BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1...

28
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Pengertian TB TB adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. TB tidak hanya menyerang paru namun dapat menyerang organ lain termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama dari penyakit ini adalah mycobacterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smelter & Suzanne, 2001). TB adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobic yang tahan terhadap asam, yang ditularkan melalui udara (Asih, 2003). Menurut Depkes RI penyakit TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ lain. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara yang umumnya menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TB)

2.1.1 Pengertian TB

TB adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.

TB tidak hanya menyerang paru namun dapat menyerang organ lain termasuk

meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama dari penyakit ini

adalah mycobacterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam

yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet

(Smelter & Suzanne, 2001). TB adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan

oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobic yang tahan terhadap asam,

yang ditularkan melalui udara (Asih, 2003). Menurut Depkes RI penyakit TB

adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium

tuberculosis yang menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ lain.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa TB adalah

penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang

ditularkan melalui udara yang umumnya menyerang paru tetapi dapat juga

menyerang organ tubuh lain.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

14

2.1.2 Patofisiologi TB

Pertama kali klien terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis, disebut

sebagai infeksi primer dan biasanya terdapat pada apeks paru atau di dekat pleura

lobus bawah. Tempat infeksi primer ini mrgnalami proses degenerasi nekrotik

(perkejuan) yang menyebabkan pembentukkan rongga yang terisi oleh massa basil

tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati dan jaringan paru nekrotik.

Pada waktunya, material ini mencair dan mengalir ke dalam percabangan

trakheobronkhial dan dibatukkan oleh penderita (Asih, 2003).

Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi

sensitive terhadap protein yang dibuat oleh mycobacterium tuberculosis dan akan

bereaksi positif jika dilakukan tes tuberculin atau tes mantoux. Sebagian besar

tuberkel primer ini sembuh dalam waktu bulanan dengan membentuk jaringan

parut. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali, meski

telah bertahun-tahun dan menyebabkan infeksi sekunder. Sebanyak 90% di

antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya

tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganansan, silikosis, diabetes mellitus dan

AIDS (Mutaqqin, 2008).

2.1.3 Penatalaksanaan TB

Menurut Zain, 2001 dalam Muttaqin (2008), penatalaksanaan dari TB

dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita

(active case finding).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

15

a. Pencegahan TB paru.

Pencegahan TB paru dilakukan dengan pemeriksaan terhadap individu

yang bergauk erat dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi

tes tuberculin, klinis dan radiologis. Bila tes positif, maka pemeriksaan radiologis

diulang 6 dan 12 bulan mendatang.

Selain itu, dilakukan pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelompok

populasi tertentu yang disebut mass chest X-ray. Pemeriksaan ini dilakukan

misalnya kepada karyawan rumah sakit, penghuni rumah tahanan, atau siswa-

siswi asrama. Jika hasil negatif maka akan diberikan vaksinasi BCG sebagai

pencegahan, namun jika hasilnya positif atau pada kasus bayi yang menyusui dari

ibu dengan BTA positif, maka akan diberikan kemoprofilaksis dengan

menggunakan INH 5mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan

atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.

Selain pemeriksaan tersebut, tentunya pencegahan yang sangat diperlukan

adalah informasi dan edukasi tentang penyakit TB kepada masyarakat. Dengan

memberikan edukasi yang benar, diharapkan masyarakat lebih mengetahui tentang

pencegahan TB dan juga pengobatan.

b. Pengobatan TB

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)

dan fase lanjutan (4-7 bulan). Untuk program nasional pembatasan TB paru,

WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

16

tersebut didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Kategori

dalam penyakit TB dibagi menjadi empat yaitu:

1. Kategori I

Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan

sputum negatif tetapi memiliki kelainan paru yang luas, TB usus, TB saluran

perkemihan, dan sebagainya. Dimulai dengan fase 2 HRZS (E) obat diberikan

setiap hari selama dua bulan. Jika setelah dua bulan pengobatan, sputum menjadi

negatif, maka dilanjutkan dengan fase lanjutan. Jika setelah dua bulan, hasil

sputum tetap positif, maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu setelah fase

intensif pertama, kemudian dilanjutkan dengan fase lanjutan tanpa melihat hasil

sputum berikutnya.

2. Kategori II

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.

Fase intensif HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase intensif sputum berubah menjadi

negative, maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah pengobatan selama tiga

bulan sputum tetap positif, maka pengobatan dihentikan 2-3 hari. Kemudian uji

resistensi lalu pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan.

