BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian...

40
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian Kematangan Karir Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan karir adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri dalam suatu jabatan. Menurut Komandyahrini dan Hawadi (2008), juga mengatakan bahwa dalam perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap perkembangan karirnya. Menurut Brown dan Brooks (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008), mendefinisikan kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu. Disisi lain menurut Holland (dalam Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian...

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kematangan Karir

1. Pengertian Kematangan Karir

Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan

karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas

perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih lanjut

Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan karir adalah

misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung

jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus

dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri dalam

suatu jabatan. Menurut Komandyahrini dan Hawadi (2008), juga mengatakan

bahwa dalam perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan

karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk

bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap

perkembangan karirnya.

Menurut Brown dan Brooks (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008),

mendefinisikan kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari

individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya,

karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang

dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu. Disisi

lain menurut Holland (dalam Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang

21

dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu

memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang

tinggi ketika melakukan pemilihan karir.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan kematangan karir merupakan

keberhasilan individu untuk menjalankan tugas perkembangan karir sesuai dengan

tahap perkembangan yang sedang dijalani, kemampuan untuk membuat rencana,

kerelaan untuk memikul tanggung jawab, konsistensi, diferensiasi, dan

keselarasan ketika melakukan pemilihan karir dalam membuat keputusan karir.

2. Aspek-aspek Kematangan Karir

Crites (1981) mengemukakan sebagai dari studi longitudinal Inventori

Kematangan Karir (Career Maturity Inventory/CMI) tentang kematangan karir.

Inventori ini terdiri dari dua bagian, yaitu dimensi sikap dan dimensi kompetensi

yaitu:

a. Dimensi sikap

Skala sikap ditujukan untuk mengukur proses pilihan karir yang dipandang

sebagai kecenderungan tanggapan disposional bahwa individu terlibat secara

utuh dalam suatu pembuatan keputusan. Dimensi sikap meliputi keterlibatan

(involvement), kemandirian (independence), pengenalan (orientation),

penentuan (desiveness), dan kompromi (compromise).

b. Dimensi kompetensi

Dimensi kompetensi mengukur aspek pilihan karir yang sifatnya lebih

kognitif, terdiri dari pengukuran diri (self appraisal), informasi jabatan atau

22

pekerjaan (problem solving information), seleksi tujuan (goal setting),

perencanaan (planning) dan pemecahan masalah (problem solving).

Menurut Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen

mayor dalam kematangan karir, yaitu:

a. Orientasi pada pemilihan karir (orientasi to vocational choice)

Komponen ini menyangkut pilihan karir dan penggunaan informasi kerja.

Dalam hal ini, seseorang menentukan pilihan karirnya secara pasti

berdasarkan pertimbangan dari informasi kerja yang dimilikinya.

b. Informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai (information and planing

about preferred occupation)

Komponen ini berkaitan dengan informasi spesifik yang dimiliki seorang

tentang pekerjaan yang akan dimasukinya. Seseorang mencari dan menggali

secara menyeluruh segala informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang

nantinya akan digeluti, sehingga dengan informasi yang dimiliki seseorang

dapat menyusun perencanaan untuk mencapai pilihan karirnya.

c. Konsistensi pilihan karir (consistency of vocational preference)

Komponen ini tidak hanya fokus pada konsistensi pilihan karir dari waktu-

kewaktu, tetapi juga konsistensi dalam bidang dan level kerja. Konsistensi

pilihan karir terlihat bila seseorang benar-benar yakin akan pilihan karirnya

dan tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu.

d. Kristalisasi sifat (cristalization of traits)

Komponen ini mencakup tujuh indek sikap terhadap pekerjaan, komponen ini

juga mengindikasikan terbentuknya minat, karakteristik kepribadian dan

23

bakat yang relevan dengan pilihan karir. Dalam hal ini, sesorang akan

melakukan pemilihan karir atau pekerjaan yang dapat menjadi media untuk

mengekspresikan dirinya.

e. Kebijaksanaan pilihan karir (The wisdom of vocational preference)

Komponen ini terkait hubungan antara pilihan karir dengan kemampuan,

aktifitas, dan minat yang dimiliki. Jadi, dalam hal ini seseorang harus dapat

secara bijaksana menjatuhkan pilihan karir yang sesuai dengan kemampuan,

aktifitas, dan minat yang dimilikinya.

Berdasarkan pemaparan di atas aspek-aspek kematangan karir menurut

Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen mayor dalam

kematangan karir yaitu orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan

pekerjaan yang disukai, konsistensi pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan

pilihan karir dan menurut Crites (1981) mengemukakan inventori kematangan

karir terbagi menjadi dua bagian yaitu dimensi sikap dan dimensi kompetensi.

Dengan demikian aspek-aspek kematangan karir yang digunakan sebagai acuan

dalam penelitian ini adalah teori dari Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan

lima komponen mayor dalam kematangan vokasional yaitu orientasi pada

pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai, konsistensi

pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan pilihan karir. Peneliti memilih

menggunakan teori dari Super karena dapat mengungkap sikap dan perilaku

dalam memilih karir melalui tahapan-tahapan secara jelas yang menunjukkan

siswa memiliki kematangan karir.

24

3. Tugas-tugas Perkembangan Karir

Menurut Super (dalam Winkel, 1997), menjelaskan bahwa pada masa-

masa tertentu dalam hidupnya, seseorang dihadapkan pada tugas-tugas karir

tertentu, yaitu:

a. Perencanaan garis besar masa depan (Cristallization), usia 14-18 tahun

Tugas perkembangan karir pada masa ini terutama bersifat kognitif dengan

meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya.

b. Penentuan (specification), usia 18-24

Tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan pada masa ini adalah

mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu.

c. Pemantapan (estabilishment), usia 24-35

Pada tahapan ini tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan seseorang

adalah untuk membuktikan bahwa dirinya mampu memangku jabatan yang

terpilih.

d. Pengakaran (consolidation) usia diatas 35

Tugas perkembangan karir pada tahapan ini lebih bercirikan pada pencapaian

status tertentu dan memperoleh senioritas.

