BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Aktivitas Fisik 2.1.1...

18
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Aktivitas Fisik 2.1.1 Definisi Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga (pembakaran kalori), yang meliputi aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga, sedangkan menurut WHO (2010) yang dimaksud dengan aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan paling sedikit 10 menit tanpa henti. Aktivitas fisik dibagi atas tiga tingkatan yakni aktivitas fisik ringan, sedang, berat. Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan menggerakkan tubuh, aktivitas fisik sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar, dengan kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari biasanya, sedangkan aktivitas fisik berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya. 2.1.2 Manfaat Aktivitas Fisik Cara yang paling sederhana untuk meningkatkan kekebalan tubuh adalah dengan melakukan latihan fisik atau olahraga serta istirahat dan tidur yang cukup. Latihan fisik ringan sekalipun, seperti aerobik selama 30 menit, mampu mengaktifkan sel darah putih, yang merupakan komponen utama kekebalan tubuh pada sirkulasi darah. Idealnya melakukan latihan aerobik selama 30 menit (Yuliarto, 2012).

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Aktivitas Fisik 2.1.1...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Aktivitas Fisik

2.1.1 Definisi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga

(pembakaran kalori), yang meliputi aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga, sedangkan

menurut WHO (2010) yang dimaksud dengan aktivitas fisik adalah kegiatan yang

dilakukan paling sedikit 10 menit tanpa henti. Aktivitas fisik dibagi atas tiga tingkatan

yakni aktivitas fisik ringan, sedang, berat. Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu

yang berhubungan dengan menggerakkan tubuh, aktivitas fisik sedang adalah pergerakan

tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar, dengan kata lain adalah

bergerak yang menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari biasanya, sedangkan aktivitas

fisik berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup

banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya.

2.1.2 Manfaat Aktivitas Fisik

Cara yang paling sederhana untuk meningkatkan kekebalan tubuh adalah dengan

melakukan latihan fisik atau olahraga serta istirahat dan tidur yang cukup. Latihan fisik

ringan sekalipun, seperti aerobik selama 30 menit, mampu mengaktifkan sel darah putih,

yang merupakan komponen utama kekebalan tubuh pada sirkulasi darah. Idealnya

melakukan latihan aerobik selama 30 menit (Yuliarto, 2012).

9

2.1.3 Jenis-Jenis Aktivitas Fisik untuk Usia Dewasa

Menurut WHO (2010), Jenis Aktivitas fisik untuk usia dewasa dibagi menjadi 5

antara lain :

1. Aktivitas bekerja

Aktivitas bekerja sesuatu aktivitas yang dilakukan manusia untuk tujuan tertentu yang

dilakukan dengan cara baik dan benar (Shofianty, Widhiantoro, & Pramudita, 2007).

2. Transportasi

Transportasi merupkan perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat

lain dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas

sehari-hari (Ismayanti, 2009).

3. Aktivitas pekerjaan rumah

Pekerjaan yang tidak menghasilkan imbalan atau jasa, aktivitas pekerjaan rumah dapat

dilakukan bertujuan agar rumah dan sekitar rumah terlihat bersih dan rapi, misalnya

mencuci pakaian, mengepel lantai, menyiram tanaman, dll (Poerwopesito, & Utomo,

2011).

4. Olahraga

Olahraga adalah suatu kegiatan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh

kita.Sebelum berolahraga dianjurkan untuk melakukan pemansan supaya terhindar

dari cidera, misalnya jalan pagi, bersepeda, berenang, senam dan lain-lain. (Sari, 2010).

