BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air limbah Industri 1. Pengertianrepository.poltekkes-tjk.ac.id/516/8/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air limbah Industri 1. Pengertianrepository.poltekkes-tjk.ac.id/516/8/BAB...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air limbah Industri
1. Pengertian
Air limbah adalah air limbah (wastewater) adalah kotoran dari
manusia dan rumah tangga serta berasal dari industri, atau air permukaan
serta buangan lainnya. Air limbah secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga : air limbah domestik yang berasal dari buangan rumah tangga, air
limbah dari perkantoran dan pertokoan (daerah komersial), air limbah
industri dan air limbah pertanian (Said, 2017).
Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan
yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri
dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan
manusia (Notoatmodjo, 2011).
Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya
pemakaian air dalam proses produksi. Di industri, air umumnya memiliki
beberapa fungsi berikut:
a) Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari
proses industri
b) Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku
c) Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman
dan sebagainya
d) Untuk mencuci dan membilas produk dan/atau gedung serta instalasi
8
Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses
secara langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang
bersumber langsung dari kegiatan industri yaitu limbah yang terproduksi
bersamaan dengan proses produksi sedang berlangsung, dimana produk
dan limbah hadir pada saat yang sama. Sedangkan limbah tidak
langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses produksi.
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat
bervariasi tergantung dari jenis dan besar-kecilnya industri, pengawasan
pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah
yang ada. Puncak tertinggi aliran selalu tidak akan dilewati apabila
menggunakan tangki penahan dan bak pengaman. Untuk memperkirakan
jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak menggunakan
proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari. Sebagai patokan dapat
dipergunakan pertimbangan bahwa 85 – 95% dari jumlah air yang
digunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak
menggunakan kembali air limbah. Apabila industri tersebut memanfaatkan
kembali air limbahnya, maka jumlahnya akan lebih kecil lagi (Said, 2017).
Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu
limbah dan sesuai dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi
lingkungan dimana kegiatan industri sedang berlangsung. Karena itu setiap
parameter harus tersedia nilainya sebelum masuk sistem pengolahan dan
setelah limbah keluar system pengolahan harus diterapkan nilai-nilai
parameter kunci yang harus dicapai. Artinyaharus diungkapkan kualitas
9
limbah sebelum dan sesudah limbah diolah dan apakah limbah ini
memenuhi syarat baku mutu.
Menurut Azwar (2012), untuk menentukan derajat pengotoran air
limbah industri, ada beberapa cara, yakni:
a) Mengukur adanya E.Coli dalam air. Ukuran yang dipakai biasanya
jumlah E.Coli untuk setiap ml air limbah. Jelaslah yang diukur disini
ialah bahan pengotor yang bersifat organis.
b) Mengukur suspended solid, yang biasanya dinyatakan dalam ppm.
c) Mengukur zat-zat yang mengendap dalam air limbah industri yang
dinyatakan dalam ppm.
d) Mengukur kadar oksigen yang larut yang dinyatakan dalam ppm.
Pengukuran kadar oksigen yang larut ini dianggap pokok karena dengan
diketahuinya kadar oksigen, dapat ditentukan apakah air tersebut dapat
dipakai untuk kehidupan, misalnya untuk memlihara ikan, tumbuhan
dan lain sebagainya. Ada beberapa cara yang dikenal untuk mengukur
kadar oksigen dalam air limbah industri, antara lain yaitu Kebutuhan
Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand), Kebutuhan Oksigen
Kimia (Chemical Oxygen Demand), dan Oksigen Terlarut (Dissolved
Oxygen).
2. Sumber Air Limbah
Menurut Said (2017), air limbah ini berasal dari berbagai
sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1) Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes
water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk.
10
Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni),
air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari
bahan-bahan organik.
2) Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari
berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang
terkandung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku
yang dipakai oleh masing-masing industri, antara lain: nitrogen,
sulfida, amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna, mineral, logam
berat, zat pelarut, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pengolahan jenis
air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi
lebih rumit.
3) Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan
yang berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran,
tempat-tempatumum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada
umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama
dengan air limbah rumah tangga.
11
3. Komposisi Air Limbah
Menurut Nurhayati,dkk (2012), sesuai dengan sumber asalnya,
maka air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap
tempat dan setiap saat. Akan tetapi, secara garis besar zat-zat yang terdapat
di air limbah data dikelompokkan seperti pada skema berikut ini:
Gambar 1
Skema Pengelompokan Bahan Yang Terkandung Di Dalam Air
4. Karakteristik Air Limbah
Ada beberapa karakteristik khas yang dimiliki air limbah menurut
Chandra (2012) :
a) Karakteristik Fisik
Air limbah terdiri dari 99,9% air, sedangkan kandungan bahan
padatnya mencapai 0,1% dalam bentuk suspense padat (suspended
solid) yang volumenya bervariasi antara 100-500 mg/l. Apabila
Air Limbah
Bahan Padat (0,1%) Air (99,9%)
Anorganik Organik
Butiran Garam Metal
Protein (65%) Karbohidrat (25%) Lemak (10%)
12
volume suspensi padat kurang dari 100 mg/l air limbah disebut
lemah, sedangkan bila lebih dari 500 mg/l disebut kuat.
b) Karakteristik Kimia
Air limbah biasanya bercampur dengan zat kimia anorganik yang
berasal dari air bersih dan zat organik dari limbah itu sendiri. Saat
keluar dari sumber air limbah bersifat basa. Namun air limbah yang
sudah lama atau membusuk akan bersifat asam karena sudah
mengalami kandungan bahan organiknya telah mengalami proses
dekomposisi yang dapat menimbulkan bau tidak menyenangkan.
