BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

30
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Terdapat banyak pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. Dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa: “pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.” Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:3) menyatakan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan jasa yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Menurut P.J.A Andriani dalam Waluyo (2011:2) pengertian pajak adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemahaman Teori Perpajakan

2.1.1 Pengertian Pajak

Terdapat banyak pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli.

Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda, tetapi

pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan inti yang sama yaitu

merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak

menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

Dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa:

“pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektorpemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapatimbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapatmelaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:3)

menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan jasa yang digunakanuntuk membayar pengeluaran umum.”

Menurut P.J.A Andriani dalam Waluyo (2011:2) pengertian pajak adalah sebagai

berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutangoleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidakmendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yanggunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umumberhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

12

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang

melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut;

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya

yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintaha pusat maupun pemerintah

daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila

dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai public investment.

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

2.1.1.1 Fungsi Pajak

Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli diatas,

secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi

dalam kehidupan negara dan masyarakat. Menurut Waluyo (2008:6) terdapat dua

fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh:

dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

13

2. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang

lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula

terhadap barang mewah.

2.1.1.2 Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:50) pajak dapat digolongkan menjadi tiga

macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya.

1. Menurut Golongannya

a. Pajak langsung

yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung

yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif

yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam

arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

14

b. Pajak Objektif

yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan

keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya

c. Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea

Materai.

d. Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri dari:

a. Pajak Provinsi

Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,

Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor.

b. Pajak Kabupaten/Kota

Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak reklame,

dan Pajak Penerangan Jalan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

15

2.1.1.3 Tata Cara Pemugutan

Tata cara pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2014:4) terdiri dari:

1. Stelsel Pajak

a. Stelsel Nyata (real stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),

sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak

, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan

stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan

kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode

(setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama

dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah

dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan.

Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan,

tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya

adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang

sesungguhnya.

2. Asas Pemungutan

a. Asas Domisilis (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak

yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

16

dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak

dalam negeri.

b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber

dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan

a. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:

1. Wewenang untuk menuntukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

2. Wajib Pajak bersifat pasif.

3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

pajak.

b. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

17

Cirri-cirinya:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri.

2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung , memperhitungkan,

menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasai.

c. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang

kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak. Cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak

yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib

Pajak.

2.1.1.4 Konsep Tarif Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Keadilan dapat

menciptakan keseimbangan social yang sangat penting untuk mensejahterakan

masyarakat. Dalam penetapan tarif pun harus berdasarkan keadilan. Dimana

perhitungan pajak yang terutang menggunakan tarif pajak (Waluyo, 2010). Pada

praktiknya, dikenal beberapa jenis pengenaan tarif yaitu:

1. Tarif Proposional atau Sebanding

Tarif proposional adalah tarif yang berupa persentase yang tetap terhadap

berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

18

proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak (Mardiasmo,

2011).

Contoh: Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10%

2. Tarif Progresif

Tarif progresif adalah suatu tarif yang persentasenya semakin besar bila

jumlah yang harus dikenakan pajak semakin besar (Mardiasmo, 2011).

Penggunakan tarif ini menyebabkan penerima penghasilan yang lebih

tinggi dapat mendistribukan penghasilan kepada penerima penghasilannya

kepada penerima penghasilan yang lebih rendah melalui pembayaran

pajak.

Contoh: Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

berdasarkan pasal 17 ayat (1) huruf a, Undang-undang Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pajak Penghasilan.

3. Tarif Degresif

Tariff degresif adalah tariff yang besar persentasenya semakin kecil bila

jumlah yang dikenakan pajak semakin besar (Mardiasmo, 2011).

4. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tariff pajak yang besarnya tetap (sama) terhadap

berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang

terutang tetap (Mardiasmo, 2011).

Contoh: tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal

berapapun.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

19

2.1.2 Pajak Daerah

2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009

Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahnun

2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah:

“Iuran Wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerahtanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakanberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakanuntuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunandaerah.”

Sedangkan pengertian Pajak Daerah menurut Prof. Dr. Raharjo Adisasmita

(2009:72) dalam bukunya Pembiayaan Pembangunan Daerah, mengemukakan

bahwa:

“Pajak Daerah adalah kewajiban penduduk masyarakat menyerahkansebagian dari kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadianatau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagaisuatu sanksi atau hukum.”