10

5. Rekreasi

Rekreasi adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan seseorang ketika memiliki waktu

luang untuk menyegarkan fikiran dan badan, atau sebagai hiburan setelah menjalani

rutinitas yang membosankan (Graha, 2007)

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik faktor

lingkungan makro, lingkungan mikro maupun faktor individual. Secara lingkungan

makro, faktor sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap aktivitas fisik. Pada kelompok

masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi relatif rendah, memiliki waktu luang

yang relatif sedikit bila dibandingkan masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi

yang relatif baik. Segingga kesempatan kelompok sosial ekonomi rendah melakukan

aktivitas fisik yang terprogram serta terukur tentu akan lebih rendah bila dibandingkan

kelompok sosial ekonomi tinggi. Lingkungan sosial ekonomi makro juga berpengaruh

terhadap kondisi fasilitas umum dalam satu Negara. Pada Negara dengan kondisi sosial

ekonomi tinggi akan menyediakan fasilitas umum yang lebih modern seperti tersedia

angkutan umum yang lebih nyaman dan baik, fasilitas escalator dan fasilitas canggih lain

yang memungkinkan masyarakat melakukan aktivitas fsik yang rendah. Sebaliknya pada

Negara dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, Negara belum mampu

menyediakan fasilitas umum dengan teknologi maju.

Lingkungan mikro yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik adalah pengaruh

dukungan masyarakat sekitar. Masyarakat sudah beralih kurang memperlihatkan

dukungan yang tinggi terhadap orang yang masih berjalan kaki ketika pergi ke pasar,

kantor dan sekolah.

11

Faktor individu seperti pengetahuan dan persepsi tentang hidup sehat, motivasi,

kesukaan berolahraga, harapan tentang keuntungan melakukan aktivitas fisik akan

mempengaruhi seseorang untuk melakukan aktivitas fisik. Apalagi orang yang

mempunyai motivasi dan harapan untuk mencapai kesehatan optimal, akan terus

melakukan aktivitas fisik sesuai anjuran kesehatan. Faktor lain yang juga berpengaruh

terhadap seseorang rutin melakukan aktivitas fisik atau tidak adalah faktor usia, genetik,

jenis kelamin dan kondisi suhu dan gografis (Welis & Rifki, 2007).

2.1.5 Kategori Aktivitas Fisik

International Physical Activity Questionnaire (2005) kategori aktivitas fisik di nilai

berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Tinggi :

Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah diklasifikasikan dalam

kategori tinggi, yaitu :

a. Aktivitas dengan intensitas berat setidaknya mencapai 3 hari. Jumlah minimal

aktivitas fisik 1500 MET menit/minggu.

b. Aktivitas fisik selama 7 hari dengan kombinasi berjalan, intensitas sedang dan

intensitas berat dengan jumlah minimal 3000 MET menit/minggu.

2. Sedang

Seseorang yang tidak memiliki kriteria aktivitas tinggi dan memiliki salah satu kriteria

berikut ini sudah diklasifikasikan dalam kategori sedang, yaitu :

a. Aktivitas dengan intensitas kuat selama 3 hari atau lebih minimal 20 menit per

hari.

b. Aktivitas intensitas sedang dan / atau berjalan selama 5 hari atau lebih setidaknya

30 menit per hari.

12

c. Aktivitas fisik selama 5 hari atau lebih dengan kombinasi kombinasi berjalan,

intensitas sedang dan intensitas yang kuat dengan jumlah minimal 600 MET menit

/ minggu.

3. Rendah

Seseorang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah disebutkan

dalam kategori tinggi maupun kategori sedang

2.1.6 Aktivitas Fisik Pada Penderita Penyakit Jantung

Menurut British Heart Foundation (2013), pada penderita penyakit jantung

dianjurkan melakukan aktivitas fisik untuk membantu keadaan penderita dalam kondisi

baik. Aktivitas fisik yang baik untuk penderita penyakit jantung yaitu aerobik. Aerobik

merupakan aktivitas fisik yang menggunakan otot-otot besar seperti kaki, bahu dan

lengan. Ketika melakukan aerobik tubuh akan membutuhkan lebih banyak oksigen,

jantung dan paru-paru harus bekerja lebih keras. Hal ini membuat jantung dan sirkulasi

menjadi lebih efisien. Aktivitas aerobik juga dapat mempertahankan daya tahan tubuh.

Contoh aktivitas aerobik antara lain: berjalan cepat, bersepeda, senam. Aktivitas aerobik

memiliki tujuan agar jantung dapat berdetak lebih cepat untuk memenuhi gerakan tubuh

saat beraktivitas.

