BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi 2.1.1 Definisi ...eprints.umm.ac.id/45705/3/BAB II.pdf2.1.1...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi 2.1.1 Definisi ...eprints.umm.ac.id/45705/3/BAB II.pdf2.1.1...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karies Gigi
2.1.1 Definisi Karies Gigi
Karies merupakan penyakit yang terjadi pada email dentil dan sementum gigi,
yang disebabkan oleh aktifitas kimiawi yaitu karbohidrat yang menjadi ragi. Ditandai
dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya (Edwina &
Joyston, 2012).
Karies adalah kerusakan pada jaringan gigi yang dimulai dari email gigi hingga
menjalar ke dentin (tulang gigi) (Kusumawardani Endah, 2011).
Karies gigi disebabkan oleh plak yang menyumbat sehingga menyebabkan gigi
berlubang diantaranya karena sisa makanan manis dan lengket, kuman yang berasal dari
plak tersebut menyebabkan suasana asam pada mulut sehingga email larut dalam asam
yang mengakibatkan gigi berlubang. Makanan yang menyebabkan antara lain, makanan
manis seperti coklat, permen dan ice cream; makanan yang lengket seperti dodol dan
selai; makanan yang tidak merusak gigi antara lain: buah-buahan, sayur-sayuran dan
kacang-kacangan (Fitriani, 2014)
Tanda awal karies gigi adalah daerah permukaan gigi yang nampak berkapur
berwarna coklat dan membentuk lubang. Jika keadaan sebelum daerah permukaan gigi
menjadi coklat dan membentuk lubang keadaan bias kembali ke asal (Reversibel),
namun ketika daerah permukaan gigi sudah menjadi coklat dan membentuk lubang
maka struktur gigi sudah rusak dan tidak dapat di regenerasi (Fitriani, 2014).
11
2.1.2 Klasifikasi Karies Gigi
Terjadinya karies berdasarkan pola klinis terbagi menjadi 3 golongan, yaitu;
1. Morfologi
a. Karies pist dan flussure terbentuk dipermukaan oklusal molar dan
premolar, permukaan bukal lingual molar dan permukaan lingual
insisivus maksila. Pist flussure yang berdiding tinggi dan terjal serta
berdasar sempit paling rentan terhadap karies. Pist dan fissure kadang
dianggap kelainan perkembangan, terutama karena email tempat yang
dalam sangat tipis, bahkan terkadang tidak ada sehingga dentin terpapar.
Pist dan fissure pada proses awal karies tampak coklat dan hiam, terasa
agak lembut. Email yang berbatasang dengan pist dan fissure seperti
opak putih kebiruan karena proses yang terjadi di bawahnya. Proses ini
terjadi melalui penyebaran lateral karies pada batasan dentin dan email,
sehingga terbentuk lubang besar dibawah email.
b. Karies permukaan halus timbul pada permukaan proksimal gigi dan
sepertiga permukaan bukal dan lingual. Karies ini timbul tepat dibawah
titik kontak dan awal dari perbentukan plak kemudian tampak opaksitas
putih samar pada email tanpa diskuntinitas permukaan email. Tempat
putih kapur ini kemudian menjadi agak besar karena dekalsifikasi
superfisial. Dengan penetrasi karies ke email, email di sekitar lesi menjadi
putih kebiruan. Karies yang cepat menyebar pada umumnya mempunyai
tempat penetrasi kecil, sedangkan yang lambat biasanya membentuk
lubang terbuka yang dangkal.
c. Karies servikal terdapat pada permukaan bukal, lingual atau labial. Lesi
karies servikal berbentuk bulan sabit, bermula sebagai daerah putih agak
12
kasar yang kemudian berlubang. Karies ini hamper berupa lubang
terbuka dan tidak menunukkan titik penetrasi sempit seperti pada karies
pist dan fissure. Karies ini tidak memiliki predileksi pada gigi tertentu,
penting pada proses perkembangan karies di email adalah perembesan
asam ke dalam substansinya. Secara klinis tahapan tersebut terbagi
menjadi beberapa fase, yaitu lesi dini, remineralisasi dan kavitasi.
d. Lesi karies email lincar terbentuk kerucut dengan puncak dipermukaan
luar pada daerah pist dan fissure. Perubahan awal disebabkan karena
difusi asam ke dalam jaringan. Sekaligus email telah dipenetrasi oleh
bakteri, maka dentin akan terbuka bagi serangan secara langsung.
2. Berdasarkan Dinamika
a. Karies email insipient adalah timbulnya area dekalsifikasi dibawah plak
gigi yang mirip dengan permukaan kapur yang licin.
b. Karies rampan adalah kerusakan beberapa gigi secara cepat dan sering
melibatkan permukaan gigi yang biasanya bebas karies. Dijumpai pada
gigi susu bayi yang selalu menghisap dot bergula, juga dijumpai pada
remaja yang sering makan udapan karsiogenik dan minuman manis serta
pada penyakit xerostamia.
c. Karies terhenti adalah suatu lesi yang tidak berkembang. Dapat dijumpai
jika suatu lingkungan oral berubah dari yang memungkinkan timbul
karies menjadi keadaan yang cenderung menghentikan karies.
3. Berdasarkan Keparahan
a. Karies ringan apabila terkena pada daerah yang sangat rentan misalnya
permukaan oklusal gigi molar permanen.
13
b. Karies sedang apabila yang terkena pada permukaan oklusal dan
proksimal gigi posterior.
c. Karies berat apabila yang terkena gigi anterior, termasuk daerah yang
biasanya bebas karies gigi.
