BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam. Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Sebagian dihasilkan dalam bentuk selulosa murni seperti yang terdapat dalam rambut biji tanaman kapas.Namun paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin dan polisakarida lain seperti hemiselulosa dalam dinding sel tumbuhan berkayu, baik pada kayu lunak dan keras, jerami atau bambu. Selain itu selulosa juga dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum secara ekstraseluler (Klemm, dkk., 1998a). Senyawa ini juga dijumpai dalam plankton bersel satu atau alga di lautan, juga pada jamur dan bakteri (Potthast, dkk., 2006; Zugenmaier, 2008).Sebagai bahan baku kimia, selulosa telah digunakan dalam bentuk serat atau turunannya selama sekitar 150 tahun (Habibi, dkk., 2010). Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam dan amonia (Brown dan Saxena, 2007). Payen mengamati bahwa bahan yang telah dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu karbohidrat. Hal ini berdasarkan residu glukosa yang mirip dengan pati. Payen Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Selulosa

2.1.1 Struktur Selulosa

Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam.

Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Sebagian dihasilkan

dalam bentuk selulosa murni seperti yang terdapat dalam rambut biji tanaman

kapas.Namun paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin dan

polisakarida lain seperti hemiselulosa dalam dinding sel tumbuhan berkayu, baik

pada kayu lunak dan keras, jerami atau bambu. Selain itu selulosa juga dihasilkan

oleh bakteri Acetobacter xylinum secara ekstraseluler (Klemm, dkk., 1998a).

Senyawa ini juga dijumpai dalam plankton bersel satu atau alga di lautan, juga

pada jamur dan bakteri (Potthast, dkk., 2006; Zugenmaier, 2008).Sebagai bahan

baku kimia, selulosa telah digunakan dalam bentuk serat atau turunannya selama

sekitar 150 tahun (Habibi, dkk., 2010).

Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai

serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan

asam dan amonia (Brown dan Saxena, 2007). Payen mengamati bahwa bahan

yang telah dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu

karbohidrat. Hal ini berdasarkan residu glukosa yang mirip dengan pati. Payen

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

β-1,4-glikosida

juga mengatakan bahwa selulosa adalah isomer dari bahan penyusun pati

(Zugenmaier, 2008).

Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung

dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak

bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil

(Potthast, dkk., 2006; Zugenmaier, 2008), seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10 O5)n dengan n ~ 1500 dan berat

molekul ~ 243.000 (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2.1. Struktur selulosa (Zugenmaier, 2008)

Untuk mendapatkan sifat fisik dan kimia yang lebih baik dan memperluas

aplikasinya, selulosa dibuat dalam berbagai turunannya diantaranya turunan ester

dan eter. Ester selulosa banyak digunakan sebagai serat dan plastik, sedangkan

eter selulosa sebagai pengikat dan bahan tambahan untuk mortir khusus atau

kimia khusus untuk bangunan dan konstruksi juga stabilisator viskositas pada cat,

makanan, produk farmasetik, dan lain-lain. Selulosa juga merupakan bahan dasar

dalam pembuatan kertas. Seratnya mempunyai kekuatan dan durabilitas yang

tinggi. Jika dibasahi dengan air, menunjukkan pengembangan ketika jenuh, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

juga higroskopis. Bahkan dalam keadaan basah, serat selulosa alami tidak

kehilangan kekuatannya (Zugenmaier, 2008).

Turunan selulosa telah digunakan secara luas dalam sediaan farmasi

seperti etil selulosa, metil selulosa, karboksimetil selulosa, dan dalam bentuk

lainnya yang digunakan dalam sediaan oral, topikal, dan injeksi. Sebagai contoh,

karboksimetil selulosa merupakan bahan utama dari SeprafilmTM, yang digunakan

untuk mencegah adesi setelah pembedahan. Baru-baru ini, penggunaan selulosa

mikrokristal dalam emulsi dan formulasi injeksi semipadat telah dijelaskan.

Penggunaan bentuk-bentuk selulosa dalam sediaan disebabkan sifatnya yang inert

dan biokompatibilitas yang sangat baik pada manusia (Jackson, dkk., 2011).

2.1.2 Sifat Fisika Kimia

Bahan berbasis selulosa sering digunakan karena memiliki sifat mekanik

yang baik seperti kekuatan dan modulus regang yang tinggi, kemurnian tinggi,

kapasitas mengikat air tinggi, dan struktur jaringan yang sangat baik (Gea, dkk.,

2011). Pada Gambar 2.2 dapat dilihat lapisan-lapisan dinding sel kayu dan

selulosa mikrofibril. Dinding sel kayu dibagi dalam beberapa lapisan yaitu lamela

tengah (LT), dinding sel primer (P), dan dinding sel sekunder (S) (dinding

sekunder terbagi dalam lapisanS1, S2, dan S3). Lapisan-lapisan ini mempunyai

struktur dan komposisi kimia yang berbeda.

Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan

hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh.

Serat selulosa juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat

mempertahankan aspect ratio (perbandingan panjang terhadap diameter (P/d))

yang tinggi selama proses produksi. Selulosa nanoserat memiliki beberapa

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Serat selulosa dalam dinding sel tanaman

Sel tanaman

Dinding sel

Serat

Mikroserat

Monomer-monomer glukosa

Rantai selulosa

S

S1

S2

S3

PLT

keuntungan seperti: densitas rendah, sumber yang dapat diperbaharui,

biodegradable, mengurangi emisi karbondioksida di alam, kekuatan dan modulus

yang tinggi, permukaan yang relatif reaktif sehingga dapat digunakan untuk

grafting beberapa gugus kimia, dan harga yang murah (Frone, dkk., 2011).

Gambar 2.2. Kumpulan rantai selulosa dalam mikrofibril yang membentukdinding sel tanaman (Modifikasi dari Djerbi, 2005).

2.1.3 Sumber Selulosa

Selulosa diisolasi dari dinding sel tanaman, bahan berkayu, rambut biji,

kulit pohon, dan tanaman laut. Serat kapas mengandung 95% selulosa, sedangkan

kayu 40-50% selulosa (Tabel 2.1). Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut

sumbernya dan biasanya berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin,

protein, lignin dan substansi-substansi mineral. Selulosa yang diperoleh dari kayu

memerlukan proses yang panjang untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin

(Bhimte dan Tayade, 2007). Selulosa juga dapat dihasilkan dari serat tanaman

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

seperti tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005b), rambut biji dari

Cochlospermum planchonii (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a), ampas tebu

(Sun, dkk., 2004), jerami (Ilindra dan Dhake, 2008), lenan (Leppanen,dkk., 2009).

Tabel 2.1. Senyawa kimia yang terdapat dalam beberapa bahan yang mengandungselulosa

(Zugenmaier, 2008).

