MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA -...

35
1 MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PENYUSUN: Drs. Didik Hasmono, MS., Apt. Efta Triastuti, M.Farm Klin.,S.Si., Apt. Valentina Yurina, M.Si Ema Pristi, M.Farm Klin.,S.Farm Klin., Apt. Rudy Salam, S.Farm., Apt PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016

Transcript of MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA -...

Page 1: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

1

MODUL PRAKTIKUM

FARMAKOKINETIKA

PENYUSUN:

Drs. Didik Hasmono, MS., Apt.

Efta Triastuti, M.Farm Klin.,S.Si., Apt.

Valentina Yurina, M.Si

Ema Pristi, M.Farm Klin.,S.Farm Klin., Apt.

Rudy Salam, S.Farm., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2016

Page 2: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

2

JADWAL PRAKTIKUM

No Tanggal Kegiatan

1. 12 dan 13 September

2016

Responsi Modul Penanganan Hewan Coba

2. 19 dan 20 September

2016

Responsi Modul Simulasi in Vitro

3. 26 dan 27 September

2016

Praktikum Simulasi In Vitro1: Pembuatan kurva baku dan

penetuan panjang gelombang maksmal

4. 3 dan 4 Oktober 2016 Praktikum Simulasi In Vitro 2: Rute Intravaskular

5. 10 dan 11 Oktober 2016 Praktikum Simulasi In Vitro 3: Rute Ekstravaskular

6. 17 dan 18 Oktober 2016 Responsi Modul Penentuan Parameter Farmakokinetika

dengan Data Darah

7. 7 dan 8 November 2016 Praktikum Penentuan Parameter Farmakokinetika dengan Data

Darah: Pembuatan kurva baku dan penentuan panjang

gelombang maksimal

8. 14 dan 15 November

2016

Praktikum Penentuan Parameter Farmakokinetika dengan Data

Darah: Pengambilan sampel darah dan pengukuran kadar

sulfametoksazol dalam darah

9. 21 dan 22 November

2016

Responsi Modul Penentuan Parameter Farmakokinetika

dengan Data Urine

10. 28 dan 29 November

2016

Praktikum Penentuan Parameter Farmakokinetika dengan Data

Urine: Pembuatan kurva baku dan penentuan panjang

gelombang maksimal

11. 5 dan 6 November 2016 Praktikum Penentuan Parameter Farmakokinetika dengan Data

Urine: Pengambilan sampel darah dan pengukuran kadar

asetosal dalam urine

12. Tentative Ujian praktikum

Page 3: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

3

DAFTAR ISI

Daftar Isi 2

Tata tertib praktikum 3

Bab I: Penanganan dan Pemberian Obat pada Hewan Coba 4

Bab II : Simulasi in vitro Model Farmakokinetika 17

Bab III: Penentuan Parameter Farmakokinetika Asetosal Menggunakan Data Urine

Manusia

23

Bab IV: Penentuan Parameter Farmakokinetika Sulfametoksazol Menggunakan Data

Darah Kelinci

29

Page 4: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

4

TATA TERTIB PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK

Mahasiswa yang mengikuti praktikum farmakokinetika diwajibkan mematuhi Tata Tertib

sebagai berikut:

1. Diwajibkan hadir tepat waktu sesuai jadwal praktikum yang telah ditentukan.

2. Mengenakan pakaian sopan dan sepatu tertutup.

3. Mengenakan jas praktikum.

4. Membawa perlengkapan yang tidak tersedia di laboratorium, seperti: gunting, alat cukur,

pipet tetes, serbet, tissue, label, kertas grafik, dll.

5. Menghadiri responsi dan diskusi akhir praktikum sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Mahassiwa yang tidak menghadiri responsi tidak diperkenankan mengikuti praktikum.

6. Membuat dan mengumpulkan jurnal 2 hari sebelum praktikum dilaksanakan. Peserta yang

tidak membuat dan mengumpulkan jurnal pada waktu yang telah ditentukan tidak

diperkenankan mengikuti praktikum.

7. Berada dalam laboratorium selama praktikum, kecuali mendapatkan izin dari dosen yang

bertugas.

8. Menjaga kebersihan dan keutuhan alat laboratorium. Bagi mahasiswa yang merusak atau

menghilangkan alat laboratorium diwajibkan mengganti sesuai dengan spesifikasi alat

tersebut maksimum 1 hari sebelum praktikum selanjutnya. Apabila hingga praktikum berikut

belum mengganti alat tersebut maka sanksinya adalah tidak diperbolehkan mengikuti ujian

praktikum.