Berdasarkan kriteria kematangan karir dalam penelitian ini, yaitu siswa

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelas XII dengan kisaran usia 17-18 tahun,

maka penelitian ini mengacu pada tugas perkembangan karir penentuan

(specification). Pada tahap ini seseorang dituntut untuk mampu mengarahkan dan

mengkhususkan diri pada pilihan jabatan tertentu. Dalam hal ini, siswa SMK

25

diharapkan sudah mampu menentukan pilihan karir atau program studi di

perguruan tinggi.

4. Faktor-faktor Kematangan Karir

Menurut Super (dalam Sharf, 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi

kematangan karir yaitu:

a. Faktor bio-sosial

Faktor umur dan kecerdasan mempengaruhi dalam pencarian informasi yang

lebih spesifik, perencanaan pilihan karir, dan tanggung jawab terhadap pilihan

karir.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan baik lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan,

lingkungan sekolah, stimulus budaya mempengaruhi kematangan karir. Orang

tua, sekolah dan teman dapat menjadi penolong dalam perkembangan anak.

Pentingnya keluarga, teman dan sekolah pada proses pendewasaan dan

pembuatan keputusan serta masa depan karir (Ferry, 2006). Anak muda yang

mendapatkan dukungan dari sekolah, teman dan keluarga dapat membuat

keputusan dalam memilih karir. Dukungan sosial berpengaruh positif dalam

pemilihan dan perencanaan karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial yang paling

baik adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga (Rodin & Solovey

dalam Nashriyah dkk, 2014).

c. Kepribadian

Meliputi konsep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai atau norma dan tujuan

hidup. Konsep diri yang positif akan mengarahkan seseorang untuk dapat

26

memiliki kemandirian, mampu mengatasi permasalahan yang sedang

dialaminya, mampu merencanakan dan memutuskan apa yang baik mengenai

karir untuk dirinya di masa depan (Setyawati, 2005). Siswa yang sudah

mengenali bakat khususnya sejak dini akan lebih mudah untuk memutuskan

pilihan karirnya. Nilai-nilai atau norma pada lingkungan setempat akan

memiliki pengaruh saat siswa akan memutuskan pilihan karir (Purnamasari,

2012). Tujuan hidup yang sudah ditetapkan dengan jelas akan membuat siswa

lebih matang saat harus memutuskan karir yang sesuai dengan tujuan

hidupnya.

d. Vokasional

Kematangan karir individu berkorelasi positif dengan aspirasi vokasional

tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir.

e. Prestasi individu

Meliputi prestasi belajar, kebebasan, partisipasi di sekolah dan di luar

sekolah. Prestasi akademik yang tinggi akan membuat siswa membentuk

aspirasi karir yang mantap. Aspirasi karir yang mantap, akan membuat

individu lebih serius dalam mencari informasi mengenai karir dan

menyesuaikan antara kemampuan dan minat yang dimiliki dengan

pemahaman mengenai karir, sehingga akhirnya mampu membuat keputusan

karir yang tepat.

Menurut Seligmen (1994) menjelaskan beberapa faktor yang

mempengaruhi perkembangan karir individu dimana perkembangan karir akan

membentuk kematangan karir. Faktor-faktor tersebut adalah:

27

1. Faktor keluarga

Latar belakang keluarga berperan penting dalam kematangan karir seseorang.

Pengalaman masa kecil dimana role model yang paling signifikan adalah

orang tua, berikut latar belakang orang tua.

2. Faktor internal individu

Faktor individu memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan karir

seseorang, hal ini mencakup:

a. Self esteem atau harga diri merupakan evaluasi positif dan negatif tentang

diri sendiri yang dimiliki seseorang. Evaluasi ini memperlihatkan

bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya

kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut

terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian

dirinya (Shahizan, 2003).

b. Self efficacy, merupakan keyakinan seseorang tentang kemampuan untuk

mencapai suatu hasil atau prestasi yang dapat mempengaruhi hidup

mereka (Bandura, 1997).

c. Locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu

mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya

(Larsen dan Buss 2008). Locus of control dikelompokkan menjadi dua

macam yakni internal locus of control dan eksternal locus of control.

Internal locus of control mempercayai bahwa peristiwa yang terjadi

sebagai hasil dari perilakunya. Sedangkan eksternal locus of control

menunjukkan adanya keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam

28

hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya seperti keberuntungan,

kesempatan, serta kekuasaan (Dillon & Kaur, 2005). Internal locus of

control penting dimiliki siswa, karena dengan keyakinan bahwa semua

pencapaian ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka

siswa akan berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang

menjadi persyaratan karir (Nugraheni, 2012).

d. Keterampilan merupakan kecekatan, kecakapan atau kemampuan untuk

melakukan sesuatu dengan baik dan cermat atau dengan keahlian

(Poerwadharminta, 1996). Seseorang yang sudah mengetahui memiliki

ketrampilan tertentu akan dapat menentukan dan memilih karir dengan

tepat.

e. Minat merupakan keinginan yang besar terhadap sesuatu. Remaja yang

memiliki minat terhadap sesuatu akan terdorong untuk dapat melakukan

hubungan dengan hal tersebut begitu juga dalam hal karir atau pekerjaan

(Syah, 2005). Minat yang kuat terhadap sesuatu dapat mengarahkan

siswa dalam memilih karir sesuai dengan minat dan ketertarikan dalam

karir tertentu. Minat merupakan faktor penting yang mempengaruhi

keberhasilan karir. Minat berkaitan dengan bidang dan tingkat pilihan

karir (Nugraheni, 2012).

f. Bakat mengandung makna kemampuan bawaan yang masih bersifat

potensial atau laten dan memerlukan pengembangan lebih lanjut (Ali,

2004). Bakat khusus yang dimiliki dan sudah diketahui siswa dapat

mengarahkan siswa untuk dapat melakukan pemilihan karir tertentu

29

sesuai dengan bakat yang dimiliki. Setiap pekerjaan membutuhkan bakat

dan kemampuan khusus yang berbeda. Bakat sangat penting karena

memungkinkan individu untuk mencapai keberhasilan dalam bekerja

(Nugraheni, 2012).

