BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB...

12
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat 1. Definisi Interaksi obat merupakan efek suatu obat yang disebabkan bila dua obat atau lebih berinteraksi dan dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Hasilnya berupa peningkatan atau penurunan efek yang dapat mempengaruhi outcome terapi pasien (Yasin et al., 2005).Menurut Tatro (2006) interaksi obat dapat terjadi minimal melibatkan 2 jenis obat, yaitu : a. Obat obyek, yaitu obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain. b. Obat presipitan, yaitu obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau efek obat lain. 2. Tipe Interaksi Obat Menurut Hussar (2007) tipe interaksi obat-obat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: a. Duplikasi yaitu ketika dua obat yang sama efeknya diberikan, efek samping mungkin dapat meningkat. b. Opposition yaitu ketika dua obat dengan aksi berlawanan diberikan bersamaan dapat berinteraksi, akibatnya menurunkan efektivitas obat salah satu atau keduanya. c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi oleh obat lain. 3. Mekanisme interaksi obat Berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetika obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat.Beberapa interaksi obat yang dikenal merupakan kombinasi lebih dari satu mekanisme (Fradgley, 2003). Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Interaksi Obat

1. Definisi

Interaksi obat merupakan efek suatu obat yang disebabkan bila dua

obat atau lebih berinteraksi dan dapat mempengaruhi respon tubuh

terhadap pengobatan. Hasilnya berupa peningkatan atau penurunan efek

yang dapat mempengaruhi outcome terapi pasien (Yasin et al.,

2005).Menurut Tatro (2006) interaksi obat dapat terjadi minimal

melibatkan 2 jenis obat, yaitu :

a. Obat obyek, yaitu obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau

diubah oleh obat lain.

b. Obat presipitan, yaitu obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi

atau efek obat lain.

2. Tipe Interaksi Obat

Menurut Hussar (2007) tipe interaksi obat-obat dibedakan

menjadi 3 macam, yaitu:

a. Duplikasi yaitu ketika dua obat yang sama efeknya diberikan, efek

samping mungkin dapat meningkat.

b. Opposition yaitu ketika dua obat dengan aksi berlawanan diberikan

bersamaan dapat berinteraksi, akibatnya menurunkan efektivitas obat

salah satu atau keduanya.

c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan ekskresi oleh obat lain.

3. Mekanisme interaksi obat

Berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat dibagi menjadi

interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetika obat dan interaksi yang

mempengaruhi respon farmakodinamik obat.Beberapa interaksi obat

yang dikenal merupakan kombinasi lebih dari satu mekanisme (Fradgley,

2003).

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

5

a. Interaksi Farmakokinetik

Merupakan interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah

absorbsi, distribusi, biotransformasi atau eliminasi obat lain.

Absorpsi dapat diubah jika obat pengubah pH atau motilitas

diberikan secara bersamaan, seperti yang tampak pada pengobatan

antitukak atau antidiare tertentu (tetrasiklin dan kation divalen,

kolestiramin dan obat anion). Perubahan distribusi dapat disebabkan

oleh kompetisi untuk ikatan protein (ikatan obat sulfa dan bilirubin

pada albumin) atau pergeseran dari tempat ikatan-jaringan (digitalis

dan pemblok kanal kalsium atau kuinidin). Pada perubahan

biotransformasi atau metabolisme, sebagai contoh induksi

digambarkan dengan jelas oleh pengobatan antikonvulsan utama,

yaitu fenitoin, karbamazepin dan barbiturat, sedangkan inhibisi dapat

ditimbulkan oleh antimikroba kuinolon, makrolida, dan golongan

azol. Pada perubahan ekskresi dapat pula dimodifikasi oleh obat

pengubah pH urin, seperti pada inhibitor karbonat anhidrase, atau

mengubah jalur sekresi dan reabsorpsi, seperti yang disebabkan oleh

probenesid. Interaksi farmakokinetika secara umum menyebabkan

perubahan konsentrasi obat aktif atau metabolit dalam tubuh, yang

memodifikasi respon terapeutik yang diharapkan (Ashraf, 2012).

b. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik terjadi antara obat-obat yang

mempunyai efek samping yang serupa atau berlawanan. Interaksi ini

disebabkan oleh kompetisi pada reseptor yang sama atau terjadi

antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologi yang sama.