3. Kategori III

Kategori III adalah kasus dengan sputum negative tetapi kelainan parunya

tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebutkan dalam kategori I.

pengobatan yang diberikan 2HRZ/6 HE, 2HRZ/4 HR, 2HRZ/4 H3R3.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

17

4. Kategori IV

Kategori IV adalah TB kronis. Prioritas pengobatan rendah karena

kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Untuk negara kurang mampu dari

segi kesehatan masyarakat, dapat diberikan H saja seumur hidup. Untuk Negara

maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu), dapat dicoba pemberian

obat berdasarkan uji resisten atau obat lapis kedua seperti Quinolon, Ethioamide,

Sikloserin, Amikasin, Kanamisin, dan sebagainya. (Muttaqin, 2008)

2.1.4 Resistensi Terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Hasil surveilans global menjelaskan bahwa mycobacterium tuberculosis

yang resisten terhadap OAT telah menyebar dan menjadi ancaman terhadap

program pengendalian TB di berbagai negara. Kegagalan pada pengobatan akan

menyebabkan lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman mycobacterium

tuberculosis. Kegagalan ini tidak hanya merugikan pasien tetapi juga

meningkatkan penularan pada masyarakat. Resistensi OAT adalah suatu fenomena

akibat pengobatan penderita TB yang tidak adekuat. Faktor penyebab resistensi

OAT terhadap kuman mycobacterium tuberculosis antara lain: 1). faktor

mikrobiologik, diantaranya resistensi yang natural, didapat, amplifier effect,

virulensi kuman, atau tertular kuman yang telah MDR; 2). Faktor klinik,

diantaranya pengobatan yang tidak lengkap, kualitas obat yang kurang baik, obat

tidak dapat diserap dengan baik misalkan rifampisin yang diminum sebelum

makan atau pada saat diare, ketersediaan obat yang tidak adekuat, kurangnya

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

18

pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

(Soepandi,2008)

Secara umum resistensi terhadap obat anti tuberculosis dibagi menjadi:

a. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat

pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1

bulan

b. Resistensi initial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah

ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau tidak

c. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat

pengobatan OAT minimal 1 bulan.

Kategori resistensi obat anti TB adalah sebagai berikut:

a. Mono resistance : kekebalan terhadap salah satu obat OAT

b. Poly resistance : kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain

kombinasi isoniazid dan rifampisin

c. Multidrug resistance (MDR) : kekebalan terhadap sekurang-

kurangnya isoniazid dan rifampicin

d. Extensive drug resistance (XDR) : TB-MDR ditambah kekebalan

terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah

satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisisn, dan amikasin).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

19

2.2 Kepatuhan Berobat

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti,

disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Sari (2011), adalah tingkat perilaku

penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam

menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Menurut sacket

(Ester,2000), kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Secara umum, istilah

kepatuhan (compliance atau adherence) didefinisikan sebagai ukuran sejauh mana

pasien mengikuti instruksi-instruksi atau saran medis (Sabate, 2001; Dusing,

Lottermoser & Mengden, 2001).

Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

berobat adalah perilaku pasien taat dan disiplin dalam mengikuti seluruh instruksi-

instruksi yang diberikan oleh professional kesehatan yang berhubungan dengan

pengobatan yang sedang dijalani.

2.2.1 Kepatuhan Berobat Pada Pasien TB

Menurut Snider dikutip Aditama (dalam Khoiriyah, 2009) menyatakan

bahwa salah satu indikator kepatuhan dalam pengobatan TB adalah datang atau

tidaknya penderita setelah mendapat anjuran untuk kontrol kembali. Seseorang

penderita akan dikatakan patuh jika dalam proses pengobatan penderita meminum

obat sesuai dengan aturan paket obat dan tepat waktu dalam pengambilan obat.

Menurut University of south Australia tipe-tipe ketidakpatuhan pasien

antara lain: (1) Tidak meminum obat sama sekali; (2) Tidak meminum obat dalam

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

20

dosis yang tepat (terlalu kecil/ terlalu besar); (3) Meminum obat untuk alasan

yang salah; (4) Jarak waktu meminum obat yang kurang tepat; (5) Meminum obat

lain di saat yang bersamaan sehingga menimbulkan interaksi obat. Berikut adalah

jumlah obat dan waktu minum obat pada pasien TB.

a. Jumlah obat

Panduan OAT yang digunakan oleh program nasional penanggulangan

TB di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 364/MENKES/SK/V/2009 yaitu:

1. Kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3

Obat ini diberikan untuk pasien baru dengan BTA positif, pasien TB paru

BTA negative namun foto toraks positif atau pasien TB ekstra paru

Tabel 1 Dosis Untuk panduan OAT KDT untuk kategori 1

Berat

Badan

Tahap intensif

tiap hari selama 56 hari RHZE

(150/75/400/275)

Tahap lanjutan

3 kali seminggu selama 16

minggu

RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Sumber: KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

21

Tabel 2 Dosis Untuk panduan OAT Kombipak untuk kategori 1

Dosis per hari/kali

Tahap

pengobatan

Lama

Pengobatan

Tablet

Isoniazid

@300

mg

Kaplet

rifampisin

@450 mg

Tablet

pirazinamid

@500 mg

Tablet

etambutol

@250 mg

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 1 1 - - 48

Sumber: KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009

2. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya namun kambuh, gagal atau pasien dengan pengobatan setelah putus

obat (default)