g. Kepribadian, remaja akan melakukan refleksi terhadap sifat-sifat

kepribadiannya sehingga dapat lebih mengenal diri dan memperoleh

pemahaman diri (Winkel, 1997). Holland dan Roe (dalam Nugraheni,

2012) menyatakan bahwa individu akan memilih karir yang cenderung

sesuai dengan karakteristik kepribadian. Kepribadian meliputi sejumlah

dimensi yang relevan dengan perkembangan karir yaitu orientasi

interpersonal, nilai, motivasi, stabilitas dan kemauan untuk mengambil

resiko.

h. Usia, tingkat kematangan karir remaja bertambah seiring dengan

meningkatnya usia. Kematangan karir berjalan seiring dengan

bertambahnya usia dan mengalami dinamika yang penting pada masa

sekolah menengah (Crites dalam Barnes & Carter, 2002). Semakin

meningkat usia, maka kematangan karir semakin meningkat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kematangan karir adalah faktor bio-sosial, faktor lingkungan yaitu

dukungan sosial, kepribadian, vokasional, prestasi individu. Faktor keluarga,

faktor internal mencakup mencakup self esteem, self expectation, self efficacy,

locus of control, ketrampilan, minat, bakat, kepribadian dan usia.

30

Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh internal locus of

control dan dukungan sosial keluarga terhadap kematangan karir siswa. Internal

locus of control merupakan persepsi yang menganggap terjadinya suatu peristiwa

baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang telah

dilakukan, sehingga dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan oleh

usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha meningkatkan

kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir sehingga siswa

memiliki kematangan karir. Individu dengan kecenderungan internal locus of

control akan aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait dengan situsai yang

sedang dijalani (Rotter dalam Fredman dan Schustack, 2006). Hasil penelitian

oleh Suryanti ddk (2012) menunjukkan ada hubungan positif antara internal locus

of control dengan kematangan karir. Penelitian oleh Dhilon & Kaur (2005)

tentang kematangan karir pada anak sekolah di SMA di Amritsar, menunjukkan

hasil ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan

karir.

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan ditemukan bahwa siswa belum

memiliki usaha untuk menentukan masa depannya terutama dalam hal karir.

Siswa juga belum mendapatkan infrormasi dan bantuan dari keluargnya mengenai

karir, Sehingga siswa belum mampu untuk memilih karir yang akan di pilih

setelah lulus sekolah. Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang

diberikan ayah, ibu, dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai,

dihargai dan dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi,

emosional dan penilaian, akan dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi

31

pemilihan karir, perencanaan, konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan

ketika memilih karir sehingga siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai

usianya. Dukungan sosial berpengaruh positif dalam pemilihan dan perencanaan

karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial yang paling baik adalah dukungan yang

didapatkan dari keluarga (Rodin & Solovey dalam Nashriyah dkk, 2014).

Penelitian oleh Nashriyah dkk (2014), menunjukkan ada hubungan dukungan

sosial keluarga dengan kematangan karir mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP

UNS. Dukungan sosial keluarga berpengaruh pada kematangan karir mahasiswa.

B. Internal Locus of Control

1. Pengertian Internal Locus of Control

Menurut Rotter (Sarason, 1985) Locus of control merupakan salah satu

variabel kepribadian yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap

mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Dillon & Kaur (2005)

menyebutkan bahwa locus of control merupakan sebuah bagian dari kepribadian

individu yang menjelaskan mengenai pengelompokkan individu berdasarkan

derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam

hidupnya. Larsen & Buss (2008) mengatakan bahwa locus of control adalah

sebuah konsep yang menggambarkan persepsi seseorang mengenai

tanggungjawabnya atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Locus of control dikelompokkan menjadi dua macam yakni internal locus

of control dan eksternal locus of control. Internal locus of control merupakan

tingkat kepercayaan terhadap kontrol mereka atas kejadian dalam kehidupan

32

mereka. Eksternal locus of control menunjukkan adanya keyakinan bahwa

peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya

seperti keberuntungan, kesempatan, serta kekuasaan (Dillon & Kaur, 2005).

Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994) menjelaskan bahwa locus of control

mengacu pada derajat dimana individu memandang peristiwa-peristiwa dalam

kehidupannya sebagai konsekuensi perbuatannya, dengan demikian individu yang

dapat mengontrol peristiwa yang terjadi dalam dirinya (internal control), atau

sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan perilakunya sehingga diluar

control peribadinya (eksternal control). Sehingga peristiwa yang terjadi karena

perilaku dari dirinya dan diluar kontrol dirinya.

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan locus of control sebagai tingkat

dimana individu yakin bahwa diri pribadi dan lingkungan adalah penentu nasib.

Locus of control terbagi menjadi dua yaitu internal locus of control adalah

individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun

yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal locus of control adalah

individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan

oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Siagian (2004) menegaskan bahwa orang yang bersifat eksternal

berpendapat bahwa dirinya hanyalah merupakan poin dalam peraturan nasib.

Artinya orang yang eksternal berpendapat bahwa nasibnya ditentukan oleh

kekuatan diluar dirinya. Larsen & Buss (2008) menambahkan bahwa orang yang

cenderung memiliki eksternal locus of control akan berpandangan bahwa semua

hal yang terjadi disebabkan oleh nasib, keberuntungan atau kesempatan.

33

Internal locus of control mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi

yang menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif

merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan (Lefcourt, 1982). Siagian

(2004) menegaskan bahwa orang yang “internal” pada dasarnya berpandangan

bahwa dirinya yang menjadi tuan dari nasibnya. Larsen & Buss (2008)

menambahkan bahwa orang dengan internal locus of control yang tinggi percaya

bahwa hasil tergantung pada usaha mereka sendiri.

Internal locus of control merupakan salah satu orientasi dari locus of

control di mana individu menganggap bahwa peristiwa yang dialami terjadi

karena tindakan individu itu sendiri. Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994)

internal locus of control adalah keyakinan individu mengenai peristiwa yang

berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat

mengontrol. Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan,

individu dengan internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan

yang terjadi dalam hidup tergantung pada diri sendiri.

Internal locus of control adalah keyakinan individu terhadap segala

sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena faktor dari dalam diri, kemampuan,

minat dan usaha dalam diri individu akan mempengaruhi keberhasilan individu

itu. Orang dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan

karena menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga

mereka lebih cenderung tergolong high-achiever (Phares dalam Widyastuti &

Arini. 2015).

