BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Tentang Perpajakan ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Tentang Perpajakan ...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemahaman Tentang Perpajakan
2.1.1 Definisi Pajak
Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro dikutip dalam Waluyo
(2013:3), yaitu:
”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan darisektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapatdipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yanglangsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaranumum.”
Unsur-unsur pokok dari definisi pajak di atas, yaitu:
a. Iuran atau pungutan,b. Dipungut berdasarkan Undang-undang,c. Pajak dapat dipaksakan,d. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi, dane. Untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah.
Definisi pajak Menurut Undang-undang No 28 Tahun 2007 dikutip
dalam Siti Resmi (2008:20),
“ pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutangoleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakanuntuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
12
2.1.2 Ciri-ciri Pajak
Berikut terdapat beberapa ciri-ciri pajak yang melekat pada definisi pajak.
Ciri-ciri pajak menurut Mardiasmo (2011:1) yaitu:
1. Iuran dari rakyat kepada negaraYang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupauang (bukan barang)
2. Berdasarkan undang-undangPajak dipungut berdasarkan atas dengan kekuatan undang-undang sertaaturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbul atau kontraprestasi dari negara secara langsungdapat ditunjuk. Dalam pembyaran pajak tidak dapat ditunjukkanadanya kontraprestasi secara individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Ciri-ciri pajak menurut Erly Suandy (2005:11) yaitu:
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah2. Pajak dipungut berdasarkan / dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannnya sehingga dapat dipaksakan.3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan olehpemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupunpemerintah daerah
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yangbila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untukmembiayai investasi publik.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu daripemerintah
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
2.1.3 Fungsi Pajak
Fungsi pajak seperti dikemukakan Siti Resmi (2008:3), yaitu:
a. Fungsi Budgetair
b. Fungsi Regulerend
13
Pajak mempunyai fungsi seperti yang diuraikan sebagai berikut:
a. Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara) artinya salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran
baik rutin maupun pembangunan. Upaya ditempuh dengan
dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan
pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak
seperti PPh,PPN,dan PPnBM,PBB,dan lain-lain.
b. Fungsi Regulerend (Pengatur) artinya pajak sebagai alat ukur
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam
bidang sosia dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu
diluar bidang keuangan.
Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur:
i. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah
(PPnBM), semakin mewah suatu barang maka tarif pajak
semakin tinggi sehingga barang tersebut mahal haraganya,
dimaksud untuk tidak berlomba-lomba dalam mengonsumsi
barang mewah.
ii. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan,dimaksud
agar pihak memperoleh penghasilan tinggi memberikan
kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula sehingga
terjadi pemerataan pendapatan
14
iii. Tarif pajak ekspor sebesar 0%,dimaksud agar para
pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar
dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara
iv. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil
industri tertentu seperti industri semen,rokok,baja,dan lain-
lain, dimaksud agar agar terdapat penekanan produksi
terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu
lingkungan atau polusi.
v. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha
koperasi,dimkasud untuk mendorong perkembangan
koperasi di Indonesia.
vi. Pemberlakuan tax holiday, dimkasud untuk menarik investor
asing agar menanam modalnya di Indonesia.
2.1.4 Teori – Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian
hak kepada negara untuk memungut pajak.
Menurut Mardiasmo (2011:3) teori-teori tersebut sebagai berikut:
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa,harta, benda dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut.
15
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negar, semakin
tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama berat,artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
Mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
a. Unsur objektif, dengan melihat besarnya
penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang.
b. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan
rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti,
rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah
sebagai suatu kewajiban.
16
5. Teori Asas Daya Beli
Memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara
akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat.
2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak
Berdasarkan asas pemungutan pajak dan untuk menghindari perlawanan
pajak maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut
(Supramono & Damayanti, 2010:4) :
1. Pemungutan pajak harus adil
Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan
merata sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
dan sesuai dengan manfaat yang diminta Wajib Pajak dari pemerintah.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang
Untuk mewujudkan pemungutan yang adil, pemungutan pajak harus
dapat memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya.