9. Bekerja dengan jujur dan tertib.

10. Berbicara seperlunya dan tidak gaduh.

11. Maksimum ketidak hadiran mahasiswa dalam praktikum adalah 1 kali pertemuan, apabila

mahasiswa tidak hadir lebih dari 1 kali praktikum sanksinya adalah dianggap tidak lulus

dalam praktikum farmakokinetik dan harus mengulang praktikum ini pada tahun berikutnya.

Izin yang diterima adalah izin yang tertulis dan dengan alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan.

12. Mengembalikan alat laboratorium dalam keadaan bersih dan lengkap.

13. Meninggalkan ruang praktikum dalam keadaan bersih dan rapi.

Page 5: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

5

BAB I

PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN COBA

A. PENANGANAN HEWAN COBA

Beberapa jenis hewan yang dapat digunakan sebagai hewan coba, antara lain:

1. Mencit (Mus musculus)

2. Tikus putih (Rattus novergicus)

3. Guinea Pig (Cavia porcellus)

4. Hamster (Mesocrisetus cumiculus)

5. Kelinci (Oructologus cumiculus)

6. Anjing (Canis familiaris)

7. Ferrets/musang (Mustela putoriusfuro)

8. Kucing (Felis catus)

9. Primata (Macaca mulata)

Cara memegang hewan coba:

1. Kelinci dan Guinea Pig pegang tengkuknya (Gambar 1.1) (jangan menarik bagian

telinganya karena dapat merusak pembuluh darahnya)

Page 6: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

6

Gambar 1.1. Cara memegang guinea pig dan kelinci

(Sumber: http://www.ahc.umn.edu/rar/handling.html)

Page 7: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

7

2. Tikus dan mencit pegang ekornya kemudian setelah tertangkap segera pegang tengkuknya

menggunakan ibu jari dan telunjuk, tangan lain memegang rahangnya namun jangan sampai

tercekik (harap berhati-hati karena saat dipegang ekornya hewan ini dapat berputar dan dapat

menggigit tangan tangan yang memegang ekor tersebut). (Gambar 1.2)

Page 8: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

8

Gambar 1.2. Cara memegang mencit dan tikus

(Sumber: http://www.ahc.umn.edu/rar/handling.html)

Cara mengurangi variasi biologi hewan coba:

1. Hasil percobaan dapat dipengaruhi oleh variasi biologis, sehingga perlu dipilih hewan coba

dengan spesies, umur, jenis kelamin, dan kondisi pemeliharaan yang sama.

2. Makanan dan minuman diberikan secukupnya sesuai standar. Semua hewan coba harus

menerima makanan yang cukup baik dari segi jumlah maupun kandungan nutrisinya, kecuali

dipersyaratkan lain sesuai dengan tujuan percobaan. Air harus tersedia setiap saat, kecuali

dibatasi oleh protokol percobaan tertentu. Kondisi air minum harus diperiksa secara rutin

karena kontaminasi mikroba dan senywa kimia dapat mempengaruhi kondisi hewan coba.

3. Sebelum percobaan dilaksanakan, hewan coba dipuasakan selama semalam namun diberi

minum air secukupnya.

Penggunaan hewan coba dalam penelitian:

1. Hewan coba yang telah digunakan dalam percobaan dapat digunakan kembali untuk

percobaan selanjutnya, namun apabila diberikan perlakuan seperti pemberian obat maka

perlu diberi selang waktu selama minimal 14 hari baru dapat digunakan kembali untuk

memberikan kesempatan eliminasi obat dalam tubuh hewan yang dikhawatirkan dapat

mempengaruhi hasil percobaan selanjutnya, terutama obat yang dapat menginduksi

metabolisme obat yang lain.

2. Setelah hewan coba tidak lagi digunakan dalam percobaan atau karena akibat percobaan

menyebabkan hewan tersebut mengalami kondisi yang tidak normal atau mengalami

penderitaan dalam waktu lama maka hewan coba harus dimusnahkan. Euthanasia merupakan

suatu prosedur pembunuhan hewan coba dengan seminimal mungkin rasa sakit. Teknik

euthanasia harus menimbulkan ketidaksadaran dalam waktu cepat, diikuti dengan

Page 9: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

9

cardiac/respiratory arrest dan hilangnya fungsi otak. Metode yang dipilih harus yang

meminimalkan kegelisahan dan stress hewan sebelum kehilangan kesadarannya.