34

Individu yang kecenderungan dengan internal locus of control memiliki

keyakinan bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilakunya dan

tindakannya sendiri. Hal ini membuatnya mampu memiliki kendali yang baik

terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin

bahwa usahanya dapat berhasil. Individu dengan kecenderungan internal locus of

control akan aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait dengan situsai yang

sedang dijalani (Rotter dalam Fredman dan Schustack, 2006).

Penelitian yang dilakukan Zulkaidam (2007), terdapat hubungan positif

antara internal locus of control dengan kematangan karir. Individu dengan

internal locus of control ketika dihadapkan oleh pemilihan karir maka akan

melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang pekerjaan, langkah-

langkah pendidikan, serta mengatasi masalah yang dialami.

Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas, dapat

dijelaskan bahwa internal locus of control sebagai kemampuan dan keyakinan

individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri.

2. Aspek-aspek internal Locus of Control

Levenson (dalam Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi

dalam Internal locus of control, yakni:

a. Internal (I), berupa keyakinan individu bahwa dirinya dapat mengendalikan

hidupnya sendiri.

b. Exsternal powerful others (P), berupa keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi

dalam hidupnya ditentukan oleh kekuatan orang lain.

35

c. Exsternal chance (C), berupa keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam

hidupnya ditentukan oleh adanya kesempatan, keberuntungan, takdir.

Wolfgang dan Weiss’s (dalam Clachar, 1992) menjelaskan bahwa terdapat

dua dimensi dalam locus of control, yaitu:

a. Locus of personal control direfleksikan sebagai kepercayaan individu

terhadap kompetensi serta efikasi diri. Locus of personal control terdiri dari

locus of personal control yang berorientasi internal dan locus of personal

control yang berorientasi eksternal. Locus of personal control yang

berorientasi internal ditandai dengan keyakinan akan efikasi diri, sedangkan

locus of personal control yang berorientasi eksternal ditandai dengan

keyakinan pada kesempatan, keberuntungan.

b. Locus of responsibility digunakan untuk mengukur tingkat tanggung jawab

individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of

responsibility terdiri dari locus of responsibility yang berorientasi internal dan

locus of responsibility yang berorientasi eksternal. Locus of responsibility

yang berorientasi internal ditandai dengan keyakinan adanya hubungan yang

kuat antara usaha, kerja keras dengan kesuksesan yang dicapai, sedangkan

locus of responsibility yang berorientasi eksternal ditandai dengan keyakinan

bahwa sosial, politik, ekonomi adalah kekuatan dan pembentuk nasib

individu.

Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason & Sarason, 1985) mengenai pusat

kendali (internal locus of control) diperoleh karakteristik sebagai berikut :

36

a. Kontrol, yaitu keyakinan individu bahwa peristiwa hidupnya (baik

ganjaran/hukuman) adalah hasil dari faktor internal (kontrol personal).

Memiliki keyakinan bahwa prestasi atau keberhasilan yang diraih atas usaha

yang dilakukan.

b. Mandiri, yaitu usaha individu untuk mencapai suatu tujuan atau hasil,

percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Individu memiliki

keyakinan dengan kemampuan yang dimiliki mampu meraih tujuan yang

telah ditetapkann sendiri sehingga mencapai keberhasilan.

c. Tanggung jawab, yaitu kesedian individu untuk menerima segala sesuatu

sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha

memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik

lagi. Misalnya, Individu selalu mengevaluasi peristiwa yang terjadi dalam

hidupnya, baik positif maupun negative, serta memperbaiki kearah yang lebih

baik.

d. Ekspektancy, yaitu penilaian subyektif individu atau keyakinan bahwa

konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai

imbalan tingkah lakunya. Ekspektancy ini dipengaruhi oleh pengalaman

keberhasilan atau kegagalan di masa lalu.

Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, menurut Levenson (dalam

Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi dalam Internal locus of

control, yakni Internal (I), Exsternal powerful others (P), Exsternal chance (C).

Menurut Wolfgang dan Weiss’s (dalam Clachar, 1992) menjelaskan bahwa

terdapat dua dimensi dalam locus of control, yaitu Locus of personal control dan

37

Locus of responsibility. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur internal

locus of control yang dimiliki siswa secara mendalam yang dapat memberikan

gambaran internal locus of control siswa, maka penelitian ini dalam pembuatan

alat ukur internal locus of control mengacu pada karakteristik dari teori Rotter

(Sarason & Sarason, 1985) yaitu kontrol, mandiri, tanggung jawab, ekspektancy.

Karakteristik tersebut digunakan karena lebih komprehensif dan dapat

menggambarkan internal locus of control pada siswa dengan berbagai latar

belakang, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan usia.

C. Dukungan Sosial Keluarga

1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan menurut Chaplin (2002) adalah menyediakan sesuatu untuk

memenuhi kebutuhan orang lain, serta memberikan dorongan atau semangat dan

nasehat kepada orang lain dalam satu situasi dalam mengambil keputusan. Effendi

dan Tjahjono (1999) dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang

diperoleh dari orang lain berupa bantuan yang diperlukan. Baron dan Byrne

(1997) bahwa dukungan sosial merupakan perasaan nyaman baik fisik ataupun

psikologis yang disediakan oleh teman maupun anggota keluarga.

Cohen dan Syme (1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu

keadaan bermanfaat atau menguntungkan yang diperoleh individu dari orang lain

yang berasal dari hubungan struktur sosial yang meliputi keluarga dan teman atau

lembaga pendidikan yang berupa dukungan emosi, informasi, penilaian dan

instrumental. Cobb, dkk (dalam Sarafino, 1997) mendefinisikan dukungan sosial

38

sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan

sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu

maupun kelompok. Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial dapat

berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang

didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan

mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan dicintai.

House (dalam Smet, 1994) juga mengatakan bahwa dukungan sosial

adalah kenyamanan, bantuan atau informasi yang diterima individu melalui

kontak formal dengan individu atau kelompok. Rook (dalam Smet, 1994)

menganggap dukungan sosial sebagai satu di antara fungsi pertalian atau ikatan

sosial. Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari

informasi atau nasehat verbal dan non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang

diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan

mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan

sosial dapat bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti

bagi individu seperti keluarga, teman dekat, maupun tetangga terdekat dari rumah.

