BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter...

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetika Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.1.1 Absorpsi Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat dari permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Absorpsi, distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa suatu transport melalui membran. Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi sebagai difusi, difusi terfasilitasi, transport aktif, pinositosis atau fagositosis. Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi. 2.1.2 Distribusi Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih lanjut bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi ke dalam jaringan (Mutscler, 1985). Pada tahap distribusi ini penyebarannya sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan

tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam

arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam darah dan jaringan sebagai fungsi

dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.1.1 Absorpsi

Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat dari

permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe.

Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam

organisme keseluruhan. Absorpsi, distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi

tanpa suatu transport melalui membran. Penetrasi senyawa melalui membran

dapat terjadi sebagai difusi, difusi terfasilitasi, transport aktif, pinositosis atau

fagositosis. Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi.

2.1.2 Distribusi

Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih lanjut

bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan konsentrasi darah

terhadap jaringan, bahan obat meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi ke

dalam jaringan (Mutscler, 1985).

Pada tahap distribusi ini penyebarannya sangat peka terhadap berbagai

pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi

sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan

adanya interaksi dengan molekul lainnya. Pada tahap ini merupakan fenomena

dinamik, yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif.

Pengertian akumulasi dan penimbunan terutama penimbunan bahan toksik, harus

dijajaki dari sudut pandang dinamik, maksudnya melihat perbedaan antara

kecepatan masuk dan kecepatan keluar. Sebenarnya penimbunan bahan toksik

merupakan efek racun dan hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya

laju pengeluaran dibandingkan laju penyerapan (Aiache,1993).

2.1.3 Metabolisme

Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut melalui

sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari

daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau sebagian obat mengalami

perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil perubahannya (metabolit) menjadi

tidak atau kurang aktif, dimana proses ini disebut proses diaktivasi atau bio-

inaktivasi (pada obat dinamakan first pass effect). Tapi adapula obat yang khasiat

farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi

metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut

biotransformasi (Tjay dan Rahardja, 2002).

Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim yang

dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi. Selain itu inhibisi enzim yang

merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotranformasi obat diperlambat,

menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat, menimbulkan efek menjadi lebih

besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga berpengaruh terhadap

metabolisme dimana terjadi oleh obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

sama (contoh alkohol dan barbiturat). Perbedaan individu juga berpengaruh

terhadap metabolisme karena adanya genetic polymorphism, dimana seseorang

mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama (Hinz,

2005).

Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang dari 1

dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus dinding saluran

cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang mengalami eliminasi

presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa usus dan dalam hepar

(Setiawati, 2005).

Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever (hepar) sebelum

masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung,

paru-paru dan jaringan lainnya). Di dalam lever terdapat enzim khusus yaitu

sitokrom P-450 yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya.

Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat

diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan

secara dramatik mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang

mengalami first pass metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek

yang di hasilkan juga berkurang (Hinz, 2005).

Tipe metabolisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu Nonsynthetic

Reactions (Reaksi Fase I) dan Synthetic Reaction (Reaksi Fase II). Reaksi fase I

terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan dealkilasi. Metabolitnya bisa

lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh kecuali

dengan adanya metabolisme lebih lanjut. Reaksi fase II berupa konjugasi yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

penggabungan suatu obat dengan suatu molekul lain. Metabolitnya umumnya

lebih larut dalam air dan mudah diekskresikan (Hinz, 2005).

Metabolit umumnya merupakan suatu bentuk yang lebih larut dalam air

dibandingkan molekul awal. Perubahan sifat fisiko kimia ini paling sering

dikaitkan dengan penyebaran kuantitatif metabolit yang dapat sangat berbeda dari

zat aktifnya dengan segala akibatnya. Jika metabolit ini merupakan mediator

farmakologik, maka akan terjadi perubahan, baik berupa peningkatan maupun

penurunan efeknya (Aiache, 1993).

2.1.4 Ekskresi

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh

ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa

metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi

adapula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui

pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay dan Rahardja, 2002).

Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan

metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat

yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu

rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun

sampai separuhnya. Kecepatan eliminasi obat dan plasma t1/2-nya tergantung dari

kecepatan biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half life-

nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang

resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2-nya panjang (Waldon,

2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

2.2 Parameter Farmakokinetika

Bio-availability (Ketersediaan Hayati)

Bio-availability dari suatu sediaan obat adalah persentase obat yang secara

utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya. Selama proses absorpsi

dapat terjadi kehilangan zat aktif akibat tidak dibebaskannya dari sediaan

pemberiannya. Atau pula karena penguraian didalam usus atau dindingnya dalam

hati salama peredaran pertama disistem porta sebelum tiba diperedaran darah.

Karena Firs Fass Effect (FPE) ini, maka bio-availability obat menjadi rendah dari

pada persentase yang sebenarnya diabsorpsi (Tjay dan Rahardja, 2002).