2.1.3 Penyebab Karies Gigi
Munculnya karies gigi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Bakteri
a. Lactobacillus
Dipengaruhi oleh kebiasaan makan sehari-hari. Tempat yang paling
disukai adalah lesi dentin yang dalam. Jumlahnya banyak ditemukan pada
plak dan dentin berkaries, hanya saja lactobacillus sebagai faktor
pembantu proses karies.
b. Streptococcus
Bakteri kokum gram positif adalah penyebab utama karies dengan jumlah
terbanyak didalam mulut. Salah satu spesiesnya adalah streptococcus
mutans, jenis ini lebih asidurik dibandingkan yang lain dan menurut pH
medium sehingga 4,3. Streptococcus mutans terdapat pada popolasi yang
banyak mengkonsumsi sukrosa.
c. Aktinomises
Semua spesies aktinomises menfermentasisa glokosa, terutama
membentuk asam laktat, asetat, suksinat, dan asam format. Actinomyce
viscosus dan A.Naeslundi mampu membentuk karies akar, fissure, dan
merusak periodontonium.
14
2. Kerentangan permukaan gigi (host)
a. Morfologi gigi
Gigi yang sudah terjadi plak sangat mukin terjadi karies. Daerah itu antara
lain: 1) Pist dan fissure permukaan oklusal molar dan premolar, pist
bukan moral dan pist palatal invisivus. 2) Permukaan halus daerah
aproksimal sedikit dibawah titik kontak. 3) Tepi leher gigi sedikit diatas
tepi gingival. 4) Permukaan akar yang terbuka pada pasien resesi gingival
karena penyakit periodontium. 5) Tepi tumpahan/ tambalan, terutama
yang kurang. 6) permukaan gigi dekat gigi tiruan atau jembatan.
Gambaran morfologi yang sering dianggap penyebab karies adalah
fissure oklusal yang sempit dan dalam, lekukan pipi atau lidah. Fissure
tersebut cenderung menjadi perangkap untuk makanan dan bakteri,
terutama pada dasar fissure.
b. Lingkungan gigi
Secara normal gigi selalu dibasahi oleh saliva. Isi dan umlah saliva, derajat
keasaman, kekentalan dan kemampuan buffer berpengaruh pada karies.
Saliva mempengaruhi Ph dan komposisi mikroorganisme dalam plak.
Jika terjadi perubahan jumlah dan susunan saliva (pada pasien radiasi,
aplasia kelenjar saliva dan xerostomia) maka kemungkinan terjadinya
karies meningkat. Kekentalan pada saliva diduga berpengaruh pada
terjadinya karies, karena bila saliva banyak dan encer karies lebih relative
arang terjadi.
15
c. Posisi gigi
Gigi malilingnet, posisi keluar, rotasi atau situasi tidak normal lainnya
menyebabkan kesulitan untuk pembersihan dan cenderung membuat
makan dan debris terakumulasi.
2.1.4 Pencegahan Karies Gigi
Pencegahan karies gigi bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup yang
lebih baik dengan memperpanjang masa dan juga fungsi gigi didalam mulut untuk bisa
lebih maksimal. Menurut Sariningsih (2012) usaha pencegahan karies gigi umumnya
dapat digolongkan dalam 3 tingkatan, yaitu:
1. Pencegahan primer, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan agar kecelakaan
tidak terjadi. Suatu bentuk prosedur pencegahan yang dilakukan sebelum gejala
klinik dari suatu penyakit timbul dengan kata lain pencegahan sebelum terjadinya
penyakit. Tindakan pencegahan primer ini meluputi :
a. Modifikasi kebiasaan anak
Bertujuan untuk merubah kabiasaan anak yang salah mengenai kesehatan
gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan
pencegahan karies.
Pendidikan kesehatan gigi mengenai kebersihan mulut, diet dan konsumsi
gula dan kunjungan berkala ke dokter gigi lebih ditekankan pada anak yang
beresiko karies tinggi.
Kebersihan Mulut dengan penyikatan gigi, flossing dan professional
propilaksis disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut.
Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala
umur.
16
Diet dan konsumsi gula merupakan tindakan pencegahan pada karies tinggi
lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi
asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan
bahan pengganti gula. Cara untuk mengatasi diet sehat pada anak yaitu (Gultom,
2010) :
1) Tidak membiasakan memberikan makanan atau minuman yang
mengandung gula sebagai hadiah kepada anak.
2) Cemilan manis dapat diganti dengan memberikan cemilan berupa buah-
buahan atau sayuran.
3) Sehabis makan makanan manis anak dibiasakan berkumur dengan air
putih.
4) Tidak memberikan makanan atau minuman manis diluar jam makan,
biasakan untuk memberi air putih matang terutama saat anak hendak tidur.
Pemeriksaan rutin 3-6 bulan sekali sangat berguna terutama dalam
memonitor pertumbuhan dan perkembangan gigi anak serta mendeteksi dengan
didi kelainan gigi pada anak.
b. Perlindungan terhadap Gigi
Perlindungan terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara penggunaan flour
dan khlorheksidin. Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies.
Penggunaan flour dapat dilakukan dengan fluoridasi air minu, pasta gigi dan obat
kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topical varnish.
Klorheksidin merupakan anti mikroba yang digunakan sebagai obat kumur,
pasta gigi, permen karet, varnish dan dalam bentuk gel. Silen harus ditempatkan
secara selektif pada pasien yang beresiko karies tinggi. Prioritas tertinggi
diberikan pada molar pertama permanen diantara usia 6-8 tahun, molar kedua
17
permanen di antara usia 11-12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi
premolar permanen dan molar susu.