Dukungan sosial keluarga merupakan dukungan dari orang tua dengan

memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan

yang dimilikinya. Belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan dan

mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala

perbuatannya (Santrock, 2003). Dukungan sosial keluarga adalah melindungi,

kesehatan, kesejahteraan, hak-hak individu dalam keluarga serta menjamin anak

agar mendapatkan proses pendidikan yang baik. fokus dari dukungan keluarga

39

adalah mendukung kehidupan anak, baik dalam biang sosial, psikologis, dan

perkembangan pendidikan (Giligan dalam Arifiati, 2013).

Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik

maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat, rasa

dihargai dan dicintai yang berbentuk verbal dan nonverbal yang diberikan oleh

keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman,

bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga

merupakan bantuan yang diterima individu dari ayah, ibu, dan kerabat sehingga

individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan yang

diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penilaian.

2. Aspek-aspek Dukungan Sosial Keluarga

Menurut House dan Kahn (Sarafino, 1997) aspek-aspek dukungan sosial

terdiri dari:

a. Dukungan emosional adalah penghargaan, cinta dan kasih sayang,

kepercayaan, perhatian dan kesediaan mendengarkan terhadap seseorang

berupa ungkapan empati, kepedulian dan afeksi.

b. Dukungan informative adalah dukungan yang berguna untuk mempermudah

dalam menjalani hidupnya dan memberikan informasi berupa nasihat,

petunjuk saran dan umpan balik.

c. Dukungan alat adalah dukungan sarana untuk menolong remaja, berupa

bantuan langsung yang berupa dukungan nyata berupa material seperti uang

dan alat.

40

d. Dukungan penghargaan adalah dukungan dalam bentuk penguatan dan

perbandingan sosial serta umpan balik yang diterima remaja, berupa

ungkapan hormat (penghargaan) positif, dorongan untuk maju atau

persetujuan tentang perasaan remaja, dukungan ini dapat membantu remaja

dalam mengembangkan kepribadian dan meningkatkan identitas diri.

Menurut Weiss (Kuntjoro, 2002) mengemukakan adanya 6 (enam)

komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”,

dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama

lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah :

a. Kerekatan emosional (Emotional Attachment). Jenis dukungan sosial

semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan)

emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima.

b. Integrasi sosial (Social Integration). Jenis sosial semacam ini memungkinkan

seseorang memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang

memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan

kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.

c. Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth). Dukungan sosial jenis ini

seseorang mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta

mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga.

d. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance). Seseorang

mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat

diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuannya.

41

e. Bimbingan (Guidance). Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya

hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang memungkinkan individu

mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam

memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.

f. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance). Jenis dukungan

sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang

lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.

Dukungan sosial didefinisikan Smet (1994) sebagai transaksi interpersonal

yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek berikut ini:

a. Dukungan Emosional. Yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Misalnya, siswa yang

mendapatkan perhatian dan kepedulian dari keluarga mengenai perencanaan

dan pemilihan pekerjaan akan membantu siswa dalam menetapkan pilihan

karir.

b. Dukungan Penghargaan. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)

positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau

perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain.

Misalnya, siswa yang mendapat pujian dan umpan balik dari keluarga

mengenai karir akan meningkatkan percayaan diri dalam pemilihan karir.

c. Dukungan Instrumental. Yaitu mencakup bantuan langsung untuk

mempermudah perilaku yang secara langsung menolong individu. Misalnya

bantuan benda, pekerjaan, dan waktu. contoh, memberi berbagai brosur

mengenai informasi pekerjaan.

42

d. Dukungan Informatif. Yaitu mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau

umpan balik. Misalnya, Keluarga memberikan nasehat mengenai

pengambilan keputusan untuk masa depan saya terutama pemilihan

pekerjaan.

Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas dapat disimpulkan aspek-aspek

dukungan sosial menurut House dan Kahn (Sarafino, 1997) adalah dukungan

emosional, dukungan informatif, dukungan alat dan dukungan penghargaan.

Menurut Weiss (Kuntjoro, 2002) enam komponen dalam dukungan sosial yaitu

kerekatan emosional, integrasi sosial, adanya pengakuan, ketergantungan yang

dapat diandalkan, bimbingan, dan kesempatan untuk mengasuh. Dalam penelitian

ini peneliti ingin mendapatkan gambaran dukungan sosial yang diperoleh siswa

dari keluarga, maka dalam pembuatan alat ukur dukungan sosial keluarga

mengacu pada aspek dari teori Smet (1994) yaitu, dukungan emosional, dukungan

informative, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan yang akan

dijadikan sebagai acuan pembuatan alat ukur. Aspek-aspek dukungan sosial dari

teori smet (1994) digunakan sebagai acuan alat ukur karena lebih komprehensif

dan dapat menggambarkan dukungan sosial keluarga yang diterima berupa

dukungan emosional, dukungan informative, dukungan instrumental dan

dukungan penghargaan dari keluarga siswa dengan berbagai latar belakang, status

sosial ekonomi, jenis kelamin dan usia.

D. Hubungan Antara Internal Locus of Control dengan Kematangan Karir

Perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan karir

yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk

43

bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap

perkembangan karirnya (Komandyahrini dan Hawadi, 2008). Kematangan karir

sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas

perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan

sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai

tahapan perkembangan tertentu (Brown dan Brooks dalam Komandyahrini dan

Hawadi, 2008). Disisi lain menurut Holland (Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa

seseorang dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu

memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang

tinggi ketika melakukan pemilihan karir.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematangan karir adalah locus

of control. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan

sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai

pengelompokkan individu berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk

mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Internal locus of control merupakan salah satu orientasi dari locus of

control di mana individu menganggap bahwa peristiwa yang dialami terjadi

karena tindakan individu itu sendiri. Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994)

internal locus of control adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa

yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat

dikontrol.

Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason & Sarason, 1985) mengenai

internal locus of control diperoleh karakteristik sebagai berikut: Kontrol, yaitu

44

individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa hidupnya (baik

ganjaran/hukuman) adalah hasil dari faktor internal (kontrol personal). Ketika

individu memiliki kemampuan dalam kontrol pribadi, maka individu akan lebih

bertanggung jawab atas pilihan karirnya (kebijaksanaan pilihan karir). Mandiri,

yaitu individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya

dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Individu akan mencari dan

menggali secara menyeluruh segala informasi yang berkaitan dengan pekerjaan

yang nantinya akan digeluti, sehingga dengan informasi yang dimiliki seseorang

dapat menyusun perencanaan untuk mencapai pilihan karirnya. Individu yang

memiliki kemandirian akan mampu membuat perencanaan dan memutuskan karir

terbaik untuk dirinya (Informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai).

Menurut Roter (Sarason & Sarason, 1985) aspek-aspek internal locus of

control mencakup tanggung jawab, yaitu individu memiliki kesediaan untuk

menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri,

serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang

lebih baik lagi. Individu yang memiliki rasa tanggung jawab tidak hanya fokus

pada konsistensi pilihan karir dari waktu-kewaktu, tetapi juga konsistensi dalam

bidang dan level kerja. Dengan tanggung jawab seseorang benar-benar yakin

akan pilihan karirnya dan tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu (konsistensi

pilihan karir). Ekspektancy, yaitu individu mempunyai penilaian subyektif atau

keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi

tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya. Ekspektancy ini dipengaruhi oleh

pengalaman keberhasilan atau kegagalan di masa lalu. Berdasarkan pengalaman

45

yang sudah dilalui, individu cenderung sudah lebih mampu untuk menilai

kemampuan dan aktifitas yang disukai dan tidak disukai. Dalam hal ini individu

akan lebih bijaksana dalam menjatuhkan pilihan karir yang sesuai dengan

kemampuan, bakat, aktifitas dan minat yang dimilikinya (kebijaksanaan pilihan

karir). Siswa yang memiliki internal locus of control mempunyai gambaran

realistis dengan bakat serta kemampuan berinteraksi dengan lingkunganya.

Pemahaman mengenai bakat yang dimiliki serta kemampuan yang baik dalam

berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan siswa dalam mencapai

kematangan karir. (Coertse dan schrepers, 2004).

Khan (Dillon dan Kaur, 2005 ) menemukan score kematangan karir yang

tinggi berhubungan dengan internal locus of control. Nilai pada semua pelajar

juga menunjukkan bahwa internal locus of control lebih kondusiv dalam

pembentukan kematangan karir dari pada eksternal locus of control. Mullis dan

Mullis (1997) menemukan siswa Sekolah Menengah Atas dengan skore yang

tinggi pada self esteem dan internal locus of control menunjukkan kematangan

karir.

Berdasarkan pemaparan di atas senada dengan Penelitian oleh Suryanti

ddk (2012) yang menunjukkan ada hubungan antara internal locus of control dan

konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2

surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan positif antara internal

locus of control dengan kematangan karir, sumbangan efektif internal locus of

control dengan kematang karir sebesar 42,5%.

46

E. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Kematangan

Karir

Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan

karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas

perkembangan vokasional yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih

lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan vokasioanal

adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul

tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang

harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri

dalam suatu jabatan.

Brown dan Brooks (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008)

kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk

mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena

perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam

masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu. Disisi lain

Holland (dalam Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang dikatakan

memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan

konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika

melakukan pemilihan karir.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah dukungan

sosial keluarga. Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman

baik fisik maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau

nasihat berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan

47

oleh keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu,

paman, bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014).

Menurut Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial dapat

berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang

didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan

mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan dicintai.

House (dalam Smet, 1994) juga mengatakan bahwa dukungan sosial

adalah kenyamanan, bantuan atau informasi yang diterima individu melalui

kontak formal dengan individu atau kelompok. Rook (dalam Smet, 1994)

menganggap dukungan sosial sebagai satu di antara fungsi pertalian atau ikatan

sosial.

Menurut Rodin dan Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting

adalah dukungan yang diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan

individu dari keluarganya akan meningkatkan kematanga karirnya. Uraian ini

menununjukkan bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan

karirnya di masa depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial

keluarga yang tinggi sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya

(Nashriyah dkk, 2014).

Aspek-aspek dukungan sosial keluarga menurut Smet (1994) yaitu

dukungan emosional yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

terhadap orang yang bersangkutan. Individu yang mendapat dukungan emosional

dari keluarga akan merasa lebih nyaman dan memiliki keyakinan ketika akan

memutuskan dalam pilihan karir (kebijaksanaan pilihan karir). Kualitas pilihan

48

karir ditentukan oleh kematangan karir yang dimiliki individu (Komandyahrini,

2008). Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)

positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau

perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Hal ini

akan membuat individu memiliki kepercayaan diri untuk menentukan karir yang

sesuai dengan minat dan ketrampilanya (kristalisasi sifat). Dukungan instrumental

yaitu mencakup bantuan langsung untuk mempermudah perilaku yang secara

langsung menolong individu. Dukungan instrumental yang diberikan keluarga

dapat secara langsung memudahkan individu untuk mencapai kematangan karir

(informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai). Dukungan informatif, yaitu

mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau umpan balik dapat memberikan

informasi yang lebih luas mengenai pilihan karir sehingga individu memiliki

informasi yang banyak dan dapat mempertimbangkan pilihan karir sesuai dengan

saran-saran dari keluarga sehingga dapat memutuskan karir yang tepat dan dapat

mencapai kematangan karir sesuai tahapannya (orientasi pada pemilihan karir).

Dukungan sosial dapat berupa informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan

yang nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat

karena kehadiran mereka sehingga iundividu yang menerimanya merasa dihargai

(Gotlhieb, dalam Nashriyah, 2014).

Berdasarkan uraian diatas didukung oleh hasil penelitian Nasriyah dkk

(2014) yang menunjukkan ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga

dengan kematangan karir siswa. Siswa yang mendapatkan dukungan sosial

keluarga akan memilik kematangan karir sesuai dengan tahap perkembanganya.