Tabel 3 Dosis Untuk panduan OAT KDT untuk kategori 2

Berat

Badan

Tahap intensif

tiap hari RHZE

(150/75/400/275) + S

Tahap lanjutan

3 kali seminggu selama

16 minggu

RH (150/150)

Selama 56 hari Selama 28 hari

30-37 kg 2 tablet 4 KDT + 500mg

streptomisin inj

2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT + 2 tablet

etambutol

38-54 kg 3 tablet 4 KDT + 750mg

streptomisin inj

3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT + 3 tablet

etambutol

55-70 kg 4 tablet 4 KDT + 1000mg

streptomisin inj

4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT + 4 tablet

etambutol

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT + 1000mg

streptomisin inj

5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT + 5 tablet

etambutol Sumber: KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

22

Tabel 4 Dosis Untuk panduan OAT Kombipak untuk kategori 2

Dosis per hari/kali

Tahap

pengobatan

Lama

Pengobatan

Tablet

Isoniazid

@300 mg

Kaplet

rifampisin

@450 mg

Tablet

pirazinamid

@500 mg

Tablet

etambutol

@250 mg

Tablet

etambutol

@400 mg

Strepto

misin inj

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Intensif

(dosis

harian)

2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,75 gr

56

28

Lanjutan

(Dosis 3x

seminggu)

4 bulan 2 1 - 1 2 60

Sumber: KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009

3. OAT Sisipan (HRZE)

Panduan obat ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir

pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Pada sisipan kombinasi dosis tetap

(KDT) adalah sama seperti panduan paket unutk tahap intensif kategori 1 yang

diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 5 Dosis Untuk paduan OAT KDT untuk sisipan

Berat Badan

Tahap intensif

tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4 KDT

38-54 kg 3 tablet 4 KDT

55-70 kg 4 tablet 4 KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT

Sumber: KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

23

Tabel 6 Dosis Untuk paduan OAT Kombipak untuk sisipan

Dosis per hari/kali

Tahap

pengobatan

Lama

Pengobatan

Tablet

Isoniazid

@300

mg

Kaplet

rifampisin

@450 mg

Tablet

pirazinamid

@500 mg

Tablet

etambutol

@250 mg

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 1 1 - - 48

Sumber: KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009

b. Waktu minum obat

Semua OAT diminum malam hari sebelum tidur atau setidaknya satu jam

sebelum makan. Makanan dapat mengganggu penyerapan obat OAT sehingga

baik diminum dalam keadaan lambung kosong (Smeltzer&Bare, 2002).

Pengobatan TB diberikan dalam dua fase yaitu: (1) fase intensif yang

menggunakan isoniazid yang dikombinasikan dengan rifampisin dan pirazinamida

selama dua bulan, yang ditujukan untuk menghancurkan sejumlah besar organism

yang berkembang biak dengan cepat. Pada fase ini, pasien mendapat obat setiap

hari dan perlu kepatuhan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan kegagalan

penyembuhan. (2) fase rumatan atau lanjutan menggunakan isoniazid bersama

rifampisisn selama 4 bulan. Fase ini ditujukan untuk memusnahkan basil yang

masih tersisa. Kultur sputum digunakan untuk mengevaluasi pengobatan. Tahap

lanjutan sangat penting untuk mencegah kekambuhan (Asih, 2003).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

24

2.2.2 Alat Ukur Tingkat Kepatuhan

Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat dievaluasi dengan berbagai

metode (Dȕsing, Lottermoser dan Mengden, 2001)

a. Medication Event Monitoring Systems (MEMS)

Metode ini menggunakan wadah obat khusus yang dilengkapi dengan

mikrosirkuit yang mengirim data ke komputer setiap wadah tersebut dibuka dan

ditutup. Oleh karena itu, MEMS dapat mengukur kepatuhan pasien dengan tepat.

Namun, kekurangan MEMS adalah memerlukan biaya yang cukup besar dalam

pelaksanaannya.

b. Pill count (Hitung pil)

Pengukuran kepatuhan dengan metode ini dilakukan dengan menghitung

sisa obat yang tidak dihabiskan oleh pasien. Kelemahan metode ini adalah mudah

dimanipulasi oleh pasien.

c. Refilling (Pengisian ulang)

Pada pengukuran ini, obat diberikan seluruhnya pada pasien, tetapi dalam

jangka waktu tertentu pasien harus kembali ke petugas untuk mendapatkan stok

untuk selanjutnya. Metode ini dapat membantu untuk mengetahui diskontinyu

obat.

d. Chemical markers (Penanda kimia)

Pengukuran kepatuhan dilakukan dengan menggunakan penanda kimia,

seperti digoksin dan fenobarbital, dalam dosis kecil yang dimasukkan ke dalam

obat yang diresepkan.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

25

e. Self report (Laporan diri)

Evaluasi kepatuhan dengan metode ini biasanya menggunakan kuesioner

sebagai data primer. Pasien ditanya mengenai pernah tidaknya lupa meminum

obat kepada orang lain, dan sebagainya.

