BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of The Art · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of The Art...

50
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of The Art Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan substansi dari penelitian ini disajikan dalam rangkuman state of the art seperti pada Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan 1 The Cloudy Future of Government IT: Cloud Computing and The Public Sector Around The World Wyld, David C., (2010) Studi Literatur Pendekatan : Deskriptif Kualitatif Cloud Computing sebagai suatu peluang untuk peningkatan manfaat bisnis melalui eleminasi redudansi, peningkatan agilitas dan penyediaan jasa TIK dengan potensi biaya yang lebih murah. 2 Towards a Government Public Cloud Model: The Case of South Africa Mvelase, P. S., et al. (2013) Studi Literatur Review Cloud Computing pada negara-negara yang sudah mengimpelemen- tasikannya Integrasi dan interoperabilitas merupakan isu utama dalam rangka keberhasilan pembangunan e-government. 3 Prototype cloud computing for e-government in Indonesia Hariguna, Taqwa (2011) Service Oriented Architecture (SOA) Cloud Computing dapat digunakan sebagai referensi untuk mengurangi kegagalan e-government yang disebabkan oleh keterbatasan SDM serta biaya infrastruktur yang mahal, melalui penggunaan model Service Oriented Architecture (SOA) dimana hal ini akan memberikan solusi baru untuk e-government di Indonesia

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of The Art · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of The Art...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 State of The Art

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan

substansi dari penelitian ini disajikan dalam rangkuman state of the art seperti

pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi

No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan

1 The Cloudy Future of

Government IT: Cloud

Computing and The Public

Sector Around The World

Wyld, David C., (2010)

Studi Literatur

Pendekatan : Deskriptif

Kualitatif

Cloud Computing sebagai

suatu peluang untuk

peningkatan manfaat bisnis

melalui eleminasi redudansi,

peningkatan agilitas dan

penyediaan jasa TIK dengan

potensi biaya yang lebih

murah.

2 Towards a Government

Public Cloud Model: The

Case of South Africa

Mvelase, P. S., et al. (2013)

Studi Literatur

Review Cloud

Computing pada

negara-negara yang

sudah

mengimpelemen-

tasikannya

Integrasi dan interoperabilitas

merupakan isu utama dalam

rangka keberhasilan

pembangunan e-government.

3 Prototype cloud computing

for e-government in

Indonesia

Hariguna, Taqwa (2011)

Service Oriented

Architecture (SOA)

Cloud Computing dapat

digunakan sebagai referensi

untuk mengurangi kegagalan

e-government yang

disebabkan oleh keterbatasan

SDM serta biaya infrastruktur

yang mahal, melalui

penggunaan model Service

Oriented Architecture (SOA)

dimana hal ini akan

memberikan solusi baru untuk

e-government di Indonesia

12

Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi (Lanjutan )

No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan

4 An Innovative Approach for

E-Government

Transformation

Al-Khouri, Ali M. ( 2011)

Studi Literatur

Review penerapan

e-gov di berbagai

Negara.

Pendekatan Deskriptif

Kualitatif

e-gov merupakan sebuah

pembaharuan konsep

(rekonseptualisasi) dari suatu

layanan yang ditawarkan oleh

pemerintah, dengan lebih

mengedepankan harapan

masyarakat sebagai inti dari

pembaharuan konsep tersebut,

atau dengan kata lain e-gov

adalah transformasi konsep

dari pelayanan berbasis

kelembagaan (Departement

Centric) menuju pelayanan

berbasis kerakyatan (Citizen

Centric)

5 What is E-Government ?

Some of The Official

Definitions of E-Government

: UN, EU, OECD & The

World Bank.

Lamsal, Ekendra (2014)

Deskriptif Kualitatif E-government merupakan

suatu sistem yang diterapkan

untuk memberikan layanan

kepada para pemangku

kepentingan dengan

penggunaan yang tepat dari

Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK) dan

layanan teknologi yang terkait.

E-government yang efektif

dapat memberikan berbagai

manfaat termasuk efisiensi

dan penghematan bagi

pemerintah dan bisnis,

meningkatkan transparansi,

serta partisipasi yang lebih

besar dari warga dalam

berbagai bidang kehidupan.

6 Review tentang Virtualisai

Umar, Rusydi (2013)

Studi Literatur Virtualisasi adalah cara untuk

membuat komputer fisik

bertindak bahwa seolah- olah

komputer tersebut menjadi

dua atau lebih komputer

logika, dimana masing-masing

komputer logika (nonfisik)

mempunyai arsitektur dasar

yang sama dengan komputer

fisik. Virtualisasi digunakan

untuk meningkatkan tingkat

utilisasi dari komputer.

13

Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi (Lanjutan )

No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan

7 Implementasi dan

Perkembangan

E-Government di Indonesia

Jaya, Safitri (2011)

Studi Literatur

Pendekatan Deskriptif

Kualitatif

Analisis COBIT

Konsep transformasi adalah

hal utama yang harus

diterapkan, bukan sekedar

pemakaian teknologinya saja,

melainkan pemanfaatan

teknologi yang dapat

mendukung dalam sistem

pembuatan kebijakan dan

pelayanan publik ke arah yang

lebih baik

8 Requirements Identification

for Migrating eGovernment

Applications to the Cloud

Evangelos Gongolidis,

Christos Kalloniatis, and

Evangelia Kavakli ( 2014)

Deskriftif Kualitatif

Identifikasi faktor-

faktor yang

mempengaruhi proses

migrasi menuju Cloud

Computing

Cloud Computing merupakan

solusi yang menawarkan

banyak keuntungan baik dari

sisi hardware maupun

software dalam rangka

implementasi e-government

9 Performance Evaluation of

Virtualization Technologies

for Server Consolidation

Padala, Pradeep, et al.,

(2007)

Komparasi performa

kinerja 2 aplikasi

virtualisasi Xen dan

Open VZ

Terjadi peningkatan respon

time hingga 400% pada

virtualisasi menggunakan Xen

dan 100% pada Open VZ.

10 Virtualization

Implementation Model for

Cost Effective & Efficient

Data Centers

Uddin, Mueen and Azizah

Abdul Rahman, (2011)

Studi Literatur

Pendekatan Deskriptif

5 tahapan yang harus

ditempuh dalam menerapkan

teknologi virtualisasi agar

memperoleh hasil yang efisien

dan efektif.

11 Virtualization Technology: A

Leading Edge

(Kulkarni, Omkar., et al.,

2012)

Studi Literatur

Pendekatan Deskriptif

Virtualisasi memungkinkan

beberapa aplikasi /operasi

mengakses dan mengguna -

kan sumber daya yang sama

pada saat bersamaan. VMM /

hypervisor menciptakan jalur

isolasi sebagai mesin virtual

dimana sistem operasi yang

berbeda berjalan dalam mesin

virtual di atas hypervisor.

Hypervisor mengelola

permintaan mesin virtual

untuk meng- akses perangkat

keras.

14

Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi (Lanjutan )

No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan

12 Virtualization Technology

Literature Review

(Scroggins, Richard., 2013)

Studi Literatur Teknologi Virtualisasi telah

diadopsi dalam skala besar

oleh banyak industri data

center. Hal ini memberikan

banyak manfaat seperti

konsolidasi server, live

migration, keamanan data,

efisiensi konsumsi energi, dll.

13 Perancangan, Implementasi,

dan Analisis Kinerja

Virtualisasi Server

menggunakan Proxmox,

VMWare, ESX, dan

Openstack

Arfriandi, Arif (2012)

Analisis deksriftif hasil

observasi pengukuran

beberapa virtualisasi

server menggunakan

metode overhead, dan

linearitas untuk

mengetahui kinerja

virtualisasi server

Konsep cluster high

availability yang terdapat pada

virtualisasi server dapat

mengurangi biaya dan

menyederhanakan pengelolaan

pelayanan teknologi

informasi. Teknologi

virtualisasi bisa lebih

dioptimalkan pada organisasi

/perusahaan yang memiliki

anggaran sedikit, dalam

pengembangan jaringan

server.

14 Perbandingan Kinerja

Pendekatan Virtualisasi

Rio Rasian dan Petrus

Mursanto (2009)

Observasi dan analisis

pada empat pendekatan

virtualisasi yaitu full

virtualization,

hardware-assisted

virtualization,

paravirtualization, dan

operating system-level

virtualization.

Operating system-level

virtualization lebih efisien

dalam hal penggunaan sumber

daya komputer dibanding

pendekatan lainnya.

Pendekatan virtualisasi

seharusnya ikut menjadi

pertimbangan dalam memilih

solusi virtualisasi.

15 Physical Server and Virtual

Server : The Performance

Trade-Offs

Ahmed, Monjur (2013)

Studi Literature dan

Observasi serta analisa

perbandingan kinerja

server fisik dan server

virtual

Server virtual menghasilkan

kinerja yang lebih efisien

sehingga layak menjadi

pilihan untuk

diimplementasikan.

15

Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi (Lanjutan )

No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan

16 Virtual Machines and

Networks-Instalation,

Performance, Study,

Advanteages and

Virtualization Options

Ali, Ishtiaq and

Meghanathan, Natarajan

(2011)

Studi Literatur,

Pendekatan deskriftif

Perancangan model

dan Observasi kinerja

Virtualisasi

Virtualisasi dalam dunia

pendidikan merupakan sebuah

trend baru yang berkembang

dan dapat memberikan

keutungan yang sama dengan

implementasinya pada dunia

bisnis

17 Virtualization in Linux a Key

Component for Cloud

Computing

Carranzaa, Harrison and

Carranza, Aparicio (2011)

Obervasi dan

Komparasi terhadap

kinerja berbagai

Virtual Machine.