49

F. Hubungan Antara Internal Locus of Control dan Dukungan Sosial

Keluarga dengan Kematangan Karir Pada Siswa SMK

Menurut Super (dalam Winkel, 2004) mendefinisikan kematangan karir

sebagai keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan

karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Super (dalam Savickas, 2001)

menjelaskan bahwa individu dikatakan matang atau siap untuk membuat

keputusan karir jika pengetahuan yang dimilikinya untuk membuat keputusan

karir didukung oleh informasi yang adekuat mengenai pekerjaan berdasarkan

eksplorasi yang telah dilakukan. Kematangan karir pada suatu tahap berbeda

dengan kematangan karir pada tahap lain. Tugas perkembangan karir yang harus

diselesaikan oleh remaja adalah mengenal dan mampu membuat keputusan karir,

memperoleh informasi yang relevan mengenai pekerjaan, kristalisasi konsep diri,

serta dapat mengidentifikasi tingkat dan lapangan pekerjaan yang tepat (Super

dalam Fuhrmann, 1990).

Kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk

mengatasi tugas-tugas perkembangan yang sedang dihadapi, karena

perkembangan biologis dan sosialnya mencapai tahapan perkembangan karir

tertentu (Brown dan Brooks, dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008). Menurut

Sharf (2006), Super menyampaikan lima komponen mayor dalam kematangan

karir, yaitu orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan

yang disukai, konsistensi piihan karir, kristalisasi sifat, dan kebijaksanaan pilihan

karir. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematangan karir adalah locus

of control. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan

50

sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai individu

berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi

dalam hidupnya.

Lau (1988) mengartikan locus of control sebagai kontrol diri yang

berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut masalah perilaku dari individu yang

bersangkutan. Individu dengan kontrol peristiwa dalam kehidupannya yang tinggi

akan mampu mengontrol setiap perilakunya (internal locus of control). Pendapat

tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan, individu dengan

internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi

dalam hidup tergantung pada diri sendiri. Internal locus of control mempercayai

bahwa peristiwa yang terjadi sebagai hasil dari perilakunya (Dillon & Kaur,

2005). Internal locus of control mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi yang

menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan

konsekuensi dari apa yang telah dilakukan (Lefcourt, 1982).

Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason, 1985) mengenai Internal locus

of control diperoleh karakteristik yaitu kontrol, yaitu individu mempunyai

keyakinan bahwa peristiwa hidupnya (baik ganjaran/hukuman) adalah hasil dari

faktor internal (kontrol personal). Mandiri, yaitu individu dalam usahanya untuk

mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya

sendiri. Tanggung jawab, yaitu individu memiliki kesedian untuk menerima

segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta

berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih

baik lagi. Ekspektancy, yaitu individu mempunyai penilaian subyektif atau

51

keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi

tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya.

Penelitian oleh Suryanti ddk (2012) ada hubungan antara internal locus of

control dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK

Negeri 2 surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan positif

antara internal locus of control dengan kematangan karir, sumbangan efektif

internal locus of control dengan kematang karir sebesar 42,5%.

Selain faktor internal locus of control, faktor dukungan sosial keluarga

dapat mempengaruhi kematangan karir pada siswa. Menurut Effendi dan Tjahjono

(1999) dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang diperoleh dari orang

lain yang berarti bagi orang tersebut berupa bantuan yang diperlukan, demikian

juga yang dikatakan Baron dan Byrne (1997) bahwa dukungan sosial merupakan

perasaan nyaman baik fisik ataupun psikologis yang disediakan oleh teman

maupun anggota keluarga. Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial

dapat berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi

yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari

keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan

dicintai.

Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik

maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat

berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan oleh

keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman,

bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014). Rodin dan

52

Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting adalah dukungan yang

diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan individu dari

keluarganya akan meningkatkan kematangan karirnya. Uraian ini menununjukkan

bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan karirnya di masa

depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial keluarga yang tinggi

sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya (Nashriyah dkk, 2014).

Aspek-aspek dukungan sosial keluarga menurut Smet (1994) yaitu

dukungan emosional yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

terhadap orang yang bersangkutan. Individu yang mendapat dukungan emosional

dari keluarga akan merasa lebih nyaman dan memiliki keyakinan ketika akan

memutuskan dalam pilihan karir (kebijaksanaan pilihan karir). Kualitas pilihan

karir ditentukan oleh kematangan karir yang dimiliki individu (Komandyahrini,

2008). Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)

positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau

perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Hal ini

akan membuat individu memiliki kepercayaan diri untuk menentukan karir yang

sesuai dengan minat dan ketrampilanya (kristalisasi sifat). Dukungan instrumental

yaitu mencakup bantuan langsung untuk mempermudah perilaku yang secara

langsung menolong individu. Dukungan instrumental yang diberikan keluarga

dapat secara langsung memudahkan individu untuk mencapai kematangan karir

(informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai). Dukungan informatif, yaitu

mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau umpan balik dapat memberikan

informasi yang lebih luas mengenai pilihan karir sehingga individu memiliki

53

informasi yang banyak dan dapat mempertimbangkan pilihan karir sesuai dengan

saran-saran dari keluarga sehingga dapat memutuskan karir yang tepat dan dapat

mencapai kematangan karir sesuai tahapannya (orientasi pada pemilihan karir).

Dukungan sosial dapat berupa informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan

yang nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat

karena kehadiran mereka sehingga iundividu yang menerimanya merasa dihargai

(Gotlhieb, dalam Nashriyah, 2014).

G. Landasan Teori

Menurut Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep

kematangan karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan

tugas perkembangan vokasional yang khas bagi tahap perkembangan tertentu.

Lebih lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan

vokasioanal adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk

memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan

eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau

memantapkan diri dalam suatu jabatan. Menurut Komandyahrini dan Hawadi

(2008), juga mengatakan bahwa dalam perkembangan karir seseorang terdapat

tugas-tugas perkembangan karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan

kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir

sesuai dengan tahap perkembangan karirnya. Super (dalam Sharf, 2006),

mendeskripsikan lima komponen mayor dalam kematangan vokasional yaitu

54

orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai,

konsistensi pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan pilihan karir.