2. Pencegahan sekunder, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencegah
atau mengurangi terjadinya kesakitan bila kecelakaan tersebut sudah tak dapat
dihindarkan lagi. Melakukan pencegahan dengan :
a. Penambalan gigi, kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang
bagian gigi yang rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis tambalan gigi
yang biasa digunakan tergantung pada lokasi dan fungsi gigi. Geraham
dengan tugas mengunyah memerlukan bahan yang lebih kuat dibandingkan
dengan gigi depan. Perak amalgam digunakan pada gigi belakang. Tambalan
pada gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen yang
mirip dengan email. Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan
pada gigi depan dan belakang bila lubangnya kecil dan merupakan bahan
yang warnanya sama dengan warna gigi. Jika saraf gigi telah rusak dan tidak
dapat diperbaiki maka gigi perlu dicabut.
b. Dental sealant, perawatan untuk mencegah gigi berlubang dengan menutupi
permukaan gigi dengan suatu bahan. Dental sealant dilakukan pada
permukaan kunyah gigi premolar dan molar. Gigi dicuci dan dikeringkan
kemudian memberi pelapis pada gigi.
3. Pencegahan tersier, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi efek jangka panjang yang merugikan dari kecelakaan yang sudah
terjadi. Pencegahan tersier dilakukan dengan cara perawatan pulpa (akar gigi)
atau melakukan pencabutan gigi (Ramayanti, 2013).
18
2.1.5 Perawatan Karies Gigi
Penurunan kesehatan anak akan mengakibatkan penurunan system imunitas
yang dapat meningkatkan system perusakan oleh bakteri dan dapat meningkatkan
resiko terjadinya karies anak. Tanda awal berkembangnya resiko karies meliputi
bertambahnya plak pada gigi dengan jumlah yang sangat tinggi (Edwina, 2013).
Tindakan awal untuk perawatan karies gigi sebaiknya melakukan penambalan
lubang kecil pada gigi. Gigi yang tidak segera ditambal proses bertambah besarnya
lubang pada gigi akan terus berlangsung. Lubang-lubang tidak dapat menutup sendiri
secara alamiah, tetapi perlu dilakukan penambalan oleh dokter gigi (Afrilina &
Gracinia, 2007).
Selain tindakan awal harus diterapkan juga cara pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut serta rasa tanggung jawab akan kebersihan dirinya sendiri. Beberapa teknik
yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia
sekolah adalah (Farida, 2010) :
a. Penyikatan gigi dan pemakaian pasta gigi sudah sepenuhnya dilakukan oleh anak.
Waktu menyikat gigi sebaiknya dilakukan teratur minimal 2 kali sehari yaitu pagi
hari setelah sarapan dan sebelum tidur malam. Pemberian disclosing solution dapat
dilakukan agar anak dapat melihat bagian-bagian yang kotor pada gigi. Adapun
teknik penyikatan gigi yang dapat diterapkan pada anak usia sekolah ini adalah
teknik roll. Bantuan orang tua dibutuhkan apabila anak mendapatkan kesulitan
saat melakukan penyikatan pada posisi gigi yang sulit, missal bagian bukal rahang
atas dan rahang bawah. Pada keadaan ini hendaknya orang tua tetap memandu
anak. Setelah selesai menyikat gigi hendaknya orang tua melakukan pemeriksaan
kembali apakah sudah bersih.
19
b. Pemakaian flossing pada gigi-gigi dengan kontak yang sangat rapat. Orang tua
perlu mengajarkan cara penggunaan flossing, agar tidak terjadi luka/ trauma pada
gusi.
c. Pemberian sediaan flour melalui aplikasi flour dan obat kumur sudah dapat
dilakukan bagi anak-anak yang telah memiliki kemampuan menelan yang baik.
Sediaan flour sangat dianjurkan bagi anak-anak dengan maloklusi, dimana
kelompok tersebut memiliki resiko karies tinggi.
d. Memperkenalkan pemberian kemoterapeutik. Sediaan yang dapat diberikan
adalah chlorhexidine. Diberikan bagi anak-anak dengan resiko karies dan penyakit
periodontal tinggi. Anak-anak yang termasuk di dalam kelompok ini adalah
penderita penyakit sistemik dan dengan maloklusi (mikroorganisme penyebab
karies gigi) yang berat.
e. Prosedur atau langkah-langkah menggosok gigi yang salah pada dasarnya
mempengaruhi kebersihan gigi seseorang, terutama pada anak usia sekolah.
Harus diterapkan secara benar prosedur menggosok gigi, langkah-langkahnya
sebagai berikut :
1) Sikat gigi dan gusi dengan posisi kepala sikat membentuk sudut 45 derajat
di daerah perbatasan antara gigi dengan gusi
2) Gerakan sikat dengan lembut dan memutar. Sikat bagian luar permukaan
setiap gigi atas dan bawah dengan posisi bulu sikat 45 derajat berlawanan
dengan garis gusi agar sisa makanan yang mungkin masih menyelip dapat
dibersihkan.
3) Gunakan gerakan yang sama untuk menyikat bagian dalam permukaan gigi.
4) Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah.
Gunakan hanya ujung bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi dengan
20
tekanan ringan sehingga bulu sikat tidak membengkok. Biarkan bulu sikat
membersihkan celah-celah gigi. Rubah posisi sikat gigi sesering mungkin.