(VMware, Xen dan

KVM)

Virtualisasi dan Cloud

Computing merupakan

teknologi yang tidak

terpisahkan dimana

Virtualisasi adalah langkah

awal penerapan cloud

computing. Dalam

pengamatan VMWare

menunjukan kinerja lebih

tinggi namun cukup mahal.

Teknologi SAN menjadi kunci

vital dalam pengelolaan data

center.

18 Cloud Computing for

Academic Environment

Ajith Singh. N, M.

Hemalatha (2012)

Perencanaan Cloud

Computing untuk

keperluan akademis

Cloud Computing di

lingkungan akademik akan

menguntungkan siswa dan staf

dimana banyak kolaborasi dan

keamanan data yang

dibutuhkan. Kebutuhan

berbagai departemen dan

mahasiswa terhadap software

dan hardware yang up-to-date

dapat difasilitasi, mengingat

Cloud Computing memiliki

Skala kapasitas dan elastisitas

yang sempurna untuk

lingkungan seperti itu.

16

Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi (Lanjutan )

No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan

19 Efficient Migration –A

Leading Solution for Server

Consolidation

R Suchithra and N.

Rajkumar (2012)

Observasi Simulasi

penggunaan First Fit

Algorithm yang

dimodifikasi (modified

bin packing algorithm

for Server

Consolidation) untuk

mengurangi proses

migrasi yang tidak

diperlukan

Algoritma Server Konsolidasi

terbukti dapat mengurangi

penggunaan server fisik pada

Cloud Data Center.

20 Blue Ocean Strategy dan

Ekonomi Kreatif

Faisal Afiff (2013)

Deskriptif Kualitatif strategi Blue Ocean

merupakan sebuah pendekatan

sistemik yang tidak hanya

menuntut berjalannya setiap

elemen strategis secara benar,

tetapi juga menuntut

keterpaduan elemen-elemen

itu dalam suatu sistem integral

supaya dapat menghasilkan

inovasi nilai

Suatu strategi Blue Ocean

yang efektif, paling tidak

memiliki tiga kualitas yang

saling melengkapi, yakni

fokus, gerak menjauh

(divergensi), dan moto utama.

21 Penerapan Blue Ocean

Strategy di PT. X dalam

Menghadapi Persaingan

Penjualan Automatic Tank

Gauging di Indonesia

Mazhaly, Umar D, Moengin

(2013)

Studi Literatur

Analisis BOS, SWOT

Dasar dalam membuat

samudra biru adalah inovasi

nilai. Inovasi nilai hanya

terjadi ketika perusahaan

memadukan inovasi dengan

utilitas (manfaat), harga, dan

posisi biaya.

22 Implementasi Blue Ocean

Strategy di Indonesia

Chrismardani (2010)

Studi Literatur Terdapat beberapa perusahaan

yang mengadopsi strategi ini,

tetapi ada beberapa tantangan

yang harus dihadapi antara

lain : dibutuhkan manajer

dengan perspektif jangka

panjang, keterbatsan SDM dan

lemahnya perlindungan

terhadap Hak Paten.

17

Tabel 2.1 State of The Art Penelitian tentang Teknologi Virtualisasi (Lanjutan )

No Judul/Penulis/Tahun Metode Hasil/Kesimpulan

23 Penerapan Balanced

Scorecard Sebagai Tolok

Ukur Penilaian Kinerja Pada

Instansi Pemerintah

Putra (2013)

Studi Literatur

Pendekatan Deskriptif

Kualitatif

Balanced Scorecard adalah

suatu metode sistem

manajemen yang mampu

menerjemahkan visi dan

strategi organisasi ke dalam

tindakan nyata di lapangan.

24 Model Strategic Planning

For Information System

Menggunakan Balance

Scorecard pada Universitas

Komputer Bandung

Nurjaya,W.W.K (2014)

Studi Literatur

Pendekatan Deskriptif

Kualitatif

Metode Balanced Scorecard

dimanfaatkan sebagai alat

yang efektif untuk metode

perencanaan strategis yaitu

sebagai penterjemahan dari

visi, misi, peran pokok, faktor

penentu keberhasilan, tolak

ukur, tujuan, dan target kinerja

dalam perbaikan yang

komprehensip, terukur,

koheren dan berimbang

25 Perencanaan Strategis

Berbasis Kerangka Kerja

Balanced Scorecard (BSC)

pada Lembaga Pemerintahan

Non Departemen (LPND)

Nugroho (2013)

Studi Literatur

Pendekatan Deskriptif

Kualitatif

BSC merupakan suatu sistem

manajemen untuk mengelola

implementasi strategi,

mengukur kinerja secara utuh,

mengkomunikasikan visi,

strategi dan sasaran kepada

pemangku kepentingan

Kita saat ini tengah berada pada titik perubahan, yaitu perubahan paradigma

yang signifikan dalam evolusi komputasi. Sejarah komputasi sebagaimana

terlihat pada Gambar 2.1, terdiri dari serangkaian perubahan mulai dari era

mainframe menuju komputer pribadi (dan sekarang, mengarah pada perangkat

mobile dan netbook), dari model client - server dengan model jaringan, dan dari

era isolasi menjadi era internet (Wyld, 2010) .

18

Gambar 2.1 Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Wyld, 2010)

Meskipun ada banyak ketidakpastian tentang kecepatan dan jangkauan,

namun satu hal yang segera akan menjadi sangat berbeda dalam pekerjaan dan

kehidupan pribadi adalah karena munculnya Cloud Computing. Mvelase et al.,

2013 menyatakan bahwa banyak pemerintahan di dunia saat ini secara aktif

melirik Cloud Computing sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi layanan

serta mengurangi biaya infrastruktur. Didalam Cloud Computing,

interoperabilitas menjadi isu yang meningkat dan penting dalam rangka

pencapaian efisiensi pelayanan publik oleh pemerintah. Layanan elektronik yang

disediakan oleh unit / organisasi yang berbeda umumnya tidak saling kompatibel,

sehingga integrasi diperlukan dan interoperabilitas menjadi isu utama dalam

rangka keberhasilan pembangunan e-government.

Beberapa Negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Canada, Australia,

Hongkong, Cina, New Zaeland dan India melihat layanan Cloud Computing

sebagai suatu peluang untuk peningkatan manfaat bisnis melalui eleminasi

redudansi, peningkatan agilitas dan penyediaan jasa TIK dengan potensi biaya

19

yang lebih murah (Wyld, 2010). Cloud Computing dapat digunakan sebagai

referensi untuk mengurangi kegagalan e-government yang disebabkan oleh

keterbatasan sumber daya manusia (SDM) serta biaya infrastruktur yang mahal,

melalui penggunaan model Service Oriented Architecture (SOA) dimana hal ini

akan memberikan solusi baru untuk e-government di Indonesia (Hariguna, 2011).

Al-Khouri, 2011 dalam jurnalnya “AN INNOVATIVE APPROACH FOR E -

GOVERNMENT TRANSFORMATION” mengemukakan bahwa e-government

bukan hanya sekedar menyediakan layanan pemerintah kedalam internet, tetapi

lebih kepada sebuah pembaharuan konsep (rekonseptualisasi) dari suatu layanan

yang ditawarkan oleh pemerintah, dengan lebih mengedepankan harapan

masyarakat sebagai inti dari pembaharuan konsep tersebut. Nampaknya, hal ini

hanya dapat dicapai melalui integrasi vertikal dan horisontal dari sistem yang ada

sehingga memungkinkan untuk melewati batas-batas komunikasi berbagai

instansi pemerintah dan departemen, agar menghasilkan konsep "one stop service

center". Atau dengan perkataan lain bahwa e-government mengisyaratkan

terjadinya transformasi dari pelayanan berbasis kelembagaan (Departement

Centric) menuju pelayanan berbasis kerakyatan (Citizen Centric) sebagaimana

terlihat seperti ilustrasi pada Gambar 2.2.

20

Gambar 2.2 Perubahan Konsep Transformasi E-government (Al-Khouri, 2011)

Berkaitan dengan e-government, ada berbagai penjelasan yang diberikan oleh

berbagai pihak, diantaranya European Union’s Public Services / Layanan Publik

Uni Eropa yang menyatakan bahwa e-government merupakan penggunaan alat

digital dan sistem untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada

masyarakat dan bisnis. Sementara Program Administrasi Publik Perserikatan

Bangsa-Bangsa /UNPAN menggambarkan e-government sebagai kerangka

konseptual tertanam dalam paradigma pembangunan manusia dan sosial. Dalam

hal ini, e-government meliputi kapasitas dan kesediaan sektor publik untuk

menyebarkan TIK untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi dalam

pelayanan warga negara. Sedangkan definisi e-government menurut Bank Dunia

mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh instansi pemerintah (seperti

Wide Area Networks, Internet, dan mobile computing) yang memiliki kemampuan

untuk mengubah hubungan dengan masyarakat, bisnis, dan lembaga pemerintah

lainnya (Lamsal, 2014).