3. Cara terbaik untuk membunuh hewan coba adalah dengan cara menyuntikkan obat anestesi

dengan dosis yang mematikan. Obat anestesi yang dapat digunakan antara lain: barbiturat

(Na Phenobarbital) dosis letal dengan cara intravena (kelinci dan anjing) dan intraperitoneal

atau intrathoraksikal (tikus, mencit, dan Guinea Pig), atau menggunakan inhalasi gas sebagai

berikut: Kloroform, Karbondioksida, Nitrogen, dll. Sedangkan metode fisik yang dapat

dilakukan adalah cervical dislocation dan decapitation.

4. Setelah hewan coba mati kemudian dimasukkan dalam plastik terikat lalu dibungkus kertas

dan dibungkus lagi dengan plastik kemudian disegel dan dimasukkan ke lemari pendingin

hingga dimusnahkan dengan cara dibakar.

Cara penanganan luka akibat gigitan hewan coba:

1. Sebelum melakukan percobaan atau menangani hewan coba maka orang tersebut perlu

diimunisasi tetanus.

2. Jika orang yang belum memiliki imunitas terhadap tetanus mendapatkan gigitan hewan coba

maka segera dilakukan penanganan terhadap luka dan segera ke dokter untuk mendapatkan

imunisasi pencegahan terjadinya tetanus.

3. Korban gigitan hewan coba harus segera melaporkan kejadian ke penanggung jawab

laboratorium dan segera dibawa ke dokter tanpa melihat luka yang dialami besar atau kecil.

4. Hewan coba yang menggigit segera dikarantina dan diamati perkembangannya selama 10

hari serta diberi label nama korban dan waktu kejadian.

B. PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN COBA

Penggunaan spuit/semprit dan jarum injeksi:

1. Spuit dan jarum yang digunakan harus steril dan tajam.

2. Sesudah digunakan maka spuit harus dicuci menggunakan aquadest. Caranya dengan

menyedot aquadest ke dalam spuit kemudian dikeluarkan lagi ke dalam beker glass, ulangi

hingga 3 kali.

3. Pengambilan darah maksimal 10% dari volume darah hewan coba.

4. Untuk mencegah koagulasi darah, spuit diberi antikoagulan, misalnya heparin 10 (Unit/mL

darah), Na oksalat, Na sitrat, atau EDTA.

Cara pengambilan darah hewan coba:

1. Kelinci

Lewat Vena Marginalis bulu telinga dicukur, dicari vena marginalisnya, daerah yang akan

disuntik diolesi dengan Xylol. Jarum spuit yang sudah diberi anti koagulan disuntikkan

Page 10: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

10

sejajar/searah pembuluh vena, kemudian vena ditarik untuk menghisap darah vena marginalis

kelinci.

Lewat jantung cari lokasi yang detak jantungnya paling kuat, oleskan desinfektan

kemudian ditusuk pada sebelah kanan/kiri sternum diantara tulang iga dengan ujung jarum

mengarah pada daerah yang detaknya paling kuat.

2. Mencit

Lewat vena anestesi ujung ekor mencit, kemudian spuit disuntikkan ke daerah yang

dianastesi tadi lalu darah ditarik pelan-pelan (sebelumnya lakukan heparinasi spuit).

Lewat jantung sama seperti pada kelinci hanya saja harus dianestesi dan dengan

menggunakan jarum yang lebih kecil.

Perhitungan dan faktor konversi dosis:

Setiap hewan coba memiliki dosis individual terhadap obat. Dosis untuk spesies tertentu

diperoleh dari intrapolasi menggunakan faktor konversi dosis yang terdapat pada tabel

perbandingan berat badan hewan coba dalam kolom dikalikan dengan dosis yang diberikan pada

hewan dalam faktor konversi yang terdapat pada interseksi baris dan kolom yang bersangkutan.