5) Untuk membersihkan gigi depan bagian dalam, gosok gigi dengan posisi
tegak dan gerakkan perlahan ke atas dan bawah melewati garis gusi.
6) Sikat lidah untuk menyingkirkan bakteri dan agar napas lebih segar.
7) Pilihlah sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut karena yang keras dapat
membuat gusi terluka dan menimbulkan abrasi pada gigi, yaitu penipisan
struktur gigi terutama di sekitar garis gusi. Abrasi dapat membuat bakteri
dan asam menghabiskan gigi karena lapisan keras pelindung enamel gigi
telah terkikis.
8) Ganti sikat gigi jika bulu sikat sudah rusak dan simpan di tempat yang kering
sehingga dapat mongering setelah dipakai.
9) Jangan pernah meminjamkan sikat gigi kepada orang lain karena sikat gigi
mengandung bakteri yang dapat berpindah dari orang yang satu ke yang lain
meski sikat sudah dibersihkan.
10) Gunakan sikat gigi elektrik untuk anak-anak agar lebih mudah digunakan.
Sikat gigi jenis ini sebenarnya dapat membersihkan lebih baik daripada sikat
gigi manual, namun sebaliknya konsultasikan terlebih dulu soal
penggunaannya dengan dokter gigi.
2.1.6 Kejadian Karies Gigi pada Anak Sekolah Dasar
Hampir 90% anak-anak usia sekolah di seluruh dunia menderita karies gigi
(Menurut Bagramian dkk, 2009 dalam Gayatri, 2016). Karies merupakan penyakit yang
banyak menyerang anak-anak, sehingga periode pada anak-anak perlu mendapat
perhatian khusus, terutama umur 6 sampai 9 tahun dimana umur 6 tahun gigi molar
permanen sudah mulai tumbuh sehingga lebih rentan terlebih dahulu terkena karies.
21
Umur 9 tahun merupakan periode gigi bercampur dimana jumlah gigi permanen dan
gigi sulung dalam rongga mulut hampir sama yaitu 14 gigi permanen dan 10 gigi sulung.
Gigi molar satu mandibular merupakan gigi tetap yang pertama erupsi pada
umur sekitar 6-7 tahun, sehingga menjadi gigi yang paling beresiko terkena karies, dapat
berakibat pencabutan, yang menimbulkan resiko baru seperti perubahan posisi gigi,
memengaruhi oklusi, sendi rahang, dan proses mastikasi yang berdampak pada
penyerapan nutrisi makanan. Ada baiknya kita meningkatkan pengetahuan masyarakat
khususnya anak-anak untuk lebih sadar memelihara kesehatan gigi dan mulutnya sejak
dini (Liwe, 2015).
Kejadian karies gigi pada anak sekolah dasar yang juga dijelaskan dalam
penelitian Gayatri (2016) bahwa prevalensi karies gigi anak sekolah dasar Kauman 2
dan Percobaan 2 Malang adalah tinggi, hal ini dibuktikan dengan hasil nilai indeks
DMF-T menunjukkan nilai 5,75 yang mana menurut WHO (2003) dikatakan tinggi
sebab ada dalam rentang nilai 4,5 – 6,5. Penyakit ini merupakan penyakit kronis dengan
prevalensi yang cukup tinggi pada anak usia sekolah dasar (6-11 tahun).
Salah satu faktor resiko karies adalah tingkat kebersihan mulut yang buruk.
Buruknya kebersihan mulut salah satunya disebabkan karena perilaku menjaga
kebersihan mulutnya kurang. Anak usia antara 6-12 tahun atau anak usia sekolah masih
kurang mengetahui dan memelihara kebersihan gigi dan mulut. Selain itu, anak-anak
umumnya senang makan makanan manis dan jarang membersihkannya, sehingga gigi
geliginya banyak yang mengalami karies. Sama halnya dengan anak sekolah dasar di
Kota Malang yang juga diperkirakan bahwa salah satu resiko tingginya angka DMF-T
karena kebersihan mulut yang kurang akibat perilaku menjaga kebersihan mulut yang
tidak sesuai (Gayatri, 2016).
22
2.1.7 Indikator Penilaian Karies Gigi
Untuk mengukur derajat keparahan penyakit gigi dan mulut masyarakat
diperlukan indikator dan standart penilaian. Indeks DMF-T adalah indeks untuk
menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal karies gigi permanen. Sedangkan
untuk gigi sulung menggunakan indeks def-t.
Indeks def-t adalah jumlah gigi sulung yang mengalami karies dengan
menghitung :
a. d (decay) yaitu jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
b. e (exfoliated) yaitu jumlah gigi susu yang telah/ harus (indikasi) dicabut karena karies
c. f (filling) yaitu jumlah gigi yang telah ditambal
Indeks def − t = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑑𝑒𝑓
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
Perhitungan indeks DMF-T dilakukan dengan cara memberikan kode pada
masing-masing elemen gigi sesuai dengan hasil pemeriksaan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan kode DMF-T yaitu :
a. Kode D (Decay) untuk gigi berlubang
b. Kode M (Missing) untuk gigi yang telah dicabut atau gigi tinggal sisa akar
c. Kode F (Filling) untuk gigi yang sudah diumpat atau ditambal
Indeks DMF − T = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑀𝐹
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan sonde. Kaca
mulut digunakan untuk menarik sudut mulut agar pandangan ke dalam rongga mulut
lebih jelas, sedangkan sonde berfungsi untuk memastikan gigi yang terkena karies, gigi
dengan indikasi ekstraksi, dan gigi yang ditumpat. Pemeriksaan gigi dilakukan dari
region I (kanan atas), dan diteruskan ke region II (kiri atas) kemudia region III (kiri
23
bawah) dan region IV (kanan bawah). Setiap gigi yang memiliki kavitas, restorasi dan
hilang karena karies dicatat.