21

Mengacu pada beragam definsi tersebut, pada dasarnya dapat dikatakan

bahwa e-government adalah suatu sistem yang diterapkan untuk memberikan

layanan kepada para pemangku kepentingan dengan penggunaan yang tepat dari

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan layanan teknologi yang terkait.

E-government yang efektif dapat memberikan berbagai manfaat termasuk efisiensi

dan penghematan bagi pemerintah dan bisnis, meningkatkan transparansi, serta

partisipasi yang lebih besar dari warga dalam berbagai bidang kehidupan.

2.2 Sistem Pengadaan Secara Elektronik

Sistem Pengadaan Secara Elektronik / SPSE sering pula disebut sebagai

electronic procurement / e-proc atau pengadaan elektronik, menurut Wikipedia

(http://en.wikipedia.org, n.d.) e–procurement adalah kegiatan pembelian dan

penjualan persediaan, pekerjaan, dan layanan bisnis-to-bisnis atau business-to-

consumer atau bisnis-to-government, melalui jaringan internet dan sistem

informasi lainnya, seperti pertukaran data elektronik dan perencanaan sumber

daya perusahaan. Sedangkan menurut Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun

2010 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik, Pasal 1 poin 9 menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan pengadaan secara elektronik (e-procurement)

adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi

informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Tujuan yang ingin dicapai pada penyelenggaraan SPSE adalah meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha

yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses

monitoring dan audit, serta memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

22

Penyelenggaraan SPSE diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang berkepentingan, antara lain bagi Unit Layanan Pengadaan (ULP)

manfaat yang dapat dirasakan adalah :

a. Mendapatkan penawaran yang lebih banyak

b. Mempermudah proses administrasi

c. Mempermudah pertanggungjawaban proses pengadaan,

Sedangkan bagi Vendor / Rekanan / Penyedia manfaat yang dapat diperoleh

antara lain :

a. Menciptakan persaingan usaha yang sehat

b. Memperluas peluang usaha

c. Membuka kesempatan pelaku usaha mengikuti lelang

d. Mengurangi biaya transportasi untuk mengikuti lelang,

dan bagi masyarakat, penyelenggaraan SPSE akan memberikan kesempatan

seluas –luasnya untuk mengetahui proses pengadaan yang dilaksanakan, sehingga

lebih memudahkan fungsi kontrol sosial dalam proses pengadaan barang/jasa

pemerintah.

Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik di Indonesia

dilakukan melalui e-tendering atau e-purchasing. E-tendering merupakan tata

cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara elektronik dengan

menggunakan SPSE melalui unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik /LPSE.

Ruang lingkup e-tendering meliputi proses pengumuman pengadaan barang/jasa

sampai dengan pengumuman pemenang. Para pihak yang terlibat dalam

e-tendering adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ULP/Pejabat Pengadaan

23

dan penyedia barang/jasa. Aplikasi e-tendering sekurang-kurangnya memenuhi

unsur perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan kerahasian dalam

pertukaran dokumen, serta tersedianya sistem keamanan dan penyimpanan

dokumen elektronik yang menjamin dokumen elektronik tersebut hanya dapat

dibaca pada waktu yang telah ditentukan. Arsitektur aplikasi e-tendering

dibuat/dikembangkan oleh LKPP, dan diselenggarakan oleh LPSE wajib

memenuhi persyaratan yaitu : mengacu pada standar proses pengadaan secara

elektronik yang meliputi interoperabilitas dan integrasi dengan sistem pengadaan

barang/jasa secara elektronik, serta tidak terikat pada lisensi tertentu (free license).

E-Purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem

katalog elektronik (e-catalogue). Tujuan yang ingin dicapai dalam e-purchasing

adalah terciptanya proses pemilihan barang / jasa secara langsung melalui

e-catalogue, sehingga memungkinkan semua ULP/Pejabat Pengadaan memilih

barang/jasa pada pilihan terbaik dengan proses yang singkat dan harga yang telah

distandarkan serta efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang/jasa dari sisi

penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa. Ketentuan umum dalam

pelaksanaan e-purchasing yaitu :

a. e-purchasing diselenggarakan oleh LKPP dengan memuat informasi

spesifikasi dan harga barang/jasa,

b. informasi e-catalogue oleh LKPP dilakukan dengan membuat framework

contract antara LKPP dengan penyedia barang/jasa dan ketiga,

barang/jasa pada sistem e-catalogue ditentukan LKPP.

24

2.3 Layanan Pengadaan Secara Elektronik / LPSE

LPSE adalah unit kerja Kementrian / Lembaga / Daerah / Institusi (K/L/D/I)

yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang / jasa

secara elektronik (LKPP, 2012). LPSE melaksanakan fungsi penyelenggaraan

pengadaan barang / jasa pemerintah melalui pengelolaan Sistem Pengadaan

Secara Elektronik (SPSE). Eksistensi SPSE mutlak diperlukan dalam

penyelenggaraan proses pengadaan barang/jasa secara elektronik sehingga

menjaga ketersediaan layanan serta kehandalannya menjadi salah satu tugas

pokok yang wajib dilaksanakan oleh pengelola LPSE.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik akan meningkatkan transparansi dan

akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat,

memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring

dan audit dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna

mewujudkan clean and good government dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah.

2.3.1 Dasar Hukum Pembentukan LPSE

Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Peraturan Presiden RI

Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah yang ketentuan

teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010

tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan

sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik juga wajib memenuhi

persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta peraturan

25

perundang-undangan lainnya sebagaimana tertuang dalam konsideran Peraturan

Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan Pengadaan Secara

Elektronik, yaitu :

a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004

Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400)

b. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah (Lembaran Negara tahun 2005 Nomor 140, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4578)

c. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007

Nomor 82, Tambahan lembaran Negara Nomor 473)

d. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4741)

e. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

2.3.2 Struktur Organisasi

Pada Pasal 5 Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan

Pengadaan Secara Elektronik disebutkan bahwa LPSE dapat rnenjadi unit kerja

tersendiri atau rnenjadi fungsi salah satu unit kerja dengan rnernaksirnalkan

organisasi yang ada atau bersifat ad-hoc (kepanitiaan). Dalam ayat (2) pasal

26

tersebut menyatakan bahwa unit kerja yang rnelaksanakan fungsi LPSE harus

dipisahkan dengan unit kerja yang rnelaksanakan fungsi ULP untuk rnenghindari

pertentangan kepentingan. Selanjutnya dalam ayat (3) dikatakan bahwa ketentuan

penetapan organisasi LPSE yang rnenjadi unit tersendiri ditentukan berdasarkan

kriteria yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala LKPP dan berdasarkan

persetujuan Kernenterian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reforrnasi

Birokrasi.

Lebih lanjut dalam Pasal 6 Peraturan Kepala LKPP tersebut menegaskan

bahwa Perangkat organisasi LPSE yang berdiri sendiri disusun sesuai dengan

kebutuhan, sekurang-kurangnya rnenyelenggarakan fungsi yang rneliputi:

a. Kepala;

b. Sekretariat;

c. Unit Administrasi Sistem Elektronik;

d. Unit Registrasi dan Verifikasi;

e. Unit Layanan dan Dukungan.

Dalam pasal tersebut, ditegaskan pula bahwa bagi LPSE yang bukan menjadi unit

tersendiri, fungsi Kepala dan Sekretariat dapat menjadi satu dengan unit yang ada.

2.3.3 Tugas Pokok dan Fungsi LPSE

Secara umum tugas pokok LPSE adalah melaksanakan pelayanan proses

pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik. Dalam

melaksanakan tugas tersebut LPSE menjalankan fungsi sebagai berikut :

a. Mengelola sistem e-procurement

b. Menyediakan pelatihan kepada PPK/panitia dan penyedia barang/jasa

27

c. Menyediakan bantuan teknis pengoperasian SPSE bagi PPK/panitia dan

penyedia barang/jasa

d. Melakukan registrasi dan verifikasi terhadap PPK/panitia dan penyedia

barang/jasa

e. Menyediakan sarana dan prasarana akses internet bagi PPK/panitia dan

penyedia barang/jasa.