Proses pemisahan selulosa dari lignin dan hemiselulosa disebut juga

dengan proses pulping. Pembuatan pulp ini dapat dilakukan secara mekanis,

semikimia, dan kimia. Metode secara mekanis dilakukan dengan groundwood

process, dimana blok kayu ditekan dengan batu giling yang lembab dan kasar

yang berputar dengan kecepatan 1000-1200 m/menit. Proses pulping secara

semikimia menggabungkan proses kimia dan mekanis. Pada proses ini kayu

dilunakkan dengan bahan kimia, kemudian pulp yang dihasilkan diperlakukan

SumberKomposisi (%)

Selulosa Hemiselulosa Lignin EkstrakHardwood 43-47 25-35 16-24 2-8Softwood 40-44 25-29 25-31 1-5Tebu 40 30 20 10Coir 32-43 10-20 43-49 4Tongkol jagung 45 35 15 5Tangkai jagung 35 25 35 5Kapas 95 2 1 0,4Flax (dibasahi) 71 21 2 6Flax (tidak dibasahi) 63 12 3 13Hemp 70 22 6 2Henequen 78 4-8 13 4Istle 73 4-8 17 2Jute 71 14 13 2Kenaf 36 21 18 2Rami 76 17 1 6Sisal 73 14 11 2Sunn 80 10 6 3Jerami gandum 30 50 15 5

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

secara mekanis. Secara kimia proses pulping dapat dilakukan dengan proses sulfit,

basa, dan sulfat untuk melarutkan lignin dan hemiselulosa, dan meninggalkan

senyawa selulosa sebagai bentuk padatan. Proses sulfit menggunakan campuran

asam sulfit (H2SO3) dan ion bisulfit (HSO3-) untuk melarutkan lignin sebagai asam

lignosulfonat yang dapat larut dalam larutan pemasak. Pada proses basa kayu

dimasak dengan larutan NaOH. Proses sulfat (Kraft) menggunakan larutan NaOH

dan Na2S. Penggunaan kedua bahan ini akan meningkatkan delignifikasi dan

kekuatan pulp (Klemm, dkk., 1998a). Metode lain yang dapat digunakan untuk

delignifikasi adalah dengan metode ledakan uap (steam explosion). Pada metode

ini potongan kayu akan diberikan tekanan dan suhu yang tinggi dengan

menggunakan autoklaf (Othmer, 1993).

Sumber lain selulosa adalah hasil biosintesis selulosa oleh

mikroorganismeseperti bakteri, alga, dan jamur. Alga dan jamur menghasilkan

selulosa melalui sintesis in vitro secara enzimatik dari selobiosil fluorida, dan

kemosintesis dari glukosa dengan pembukaan cincin polimerisasi turunan benzil

dan pivaloyl. Dari ketiga mikroorganisme tersebut, hanya spesies Acetobacter

xylinum yang diketahui dapat menghasilkan selulosa dalam jumlah besar. Sumber

selulosa lain adalah dari hewan, yang disebut tunicin atau selulosa hewan karena

diperoleh dari organisme bahari tertentu dari kelas Tunicata (Gea, 2010).

2.1.4 Struktur Kristal dari Selulosa

Selulosa terdiri dari dua bagian yaitu amorf dan kristal. Selulosa dapat

ditemukan dalam bentuk mikrofibril kristalin selulosa I, II, III, dan IV. Fraksi

kristal dinyatakan dalam persentase sebagai indeks kristalinitas. Penentuan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

struktur selulosa bisa dilakukan dengan difraksi X-Ray, NMR, dan FTIR

(Klemm, dkk., 1998a; Gea, 2010).

Selulosa I merupakan bentuk asli selulosa yang terdiri dari dua kristal

allomorf, yaitu Iα dan Iβ. Berdasarkan pengujian difraksi elektron selulosa

Iαmemiliki satu unit sel triklinik, sedangkan selulosa Iβ memiliki dua unit sel

monoklinik, keduanya tersusun dalam satu susunan rantai paralel, dengan rasio

berbeda dalam satu serat, tergantung pada asalnya. Selulosa Iα banyak terdapat

pada selulosa bakteri dan valonia, sedangkan Iβ pada selulosa kapas atau kayu

(Klemm, dkk., 1998a).

Selain selulosa I, terdapat selulosa II yang terbentuk dengan pengendapan

selulosa dari larutan ke dalam medium air pada suhu kamar atau sedikit lebih

tinggi dari suhu kamar pada proses pemintalan serat selulosa buatan manusia

secara teknis. Selulosa II ini juga diperoleh dari proses merserisasi kapas, yang

terjadi melalui pembentukan natrium selulosa melalui interaksi polimer dengan

cairan natrium hidroksida dan peruraian dengan netralisasi atau penghilangan

natrium hidroksida. Proses transformasi dari selulosa I menjadi selulosa II

biasanya irreversible, walaupun ada yang menyatakan bahwa natrium selulosa

dapat diretransformasi sebagian menjadi selulosa I. Sistem ikatan hidrogen

selulosa II lebih rumit daripada selulosa I dan menghasilkan densitas tautan silang

intermolekul yang lebih tinggi (Mandal, 2011; Klemm, dkk., 1998a).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Gambar 2.3. Difraktogram difraksi X-Ray dari selulosa dan selulosa nanokristallinter (Li, dkk., 2003).

Li, dkk. (2003) melakukan kondensasi selulosa alam (linter) yang

memiliki struktur kristal I dengan NaOH 18% dan menghasilkan struktur kristal

baru, yaitu struktur kristal II. Perlakuan terhadap selulosa nanokristal

(nanocrystalline cellulose, NCC) dengan struktur kristal I menggunakan NaOH

4% juga menghasilkan NCC dengan struktur kristal II. Struktur kristal selulosa

dan NCC dari penelitian Li, dkk. (2003) ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Struktur selulosa III dan IV diturunkan dari selulosa I atau II, disebut

dengan selulosa IIII, IVI, dan IIIII dan IVII. Selulosa III diperoleh dari perlakuan

selulosa I atau II dengan cairan amoniak dibawah -30 oC dan rekristalisasi sampel

dengan evaporasi amoniak (Klemm, dkk., 1998a).

2.1.5 Biosintesis

Selulosa terdapat pada semua dinding sel tumbuhan. Tumbuhan darat

seperti pohon hutan dan kapas menyintesis selulosa dari glukosa, yang dihasilkan

dalam sel tanaman dengan cara fotosintesis. Senyawa ini juga dijumpai dalam

plankton bersel satu atau alga, juga pada jamur dan bakteri (Zugenmaier, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Hemiselulosa

α-glukosa-6-P

Fruktokinase

Mannosa-6-P

Fosfomannomutase Mannosa-6-P-isomerase

β-Fruktosa-6-PMannosa-1-P

Glukosa-6-P-isomerase

Fosfoglukomutase

α-glukosa-1-P

UTP-glukosa-1-P-uridiltransferase

UDP-glukosa Selulosa

Fruktosa

SukrosaGlukosa

Sukrosa-6-P

Sukrosa fosfatase Sukrosa sintase

Selulosa sintase

α-glukosidase

UDP glukosa dehidrogenase

UDP-glukoronat

UDP-glukoronat-4-epimerase

UDP-galakturonat

Hemiselulosa, pektin

1,4-β-glukan

β-Glukosa

Selulase

β-Glukosidase

Glukosida Glukosa

Β-glukosidase

Fenol Β-glukosiltransferase

Ada 3 (tiga) cara sintesis selulosa adalah sebagai berikut:

1. Biosintesis dalam organisme hidup2. Sintesis enzimatik in vitro3. Sintesis kimia dengan polimerisasi dari monomer yang sesuai (Klemm, dkk.,

1998b).