Penjumlahan dari komponen DMF merupakan nilai DMF-T (Alhamda,
2011). Tujuan dari indeks DMF-T adalah untuk menentukan jumlah total pengalaman
karies gigi pada masa lalu dan sekarang. Pantauli dan Hamada dalam Marwani (2017)
mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam indeks DMF-T, yaitu :
a. Semua gigi yang karies dimasukkan ke dalam kategori D
b. Karies sekunder pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan ke dalam
kategori D
c. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan ke dalam kategori D
d. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan ke dalam kategori
M
e. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan
ortodonti tidak dimasukkan ke dalam kategori M
f. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam
kategori M
g. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F
h. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F
Dasar untuk penjumlahan DMF-T adalah 32 gigi yaitu seluruh gigi permanen
termasuk gigi molar ketiga (wisdom teeth). Fissure sealent, gigi tiruan cekat, jembatan,
mahkota atau veneer/implant tidak dimasukkan ke dalam penjumlahan indeks DMF-
T (World Health Organization, 2013). Kemudian World Health Organization (WHO)
membagi menjadi 5 kategori dalam perhitungan DMF-T dan def-t berupa derajat
interval yang digunakan untuk menunjukkan seberapa parah karies gigi, antara lain :
24
Tabel 2.1. Kategori DMF-T dan def-t Menurut WHO
Tingkat Keparahan Nilai DMF-T
Sangat Rendah 0,0 – 1,0
Rendah 1,2 – 2,6
Sedang 2,7 – 4,4
Tinggi 4,5 – 6,5
Sangat Tinggi >6,6
Sumber: Pontonuwu, dkk. (2013)
2.2 Anak Usia Sekolah
2.2.1 Defini Anak Usia Sekolah
Usia sekolah adalah rentang usia 6 sampai dengan mendekati usia 12 tahun,
dimana bersamaan dengan dimulainya anak masuk ke lingkungan sekolah (Wilson,
2008 dalam Fitriani 2014). Menurut Christiana Hari Soetjiningsih (2014) anak usia
sekolah digolongkan dalam masa kanak-kanak akhir yang dimulai dari usia 6 tahun
sampai kira-kira usia 12 tahun atau sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara
seksual. Selama setahun atau dua tahun terakhir dari masa kanak-kanak terjadi
perubahan fisik yang menonjol dan hal ini dapat mengakibatkan perubahan dalam
sikap, nilai-nilai dan perilaku. Menjelang berakhirnya periode ini anak mempersiapkan
diri secara fisik dan psikologis untuk memasuki masa remaja. Digolongkannya usia ini
sebagai anak usia sekolah karena anak sudah memasuki dunia sekolah yang lebih serius,
walaupun pembelajaran di sekolah tetap disesuaikan dengan dunia anak-anak yang
khas. Masa ini juga ditandai dengan perubahan dalam kemampuan dan perilaku, yang
membuat anak lebih mampu dan siap untuk belajar dibandingkan dengan sebelumnya.
2.2.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah
Perkembangan adalah perubahan bentuk yang dimulai saat konsepsi dan terus
berlanjut sepanjang satu masa kehidupan (Santrock 2007, dalam Potter & Perry, 2010).
25
Perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional merupakan bentuk dari
perkembangan yang terjadi selama masa kehidupan individu. Perkembangan berkaitan
dengan perubahan kualitas yaitu terjadinya peningkatan kapasitas seseorang untuk
berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan, pematangan dan pembelajaran.
Kecepatan perkembangan dan pertumbuhan secara fisik pada anak usia
sekolah awal bersifat perlahan dan konsisten sebelum terjadinya lonjakan pertumbuhan
pada usia remaja. Anak usia sekolah tampak lebih langsing dibandingkan anak usia pra
sekolah karena perubahan distribusi dan ketebalan lemak. Banyak anak yang
mengalami peningkatan berat badan dua kali lipat dan sebagian besar anak perempuan
mendahului anak laki-laki dalam pertambahan tinggi dan berat badan pada akhir usia
sekolah (Hockenberry dan Wilson, 2007 dalam Potter & Perry, 2009).
Perkembangan secara kognitif berupa perubahan kognitif yang memberikan
kemampuan untuk berpikir secara logis tentang waktu dan lokasi dan untuk memahami
hubungan antara benda dan pikiran. Anak telah dapat membayangkan suatu peristiwa
tanpa harus mengalaminya terlebih dahulu. Pikiran anak tidak lagi didominasi oleh
persepsi sehingga kemampuan mereka untuk memahami dunia sangat meningkat
(Hockenberry dan Wilson, 2007 dalam Potter & Perry, 2009). Anak usia sekolah mulai
mengarahkan energy untuk meningkatkan pengetahuan dari kemampusn yang ada.
Anak mulai ingin bekerja untuk menghasilkan sesuatu dengan mengembangkan
kreativitas, keterampilan dan keterlibatan dalam pekerjaan yang berguna secara social
(Wong, 2009).
Perkembangan anak yang berkembang bersamaan dengan bertumbuhnya usia
tentunya memiliki resiko terhadap terjadinya masalah kesehatan pada anak. Sama
halnya dengan yang dialami anak usia sekolah, masalah kesehatan yang sering muncul
pada periode ini adalah masalah gigi (Wong, 2009 dalam Pambudi, 2015). Masalah lain
26
yang muncul adalah kecelakaan dan cedera berkaitan dengan aktivitas anak, masalah
nutrisi, seksualitas, hingga penggunaan rokok, alkohol dan obat (Potter & Perry, 2010).