Komposisi campuran dari zat-zat itu dapat berupa:
1) Gabungan dengan nitrogen misalnya urea, protein, atau asam
amino.
2) Gabungan dengan non-nitrogen misalnya lemak, sabun, atau
karbohidrat.
c) Karakteristik bakteriologis
Bakteri patogen yang terdapat dalam air limbah biasanya termasuk
golongan E.coli.
5. Parameter Air Limbah
Menurut Kusnoputranto (2012), beberapa parameter yang digunakan
dalam pengukuran kualitas air limbah antara lain adalah:
a) Zat padat
Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk
total solid, suspended solid dan disolved solid.
13
1) Kandungan Zat organik
Zat organik di dalam penguraiannya, memerlukan oksigen dan
bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik
adalah dengan mengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand)
dari air buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik
bahan-bahan organik dalam larutan, dibawah kondisi waktu suhu
tertentu (biasanya lima hari pada suhu 200C).
2) Kandungan Zat anorganik
Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk
mengawasi kualitas air buangan antara lain : Nitrogen dalam
senyawaan Nitrat, Phosphor, H2O dalam zat beracun dan logam
berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.
3) Gas
Adanya gas N2, O2 dan CO2 pada air buangan berasal dari udara
yang larut ke dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan
CH4berasal dari proses dekomposisi air buangan. Oksigen di
dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO
(disolved oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering
digunakan untuk menentukan banyaknya/ besarnya pencemaran
zat organik dalam larutan, makin rendah DO suatu larutan makin
tinggi kandungan zat organiknya.
4) Kandungan Bakteriologis
14
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja
manusia. Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja
manusia yang sakit. Untuk menganalisa bakteri patogen yang
terdapat dalam air buangan cukup sulit, sehingga parameter
mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan
coliform (MPN/Most Probably Number) dalam sepuluh mili
buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja
dalam seratus mili air buangan.
5) pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis
karena pH yang kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan
mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan
terbuka.
6) Suhu
Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu
udara, tapi lebih tinggi daripada air minum. Suhu dapat
mempengaruhi kehidupan dalam air. Kecepatan reaksi atau
pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan
dalam badan-badan air.
6. Tujuan Pengolahan Air Limbah Industri
Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu
limbah dan sesuai dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi
lingkungan dimana kegiatan industri sedang berlangsung. Karena itu setiap
parameter harus tersedia nilainya sebelum masuk system pengolahan dan
15
setelah limbah keluar sistem pengolahan harus ditetapkan nilai-nnilai
parameter yang harus dicapai. Artinya harus diungkapkan kualitas limbah
sebelum dan sesudah limbah diolah dan apakah limbah ini memenuhi syarat
baku mutu.
Menrut Azwar (2012), pengolahan air limbah pada dasarnya bertujuan
untuk:
1) Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman
terjangkitnya penyakit. Hal ini mudah dipahami karena air limbah
sering dipakai sebagai tempat berkembangbiaknya pelbagai macam
bibit penyakit.
2) Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air limbah
tersebut mengandung zat organis yang membahayakan kelangsungan
hidup.
3) Menyediakan air bersih yang dapat dipakain untuk keperluan hidup
sehari-hari, terutama jika sulit ditemukan air yang bersih.
7. Dampak Buruk Air Limbah Industri
Menurut Kusnoputranto (2012), sesuai dengan batasan dari air
limbah yang merupakan benda sisa, maka sudah barang tentu bahwa air
limbah merupakan benda yang sudah tidak dipergunakan lagi. Akan tetapi
tidak berarti bahwa air limbah tersebut tidak perlu dilakukan pengelolaan,
karena apabila limbah ini tidak dikelola secara baik akan dapat
menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap
kehidupan yang ada. Berikut beberapa dampak yang dapat diakibatkan oleh
pengolahan limbah yang tidak dikelola secara baik :
16
1) Ganguan kesehatan
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat
menimbulkan penyakit bawaan air (waterbone disease). Selain itu di
dalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang
mengkonsumsinya. Adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan
baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk,
lalat, kecoa, dan lain-lain).
2) Penurunan kualitas lingkungan
Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya
sungai dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan
tersebut. Adakalanya, air limbah juga dapat merembes dalam air tanah,
sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar,
maka kualitasya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan
sesuai peruntukannya
3) Gangguan terhadap keindahan
Adakala nya air limbah mengandung polutan yang tidak
mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan.
Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang
bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini
mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan
pada badan air tersebut.
17
4) Gangguan terhadap kerusakan benda
Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat
dikonversi oleh bakteri anaerobic menjadi gas yang agresif seperti H2S.
Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan benda yang terbuat dari
besi dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut
maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti
akan menimbulkan kerugian material.
Untuk menghindarkan terjadinya gangguan-ganguan diatas, air
limbah yang dialirkan ke lingkungan hatus memenuhi ketentuan seperti
yang disebutkan dalam Baku Mutu Air Limbah. Apabila air limbah tidak
memenuhi ketentuan tersebut, maka perlu dilakukan pengelolahan air
limbah sebelum mengalirkannya ke lingkungan.