13

2.2 Konsep Kualitas Tidur

2.2.1 Pengertian Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan kontruksi klinis yang penting. Hal ini dikarenakan

keluhan akan kualitas tidur umum terjadi di masyarakat dan kualitas tidur yang buruk

merupakan gejala penting dari adanya gangguan tidur dan penyakit lainnya. Pentingnya

kualitas tidur terbaik dalam upaya peningkatan kesehatan dan pemulihan individu yang

sakit (Potter & Perry, 2010).

Kualitas tidur adalah karakteristik subjektif dan seringkali ditentukan oleh

perasaan energik atau tidak setelah bangun tidur (Kozier, 2008). Kualitas tidur adalah

kepuasan terhadap tidur, sehingga orang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,

mudah terangsang dan gelisah, lesu, dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata

bengkak, konjungtiva merah, perhatian terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau

mengantuk

2.2.2 Tahapan Tidur

Menurut (Asmadi, 2008) pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam

dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement-REM), dan

tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement-NREM).

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal

tersebut berarti tidur REM ini sifanya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan

kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot

kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-

balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur,

14

kecepatan jantung dan pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan

metabolisme meningkat. Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka

akan menunjukkan gejala-gejala yang cenderung hiperaktif, kurang dapat mengendalikan

diri dan emosi (emosinya labil), nafsu makan bertambah, serta bingung dan curiga.

Tidur NREM merupakan tidur nyaman dan dalam. Pada tidur NREM

gelombang otak lebih lambat dibandingkna pada orang yang sadar atau tidak tidur.

Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah

turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.

Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing-masing tahap ditandai dengan pola

perubahan aktivitas gelombang otak. Keempat tahap tersebut yaitu:

a. Tahap I

Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar

menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan

rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola

mata bergerak ke kiri dan kenan, kecepatan jantung dan pernapasan

menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi

gelombang-gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat

dibangunkan dengan mudah.

15

b. Tahap II

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini

ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun,

tonus otot perlahan-lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan

pernapasan menurun dengan jelas. EEG timbul gelombang beta yang

berfrekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut dengan

gelombang tidur. Tahap II ini berlangsung sekitar 10-15 menit.

c. Tahap III

Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara

menyekuruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut

mengalami penurunan akibat dominasi system saraf simpatis. Pada EEG

memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi 1-2 siklus/detik.

Seseorang yang tidur pada pada tahap III ini sulit dibangunkan.

d. Tahap IV

Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam keadaan

rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai, dan

sulit dibangunkan. Pada EEG, tampak hanya terlihat gelombang delta yang

lambat dengan frekuensi 1-2 siklus/detik. Denyut jantung dan pernapasan

menurun sekitar 20-30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu,

tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh.

16

2.2.3 Fisiologis Tidur

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer,

endokrin, kardiovaskular, respirasi, dan muskuloskletal. Tiap kejadian tersebut dapat

diidentifikasi atau direkam dengan elektroensefalogram (EEG) untuk aktivitas listrik

otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan elektromiogram (EMG) dan

elektrookulogram (EOG) untuk mengukur pergerakan mata. Pengaturan dan kontrol

tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara bergantian

mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular activating system

(RAS) di batang otak bagian atas diyakini mempunyaisel-sel khusus dalam

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual,

auditori, nyeri dan sensoris raba. Selain itu, juga menerima stimulus dari korteks serebri

(emosi dan proses pikir).

Pada keadaan sadaar, neuron-neuron dalam RAS melepaskan katekolamin,

misalnya neropinefrin. Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasan serum serotonin

dari sel-sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu bulbular synchronizing regional

(BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang

diterima dari pusat otak reseptor sensorik perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan

system limbic seperti emosi. Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup

matanya dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivasi RAS

menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin (Tarwoto & Wartonah,

2015).