Dibandingkan dengan seluruh metode pengukuran kepatuhan pasien,

perhitungan sisa pil, pengisian ulang dan penggunaan kuesioner merupakan cara

yang paling sederhana. Namun demikian, kuesioner dianggap lebih baik untuk

mengevaluasi kepatuhan karena dapat mengetahui sikap dan pandangan pasien

terhadap pengobatan yang dijalani (Osterberg, Lars, Terrence Blaschke, 2005).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengobatan

Green dan Kreuter mengajukan sebuah kerangka teori (teori Green)

yang mempelajari mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku sehat

seseorang . Teori ini mencakup 3 faktor yakni, faktor predisposisi, factor

pemungkin (enabling factor), dan factor penguat (reinforcing factor). Teori ini

sangat tepat untuk meneliti perilaku kesehatan individu dengan penyakit

kronik, salah satunya adalah kepatuhan pada pengobatan TB.

a. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan

masyarakat, yang mempermudah individu untuk berperilaku. Faktor predisposisi

tersebut adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, keyakinan dan

kebiasaan. Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus/objek (Notoatmodjo, 2007).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

26

Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Panjaitan, 2010)

menyebutkan bahwa salah satu faktor yang membentuk sikap seseorang adalah

kepribadian. Ahli psikologi telah menyelidiki tentang hubungan antara

pengukuran-pengukuran kepribadian dan kepatuhan. Orang-orang yang tidak

patuh adalah orang-orang yang lebih tinggi dalam mengalami depresi, ansietas,

memiliki ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan

perhatian pada dirinya sendiri. Blumenthal mengatakan bahwa ciri-ciri

kepribadian yang disebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang cenderung

tidak patuh (drop out) dari program pengobatan (Risty, 2009).

Kepercayaan, nilai-nilai, dan keyakinan merupakan faktor-faktor personal

yang selalu mempengaruhi persepsi seseorang terhadap situasi yang dihadapi

sehingga akan mempengaruhi reaksinya terhadap situasi tersebut. Nantinya

gabungan dari ketiga factor ini akan menimbulkan reaksi yang berbeda-beda

tergantung pada orientasi kehidupan masing-masing individu yang disebut Rotter

sebagai Locus of control.

b. Faktor Pemungkin (Enabling factors)

Merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku seperti yang

terwujud dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedia fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan.

c. Faktor Penguat atau Faktor Pendorong (Reinforsing factors)

Merupakan faktor yang menguatkan perilaku seperti terwujud dalam

sikap seperti dukungan dari tenaga kesehatan serta dukungan dari keluarga atau

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

27

suami merupakan koordinasi referensi dalam perilaku masyarakat. (Notoatmodjo,

2003).

2.3.1 Kepribadian

a. Pengertian

Menurut Murray (dalam Hall&Lindzey, 1993) kepribadian adalah fungsi

yang menata atau mengarahkan dalam diri individu. Tugas-tugasnya meliputi

mengintegrasikan konflik-konflik dan rintangan-rintangan yang dihadapi individu,

memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dan menyusun rencana-rencana untuk

mencapai tujuan di masa mendatang. Feist&Feist (2009) mengatakan bahwa

kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat

dan pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi

melakukan sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan

proses serta struktur dan perkembangan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Allport (1951) mengatakan bahwa bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis

dalam individu sebagi system psikofisik yang menentukan caranya yang khas

dalam menyeseuaikan diri terhadap lingkungan (Krisnawati, 2012).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa, kepribadian

adalah satu kesatuan system psikologis dan fisik yang berada dalam diri individu

yang terlihat maupun tidak terlihat yang mengarahkan seseorang untuk mencapai

tujuan di masa yang akan datang.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

28

b. Pembentukan kepribadian

Menurut Murray, masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang

semuanya mempunyai bobot yang setara dalam menentukan tingkah laku,

sehingga motivasi tak sadar menjadi tidak terlalu penting. Pembentukan

kepribadian menurut Murray adalah sebagai berikut:

Id: seperti Freud, Murray memandang Id sebagai gudang semua

kecenderungan impulsif yang dibawa sejak lahir. Id menguasai energi dan

mengarahkan tingkah laku, sehingga menjadi dasar kekuatan motivasi

kepribadian. Id bukan hanya berisi impuls primitif, amoral dan kenikmatan, tetapi

juga berisi impuls yang dapat diterima baik dan diharapkan masyarakat seperti

empati, cinta dan memahami lingkungan.

Ego: Murray memberi peran ego jauh lebih luas dari Freud. Sebagai unsur

rasional dari kepribadian, ego bukan hanya melayani, mengubah arah dan

menunda impuls id yang tak terima, tetapi ego juga menjadi pusat pengatur semua

tingkahlaku, secara sadar merencanakan tingkah laku, mencari dan membuat

peluang untuk memperoleh kepuasan id yang positif.