8. Perhitungan Debit Air Limbah
Khusus untuk air limbah yang berasal dari industri, besarnya debit
tergantung dari jenis dan kapasitas produksi dari industri itu sendiri
sehingga tidak ada ketentuan baku untuk perhitungannya. Untuk air limbah
yang berasal dari domestik dapat dilakukan pendekatan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
Qr : Debit air limbah rata-rata (liter/detik)
Qair : Debit pemakaian air bersih (liter/detik)
Qr = (60-85%) X Q air bersih
18
9. Perhitungan Debit Air Limbah Tercampur
Untuk saluran dengan sistem tercampur maka dalam perencanaan
harus memperhitungkan debit dari limpasan (runoff) air hujan. Perhitungan
debit limpasan dapat dilakukan dengan cara rumus rasional atau perhitungan
hidrograf. Rumus rasionalnya adalah sebagai berikut:
Dengan:
Q = debit limpasan rancangan (l/det)
C = koofisien pengaliran
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah aliran (ha)
2,78 = faktor konversi atau dalam satuan lain
Q = 0,278 C I A utk A < 0,8 km2
Dimana Q (m3/det), I (mm/jam), A (km2)
(Sumber : Kusnoputranto (2012))
B. Alternatif Biogas
1. Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-
bahan organic oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerobik. Biogas
merupakan campuran beberapa gas dengan komponen utama adalah gas
metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dengan sejumlah kecil uap air,
hydrogen sulfide (H2S), karbon monoksida (CO), dan nitrogen (N2)
(Hardoyo dkk, 2014)
Penggunaan biogas sebagai energy merupakan langkah yang perlu
didukung, mengingat energy yang dipakai saat ini sebagian besar berasal
Q = 2,78 C I A utk A < 80 ha
19
dari energi fosil (minyak bumi). Ketersediaan bahan baku energi fosil akan
menipis dan tidak dapat diperbaharui. Disisi lain, peningkatan kebutuhan
energi bagi kelangsungan hidup manusia meningkat dengan tajam. Oleh
karena itu, perlu dikembangkan energi baru yang diproduksi dari bahan-
bahan yang dapat diperbaharui, seperti energi surya, energi angin, energyi
air, dan energi biomasa. Biogas adalah salah satu bentuk energi baru yang
ramah lingkungan dan dihasilkan dari bahan-bahan biomasa yang dapat
diperbaharui (Hardoyo dkk, 2014).
2. Proses Produksi Biogas
Menurut Haryati (2006), produksi gas metan akan terhenti pada
temperature 10oC. Produksi gas yang optimal terjadi pada temperature
mesofilik. Pada temperature diluar tersebut, biogas dihasilkan mempunyai
kandungan gas karbon dioksida yang cukup tinggi.
Proses produksi biogas dari bahan baku bahan-bahan organik dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik berupa
jenis mikroorganisme dan jasad renik yang aktif dalam perombakan bahan
organik menjadi biogas. Faktor abiotik meliputi komposisi bahan baku,
temperature, pH dan keberadaan bahan beracun (Hardoyo dkk, 2014)
Perombakan bahan organik menjadi biogas juga dipengaruhi oleh
nisbah rasio C/N yang ada didalam bahan baku. Konsentrasi
mikroorganisme yang diperlukan juga terkait dengan ratio C/N. Bakteri
anaerobik mengonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding
mengonsumsi nitrogen. Menurut Suryati (2006), untuk proses anaerobik
rasio C/N haruslah sebesar 20-30. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, nitrogen
20
akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon.
Pada proses pemecahan anaerobik, bahan-bahan organic yang ada
dalam bahan baku merupakan sumber makanan mikroorganisme dan diubah
menjadi bahan-bahan teroksidasi, sel-sel mikroorganisme baru, energi, gas-
gas (CH4 dan CO2) serta produk-produk lainnya. Secara umum proses
pemecahan anaerobik dapat dituliskan sebagai berikut :
Mikroorganisme
Bahan Organik CH4 + CO2 + sel-sel baru + energy + produk
tanpa O2 (H2S, SO42-
, NO3-)
Menurut Lettinga (1994) dalam Hardoyo (2014), tahapan proses
pembentukan biogas dapat dibedakan menjadi 4 tahapan utama yaitu :
a. Hidrolisis (pemecahan polimer)
Tahap ini merupakan proses perombakan bahan organik yang
kompleks (polimer) menjadi unit yang lebih kecil (mono- dan oligomer).
Dimana perombakan ini diperankan oleh mikrobia fermentasi yang terdiri
dari mikrobia selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, lipolitik dan proteolitik
yang mampu merombak karbohidrat komplek termasuk selulosa dan
hemiselulosa, protein, serta lemak. Bakteri-bakteri selulolitik memegang
peranan penting dalam tahap ini, yaitu untuk sekresi selulase dengan
temperatur kerja optimum 50 – 60 oC (bakteri thermophilik) dan
temperatur 30 – 40 oC (bakteri mesophilik) serta bekerja pada kisaran pH
6-7.
Selama proses hidrolisis, polimer seperti karbonhidrat, lipid, asam
nukleat, dan protein dirubah menjadi glukosa, gliserol, purin, dan piridine.