2.2.3 Pertumbuhan Gigi Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan mencakup perubahan fisik yang terjadi sejak periode prenatal
sampai masa dewasa lanjut yang dapat berupa kemajuan dan kemunduran (Potter &
Perry, 2010). Sedangkan menurut Wong (2008) dalam Fitriani (2014) dijelaskan bahwa
pertumbuhan merupakan peningkatan jumlah, ukuran sel dan menghasilkan
peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian sel. Anak yang berusia muda
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding anak yang lebih tua.
Pertumbuhan fisik pada anak yang juga terjadi salah satunya adalah gigi.
Gigi merupakan jaringan tubuh yang mudah sekali mengalami kerusakan, hal
tersebut terjadi ketika gigi tidak memperoleh perawatan semestinya (Wong,2009).
Kehilangan gigi desidua (bayi) merupakan tanda maturasi yang lebih dramatis, mulai
sekitar usia 6 tahun setelah tumbuhnya gigi-gigi molar pertama. Penggantian dengan
gigi dewasa terjadi pada kecepatan sekitar 4/tahun. Jaringan limfoid hipertrofi, sering
timbul tonsil dan adenoid yang mengesankan, yang kadang-kadang membutuhkan
penanganan pembedahan (Behrman, 2014).
Gigi susu (primer) terdiri dari 20 gigi dan gigi permanen terdiri dari 32 gigi.
Normalnya setiap gigi susu akan berganti dengan gigi tetap. Gigi seri berganti gigi seri,
gigi taring berganti gigi taring dan geraham susu berganti dengan geraham dewasa.
Geraham dewasa pertama biasanya akan muncul dibagian belakang geraham susu.
Pertumbuhan gigi pada anak usia sekolah ditandai dengan tanggalnya gigi susu
dan mulai tumbuhnya (erupsi) gigi tetap. Usia erupsi gigi tetap biasanya lebih bervariasi
dibandingkan dengan gigi susu. Faktor seks dan rasial biasanya lebih berpengaruh
27
misalnya pada anak wanita gigi erupsi lebih awal dibandingkan anak laki-laki; anak
caucasoid erupsinya lebih lambat disbanding rasial bangsa lain.
2.3 Perilaku Orangtua dan Faktor yang Mempengaruhinya dalam
Perawatan Karies Gigi Anak
Perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang
yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Menurut Skinner
(1938) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses yang dalam teori Skinner
disebut dengan teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respons). Perilaku seseorang sangat
kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Untuk kepentingan pendidikan
praktis ahli pendidikan oleh Bloom mengembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku,
yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2010).
2.3.1 Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran seseorang terhadap
sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat (Fitriani, 2011). Menurut
Notoatmodjo 2010, pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
28
a. Tahu (know)
Tahu hanya diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak
mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam
berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk
mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-
pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab sakit TBC,
bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
Sedangkan menurut Fitriani 2011 tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat
kembali materi yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan,
menguraikan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang telah dipelajari
sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat suatu kesimpulan dari suatu materi.
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara
benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara
pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M
(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus
menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan materi yang telah
dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata. Aplikasi diartikan apabila orang yang
telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah
29
paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program
kesehatan di tempat ia bekerja atau dimana saja. Orang yang telah paham metodologi
penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat menjabarkan masing-
masing materi, tetapi masih memiliki kaitan satu sama lain. Dalam menganalisis,
seseorang bias membedakan atau mengelompokkan materi berdasarkan kriteria yang
sudah ditentukan. Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudia mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat
dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (flow chart)
siklus hidup cacing kremi dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan ilmu yang baru
berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari sebelumnya. Sintesis menunjukkan suatu
kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang
logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat
sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan
tentang artikel yang telah dibaca.
f. Evaluasi (evaluation)
Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari hasil
pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat mengevaluasi seberapa efektifnya
30
pembelajaran yang sudah ia lakukan. Dari hasil evaluasi inni dapat dinilai dan dijadikan
acuan untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang lebih efektif lagi. Evaluasi
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Misalnya, seseorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang
anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga
berencana, dan sebagainya.
Faktor-faktor pengetahuan yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan
& Dewi (2011) dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal, antara lain :
a. Faktor Internal
1. Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup
mereka terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin mudah untuk penerimaan informasi. Menurut Afiat (2017) tingkat pendidikan
sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat. Seseorang
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan dan perilaku
yang baik tentang kesehatan yang akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.
Dalam penelitiannya juga dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang
tua maka semakin rendah indeks karies gigi anak.
2. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang dan tantangan yang begitu banyak. Pekerjaan dilakukan untuk menunjang
kehidupan pribadi maupun keluarga. Bekerja dianggap kegiatan yang banyak menyita
waktu. Dalam penelitian Kusumaningrum (2014) orang tua terlalu sibuk dengan
pekerjaannya yang memungkinkan tidak begitu memperhatikan kesehatan anak, tidak
31
merawat anak secara maksimal dan juga tidak rutin mengontrolkan kesehatan gigi anak
ke klinik atau dokter gigi.
3. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir. Menurut Noreba (2015) rentang usia orang tua 20-
35 tahun termasuk usia yang matang dalam menjalankan perannya sebagai orang tua
dan sudah banyak menerima informasi yang diperoleh dari manapun. Semakin
bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula informasi (pengetahuan) yang
didapat.