Biosintesis selulosa merupakan proses yang sangat kompleks, tidak hanya

pada pembentukan rantai β-1,4-glukan, tetapi juga pada penetapan susunan

supramolekuler dan serat dalam polimer padat yang terbentuk. Mekanisme

pembentukan selulosa dianggap berbeda pada tumbuhan tinggi dan bakteri atau

alga. Biosintesis selulosa pada tumbuhan tinggi dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Proses biosintesis diawali dengan konversi β-fruktosa-6-P menjadi α-glukosa-6-

fosfat oleh enzim glukosa-6-fosfat isomerase, kemudian menjadi α-glukosa-1-P

oleh enzim fosfoglukomutase. α-glukosa-1-P diubah menjadi UDP (uridin

difosfatase)-glukosa oleh UTP (uridin trifosfatase)-glukosa-1-fosfat uridil

transferase. Dengan bantuan enzim selulosa sintase UDP-glukosa diubah menjadi

selulosa. Selain dari fruktosa, selulosa juga bisa dihasilkan dari sukrosa. Enzim

sukrosa sintase akan mengubah sukrosa menjadi UDP-glukosa, selanjutnya

menjadi selulosa dengan bantuan selulosa sintase (Brown dan Saxena, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Gambar 2.4. Sintesis selulosa yang dipengaruhi oleh enzim pada Populus trimula(L) (Modifikasi dari Brown dan Saxena, 2007)

Sintesis selulosa in vitrosecaraenzimatik diketahui ada 2 (dua) cara:

1. Mereaksikan UDP-glukosa dengan selulosa sintase yang dimurnikan

2. Kondensasi glukosa atau turunannya oleh selulase (Klemm, dkk., 1998b)

2.2 Selulosa Mikrokristal

Selulosa mikrokristal telah dibuat dari beberapa sumber alam, seperti dari

serat rami, kulit kapas, ampas tebu, jerami, lenan dengan cara menghidrolisis α-

selulosa dengan larutan asam encer pada suhu tinggi. Pada proses hidrolisis asam,

bagian non kristalin terhidrolisis dan bagian kristal dilepaskan (Terinte, dkk.,

2011). Hidrolisis α-selulosa ini akan mengakibatkan pemendekan rantai, sehingga

selulosa mikrokristal memiliki rumus molekul (C6H10O5)n, dimana n ~ 220,

dengan berat molekul: ~ 32.400 (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a; Bhimte

dan Tayade, 2007; Ilindra dan Dhake, 2008; Leppanen, dkk., 2009; Rowe, dkk.,

2009).

Selulosa mikrokristal dikenalkan pada tahun 1960-an dandigunakan

sebagai pengikat, pengisi dalam tablet, penghilang lemak, stabilizer dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

industri makanan, komposit dalam kayu, industri plastik, dan kosmetik (Terinte,

dkk., 2011). Selulosa mikrokristal dianggap sebagai bahan tambahan terbaik untuk

pembuatan tablet cetak langsung(Bhimte dan Tayade, 2007; Bushra,dkk., 2008),

bisa sebagai bahan pengisi, pengikat pada tablet dengan konsentrasi 20%-90%,

penghancur tablet dengan konsentrasi 5%–20%(Soekemi, dkk., 1987; Gohel dan

Jogani, 2005; Rowe, dkk., 2009).

Karakteristik selulosa mikrokristal menurut USP 32-NF 27 meliputi uji

identifikasi, sifat fisika dan kimia, cemaran mikroba, dan lethal dose 50% (LD50).

Spesifikasi selulosa mikrokristal menurut USP 32-NF 27 dapat dilihat pada Tabel

2.2 berikut ini.

Tabel 2.2. Spesifikasi selulosa mikrokristal menurut USP 32-NF 27

Pengujian USP 32-NF 27Organoleptik Berwarna putih, tidak berbau dan berasaIdentifikasi Berwarna biru violet dengan ZnCl2

Pati Tidak ada (tidak berwarna biru dengan larutaniodin)

Derajat Polimerisasi < 350Zat larut air (%) < 0,25Zat larut eter (%) < 0,05Angka Lempeng Total (cfu/g)

< 1000

Angka Kapang dan Khamir (cfu/g)

< 100

Escherichia coli -Staphylococcus aureus -Salmonella species -Pseudomonas aeruginosa

-

pH 5,0-7,5Susut pengeringan (%) < 7,0Kadar abu total (%) < 0,1Kadar logam berat (Pb, Cd) (%)

< 0,001

LD50 > 5 g/kg BB(Rowe, dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Selulosa mikrokristal banyak digunakan sebagai eksipien pada pembuatan

tablet cetak langsung. Sifat alir dari bahan tambahan adalah penting untuk

diketahui. Hal ini berkaitan dengan penanganan dan pencetakan bahan serbuk,

khususnya untuk bahan tambahan tablet cetak langsung. Kemampuan mengalir

suatu bahan serbuk dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3. Tabel kemampuan mengalir serbuk menurut Carr

Derajat kemampuanmengalir

Sudut diam (o) Kompresibilitas (%)

Sangat baik 25-30 5-10Baik 31-35 11-15

Sedang 36-40 16-20Cukup 41-45 21-25Buruk 46-55 26-31

Sangat buruk 56-65 32-37Sangat sangat buruk 66-90 >38

(Bhimte dan Tayade, 2007)

Berdasarkan Table 2.3 di atas, sudut diam memberikan penilaian terhadap

pergesekan internal dan kohesif. Nilai sudut diam hingga 40o menunjukkan

potensi untuk mengalir sedangkan sudut yang lebih besar dari 50o menunjukkan

sifat alir yang buruk atau tidak dapat mengalir. Pengukuran sudut diam peka

terhadap kelembaban dan dapat menjadi suatu cara dalam memonitor perbedaan

antara satu bets dengan bets lainnya (Bhimte dan Tayade, 2007). Indeks Hausner

merupakan indikasi dari pergesekan antarpartikel. Nilai indeks Hausner yang

lebih besar dari 1,25 menunjukkan sifat alir yang buruk (Ohwoavworhua dan

Adelakun, 2005b). Kompresibilitas dihitung dengan menggunakan nilai berat

jenis mampat dan ruahan. Nilai kompresibilitas lebih dari 20% menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

serbuk tidak dapat mengalir bebas,sedangkan bahan dengan kompresibilitas lebih

dari 38% akan sulit untuk keluar dari hopper(Bhimte dan Tayade, 2007).