2.1.2.2 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur dengan jelas bahwa

untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan

dengan peraturan daerah. Peraturan daerah tentang suatu pajak tidak dapat berlaku

surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau ketentuan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

20

2.1.2.3 Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah

Peraturan Daerah tersebut sekurang-kurangnya mengatur mengenai:

a. Nama, objek, dan subjek pajak;

b. Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak;

c. Wilayah pemungutan;

d. Masa Pajak;

e. Penetapan Pajak;

2.1.2.4 Sistem Pemungutan dan Pemungut Pajak Daerah

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 menetapkan sistem pemungutan

pajak untuk setiap Pajak Daerah adalah:

1. Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan Pajak Daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan

pajak. Sebagaimana tertera dibawah ini:

a. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak;

b. Ditetapkan oleh kepala daerah;

c. Dipungut oleh pemungut pajak.

2. Pemungut Pajak Daerah

Dimungkinkan kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan

pajak, antara lain:

a. Percetakan formulir perpajakan;

b. Pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak;

c. Penghimpunan data objek dan subjek pajak;

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

21

Untuk Wajib Pajak, sesuai dengan ketetapan kepala daerah maupun yang

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak:

a. Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)

b. Surat Keputusan Pembetulan;

c. Surat Keputusan Keberatan

d. Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

2.1.2.5 Jenis-Jenis Pajak Daerah

Jenis-jenis Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tebagi menjadi dua yaitu pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagi ini

dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing

jenis pajak daerah pada wilayah administrasi Provinsi atau Kabupaten/Kota yang

bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut ditetapkan jenis-jenis pajak

daerah yaitu terdiri dari:

1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:

a. Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau

penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan Bermotor adalah semua

kendraan beroda beserta gandengnya yang digunakan di semua jenis

jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau

peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya

energy tertentu menjadi tenaga gerak kendraan bermotor yang

bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

22

operasinya menggunakan roda dan motor tidak melekat secara

permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan

hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau

perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar

menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan

bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk

kendaraan bermotor.

d. Pajak Air Permukaan

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau

pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang

terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang

berada di laut maupun di darat.

e. Pajak Rokok

Pajak rook adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh

Pemerintah.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

23

2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:

a. Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Hotel adalah fasilitas penyelia jasa penginapan/peristirahatan termasuk

jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga

motel, losmen, gubug pariwisata, wisma pariwisata, persinggahan,

rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumas kos dengan jumlah

kamar lebih dari 10 (sepuluh).

b. Pajak Restoran

Pajak restoran adalah pajak atau pelayanan yang disediakan oleh

restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau

minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah

makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa

boga/catering.

c. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan

adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau

keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

d. Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame

adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak

ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,

menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

24

terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,

didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

e. Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,

baik yang dihasilkan sendiri maupun penggunaan tenaga listrik, baik

yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan

pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam

di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

g. Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak atas atau penyelenggaraan tempat parkir

diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha

maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan

tempat penitipan kendaraan bermotor.

h. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan

air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau

batuan di bawah permukaan tanah.

i. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan

dan/atau pengusahaan sarang burung wallet.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

25

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Pertokoan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Pertokoan adalah pajak atas

bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau

dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang

digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan.

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atau

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas

Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh

orang pribadi atau Badan.

2.1.3 Pajak Kendaraan Bermotor

2.1.3.1 Dasar Hukum Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak kendaraan bermotor menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah “Pajak Kendaran Bermotor

adalah Pajak atas Kepemilikan dan/atau penguasaan kendraan Bermotor”,

sedangkan kendaraan bermotor adalah:

“Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda besertagandengannya yang digunakan di semua jenis darat, dan digerakkan olehperalatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untukmengubah suatu sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerakkendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yangdalamoperasinta menggunakan roda dan motor yang tidak melekat secarapermanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air”.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

26

2.1.3.2 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah nilai jual kendaraan

bermotor dan bobot yang mencerminkan kadar kerusakan jalan dan pencemaran

lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor tersebut. Nilai jual kendaraan

bermotor sesuai dengan harga pasar kendaraan bermotor, jenis kendaraan

bermotor, merk kendaraan bermotor, tahun pembuatan kendaraan bermotor, berat

total kendaraan bermotor, serta dokumen impor jenis kendaraan tertentu.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah Pasal 5 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah

hasil perkalian dari dua unsur pokok:

a. Nilai Jual Objek Pajak, dan

b. Bobot yang menerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau

pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Bobot kendaraan bermortor mencerminkan kadar kerusakan jalan dan

pencemaran lingkungan di dasarkan pada tekanan gandar kendaraan, jenis

bahan bakar kendaraan bermotor, dan jenis-jenis penggunaan, tahun

pembuatan, serta cirri-ciri kendaraan bermotor.

