BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Goreng
Minyak adalah lipid yang berasal dari tumbuhan yang berupa zat cair dan
mengandung asam lemak tak jenuh (Poedjiadi, 1994). Minyak goreng adalah
minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan bangan,
merupakan salah satu dari Sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh
lapisan masyarakat (Wijana, 2005). Berfungsi sebagai medium penghantar panas,
menambah rasa gurih, nilai gizi dan kalori dari bahan pangan (Sutiah, 2008).
Dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyakgoreng merupakan campuran
dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari minyak goreng yang mencapai
hampir 100% adalah lemak. Minyak goreng juga mengandung senyawa-senyawa
lain seperti betakaroten, vitamin E, lestinin, sterol, asam lemak babas, bahkan juga
karbohidrat dan juga protein. Akan tetapi semua senyawa itu hanya terdapat
dalam jumlah yang sangat kecil (Luciana, 2005).
Sebagian besar lemak dalam makanan termasuk minyak goreng berbentuk
trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan menjadi satu melekul gliserol dan tiga
melekul asam lemak bebas yang dihasilkan (Morton dan Varela, 1988).
Berdasarkan ikatan kimianya, lemak dalam minyak goreng dibagi menjadi dua
yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh, pembagian jenuh dan tidak jenuh
berpengaruh terhadap efek kolesterol darah (Luciana, 2005).
Asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam
miristat, asam palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh
dalam minyak goreng mengandung asam oleat dan asam lenoleat (Soedarmo,
1985 dan Simson, 2007). Masing-masing lemak mengandung sejumlah asam
6
melekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurat)
dengan C18 (asam stearat) yang mengandung lemak jenuh dan begitu juga dengan
lemak tak jenuh (Ketaren, 2007).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan
asam lenoleeat terdapat dalam minyak goreng bekas yang merupakan trigliserida
yang dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun
menggantikan asam lemak babas jenuh yang merupakan produk samping proses
pengolahan minyak goreng (Djatmiko, 1973 dan Ketaren, 1986).
2.2 Minyak Jelantah
Menurut Mahreni (2010), minyak goreng bekas adalah minyak makan nabati yang
telah digunakan untuk menggoreng dan biasanya dibuang setelah warna minyak
berubah menjadi coklat tua. Proses pemanasan selama minyak digunakan
merubah sifat fisika-kimia minyak. Pemanasan dapat mempercepat 5 hidrolisis
trigliserida dan meningkatkan kandungan asam lemak bebas (FFA) di dalam
minyak. Kandungan FFA dan air di dalam minyak bekas berdampak negatif
terh\adap reaksi transesterifikasi, karena metil ester dan gliserol menjadi susah
untuk dipisahkan. Minyak goreng bekas lebih kental dibandingkan dengan minyak
segar disebabkan oleh pembentukan dimer dan polimer asam dan gliserid di dalam
minyak goreng bekas karena pemanasan sewaktu digunakan. Berat molekul dan
angka iodin menurun sementara berat jenis dan angka penyabunan semakin tinggi.
Berikut adalah parameter mutu yang terdapat pada minyak jelantah :
Tabel 2.1 Mutu minyak jelantah
Parameter Mutu
Kadar air (%) 1,2412
Kadar kotoran (%) 3,2779
Bilangan peroksida (mg O2/100g) 0,0168
Bilangan asam 1,0037
(La Ode,2008)
7
2.3 Bahaya Minyak Goreng Bekas
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemansan pada suhu
tinggi 160-250 dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya proes oksidsi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghaasilkan senyawa-
senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang
merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan minyak
mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulanya bau dan rasa tengik,
sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatankadar asam lemak bebas (FFA),
bilangan iodin, timbulnya kekentalan minyak, busa, adanya kotoran, dan bumbu
yang digunakan dari bahan yang digoreng (Kataren, 1986 ; Susinggih, . 2005).
2.4 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Pemurnian merupakan tahap pertma dari proses pemanfaatan minyak goreng
bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau
sebagai bahan baku produk untuk pembuatan sabun. Tujuan utama permurnian
minyak goreng ini adalah mengilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna
yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum diganakan
kembali (Susinggih, 2005).