Interaksi farmakodinamik dapat diekstrapolasi ke obat lain yang

segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan

obat memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya.

Disamping itu, kebanyakan efek farmakodinamik dapat diramalkan

kejadiannya, karena itu dapat dihindarkan bila dokter mengetahui

mekanisme keja obat yang bersangkutan (Ganiswara, 1995).

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

6

Menurut Stockley et al (2003) kemungkinan efek yang dapat

terjadi pada interaksi farmakodinamik antara lain :

1) Sirnegisme atau penambahan efek satu atau lebih obat.

2) Efek antagonisme satu atau lebih obat.

3) Penggantian efek satu atau lebih obat.

Interaksi obat yang umum terjadi adalah sirnegisme antara

dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama

dengan efek farmakologi yang sama. Sebaliknnya antagonisme

terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang

berlawanan. Hal ini mengakibatkan pengurangan hasil yang

diinginkan dari satu atau lebih obat (Fradgley, 2003).

4. Clinical Significance

Clinical significance adalah derajat dimana obat yang berinteraksi

akan mengubah kondisi pasien. Clinical significance dikelompokan

berdasarkan keparahan dan dokumentasi interaksi yang terjadi. Level

signifikansi menurut Tatro (2006) terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Level Signifikansi Interaksi

Nilai Keparahan Dokumentasi

1 Mayor Suspected, Probable, Established

2 Moderat Suspected, Probable, Established

3 Minor Suspected, Probable, Established

4 Mayor atau Moderat Possible

5 Minor Possible

Mayor, Moderat, Minor Unlikely

Terdapat 5 macam dokumentasi interaksi, yaitu established

(interaksi obat sangat mantap terjadi),probable(interaksi obat dapat

terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi obat

belum pasti terjadi), unlikely (kemungkinan besar interaksi obat tidak

terjadi). Derajat keparahan (severity) akibat interaksi diklasifikasikan

menjadi minor (dapat diatasi dengan baik), moderat (efek sedang, dapat

menyebabkan kerusakan organ), mayor (efek fatal, dapat menyebabkan

kematian) (Tatro, 2006).

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

7

Menurut Tatro (2006) level signifikansi diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Signifikansi 1 : kemungkinan besar terjadi interaksi yang berat dan

mengancam jiwa. Kejadian dapat diduga, telah terbukti atau sangat

mungkin (probable) dalam penelitian terkendali.

b. Signifikansi 2 : interaksi yang terjadi dapat memperburuk status

klinis pasien. Kejadiannya dapat diduga, telah terbukti dan sangat

mungkin dalam penelitian yang terkendali.

c. Signifikansi 3 : interaksi menimbulkan efek ringan, kejadiannya

dapat diduga, telah terbukti dan sangat mungkin dalam penelitian

yang terkendali.

d. Signifikansi 4 : interaksi dapat menimbulkan efek yang sedang

hingga berat, data yang ada sangat terbatas.

e. Signifikansi 5 : interaksi dapat menimbulkan efek ringan hingga

berat, data yang ada sangat terbatas.

5. Onset(kecepatan)

Merupakan alat ukur untuk melihat seberapa cepat efek klinis

interaksi obat yang dapat terjadi untuk menentukan urgensi interaksi

dengan tindakan pencegahan untuk dapat menghindari konsekuensi dari

interaksi obat (Tatro, 2006). Dua level onset yang digunakan adalah :

a. Rapid (cepat) : efek akan terlihat dalam waktu 24 jam dari

pemberian obat. Tindakan segera perlu dilakukan untuk menghindari

efek interaksi.

b. Delayed (lambat) : efek tidak akan terlihat sampai obat yang

berinteraksi selama beberapa hari atau minggu. Tidak memerlukan

tindakan segera.