Khusus kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk

alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor

adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor. Nilai Jual Kendaraan Bermotor

ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum Atas Suatu Kendaraan Bermotor.

Harga Pasaran Umum sebagaimana dimaksud adalah harga rata-rata yang

diperoleh dari berbagai sumber data akurat.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

27

Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 7

ayat (1) tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan sebagai beikut:

1. Tarif PKB pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,75%

(satu koma tujuh puluh lima persen)

b. Untuk kepemilikan kedua roda empat (empat) kedua dan seterusnya

didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan tanda

pengenal diri , ditetapkan secara progresif sebagai berikut:

1. PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25%

2. PKB kepemilikan ketiga, sebesar 2,75%

3. PKB kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan

4. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75%

c. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua atau roda tiga,

kedua dan seterusnya, didasarkan atas namadan alamat yang sama

sesuai dengan tanda pengenal diri, ditetaapkan secara progresif

sebagai berikut:

1. PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25%

2. PKB kepemilikan ketiga, sebesar 2,75%

3. PKB kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan

4. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75%

2. Penerapan tarif Pajak Kendaraan Bermotor Progresif tidak berlaku bagi

Kendaraan Bukan Umum yang dimiliki oleh Badan, Pemerinta/Pemerintah

Daerah/TNI/Polri dan kendaraan umum.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

28

3. Tarif Pajak Kendaraan angkutan umum ditetapkan sebesar 1% (satu

persen).

4. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ambulance, pemadam kebakaraan, social

keagamaan, lembaga social dan keagamaan ditetapkan sebesar 0,5% (nol

koma lima persen).

5. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Pemerintah/Peemerintah

Daerah/TNI/Polri ditetapkan sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

6. Tarif Pajak Kendaraan Bemotor alat-alat berat dan alat-alat besar

ditetapkan sebesar 0,2% (nol, dua persen).

Tata cara pelaksanaan pengenaan pajak progresif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

2.1.3.3 Objek Pajak Kendaraan Bermotor

Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau

penguasaan Kendaraan Bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan

beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan

digerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang

berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga

gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-

alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat

secara permanen.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

29

2.1.3.4 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor

Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi, Badan,

Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai

Kendaraan Bermotor. Sementara itu wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah

orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polro yang

memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor dan/atau Kendaraan khusus

atau alat-alat berat dan besar. Yang bertanggungjawab terhadap pembayaran pajak

kendaraan bermotor adalah:

1. Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak

kepemilikkannya.

2. Orang atau badan yang memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan

bermotor.

3. Ahli waris yaitu orang atau badan yang ditunjuk dengan surat wasiat atau

yang ditetapkan sebagai ahli waris berdasarkan kesepakatan dan atas

putusan pengadilan.

2.1.3.5 Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Wajib pajak baik perorangan atau badan yang menerima penyerahan

kendaraan bermotor yang jumlah pajaknya sebagian atau seluruhnya belum

dilunasi oleh pemilik lama, maka pihak yang menerima penyerahan tersebut juga

bertanggung jawab terhadap pelunasan pajaknya.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

30

2.1.3.6 Masa Pajak Kendaraan Bermotor

Masa pajak adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan

tahun pajak terhitung sejak tanggal pendaftaran. Pajak kendaraan bermotor yang

karena satu hal dan hal lain masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan,

maka dapat dilakukan restitusi:

a. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah dalam Provinsi Jawa

Barat dilakukan kompensasi.

b. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah diluar Provinsi Jawa

Barat dilakukan restitusi.

c. Bagian bulan yang melebihi 14 (empat belas) hari dihitung satu bulan

penuh.

2.1.3.7 Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor

Besaran pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PKB adalah

sesuai dengan rumus berikut:

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

Pajak Terutang

= Tarif Pajak x (NJKBxBobot)

Berdasarkan contoh perhitungan dasar pengenaan pajak yang

dikemukakan diatas dapat dihitung besarnya pajak terutang yaitu:

Untuk mobil Mercedes Bens C180 automatic tahun pembuatan 2000 besarnya

PKB yang terutang adalah 1,75%xRp. 290.000.000 = Rp. 5.075.000

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

31

2.1.4 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

2.1.4.1 Pengertian BBNKB

Siahaan (2009:209) mengemukakan bahwa Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor adalah pajak atas peyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai

akibat perjanjian dua belah pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan bermotor

sebagai akibat perjanjian dua belah pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan

yang terjadi, karena jual beli, tukar meukar, hibah, warisan atau pemasukan ke

dalam badan usaha. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta

gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakan oleh

peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk

mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan

bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang dalam operasinya

menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen.