Pemurnian minyak goreng meliputi :
a. penghilangan kotoran
penghilangan bumbu (kotoran) merupakan proses pengendapan dan
pemisahan kotoran akibat bumbu dari bahan pangan yang bertujuan untuk
menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti
protein, garam, gula, dan bumbu rempah-rempah yang digunakan
menggoreng bahan pangan.
b. netralisasi
netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
atau pereaksi lainnya sehingga berbentuk sabun. Selain itu penggunaan basa
membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender
8
dalam minyak. Penggunaan larutan basa 0,5 N pada suhu 70 akan
menyabunkan trigliserida sebanyak 1 persen (Kataren, 1986).
c. Pemucatan
Pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menhilangkan zat-zat
warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan
mencampur minyak dengan sejumlah adsorben, seperti tanah serap, lempung
aktif, arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia (Kataren, 1986).
2.5 Penentuan Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas (Free Fatty Acid) adalah asam yang sudah lepas dari
trigliseralhida yang dikandung pada minyak. Asam lemak bebas ini dianalisa
sebagai angka asam dengan menggunakan metode titrasi alkali metri. Semakin
tinggi nilai asam maka semakin banyak asam lemak bebas yang terkandung dalam
minyak dan menyebabkan kualitas minyak semakin rendah.
Pada prinsipnya, analisa asam lemak bebas (Free Fatty Acid) dilakukan dengan
menitar sampel menggunakan larutan basa yang telah distandarisasi. Larutan basa
yang umumnya digunakan adalah larutan Natrium Hidroksida (NaOH) atau
Kalium Hidroksida (KOH). Volum hasil titrasi akan dimasukan ke dalam rumus
berikut untuk menghitung total asam lemak bebas yang terkandung minyak.
Dengan :
V = Volume lerutan titar yang digunakan (mL)
N = Normalitas larutan titar
W = Berat contoh uji (g)
25,6 = Konstanta untuk menghitung kadar ALB sebagai asam palmitat
9
2.6 Cangkang Kelapa Sawit
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa
sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Cangkang
kelapa sawit seperti halnya kayu diketahui mengandung komponen-komponen
serat seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Menurut Widiarsi (2008)
cangkang kelapa sawit mempunyai komposisi kandungan selulosa (26,27%),
hemiselulosa (12,61%), dan lignin (42,96%).
Tabel 2.2 Analisis Cangkang Kelapa Sawit
Parameter Persentase berat kering (%)
Moisture 4,52
Volatile Metter (VM) 82,86
Fixed Carbon (FC) 11,02
Ash 1,61
Fuel Ratio 0,13
Sumber : (Raharjo, 2012)
Cangkang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dapat
dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550ºC selama kurang lebih
tiga jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut
memenuhi (Standart Industri Indonesia) SII, kecuali kadar abu.
Gambar 2.1 Cangkang kelapa sawit
Untuk mendapatkan arang tempurung kelapa sawit dengan mutu yang baik (nilai
kalor dan kadar karbon yang tinggi, kadar air rendah, kadar abu dan zat terbang
cukup rendah) maka suhu pengarangan dapat digunakan antara 500-600ºC,
dengan waktu pengarangan 2-3 jam (Purwanto,2011).
10
2.7 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan pada yang berpori yang umumnya diproleh dari
hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon yang telah
diaktivasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga pori-porinya
terbuka. Dengan demikian daya adsorbsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat
warna dan bau (Kataren, 1986).
Menurut susinggih,(2005) ; Veronica dan Yuliana (2008), bahwa adsorben atau
bahan penyerap berupa karbon aktifyang digunakan pada proses pemurnian dapat
meningkan kembali mutu minyak goreng bekas, dimana karbon aktif akan
bereaksi menyerap warna yang membuat minyak goreng bekas menjadi keruh.
2.8 Sabun
Sabun adalah dari senyawa garam asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stereat
. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan
pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan dari permukaan air. Konsep
ini dapat dipahami dengan pengingat kedua sifat dari anion sabun. Suatu
gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan
hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor” (Rukaesih, 2004).
Sabun merupakan produk pembersih untuk kulit manusia. Seperti ditergen, sabun
mempunyai gugus hidrofobik yang berinteraksi dengan minyak dan ujung anionic
yang larut air. Mekanisme sabun mengangkat minyak/lemak dari benda adalah
melekul sabun alurt dalam air dan ujung hidrofobik mengepung melekul minyak
sedangkan ujung anion terlarut dalam air membentuk misel sehingga minyak
terlepas dari benda.
Lemak dan sabun dari asam lemak jenuh dan rantai jenuh panjang ( )
menghasilkan sabun keras dan minyak dari asam lemak tak jenuh dengan rantai
pendek ( ) menghasilkan sabun yang lebih lunak dan lebih mudah larut
11
(Fessenden, 1997). Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida lebih sukar larut
dibandingkan dengan sabun yang dibuat dari alium hidroksida. Sekarang
dicampur untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Sabun mandi
mengandung minyak wangi, zat warna, dan bahan obat.
Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air
dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sebagai sabun lunak dan digunakan
sebagan sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umunya
adalah asam palmitat atau stearat. Dalam industri, sabun tidak dibuat dari asam
lemak tetapi langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak adalah
ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan
bantuan katalis Pt dan Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak
jenuh, dan melalui proses penyabuan dengan basa KOH dan NaOH akan
terbentuk sabun dan gliserol (Poejiadi, 2007).
Dipabrik-pabrik, gliserol (lemak) dididihkan dalam larutan NaOH. Setelah sabun
terbentuk, NaCl ditambahkan ke dalam campuran agar sabun mengendap dan
dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Adapun gliserol dipindahkan dengan
cara destilasi. Kemudian sabun yang kotor dimurnikan dengan cara
mengendapkan beberapa kali (represipitasi). Akhirnya ditambahkan parfum
supaya sabun memiliki bau yang dikehendaki. Sabun adalah salah satu surfaktan
(bahan), senyawa yang munurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini
menyebabkan larutan sabun dapat memasuki serat, menghilangkan dan mengusir
kotoran dan minyak. Selain kotoran dan minyak dari permukaaan serat, sabun
dpat menolong mencucinya karena struktur kimianya. Bagian akhir dari rantai
(ionnya) yang bersifat hidrofil (senang air) sedangkan rantai karbonnya bersifat
hidrofobik (benci air). Rantai hidrokarbon larut dalam partikel minyak yang tidak
larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci.
12
Sabun mandi merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara imia
antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak
nabati dan atau lemak hwani yang umunya ditambahkan zat pewangi atau
antiseptik dan digunakan untuk membersohkan tubuh manusia dan tidak
membahayakan kesehatan. Sabun tersebut dapat berwujud padat, lunak atau cair,
berbusa dan digunakan sebagai pembersih (SNI, 1994).
2.8.1 Karakteristik Sabun
Analisi yang dilakukan pada sabun yang dihasilkan mengacu pada SNI
SNI 06-3532-1994 yang lengkapnya bisa dilihat pada tabel 2.1 (Pradipto,
2009).
Tabel 2.3 Syarat mutu sabun mandi
Jenis uji Syarat Mutu
Kadar air dan zat menguap pada 105 ,(%)
Jumlah asam lemak, (%)
Kadar alkali bebas dihitung sebagai kadar NaOH (%)
Asam lemak bebas dan atau lemak netral (%)
Kadar minyak mineral
Maks 15
Min 70
Maks 0,1
Maks 2,5
Negative
2.8.2 Senyawa Dalam Sabun
Sabun yang telah berkembang sejak zaman mesir kuno berfungsi sebagai
alat pembersih. Keberadaan sabun yang hanya berfungsi sebagai alat
pembersih dirasa kurang, mengingat pemasaran dan permintaan masyarkat
akan nilai lebih dari sabun mandi (Anonim, 2009).
Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika dikembangkan lagi sabun mandi
yang mempunyai nilai lebih, seperti pelembut kulit, antioksidan, mencegah
gatal-gatal dan pemutih dengan penampilan (bentuk, aroma, warna) yang
menarik. Perkembangan tersebut disesuaikan dengan perkembangan zat-
zat aditif yang telah ada. Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filter)
untuk menekan biaya supaya lebih murah (Anonim, 2009)
13
2.8.3 Sifat-Sifat Sabun
Sifat-sifat sabun yaitu :
1. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tingi
sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam
air bersifat basa.
( ) ( )
2. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk
maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air
sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam
Mg atau Ca dalam air mngendap.
( )
( ( ) )
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunkan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun non polar. Melekul sabun mempunyai
rantai hidrogen ( ) yang bertindak sebagai ekor yang bersifat
hidrofobik tidak (suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan
COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam
air (Phatalina,2013).
Sabun merupakan salah satu pembersih yang dapat dibuat dengan reaksi
kimia antara basa natrium dengan kalium natrium dengan minyak
nabatiatau lemak hewani. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian
kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat
itulah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan
ataupun pakaian. Selain itu, sabun juga merupakan pembersih yang dapat
dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak
dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dibuat dengan cara
yaituproses saponifikasi dan proses-proses netralisasi minyak, proses
saponifikasi akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antar trigliserida dengan alkali,
14
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas
dengan alkali.