Selulosa mikrokristal dapat diperoleh secara komersial dengan berbagai

kualitas dan merek dagang, diantaranya Avicel PH, Cellets, Celex, hellolosum

mikrokristallinum, Celphere, Ceolus KG, Comprecel, Emcocel, Ethisphere,

Fibrocel, Pharmacel, dan lain-lain. Selulosa mikrokristal tersedia dalam berbagai

kelas (grade) berdasarkan analisis ukuran partikel (Tabel 2.4) (Rowe, dkk, 2009).

Tabel 2.4. Beberapa merek dagang dan kelas dari selulosa mikrokristal

KelasRata-rata Ukuran

Partikel (ηm)

Analisis Ukuran PartikelUkuran

Ayakan (Mesh)Jumlah yangTertahan (%)

Avicel PH 101 50 60 ≤ 1,0200 ≤30,0

Avicel PH 102 100 60 ≤ 8,0200 ≥ 45,0

Avicel PH 103 50 60 ≤ 1,0200 ≤ 30,0

Avicel PH 105 20 400 ≤ 1,0Avicel PH 112 100 60 ≤ 8,0Avicel PH 113 50 60 ≤ 1,5

200 ≤ 30,0Avicel PH 200 180 60 ≥ 10,0

100 ≥ 50,0Celex 101 75 60 ≤ 1,0

200 ≥ 30,0Ceolus KG 802 50 60 ≤ 0,5

200 ≤ 30,0Emcocel 50M 50 60 ≤ 0,25

200 ≤ 30,0Emcocel 90M 91 60 ≤ 8,0

200 ≥ 45,050 60 ≤ 1,0

(Rowe, dkk., 2009)

2.3 Derajat Polimerisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Polimer alam seperti protein, selulosa, dan karet telah dikenal dan

dimanfaatkan manusia berabad-abad untuk berbagai keperluan. Polimer tinggi adalah

molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan

sederhana. Akibatnya, molekul-molekul polimer umumnya mempunyai berat molekul

yang sangat besar. Apabila satuan itu berulang lurus seperti rantai, maka molekul-

molekul polimer seringkali digambarkan sebagai molekul rantai atau rantai polimer.

Panjang rantai polimer dapat dinyatakan dalam DP dari polimer yang bersangkutan,

yaitu jumlah kesatuan berulang dalam rantai polimer. Jumlah unit glukosa di dalam

molekul selulosa dapat dilihat melalui derajat polimerisasinya (Purwaningsih, 2012).

Berat molekul dari suatu makromolekul adalah perkalian DP dengan berat molekul

unit strukturnya (Stevens, 2001).

DP selulosa sangat bervariasi, bergantung pada sumber dan perlakuan yang

diberikan. Perlakuan kimia secara intensif seperti pembuatan pulp, pengelantangan,

dan transformasi akan sangat menurunkan harga DP. Proses delignifikasi dan

ekstraksi juga dapat menurunkan DP selulosa. Selain itu, semakin tua umur pohon,

maka DP juga semakin menurun (Wegener, 1985).

Penentuan DP biasanya dilakukan dengan menentukan viskositas sampel

setelah sampel dilarutkan dalam pelarut kompleks berair, seperti cuprammonium

hidroksida (Cuam) atau cupri etilen diamin (CED). DP dari polimer sangat

menentukan tingkat viskositas larutan pada konsentrasi polimer yang diberikan

(Klemm, 1998).

2.4 Selulosa Nanokristal

Ranby dan Ribi (1950) untuk pertama kalinya telah melaporkan bahwa

suspensi koloid selulosa dapat diperoleh dengan mendegradasi serat selulosa yang

dikatalisis oleh asam sulfat. Kemudian Nickerson dan Habrle (1947) meneliti

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

bahwa degradasi diinduksi dengan pendidihan serat selulosa dalam larutan asam

mencapai suatu batas setelah perlakuan dalam waktu tertentu. Gambar

2.5transmission electron microscopy (TEM) dari suspensi kering menunjukkan

adanya partikel berbentuk jarum dan analisis selanjutnya dengan difraksi elektron

menunjukkan adanya kesamaan struktur kristal seperti serat aslinya (Habibi, dkk.,,

2010).

Gambar 2.5. Gambar TEM selulosa nanokristal dari sisal (Garcia, dkk., 2006)

Selulosa nanokristal telah diisolasi dari berbagai sumber selulosa,

termasuk tanaman, selulosa mikrokristal, hewan, bakteri, dan alga. Kapas adalah

salah satu sumber selulosa yang memiliki kandungan selulosa tinggi (94%)

(Oksman dan Mathew, 2007; Klemm, dkk., 2011).

2.4.1 Pembuatan dan Karakterisasi Selulosa Nanokristal

Proses utama untuk menghasilkan selulosa nanokristal dari serat selulosa

adalah berdasarkan hidrolisis asam. Bagian amorf akan lebih mudah dihidrolisis,

sedangkan bagian kristal yang lebih tahan terhadap serangan asam akan tersisa

(Habibi, dkk., 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Prosedur khas yang dilakukan untuk menghasilkan selulosa nanokristal

adalah menghidrolisis selulosa murni dengan asam kuat dalam kondisi temperatur,

pengadukan, dan waktu yang terkendali. Proses kimia dimulai dengan

penghilangan ikatan antar polisakarida pada permukaan serat selulosa dan diikuti

dengan pecah dan rusaknya bagian amorf sehingga melepaskan bagian kristal

selulosa. Setelah hidrolisis dilakukan, suspensi yang dihasilkan diencerkan dengan

air, dan dicuci dengan beberapa kali sentrifugasi. Kemudian dialisis dilakukan

untuk menghilangkan molekul asam bebas dari dispersi dan memisahkan partikel

yang berukuran lebih kecil dan lebih besar dari pori-pori membran dialisis yang

digunakan. Tahap selanjutnya adalah proses mekanik seperti sonikasi yang akan

menghilangkan pengotor yang masih melekat pada selulosa nanokristal sehingga

diperoleh nanokristal yang terdispersi dalam suspensi yang stabil. Struktur, sifat,

dan tahap pemisahan tergantung pada asam mineral dan konsentrasi yang

digunakan, temperatur dan waktu hidrolisis, serta intensitas ultrasonikasi (Habibi,

dkk., 2010; Klemm, dkk., 2011).

Jenis asam mineral yang digunakan dalam tahap hidrolisis memiliki

pengaruh besar pada sifat permukaan nanokristal. Kristal yang dihasilkan dengan

menggunakan HCl menunjukkan stabilitas koloid yang rendah dan tidak

bermuatan, sedangkan hidrolisis yang dilakukan dengan asam sulfat akan

mengalami sulfasi pada beberapa permukaan dan menghasilkan selulosa yang

bermuatan negatif pada permukaannya (Klemm, dkk., 2011). Selulosa nanokristal

yang ditritmen dengan HCl kemudian dengan asam sulfat menghasilkan ukuran

partikel yang sama seperti yang diperoleh dengan hidrolisis asam sulfat.