17

2.2.4 Siklus Tidur

Kedas, Lux, & Amodes menyatakan bahwa siklus tidur yang umum terjadi terdiri

atas tahap 1 NREM, diikuti oleh tahap 2,3 dan 4 NREM dengan kemungkinan kembali

lagi ke tahap sebelumnya, yaitu tahap 3 dan 2 NREM, sebelum dimulainya tahapa REM

terjadi selama 20% sampai 25% waktu tidur dalam. Tahap REM dimulai kurang lebih 60

menit dalam siklus tidur, dan umumnya empat sampai enam siklus tidur NREM samapai

siklus tidur NREM terjadi setiap malam (Maas, 2011).

2.2.5 Kebutuhan Tidur

Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan. Tabel berikut

merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Hidayat, 2008).

Tabel 2.3 Kebutuhan Tidur Manusia

Usia Tahap Perkembangan Jumlah kebutuhan

0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari

1 bulan-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari

18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari

3 tahun-6 tahun Masa prasekolah 11-12 jam/hari

6 tahun-12 tahun Masa sekolah 11 jam/hari

12 tahun-18 tahun Masa remaja 8-5 jam/hari

18 tahun-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari

40 tahun-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari

60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari

18

2.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Menurut (Asmadi, 2008) kualitas tidur dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas tidur antara lain:

1. Status Kesehatan

Sesorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan untuk dapat tidur nyenyak.

Tetapi pada orang yang sakit dan rasanya nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya

tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga tidak dapat tidur dengan nyenyak.

2. Lingkungan

Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada

lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak.

Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh maka menghambat sesorang untuk

tidur.

3. Stress psikologis

Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini

disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan neropinefrin darah melalui

system saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM

4. Diet

Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging, dan

ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur, sebaliknya, minuman yang

mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur.

5. Gaya hidup

Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Seseorang yang bekerja

bergantian (misalnya 2 minggu siang diikuti oleh 1 minggu malam) seringkali

mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Jam internal tubuh diatur

19

pukul 22, tetapi sebaliknya jadwal kerja memaksa untuk tidur pukul 9 pagi. Seseorang

mampu untuk tidur hanya selama 3 sampai 4 jam karena jam tubuh mempersepsikan

bahwa ini adalah waktu terbangun dan aktif.kesulitan mempertahankan kesadaran

selama waktu kerja menyebabkan penurunan dan bahkan penampilan yang berbahaya.

(Potter & Perry, 2006)

6. Obat-obatan

Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada

pula yang sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya, obat golongan amfetamin akan

menurunkan tidur REM.

7. Aktivitas fisik

Seseorang yang kelelahan menengah (moderate) biasanya memperoleh tidur yang

mengistirahatkan, khususnya jika kelelahan adalah hasil dari kerja atau latihan yang

menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh

mendingin dan mempertahankan suatu kelelahan yang meningkatkan relaksasi

(Potter & Perry, 2010).

2.2.7 Gangguan Tidur Penderita Penyakit Jantung

Gangguan tidur adalah kelainan yang bisa menyebabkan masalah pada pola tidur,

baik karena tidak bisa tertidur, sering terbangun pada malam hari, atau ketidakmampuan

untuk kembali tidur setelah terbangun. Ketika seseorang mengalami gangguan tidur

maka ada ketegangan pada otak dan otot sehingga dengan mengaktifkan saraf

parasimpatis dengan teknik relaksasi maka secara otomatis ketegangan berkurang

sehingga seseorang akan mudah untuk masuk ke kondisi tidur (Tarwoto & Wartonah,

2015).

20

1) Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas

tidur. Tiga macam insomnia, yaitu: insomnia inisial (initial insomnia) adalah

ketidakmampuan untuk tidur; insomnia intermiten (intermittent insomnia) merupakan

ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur karena sering terbangun;

insomnia terminal (terminal insomnia) adalah bangun lebih awal, tetapi tetapi tidak

pernah tertidur kemabali. Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik,

kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak (Tarwoto &

Wartonah, 2015).