Dalam pelaksanaannya agar semua fungsi tersebut dapat berjalan dengan

baik, maka pada bagian ketiga Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010

yaitu Pasal 7 sampai dengan Pasal 12 telah diatur tugas dan kewajiban masing-

masing perangkat dalam struktur organisasi LPSE sebagai berikut :

a. Kepala LPSE mempunyai tugas memimpin LPSE dalam menjalankan tugas

dan fungsi LPSE

b. Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, ketatausahaan,

pembinaan dan pengendalian terhadap program, kegiatan, administrasi dan

sumber daya di lingkungan LPSE dengan menyelenggarakan fungsi -

fungsi :

1) Koordinasi kegiatan di Lingkungan LPSE dan lembaga terkait

2) Penyelenggaraan Ketatausahaan dan pengelolaan administrasi umum

untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi LPSE

3) Pengelolaan sarana, prasarana dan sumber daya

4) Pengendalian, evaluasi dan pelaporan kegiatan

5) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala LPSE sesuai

dengan tugas dan fungsi

28

c. Unit Administrasi Sistem Elektronik bertugas menyelenggarakan

pengelolaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dengan

melaksanakan fungsi :

1) Penyiapan dan pemeliharaan perangkat lunak, perangkat keras dan

jaringan

2) Penanganan permasalahan teknis yang terjadi untuk menjamin

kehandalan dan ketersediaan layanan

3) Pemberian informasi kepada LKPP tentang kendala teknis yang terjadi

di LPSE

4) Pelaksanaan instruksi teknis dari LKPP

d. Unit Registrasi dan Verifikasi mempunyai tugas melaksanakan

pengelolaan registrasi dan verifikasi Pengguna SPSE dengan

melaksanakan fungsi-fungsi :

1) Pelayanan pendaftaran pengguna SPSE

2) Penyampaian informasi kepada calon pengguna SPSE tentang

kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan

3) Verifikasi seluruh dokumen dan informasi sebagai persayaratan

pendaftaran pengguna SPSE

4) Pengelolaan arsip dan dokumen pengguna SPSE

Unit Registrasi dan Verifikasi ini berhak untuk menyetujui atau menolak

pendaftaran pengguna SPSE, serta dapat menonaktifkan akun (user ID dan

password) penggua SPSE apabila ditemukan pelanggaran terhadap

29

persyaratan dan ketentuan penggunaan SPSE dan atas permintaan dari

PA/KPA/PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan berkaitan dengan blacklist

e. Unit Layanan dan Dukungan mempunyai tugas untuk melaksanakan

pelayanan pelatihan dan dukungan teknis pengoperasian aplikasi SPSE dan

menyelenggarakan fungsi-fungsi :

1) Pemberian layanan konsultasi mengenai proses pengadaan barang/jasa

secara elektronik

2) Pemberian informasi tentang fasilitas dan fitur aplikasi SPSE

3) Penanganan keluhan tentang pelayanan LPSE

4) Pelayanan pelatihan penggunaan aplikasi SPSE

2.4 LPSE Kabupaten Badung

2.4.1 Sejarah dan Dasar Hukum Pembentukan LPSE Kabupaten Badung

Secara historis LPSE Kabupaten Badung merupakan LPSE ketiga yang

terbentuk di Bali setelah LPSE Kota Denpasar dan LPSE Provinsi Bali.

Pembentukan LPSE Kabupaten Badung dimulai dengan dibentuknya Tim

Persiapan Penerapan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara elektronik

(e-procurement) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung melalui

Keputusan Bupati Badung Nomor 328/01/HK/2010 tanggal 9 Februari 2010.

Selanjutnya untuk meningkatkan kesiapan sumber daya aparatur yang akan

mengelola LPSE maka dilaksanakan pelatihan management training LPSE dari

tanggal 2 – 5 Maret 2010 bertempat di Direktorat e-procurement LKPP Jakarta.

Kegiatan pemantapan kembali dilaksanakan melalui pelatihan penggunaan

aplikasi SPSE di LPSE Provinsi Bali pada tanggal 19 Mei 2010.

30

Organisasi LPSE Kabupaten Badung secara administratif terbentuk dengan

diterbitkannya Keputusan Bupati Badung Nomor 1784/01/HK/2010 tentang

Pembentukan dan Susunan Organisasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik

(LPSE) Kabupaten Badung, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Peraturan

Bupati Badung Nomor 27 Tahun 2010 tentang Implementasi e-Procurement di

Lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung.

Setelah terbentuknya organisasi, selanjutnya dilaksanakan kegiatan sosialisasi

kepada seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung pada tanggal

14 Oktober 2010 dan diikuti dengan pelaksanaan pelatihan e-procurement kepada

PPK, Panitia/Pebajat Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang

dilaksanakan dari tanggal 8 Nopember – 3 Desember 2010. Dengan demikian

LPSE Badung secara administratif maupun secara teknis telah siap beroperasi dan

secara resmi diluncurkan (Launching) pada tanggal 27 Desember 2010 oleh

Bupati Badung bersama beberapa pejabat teras LKPP diantaranya Deputi Bidang

Monitoring, Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi serta Direktur

e-procurement LKPP.

Paket lelang perdana yang menggunakan aplikasi e-procurement di

Kabupaten Badung diumumkan pertama kali pada tanggal 10 Februari 2011

setelah sebelumnya pada 20 Januari 2010 dilaksanakan sosialisai lelang melalui

e-procurement kepada anggota Gapensi Kabupaten Badung.

Dalam perkembangan selanjutnya, Keputusan Bupati Badung Nomor

1784/01/HK/2010 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Layanan

Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Badung mengalami beberapa

31

kali perubahan sehubungan dengan perubahan personil pengelola LPSE akibat

adanya mutasi PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung.

2.4.2 Susunan Organisasi LPSE Kabupaten Badung

Mengacu pada Keputusan Bupati Badung Nomor 283/01/HK/2014 tentang

Perubahan Ketiga atas Keputusan Bupati Badung Nomor 2166/01/HK/2011

tentang Pembentukan Pelaksana Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)

Kabupaten Badung, susunan organisasi LPSE Kabupaten Badung dapat dilihat

pada Gambar 2.3 sebagai berikut :

Pembina

Koordinator

Kepala

Admin Sistem

Sekretaris

Verifikator Helpdesk Trainner

Staf Adm. Penunjang

32

Pada Diktum Kedua dari Keputusan Bupati Badung Nomor 283/ 01 / HK/

2014 tersebut disebutkan bahwa :

a. Tugas dan tanggung jawab Pembina LPSE :

1. Membina dan mengelola program kerja;

2. Memberikan kebijakan untuk pelaksanaan kegiatan;

3. Memantau dan mengevaluasi kegiatan.

b. Tugas dan tanggung jawab Koordinator LPSE :

1. Mengkoordinir program kerja;

2. Mengkoordinir pelaksanaan kegiatan.

c. Tugas dan tanggung jawab Kepala LPSE :

1. Memimpin operasional harian LPSE;

2. Memberikan arahan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan unit LPSE;

3. Menyusun laporan kegiatan LPSE.

d. Tugas dan tanggung jawab Sekretaris LPSE :

1. Mengkoordinasikan kegiatan di lingkungan LPSE;

2. Menyelenggarakan pengelolaan administrasi umum untuk mendukung

kelancaran tugas dan fungsi LPSE;

3. Menyelenggarakan hubungan kerja dibidang administrasi dengan

lembaga terkait;

4. Melaksanakan tugas-tgas lain yang diberikan Kepala LPSE sesuai tugas

dan fungsinya .

Gambar 2.3 Bagan Susunan Organisasi LPSE Kabupaten Badung

33

2. Memelihara server LPSE dan perangkat lainnya;

3. Menangani permasalahan teknis sistem informasi yang terjadi;

4. Memberikan informasi dan masukan kepada LPSE Pusat tentang

kendala – kendala teknis yang terjadi pada LPSE;

5. Melaksanakan instruksi teknis dari LPSE Pusat.

f. Tugas dan tanggung jawab Registrasi dan Verifikator :

1. Menangani pendaftaran Pengguna LPSE;

2. Melakukan verifikasi seluruh informasi dan dokumen sebagai

persyaratan pendaftaran Pengguna Unit LPSE;

3. Menyetujui dan menolak pendaftaran Pengguna LPSE berdasarkan

hasil verifikasi;

4. Mengelola arsip dan dokumen pengguna LPSE;

5. Melakukan konfirmasi kepada pengguna LPSE tentang persetujuan dan

penolakan pendaftaran berdasarkan hasil verifikasi;

6. Menyampaiakn informasi kepada pengguna LPSE tentang kelengkapan

dokumen yang dipersyaratkan.

g. Tugas dan tanggung jawab Layanan Pengguna LPSE :

1. Memberikan layanan konsultasi mengenai proses pengadaan secara

elektronik baik melalui internet, telepon, maupun hadir langsung di

Unit LPSE;

2. Membantu proses pendaftaran pengguna Unit LPSE;

3. Menjawab pertanyaan tentang fasilitas dan fitur aplikasi LPSE;

4. Menangani keluhan tentang pelayanan Unit LPSE.

34

h. Tugas dan tanggung jawab Pelatihan dan Sosialisasi LPSE :

1. Memberikan pelatihan bagi pengguna Unit LPSE;

2. Menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait pengadaan barang dan jasa.

i. Tugas dan tanggung jawab staf Administrasi Penunjang LPSE :

1. Melaksanakan piket jaga di Kantor Layanan Pengadaan Secara

Elektronik (LPSE);

2. Melakukan fungsi sebagai customer service pada Kantor Kantor

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

2.5 Teknologi Virtualisasi

Teknologi virtualisasi adalah teknologi untuk membuat komputer fisik

bertindak seolah-olah komputer tersebut merupakan dua atau lebih komputer

nonfisik /komputer virtual (Umar, 2013). Masing-masing komputer virtual

tersebut memiliki arsitektur dasar yang sama dengan komputer fisiknya. Ada

berbagai cara untuk melakukan hal ini dan setiap cara mempunyai kelebihan serta

kekurangan masing-masing. Untuk membuat komputer fisik menjadi dua atau

lebih komputer virtual, karakteristik perangkat kerasnya harus dikonstruksi

kembali melalui perangkat lunak. Hal ini dapat dilakukan dengan lapisan

perangkat lunak yang disebut abstraksi. Abstraksi, dimana berhubungan dengan

virtualisasi, adalah representasi dari sekumpulan perangkat keras umum yang

keselurahnnya digerakkan oleh perangkat keras. Pada dasarnya abstraksi adalah

perangkat yang bertindak sebagai perangkat keras. Teknologi virtualisasi

mengijinkan instalasi dari sistem operasi pada perangkat keras yang sebenarnya

tidak ada.