Sedangkan proses hidrolisis yang dilakukan dengan menggunakan kombinasi

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

asam klorida dan asam sulfat memberikan bentuk sferis pada nanokristal. Bentuk

sferis memiliki gugus sulfat yang lebih sedikit pada permukaannya (Habibi, dkk.,

2010).

Konsentrasi asam sulfat yang digunakan tidak banyak bervariasi dari

konsentrasi 65% (b/b), temperatur dapat berada pada rentang suhu kamar sampai

70oC, waktu hidrolisis dapat berbeda dari 30 menit sampai 1 malam tergantung

suhu yang digunakan. Hidrolisis dengan asam klorida dapat dilakukan pada

temperatur refluks dengan konsentrasi asam antara 2,5-4 N dengan variasi suhu

tergantung pada sumber selulosa yang digunakan (Habibi, dkk., 2010). Bondeson,

dkk. (2006) telah meneliti kondisi optimum hidrolisis dengan menggunakan

selulosa mikrokristal dari Norway spruce (Picea abies) sebagai bahan awal

selulosa. Faktor yang divariasikan selama proses adalah konsentrasi selulosa

mikrokristal dan asam sulfat, waktu dan temperatur hidrolisis, dan waktu tritmen

dengan ultrasonik. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi asam sulfat

63,5% (b/b) dengan waktu hidrolisis sekitar 2 jam, telah menghasilkan selulosa

nanokristal dengan rendemen 30% dari berat awal dan memiliki panjang 200-400

nm dan lebar kurang dari 10 nm. Perpanjangan waktu hidrolisis menghasilkan

nanokristal yang lebih pendek dan menambah muatan permukaan. Ukuran dan

morfologi nanokristal tergantung pada sumber selulosa: selulosa tunicate dan alga

memiliki panjang beberapa mikron, sedangkan serat kayu menghasilkan

nanokristal yang lebih pendek (Klemm, dkk., 2011; Frone, dkk., dkk., 2011).

Yu, dkk. (2012) telah membuat selulosa nanokristal dari pulp bambu. Pada

proses ini digunakan asam sulfat dengan konsentrasi 46%, suhu dan waktu

hidrolisis berturut-turut 55oC dan 30 menit. Selulosa nanokristal yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

memiliki panjang 200-500 nm dan diameter kurang dari 20 nm. Hasil uji FTIR

menunjukkan spektrum yang sama dengan pulp bambu. Derajat kristalinitas

selulosa nanokristal bambu 71,98%. Hal ini dikarenakan bagian amorf telah

banyak dihilangkan pada saat hidrolisis dengan asam sulfat. Selulosa nanokristal

yang diperoleh dari hasil hidrolisis Luffa cylindrica dengan asam sulfat 65%

memiliki bentuk whisker dengan derajat kristalinitas 96,5%.

Chang, dkk. (2010) telah membuat selulosa nanokristal dari cotton linter

dengan menggunakan variasi konsentrasi asam sulfat 50%-60%, temperatur 45–

55oC, dan waktu hidrolisis 5-15 menit. Hasil selulosa nanokristal yang terbaik

adalah yang diperoleh dari hidrolisis dengan asam sulfat 60%, temperatur 45oC,

dan waktu reaksi 5 menit. Selulosa nanokristal ini memiliki bentuk jarum, gugus

fungsi yang tidak berbeda dengan selulosa kapas, dan temperatur degradasi yang

lebih rendah dari kapas dan selulosa nanokristal lain.

Selulosa nanokristal mempunyai rasio luas permukaan dan volume yang

sangat besar (Habibi, dkk., 2010; Liu, dkk., 2010). Luas permukaan yang sangat

besar ini merupakan suatu keuntungan dari selulosa nanokristal yaitu

memungkinkan untuk lebih banyak obat dapat berikatan dan berinteraksi dengan

permukaannya (Jackson, dkk., 2011).

2.4.2 Aplikasi Selulosa Nanokristal

Penggunaan selulosa nanokristal dalam material komposit dikarenakan

sifatnya seperti berukuran dalam skala nanometer, luas permukaan yang tinggi,

morfologi yang unik, kekakuan, kristalinitas, dan kekuatan mekanik yang tinggi.

Selulosa nanokristal yang digunakan sebagai pengisi dalam memperkuat material

komposit telah dijumpai dalam berbagai bidang, seperti industri elektronik,

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

konstruksi, biomedik, kosmetik, industri kertas, pengemasan, bahan bangunan,

tekstil, dan lain-lain (Frone, dkk., 2011).

Sifat mekanik film nanokomposit tergantung pada ukuran dan morfologi

dari dua bahan yang digunakan, yaitu selulosa nanokristal dan matriks polimer,

juga teknik pembuatannya. Aspect ratio merupakan faktor utama yang

mengendalikan sifat mekanik dari nanokomposit. Pengisi dengan aspect ratio

yang tinggi memberikan efek penguatan yang sangat baik. Telah dilaporkan

bahwa modulus tertinggi meningkat dalam matriks karet dari poli(S-co-BuA) dan

stabilitas termal diperoleh dengan menggunakan whiskers tunicin (P/d ~ 67)

dibandingkan dengan whisker bakteri (P/d ~ 60) dan Avicel (P/d ~ 10) (Peng,

dkk., 2011).

Selulosa nanokristal dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada sistem

penyampaian obat. Bahan ini berikatan dengan obat yang larut dalam air dan

terionisasi (tetrasiklin dan doksorubisin) yang memberikan pelepasan obat dengan

segera. Setil trimetilamonium bromide berikatan dengan permukaan selulosa

nanokristal, sehingga meningkatkan potensial zeta dari -55 mV ke 0 mV dan

mengakibatkan obat-obat hidrofob seperti paclitaxel, docetaxel, dan etoposida

dilepaskan dengan cara terkendali lebih dari dua hari (Jackson, dkk., 2011).

2.5 Arenga pinnata (Wurmb) Merr.

Sistematika dan identifikasi tanaman aren adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Arecales

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Famili : Arecaceae

Genus : Arenga

Spesies : Arenga pinnata (Wurmb) Merr.

Nama lokal : Aren (Corner dan Watanabe, 1969)

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) atau Arenga saccharifera

Labill merupakan tumbuhan palam rumbai yang terkenal. Tumbuhan ini banyak

didapati di seluruh Nusantara. Pohon aren ini tumbuh mulai dari ketinggian di atas

permukaan laut hingga 1220 m lebih di alam liar dan tidak jarang dibudidayakan.

Pohon aren mempunyai tinggi batang mencapai 25 m dengan diameter 65 cm.

Bunga aren ini terdiri dari bunga jantan dan betina. Kedua bunga terpisah pada

masing-masing tandan (spadix). Bunga jantan berwarna kecoklatan dan bunga

betina kehijauan. Bunga betina menghasilkan sedikit atau tidak menghasilkan nira

sama sekali, oleh karena itu bunga betina dibiarkan menjadi buah (Heyne, 1987).