Superego: Murray menekankan pentingnya pengaruh kekuatan lingkungan

sosial atau kultur dalam kepribadian. Seperti Freud dia memandang superego

sebagai internalisasi nilai-norma-moral kultural pada usia dini, yang kemudian

dipakai untuk mengevaluasi tingkah laku diri dan orang lain. Superego terus

menerus berkembang sepanjang hayat merefleksi pengalaman manusia yang

semakin dewasa semakin kompleks dan canggih.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

29

c. Tipe Kepribadian

Kepribadian pertama kali disusun secara sistematis oleh Hippocrates, yang

membagi tipe kepribadian seseorang berdasarkan cairan tubuh seseorang. Empat

cairan itu, darah (blood), empedu kuning (yellow bile), lendir (phlegm) dan

empedu hitam (black bile), masing-masing dipercaya berhubungan erat dengan

tipe perilaku yang berbeda. Kelebihan darah membuat seseorang menjadi

sanguin, empedu kuning menghasilkan sifat kolerik, lendir secara alamiah akan

menghasilkan penampilan yang flegmatik, dan empedu hitam berhubungan

dengan sifat seseorang yang melankolik. Teori ini masih digunakan hingga abad

pertengahan bahkan sampai hari ini, kata-kata sanguine, phlegmatic, choleric dan

melancholic masih umum digunakan.

Pada awal 1920an, seorang ahli psikologi flamboyan dari Amerika Serikat,

William Moulton Marston, mengembangkan teori untuk menjelaskan respon

emosional seseorang. Sampai pada masa itu, pekerjaan sejenis ini umumnya

terbatas pada orang-orang yang sakit secara mental atau perilaku kriminal, dan

kali ini Marston bermaksud mengembangkan ide ini mencakup kepribadian orang-

orang biasa atau normal. Penelitiannya dilakukan dengan cara mengukur empat

faktor penting, yaitu Dominance, Influence, Steadiness dan Compliance, yang

kemudian dikenal sebagai DISC. Pada 1926, Marston menerbitkan penemuannya

dalam sebuah buku terkenal yang berjudul The Emotions of Normal People, yang

juga berisikan sebuah deskripsi singkat tentang berbagai pengujian dan percobaan

yang telah dikembangkannya.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

30

DISC mengukur empat faktor perilaku seseorang, yaitu: Dominance,

Influence, Steadiness dan Compliance. Model DISC Marston menyimpulkan

bahwa apa yang cenderung orang pikirkan, rasakan dan lakukan adalah hasil dari

kepribadian. Ini merupakan suatu konstruksi yang cukup kompleks, dan tidak

mudah digambarkan dengan satu kata saja, tetapi dapat dikelompokkan sebagai

unsur ketegasan (assertiveness), komunikasi (communication), kesabaran

(patience) dan terstruktur (structure).

Orang-orang tinggi di sifat dominance berpikir secara mandiri, ambisius,

dan mengambil keputusan dengan cepat dan aktif untuk memecahkan masalah.

Dominan suka berkompetisi dan menikmati tantangan. Mereka memiliki

kebutuhan yang kuat untuk mencapai dan mencoba untuk mempertahankan

kontrol atas lingkungan di mana mereka tinggal dan bekerja.

Orang-orang yang memiliki sifat Influence memiliki sifat dasar menghibur

dan sosial. Mereka ingin berpartisipasi dalam kelompok dan mengandalkan

keterampilan sosial mereka sebagai sarana utama untuk menyelesaikan sesuatu.

Sangat ekstrovert, orang-orang ini ramah dan pandai bergaul. Mereka memiliki

dorongan untuk bertemu dan berbicara dengan orang lain, dan mereka bahkan

mencoba untuk membawa orang-orang yang kurang bersosialisasi bersama-sama.

Orang-orang yang bersifat Steadiness memiliki sifat dasar gigih dan sabar .

Mereka memiliki hidup yang stabil dan tidak suka kejutan. Mereka sering

menunjukkan loyalitas kuat untuk orang di sekitar mereka. Orang steady

menempatkan nilai tinggi pada ketulusan, mereka biasa mengatakan kebenaran

dan mengharapkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Individu yang

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

31

stabil memiliki tingkat ketekunan yang luar biasa, sangat sulit untuk memulai

sesuatu yang baru dan melakukan perubahan. Ingin semuanya berjalan dengan

tenang sehingga cenderung lambat dan tidak suka dikejar atau ditargetkan sesuatu.