4. Sosial Ekonomi
Menurut Afiati (2017) status ekonomi atau status social mempengaruhi
perilaku hidup sehat pada seseorang. Hal tersebut terjadi disebabkan karena kurangnya
pendapatan orang tua untuk menghidupi kehidupan sehari-hari, sehingga untuk hal
pemeliharaan kesehatan menjadi hal yang kurang diperhatikan. Pendapatan menpunyai
pengaruh langsung pada perawatan medis, jika pendapatan meningkat biaya untuk
perawatan kesehatan pun ikut meningkat. Orang dengan status ekonomi yang rendah
cenderung mengabaikan perilaku hidup sehat. Pendapatan yang menunjang maka akan
baik dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
seorang individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung kea rah positif, maka
individu maupun kelompok akan berperilaku kurang baik.
32
2) Social budaya
System social budaya yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi sikap
dalam penerimaan infromasi.
2.3.2 Sikap (Attitude)
Sikap adalah reaksi atau respon tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-
tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Sikap belum
merupakan suatu tindakan yang nyata,tetapi masih berupa persepsi dan kesiapan
seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus disekitarnya. Sikap dapat diukur secara
langsung dan tidak langsung, pengukuran tersebut merupakan pendapat yang
diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).
Komponen pokok sikap menurut Notoatmodjo (2010) dibagi menjadi tiga
komponen pokok sikap, diantaranya :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,
bagaimana keyakinan dan pendapat/ pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap
orang terhadap penyakit kusta misalnya, yang berarti bagaimana pendapat atau
keyakinan orang tersebut terhadap penyakit kusta.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi seseorang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek
tertentu. Seperti contoh pada point satu, berarti bagaimana orang menilai
penyakit kusta tersebut, apakah penyakit yang biasa atau membahayakan.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah komponen
yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap merupakan ancang-
ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya contoh
33
sikap terhadap penyakit kusta pada point sebelumnya, adalah apa yang dilakukan
seseorang bila ia menderita penyakit kusta.
Ketiga komponen tersebut secara bersamaan membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan,
dan emosi memegang peran yang sangat penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap
juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, menurut Fitriani (2011) &
Notoatmodjo (2010) sebagai berikut :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima dan
memperhatikan rangsangan atau stimulus yang diberikan. Misalnya sikap seseorang
terhadap pemeriksaan kehamilan (ante natal care) dapat diketahui atau diukur dari setiap
kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care
dilingkungannya.
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan
atau objek yang dihadapi, menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda bahwa
seseorang tersebut menerima ide. Misalnya seorang ibu yang mengikuti penyuluhan
ante natal care di berikan pertanyaan atau diminta untuk memberikan tanggapan oleh
penyuluh kemudian ibu tersebut memberikan jawaban atau menanggapinya.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai berarti seseorang dapat menerima suatu ide dari orang lain yang
kemungkinan berbeda dengan idenya sendiri, kemudian dari dua ide tersebut
didiskusikan bersama antara kedua orang yang saling mengajukan ide. Dalam arti
34
membahas suatu ide atau masalah dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab adalah sikap yang paling tinggi tingkatannya, dalam arti
mampu bersikap konsisten terhadap sesuatu yang telah dipilih atau diyakininya.
Seseorang yang telah mengambil sikap berdasarkan keyakinannya, dia harus berani
mengambil resiko apabila ada orang lain mencemooh atau resiko lain yang juga akan
timbul. Sebagai contoh, ibu yang sudah mengikuti penyuluhan ante natal care harus
berani untuk mengorbankan waktunya atau mungkin kehilangan pekerjaannya, atau
bahkan dicemooh oleh keluarganya karena meninggalkan rumah.
Sikap memiliki beberapa fungsi, menurut Wawan & Dewi (2011) fungsi sikap
tersebut meliputi :
a. Fungsi Instrumental
Fungsi instrumental disebut juga fungsi manfaat atau fungsi penyesuaian. Hal ini
dikarenakan sikap dapat membantu seseorang mengetahui sejauh mana manfaat sikap
dalam pencapaian tujuan. Dengan sikap yang diambil oleh seseorang, orang dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar dengan baik. Sehingga sikap dapat
memiliki fungsi sebagai penyesuaian.
b. Fungsi Pertahanan Ego
Dalam bersikap, seseorang akan mengambil sikap tertentu ketika berada dengan
keadaan diri atau ego merasa terancam. Karena seseorang akan mengambil sikap
tertentu untuk mempertahankan egonya.
c. Fungsi Ekspresi Nilai
Pengambilan sikap tertentu terhadap penilaian tertentu pula akan menunjukkan
system nilai yang ada pada seorang individu tersebut yang bersangkutan.
35
d. Fungsi Pengetahuan
Apabila seseorang mempeunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, hal tersebut
berarti menunjukkan bahwa orang tersebut mempunyai pengetahuan tersendiri
terhadap objek sikap yang bersangkutan.
Selain fungsi sikap, adapula faktor-faktor bersangkutan yang mempengaruhi
sikap seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan dan Dewi
(2011) adalah sebagai berikut :
a. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi seseorang harus meninggalkan kesan tersendiri yang kuat
agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap seseorang yang baik. Sikap akan
lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi yang terjadi pada seseorang
melibatkan faktor emosional.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Seorang individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang lain
yang dianggapnya penting karena domotivasi oleh keinginan untuk menghindari
konflik dengan seseorang tersebut yang dianggapnya penting.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan memberikan corak pengalaman tersendiri bagi individu masyarakat,
sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah satu faktor yang menentukan
pembentukan sikap pada seseorang.
d. Media massa
Media massa yang seharusnya disampaikan secara objektif cenderung akan
dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga media massa tersebut akan berpengaruh juga
terhadap sikap konsumennya.