21
Mikroorganisme hidrolitik mengekskresi enzim hidrolitik, mengkonversi
biopolimer menjadi senyawa sederhana dan mudah larut seperti berikut:
Lipid lipase asam lemak, gliserol
Polisakarida selulase, selubinase, xylanase monosakarida
Protein protease asam amino
Senyawa tidak larut, seperti selulosa, protein, dan lemak dipecah
menjadi senyawa monomer (partikel yang larut dalam air) oleh exo-enzime
(enzim ekstraseluler) secara fakultatif oleh bakteri anaerob. Lipid diurai
oleh enzim lipase membentuk asam lemak dan giserol, sedangkan
polisakarida diurai menjadi monosakarida, Serta protein diurai oleh
protease menjadi asam amino.
Produk yang dihasilkan oleh hidrolisis, diuraikan lagi oleh
mikroorganisme yang ada dan digunakan untuk proses metabolisme
mereka sendiri. Hidrolisis karbonhidrat dapat terjadi dalam beberapa jam,
sedangkan hidrolisis protein dan lipid dapat terjadi dalam beberapa hari.
Sedangkan lignoselulosa dan lignin terdegradasi secara perlahan-lahan dan
tidak sempurna. Mikroorganisme anaerob fakultatif mengambil oksigen
terlarut yang terdapat di dalam air sehingga untuk mikroorganisme
anaerobik diperlukan potensial redoks yang rendah.
b. Asidogenesis
Pada tahap ini, monomer-monomer hasil proses hidrolisis
dikonversi menjadi senyawa organic sederhana, seperti asam lemak yang
mudah menguap (asam asetat, asam butirat dan asam propionate), asam
laktat, alcohol, CO2, H2, NH4-, HS
-. Pada tahap ini, konversi dilakukan
22
oleh kelompok mikroorganisme yang kebanyakan adalah bakteri obligat
anaerob dan sebagian adalah bakteri anaerob fakultatif.
c. Asetogenesis (pembentukan asam organik)
Tahap pembentukan asam (asetogenesis) yaitu hasil dari tahap
hidrolisis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana, yaitu berupa
asetat, hidrogen, dan karbondioksida yang dilakukan oleh mikrobia
asetogenik. Pembentukan asam asetat kadang-kadang disertai dengan
pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung kondisi oksidasi dari
bahan organik aslinya.
Asam amino terdegradasi melalui reaksi Stickland oleh Clostridium
Botulinum yaitu reaksi reduksi oksidasi yang melibatkan dua asam amino
pada waktu yang sama, satu sebagai pendonor hidrogen, dan yang lainnya
sebagai akseptor. Berikut tabel degradasi senyawa pada tahap asetogenesis.
Produk akhir dari aktivitas metabolisme bakteri ini tergantung dari
substrat awalnya dan pada kondisi lingkungannya. Bakteri yang terlibat dalam
asidifikasi ini merupakan bakteri yang bersifat anaerobik dan merupakan
penghasil asam yang dapat tumbuh pada kondisi asam. Bakteri penghasil
asam mencipatakan suatu kondisi anaerobik yang penting bagi
mikroorganisme penghasil metan.
d. Metanogenesis (produksi metan)
Tahap produksi metan biasa disebut dengan tahap metanogenesis.
Pada tahap ini terbentuk metana dan karbondioksida oleh adanya aktivitas
metanogenik. Metana dihasilkan dari asetat atau dari reduksi
karbondioksida oleh mikrobia asetogenik dengan menggunakan hidrogen.
Pada digester, beberapa jenis mikrooganisme metanogenik dapat
23
melakukan sintesis gas hidrogen dan CO2 menjadi gas metana. Mikrobia
metana yang bersifat anaerob tersebut akan membentuk CH4 dan CO2
melalui fermentasi asam asetat atau mereduksi gas CO2 dengan cara
menggunakan hidrogen yang merupakan produk mikrobia lain.
Bakteri metanogenesis sangat peka terhadap lingkungan,
dikarenakan bakteri ini harus dalam keadaan anaerob, sehingga sejumlah
kecil oksigen dapat menghalangi pertumbuhannya. Tidak hanya itu,
bakteri ini juga kekal terhadap seyawa yang memiliki tingkat oksidasi
tinggi seperti nitrit dan nitrat. Bakteri ini juga peka terhadap perubahan
pH, kisaran pH optimal untuk memproduksi metana adalah 7,0-7,2, namun
gas masih terproduksi dalam kisaran 6,6-7,6. Jika pH dibawah 6,6 akan
menjadi faktor pembatas bagi bakteri dan pH dibawah 6,2 akan
menghilangkan kemampuan bakteri metanogenik. Namun, dalam keadaan
demikian bakteri metanogenik tetap aktif hingga pH 4,5-5,0, sehingga
diperlukan buffer untuk menetralkan pH.