6. Interaksi Obat

a. Ranitidine dengan Paracetamol

Aksi terapeutik dari paracetamol (NSAIDs) kemungkinan

dapat diubah oleh ranitidine (Histamine H2 Antagonist). Dalam

manajemennya tidak ada tindakan klinik khusus (Tatro, 2006 : 737)

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

8

b. Ranitidine dengan Ketorolac

Aksi terapeutik dari ketorolac (NSAIDs) kemungkinan dapat

diubah oleh ranitidine (Histamine H2 Antagonist). Dalam

manajemennya tidak ada tindakan klinik khusus (Tatro, 2006 : 737)

c. Ondansetrondengan Tramadol

Ondansetron dapat menurunkan efek dari tramadol di

beberapa pasien. Perlu dilakukan penyesuaian dosis dari tramadol.

Penggunaan 5-HT3 reseptor antagonis dengan tramadol dapat

meningkatkan serotonin sindrom dan juga dapat menurunkan efikasi

analgesic dari tramadol. Dalam manajemennya, pasien perlu

melakukan monitoring untuk tanda-tanda dari serotonin sindrom

selama pengobatan, jika serotonin sindrom berkembang selama

terapi, semua agen serotonergik harus dihentikan.

d. Albuterol dengan Ondansetron

Penggunaan beta-2-adrenergik dapat menyebabkan

perpanjangan dose-related dari hilangnya potassium. Sebagai efek

tambahan dapat meningkatkan resiko aritmia ventricular. Dalam

manajemennya dapat diberikan perhatian bahwa penggunaan beta-2-

agonist dalam kombinasi dengan obat lain dapat memperpanjang

interval QT. Pasien dapat disarankan untuk melihat tanda-tanda

seperti flu, irama jantung yang tidak teratur, dan nafas pendek.

e. Albuterol dengan Antasida

Penggunaan antasida dapat menyebabkan kehilangan

elektrolit dan meningkatkan resiko aritmia ventricular. Elektrolit

akan terganggu dan juga termasuk hypokalemia dan

hypomagnesemia. Manajemen yang dapat dilakukan adalah

memonitoring keseimbangan elektrolit secara periodik.

f. Ondansetron dengan Antasida

Penggunaan antasida dapat menyebabkan kehilangan

elektrolit dan meningkatkan resiko aritmia ventricular. Elektrolit

akan terganggu dan juga termasuk hypokalemia dan

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

9

hypomagnesemia. Manajemen yang dapat dilakukan adalah

memonitoring keseimbangan elektrolit secara periodic.

g. Ranitidine dengan Antasida

Bioavailabilitas dari ranitidine (Histamine H2 Antagonist)

kemungkinan dapat menurun, dan menurunkan pula efek

farmakologisnya. Berdasarkan data yang ada untuk manajemennya

tidak ada tindakan klinik khusus yang dibutuhkan (Tatro, 2006 :

831).

h. Spironolacton dengan Valsartan

Penggunaan kombinasi spironolacton bersamaan dengan

valsartan dapat meningkatkan level potassium dalam darah. Level

potassium yang tinggi dapat disebut dengan hyperkalemia.

Manajemen yang dapat dilakukan adalah dengan memonitoring level

potassium dalam darah selama pengobatan.

i. Ceftriaxone dengan Furosemide

Penggunaan furosemide (diuretik) bersamaan dengan

ceftriaxone (sefalosporin) dapat berpotensi mengakibatkan

nefrotoksik. Furosemide dapat meningkatkan konsentrasi plasma

atau menurunkan klirens dari ceftriaxone. Manajemen yang

dilakukan adalah memonitoring fungsi renal.