Adapun parameter-parameter farmakokinetika :

a. T maksimum (tmaks) yaitu waktu konsentrasi plasma mencapai puncak

dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai

konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Pada tmaks absorpsi

obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi

obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmaks tercapai, tetapi pada laju yang

lebih lambat. Harga tmaks menjadi lebih kecil (berarti sedikit waktu yang

diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak) bila laju absorpsi

obat menjadi lebih cepat (Shargel, 2005).

tmaks= )(

303,2KelKa −

log KelKa ………………………………(1)

b. Konsentrasi plasma puncak (Cmaks) menunjukkan konsentrasi obat

maksimum dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk beberapa

obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan

konsentrasi obat dalam plasma (Shargel, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

Cmaks = Vddosisf . e-Kel.t

mak …..……………………….......(2)

c. Menurut Holford (1998), Volume Distribusi (Vd) adalah volume yang

didapatkan pada saat obat didistribusikan. Menghubungkan jumlah obat

dalam tubuh dengan konsentrasi obat ( C ) dalam darah atau plasma.

Vd = Jumlah obat di dalam tubuh / C ……………….….........(3)

d. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang

menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu.

AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk

bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan

kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya

tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan

bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Waldon, 2008).

AUC 0-∞ = AUC 0-t + AUC t-∞ ……………………………....(4)

Dimana,

AUC 0-t = 2

1 nn CC +− ( tn - tn-1 ) ………………………………..(5)

dan AUC t-∞ = el

tn

KC

……………………………………......(6)

e. MRT merupakan waktu keberadaan obat dalam tubuh

MRT = ∞−

∞−

0

0

AUCAUMC

……………….…………………………(7)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

f. Tetapan Laju Eliminasi dan Waktu Paruh dalam Plasma

Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam

darah (plasma) menurun hingga separuh dari nilai seharusnya. Pengukuran

t½ memungkinkan perhitungan konstanta laju eliminasi dengan rumus :

Kel = 0,693 / t½ …………………………………..………….(8)

g. Klirens

Klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang

berhubungan dengan konsentrasi obat :

CL = Laju Eliminasi / C ………………………….....………(9)

Klirens dapat dirumuskan berkenaan dengan darah (CLb), plasma (CLp)

atau bebas dalam urin (CLu), bergantung pada konsentrasi yang diukur.

Eliminasi obat dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi dalam

ginjal, paru, hati dan organ lainnya. Dengan membagi laju terjadi pada

setiap organ dengan konsentrasi obat yang menuju pada organ

menghasilkan klirens pada masing-masing obat tersebut. Kalau

digabungkan klirens-klirens yang terpisah sama dengan klirens sistemik

total (Katzung, 2001).

Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa

mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau

organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas

(volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005).

Untuk beberapa obat rute pemakaian mempengaruhi kecepatan

metabolismenya. Obat- obat yang diberikan secara oral diabsorbsi secara

normal dalam duodenal dari usus halus dan ditransport melalui pembuluh

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

mesenterika menuju vena porta hepatik dan ke hati sebelum ke sirkulasi

sistemik. Obat-obat yang dimetabolisme dalam jumlah besar oleh hati atau

sel-sel mukosa usus halus menunjukkan avaibilitas sistemik yang jelek

jika diberikan secara oral. Metabolisme secara oral sebelum mencapai

sirkulasi umum disebut first pass effect atau eliminasi presistemik

(Shargel, 2005).

2.3 Natrium Diklofenak

Menurut USP XXX (2007),sifat fisikokimia dari Natrium diklofenak adalah:

Rumus Struktur :

Gambar 2. Struktur kimia Diklofenak Natrium

Rumus Molekul : C14H11Cl2NO2 Na

Berat Molekul : 296,2

Nama Kimia : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid)

Pemerian : Serbuk kristal, putih atau agak kekuningan dan

higroskopis .

Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenil asetat yang

termasuk NSAIDs yang terkuat anti radangnya, tetapi mempunyai efek samping

pada pemakaian sediaan obat konvensional dalam jangka waktu lama dapat

menyebabkan pendarahan pada saluran cerna (Goodman dkk, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

Absorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi ketersediaan hayatinya

rata-rata 55% akibat metabolisme tingkat pertama yang besar. Efek analgetiknya

dimulai setelah 1 jam, secara rectal dan intramuskular lebih cepat, masing-masing

setelah 30 dan 15 menit. Penyerapan garam K (Cataflam) lebih pesat daripada

garam Na dimana ikatan dinaikkan dengan protein plasmanya diatas 99%.

Ekskresi melalui kemih 60% sebagai metabolit dan 20% diekskresikan melalui

empedu dan tinja (Tjay dan Rahardja, 2002).

Kontraindikasinya hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga

dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan asma,

urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid (Anonim, 2007).

Interaksi obat apabila diberikan bersamaan dengan preparat yang

mengandung lithium atau digoksin, kadar obat-obat tersebut dalam plasma

meningkat tetapi tidak dijumpai adanya gejala kelebihan dosis. Beberapa obat

antiinflamasi nonsteroid dapat menghambat aktivitas dari diuretika. Pengobatan

bersamaan dengan diuretika golongan hemat kalium mungkin disertai dengan

kenaikan kadar kalium dalam serum (Anonim, 2007).