Beberapa senyawa racun bagi bakteri metanogenik, seperti
ammonia (lebih dari 1500-3000 mg/l) dari total ammonia nitrogen pada
pH diatas 7,4, ion ammonium (lebih dari 3000 mg/l dari total ammonia
nitrogen pada sembarang pH), sulfida terlarut (lebih dari 5-100 mg/l), serta
larutan garam dari beberapa logam seperti tembaga, seng, dan nikel. Pada
tahap ini, gas metana yang dihasilkan kisaran 70% CH4, 30% CO2, sedikit
H2 dan H2S. Berikut reaksi pembentukan gas metan:
2n(CH3COOH) 2nCH4(g) + 2nCO2(g)
Asam asetat gas metan gas karbondioksida
24
3. Digester Pembuatan Biogas
Digester merupakan wadah atau tempat berlangsungnya proses
fermentasi limbah organik dengan bantuan mikroorganisme hingga
menghasilkan biogas. Digester merupakan sebuah reaktor yang dirancang
sedemikian rupa sehingga kondisi didalamnya menjadi anaerobik, sehingga
bisa memungkinkan proses dekomposisi anaerobik bisa terjadi. Limbah
harus ditampung dalam digester selama proses dekomposisi berlangsung
atau dengan kata lain sampai limbah tersebut menghasilkan biogas. Sistem
fermentasi pada digester dapat dibagi menjadi 3 yaitu batch, kontinyu, dan
semi-batch. Pada penelitian sistem fermentasi yang digunakan adalah sistem
batch. Batch Process merupakan fermentasi dengan cara memasukkan
media dan inokulum secara bersamaan ke dalam bioreactor dan pengambilan
produk dilakukan pada akhir fermentasi. Pada system fermentasi Batch, pada
prinsipnya merupakan sistem tertutup, tidak ada penambahan media baru,
tidak ada penambahan oksigen dan aerasi, antifoam dan asam atau basa
dengan cara kontrol pH.
Batch fermentation banyak diterapkan dalam dunia industri, karena
kemudahan dalam proses sterilisasi dan pengontrolan alat. Selain itu juga
pada cara batch yang bisa diaplikasikan di Industri etanol karena dapat
menghasilkan kadar etanol yang tinggi. Namun kendala menggunakan cara
batch adalah pada proses batch hanya terjadi satu siklus dimana
pertumbuhan bakteri dan produksi gas metan semakin lama semakin
menurun karena tidak ada substrat baru yang ditambahkan dalam reactor.
25
Bioreaktor tipe Batch memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan
ketika bahan tersedia pada waktu-waktu tertentu dan bila memiliki
kandungan padatan tinggi (25%). Bila bahan berserat/sulit untuk diproses,
tipe batch akan lebih cocok dibanding tipe aliran kontinyu (continous flow),
karena lama proses dapat ditingkatkan dengan mudah. Bila proses terjadi
kesalahan, misalnya karena bahan beracun, proses dapat dihentikan dan
dimulai dengan yang baru.
Volume digester yang dibutuhkan untuk mencerna bahan dapat
dihitung untuk mencerna bahan dapat dihitung sebagai berikut :
Vd = Wp x Ab
Selain itu, diperhitungkan ruang gas sebesar 20% dari volume total
biodigester, sehingga :
Vt = Vd + 20% Vt
80% Vt = Vd
Vt = Vd / 80%
Vt = (Wp x Ab) / 80%
Dengan diketahui :
Vd = Volume digester (liter)
Wp = Waktu proses mencerna bahan (hari)
Ab = Aliran bahan (liter/hari)
Vt = Volume total digester (liter)
26
4. Potensi Air Limbah Industri Tahu sebagai Biogas
Air limbah industri tahu merupakan limbah organik dan proses
pengolahannya dapat dilakukan secara biologi. Proses pengolahan secara
biologi merupakan suatu proses pengolahan limbah dengan memanfaatkan
mikroorganisme seperti bakteri untuk mendegradasi kandungan yang ada
pada air limbah industri tahu. Sebagian besar air limbah yang dihasilkan
oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari
gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein
yang tinggi dan dapat segera terurai.
Air limbah ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan
terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai
ataupun air sumur di sekitar lokasi industri tahu seperti pada Gambar 3.
Untuk itu penanganan yang tepat bagi limbah harus segera dilakukan untuk
meminimalisir pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh air limbah
industri tahu ini.
5. Instalasi Pengolah air limbah (IPAL) biogas
Salah satu teknologi yang telah terbukti efektif dan efisien serta
cocok dengan karakteristik limbah industri tahu adalah IPAL bio-digester
atau bio-gas. Biodigester merupakan sebuah tabung tertutup tempat limbah
organik difermentasikan sehingga meningkatkan kandungan bahan penyubur
dari limbah organik tersebut sekaligus menghasilkan gas-bio untuk
keperluan rumah tangga.
27
Manfaat penggunaan sistem reaktor biogas antara lain:
a. mengurangi pencemaran air;
b. mengurangi emisi GRK;
c. mengurangi bau yang tidak sedap;
d. meningkatkan kebersihan lingkungan kerja; dan
e. mencegah penyebaran penyakit.
Berdasarkan penelitian Lembaga Penelitian Teknologi Pedesaan
(LPTP), penggunaan teknologi Dewats dalam pengolahan limbah industri
tahu dapat menurunkan beban pencemar COD dan BOD sampai dengan
90% (sembilan puluh perseratus).
Sistem yang digunakan dalam IPAL biogas industri tahu sebagai berikut:
a. inlet;
b. bak equalisasi;
c. digester;
d. bak peluapan;
e. baffle reactor;
f. anaerobik filter;
g. alat pengurasan; dan
h. outlet.