Orang-orang yang bersifat compliance memiliki sifat dasar presisi dan

akurasi. Mereka memiliki pola pikir terstruktur dan detail, dan mereka fokus pada

fakta-fakta. Mereka menganggap tradisi dan etiket sebagai sangat penting dan

akan memperluas upaya besar untuk mendukung adat istiadat tersebut. Mereka

cenderung menggunakan pendekatan sistematis untuk kegiatan mereka, dan akan

bersikeras pada penggunaan aturan untuk mengelola atau mengendalikan

lingkungan mereka. Hal ini dapat menyebabkan orang lain melihat mereka

sebagai orang yang patuh dan disiplin.

Gambar 1 empat model sifat pada perilaku manusia menurut DISC (Bradbery,2007).

The four temperament model of human behavior

Active/task-oriented

“D” – directing, driving,

demanding, dominating,

determined, decisive,

doing

Active/people-oriented

“I” – inspiring,

influencing, inducing,

impressing, interactive,

interested in people.

Passive/task-oriented

“C” – cautious,

competent, calculating,

compliant, careful,

contemplative.

Passive/task-oriented

“S” – steady, stable, shy,

security-oriented,

servant, submissive,

specialist

D I

S C

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

32

d. Alat Ukur Tipe Kepribadian DISC

Alat yang digunakan untuk mengukur tipe kepribadian adalah DISC

personal profile system atau yang dalam bahasa indoesia sudah diterjemahkan

menjadi Marston Model Indonesia (MMI). Alat ukur ini terdiri dari 24 kotak yang

masing-masing kotaknya berisi empat pernyataan yang mewakili empat dimensi

tipe kepribadian DISC. Keempat kuadran itu adalah dominance, influence,

steadiness dan compliance. Alat ukur ini diciptakan sendiri oleh William Moulton

Marston yang digunakan untuk memeriksa tingkah laku individu di dalam

lingkungannya atau di dalam situasi yang spesifik.

Pada setiap kotak terdapat empat pernyataan yang harus dipilih oleh subjek,

dimana terdapat dua bagian pilihan yaitu yang paling menggambarkan diri subjek

dan yang paling tidak menggambarkan diri subjek. Jadi pada tiap item, subjek

harus memilih satu dari empat pernyataan tersebut yang paling menggambarkan

dirinya dan satu pernyataan yang paling tidak menggambarkan dirinya. Setiap

pernyataan yang dipilih bernilai satu dan akan dimasukkan ke kolom total skor

sesuai dengan dimensi yang diwakili oleh pernyataan tersebut. Jumlah total

pernyataan yang paling menggambarkan subjek akan dimasukkan ke kolom most

(grafik public self) dan pernyataan yang paling tidak menggambarkan dirinya

akan dimasukkan ke kolom least (grafik private self). Setelah mendapatkan total

skor dari masing-masing dimensi, maka total skor pada kolom most dikurangi

dengan total skor pada kolom least. Skor yang diperoleh dari selisih ini disebut

scaled score. Scaled score inilah yang akan dikonversikan ke dalam grafik

perceived self yang menggambarkan kecenderungan kepribadian seseorang yang

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

33

mengkombinasikan respon yang dipelajari dari masa lalu subjek dengan tingkah

laku yang diharapkan dari lingkungan subjek (Kory, 2008). Dimensi yang

memiliki skor tertinggi antara steadiness dan compliance pada grafik perceived

self akan dijadikan tipe kepribadian responden pada penelitian ini.

e. Hubungan Tipe Kepribadian dengan Tingkat Kepatuhan

Menurut Dinicola Da Dimatteo dalam Niven (2002), mengemukakan lima

rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien yaitu:

1. Menumbuhkan kepatuhan dengan mengembangkan tujuan kepatuhan.

Pasien akan dengan senang hati mengungkapkan tujuan kepatuhannya, jika

pasien memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap tujuan tersebut serta adanya

dukungan dari keluarga dan teman terhadap keyakinannya tersebut.

2. Mengembangkan strategi untuk merubah perilaku dan mempertahankannya

Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap dirinya,

evaluasi diri dan penghargaan terhadap perilaku yang baru tersebut.

3. Mengembangkan kognitif

Pengembangan kognitif tentang masalah kesehatan yang dialami, dapat

membuat pasien menyadari masalahnya dan dapat menolong mereka berperilaku

positif terhadap kepatuhan.

4. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga

lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

34

program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas yang disebabkan oleh

penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan.

Sesuai dengan teori tersebut, maka tipe kepribadian berguna untuk

mengetahui kecenderungan pola pikir dan perilaku seseorang. Selain itu, tipe

kepribadian juga berguna untuk mengetahui kelemahan, kelebihan dan juga

bagaimana orang tersebut ingin diperlakukan. Sehingga menumbuhkan kepatuhan

dengan mengembangkan tujuan kepatuhan dan mengembangkan strategi untuk

merubah perilaku dan mempertahankannya akan lebih mudah dilakukan jika

perawat mengetahui kepribadian pasiennya. Dengan mengetahui kepribadian

pasien, perawat akan lebih mudah melakukan pendekatan dan mendapatkan

kepercayaan dari pasiennya karena perawat mampu memberikan respon yang

tepat sesuai dengan keinginan dan harapan dari pasien tersebut.