35

2.5.1 Konsep Virtualisasi

Konsep Mesin Virtual (Virtual Machine) pertama kali dikembangkan oleh

IBM pada tahun 1960an dengan tujuan untuk menyediakan akses ke sebuah mesin

mainframe secara bersamaan. Setiap mesin virtual merupakan replika mesin fisik

yang mendasarinya dan pengguna seolah-olah menjalankannya langsung dari

mesin fisik tersebut (Umar, 2013)

Teknologi Virtualisasi telah diterapkan secara luas saat ini dengan dampak

peningkatan operasional dan finansial yang positif. Virtualisasi adalah teknologi

yang memungkinkan untuk bekerjanya beberapa sistem operasi sekaligus secara

bersamaan dengan menggunakan hanya satu perangkat komputer (Ahmed, 2013);

(Limantara, 2014); (Scroggins, 2013) serta merupakan sebuah konsep yang

memungkinkan sebuah komputer terbagi dalam beberapa lingkungan yang saling

berhubungan atau tidak sama sekali, pada saat yang sama. Lingkungan tersebut

dikenal dengan Virtual Machine (VM).

Virtualisai menggantikan konsep lama “Satu server satu aplikasi” dimana

beberapa mesin virtual dapat bekerja dalam satu komputer fisik (Suchithra dan

Rajkumar, 2012). Gambaran arsitektur sistem virtualisasi secara umum dapat

dilihat pada Gambar 2.4. Virtualisasi dapat dikatakan sebagai upaya optimalisasi

aset TIK yang dimiliki, dimana konsep cluster high availability yang terdapat

pada virtualisasi server dapat mengurangi biaya dan menyederhanakan

pengelolaan pelayanan teknologi informasi (Rasian dan Mursanto, 2009). Hal ini

dimungkinkan dengan melihat potensi multiprocessor yang umumnya dimiliki

oleh server yang berkembang saat ini sehingga memungkinkan beberapa operasi

36

aplikasi dijalankan pada saat yang bersamaan (Arfriandi, 2012) dan pada akhirnya

dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya komputer yang umumnya hanya

terpakai antara 10-15% saja (Rasian dan Mursanto, 2009).

Gambar 2.4 Arsitektur Sistem Virtualisasi (Umar, 2013)

Berbagai pendekatan telah dikemukakan untuk mendefinisikan virtualisasi.

Rusydi Umar, 2013 menyatakan bahwa teknologi virtualisasi adalah teknologi

untuk membuat komputer fisik bertindak seolah-olah komputer tersebut adalah

dua komputer nonfisik (komputer virtual) atau lebih, sedangkan Omkar Kulkarni,

et al., 2012 menyebut bahwa virtualisasi adalah upaya untuk mengoptimalkan

berbagai sumber daya (aset) teknologi informasi yang dimiliki.

Virtualisasi mengkombinasikan atau membagi sumber daya seperti jaringan,

harddisk, aplikasi dan layanan sebuah server berdasarkan lingkungannya untuk

menghasilkan lingkungan kerja yang berbeda melalui teknik dan metode tertentu

Software Applications

Virtual Machine

Operating Systems

(Linux, Solaris, Windows, etc)

Virtual Hardware

Software Applications

Software Applications

Software Applications

Virtual Machine

Operating Systems

(Linux, Solaris, Windows, etc)

Virtual Hardware

Software Applications

Software Applications

Virtualization Layer (Virtual Machine Monitor / Hypervisor)

Physical Hardware (CPU, Memory, Disks, Network, etc)

37

seperti agregasi atau partisi, simulasi, emulasi dan time sharing (Singh.Ajith dan

M. Hemalatha, 2012).

Pendekatan lain disampaikan oleh Rio Rasian dan Petrus Mursanto, 2009

yang menyebutkan bahwa virtualisasi adalah teknik untuk menyembunyikan

karakter fisik suatu sumber daya komputer dari cara yang digunakan oleh sistem

lain, aplikasi atau pengguna untuk berinteraksi dengan sumber daya tersebut, atau

dapat dikatakan bahwa virtualisasi merupakan sebuah teknik untuk membuat

sesuatu dalam bentuk virtual, tidak seperti kenyataan yang ada. Virtualisasi

digunakan untuk mengemulasikan perangkat fisik komputer dengan cara

membuatnya seolah-olah perangkat tersebut tidak ada (disembunyikan) atau

bahkan menciptakan perangkat tidak ada menjadi ada.

Penelitian oleh Arief Afriandi, 2012 yang melakukan analisis kinerja server

dengan perancangan, dan implementasi Proxmox, VMware ESX dan Openstack

pada server multicore diperoleh kesimpulan bahwa teknologi virtualisasi dapat

lebih dioptimalkan pada organisasi atau perusahaan yang ingin mengembangkan

jaringan server dengan biaya sedikit dan dalam hal penggunaan service yang

lebih banyak pada virtual machine, semakin banyak inti prosesor yang digunakan

akan lebih baik dalam kestabilan virtualisasi server secara keseluruhan.

2.5.2 Virtualisasi dan Cloud Computing

Arti penting virtualisasi sebagai komponen kunci dalam Cloud computing

telah dilaporkan dalam salah satu jurnal Harrison Carranza dan Aparicio Carranza,

yang berjudul Virtualization in Linux a Key Component for Cloud Computing.

Virtualisasi dan cloud computing adalah dua paradigma yang bergerak dalam

38

ranah yang sama yaitu bidang Teknologi Informasi. Virtualisasi adalah sebuah

teknologi, yang memungkinkan membuat versi virtual dari sesuatu yang bersifat

fisik. Proses tersebut dilakukan oleh sebuah software atau firmware bernama

Hypervisor yang menjadi inti virtualisasi, karena hypervisor atau disebut juga

Virtual Machine Manager (VMM) tersebutlah merupakan layer yang seakan-akan

menjadi sebuah infrastruktur untuk menjalankan beberapa mesin virtual,

sedangkan Cloud Computing adalah sebuah teknologi yang menggabungkan

virtualisasi dan grid computing. Jadi selain ada proses virtualisasi, juga terdapat

grid computing, dimana seluruh beban proses komputasi yang ada akan

didistribusikan ke berbagai server yang saling terhubung di dalam cloud, sehingga

prosesnya akan menjadi jauh lebih ringan.

Dengan menggabungkan proses virtualisasi dan grid computing, akan

mendapatkan efisiensi dan hasil performa yang sangat optimal dalam proses

komputasi. Melalui cloud computing, seolah-olah kita memiliki infrastruktur

super besar yang mampu melakukan proses komputasi dan penyimpanan data

tanpa batas, padahal secara fisik, kita tidak memiliki atau membeli apa-apa,

semuanya berada di dalam "cloud" yang dapat digunakan secara on-demand dan

dapat diakses melalui jaringan private maupun publik.

2.5.3 Jenis-jenis Virtualisasi

Teknologi virtualisasi telah diadopsi dalam skala besar dalam industri data

center dimana hal ini memberikan beberapa keuntungan seperti konsolidasi

server, live migration, keamanan data, penghematan energi, dan lain-lain

(Scroggins, 2013). Pada dasarnya semua komponen (resources) yang terdapat

39

dalam jaringan komputer dapat divirtualisasi seperti Server, Desktop, Storage,

Application, maupun Network (Limantara, 2014). Ada beberapa istilah

virtualisasi yang dikenal berdasar pada perbedaan metodenya, seperti Full

Virtualization (Native Virtualization), Para Virtualization, Emulation, Operating

System Level Virtualization, dan Resource Virtualization (Kulkarni et al., 2012),

sedangkan berdasarkan penempatan layernya, virtualisasi dibedakan menjadi 3

level, yaitu Virtualisasi Level Hardware, Virtualisasi Level Sistem Operasi dan

Virtualisasi Level Aplikasi (Adhiwibowo, 2013).

Full Virtualization menggunakan sebuah hypervisor yang menghubungkan

guest dan piranti keras. Mesin virtual mengabstarksi piranti keras, mengijinkan

sebuah sistem operasi tak termodifikasi untuk dapat berjalan. Sistem operasi yang

berjalan pada mesin virtual memberikan instruksi kepada piranti keras dengan

cara melalui mesin virtual. Full Virtualization memberikan pemodelan lengkap

dari piranti keras.

Para Virtualization mirip dengan Full Virtualization namun dalam metode ini

terjadi proses modifikasi sistem operasi pada guest. Metode ini membutuhkan

kompilasi ulang atau trapping, sedangkan pada Emulation piranti keras akan

menjalankan suatu mode yang membuat piranti keras secara virtual untuk

mengemulasi piranti keras yang diinginkan. Setiap instruksi harus disimulasikan

pada piranti keras dibawahnya yang merupakan emulasi dan piranti keras

sebenarnya sehingga kinerja akan menurun hingga 100 kali dari biasanya.

Virtualisasi jenis ini adalah virtualisasi yang paling rumit.

40

2.5.4 Software Virtualisasi

Saat ini telah banyak beredar di pasaran perangkat lunak (software)

virtualisasi dengan berbagai fitur yang menjadi kelebihan maupun

keterbatasannya. Beberapa software virtualisasi tersebut antara lain : Microsoft

Hyper-V, Linux-Vserver, OpenVZ, Sun xVM VirtualBox, Microsoft VirtualServer,

VMware ESX/ESXi, VMware Server, dan Xen (Rasian dan Mursanto, 2009).