3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Negara menghendaki agar perekonomian negara dan masyarakat dapat
senantiasa meningkat. Pemungutan pajak yang merupakan penyerapan
sebagian sumber daya dari masyarakat tidak boleh mengganggu
kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang akan
mengakibatkan kelesuan perekonomian negara.
17
4. Pemungutan pajak harus efisien
Biaya untuk pemungutan pajak haruslah seminimal mungkin dan hasil
pemungutan pajak hendaknya digunakan secara optimal untuk
membiayai pengeluaran negara seperti yang tercantum dalam APBN.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara sederhana sehingga
akan memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya.
2.1.6 Asas Pemungutan Pajak
Menurut Widi Widodo (2010:147) ada tiga asas pemungutan pajak,
yaitu:
1. Asas Domisili
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Setiap
orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak
atas penghasilan yang diperolehnya.
18
3. Asas kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara. Contoh, bagi orang asing yang bukan
berkebangsaan tertentu yang bertempat tinggal di negara tertentu maka
akan dikenakan pajak untuk bangsa asing.
2.1.7 Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yakni Tax Policy,
Tax Law dan Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metoda
atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat
mengalir ke kas negara yang dtulis oleh Safri Nurmantu ( 2006:106).
Sistem pemungutan pajak menurut Waluyo (2013:17), yaitu:
a. Official Assesment Systemb. Self Assessment Systemc. Witholding System
Agar pemungutan pajak berjalan dengan seharusnya,sistem pemungutan
dikelompokan menjadi 3 dijelaskan sebagai berikut:
a. Official Assesment System yakni sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
b. Self Assessment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang
pajak.
19
c. Witholding System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya
pajak yang terutang.
2.1.8 Reformasi Perpajakan
Menurut Chaizi Nasucha (2008:14), reformasi administrasi perpajakan
yaitu:
“Reformasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerjaadministrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agarlebih efisien, ekonomis dan cepat.”
Direktorat Jenderal Pajak selaku badan yang mengelola Perpajakan
Indonesia, pada dasarnya telah melakukan berbagai cara dalam upaya peningkatan
penerimaan negara melalui sektor pajak. Karena adanya kecenderungan
penurunan penerimaan negara dari sektor migas akibat diberlakunya kuota minyak
dunia. Untuk mendongkrak peningkatan penerimaan negara melalui sektor pajak,
dibutuhkan partisipasi aktif dari wajib pajak, agar memenuhi segala kewajiban
perpajakan dengan baik (Diana Sari, 2013:7).
Menurut Erly Suandy (2005:103), tujuan utama dari reformasi perpajakanyaitu:
“Untuk lebih menegakkan kemandirian dalam membiayaipembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensidan kemampuan dalam negeri, khususnya dengan meningkatkanpenerimaan negara melalui perpajakan dari sumber- sumber diluar minyakbumi dan gas alam. Maka untuk meningkatkan penerimaan tersebutdianggap perlu mengadakan penyempurnaan sistem perpajakan.”
20
2.1.9 Sanksi Perpajakan
2.1.9.1 pengertian sanksi perpajakan
Mardiasmo (2011:59) mendefinisikan sanksi perpajakan adalah:
“Jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengankata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agarwajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.”
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua sanksi, yaitu sanksi
administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma
perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam
dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi
dan sanksi pidana.
Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah:
a) Sanksi administrasi Merupakan pembayaran kerugian kepada negara,
khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.
b) Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang
digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.