Mufida, 2012 dalam penelitiannya berjudul “Perbedaan Burn Out Ditinjau

Dari Gaya Kepribadian Dominance, Influence, Steadiness dan Compliance” dari

total 198 responden, 97 diantaranya memiliki tipe kepribadian steadiness dan 53

lainnya adalah compliance, sedangkan 23 orang dengan tipe kepribadian dominant

dan 25 orang dengan tipe kepribadian interpersonal. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa, tipe kepribadian steadiness cenderung mengalami burn out

sedang, sedangkan tipe kepribadian compliance cenderung mengalami burn out

ringan.

Setiarini, 2010 dalam penelitiannya berjudul ”Hubungan Antara Tipe

Kepribadian Dengan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Program A Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara” mengatakan bahwa ditemukan bahwa

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

35

tipe kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku seseorang dalam mengikuti

instruksi-instruksi serta pelajaran di kampus sehingga mempengaruhi prestasi

belajar mahasiswa. Nilai OR terbesar adalah koleris yaitu 3,750 dengan

pembanding tipe kepribadian plegmatis yang menunjukkan bahwa koleris

mempunyai peluang 3,75 kali lebih tinggi untuk mendapatkan prestasi sangat

memuaskan dari pada plegmatis.

Dengan mengetahui tipe kepribadian dapat membantu untuk lebih

mengenal diri sendiri, lebih fokus pada wilayah pengembangan diri, memahami

orang lain dan menyesuaikan diri dengan berbagai macam tipe kepribadian orang

dan untuk lebih percaya diri. DISC juga berguna agar seseorang mampu

memetakan wilayah masalah, akar konflik, dan tingkat stress (dari dalam diri atau

disebabkan oleh lingkungan) secara akurat dan mendeteksi sebab konflik utama

dalam hubungan (Kristanto,2012).

2.3.2 Health Locus Of Control

a. Pengertian

Locus of control pertama kali dirumuskan oleh Julian Rotter. Locus of

control menurut Petri (1980) merupakan konsep yang secara khusus berhubungan

dengan harapan individu mengenai kemampuannya untuk mengendalikan penguat

yang menyertai perilaku. Pendapat ini diperkuat oleh Rotter (1966) yaitu pada

dasarnya locus of control menunjuk pada keyakinan atau harapan-harapan

individu mengenai sumber penyebab peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam

hidupnya (Widodo, 2007).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

36

Munandar (2004) menyatakan bahwa health locus of control sebagai

keyakinan atau harapan individu mengenai sumber penyebab peristiwa yang

terjadi dalam hidupnya, yaitu kecenderungan untuk merasa apakah peristiwa itu

dikendalikan dari dalam dirinya (internal) atau dari luar dirinya seperti

keberuntungan, nasib, kesempatan, kekuasaan orang lain dan kondisi yang lain

yang dapat dikuasai (eksternal)

Menurut Sweeting (dalam Mandasari, 2012) health locus of control

menggambarkan derajat keyakinan yang dimiliki individu dalam mempersepsi

kualitas kesehatan dirinya sebagai hasil dari tindakannya sendiri, sehingga dapat

dikontrol, atau sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan perilakunya

sendiri, sehingga berada di luar kontrol dirinya.

Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli, maka dapat disimpulkan

bahwa health locus of control adalah suatu keyakinan yang dimiliki individu

terhadap kemampuannya dalam mengontrol kesehatan dirinya.

b. Dimensi Health Locus of Control

Pada mulanya Rotter melihat locus of control sebagai hal yang bersifat

unidimensional (internal dan eksternal). Namun pada tahun 1973, Levenson

mengembangkan konsep locus of control dan membaginya menjadi tiga dimensi

independent yaitu: internalisasi (internality), powerful other, dan chance. Menurut

model Levenson, seseorang dapat memunculkan masing-masing dimensi locus of

control secara independen dalam waktu yang sama (Zawawi dalam Tektonika,

2012).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

37

Levenson (1973) dalam Tektonika (2012), mengungkapkan bahwa

individu yang memiliki orientasi ke arah internal locus of control akan memiliki

keyakinan yang kuat bahwa semua kejadian atau peristiwa yang terjadi pada

dirinya ditentukan oleh usaha dan kemampuannya sendiri. Individu yang memiliki

orientasi pada locus of control eksternal dapat dikelompokkan menjadi dua

kategori, yaitu individu yang meyakini bahwa kehidupan dan peristiwa yang

mereka alami ditentukan oleh orang-orang yang lebih berkuasa yang berada

disekitarnya (powerful other), dan individu yang meyakini bahwa kehidupan dan

peristiwa yang mereka alami ditentukan oleh takdir, nasib keberuntungan serta

adanya kesempatan (chance).