Pohon aren memiliki daun yang panjang seperti daun kelapa dan bertulang

sejajar. Pada sepanjang tepi-tepi daun bagian atas dari pelepah daunnya yang lebar

terdapat serat dan serabut hitam yang kokoh. Serabut ini sering disebut ijuk

(Hidayat dan Utomo, 1976). Buah aren dalam jumlah yang banyak bergantung

pada tandan yang besar dan bercabang. Buah yang telah terbentuk dapat dipanen

beberapa kali dalam setahun. Buah mempunyai bentuk bulat panjang dengan

ujung melengkung ke dalam, diameter 3-5 cm, dan berisi 2-3 biji di dalamnya.

Biji dari buah yang masih muda setelah diambil dan dididihkan dengan atau tanpa

gula dapat dijadikan makanan yang biasa disebut kolang-kaling (Florido dan De

Mesa, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Kolang-kaling dapat dihasilkan rata-rata sebanyak 100 kg/pohon/tahun

bila tidak disadap niranya (Anonim, 2009). Kolang-kaling merupakan makanan

berserat, memiliki kadar air sangat tinggi, hingga mencapai 93,8% dalam setiap

100 gramnya. Kolang-kaling juga mengandung protein, karbohidrat, dan serat

kasar. Komponen utama polisakarida yang terdapat dalam kolang-kaling adalah

polisakarida yang larut air yaitu galaktomanan (Rao, dkk., 1961; Tarigan dan

Kaban, 2010). Galaktomanan yang terdapat dalam kolang-kaling memiliki

perbandingan manosa:galaktosa sebesar 2,26:1 (Koiman, 1971).

Kulit buah (exocarp) berwarna hijau ketika masih muda dan kuning

kecoklatan bila sudah tua. Daging buah (mesocarp) berwarna kuning keputihan,

lunak dan dapat menyebabkan gatal, kulit biji (endocarp) relatif tipis, berwarna

kuning kecoklatan waktu masih muda, menjadi hitam dan sangat keras bila sudah

tua (Miller, 1964).

Aren merupakan tanaman serbaguna. Bisa dikatakan semua bagian dari

tanaman aren dapat dimanfaatkan. Akarnya untuk bahan anyaman dan cambuk,

batang yang dibelah sebagai talang (saluran air), kayunya digunakan untuk

tongkat jalan, tulang daun untuk keranjang dan sapu, daun muda sebagai

pengganti kertas rokok, serabut pelepah untuk tali ijuk, keranjang, sapu, dan sikat,

empulur batang diolah menjadi pati yang dapat digunakan untuk pembuatan kue.

Biji buahnya dibuat manisan dan dimakan (kolang-kaling). Cairan pada tongkol

bunga jantan disadap karena mengandung gula, biasa disebut nira. Nira ini

kemudian dibuat gula aren, kalau dikhamirkan menghasilkan sagu air, tuak (arak)

atau cuka (Yuniarti, 2008). Selain itu, hasil fermentasi, destilasi, dan dehidrasi dari

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

nira dapat menghasilkan bioetanol dengan kadar etanol sekitar 95% (Effendi,

2010).

2.6 Tandan Aren

Tandan buah pohon aren (Gambar 2.6) terdiri dari banyak tangkai yang

panjangnya kira-kira 2 kaki (60,96 cm). Semua tandan bergantungan pada sebuah

tangkai yang lebih besar dan penuh dengan buah yang berwarna hijau bila masih

muda dan coklat kekuning-kuningan bila masak. Kadang-kadang pada satu pohon

terdapat 4 sampai 5 tandan buah aren yang masing-masing mempunyai bobot

sekitar 100 kg (Heyne, 1987).

Gambar 2.6. Tandan buah aren (http://www.pantonanews.com)

Tandan aren yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari industri

kolang kaling yang terdapat di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera

Utara. Industri kolang kaling ini merupakan sentra terbesar produksi bahan kolang

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

kaling yang pemasarannya menjangkau Jakarta, Medan, Batam, Pekan Baru,

Aceh, bahkan sampai ke Malaysia. Buah kolang kaling diperoleh dari para

pengumpul yang berasal dari daerah Langkat, Dairi, Padang Sidempuan, dan

Pakpak Barat (Anonim, 2012). Buah aren yang bijinya akan diolah menjadi

kolang kaling dibawa ke pabrik masih lekat pada tandannya.

Tandan aren ini merupakan bagian dari tanaman aren yang berkayu dan

memiliki sifat fisik yang kuat karena menjadi tempat bergantung banyak buah.

Beberapa komponen senyawa kimia yang terdapat pada tandan aren dapat dilihat

Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Komponen kimia tandan aren

Parameter Kadar (%)Lignin 27,74Holoselulosa 68,11α-selulosa 33,79Kadar air 11,10Ekstraktif 1,80

(Sumaiyah, dkk., 2013)

Pada industri kolang-kaling terdapat limbah padat berupa tandan dan kulit

buah aren. Tandan aren yang telah diambil buahnya dibiarkan bertumpuk dan

mengering. Pemanfaatan tandan aren ini masih sangat terbatas, yaitu hanya

sebagai kayu bakar. Dengan mengetahui kandungan bahan kimia dari tandan aren,

maka tandan aren ternyata dapat digunakan sebagai salah satu sumber selulosa

untuk diolah menjadi selulosa mikrokristal dan nanokristal yang akan

dimanfaatkan dalam bidang farmasi.

2.7 Tablet

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat

dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul. Tablet dapat dibuat

dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain

cetakan (Ditjen POM, 1995).

Tablet tersedia dalam berbagai bentuk antara lain tablet kunyah, tablet

effervescent, tablet hisap, tablet sublingual, dan tablet vagina. Proses produksi

sediaan tablet merupakan tahapan yang kompleks. Bahan dasar (zat aktif dan

eksipien) dalam bentuk serbuk akan diubah menjadi bentuk tablet, yang secara

fisik terlihat bahwa terjadi perubahan karakter fisik dari bentuk serbuk menjadi

bentuk tablet yang kompak. Metode pembuatan tablet dapat dibedakan menjadi :

a. Metode Granulasi Basah (Wet Granulation)

Jika bahan aktif tahan terhadap air atau pelarut dan terhadap panas maka dapat

dipilih metode granulasi basah. Metode granulasi yang paling banyak digunkan

di industri farmasi adalah metode granulasi basah. Inti dari metode granulasi

basah adalah adanya penambahan air atau cairan dalam proses granulasinya

(baik cairan bahan pengikat maupun cairan yang hanya berfungsi sebagai

pelarut atau pembawa bahan pengikat).

b. Metode Granulasi Kering (Dry Granulation)

Metode granulasi kering dilakukan bila zat aktif yang akan digranul tidak tahan

terhadap panas dan kelembaban dari solven atau pelarut. Pada metode

granulasi kering, bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk serbuk dan tanpa

penambahan pelarut.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

c. Metode Kempa Langsung (Direct Compression)

Kempa langsung didefinisikan sebagai proses pembuatan tablet dengan

langsung mengempa campuran serbuk (zat aktif dan eksipien), dan tidak ada

proses sebelumnya kecuali penimbangan dan pencampuran bahan. Metode

pembuatan tablet secara kempa langsung merupakan metode yang sangat

disenangi. Hal ini karena kempa langsung memberi beberapa keuntungan

diantaranya ialah lebih ekonomis, karena tahapan produksinya lebih singkat,

peralatan yang dibutuhkan tidak banyak, membutuhkan tenaga yang sedikit dan

karena prosesnya singkat maka stabilitasnya tetap terjaga (Bushra, dkk., 2008).