Tabel 1. Perbandingan Berat Badan Beberapa Hewan Coba dan Manusia

20 g

Mouse

200 g

Rat

400 g

Guinea

Pig

1.5 kg

Rabbit

2 kg

Cat

4 kg

Monkey

12 kg

Dog

70 kg

Man

20 g

Mouse 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9

200 g

Rat 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0

400 g

Guinea

Pig

0,13 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

1.5 kg

Rabbit 0,04 0,25 0,44 1,0 1,05 2,4 4,5 14,2

2 kg

Cat 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

4 kg

Monkey 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

12 kg

Dog 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

70 kg

Man 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

Page 11: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

11

Volume Maksimum Larutan Obat yang Diberikan untuk Hewan Coba:

Tiap jenis hewan coba memiliki bobot dan sifat organ dengan fungsi fisiologis yang berbeda.

Sehingga jumlah atau volume cairan/larutan obat yang diberikan tidak sama. Misalnya kapasitas

lambung kelinci lebih besar daripada tikus. Jadi volume cairan yang diberikan untuk kelinci lebih

besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 Volume Maksimum Larutan Obat yang

Diberikan untuk Hewan Coba.

Tabel 2. Volume Maksimum Larutan Obat yang Diberikan untuk Hewan Coba

Hewan Coba Volume Maksimal (mL) tiap Rute Pemberian

i.v i.m i.p s.c p.o

Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5 – 1,0 1,0

Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0 – 5,0 2,0 – 5,0 5,0

Hamster (50 g) - 0,1 1,0 – 2,0 2,5 2,5

Guinea Pig (250 g) - 0,25 2,0 – 5,0 5,0 10,0

Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0

Kelinci (2.5 kg) 5 – 10,0 0,5 10 – 20,0 5 – 10,0 20,0

Kucing (3 kg) 5 – 10,0 1,0 10 – 20,0 5 – 10,0 50,0

Anjing (5 kg) 10 – 20,0 5,0 20 – 50 10,0 100,0

Cara Pemberian Obat

Pemberian Per Oral:

Kelinci, Guinea Pig

Cairan diambil menggunakan catheter memakai pengunci mulut. Pasang pengunci mulut pada

saat hewan dalam posisi duduk. Tekan rahang kelinci dengan ibu jari dan telunjuk pada saat

memasang pengunci mulut. Celupkan cetheter ke dalam minyak mineral, kemudian catheter

dimasukkan ke lubang pengunci mulut. Catheter harus dimasukkan kurang lebih 20 – 25 cm agar

sampai di esophagus dan tidak hanya sampai trachea, untuk melihatnya dengan cara

mencelupkan ujung catheter ke beker berisi air, jika ada gelembung udara maka posisi catheter

salah.

Sediaan obat diberikan ke hewan coba pada posisi duduk. Tabung plastik yang berisi sediaan

obat dimasukkan sampai ke pharynx, obat (tablet/kapsul) didorong menggunakan batang

pengaduk ke arah esophagus.

Mencit/tikus

Pemberian per oral dilakukan dengan syringe khusus (Gambar 1.3 ). Pilih syringe dengan ukuran

yang tepat sesuai ukuran hewan. Ukur panjang jarum hingga mencapai tulang iga terakhir

tikus/mencit yang mendakan lokasi lambungnya, berikan tanda pada jarum sehingga jika nanti

Page 12: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

12

memasukkan jarum dapat diketahui sampai sejauh mana jarum dapat dimasukkan. Pegang

tikus/mencit pada bagian tengkuknya sehingga tidak dapat menggerak-gerakkan kepalanya.

Letakkan ujung syringe pada mulut hewan coba, masukkan ujungnya melewati bagian belakang

lidah. Jarum harus masuk ke esofagus dengan mudah dan lancar, JANGAN DIPAKSAKAN!

Perhatikan warna membran mukus hewan, jika terjadi sianosis maka jarum diduga menghalangi

laring dan menghambat pernafasan. Jika hewan melawan, tampak mengalami gangguan

pernafasan, atau adanya hambatan, tarik kembali jarum, biarkan hewan beristirahat sebentar

sebelum memasukkan jarum kembali. Saat jarum sudah masuk pada posisi yang tepat,

administrasikan materi. Jangan menyedot.

Pemberian Injeksi Intravena:

1. Kelinci

Cukur bulu di daerah yang akan diinjeksikan, kemudian ditampakkan vena telinga bagian tepi

dengan cara menggosoknya dengan kapas yang telah dibasahi dengan xylol atau telinga kelinci

dihangatkan dengan cara mendekatkan lampu ke telinga. Kemudian penjepit vena diletakkan di

dekat kepala kelinci. Jarum berukuran 26 diinjeksikan sedalam ½ inchi dengan posisi sudut 45o,

pastikan posisi jarum dalam vena dengan perlahan putar spuit kemudian obat dimasukkan.