Ketentuan pengadaan:
Kabupaten/kota yang akan melaksanakan kegiatan ini harus memperhatikan:
28
a. Melakukan survey lapangan untuk mendapatkan informasi mengenai
lokasi, jumlah pelaku industri dan/atau pemilik ternak, persebaran,
dan keberadaan kelembagaan para pengusaha industri tahu;
b. Lahan yang akan digunakan mempunyai kepemilikan yang jelas dan
luasan yang mencukupi untuk lokasi ipal biogas industri tahu;
c. Melakukan replikasi model ipal biogas industri tahu yang telah
dikembangkan oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan;
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan peralatan secara
berkala, untuk mengetahui hasil (output) dan perhitungan kontribusi
pemanfaatannya (outcome) terhadap penurunan beban limbah dan
jumlah energi yang dihasilkan; dan
e. Untuk mendukung pembangunan dan pemanfaatan IPAL biogas
industri tahu secara optimal, kabupaten/kota diharapkan dapat
melaksanakan beberapa hal antara lain:
1) Sosialisasi kepada para pengusaha mengenai cara kerja IPAL
biogas industri tahu, cara pengoperasian dan perawatannya;
2) Melakukan pengawasan pembangunan;
3) Melakukan pembinaan kepada para peternak dalam
pengoperasian dan perawatan IPAL biogas industri tahu;
4) Melakukan pemantauan kinerja IPAL biogas industri tahu; dan
5) Melakukan evaluasi dan analisis kinerja IPAL biogas industri
tahu.
29
Dalam pembuatan biogas pertimbangan desain teknis perlu
dilakukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan desain dan model
instalasi biogas, antara lain adalah :
a. Desain sederhana, dalam hal konstruksi, operasional dan perawatan
b. Bahan baku mudah didapat, jenis bahan baku yang dapat
digunakan adalah bahan bangunan dan bahan fabrikan (fiber)
c. Mudah diperbaiki, aman dan bila memungkinkan mudah
dipindahkan
d. Harga terjangaku, umur pemakaiannya lama
Gambar 2. Desain Instalasi Biogas yang dikeluarkan
Peraturan Menteri yang dapat dilihat dibawah ini
30
Gambar 3. Ilustrasi Gambar Teknis IPAL Biogas Industri Tahu
Sumber : (PERMEN LHK RI No P.11/MENLHK/SETJEN/KUM.2017)
31
Penentuan kapasitas IPAL yang dirancang didasarkan pada volume air
limbah produksi dikalikan dengan waktu tinggal yang biasanya 3 hari, sebagai
berikut :
Volume limbah per hari (m3/hari) = jumlah bahan baku kedelai (kg/hari) x 15 liter
Kapasitas IPAL (m3) = volume limbah (m
3/hari) x 3 hari waktu tinggal
Tabel 1. IPAL Biogas Industri Tahu
No Volume air limbah
(m3/hari) Jari-Jari
Luas lahan
Digester IPAL Total Lahan
1 2 1,6 m 4,2 m x 6,2 m 2,5 m x 2,5 m 4,2 m x 8,7 m
2 3 1,8 m 4,6 m x 6,6 m 2,5 m x 3 m 4,6 m x 9,6 m
3 4 2 m 5 m x 7 m 4,5 m x 2,5 m 5 m x 9,5 m
4 6 2,3 m 5,6 m x 7,6 m 3,5 m x 4,5 m 5,6 m x 12,1 m
5 8 2,5 m 6 m x 8 m 3,5 m x 5 m 6 m x 14 m
6 10 2,7 m 6,4 m x 8,4 m 3,5 m x 6 m 6,4 m x 14,4 m
7 12 2,8 m 6,6 m x 8,6 m 3,5 m x 7 m 6,6m x 15,6 m
8 14 3 m 7 m x 9 m 7 m x 5 m 7 m x 14 m
9 16 3,1 m 7,2 m x 9,2 m 7 m x 5,5 m 7,2 m x 14,7 m
10 18 3,3 m 7,6 m x 9,6 m 7 m x 6 m 7,6 m x 15,6 m
11 20 3,4 7,8 m x 9,8 m 7 m x 6,5 m 7,8 m x 16,3 m
(PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2017)
6. Perencanaan dan perhitungan desain
a. Bak Equalisasi
Bak equalisasi didesain berdasarkan kapasitas debit harian
maksimum yang mengacu pada debit jam puncak sebagai upaya antisipasi
debit yang tinggi, yang dilengkapi dengan pompa untuk mengontrol debit
yang akan masuk ke proses pengolahan selanjutnya.
Volume dan Dimensi Bak :
Volume bak = Q x dt = m3
Dimensi bak = P x L x T = m3
b. Bak Digester
Volume bak = Q x dt = m3
32
Dimensi bak = ¼ x π x r2 x t
c. Bak pelimpahan
Volume bak = Q x dt = m3
Dimensi bak = P x L x T = m3
d. Bak Slurry
Volume bak = bahan baku perhari x timbulan slurry
Dimensi bak = P x L x T = m3
C. Proses Pembuatan Tahu Tempe
Tahu tempe merupakan produk makanan yang tingkat produksinya
relatif tinggi. Tahu tempe mempunyai nilai gizi yang tinggi, dimana dalam
100 gram tahu tempe mengandung kalori 68 kalori; protein 7,8 gram; lemak
4,6 gram; hidrat arang 1,6 gram; kalsium 124 mg; fosfor 63 mg; besi 0,8 mg;
vitamin B 0,06 mg; air 84,8 gram (Hidayat, 2011). Produksi tahu tempe
masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana yang sebagian dibuat
oleh para pengrajin sendiri dan dalam skala industri rumah tangga atau
industri kecil, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya yaitu air
dan bahan kedelai dirasakan masih rendah dan tingkat produksi limbahnya
sangat tinggi. Air buangan dari proses pembuatan tahu ini menghasilkan
limbah cair yang menjadi sumber pencemaran bagi manusia dan lingkungan.