j. Furosemide dengan Digoksin

Elektrolit yang diinduksi oleh furosemide (diuretik) dapat

terganggu dan mempengaruhi digoksin (digitalis) dalam

menginduksi aritmia. Peningkatan eksresi urin dari potassium dan

magnesium mempengaruhi aksi otot jantung. Manajemen yang dapat

dilakukan adalah mengukur level plasma dari potassium dan

magnesium ketika menggunakan kombinasi kedua obat ini (Tatro,

2006 : 348).

k. Aspirin dengan Digoksin

NSAIDs kemungkinan dapat meningktakan konsentrasi

plasma dari digoksin, dengan menurunkan klirens renal. Manajemen

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

10

yang dilakukan adalah memonitor efek farmakologis dari digoksin

dan untuk meningkatkan level plasma.

l. Furosemide dengan Aspirin

Respon diuretic dari furosemide dapat terhambat pada pasien

dengan gangguan sirosis dan ascites. Dalam manajemennya tidak

ada tindakan secara umum, namun pasien dengan sirosis dan ascites

yang menggunakan furosemide (diuretik) dan menerima aspirin

(salisilat) perlu diberikan peringatan (Tatro, 2006 : 642).

m. Aspirin dengan Spironolacton

Aspirin (salisilat) akan menghambat induksi natriuresis oleh

spironolacton. Manajemen yang dapat dilakukan adalah memonitor

tekanan darah dan serum sodium dalam pasien kronik yang

menerima spironolacton dan aspirin. Meningkatkan dosis dari

spironolacton dapat mengembalikan efek interaksi (Tatro, 2006 :

850).

n. Digoksin dengan Spironolacton

Spironolacton memungkinkan dapat meminimalisir dampak

positif inotropic dari digoksin. Dalam serum kadar digoksin

meningkat, serta spironolacton juga dapat mengganggu

radioimmunoassay dari digoksin. Mekanisme efek inotropic positif

dari digoksin dilemahkan oleh efek ionotropik negative

spironolacton. Spironolacton dapat menghalangi sekresi tubular dari

digoksin, menyebabkan kadar dalam plasma meningkat. Manajemen

yang dapat dilakukan adalah perlu menyesuaikan dosis digoksin

pada pemberian bersama dengan spironolacton (Tatro, 2006 : 399)

o. Captopril dengan Diazepam

Beberapa psikotropik (diazepam) dapat menyebabkan efek

hypotensi, terutama dengan kombinasi antihipertensi (captopril).

Manajemennya adalah dengan memberikan perhatian pada

pengobatan ini dengan memonitoring tekanan darahnya selama

pengobatan.

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

11

p. Captopril dengan Amlodipin

Kalsium kanal bloker (amlodipin) dan ACE-inhibitor

(captopril) dimungkinkan dapat menyebabkan efek hypotensi.

Diperlukan memonitoring tekanan darah selama pengobatan.

q. Aspirin dengan Amlodipin

Beberapa kalsium kanal bloker (amlodipin) dapat

menghambat siklooksigenase.Ketika NSAIDs dikombinasikan

dengan amlodipin, peningkatan tekanan darah dapat terjadi.

Manajemen yang dapat dilakukan adalah memonitoring tekanan

darah selama pengobatan.

r. Aspirin dengan Irbesartan

Penggunaan NSAIDs dapat melemahkan efek dari

antihipertensi (irbesartan) dalam reseptor antagonis angiotensis

II.NSAIDs menghambat induksi sintesis prostaglandin di renal.

NSAIDs juga dapat menyebabkan retensi cairan yang berefek pada

tekanan darah.Manajemen yang dapat dilakukan adalah

memonitoring tekanan darah selama pengobatan.

s. Aspirin dengan Insulin

Insulin dapat berpotensi menurunkan serum glukosa.