Microsoft Hyper-V merupakan solusi virtualisasi dari Microsoft yang tersedia

bersama dengan sistem operasi Windows Server 2008 dan merupakan software

virtualisasi bertipe bare-metal yang memerlukan CPU x86-64 dan teknologi Intel

VT-x atau AMD-V (hanya mendukung pendekatan hardware-assisted

virtualization). Hyper-V mendukung sistem operasi desktop/server (Windows

2000 - Windows Server 2008) dan beberapa distribusi GNU/Linux.

Linux-Vserver dan OpenVZ merupakan solusi virtualiasi yang memberikan

kemampuan OS- level virtualization pada kernel Linux dan didistribusikan

sebagai software bebas (freeware). Linux- VServer dapat berjalan pada

kebanyakan arsitektur CPU yang didukung oleh kernel Linux, terutama x86 dan

x86-64, sementara pengembangan OpenVZ didukung oleh perusahaan komersil

Parallels dan menjadi basis dari salah satu produk mereka, yaitu Parallels

Virtuozzo.

Sun xVM VirtualBox adalah software virtualisasi dari Sun Microsystem

dengan tipe hosted serta merupakan software bebas, dan versi proprietary (gratis)

dari Sun ini memberikan beberapa fitur tambahan seperti Remote Desktop

Protocol, USB, iSCSI, dan lain- lain. VirtualBox dapat berjalan pada CPU dengan

41

arsitektur x86 atau x86-64 dan sistem operasi Windows, GNU/Linux, Mac OS X,

atau Solaris sebagai host, serta dapat menggunakan pendekatan full virtualization

maupun hardware-assisted virtualization, sementara pendekatan para

virtualization direncanakan di masa mendatang.

Microsoft VirtualServer, adalah solusi virtualisasi server satu-satunya

sebelum Hyper-V dan merupakan software virtualisasi bertipe hosted serta bisa

melakukan virtualisasi full virtualization atau hardware-assisted virtualization

dan saat ini VirtualServer sudah bisa didapatkan secara gratis.

VMware ESX/ESXi merupakan salah satu software virtualisasi dari VMware

yang bertipe bare-metal. Perbedaan ESX dengan ESXi terletak pada arsitektur dan

menajemen operasinya. Walaupun inti dari kedua software ini sama dan tidak

bergantung pada sistem operasi tertentu untuk manajemen, tetapi ESX

memerlukan sistem operasi GNU/Linux untuk melakukan manajemen.

VMware Server (VMware GSX Server) merupakan produk utama dari

VMware. VMware memberikan VMware Server secara cuma-cuma dengan

harapan menjadi titik mula pengguna menuju VMware ESX. VMware Server

bertipe hosted dan mendukung CPU dengan arsitektur x86 atau x86- 64 dengan

sistem sistem operasi GNU/Linux dan Windows sebagai host. VMware Server

dapat melakukan pendekatan virtualisasi full virtualization, paravirtualization,

dan hardware- assisted virtualization.

Xen merupakan software virtualisasi tipe bare- metal yang awalnya

dikembangkan di Universitas Cambridge dan saat ini dikembangkan oleh

komunitas sebagai software bebas. Dalam pengembangannya Xen didukung oleh

42

banyak perusahaan TI terkemuka di dunia seperti Citrix, IBM, Intel, Hewlett-

Packard, Novell, Red Hat, Sun Microsystems, dan Oracle. Xen dapat berjalan

pada arsitektur CPU x86/x86- 64 dan menjalankan sistem operasi di dalam mesin

virtual dengan arsitektur yang sama. Pendekatan utama Xen adalah

paravirtualization, tetapi sejak versi 3.0 Xen juga mendukung hardware-assisted

virtualization.

2.5.5 Keuntungan Virtualisasi

Meskipun perkembangan awal virtualisasi sempat kurang menggembirakan

namun dalam beberapa dekade terakhir ini eksistensinya semakin meningkat

seiring perkembangan serta kemajuan yang dihasilkan oleh perusahaan-

perusahaan besar yang fokus bergerak di bidang ini baik perangkat maupun

softwarenya.

Virtualisasi dan cloud computing berhubungan sangat erat karena keduanya

berkaitan dengan abstraksi mesin fisik (Carranza and Carranza, 2011). Tujuan

virtualisasi dan cloud computing secara umum adalah untuk meningkatkan

ketersediaan /availability, kinerja /performance, skalabilitas / scalability, dan

perawatan /maintainability.

Setiap perusahaan/organisasi yang menerapkan virtualisasi tentu memiliki

tujuan yang berbeda dan hal tersebut umumnya berkaitan dengan keuntungan

yang didapat dari virtualisasi seperti:

a. Memungkinkan semua perangkat yang terhubung dengan jaringan untuk

mengakses aplikasi melalui jaringan, sehingga perangkat keras yang ada

akan dapat digunakan dengan lebih baik, disamping dapat mengurangi

43

biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian perangkat keras baru

(Umar, 2013); (Singh.Ajith and M. Hemalatha, 2012).

b. Isolasi beban perkerjaan atau aplikasi untuk meningkatkan keamanan dan

kemudahan pengelolaan lingkungan (Limantara, 2014); (Ali and N.

Meghanathan, 2011).

c. Meningkatkan daya dukung aplikasi, dengan mengijinkan pengguna

untuk menjalankan aplikasi dari mesin-mesin yang berbeda secara

bersamaan, (Limantara, 2014); (Singh.Ajith and M. Hemalatha, 2012).

d. Mengurangi waktu yang diperlukan untuk menjalankan aplikasi, dengan

memisahkan data atau aplikasi itu sendiri dan menyebar pekerjaan di

beberapa sistem,

e. Mengoptimalkan penggunaan sistem tunggal,

f. Meningkatkan keandalan atau ketersediaan dari aplikasi atau beban kerja

dengan pengulangan.

Selain itu, virtualisasi juga memberikan peningkatan Uptime dan

mempercepat Failure Recovery serta beberapa penyederhanaan antara lain:

penyederhanaan sistem administrasi, ekspansi kapasitas, dukungan perangkat

lunak asli, pengembangan sistem-level, instalasi dan deployment Sistem dan

testing aplikasi.

Portabilitas dari VM akan memudahkan proses migrasi server jika terjadi

kesalahan perangkat keras, disamping dapat memberikan peningkatan kapasitas

perangkat keras, seperti CPU yang lebih kuat, tambahan inti (core) CPU,

44

tambahan memori, tambahan kartu jaringan (network card) dan lain - lain

(Umar, 2013).

2.6 Blue Ocean Strategy

Menurut (Afiff, 2013) dalam tulisannya berjudul Blue Ocean Strategy dan

Ekonomi Kreatif menyatakan bahwa Blue Ocean Strategy pada prinsipnya adalah

strategi untuk keluar dari persaingan dengan menawarkan fitur produk atau sistem

yang inovatif, dimana hal seperti ini justru lepas dari perhatian para pesaing. Fitur

produk atau sistem ini biasanya memiliki perbedaan yang mendasar dengan yang

selama ini sudah ada dan diterapkan dalam organisasi. Beranjak dari pola-pikir

blue ocean strategy, organisasi didorong untuk memasuki sebuah lingkungan

persaingan baru yang secara potensial belum banyak organisasi berada di dalam

wilayah tersebut yang selama ini terabaikan oleh para pesaing. Dalam pola-pikir

sebelumnya, yang oleh W. Chan Kim dan Renee Mouborgne disebut sebagai red

ocean yaitu suatu kemampuan untuk mengalahkan kompetitor menjadi hal

terpenting, dimana pesaing biasanya memberikan tawaran fitur produk dan sistem

yang seragam, sama, dan semua saling memperebutkan pangsa pasar yang sama

pula, sehingga menimbulkan situasi persaingan yang sangat ketat. Karakteristik

dari blue ocean ditandai oleh area yang belum banyak terjelajahi, belum terdapat

penciptaan permintaan, dan memiliki peluang pertumbuhan yang sangat

menguntungkan. Saat ruang pasar semakin sesak, maka prospek terhadap laba

serta pertumbuhan dapat berkurang, dan produk pun telah bergeser menjadi

komoditas.

45

Pengertian strategi samudra biru menurut W. Chan Kim dan Renee

Mauborgne yang diterjemahkan dalam Blue Ocean Strategy untuk Ciptakan

Ruang Pasar Tanpa Pesaing dan Biarkan Kompetisi Tak Lagi Relevan (2005: 10)

“Bagaimana membuat ruang pasar yang belum terjelajahi, yang bisa

menciptakan permintaan dan memberikan peluang pertumbuhan yang sangat

menguntungkan. Intinya, bagaimana bersaing dengan tangkas dalam kompetisi;

bagaimana secara cerdik membaca persaingan, menyusun strategi dan kerangka

kerja yang sistematis guna menciptakan samudra biru”.

Definisi yang dikemukakan tentang strategi samudra biru menjelaskan bahwa

strategi samudra biru bukan sekedar strategi untuk memenangkan suatu

persaingan namun strategi untuk keluar dari wilayah persaingan dengan

menciptakan ruang yang baru serta membuat para pesaing dan sistem kompetisi

menjadi tidak relevan.