Tablet yang dibuat secara kempa langsung memberikan level mikroba yang

lebih rendah dibandingkan dengan cara granulasi basah (Ibrahim dan

Olurinola, 1991).

2.8 Eksipien Tablet

2.8.1Avicel

Avicel merupakan salah satu merek dagang dari selulosa mikrokristal yang

paling banyak dan sering digunakan sebagai bahan tambahan pada tablet cetak

langsung, karena bahan ini dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, pengikat, dan

sekaligus penghancur tablet. Avicel memiliki beberapa kelas tingkatan

berdasarkan ukuran partikel dan persentase jumlah bahan yang tertahan setelah

diayak dengan ayakan berukuran tertentu, misalnya Avicel PH 102 memiliki

ukuran partikel 100 ηm dengan jumlah partikel yang tertahan setelah diayak

dengan ayakan 60 mesh adalah < 1,0% dan dengan ayakan 200 mesh tertahan

sebesar < 30,0%. Untuk kelas Avicel yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.4

(Rowe, dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Spesifikasi Avicel PH 102 dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini. Nilai-

nilai yang tertera pada Tabel 2.6 sesuai dengan persyaratan pengujian selulosa

mikrokristal yang ditetapkan oleh USP 32-NF 27 (Tabel 2.2).

Tabel 2.6. Spesifikasi Avicel PH 102 (berdasarkan sertifikat analisis yangdikeluarkan oleh pabrik)

Pengujian Spesifikasi Avicel PH 102Organoleptik Berwarna putih, tidak berbau dan berasaIdentifikasi Berwarna biru violet dengan ZnCl2

Pati Tidak ada (tidak berwarna biru dengan larutaniodin)

Derajat Polimerisasi 236Zat larut air (%) 0,08Zat larut eter (%) 0,013Angka Lempeng Total (cfu/g)

sesuai

Angka Kapang dan Khamir (cfu/g)

sesuai

Escherichia coli sesuaiStaphylococcus aureus sesuaiSalmonella species sesuaiPseudomonas aeruginosa

sesuai

pH 6,3Susut pengeringan (%) 4,4Kadar abu total (%) 0,01Kadar logam berat (Pb, Cd) (%)

Sesuai

2.8.2 Lactose Spray Dried

Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau

mengandung satu molekul air hidrat. Konsentrasi laktosa yang digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

formulasi adalah 65%-85%. Laktosa merupakan serbuk atau massa hablur, keras,

putih, atau putih krem. Tidak berbau dan berasa sedikit manis, stabil di udara,

tetapi mudah menyerap bau. Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam

air mendidih, praktis tidak larut kloroform, etanol, dan eter (Rowe, dkk., 2009).

Secara kimia laktosa terdiri atas dua bentuk isomer, α dan β. α-laktosa

monohidrat tersedia komersial sebagai serbuk tak berasa dalam suatu rentang

ukuran partikel 200-400 mesh. Ada dua jenis laktosa yaitu yang berukuran 60-80

mesh (kasar) dan 80-100 mesh (biasa). Umumnya formulasi yang menggunakan

laktosa menunjukkan laju pelepasan obat yang baik. Granulnya cepat kering dan

waktu hancurnya tidak terlalu peka terhadap perubahan kekerasan tablet

(Lachman, 1964).

Lactose spray dried (LSD) saat ini tersedia untuk digunakan sebagai bahan

pengikat-pengisi dalam tablet cetak langsung. LSD dibuat dari atomisasi dan

pengeringan suspensi kristal α-laktosa monohidrat dalam larutan laktosa. 10-20%

laktosa ada dalam larutan dan sisanya 80-90% dalam bentuk kristal.Proses

pengeringan dengan spray dryer menghasilkan partikel dalam bentuk sferis.

(Rowe, dkk., 2009).

2.8.3 Magnesium Stearat

Magnesium stearat (C36H70MgO4) merupakan campuran magnesium

dengan asam organik padat yang mengandung magnesium stearat dan magnesium

palmitat. Bahan ini digunakan sebagai bahan pelicin (lubrikan) dalam kapsul dan

tablet dengan konsentrasi 0,25%-5,0% w/w. Pemerian berupa serbuk, halus, licin,

putih, dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas, dan bebas dari butiran.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Kelarutannya praktis tidak larut dalam air, etanol 95%P dan dalam eter P, sukar

larut dalam benzen dan etanol (95%) (Rowe, dkk., 2009).

Penggunaan magnesium stearat secara umum adalah pada sediaan

kosmetik, makanan, dan formula farmasetik. Pada pembuatan kapsul dan tablet,

magnesium stearat digunakan dengan konsentrasi 0,25%-5,0%. Selain itu bahan

inijuga digunakan sebagai bahan pembawa dalam krim (Rowe, dkk., 2009).

2.8.4 Talkum

Talkum merupakan magnesium silikat hidrat yang dimurnikan, dengan

rumus Mg6(Si2O5)4(OH)4.Penggunaannya adalah sebagai bahan anticaking,

pelicin, pengisi tablet dan kapsul, sertapelincir. Sifat talkum sebagai glidan lebih

baik daripada amilum, namun talkum dapat menurunkan disintegrasi dan disolusi

tablet. Pada proses pencetakan tablet, talkum bersifat sebagai antiadherent yang

dapat mencegah melekatnya (sticking) permukaan tablet pada punch atas dan

punch bawah (Rowe, dkk., 2009).

2.9 Natrium Diklofenak

Diklofenak merupakan turunan fenil asetat dan termasuk obat anti

inflamasi non steroid (AINS) yang potensinya jauh lebih besar daripada

indometasin, naproksen, atau beberapa senyawa lain. Obat ini sering digunakan

untuk segala macam nyeri, juga pada migrain dan encok. Selain itu juga berfungsi

sebagai analgetik dan antipiretik. Secara parenteral juga sangat efektif untuk

menanggulangi rasa nyeri hebat (Goodman dan Gilman, 2007; Tjay dan Kirana,

2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

NH

Cl

Cl

H

O

O

Na

Gambar 2.7. Struktur kimia NatriumDiklofenak

Rumus Molekul : C14H10Cl2NO2Na

Berat Molekul : 318,3

Nama Kimia : Natrium {0-[2,6 diklofenil aminofenil} asetat

Pemerian : Serbuk kristal, putih atau agak kekuningan, agak

higroskopis (The USP Convention, 2009).

Natrium diklofenak (Gambar 2.7) dapat diabsorpsi dengan cepat dalam

saluran cerna setelah pemberian oral. Obat ini terikat 99% pada protein plasma

dan dimetabolisme oleh hati sehingga memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 2

jam (Neal, 2006).

