedalam pernapasan dalam batas normal

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1.

2.

3.

Posisikan pasien semi fowler

Auskultasi suara nafas, catat

hasil penurunan daerah

ventilasi atau tidak adanya

Suara advektif

Monitor pernapasan dan status

Untuk memaksimalkan potensi

ventilasi

Memonitor kepatenan jalan nafas

Memonitor respirasi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

27

1 2 3

4.

5.

oksigen yang sesuai

Kolaborasi dalam pemberian

oksigen terapi

Monitor aliran oksigen

Meningkatkan ventilasi dan

asupan oksigen

Menjaga aliran oksigen

mencukupi kebutuhan pasien

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk makanan.

Tujuan:

1. Intake nutrisi tercukupi

2. Asuhan makanan dan cairan tercukupi

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1.

2.

3.

4.

Ajarkan pasien makan sedikit

demi sedikit tapi sering

Anjurkan pasien untuk

mengkonsumsi makanan tinggi

zat seperti sayuran hijau

Berikan informasi yang tepat

terhadap pasien tentang

kebutuhan nutrisi yang tepat

dan sesuai

Anjurkan untuk menjaga

Makan sedikit demi sedikit dapat

meningkatkan intake nutrisi

Zat besi dapat membantu tubuh

sebagai zat penambah darah

sehingga mencegah terjadinya

anemia atau kekurangan darah

Infomasi yang diberikan dapat

memotivasi pasien untuk

meningkatkan intake nitrisi

Mulut yang bersih dapat

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

28

1 2 3

kebersihan mulut, anjurkan

untuk selalu melakukan oral

hygiene

meningkatkan nafsu makan

c. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang

kurang

Tujuan:

Tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1.

2.

3.

4.

Penatalaksaanan dengan

pemberian cairan infus

Anjurkan klien minum

sedikit-sedikit tetapi sering

Monitor asupan cairan

Lakukan perawatan infus

Mencegah terjadinya dehidrasi

Untuk memenuhi kebutuhan

cairan

Untuk mengetahui jumlah cairan

sesuai yang telah diprogramkan

Untuk mencegah terjadinya

bendungan cairan (phlebitis)

d. Nyeri berhubungan dengan injuri biologis (adanya inflamasi pada hati)

Tujuan:

1. Skala nyeri 0

2. Tidak nyeri pada perut

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

29

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1.

2.

3.

4.

5.

Catat lokasi lamanya intensitas

skala (1-10) penyebab nyeri

Ukur TTV

Anjurkan tindakan manajemen

nyeri dengan teknik relaksasi

nafas dalam

Berikan tindakan nyaman

seperti mengelus perut

Kolaborasi pemberian analgetik

Membantu mengevaluasi tempat

obstruksi dan penyebabnya

Pada nyeri biasanya tekanan

darah dan nadi meningkat

Membantu menggerakkan

kembali perhatian dan untuk

relaksasi otot

Meningkatkan relaksasi

Untuk mengurangi nyeri

e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelelahan

Tujuan:

Dapat melakukan mobilitas dengan normal

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Monitor keterbatasan aktivitas

Bantu pasien dalam melakukan

aktivitas sendiri

Pertahankan posisi yang

nyaman

Merencanakan intervensi dengan

tepat

Pasien dapat memilih dan

merencanakan sendiri

Mencegah iritasi dan komplikasi

2.

3.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

30

1

4.

5.

2

Cegah pasien jatuh

Lakukan catatan aktif

3

Mempertahankan keamanan

pasien

Membantu dalam

mempertahankan dan

meningkatkan kekuatan

kelenturan otot

5. Implementasi

Fase implementasi dari proses keperawatan mengikuti rumusan dari

rencana keperawatan. Implementasi mengacu pada pelaksanaan intervensi

keperawatan yang sudah disusun. Perawat memikul tanggung jawab untuk

implementasi tetapi melibatkan pasien dan keluarga serta anggota tim

keperawatan dan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kebutuhan.

6. Evaluasi

a. Pola nafas efektif dengan kriteria:

1. Tidak menggunakan alat bantu pernapasan

2. Frekuensi, irama kedalam pernapasan dalam batas normal

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria:

1. Intake nutrisi tercukupi

2. Asuhan makanan dan cairan tercukupi

c. Devisit volume teratasi dengan kriteria:

Tidak mengalami rasa haus yang berlebihan dan tidak terdapat tanda-tanda

dehidrasi

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Medik

31

d. Nyeri teratasi dengan kriteria:

1. Tidak nyeri ketika berkemih

2. Tidak nyeri pada perut

e. Tidak terjadi hambatan mobilitas dengan kriteria:

Dapat melakukan mobilitas dengan normal