Siswa yang memiliki kematangan karir diharapkan dapat memilih dan

menetapkan karir sesuai dengan bakat dan minat yang yang dimiliki, sehingga

dapat mengambil keputusan dengan yakin dan konsisten serta kelak dapat lebih

berkembang dan produktif dalam berkarir (Sudjani, 2012). Hal ini sejalan dengan

pernyataan Holland (dalam Gonzalez, 2008), seseorang dikatakan memiliki

kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan konsistensi,

diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika melakukan

pemilihan karir. Oleh karena itu, siswa dapat lebih konsisten saat memilih karir

setelah lulus sekolah dan dapat lebih berkembang dengan karir yang digelutinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah faktor bio-

sosial, faktor lingkungan yaitu dukungan sosial, kepribadian, vokasional, prestasi

individu (Super dalam Sharf, 2006). Menurut Seligmen (1994) faktor-faktor yang

mempengaruhi kematangan karir yaitu faktor keluarga, faktor internal yang

mencakup self esteem, self expectation, self efficacy, locus of control, ketrampilan,

minat, bakat, kepribadian dan usia. Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut

pengaruh internal locus of control dan dukungan sosial keluarga terhadap

kematangan karir siswa.

Internal locus of control merupakan persepsi yang menganggap terjadinya

suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang

telah dilakukan, sehingga dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan

oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha

55

meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir

sehingga siswa memiliki kematangan karir (Nugraheni, 2012).

Larsen & Buss (2008) menyatakan bahwa locus of control adalah sebuah

konsep yang menggambarkan persepsi seseorang mengenai tanggungjawabnya

atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan

bahwa locus of control merupakan sebuah bagian dari kepribadian individu yang

menjelaskan mengenai pengelompokkan individu berdasarkan derajat

kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Internal locus of control adalah keyakinan individu terhadap segala

sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena faktor dari dalam diri, kemampuan,

minat dan usaha dalam diri individu akan mempengaruhi keberhasilan individu

itu. Orang dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan

karena menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga

mereka lebih cenderung tergolong high-achiever (Phares dalam Widyastuti &

Arini. 2015). Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan,

individu dengan internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan

yang terjadi dalam hidup tergantung pada diri sendiri. Menurut hasil penelitian

Rotter (Sarason, 1985) mengenai karakteristik internal locus of control yaitu

kontrol, mandiri, tanggung jawab, dan ekspektancy. Internal locus of control

penting dimiliki siswa, karena dengan keyakinan bahwa semua pencapaian

ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha

meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir

(Nugraheni, 2012).

56

Selain faktor internal locus of control, salah satu faktor yang

mempengaruhi kematangan karir adalah dukungan sosial keluarga. Dukungan

sosial keluarga merupakan bantuan yang diberikan ayah, ibu, dan kerabat

sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan

yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penghargaan, akan

dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi pemilihan karir, perencanaan,

konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan ketika memilih karir sehingga

siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai usianya (Nashriyah dkk, 2014)

Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik

maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat

berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan oleh

keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman,

bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah, Munawir & Nugraha,

2014). Rodin dan Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting adalah

dukungan yang diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan

individu dari keluarganya akan meningkatkan kematangan karirnya. Uraian ini

menununjukkan bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan

karirnya di masa depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial

keluarga yang tinggi sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya

(Nashriyah, Munawir & Nugraha, 2014). Aspek-aspek dukungan sosial keluarga

menurut Smet (1994) yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan instrumental, dukungan informatif.

57

Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang diberikan ayah, ibu,

dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan

dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan

penilaian, akan dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi pemilihan karir,

perencanaan, konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan ketika memilih karir

sehingga siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai usianya (Nashriyah dkk,

2014). Anak muda yang mendapatkan dukungan dari sekolah, teman dan keluarga

dapat membuat keputusan dalam memilih karir. Dukungan sosial berpengaruh

positif dalam pemilihan dan perencanaan karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial

yang paling baik adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga (Rodin &

Solovey dalam Nashriyah dkk, 2014).

Internal locus of control dan dukungan sosial keluarga mempengaruhi

kematangan karir siswa SMK, siswa yang yakin dengan apa yang dilakukan

dengan usahanya sendiri akan menimbulkan keyakinan kemampuan terhadap

pilihanya. Dukungan sosial keluarga akan dapat membantu dan memperkuat

keyakinan dalam dirinya sehingga siswa memiliki kematangan karir. Untuk itu

bila mempunyai internal locus of control tinggi akan mempengaruhi kematangan

karir pada siswa. Dukungan sosial yang besar akan mempengaruhi kematangan

karir pada siswa. Sehingga internal locus of control dan dukungan sosial keluarga

yang tinggi maka kematangan karir siswa akan meningkat sesuai dengan usianya.

Dengan demikian hubungan antara variabel internal locus of control (X1)

dan dukungan sosial keluarga (X2) dengan kematangan karir (Y) menjadi fokus

pada penelitian ini akan diperjelas dengan kerangka teori di bawah ini.

58

Kerangka Fikir :

1

3

2

2

Gambar1. Kerangka Teori

Keterangan :

Panah 1 menunjukkan hubungan X1 dengan Y

Panah 2 menunjukkan hubungan X2 dengan Y

Panah 3 menunjukkan hubungan X1 dan X2 dengan Y

Internal locus of control:

1. Kontrol

2. Mandiri

3. Tanggung jawab

4. Ekspektancy

Dukungan Sosial Keluarga

1. Dukungan Emosional

2. Dukungan penghargaan

3. Dukungan intrumental

4. Dukungan informatif

Kematangan Karir:

1. Orientasi pada pemilihan

karir

2. Informasi dan perencanaan

pekerjaan yang disukai

3. Konsistensi pilihan karir

4. kristalisasi sifat

5. Kebijaksanaan pilihan karir

59

H. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini terdiri dari :

1. Ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan

karir. Semakin tinggi internal locus of control maka semakin tinggi

kematangan karir, sebaliknya semakin rendah internal locus of control maka

semakin rendah kematangan karir.

2. Ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan kematangan

karir. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi

kematangan karir, sebaliknya semakin rendah dukungan sosial keluarga maka

semakin rendah kematangan karir.

3. Ada hubungan internal locus of control dan dukungan sosial keluarga dengan

kematangan karir.