2.1.9.2 Jenis-jenis sanksi perpajakan
Menurut Diana Sari (2013:270) ada 2 macam sanksi perpajakan
1. sanksi Administrasi terdiri dari:
a. sanksi Administrasi berupa Denda
sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan
dalam UU perpajakan. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini
21
akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenal
sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau
disengaja.
b. Sanksi administrasi berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar.
c. Sanksi administrasi berupa kenaikan
Sanksi yang paling ditakuti oleh wajib pajak. Karena bila dikenakan
sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi
berlipat ganda.
2. Sanksi pidana
Sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan
wajib pajak. Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran
dan tindak kejahatan. Tindak pelanggaran disebut dengan tindak
kealpaan yaitu tidak sengaja,lalai, tidak hati-hati, atau kurang
mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.
a. Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang
bersifat pelanggaran.
22
b. Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan
hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara tidak ada yang
ditujukan kepada pihak ketiga.
2.2 Kepatuhan Wajib Pajak
2.2.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Safri Nurmantu (2007:148), mendefinisikan kepatuhan perpajakan
adalah:
“Suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”
Menurut Norman D. Nowak dikutip oleh Mohammad Zain pada buku
yang berjudul Manajemen Perpajakan (2007:31), Kepatuhan Wajib Pajak
memiliki pengertian yaitu suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Menurut Siti Kurnia (2010:140),
“Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitukondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajibpajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. “
23
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007.
kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajakdalam 2 tahun terakhir
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menundapembayaran pajak
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir
4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalamhal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksipada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajakyang terutang paling banyak 5%
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhirdiaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpapengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidakmempengaruhi laba rugi fiskal.
Menurut Widi Widodo (2010:68) kepatuhan wajib pajak ada 2 macam
yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material:
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan
dalam undang-undang perpajakan
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan
material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi
kepatuhan formal.
Salah satu upaya lain dalam meningkatkan kepatuhan wajib adalah
memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak. Peningkatan kualitas dan
24
pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada Wajib Pajak sebagai
pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Upaya
peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas
dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan dalam
insfrastruktur seperti: perluasan tempat pelayan terpadu (TPT), penggunaan sistem
informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Supadmi, 2009).
Tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi beberapa faktor, di
antaranya adalah: persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan dan kesadaran
wajib pajak. Terdapat undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan. Agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus ada
sanksi perpajakan yang tegas bagi para pelanggarnya. Wajib pajak akan
memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan
akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006).
Faktor lain penyebab rendahnya kepatuhan wajib pajak penyebabnya
antara lain menyangkut tentang pengetahuan sebagian besar wajib pajak tentang
pajak; serta persepsi wajib pajak tentang pajak dan pelayanan petugas pajak masih
rendah (Supriyati dan Nurhidayati, 2008) Wajib Pajak juga masih
mempersepsikan pajak sebagai pungutan wajib bukan sebagai peran serta mereka
dalam pembangunan bangsa dan Negara, karena mereka merasa belum melihat
manfaat yang nyata bagi negara dan masyarakat. Selama ini banyak wajib pajak
yang berpersepsi negative pada aparat pajak yang terlihat pada rendahnya
25
pelayanan pada wajib pajak dan adanya penyelewengan pajak yang dilakukan
oleh oknum aparat pajak.
2.2.2 Pengertian Wajib Pajak
Pengertian wajib pajak menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai berikut:
“ Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayarpajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dankewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Menurut Undang-Undang PPh Pasal 2 ayat (2) dikuti dalam Gunadi (2001:46),
wajib pajak adalah orang pribadi dan badan yang telah memenuhi
kewajiban subjektif dan objektif.
2.2.3 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
Kewajiban dan Hak Wajib Pajak menurut Mardiasmo (2011:56),
Kewajiban Wajib Pajak yaitu:
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
3. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
4. Mengisi dengan benar SPT, dan memasukkan ke Kantor Pelayanan
Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan
5. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
6. Jika diperiksa wajib:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang
pajak
26
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau
dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh
suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk
merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan
pemeriksaan.
Hak-hak Wajib pajak:
1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak.