36
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran yang diperoleh dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan system kepercayaan seseorang, sehingga konsep tersebut
juga akan ikut memperngaruhi proses pembentukan sikap.
f. Faktor emosional
Sikap merupakan suatu pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai bentuk
pertahanan ego seseorang tersebut.
2.3.3 Tindakan (Practice)
Tindakan atau praktik nyata dari adanya suatu respon. Sikap dapat terwujud
dalam suatu tindakan yang nyata apabila telah tersedia fasilitas atau sarana dan
prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap seseorang tidak dapat terwujud dalam
tindakan yang nyata. Seorang ibu hamil sudah mengetahui bahwa memeriksakan
kehamilan itu penting untuk kesehatan diri dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap)
untuk memeriksakan kehamilannya. Agar sikap tersebut meningkat menjadi suatu
tindakan, maka diperlukan adanya bidan, posyandu, atau puskesmas yang dekat dengan
rumahnya, atau fasilitas lainnya tersebut mudah dicapai. Apabila tidak, maka
kemungkinan besar ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya. Praktik atau
tindakan seseorang dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya,
diantaranya adalah (Notoatmodjo, 2010) :
a. Praktik terpimpin (guided responses)
Praktik terpimpin merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan
urutan secara benar. Sesorang mampu melakukan suatu hal tindakan dengan sistematis
mulai dari awal hingga akhir. Apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntutan atau mengharuskan untuk menggunakan panduan, maka hal
tersebut disebut juga dengan praktik terpimpin. Misalnya, seorang anak kecil yang
37
menggosok gigi namun masih saja selalu diingatkan oleh ibunya, hal tersebut masih
disebut praktik atau tindakan terpimpin.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Praktik secara mekanisme adalah apabila seseorang telah melakukan atau
mempraktikan suatu hal secara otomatis, atau seseorang yang telah melakukan tindakan
secara benar urutannya maka akan menjadi suatu kebiasaan bagi seseorang untuk
melakukan tindakan atau praktik yang sama. Misalnya, seorang anak secara otomatis
menggosok gigi setelah makan tanpa disuruh oleh ibunya. Hal tersebut dilakukan oleh
anak karena sudah menjadi suatu kebiasaan bagi dirinya.
c. Adopsi (adoption)
Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang atau termodifikasi dengan
baik. Dalam arti hal apapun yang dilakukan oleh seseorang tidak hanya sekedar rutinitas
atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku
yang berkualitas. Misalnya, seorang anak yang menggosok gigi bukan hanya sekedar
menggosok gigi saja, melainkan melakukannya dengan teknik-teknik yang benar.
Menurut Notoatmodjo (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
atau praktik menurut beberapa ahli antara lain :
a. Menurut Teori Green, L. (1990) ada 3 faktor pembentuk perilaku atau praktik,
antara lain :
1) Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya.
38
2) Faktor-faktor Pendukung (Enabling Factors)
Lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas kesehatan
merupakan wujud dari beberapa faktor pendukung perilaku.
3) Faktor Pendorong (Renfrocing Factors)
Dalam hal ini sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya.
b. Menurut Teori Snehandu, B.Kar (1983) ada lima faktor yang mempengaruhi
perilaku, yaitu niat orang terhadap obyek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan
dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan,
kebebasan dari individu mengambil keputusan untuk bertindak, dan situasi yang
memungkinkan untuk bertindak.
c. Menurut World Health Organization, ada empat faktor atau alasan pokok yang
mempengaruhi perilaku, antara lain pemikiran dan perasaan seseorang, orang
lain yang dijadikan referensi, sumber-sumber daya (resources) atau fasilitas-fasilitas
yang dapat mendukung perilaku, dan kebudayaan masyarakat.
2.3.4 Perilaku Orangtua Terhadap Anak Dengan Karies Gigi
Perilaku orang tua terhadap anak dalam hal mengasuh, mendidik, mendorong
dan mengawasi anak untuk merawat kebersihan gigi menjadi hal penting yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya karies gigi. Perilaku orang tua terutama Ibu ketika
melakukan penerapan pemeliharaan kesehatan gigi anak memberi pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku anak. Hal ini disebabkan karena Ibu merupakan contoh
utama anak dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga peranan Ibu dalam merawat
kesehatan gigi dan mulut anak dapat mempengaruhi status karies anak (Eddy &
Mutiara, 2015).
39
Pengetahuan orang tua terutama seorang ibu terhadap bagaimana menjaga
kesehatan gigi dan mulut sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang
mendukung kebersihan gigi dan mulut anak sehingga kesehatan gigi dan mulut anak
menjadi baik. Pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi akan sangat menentukan status
kesehatan gigi pada anak kelak. Seorang ibu memegang peranan penting dalam suatu
keluarga, baik sebagai seorang isteri maupun sebagai seorang ibu dari semua anak-
anaknya. Figur pertama yang dikenal anak begitu lahir adalah ibunya. Oleh karena itu
perilaku dan kebiasaan itu dapat dicontoh oleh si anak. Namun, pengetahuan saja tidak
cukup, perlu diikuti dengan sikap dan juga tindakan orang tua yang tepat (Gultom,
2009).