Proses esterifikasi merupakan proses yang cendrung digunakan dalam
produksi ester dari asam lemak spesifik lajuk reaksi esterifikasi sangat
dipengaruhi oleh struktur melekul reaktan dan raikalyang terbentuk dalam
senyawa antara. Data tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun
berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang perkembangan
reaksi dinyatakan sebagai konstanta kesetimbangan.
Karakteristik sabun bukan hanya ditentukan oleh pemilihan asam
lemaknya saja, tetapi juga ditentukan oleh kadar dari bahan baku lainnya
seperti NaOH. NaOH berfungsi sebagai pengubah minyak nabati dan
lemak hewan menjadi sabun. NaOH memiliki efek korosif yang tinggi
pada kulit, sehingga dapat menyebabkan luka pada kulit, sehingga kadar
NaOH pada pembuatan sabun perlu ditangani dan diperhatikan sebab
penambahan alkali yang berlebihan pada proses penyabunan menyebabkan
meningkatnya alkali bebas. Alkali bebas yang berlebihan tidak diingnkan
ada dalam sabun, sebab alkali bersifat keras dan dapat menyebabkan iritasi
pada kulit, tetapi jika sabun kekurangan NaOH maka akan menyebakan
berlebihnya asam lemak bebas yang tidak tersabunkan sehingga akan
mengurangi daya ikat sabun terhadap kotoran.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun
padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang
digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun yang dibuat dengan
NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang
dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap), sabun keras
dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak nabati, sabun ini
dalam bentuk batangan dan berdifat sukar larut dalam air, sabun lunak
15
dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak tumbuhan
yang tidak jernih, sabun ini dalam bentuk pasta maupun cair bersifat
mudah larut dalam air.
Asam lemak akan menberikan sifat yang berbeda pada sabun yang
terbentuk. Asam lemak pada sabun dapat menyebabkan sabun menjadi
keras dan menghasilkan busa yang lembut, sama seperti asam miristat,
asam palmitat, selain dapat mengeraskan juga dapat busa menjadi stabil.
Berbeda dengan asam oleat dan linoleat, mereka berperan dalam
melembabkan sabun pada saat sabun digunakan. Alkali yang digunakan
pada percobaan ini adalah larutan NaOH yang dapat membuat sabun
menjadi padat, sedangkan alkali yang digunakan untuk membuat sabun
cair digunakan larutan KOH (Kateran, 1986).
2.8.4 Prinsip Proses Pembuatan Sabun
a. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan pemanasan atau
proses batch yaitu minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan
menambahkan NaOH yang telah dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-
kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCL
(10-12%) untuk mengendapkan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan
menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun.
b. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali
langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaan. Terjadiah
reaksi saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan
sabun yang dihasilkan.
c. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol
dibiarkan didalam satu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperature
kamar 25 ). Reaksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi
16
eksotern sehingga dapat menghasilkan panas. Proses ini memerlukan
waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam.
Syarat-syarat terjadinya dingin adalah sebagai berikut :
Temperatur harus terkontrol dengan baik
Minyak/lemak yang digunakan harus murni
Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
2.9 Pengetian sentrifugasi
Sentrifugasi ialah proses pemisahan partikel berdasarkan berat partikel tersebut
terhadap densitas layangnya (buoyant density). Gaya sentrifugal merupakan
proses yang terjadi apabila perubahan berat partikel dari keadaan normal pada 1
xg (sekitar 9,8 m/s2) menjadi meningkat seiring dengan kecepatan serta sudut
kemiringan perputaran partikel tersebut terhadap sumbunya. Pada pemisahan,
partikel yang densitasnya lebih tinggi daripada pelarut turun (sedimentasi), dan
partikel yang lebih ringan mengapung ke atas (Prasetyawan, 2010).
Pencampuran bahan kimia pengadukan (pencampuran)
1. Defenisi pencampuran (pengadukan) pencampuran diartikan sebagai suatu
proses menghimpun dan membaur bahan-bahan. Dalam hal ini diperlukan
gaya mekanik untuk menggerakkan alat pencampur supaya pencampuran
dapat berlangsung dengan baik.
2. Tujuan pencampuran
Menghasilkan campuran bahan dengan komposisi tertentu dan homogen.
Mempertahankan kondisi campuran selama proses kimia dan fisika agar
tetap homogen, mempunyai luas permukaan kontak antar kompone yang
besar, menghilangkan perbedaan konsentrasi dan perbedaan suhu,
mempertahanan panas.
Menghasilkan bahan setengah jadi agar mudah diolah pada proses
selanjutnya atau menghasilkan produk akhir yang baik. Derajat
17
pencampuran adalah ukuran tercampurnya dengan merata bahan-bahan
yang ada dalam suatu campuran pada saat pembentukan campuran yang
homogen.