Limbah tersebut, bila dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih
dahuludapat mengakibatkan kematian makhluk hidup dalam air termasuk
mikroorganisme (jasad renik) yang berperan penting dalam mengatur
keseimbangan biologis air. Oleh karena itu penanganan limbah cair secara
dini mutlak perlu dilakukan untuk mengurangi pencemaran.
33
Langkah-langkah dalam proses pembuatan tempe adalah sebagai berikut:
Gambar 4
Proses Pembuatan Tempe
Sumber : Hidayat (2011)
Memilih Biji Kedelai Yang Berkualitas Baik
Cuci Biji Kedelai Selama 1 Jam
Rebus Biji Kedelai Selama 2 Jam
Rendam Biji Kedelai Dengan Air Hangat selama 2 jam
Rendam Kembali Biji Kedelai Dengan Air
Dingin Selama 12 Jam
Setelah Di Rendam, ratakan tipis-tipis Kedelai
di wadah (tampah)
Kedelai dicampur dengan ragi untuk
mempercepat/merangsang pertumbuhan jamur selama
20 menit
Campuran tersebut dicetak pada loyang atau cetakan
kayu dengan lapisan plastik atau daun yang akhirnya
dipakai sebagai pembungkus
Campuran kedelai yang telah dicetak/didalam plastik
diratakan permukaannya dan dihamparkan di atas rak
selama 24 jam.
34
Langkah-langkah dalam proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut:
Gambar 5
Proses Pembuatan Tahu
Sumber : Hidayat (2011)
D. Air Limbah Industri Tahu Tempe
Limbah industri tahu tempe terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair
dan padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian
terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar air limbah
yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan
Pilih kedelai yang bersih dan besar ukurannya,kemudian
cuci sampai bersih
Rendam kedelai dalam air bersih selama 8
jam,usahakan semua kedelai terendam
Hancurkan kedelai dengan cara ditumbuk dan
secara perlahan tambahkan air sedikit demi
sedikit sehingga kedelainya berbentuk bubur
Masak bubur kedelai menggunakan tungku
atau kompor.Apabila kedelai sudah masak
maka ditandai dengan gelembung kecil.
Saring bubur kedelai tersebut dengan asam cuka
secukupnya,sambil diaduk secara perlahan. Proses ini
akan menghasikan gumpalan tahu
Endapkan tahu itu,kemudian siap untuk dicetak
sesuai keinginan kita
35
tahu tempe pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut
air didih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi
dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian
peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh
industri pembuatan tahu tempe sebanding dengan penggunaan air untuk
pemrosesannya. Menurut Hidayat (2011) jumlah kebutuhan air proses dan
jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan
43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa
industri tahu tempe, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air
dadih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan penggumpal. Perincian
penggunaan air dalam setiap tahapan proses dapat dilihat pada tabel di
bawah.
Tabel 2 Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan
Tahu Tempe Dari 3 Kg Kedelai
Tahap Proses Kebutuhan Air (Liter)
Pencucian
Perendaman
Penggilingan
Pemasakan
Pencucian ampas
Perebusan
10
12
3
30
50
20
Jumlah 135
Sumber : Hidayat (2011)
Limbah cair atau air buangan suatu industri merupakan air yang
tidak dapat dimanfaatkan lagi serta dapat menimbulkan dampak yang
buruk terhadap manusia dan lingkungan. Keberadaan limbah cair sangat
tidak diharapkan di lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
36
Maka itu, pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar
tidak mencemari lingkungan.
Air limbah industri tahu tempe mengandung bahan-bahan organik
kompleks yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino (EMDI -
Bapedal, 1994) dan bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut (BPPT,
1997a). Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah
cair industri tahu tempe mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi
yang apabila dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat
menyebabkan pencemaran.
E. Karakteristik Air Limbah Industri Tahu Tempe
Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas
sifat fisika, kimia, dan biologi. Akan tetapi, air buangan industri biasanya
hanya terdiri dari karakteristik kimia dan fisika. Menurut Supriono (2011),
parameter yang digunakan untuk menunjukan karakter air buangan industri
adalah :
1) Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain
2) Parameter kimia,dibedakan atas :
Kimia Organik : kandungan organik (BOD, COD, TOC), oksigen
terlarut (DO),minyak/lemak, Nitrogen-Total(N-Total), dan lain-
lain.
Kimia Anorganik : pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H2S, dan lain-
lain.
37
Beberapa karakteristik limbah cair tahu tempe yang penting antara lain :
1) Total Suspended Solid (TSS)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada
dalam limbah setelah mengalami pengeringan. Penentuan zat padat
tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air
limbah domestic, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit
pengolahan air (BAPPEDA, 2013).
2) Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan parameter yang digunakan untuk menilai
jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang
diperlukan oleh aktivitas mikroba dalam menguraikan zat organik secara
biologis di dalam air limbah. Air Limbah industri tahu mengandung
bahan-bahan organik terlarut yang tinggi.
3) Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia
adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Jika kandungan
senyawa organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di
dalam air dapat mencapai nol sehingga tumbuhan air, ikan-ikan dan
hewan air lainnya yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan
hidup.