Inovasi dan kesetaraan nilai menjadi penekanan pada strategi BOS ini

sebagaimana yang dikemukakan oleh (Mazhaly, Umar and Moengin, 2013) yang

menyebutkan bahwa dasar dalam membuat samudra biru adalah inovasi nilai.

Inovasi nilai hanya terjadi ketika perusahaan memadukan inovasi dengan utilitas

(manfaat), harga, dan posisi biaya. Inovasi nilai seperti terlihat pada gambar 2.5

diciptakan dalam wilayah dimana tindakan perusahaan secara positif

mempengaruhi struktur biaya dan tawaran nilai bagi pembeli. Penghematan biaya

dilakukan dengan menghilangkan dan mengurangi faktor-faktor yang menjadi

titik persaingan dalam industri. Nilai pembeli ditingkatkan dengan menambah dan

menciptakan elemen-elemen yang belum ditawarkan industri. Maka biaya

46

berkurang jauh ketika ekonomi skala bekerja setelah terjadi volume penjualan

tinggi akibat nilai unggul yang diciptakan.

Gambar 2.5 Diagram Inovasi Nilai (Mazhaly, Umar and Moengin, 2013)

Chrismardani, 2010 dalam tulisannya tentang Implementasi Blue Ocean

Strategy di Indonesia, juga menekankan bahwa strategi ini membutuhkan suatu

inovasi yang terus menerus dan selalu melakukan pengendalian terhadap kurva

nilai agar tetap menemukan strategi yang tepat untuk mencari peluang

menciptakan lautan biru yang baru. Meskipun strategi ini terbukti sangat baik

namun di Indonesia masih jarang yang melakukan sehingga pemahaman ini

diperlukan bagi kalangan manajerial puncak agar organisasinya selalu memiliki

kekuatan untuk menciptakan lingkungan baru yang bebas dari persaingan ketat.

Lebih lanjut (Mazhaly, Umar and Moengin, 2013) menyebutkan bahwa

inovasi nilai tidaklah sama dengan inovasi teknologi. Inovasi nilai menolak salah

satu dogma yang paling umum digunakan dalam strategi berbasiskan kompetisi

yaitu : dilema atau pertukaran ( tradeoff ) nilai - biaya. Disini, strategi dilihat

About BOS

Value Innovation

Eliminate

Reduce

Raise

Create

Value

Innovation

Costs

Value

VI

47

sebagai pembuat pilihan antara diferensiasi dan biaya rendah. Sebaliknya BOS

menjadikan perusahaan mengejar diferensiasi dengan biaya rendah secara

bersamaan. Tabel 2.2 menyajikan perbedaan mendasar antara strategi Red Ocean

dan strategi Blue Ocean.

Tabel 2.2 Perbedaan Red Ocean Strategy dan Blue Ocean Strategy

(Kim dan Mauborgne, 2005)

Strategi Red Ocean Strategi Blue Ocean

Bersaing dalam ruang pasar

yang sudah ada

Menciptakan ruang pasar

yang belum ada pesaingnya

Memenangi kompetisi

Menjadikan kompetisi tidak relevan

Mengeksploitasi permintaan

yang ada

Menciptakan dan menangkap permintaan

baru

Memilih antara nilai - biaya

(value - cost trade off)

Mendobrak pertukaran nilai-biaya

Memadukan keseluruhan sistem kegiatan

perusahaan dengan pilihan strategis antara

diferensiasi atau biaya rendah

Memadukan keseluruhan sistem kegiatan

perusahaan dalam mengejar diferensiasi

dan biaya rendah

Untuk menganalisis BOS agar perumusan dan penerapannya menjadi

sistematis dan praktis. Kim dan Mauborgne (2005) telah mengembangkan 3 hal

dalam perangkat kerja yang telah dipelajari dan diuji selama hampir 15 tahun

terhadap perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, yaitu :

a. Canvas Strategy, yang merupakan kerangka aksi sekaligus diagnosis

untuk membangun BOS yang baik. Tujuannya adalah untuk menangkap

posisi organisasi yang ada dalam pasar, dimana dengan memahami posisi

tersebut akan dipahami faktor yang menjadi persaingan dalam hal produk

48

yang diterima masyarakat. Gambar 2.6 menyajikan contoh Canvas

Strategy industri penerbangan serta faktor-faktor yang mempengaruhi

industri penerbangan.

Gambar 2.6 Canvas Strategy Southwest Airline

(https://strategika.wordpress.com)

Canvas Strategy memiliki 2 fungsi yaitu :

1) Menganalisa dan memotret keadaan pasar yang ada, untuk

mendapatkan pemahaman terhadap persaingan yang sedang

terjadi, memahami hal apa saja yang sedang diperebutkan dalam

bidang jasa, layanan, produk dan memahami kebutuhan dari

masyarakat terhadap hal yang ditawarkan.

2) Merancang suatu kegiatan dan menata ulang segala hal yang

sudah dikerjakan dengan memperhatikan persaingan yang sedang

terjadi untuk menciptakan suatu strategi alternatif. Sumbu

horizontal mewakili faktor yang menjadi persaingan.

49

b. Four Action Framework, yang dikembangkan untuk merekonstruksi

elemen-elemen nilai pembeli dalam membuat kurva nilai baru. Dalam

konteks inovasi, nilai bisa dipahami sebagai efisiensi biaya dan

menciptakan nilai lebih untuk masyarakat. Terdapat empat langkah dalam

kerangka kerja ini sebagaimana tersaji seperti pada gambar 2.7 yang

mengilustrasikan tentang kerangka kerja empat langkah.

Gambar 2.7 Kerangka Kerja 4 Langkah (Kim dan Mauborgne, 2005)

c. ERRC (Eliminate – Reduce – Raise – Create) Grid, yang merupakan

pelengkap bagi kerangka kerja empat langkah. ERRC Grid ini biasa juga

disebut skema Hapuskan – Kurangi – Tingkatkan – Ciptakan yang

digunakan mendorong perusahaan untuk bertindak berdasarkan keempat

pertanyaan itu guna menciptakan suatu kurva nilai baru. Keempat

langkah tersebut merupakan empat pertanyaan kunci yaitu :

50

1) Reduce : faktor apa saja yang harus dikurangi dari standar industri.

2) Eliminate : faktor apa yang diterima padahal seharusnya bisa

dihilangkan.

3) Raise : faktor apa saja yang harus ditingkatkan dari standar industri.

4) Create : faktor yang harus diciptakan dimana belum pernah di

tawarkan oleh industri sebelumnya.

Di dalam BOS terdapat enam prinsip yang mendorong implementasinya.

Setiap strategi tentu memiliki peluang dan resiko di dalamnya. Demikian pula

pada keenam prinsip BOS tersebut juga terdapat resiko resiko yang akan ditangani

oleh setiap prinsipnya. Tabel 2.3 disajikan keenam prinsip perumusan BOS

beserta faktor resiko yang ditangani oleh setiap prinsipnya menurut Kim dan

Mauborgne (2005). Empat prinsip pertama merupakan pemandu keberhasilan

dalam merumuskan BOS, sedangkan dua prinsip terakhir merupakan pemandu

ketika BOS yang efektif dieksekusi.

51

Tabel 2.3 Prinsip Perumusan BOS (Kim dan Mauborgne, 2005)

Prinsip Perumusan Faktor Resiko Yang Ditangani oleh

Setiap Prinsip

1. Merekonstruksikan batasan-

batasan pasar

Resiko Pencarian

2. Fokus pada gambaran besar,

bukan pada angka

Resiko Perencanaan

3. Menjangkau, melampaui

permintaan yang ada

Resiko Skala

4. Melakukan rangkaian strategis

dengan tepat

Resiko model bisnis

Prinsip-Prinsip Eksekusi Pelaksanaan Faktor Resiko Yang Ditangani oleh

Setiap Prinsip

5. Mengatasi hambatan-hambatan

utama dalam organisasi

Resiko organisasi

6. Mengintegrasikan eksekusi ke

dalam strategi

Resiko manajemen

2.7 Model Balanced Scorecard

Balanced Scorecard (BSC) adalah suatu konsep yang awalnya dipublikasikan

oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992 melalui serangkaian

artikel jurnal dan pada tahun 1996 ditulis bukunya “The Balanced Scorecard”

(Wikipedia, n.d.). BSC digunakan untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas

operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran

yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali dikembangkan dan

digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak hanya

berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC membantu

memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada

gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka

panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada

52

ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif

pelanggan, proses, dan karyawan.

Menurut Putra (2013) dalam penelitiannya tentang Penerapan Balanced

Score Card Sebagai Tolok Ukur Penilaian Kinerja Pada Instansi Pemerintah, BSC

adalah suatu metode sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan

strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. Kinerja organisasi publik

harus dilihat secara luas dengan mengidentifikasi keberhasilan organisasi tersebut

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendekatan dalam pengukuran kinerja

bisa dimodifikasi agar layak digunakan untuk menilai kinerja akuntabilitas publik

dengan sebenarnya.

Balanced Scorecard dan Value for Money bisa digunakan dalam berbagai

macam cara agar mampu mendeteksi pencapaian organisasi publik dalam

melayani pelanggan (masyarakat). BSC adalah salah satu instrumen manajemen

yang terbukti telah membantu banyak perusahaan dan organisasi dalam

mengimplementasikan strategi bisnis dan pelayanannya. Balanced Scorecard

merupakan suatu sistem manajemen, yang didalamnya mencakup tentang

pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat

memberikan dasar pemahaman kepada pimpinan perusahaan dan organisasi

tentang kinerja organisasinya. Pengukuran kinerja tersebut melihat organisasi dari

empat sudut pandang yaitu sisi keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, sisi

pembelajaran dan pertumbuhan seperti terlihat pada Gambar 2.8.