6. Mengajukan permohonan perhitungan pajka yang dikenakan dalam
surat ketetapan pajak.
7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi,
serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
9. Memberi kuasa kepada orang untuk meaksanakan kewajiban
pajaknya.
10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11. Mengajukan keberatan dan banding.
27
2.2.4 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2.2.4.1 Pengertian NPWP
Menurut Mardiasmo (2011:25) pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak
yaitu
“Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepadawajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yangdipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalammelaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.”
2.2.4.2 Fungsi NPWP
Menurut Erly Suandy (2005:115) fungsi pajak sebagai berikut:
1. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana administrasiperpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atauidentitas wajib pajak, oleh karena itu kepada setiap wajib pajak hanyadiberi satu Nomor Pokok Wajib Pajak
2. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjagaketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasanadministrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumenperpajakan, wajib pajak diwajibkan mencantumkan Nomor PokokWajin Pajak ayng dimilikinya.
Wajib pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajakyang dimilikinya, terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untukmendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi sesuaiperaturan perundang-undangan perpajakan.
2.2.4.3 Manfaat NPWP
Menurut Erly Suandy (2005:118) manfaat NPWP dan PPKP sebagaiberikut:
1.untuk memperoleh pinjaman modal dari bank
2. untuk memudahkan berhubungan dengan instansi yang mewajibkanmencantumkan NPWP,seperti kantor imigrasi,kantor bea cukai,kantorKPKN,kantor PLN,kantor telkom.dan sebagainya.
28
2.2.4.4 Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP Orang Pribadi yang
Berstatus sebagai Karyawan
Menurut Erly Suandy (2005:120), wajib pajak orang pribadi yang
berstatus sebagai karyawan dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan
NPWP di Kantor Pelayanan Pajak Domisili dan akan dilayani sesuai dengan tata
cara pendaftaran yang berlaku atau melalui Kantor Pelayanan Pajak Lokasi dan
dapat dilayani melalui Pemberi Kerja atau Bendaharawan Pemerintah dengan
ketentuan yang diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak.
Tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi yang
berstatus sebagai karayawan melalui Kantor Pelayanan Pajak lokasi menggunakan
sarana sebagai berikut:
1. Surat permintaan bantuan pendaftaran wajib pajak orang pribadi yang
berstatus sebagai karyawan
2. Daftar karyawan yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak orang pribadi
3. Surat permintaan keterangan data wajib pajak orang pribadi yang berstatus
sebagai karyawan
4. Surat himbauan pendaftaran NPWP
5. Surat tugas pencarian data wajib pajak orang pribadi yang berstatus
sebagai karyawan
6. Surat pemberitahuan tentang pencarian data wajib pajak orang pribadi
yang berstatus sebagai karyawan
7. Surat pemberitahuan pemberian NPWP Orang Pribadi yang berstatus
karyawan.
29
2.3 Pajak Penghasilan
2.3.1 Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Mansury (2002:74), PPh sesuai undang-undang tentang pajak
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Supramono dan Damayanti (2010:37) menambahkan bahwa pajak penghasilan
adalah pungutan resmi oleh pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat yang
berpenghasilan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
2.3.2 Subjek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak
Penghasilan, subjek pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
(i) Subjek pajak dalam negeri, yang dimaksud dengan subjek
pajak dalam negeri adalah:
(a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niatan
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
(b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia;
30
(c) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan,
menggantikan yang berhak;
(ii) Subjek Pajak Luar Negeri, yang dimaksud dengan Subjek
Pajak Luar Negeri, adalah:
(a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesiaa tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia;
(b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesiaa tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
31
2.3.3 Objek Pajak Penghasilan
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak
Penghasilan, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
(1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, premi
asuransi jiwa dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi
kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya
(2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
(3) Laba usaha
(4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
(a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal
32
(b) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang
saham, sekutu, dan anggota
(c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
(d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan atau sumbangan.