Pemberian bersamaan dengan antiinflamasi non steroid sistemik dapat

menambah terjadinya efek samping. Meskipun pada uji klinik diklofenak tidak

mempengaruhi efek antikoagulan , sangat jarang dilaporkan adanya penambahan

resiko pendarahan dengan kombinasi diklofenak dan antikoagulan. Oleh karena

itu dianjurkan untuk dilakukan pemantauan yang ketat terhadap pasien tersebut.

Seperti dengan antiinflamasi non steroid lainnya, diklofenak dalam dosis tinggi

(200 mg) dapat menghambat agregasi platelet untuk sementara (Anonim, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

Uji klinik memperlihatkan bahwa diklofenak dapat diberikan bersamaan

dengan antidiabetik oral tanpa mempengaruhi efek klinis dari masing-masing

obat. Sangat jarang dilaporkan efek hipoglikemik dan hiperglikemik dengan

adanya diklofenak sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat-obat hipoglikemik

(Anonim, 2007).

2.4. Vitamin C

Menurut USP XXX (2007), sifat fisikokimia dari Vitamin C adalah:

Rumus Struktur :

Gambar 3. Struktur kimia Vitamin C

Rumus Molekul : C6H806

Berat Molekul : 176,13

Nama Kimia : L-Asam Ascorbat

Pemerian : hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh karena

pengaruh cahaya lambat laun menjadi bewarna gelap.

Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat

teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190°.

Vitamin C adalah nutrient dan vitamin yang larut dalam air dan penting

untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin C merupakan suatu zat

organik yang merupakan ko-enzim atau askorbat ko-faktor pada berbagai reaksi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

biokimia tubuh. Vitamin C berupa suatu kristal putih dengan zat organik yang

relatif sederhana, hampir mendekati bentuk gula/monosakarida. Dari semua jenis

vitamin yang ada, vitamin C merupakan yang palih mudah rusak dan sangat

mudah teroksidasi terutama apabila ada panas, cahaya, alkali dan adanya enzim-

enzim oksidasi. Karena mudah dioksidasi inilah, maka vitamin C merupakan

suatu zat reduktor yang kua (Prawirokusumo, 1991).

Vitamin C merupakan suatu senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam

berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, karnitin pengangkut

lemak, hormon adrenalin dan kortison, pengangkut elektron dalam berbagai reaksi

enzimatik, pelindung integritas pembuluh darah, pemacu gusi yang sehat,

pelindung radiasi, pengatur tingkat kolesterol, pendetoksifikasi radikal bebas,

senyawa antibakteria dan antivirus, serta pemacu imunitas (Goodman, 2000).

Fungsi yang terpenting vitamin C adalah pembentukan kolagen, yakni

protein bahan penunjang utama dalam tulang/rawan dan jaringan ikat. Bila sintesa

kolagen terganggu, maka mudah terjadi kerusakan pada dinding pembuluh yang

berakibat pendarahan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Absorbsinya dari usus cepat dan praktis sempurna (90%) tetapi menurun

pada dosis diatas 1 g. Distribusinya ke semua jaringan baik. Persediaan tubuh

untuk sebagian besar terdapat dalam cortex anak ginjal. Dalam darah sangat

mudah dioksidasi secara reversibel menjadi dehidroaskorbat yang hamper sama

aktifnya. Sebagian kecil dirombak menjadi asam oksalat dengan jalan pemecahan

ikatan antara C2 dan C3. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit

dehidronya dan sedikit sebagai asam oksalat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

Apabila dosis vitamin yang diberikan berlebihan, maka vitamin C yang

berlebih ini akan diekskresikan melalui urin. Pada manusia sebagian vitamin C

akan diubah menjadi garam-garam oksalat, dan keluar bersama urin. Apabila

kalsium oksalat yang terbentuk, maka akan terjadi pengendapan. Kelebihan

vitamin C juga dapat menaikkan kadar keasaman darah khususnya yang mendapat

vitamin C dosis tinggi secara intravena. Pada keadaan tertentu, penurunan pH

darah tidak diharapkan. Dapat juga terjadi keasaman urin. Oleh karena itu, dilihat

darii sudut gizi, pemasukan vitamin C itu harus disesuaikan dengan pemasukan

zat-zat gizi lainnya (baik dalam jumlah maupun proporsinya) agar kesehatan

tubuh dapat terbina (Prawirokusumo, 1991).

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh

kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang

sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara

kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran

(Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk

analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah

bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa

organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian

(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap

(nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetikarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32825/4/Chapter II.pdf · Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan

senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-

protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat

dan lain-lain.

Menurut De Lux Putra (2007) kelebihan KCKT antara lain :

− Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

− Resolusinya baik

− Mudah melaksanakannya

− Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

− Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis

− Dapat digunakan bermacam-macam detektor

− Kolom dapat digunakan kembali

− Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

− Waktu analisis umumnya singkat

− Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar

− Ideal untuk molekul besar dan ion.

Universitas Sumatera Utara