Konsentrasi dari basal insulin akan meningkat dan respon insulin

untuk mersepon beban glukosa dapat ditingkatkan. Manajemen yang

perlu dilakukan adalah memonitor glukosa dalam darah dan

diperlukan penyesuaian regimen insulin (Tatro, 2006 : 565).

t. Furosemide dengan Ramipril

Efek dari furosemide kemungkinan dapat menurun.Dimana

mekanisme yang terjadi yaitu penghambatan angiotensin II oleh

kaptopril.Manajemen yang perlu dilakukan adlah kekeantalan cairan

dalam tubuh dan berat tubuh pasien harus dimonitor pada pasien

yang mengkonsumsi furosemide bersamaan dengan kaptopril.

(Tatro, 2006 : 635).

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

12

u. Digoksin dengan Ramipril

Kadar digoksin dalam plasma dapat meningkat atau bahkan

menurun. Manajemen yang dapat dilakukan adalah diperlukan

pemantauan rutin untuk toksisitas dari digoksi, serta pemantauan

kadar dalam plasma dapat berguna untuk menentukan apakah

diperlukan adanya penyesuaian dosis atau tidak (Tatro, 2006 : 372)

v. Ranitidine dengan Ketoprofen

Aksi terapeutik dari ketoprofen (NSAIDs) kemungkinan

dapat diubah oleh ranitidine (Histamine H2 Antagonist). Dalam

manajemennya tidak ada tindakan klinik khusus (Tatro, 2006 : 737)

w. Captopril dengan Aspirin

Efek vasodilator dan hipotensi dari captopril (ACE-Inhibitor)

dapat menurun.Dalam mekanisme menghambat system dan sitesis

prostaglandin. Manajemen yang dapat dilakukan adalah jika

dinyatakan ada interaksi maka perlu dilakukan monitoring tekanan

darah dan parameter hemodinamik sebagai indikasi serta

menghentikan penggunaan aspiri jika memungkinkan (Tatro, 2006 :

47)

x. Aspirin dengan Clopidogrel

Clopidogrel berpotensi dalam menghambat agregasi platelet

pada aspirin. Pada studi clinical trial penggunaan aspirin tunggal

terjadi perdarahan pada saluran GI sebesar 0,3%, namun pada

penggunaan clopidogrel dan aspirin secara bersamaan terjadi

peningkatan perdarahan pada GI yang cukup besar yaitu 1,3%.

Manajemen yang dapat dilakukan adalah dengan member perhatian

pada pasien dengan melihat tanda-tanda perdarahan.

B. Rekonsiliasi Obat (Medication Reconciliation)

1. Pelayanan Kefarmasian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 58 tahun 2014

tentang Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

13

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa pelayanan

kefarmasian klinik meliputi :

a. pengkajian dan pelayanan Resep;

b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;

c. rekonsiliasi Obat;

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

e. konseling;

f. visite;

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j. dispensing sediaan steril; dan

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

2. Definisi Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obatmerupakan proses membandingkan instruksi

pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi

dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error)

seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi

obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan

pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan,

serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan

primer dan sebaliknya

3. Tujuan Rekonsiliasi Obat

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:

a. memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan

pasien.

b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya

instruksi dokter.

c. mengidetifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi

dokter.

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

14

4. Tahap Rekonsiliasi Obat

Tahap proses rekonsiliasi obat (medication reconciliation)yaitu :

a. Pengumpulan Data

Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan

digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat

mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi

pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk

data alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat

yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek

yang terjadi, dan tingkat keparahan.

Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien,

keluarga pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan

rekam medic (medication chart).Data obat yang dapat digunakan

tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.Semua obat yang

digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk

herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.

b. Komparasi

Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah,

sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan

adalah ketika ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-

data tersebut.Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang

hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang

didokumentasikan pada rekam medik pasien.Ketidakcocokan ini

dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan

resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak

tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

c. Konfirmasi Kepada Dokter

Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi

kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker

adalah:

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1346/3/LILA BINTARIZKI BAB II.pdf · c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

15

1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau

tidak disengaja.

2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau

pengganti.

3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya

rekonsiliasi obat (medication reconciliation).

d. Komunikasi

Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga

pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang

terjadi.Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang

diberikan.

(MENKES, 2014)

Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016