Cara kerja sebagian besar AINS berdasarkan hambatan sintesis

prostaglandin, dimana kedua jenis enzim cyclo-oxygenase (COX) dihambat. Obat-

obat AINS yang ideal hendaknya hanya menghambat COX-2 (peradangan), tidak

menghambat COX-1 (perlindungan mukosa lambung) dan lipo-oxygenase

(pembentukan leukotrien) (Tjay dan Kirana, 2002). Diklofenak adalah

penghambat COX yang memiliki afinitas lebih besar untuk COX-2 dibanding

COX-1. Obat ini menghambat biosintesa prostaglandin dan juga mengurangi

pembentukan leukotrien, yang dapat memberikan kontribusi kepada aktivitas anti-

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

inflamasi. Waktu paruh dari diklofenak adalah pendek pada sebagian besar

spesies, termasuk manusia, tetapi terakumulasi di situs peradangan, dimana

mencapai konsentrasi yang lebih tinggi di jaringan non-peradangan, dan sama

dengan yang dicapai dalam plasma (Veterinaria, 2006).

2.10 Disolusi

Disolusi adalah proses pelarutan suatu zat padat menjadi terlarut dalam

suatu pelarut. Dalam sistem biologik disolusi obat dalam media berairmerupakan

suatu bagian penting sebelum obat diabsorbsi ke jalur sitemik. Laju disolusi obat-

obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh

atau terdesintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi

sistemik obat (Shargel, 1988).

Ada beberapa proses fisikokimia dalam penentuan laju disolusi obat dari

sediaan padat. Proses ini termasuk proses pembasahan, penetrasi medium disolusi

ke dalam sediaan, pengembangan, disintegrasi dan deagregasi sediaan (Abdou,

1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu :

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi :

a. Efek kelarutan obat.

Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju

disolusi. Jika kelarutan obat besar dalam air, maka akan menghasilkan laju

disolusi yang cepat.

b. Efek ukuran partikel.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Ukuran partikel yang lebih kecil akan dapat memperbesar luas permukaan

obat yang berhubungan dengan medium, sehingga akan meningkatkan laju

disolusi.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi :

a. Efek formulasi.

Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi oleh bahan tambahan yang

digunakan. Bahan tambahan seperti bahan pengisi, pengikat, dan penghancur

yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang

hidrofob, oleh karena itu disolusi obat meningkat, sedangkan bahan tambahan

yang bersifat hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.

b. Efek faktor pembuatan sediaan.

Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang

larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat

menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi :

a. Tegangan permukaan medium disolusi.

Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi

bahan obat. Untuk dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke

dalam matriks, dapat ditambahkan surfaktan ke dalam medium disolusi untuk

menurunkan sudut kontak antara obat dan medium.

b. Viskositas medium.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

Viskositas medium yang semakin tinggi akan menurunkan laju disolusi dari

bahan obat.

c. pH medium disolusi.

Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan

dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000). Obat-

obat asam lemah memiliki laju disolusi yang kecil dalam medium asam,

karena bersifat nonionik, tetapi laju disolusinya besar pada medium basa

karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, 1993).

Menurut USP 32, ada dua metode disolusi yang sering digunakan untuk

melakukan uji disolusi, yaitu:

a. Metode Keranjang (Basket )

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai

motor. Keranjang menahan sediaan obat dan berputar dalam suatu labu bulat

yang berisi medium pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang

bersuhu konstan 37oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus

memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP.

b. Metode Dayung (Paddle)

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi

memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat

secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang

terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas

bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan.

Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

metode keranjang, suhu dipertahankan pada 37oC. Posisi dayung ditetapkan

dalam USP.

2.11 Kinetika Pelepasan Obat

Pelepasan obat dari suatu sediaan dapat diramalkan dengan mengetahui

kinetika pelepasan obat. Ada 3 model sistem pelepasan obat yang umum, yaitu

order nol, order satu, dan Higuchi (Martin, dkk., 1993; Dash, dkk., 2010).

Pada model order nol pelarutan obat dari bentuk sediaan yang melepaskan

obat secara perlahan dapat mengikuti persamaan 2.1 berikut ini:

Qt = Q0 + K0t .............................. (2.1)

Dimana Qt = jumlah obat larut pada waktu t

Q0 = jumlah obat mula-mula dalam larutan (biasanya Q0 = 0)

K0= konstanta pelepasan order nol yang dinyatakan dalam unit

konsentrasi/waktu

Untuk mempelajari kinetika pelepasan, data yang diperoleh dari uji pelepasan in

vitro diplot sebagai jumlah obat yang dilepaskan versus waktu (Dash, dkk., 2010).

Mekanisme pelepasan obat di sini konstan dari waktu ke waktu dengan tidak

bergantung pada konsentrasi obat dalam sediaan. Sistem ini merupakan sistem

pelepasan obat yang ideal untuk sediaan sustained release (Martin, dkk., 1993).

Model order kesatu digunakan untuk menjelaskan absorpsi dan atau

eliminasi obat, walaupun sulit untuk menggambarkan mekanisme ini. pelepasan

obat yang diikuti kinetika order pertama dinyatakan dalam persamaan 2.2 berikut:

Log C = log C0 - Kt/2,303 ................................ (2.2)

Dimana C0 = konsentrasi obat mula-mula

K = konstanta laju order pertama

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa 2.1.1 Struktur Selulosa ...

t = waktu

Data disolusi yang diperoleh diplot sebagai log persentase kumulatif sisa obat vs

waktu yang menghasilkan garis lurus dengan slope –K/2,303 (Dash, dkk., 2010).

Kinetika orde satu memiliki kecepatan pelepasan obat yang bergantung pada

konsentrasi obat dalam sediaan. Kecepatan pelepasan obat pada waktu tertentu

sebanding dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan pada saat itu

(Martin, dkk., 1993).

Model Higuchi merupakan model matematika yang bertujuan untuk

menjelaskan pelepasan obat dari sistem matriks yang diusulkan oleh Higuchi pada

1961. Model ini berdasarkan pada hipotesis bahwa (i) konsentrasi obat mula-mula

dalam matriks lebih tinggi dari kelarutan obat; (ii) difusi obat terjadi hanya dalam

satu dimensi (efek tepi harus diabaikan); (iii) partikel obat jauh lebih kecil dari

ketebalan sistem; (iv) pengembangan matriks dan disolusi diabaikan; (v)

difusifitas obat kontan; dan (vi) kondisi sink selalu tercapai dalam lingkungan

pelepasan obat. Model ini dinyatakan dalam persamaan 2.3 di bawah ini:

ft = Q = KH x t½ ............................ (2.3)

Dimana Q = jumlah obat yang dilepaskan dalam waktu t

KH = konstanta disolusi Higuchi

Data dari uji disolusi diplot sebagai persentase kumulatif obat versus akar waktu

(Dash, dkk., 2010).

Universitas Sumatera Utara