53

Gambar 2.8 Perspektif Pengukuran Kinerja dalam Model Balanced Scorecard (Kaplan, 1999)

Hasil penelitian Kaplan (1999) juga mengidentifikasi terdapat empat faktor

penghalang (barriers) dalam penerapan strategi BSC yang berkaitan dengan visi

(vision barrier), manusia/karyawan (people barrier), sumber daya (resource

barrier) dan manajemen (management barrier). Pada vision barrier dicatat

bahwa hanya 5% dari angkatan kerja yang memahami strategi, pada people

barrier hanya 25% dari manajer yang memiliki insentif terkait dengan strategi,

sementara pada resource barrier 60% dari organisasi tidak menghubungkan

anggaran dengan strategi dan pada management barrier ditemukan 85% dari tim

eksekutif menghabiskan waktu kurang dari satu jam per bulan untuk membahas

strategi. Hal itulah yang diidentifikasi sebagai penyebab 9 dari 10 organisasi

gagal menerapkan strategi.

54

Nurjaya,W.W.K (2014) dalam penelitianya “Model Strategic Planning For

Information System Menggunakan Balance Scorecard pada Universitas Komputer

Bandung”, menyatakan bahwa metode balanced scorecard dimanfaatkan sebagai

alat yang efektif untuk metode perencanaan strategis yaitu sebagai penterjemahan

dari visi, misi, peran pokok, faktor penentu keberhasilan, tolak ukur, tujuan, dan

target kinerja dalam perbaikan yang komprehensip, terukur, koheren dan

berimbang. Dengan adanya perencanaan yang baik maka dapat meningkatkan

efisiensi dan efektifitas dalam proses usaha, dapat memberikan nilai tambah

berupa tingkat persaingan yang tinggi dalam persaingan usaha, dan mampu

meningkatkan kinerja dan pertumbuhan kompetisi yang berkelanjutan.

Selanjutnya Nugroho (2013) tentang Perencanaan Strategis Berbasis

Kerangka Kerja Balanced Scorecard (BSC) pada Lembaga Pemerintahan Non

Departemen (LPND) menguraikan bahwa BSC merupakan suatu sistem

manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh,

mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada pemangku kepentingan.

Kata balanced dalam BSC merujuk pada konsep keseimbangan antara berbagai

sudut pandang, jangka waktu (pendek dan panjang), ruang lingkup perhatian

(intern dan ekstern) dan scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan

bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif. BSC dapat memberikan

manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara, yaitu :

a. Menjelaskan visi organisasi,

b. Menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu,

c. Mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya,

55

d. Meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi

yang tepat untuk mengarahkan pada perubahan.

Pada prinsipnya, Balanced Scorecard adalah tools yang digunakan untuk

memetakan strategi dan menterjemahkan strategi menjadi rencana aksi. Sebagai

salah satu tools manajemen, Balanced Scorecard diterapkan juga dalam sistem

pemerintahan. Balanced scorecard organisasi dapat mendefinisikan strategi yang

bersifat normatif. Bentuk definitif dari strategi yang normatif diterjemahkan

dalam bentuk Key Performance Indicators (KPI). Setiap strategi yang dipetakan

menjadi sasaran strategis kedalam perspektif balanced scorecard, harus

ditentukan ukuran keberhasilannya.

56

Gambar 2.9 Perspektif Balanced Scorecard pada Instansi Pemerintah

(https://jsofian.wordpress.com)

Perspektif Balanced Scorecard menurut Sofian (2008) tentang Perancangan

Balanced Scorecard di Institusi Pemerintah menguraikan tentang empat persfektif

dapat dilihat seperti pada gambar 2.9. Pada prinsipnya perancangan perspektif

BSC pada organisasi pemerintah adalah sebagai berikut:

a. Perspektif Stakeholder. Stakeholder (masyarakat) yang dimaksud dalam

gambar 2.9 meliputi citizens (customer), community caring capacity,

57

building community adalah pihak yang membutuhkan infrastruktur dan

fasilitas publik yang difasilitasi instansi pemerintah. Peningkatan nilai

partisipatori peserta lelang adalah salah satu contoh indikator

peningkatan kehandalan pengelolaan e-procurement oleh LPSE

b. Perspektif Financial, perspektif ini menitikberatkan pada pengelolaan

anggaran untuk merealisasikan visi dan misi dari pemerintah.

indikatornya diukur seperti tingkat penyerapan anggaran dalam

pelaksanaan APBD.

c. Perspektif Internal Organizational Processes. perspektif ini fokus pada

kualitas layanan publik yang diberikan. Instansi pemerintah memiliki

kewajiban untuk manjadi fasilitator bagi masyarakat dibandingkan

sebagai regulator. Indikator yang dipergunakan contohnya kecepatan

respon dari aparat terhadap laporan masyarakat, kualitas infrastruktur dan

layanan yang diberikan, kerjasama dengan masyarakat dan komunitas

lainnya.

d. Perspektif Learning and Growth Team Development. Perspektif ini

adalah dasar untuk tercapainya tiga perspektif lainnya. Dalam penyediaan

program layanan kepada masyarakat diperlukan komitmen, dedikasi, dan

kompetensi dari para penyelenggara pemerintahan sehingga dapat

terwujud visi dari organisasi tersebut. Indikatornya adalah seperti tingkat

pendidikan penyelenggara pemerintah, penguasaan Teknologi informasi

dan komunikasi, sertifikasi, dan dedikasi.

58

2.8 Kuesioner Berbasis End User Computing Satisfaction (EUCS)

Pengukuran tingkat kepuasan pengguna layanan dalam perencanaan strategis

adalah suatu hal yang penting dilaksanakan. Pengukuran tersebut dapat dilakukan

melalui pengambilan data dengan memanfaatkan kuesioner yang disusun menurut

model tertentu sehingga data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang

diinginkan. Salah satu model yang banyak digunakan adalah End User

Computing Satisfaction (EUCS) yang dikembangkan oleh Doll (1988) dan

Torkzadeh (1991). Mereka mengembangkan instrumen EUCS yang terdiri dari 12

item dengan membandingkan lingkungan pemrosesan data tradisional dengan

lingkungan end user computing, yang meliputi 5 komponen, yaitu : Isi (content),

Akurasi (accuracy), Bentuk (format), Kemudahan (ease of use) dan Ketepatan

Waktu (timeliness) sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Model Pengukuran Kepuasan Layanan dalam EUCS

Content

Accuracy

Format

Ease of use

Timeliness

End-User

Computing

Satisfaction

(EUCS)

59

2.9 Model Kano

Model Kano digunakan untuk mengenlompokkan variabel produk/layanan

berdasarkan seberapa baik produk/layanan tersebut mampu mempengaruhi

kepuasan pengguna. Variabel layanan dapat dibedakan menjadi tiga kategori

yaitu :

a. Kategori Must Be atau Basic Needs

Pada kategori ini pengguna menjadi tidak puas apablia kinerja varibel

rendah, namun kepuasan pengguna tidak akan meningkat jauh diatas

netral meski kinerja variabel tinggi.

b. Kategori One-Dimensional atau Performance Needs

Dalam kategori ini, tingkat kepuasan pengguna berhubungan linier

dengan kinerja variabel, sehingga kinerja variabel yang tinggi akan

mengakibatkan tingginya kepuasan pengguna.

c. Kategori Attractive atau Excitement Needs

Pada kategori attractive atau excitement needs tingkat kepuasan

pengguna akan meningkat sampai tingkatan tertinggi seiring

meningkatnya kinerja variabel akan tetapi kinerja variabel yang menurun

tidak akan menyebabkan penurunan tingkat kepuasan.

Kecenderungan reaksi dari konsumen akan berada pada kategori sebagaimana

terlihat pada tabel 2.4 tentang kategori Kano yaitu indifferent, questionable, dan

reserve. Indifferent kategori dimana jika tidak ada layanan, maka tidak akan

berpengaruh kepada kepuasan konsumen. Reserve akan terjadi ketika derajat

kepuasan pengguna lebih tinggi terhadap layanan yang sedang berlangsung tidak

60

semestinya dibanding dengan layanan yang berjalan baik. Questionable adalah

situasi dimana pengguna merasa ragu jika layanan diberikan. Gambaran derajat

kepuasan pengguna menurut diagram kepuasan Kano terlihat seperti pada

Gambar 2.11.

Tabel 2.4. Kategori Kano (Amran dan Ekadeputra, 2013)

Pertanyaan disfungsional

San

gat

pu

as

Pu

as

Bia

sa

Saj

a

Tid

ak

Pu

as

San

gat

Tid

ak p

uas

Per

tan

yaa

n

fun

gsi

on

al

Sangat puas Q A A A O

Puas R I I I M

Biasa saja R I I I M

Tidak puas R I I I M

Sangat tidak puas R R R R Q

Gambar 2.11 Diagram Derajat Kepuasan Model Kano

M: must-be

O : one-dimensional

A : attractive

I : indifferent

R : reverse

Q : questionable