Setelah obat diinjeksikan, tekan luka dengan kapas menggunakan penjepit (klem).

Gambar 1.3 .Jarum khusus untuk

pemberian oral pada tikus/mencit.B.

Pemberian per oral pada tikus/mencit.

Sumber:

https://www.aalaslearninglibrary.org/dem

o/course2.

Page 13: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

13

2. Tikus dan mencit

Untuk meningkatkan dilatasi pembuluh darah vena, rendam ekor tikus/mencit dalam air hangat

(40-45⁰C). Masukkan tikus/mencit dalam restrainer (Gambar 1.4), disinfeksi ekor dengan

alkohol 70% ethanol, pegang ekornya, masukkan spuit injeksi kecil (25-gauge atau yang lebih

kecil) dengan bagian ujung yang tajam menembus kulit dan lumen vena, masukkan ujung jarum

hingga sekitar 0,5 cm untuk menyakinkan jarum tidak keluar, dorong syringe secara perlahan

(jika jarum terletak pada posisi yang benar, vena akan tampak memutih). Proses injeksi yang

benar akan ditandai dengan tidak adanya tahanan/hambatan saat materi injeksi dimasukkan dan

darah dalam vena akan tampak terbilas. Jika terjadi pembengkakan pada daerah injeksi atau

terjadi hambatan, tarik jarum dan masukkan kembali di bagian yang lebih atas dari sisi injeksi

sebelumnya. Tarik jarum dan tekan daerah injeksi.

Gambar 1.4 Pemberian injeksi intravena pada mencit/tikus (Sumber:

http://amrita.vlab.co.in)

Pemberian Injeksi Intraperitoneal:

1. Kelinci

Tengadahkan kelinci sampai kepalanya tertarik ke belakang. Obat diinjeksikan menggunakan

jarum berukuran 22 sedalam 1 inchi ke daerah abdomen sebelah kiri bawah dengan sudut

45o.

2. Tikus, mencit

Pegang ekor tikus dengan tangan kanan, pegang leher diantara ibu jari dan telunjuk

menggunakan tangan kiri, kemudian ekor dipindahkan dan dijepit diantara jari manis dan jari

kelingking. Tikus siap diinjeksi menggunakan jarum berukuran 24 sedalam 5/8 inchi

(Gambar 1.6).

Page 14: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

14

Gambar 1.5 Injeksi intraperitonial pada tikus (Sumber:

http://www.theodora.com/rodent_laboratory/injections.html)

Pemberian Injeksi Subkutan:

Pada kulit di bagian atas punggung yang lebih tinggi dari kepala ditarik ke atas, kemudian obat

diinjeksikandengan sudut 40o (Gambar 1.7).

Gambar 1.6 Injeksi subkutan pada tikus (Sumber:

http://www.theodora.com/rodent_laboratory/injections.html)

Pemberian Injeksi Intramuskular:

Sebelum menginjeksikan obat pada otot paha bagian belakang, usap daerah yang akan diinjeksi

dengan alkohol 70%. Setelah cairan yang diinjeksikan masuk seluruhnya, tarik jarum perlahan

dan tekan area injeksi dengan kapas. Yang perlu diperhatikan pada daerah femur terdapat sciatic

nerve yang harus dihindari saat pemberian injeks intramuskular (Gambar 1.7).

Page 15: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

15

Gambar 1.7 .A) injeksi intramuskular pada tikus/mencit. B) Saraf sciatic pada femur

tikus/mencit (Sumber: http://www.theodora.com/rodent_laboratory/injections.html)

Monitoring keadaan hewan coba

Setelah diberi suatu perlakukan tertentu, umumnya hewan akan mengalami stress atau rasa sakit.

Beberapa parameter yang menimbulkan atau dapat menjadi indikator terjadinya stress adalah

perubahan suhu (lingkungan atau tubuh), hipoksia, edema, kadar elektrolit darah, dehidrasi,

kondisi lingkungan (kandang, hewan lain dalam kandang yang sama, cahaya, kelembaban, suara,

getaran). Hewan yang lebih kecil biasanya mengalami perubahan fisiologis yang lebih cepat

dibandinkan hewan yang berukuran besar.