(5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya
(6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
(7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian Sisa Hasil Usaha koperasi
(8) Royalti
(9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
(10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
(11) Keuntungan karena pembebasan utang
(12) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
33
(13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
(14) Premi asuransi
(15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan
volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya.
2.3.4 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan dan Perhitungan
Menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur yaitu tarif
pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau persentase
tertentu. Jenis tarif pajak dibedakan menjadi tarif tetap, ,tarif proporsional
(sebanding), tarif progresif (meningkat) dan tarif degresif (menurun).
Menurut Siti Resmi (2008:14) jenis-jenis tarif pajak yaitu:
1. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah atau angka yang tetap berapa pun besarnya
dasar pengenaan pajak. Di Indonesia Tari tetap diterapkan pada bea
materai.
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
1 Rp 1.000.000,00 Rp 6000.000,00
2 Rp 2.000.000,00 Rp 6000.000,00
3 Rp 5.750.000,00 Rp 6000.000,00
4 Rp 50.000.000,00 Rp 6000.000,00
34
2. Tarif Proporsional
Tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa
pun dasar pengenaan pajaknya. Di Indonesia tarif proporsional
diterapkan pada PPN (10%), PPh pasal 26 (20%)
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Utang Pajak
1 Rp 1.000,00 10% Rp 100,00
2 Rp 20.000,00 10% Rp 2000,00
3 Rp 500.000,00 10% Rp 50.000,00
4 Rp 90.000.000,00 10% Rp 9000.000,00
3. Tarif progresif (meningkat)
Tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.tarif progresif
dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Tarif Progresif Proporsional
Tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan
persentase tersebut adalah tetap. Di Indonesia menghitung
PPh diberlakukan dari tahun 1984-1994, diatur dalam
Undang-Undang No 7 Tahun 1983 pasal 17.
35
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif
Pajak
Kenaikan
%Tarif
1 Sampai dengan
Rp 10.000.000,00
15% -
2 Di atas Rp 10.000.000,00 s/d
Rp 25.000.000,00
25% 10%
3 Di atas Rp 25.000.000,00 35% 10%
b. Tarif progresif-progresif
Tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan
persentase tersebut juga meningkat. Pernah diterapkan di
Indonesia untuk menghitung pajak penghasilan.
Diberlakukan tarif ini tahun 1995-2000,diatur dalam pasal
17 UU No.10 Tahun 1994.
No Dasar pengenaan pajak Tarif
pajak
Kenaikan
%tarif
1 Sampai dengan
Rp 25.000.000,00
10% -
2 Di atas
Rp 25.000.000,00 s/d
Rp 50.000.000,00
15% 5%
36
3 Di atas
Rp 50.000.000,00
30% 15%
Mulai tahun 2001 masih diberlakukan, dengan perubahan
sebagai berikut:
No Dasar pengenaan pajak Tarif
pajak
Kenaikan
%tarif
1 Sampai dengan
Rp 50.000.000,00
10% -
2 Di atas
Rp 50.000.000,00 s/d
Rp 100.000.000,00
15% 5%
3 Di atas
Rp 100.000.000,00
30% 15%
c. Tarif progresif-degresif
Tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi
kenaikan persentase tersebut menurun.
No Dasar pengenaan pajak Tarif
pajak
Kenaikan
%tarif
1 Rp 50.000.000,00 10% -
37
2 Rp 100.000.000,00 15% 5%
3 Rp 200.000.000,00 18% 3%
4. Tarif Degresif
Tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan
semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.