2.1.4.2 Dasar Hukum Pemungutan BBNKB

Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 dewasa ini, pemungutan BBNKB di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar

hukum yang jelas ,dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak

yang terkait.

Dasar hukum pemungutan BBNKB pada suatu Provinsi adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

32

2. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang

Pajak Daerah.

2.1.4.3 Objek Pajak BBNKB

Objek pajak BBNKB adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor.

Penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor merupakan penyerahan hak milik

kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak

atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau

pemasukan kedalam badan usaha.

Penguasaan kendaraan bermotor melebihi dua belas bulan dapat dianggap

sebagai penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian

kendaraan bermotor adalah pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk

dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali dalam keadaan dibawah ini:

a. Penyerahan kendaraan beremotor untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi

yang bersangkutan.

b. Penyerahan kendaraan bermotor untuk diperdagangkan.

c. Penyerahan kendaraan bermotor untuk dikeluarkan kembali dari wilayah

pabean Indonesia. Pengecualian ini tidak dikeluarkan kembali dari

wilayah pabean Indonesia.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

33

d. Penyerahan kendaraan bermotor digunakan untuk pameran, penelitian,

contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.

2.1.4.4 Subjek Pajak dan Wajib Pajak BBNKB

Pada BBNKB subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang

menerima penyerahan kendaraan bermotor. Sedangkan wajib pajak BBNKB

adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor.

Jika wajib pajak berupa badan, maka kewaiban pajaknya diwakili oleh pengurus

atau kuasa badan tersebut. Dengan demikian, pada BBNKB subjek pajak sama

dengan wajib pajak yaitu orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan

kendaraan bermotor.

2.1.4.5 Dasar Pengenaan BBNKB

Dasar penerimaan pajak BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor

(NJKB), yang juga digunakan dalam ketentuan Pajak Kendaraan Bermotor. NJKB

sebagaimana dimaksudkan di sini adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang

tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tabel Perhitungan

Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor. NJKB ditetapkan dengan keputusan gubernur berdasarkan tabel yang

ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

34

2.1.4.6 Tarif BBNKB

Tarif BBNKB ditentukan berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak

yang terjadi dan jenis kendaraan bermotor yang diserahkan. Tingkat penyerahan

kendaraan bermotor meliputi penyerahan pertama (yang kendaraan baru) serta

penyerahan kedua dan selanjutnya (yang berarti penyerahan atas kendaraan

bekas). Besaran tarif BBNKB ditetapkan dengan peraturan daerah.

Peraturan daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang

Pajak Daerah Pasal 24, besaran tarif BBNKB masing-masing sebagai berikut:

1. Penyerahan pertama untuk Kendaraan Bermotor:

a. Orang Pribadi 10%

b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri 10%

c. Kendaraan Bermotor angkutan umum

d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,75%

2. Tarif BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:

a. Kendaraan Bermotor orang pribadi 1%

b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri 1%

c. Kendaraan Bermotor angkutan umum 1%

d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,075%

2.1.4.7 Cara Perhitungan BBNKB

Besaran pokok BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan

tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan BBNKB

adalah sesuai dengan rumus berikut:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

35

= Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak

Pajak Terutang

= Tarif Pajak X Nilai Jual Kendaraan Bermotor

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Penelitian Harist Agung Santika Widyadhani Fina Ekawati

2010 2011 2013

Judul Penerapan Pajak

Progresif Terhadap

Wajib Pajak Kendaraan

Bermotor Berdasarkan

Peraturan daerah No.9

Tahun 2010 Tentang

Pajak Daerah

Analisis Formulasi

Kebijakan Pajak

Kendaraan Bermotor

Progresif di Provinsi

DKI Jakarta

Evaluasi Sistem

Pengendalian

Manajemen

Pemungutan Pajak

Kendaraan

Bermotor Dinas

Pendapatan Daerah

Sulawesi Utara

Tujuan Untuk mengetahui

dampak dari Penerapan

Pajak Progresif

Terhadap Wajib Pajak

Kendaraan Bermotor di

Kantor Samsat Kota

Malang

1. Untuk mengetahui

proses formulasi

kebijakan PKB

Progresif Provinsi DKI

Jakarta

2. Untuk mengetahui

persiapan yang

Untuk mengetahui

apakah penerapan

sistem pengendalian

manajemen pada

pemungutan pajak

kendaraan bermotor

telah efektif dan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

36

dilakukan pemerintah

DKI Jakarta

sehubungan dengan

penerapan pajak

kendaraan

efisien

Hasil

Penelitian

Penerapan pajak

progresif untuk

kendaraan bermotor

menimbulkan dampak

positif dan negatif.