Wallston, Wallston & DeVellis (1978) dalam Mandasari (2012) membagi

dimensi Health Locus of Control menjadi:

1. Internal health locus of control (IHLC)

Merupakan pandangan seseorang yang meyakini bahwa kendali atas

kejadian-kejadian dalam hidupnya termasuk kualitas kesehatannya ditentukan

oleh kemampuan dirinya sendiri.

2. Powerful others health locus of control (PHLC)

Merupakan pandangan seseorang yang meyakini bahwa kendali atas

kejadian-kejadian dalam hidupnya termasuk kesehatannya ditentukan oleh orang

lain yang lebih berkuasa.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

38

3. Chance health locus of control (CHLC)

Merupakan pandangan seseorang yang meyakini bahwa kendali atas

kejadian-kejadian dalam hidupnya termasuk kesehatannya ditentukan oleh nasib,

peluang dan keberuntungan.

c. Alat Ukur Health Locus of Control

Wallston dan Wallston memperkenalkan konsep keyakinan kendali yang

berhubungan dengan kesehatan sebagai suatu konsep multidimensional yang

disebut health locus of control. Multidimentional health locus of control scales

(MHLC) yang disusun oleh Wallston, menyebutkan bahwa health locus of control

merupakan tingkat kepercayaan subyek terhadap kesehatan yang dilihat dari aspek

internal health locus of control dan eksternal health locus of control (Wallston,

K.A., Wallston, B.S, 1998).

Wallston mengatakan pada akhir penyelesaian kuisioner, tidak ada total

skor MHLC, karena tidak ada batas yang memisahkan antara internal dan

eksternal. Hasil dari kuisioner ini nantinya berupa internal tinggi, atau eksternal

tinggi. Internal tinggi belum tentu eksternal rendah, dan begitu juga sebaliknya

eksternal rendah tidak sama dengan internal tinggi. Dalam konsep ini tidak ada

seorang pun yang benar-benar internal atau eksternal. Seseorang bisa berada di

sepanjang garis yang menghubungkan kutub internal dan eksternal.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah form A MHLC yang

memiliki 18 item pernyataan yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dengan menggunakan model skala likert. Model asli dari skala MHLC

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

39

menggunakan enam pilihan jawaban yaitu “sangat tidak setuju”, “agak tidak

setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, “agak setuju” dan “sangat setuju”.

Pengukuran pada MHLC menggunakan aspek-aspek sebagai berikut:

1. aspek keyakinan kendali terhadap kesehatan yang berkarakteristik internal

secara langsung.

2. aspek keyakinan kndali terhadap kesehatan yang berkarakteristik eksternal

yaitu faktor nasib (chance) dan orang lain yang lebih berkuasa (powerful others).

Tabel 7 panduan skoring pada MHLC Form A

Sub skala Kemungkinan skor Nomor soal

Internal 6 - 36 1, 6, 8, 12, 13, 17

Chance 6 - 36 2, 4, 9, 11, 15, 16

Powerful Others 6 - 36 3, 5, 7, 10, 14, 18 Sumber: http://www.nursing.vanderbilt.edu/faculty/kwallston/mhlcscales.htm

Setelah responden menyelesaikan 18 item pernyataan tersebut, maka nilai

setiap item akan dimasukkan ke kolom skoring sesuai dengan sub skala yang

diwakili oleh item tersebut. Sub skala yang memiliki skor tertinggi akan

digunakan sebagai health locus of control responden pada penelitian ini.

d. Hubungan Health Locus of Control dengan Tingkat Kepatuhan

Perkembangan locus of control menurut monks (1987) dalam nurhalimah

dan muslimah (2013) dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu lingkungan sosial

dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial pertama adalah keluarga. Apabila tingkah

laku anak di dalam keluarga mendapatkan respon, anak akan merasakan sesuatu

dalam lingkungannya. Dengan dernikian, tingkah laku itu menimbulkan motif

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9298/3/bb85b36cb14db5420747c8389c23583c.pdf18 pengawasan terhadap pengobatan dan dosis obat yang tidak tepat.

40

yang dipelajari dan merupakan awal terbentuknya internal locus of control.

Sebaliknya, jika tingkah lakunya tidak mendapatkan reaksi, anak akan merasa

bahwa perilakunya tidak mempunyai akibat apapun, anak merasa tidak dapat

menentukan akibatnya, keadaan di luar dirinyalah yang menentukan. Pengalaman

ini akan mendorong perkembangan ke arah eksternal locus of control.

Noviarini (2012) menyatakan bahwa dimensi internal-external

locus of control dari Rotter memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa

memperhatikan asal tujuan tersebut. Bagi seseorang yang mempunyai internal

locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan,

dan perilaku individu turut berperan didalamnya. Pada individu yang mempunyai

external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat

diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu

tidak akan mempunyai peran didalamnya.

Individu yang mempunyai external locus of control

diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada

orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan

Sementara itu individu yang mempunyai internal locus of control

diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan

diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya

situasi yang menguntungkan.