No Dasar pengenaan pajak Tarif
pajak
1 Rp 50.000.000,00 30%
2 Rp 100.000.000,00 20%
3 Rp 200.000.000,00 10%
2.3.4.1 Tarif Pajak Penghasilan
Menurut Mardiasmo (2011:150) tarif pajak yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagai
berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%
Diatas Rp50.000.000,00 sampai dengan
Rp250.000.000,00
15%
Diatas Rp250.000.000,00 sampai
dengan Rp500.000.000,00
25%
38
Diatas Rp500.000.000,00 30%
Tarif tertinggi bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.3.4.2 Cara Menghitung Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:151), pajak penghasilan (bagi wajib pajak
dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan
Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh
pasal 17, untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Pajak penghasilan (WP Orang Pribadi)
=Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17
=(Penghasilan netto – PTKP) x tarif pasal 17
= [(Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tarif pasal
17
Contoh:
Gunawan pada tahun 2010 mempunyai Penghasilan Kena Pajak sebesarRp241.850.600,00. Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar atau terutangoleh Gunawan adalah :
Penghasilan Kena Pajak Rp241.850.600,00
(dibulatkan dengan ke bawah hingga ribuan penuh)
Pajak Penghasilan yang harus dibayar:
5% x Rp50.000.000,00 Rp2.500.000,00
15% x Rp191.850.000,00 Rp28.777.500,00
Jumlah Rp31.277.500,00
39
2.3.5 Penghasilan Tidak Kena Pajak
Ikatan Akuntansi Indonesia (2013: 180), Sesuai dengan Pasal 6 ayat
(3) UU PPh, kepada orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan
pengurangan berupa PTKP, yang besarnya menurut Pasal 7 UU PPh yang berlaku
mulai tahun 2009 adalah:
a. Rp 15.840.000 untuk diri Wajib Pajak
b. Rp 1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
c. Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d. Rp 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga.
Penyesuaian besarnya PTKP yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2013
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012
adalah:
a. Rp 24.300.000 untuk diri wajib pajak
b. Rp 2.025.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
c. Rp 24.300.000 untuk tanbahan seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d. Rp 2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
40
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga.
2.4 Penerimaan Pajak
Dalam sudut pandang ekonomi, pajak sebagai salah satu primadona
penerimaan Negara yang paling pontesial, sebab peningkatan penerimaan dalam
negeri dari sektor pajak adalah suatu yang wajar karena secara logis jumlah
pembayaran pajak dari tahun ke tahun akan semakin besar berbanding lurus
dengan peningkatan ekonomi masyarakat.
Menurut Erly Suandy,(2005:02) sumber-sumber penerimaan negara dapat
dikelompokkan menjadi penerimaan dari sektor :
1. Pajak2. Kekayaan alam3. Bea dan Cukai4. Retribusi5. Iuran6. Sumbangan7. Laba dari Badan Usaha Milik Negara8. Sumber-sumber lainnya
Berdasarkan surat keputusan Direktorat Jenderal Perbendaharaan No.
SE-05/PB/2007 yang berisi tentang Implementasi Penerimaan Negara (IMP).
Berdasarkan kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat digolongkan
menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Dari kedua jenis pajak tersebut, yang akan
diuraikan berikut ini hanyalah jenis-jenis pajak pusat karena hanya pajak pusat
yang merupakan penerimaan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta berdasarkan ketentuan
41
yang ditetapkan pada Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, yang berkenaan dengan tugas KPP
Pratama adalah:
“KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan,dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, PajakPertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak TidakLangsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sedangkan menurut Vergina dan Ratna (2012), penerimaan pajak adalah
penerimaan yang diterima oleh pemerintah dari sektor pajak baik aspek pajak
domestik maupun pajak internasional untuk memenuhi pengeluaran pemerintah.
Menurut Herryanto dan Toly (2013), Penerimaan Pajak Penghasilan di
Indonesia pada umumnya masih didominasi oleh Pajak Penghasilan badan. Pajak
penghasilan (PPh) adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan,
perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama tahun pajak. Pajak penghasilan tergolong dalam jenis pajak
langsung yang beban pajaknya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan dan tidak bisa dialihkan ke orang lain.