Dampak positifnya

yaitu berkurangnya

jumlah kendaraan

dandampak negatifnya

adalah masyarakat

melakukan

penyelundupan hukum.

1. Proses formulasi

kebijakan pajak

kendaraan bermotor

progresif di provinsi

DKI Jakarta melewati

beberapa tahap yaitu

tahap perencanaan,

penyusunan,

pembahasan, evaluasi

dan persetujuan oleh

Kementrian Dalam

Negeri dan Kementrian

Keuangan penetapan

pengesahan serta

pengundangan dan

penyebarluasan.

2. Persiapan yang

dilakukan sehubungan

Sistem pengendalian

manajemen

pemungutan pajak

kendaraan bermotor

yang diterapkan

sudah efektif dan

efisien hal ini dapat

dilihat dengan

adanya visi dan

misi, program-

program, struktur

organisasi,

penyusunan

anggaran, dan

laporan

pertanggungjawaban

yang baik dan jelas

serta hasil

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

37

dengan penerapan

pajak kendaraan

bermotor progresif

antara lain adalah

perbaikan sistem,

sosialisasi dan

pembuatan peraturan

Gubernur tentang

pelaksanaan

pemungutan pajak

kendaraan bermotor.

pemungutan PKB

yang melampaui

target.

2.3 Kerangka Pemikiran

Akibat penerapan tarif progresif pajak kendaraan bermotor (PKB) yang

harus dibayar oleh wajib pajak semakin besar. Pada kenyataannya banyak wajib

pajak yang telah menjual kendaraannya dan hanya memiliki satu kendaraan saja

tetapi tetap terkena tarif pajak progresif. Hal ini dapat terjadi terhadap wajib pajak

pasif, lain halnya dengan wajib pajak aktif tidak akan terkena tarif pajak progresif

dengan cara wajib pajak yang aktif tersebut membuat laporan dan memberi

pernyataan kepada pihak Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan/Samsat yang

menyatakan bahwa kendaraan yang dimilikinya tersebut telah dijual. Sehingga

petugas CPDP/Samsat melakukan pemblokiran terhadap nomor polisi kendaraan

yang bersangkutan untuk kendaraan yang telah dijual agar tidak terkena tarif pajak

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

38

progresif. Hal ini membuat pembeli kendaraan harus melakukan balik nama

terhadap kendaraan bekas yang telah dibeli oleh penjual.

Akibat penerapan pajak progresif maka penerimaan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor (BBNKB) akan meningkat, peningkatan BBNKB dapat

terjadi di daerah asal kendaraan itu atau di luar daerah asal kendaraan itu dijual.

Maka peneliti ingin meneliti Perbedaan Sebelum dan Setelah Diterapkan Pajak

Progresif Kendaraan Bermotor Terhadap Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bekas Di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung

II.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

39

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Penerapan tarif Pajak Progresif

Kendaraan Bermotor

Wajib Pajak Aktif Wajib Pajak Pasif

Wajib Pajak membuat laporandan memberikan pernyataanbahwa kendaraan telah dijual

Wajib pajak dikenakan tarifprogresif Pajak Kendaraan

Bermotor

Petugas Samsat melakukanpemblokiran nomor polisi

Pembeli kendaraan bekas wajibmelakukan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor

Penerimaan BBNKB Bekassemakin meningkat

Di daerah Asal Di luar daerah Asal

Penerapan tarif ProgresifPKB terhadap PenerimaanBBNKB di CPDP ProvinsiWilayah Kota Bandung II

Faktor-faktor yangmempengaruhi penerimaanBBNKB di CPDP ProvinsiWilayah Kota Bnadung II

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Teori Perpajakan 2.1 ...

40

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau

tidaknya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen,

dimana hipotesis nol (H0) yaitu suatu hipotesisi tentang tidak adanya

hubungan umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan, hipotesis

alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang diajukan penelitian ini, masing-

masing hipotesis tersebut dijabarkan sebagai berikut:

H0 : Pajak Progresif Kendaraan Bermotor tidak berpengaruh signifikan

terhadap Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II.

Ha : Pajak Progresif Kendaraan Bermotor berpengaruh signifikan terhadap

Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II.