2) Dipsnea Paroksimal Nokturnal

Dispnea paroksimal nokturnal merupakan istilah yang mengacu pada episode akut

sesak nafas yang hebat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan

membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 setelah pasien beristirahat. Gejala ini

mungkin disertai dengan batuk atau mengi, kemungkinan karena peningkatan

tekanan pada arteri bronkial menyebabkan kompresi saluran napas, bersama dengan

edema paru intersisial yang menyebabkan peningkatan resistensi saluran napas,

sedangkan dipsnea dapat dihilangkan dengan duduk tegak di sisi tempat tidur

dengan kaki dalam posisi tergantung, pasien dengan gejala ini sering memiliki batuk

yang bersifat menetap dan mengi bahkan setelah mereka telah mengambil posisi

tegak (Pollak, et al 2009).

21

2.2.8 Irama Sirkadian Pada Sistem Kardiovaskuler

Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa peristiwa terkait kardiovaskuler,

seperti infark miokard (serangan jantung), angina, stroke, aritmia, kematian jantung

mendadak, dan kematian yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif lebih sering

terjadi pada pagi hari. Penyebab potensial termasuk tekanan darah tinggi di pagi

hari,puncak dalam waktu pecahnya plak arteri coroner antara 06.00 hingga tengah hari,

fungsi jantung dan resistensi pernapasan pada pria yang lebih tua, hilangnya variasi

diurnal pada vasodilatasi endothelium-dependen pada dini hari sehingga pembuluh

darah tidak dapat memperluas normal ketika jaringan membutuhkan lebih banyak darah,

dan perubahan dinamika detak jantung. Adrenlin, kortisoldan, testosterone, yang

masing-masing mengubah fungsi kardiovaskuler, semua memiliki irama sirkadian

endogen dengan tingkat puncak pada pagi hari, dan ada peningkatan aktivitas otonom

simpatis siang hari, dan peningkatan aktivitas otonom parasimpatis pada malam hari.

Kejadian kardiovaskuler lebih mungkin terjadi pada sekitar waktu terjaga, dan kenaikan

ini disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Study terbaru mencatat bahwa

kematian mendadak akibat penyakit jantung lebih tinggi selama waktu tidur, dari pada

waktu terjaga, pada individu dengan gejala apnea tidur obstruktif beriko lebih tinggi

dengan individu dengan gejala yang lebih parah dan mungkin berhubungan dengan

perubahan fisiologis yang berhubungan dengan gejala slepp apnea yang terjadi ketika

sedang tertidur (Klerman, 2010).

22

2.2.9 Tanda-Tanda Kualitas Tidur Buruk

Tanda-tanda kualitas tidur yang kurang dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda

psikologis (Hidayat, 2008).

1) Tanda Fisik

Ekspresi wajah (gelap di area sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva

kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak

mampu berkonsentrasi (kurangnya perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti

penglihatan kabur, mual dan pusing.

2) Tahap Psikologis

Menarik diri, apatis dan respon menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara,

daya ingat menurun, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran,

kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.

2.2.10 Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur individu dapat dianalisa melalui pemeriksaan laboratorium yaitu

electroencephalgraphy (EEG) yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman

listrik dari permukaan otak ataupun permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya

aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh

derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau penyakit lain

yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha

dan delta (Guyton & Hall, 2007).

Tidur adalah pengalaman subjektif. Closs menyatakan bahwa salah satu metode

yang singkat dan efektif untuk mengkaji kualitas tidur adalah dengan menggunakan skala

23

analog visual. Perawat membuat sebuah garis horizontal kurang lebih 10 cm perawat

menuliskan pertanyaan-pettanyaan yang berlawanan pada setiap ujung garis seperti tidur

malam terbaik dan tidur malam terburuk. Kemudian diminta untuk memberi tanda titik

pada garis yang menandakan persepsi mereka terhadap tidur malam. Jarak tanda terebut

diukur dengan millimeter dan diberi nilai angka untuk kepuasan tidur. Skala ini dapat

diberikan berulang-ulang untuk menunjukkan adanya perubahan dari waktu ke waktu

(Potter & Perry, 2010).