Keberhasilan proses pembuatan sabun dipengaruhi oleh putaran pengadukan.
Pengadukan bisa dilakukan dengan tangan serta alat seperti mixer. Peningkatan
kecepatan pengadukan reaksi berpengaruh sangat signifikan terhadap sabun yang
dihasilkan, sedangkan kualitas sabun dipengaruhi secara signifikan oleh jenis
larutan reaksi yang digunakan yaitu caustic soda dan pengaruh suhu.
2.10 Teknik Pembuatan Sabun
Free fatty acid yang sudah melalui tahap pemisahan dari CPO akan di campurkan
dengan Caustic soda (NaOH) beserta dengan pengaruh dari berbagai factor yaitu
suhu, waktu, dan kadar atau jumlah basa. Setelah larutan sabun tercampur secara
homogen maka akan ditambahkan zat-zat pelengkap seperti pewangi dan
pengawet. Sabun dibentuk melalui cetakan-cetakan yang sudah disesuaikan dan
siap untuk di analisa uji.
2.10.1 Saponifikasi
Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan garam karbonil
(sejenis sabun) dan gliserol (alkohol). Alkali yang biasanya digunakan
adalah NaOH dan maupun KOH dengan . Ada dua produk
yang dihasilkan dari proses ini yaitu sabun dan gliserin. Secara tenik,
sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid
adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewan dan nabati.
Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan
alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa
lemak hewani, minyak nabati,lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini
18
teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk
bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi,
sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga,
hingga sabun yang digunakan dalam imdustri. Kandungan zat-zat yang
terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun.
Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada
jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras
adalah natrium hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada
sabun lunak adalah kalium hidroksida (KOH).
Ada beberapa jenis minyak yang digunakan dalam pembuatan sabun,
antara lain minyak zaitu (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak
sawit (palm oil), minyak kedelai (soybean oil), dan lain-lain. Masing-
masing mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan. Selain dari minyak
atau lemak dan NaOH pada pembuatan sabun, juga dipergunakan bahan-
bahan tambahan sebagai berikut :
1. Cairan pengisi seperti tepung tapioca, gapleh dan lain-lain.
2. Zat pewarna
3. Parfum, agar baunya wangi
4. Zat pemutih, missal natrium sulfat
2.11 Penentu Karakteristik atau Mutu Sabun
Berikut beberapa karakteristik mutu sabun, walaupun peneliti tidak bertujuan
untuk membuat sabun mandi untuk dikulit sesuai kriteria pada karakteristik sabun
mandi sesuai SNI 06-3532-1994, berikut adalah Tabel Mutu Sabun:
Tabel 2.4 Analisa Uji Mutu Sabun
Uraian Sabun Padat
Kadar Air (%) Maks 15
Asam Lemak Bebas (%) <2,5
Bilangan Penyabunan (%) 196-206
Jumlah Busa (ml) -
19
1. Penentuan Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan
(Marsi, 2009). Kandungan pada sabun ditergen yang mempunyai kadar air
tinggi dan sabun batang kadar air rendah yang sangat menentukan kualitas
sabun, maka uji kadar air sangat diperlukan.
( )
2. Penentuan Asam Lemak Bebas
Salah satu sifat penting yang harus diketahui dalam minyak jelantah adalah
kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid. FFA menggambarkan banyaknya
kandungan asam lemak bebas dalam minyak jelantah. Semakin rendah nilai FFA,
maka semakin tinggi kualitas minyak jelantah.
% asam lemak bebas
……………………………..(2)
3. Penentuan Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram NaOH yang diperlukan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel
minyak atau lemak disabunkan dengan larutan NaOH berlebih dalam
alkohol, maka NaOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga melekul
NaOH bereaksi dengan satu melekul minyak atau lemak (Kataren, 1986).
( )
( ) ( )
20
4. Uji Banyak Busa
Uji banyak busa bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak busa yang
dihasilkan dari larutan sabun. Analisa ini dilakukan untuk sabun dibuat dari
proses penyabunan yang dikocok dengan alat shaker. Larutan sabun yang
dibuat dari proses penyabunan dimasukan kedalam gelas ukur di tutup
dengan plastic, lalu dikocok dengan alat shaker untuk menghasilkan busa
dari larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan (Raskita, 2008).
.
⁄ ( )
Dimana :
= Volume busa
= Volume busa pada detik ke 60
= Volume busa pada detik ke 30