Menurut Muiz (2012), dalam meningkatkan penerimaan pajak, Pemerintah
telah mengambil beberapa kebijaksanaan antara lain dengan menerapkan sistem
selfassessment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang menjadi
kewajibannya. Dalam sistem ini, pemerintah tidak lagi berperan terlalu aktif
42
karena tidak dibebani kewajiban untuk menghitung pajak terutang tiap Wajib
Pajak seperti pada sistem official– assessment. Dimana sistem official–
assessment wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak terletak pada fiskus atau aparat pajak. Sistem self–assessment lebih
membutuhkan kesadaran Wajib Pajak untuk dengan patuh melaksanakan
kewajiban perpajakan. Dengan semakin tinggi kesadaran Wajib Pajak untuk tepat
waktu menyetor pajak, maka diharapkan semakin besar penerimaan pajak negara.
2.4.1 Jenis-jenis pajak
Menurut Erly Suandy (2008:37), Jenis pajak dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam menurut sifat, golongan dan lembaga pemungutnya.
1. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif yaitu pajak yang berdasarkan subjeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan 21,22,25,26,pasal 4 ayat 2
b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: PPN dan PPnBM.
2. Menurut Golongannya
a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
43
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen
Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Materai.
b. Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutnya ada pada
pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran
daerah, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah. Pajak daerah dibedakan 2 yaitu:
i. Pajak Propinsi
Pajak kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air.
ii. Pajak Kabupaten/Kota
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan.
44
2.5 Kerangka Pemikiran
Dalam sudut pandang ekonomi, pajak sebagai salah satu primadona
penerimaan Negara yang paling pontesial, sebab peningkatan penerimaan dalam
negeri dari sektor pajak adalah suatu yang wajar karena secara logis jumlah
pembayaran pajak dari tahun ke tahun akan semakin besar berbanding lurus
dengan peningkatan ekonomi masyarakat.
Rochmat Soemitro dikutip dalam Waluyo (2013:3),
”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan darisektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapatdipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsungdapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Unsur-unsur pokok dari definisi di atas, yaitu:
a. Iuran atau pungutan,b. Dipungut berdasarkan Undang-undang,c. Pajak dapat dipaksakan,d. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi, dane. Untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007.
Kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak
dalam 2 tahun terakhir
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir
4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
45
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang
terutang paling banyak 5%
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit
oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau
pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba
rugi fiskal.
menurut Vergina dan Ratna (2012), penerimaan pajak yaitu:
“ penerimaan yang diterima oleh pemerintah dari sektor pajak baikaspek pajak domestik maupun pajak internasional untuk memenuhipengeluaran pemerintah.
Penerimaan pajak adalah Penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan
dalam negeri Pemerintah, dan hibah. Penerimaan dalam negeri Pemerintah terdiri
atas penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sedangkan
berdasar kewenangan yang dipunyai oleh KPP Pratama maka penerimaan pajak
dibatasi pada: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya.
Adapun kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
46
Gambar 2.1Kerangka Pemikiran
2.6 Penelitian Terdahulu
a. Hasil penelitian menurut Firman Wahyudi Kurnia Putra (2012), dengan
judul Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi pada KPP Pratama Blitar, kualitas pelayanan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Blitar.
b. Hasil penelitian menurut Asri Fika Agusti (2008), dengan judul
Pengaruh tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap Peningkatan
Penerimaan Pajak yang Dimoderasi oleh Pemeriksaan , tingkat
kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada
KPP Jakarta Grogol.
Sumber penerimaan negara darisektor pajak
Faktor yang mempengaruhikepatuhan wajib pajakpenghasilan orang pribadi
Pengetahuan tentangpajak
Kualitas PelayananPajak
Sanksi pajak
47
2.7 Hipotesis Penelitian
Dari tinjauan pustaka yang telah diuraikan tersebut di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1: Terdapat Hubungan Positif dan Signifikan antara Kepatuhan Wajib
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dan Penerimaan Pajak Pada KPP
Pratama Cirebon