Buysse et al (1998) juga mengemukakan alat ukur terhdap kualitas tidur, yaitu

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI adalah instrument yang efektif dalam

mengukur kualitas tidur dan pola tidur (Smyth, 2012). Item 1-4 merupakan pertanyaan

terbuka tentang kebiasaan individu tidur dan bangun, total waktu tidur, dan sleep latency

(menit). Item 1-18 menggunakan skala Likert, yaitu 0 = tidak selama satu bulan terakhir,

1= krang dari sekali seminggu, 2= sekali atau dua kali seminggu, 3= tiga kali dalam

seminggu. Item 19 menggunakan skala Likert dalam penilaian kualitas tidur secara

keseluruhan, yaitu 0 = very good, 1 = fairly good, 2 = fairly bad, 3 = very bad. Item tambahan

yang dinilai oleh teman sekamar tersebut hanya digunakan untuk informasi klinis dan

tidak ditabulasi dalam penilaian dari instrument ini (Eser et al, 2007).

Sembilan belas item pertanyaan menilai berbagai faktor yang berkaitan dengan tidur

yang berkualitas dan dikelompokkan dalam tujuh komponen, yang masing-masing

memiliki skala 0-3. Ketujuh komponen skor tersebut kemudian dijumlahkan untuk

menghasilkan skor global dari PSQI yang memiliki jangkauan skor 0-21. Skor global

PSQI >5 mengindikasikan ukuran sensitif dan spesifik dari kualitas tidur yang buruk

24

pada inividu. Semakin tinggi skor global yang didapat semakin buruk pula kualitas tidur

individu tersebut (Smyth, 2012).

2.3 Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Kualitas Tidur

Tidur merupakan sebuah siklus. Setiap manusia memliki siklus meskipun setiap

individu memiliki siklus tidur yang berbeda. Irama tidur termasuk dalam irama sirkadian

atau irama 24 jam. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi fisiologis utama dan pola

perilaku, seperti perubahan suhu, denyut jantung, fluktuasi tekanan darah, sekresi

hormon, kemampuan sensorik, dan suasana hati, irama sirkadian dipengaruhi oleh

cahaya, suhu, tingkat aktivitas fisik, dan rutinitas. Setiap orang memiliki siklus tidur yang

berbeda. Beberapa orang dapat tertidur pada pukul delapan malam, beberapa orang

lainnya dapat tertidur pada pukul dua pagi, hal ini dipengaruhi oleh hal-hal yang telah

disebutkan diatas (Wennaman, et al., 2014).

Aktivitas fisik yang teratur bisa membuat bernapas lebih mudah. Bernapas

menjadi lebih ringan, lancar dan segar. Aktivitas fisik memberikan okesigen dan nutrisi

ke semua sel dan jaringan tubuh. bahkan, aktivitas fisik secara teratur membantu seluruh

system kardiovaskular, sehingga peredaran darah melalui jantung dan pembuluh darah

bekerja lebih efisien. Saat jantung dan paru-paru bekerja lebih efisien, akan memiliki

lebih banyak energi untuk melakukan hal-hal yang dinikmati. Tidur sangat penting bagi

pemulihan kondisi fisik, setelah seharian melakukan aktivitas. Tidur nyenyak dapat

meningkatkan konsentrasi, produktivitas dan suasan hati. Aktivitas fisik menjadi kunci

untuk tidur lebih nyenyak. (Holfeld & Ruthig, 2014).

Aktivitas fisik mempengaruhi kualitas tidur seseorang, akan tetapi semakin keras

seseorang melakukan aktivitas fisik atau berolahraga akan baik kualitas tidurnya.

25

Seseorang yang rutin melakukan aktivitas fisik lebih mungkin tidur kurang dari 6 jam,

atau lebih dari 9 jam. Tidur yang terlalu sedikit atau terlalu banyak dikaitkan dengan

beberapa gangguan kesehatan, termasuk masalah jantung. Melakukan aktivitas atau

olahraga berlebihan atau sebaliknya tidak melakukan aktivitas sama sekali juga tidak baik

untuk pola tidur. Menurut National Sleep Foundation (2013), walaupun kuantitas tidur

seseorang sama-sama 8 jam, namun seseorang yang melakukan aktivitas rutin 10 menit

perhari akan memiliki kualitas tidur yang lebih nyenyak.