4) Nitrogen Total (N-Total)
Yaitu fraksi bahan-bahan organik campuran senyawa kompleks
antara lain asam-asam amino, gula amino, dan protein (polimer asam
38
amino). Dalam analisis limbah cair N-Total terdiri dari campuran N-
organik, N-amonia, nitrat dan nitrit. Nitrogen organik dan nitrogen
amonia dapat ditentukan secara atlantik menggunakan metode Kjeldahl,
sehingga lebih lanjut konsentrasi keduanya dapat dinyatakan sebagai
Total Kjeldahl Nitrogen (TKN). Senyawa-senyawa N-Total adalah
senyawa-senyawa yang mudah terkonversi menjadi amonium (NH4+)
melalui aksi mikroorganisme dalam lingkungan air atau tanah.
5) Power of Hydrogen (pH)
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia
didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang
terlarut. Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam, pada keadaan
asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah menguap. Hal ini
mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk.
F. Penelitian Terkait
1) Penelitian Indah Nurhayati, Pungut AS, dan Sugito tentang Pengolahan
air limbah pabrik tempe dengan biofilter di Industri tempe Bapak
Karipan di Desa Sedenganmijen Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
Jawa Timur, menyebutkan bahwa Hasil analisis Sebelum dilakukan
pengolahan Limbah cair industri tempe menggangu lingkungan sekitar,
terutama menyebabkan bau busuk dan air sungai menjadi keruh.
Keadaan ini disebabkan karena kualitas air limbah industri tempe sangat
jelek, beban pencemarnya sangat tinggi. Limbah cair industri tempe
sangat khas dengan karakteristik TSS, BOD, COD yang tinggi, pH asam,
39
bersifat biodegradable (dapat diuraikan oleh mikroorganisme) dan
berpotensi menimbulkan bau busuk dari H2S. Setelah diolah dengan
biofilter diperoleh hasil yang sangat memuaskan dengan efisiensi
penurunan rata-rata 98 %, untuk parameter BOD, COD, TSS, sehingga
efluen yang dibuang ke sungai sudah memenuhi baku mutu sesuai
dengan SK. Gub. Jatim No. 136 tahun 1994, tentang Baku Mutu Limbah
Cair Industri. Hal ini disebabkan karena IPAL biofilter aerob anaerob
proses kerjanya memanfaatkan kehidupan mikroorganisme untuk
menguraikan polutan.
2) Penelitian Marhadi tentangPerencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) Industri tahu di kecamatan dendang kabupaten Tanjung Jabung
Timur menunjukkan bahwa Hasil analisis laboratoriuam lingkungan
hidup daerah 2015. limbah cair pabrik tahu Bapak Ahmad Yamin
Kecamatan Dendang adalah pH 5.34, TSS 329 mg/l mg/l, NH3-N 3.487
mg/l, BOD 581 mg/l, COD 1228 mg/l, NO3 1,3629 mg/l, NO2 1,3771
mg/l. Berdasarkan hasil pengujian tersebut ternyata limbah cair industri
tahu tidak memenuhi baku mutu limbah cair yang sesuai dengan
KEPMEN LH NO 51 Tahun 1995. Hal ini yang mendukung
untukilakukan perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
dengan tujuan agar limbah cair yang dihasilkan tidak langsung dibuang
ke sungai melainkan harus diolah terlebih dahulu.
3) Berdasarkan hasil studi Balai Riset dan Standarisasi terhadap
karakteristik air buangan industri tahu tempe di Medan (Bappeda,
Medan, 1993), diketahui bahwa limbah cair industri tahu tempe rata-rata
40
mengandung BOD (4583 mg/l); COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l) dan
minyak atau lemak 26 mg/l serta pH 6,1. Sementara menurut laporan
EMDI-Bapedal (1994) limbah cair industri tersebut rata-rata
mengandung BOD,COD dan TSS berturut-turut sebesar 3250, 6520, dan
1500 mg/l. Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4) atau
asam asetat sebagai koagulan tahu tempe juga menyebabkan limbah cair
tahu mengandung ion-ion logam. Kuswardani (1985) melaporkan bahwa
limbah cair industri tahu mengandung Pb (0,24 mg/l); Ca(34,03 mg/l);
Fe (0,19 mg/l); Cu (0,12 mg/l) dan Na (0,59 mg/l).
G. KerangkaTeori
Kerangka teori merupakan suatu model yang menerangkan
bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah
diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka teori disusun berdasarkan
tinjauan pustaka (Notoatmodjo, 2014)
Gambar 6
Kerangka Teori
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No.5
Tahun 2014 (Said & Wahjono, 2013)
PROSES INPUT OUTPUT
Perencanaan
IPAL (Instalasi
Pengolahan Air
limbah)
Bahan Baku
Kedelai Pengolahan
Proses produksi
41
H. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visiualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
diteliti. (Notoatmodjo, 2014). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 7
Kerangka Konsep
OUTPUT PROSES INPUT
- Pemeriksaan sarana
pengelolaan air
limbah
- Pemeriksaan kualitas
air limbah (BOD5,
COD, TSS, pH)
- Perhitungan debit air
limbah
- Limbah Cair
yang sudah
diolah
- Gambar Teknik
IPAL
- Anggaran
Biaya
Perencanaan
IPAL dengan
metode biogas