Frekuensi monitoring bervariasi tergantung pada keparahan kondisi hewan, kecepatan perubahan

kondisi hewan yang diharapkan, dan akibat perlakuan pada hewan. Pada umumnya monitoring

cukup dilakukan sekali sehari, namun pada kondisi krisis, monitoring dapat dilakukan sesering

mungkin atau dilakukan secara terus menerus.

Langkah monitoring hewan coba:

Amati kondisi hewan coba dari luar kandang baik-baik.

Angkat penutup kandang, amati apakah hewan coba bereaksi. Perhatikan pergerakan,

bulu, dan kelakuan hewan coba. Tikus/mencit yang normal biasanya bergerak aktif di

kandangnya. Sementara tikus/mencit yang mengalami gangguan/abnormal cenderung

berkelompok/bergerombol, tidak aktif mengitari kandang, dan mengeluarkan suara saat

didekati. Sebagai perbandingan, dapat dilakukan pengamatan pada hewan normal/tanpa

perlakuan. Jika ada tanda-tanda abnormalitas, hewan dapat dipindahkan ke kandang

tersendiri untuk dimonitor secara lebih detail. Kondisi yang perlu diperhatikan:

o Bagaimana cara berjalannya/bergeraknya?

o Apakah tikus/mencit gemetar/kejang/bergelung/paralisis/koma?

o Apakah bulu hewan di bagian punggung berdiri (piloerection)?

A B

Page 16: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

16

o Apakah punggung hewan melengkung dan bagian abdomennya tertekan saat

berjalan?

o Apakah hewan menekankan bagian perutnya ke dasar kandang saat berjalan?

o Apakah ekor hewan kaku/tegak lurus atau terkulai?

o Bagaimana produksi urin/faeces hewan?

o Apakah terjadi kemerahan di sekitar mata dan nostril (poryphyrin staining),

sianosis, pucat, abnormalitas pada membran mukosa atau kulit (telinga, kaki,

ekor) dan daerah anogenital, atau luka pada ekor?

o Bagaimana kejernihan lensa dan kornea mata, posisi bola mata, kondisi kelopak

mata?

o Apakah terjadi gangguan pernafasan (mulut terbuka saat bernafas, terdengar suara

pernafasan abnormal?)

o Apakah terjadi tanda-tanda infeksi, pertumbuhan tumor, luka akibat perlakuan?

Setelah dilakukan pengamatan kondisi hewan secara umum, amati kondisi fisiologi

hewan yang meliputi:

o Tingkah laku

o Berat hewan

o Luas permukaan luka (jika ada)

o Status hidrasi

o Temperatur tubuh

o Parameter darah

PUSTAKA

1. Ghosh, MN. 1971. Fundamentals of Experimental Pharmacology. Scientific Book

Agency. Calcutta.

2. Hume, CW. 1972. The UFAW Handbook on The Care and Management of Laboratory

Animals. 4th Ed. Edinburgh & London: E & S Livingstone Limited – Longman Group

Limited.

3. Paget, GE & Barnes, JE. Toxicity Tests. In: Laurence, DR & Bacharach, AL. 1964.

Evaluation of Drug Activities: Pharmacometric. Vol 1. Academic Press. London.

4. Ritschel, WA. 1974. Laboratory Manual of Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.

Drug Intelligence Publication, Inc.

5. http://www.ahc.umn.edu/rar/handling.html#Restraint

6. https://www.aalaslearninglibrary.org. 2005. American Association for Laboratory Animal

Science

Page 17: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

17

BAB II

SIMULASI IN VITRO MODEL FARMAKOKINETIKA

Tujuan Umum:

1. Memahami konsep farmakokinetika suatu obat

2. Dapat mengaplikasikan konsep farmakokinetik pada di bidang farmasi

Tujuan Khusus:

1. Mempelajari konsep farmakokinetika suatu obat dengan menggunakan simulasi in vitro.

2. Membedakan profil farmakokinetika suatu obat adanya variasi dosis, rute pemberian, klirens

dan volume distribusi.

3. Menganalisis perbedaan parameter farmakokinetika dengan dosis, rute pemberian, klirens

dan volume distribusi yang berbeda .

Prinsip:

Konsep farmakokinetika obat di dalam tubuh dapat dipelajari dengan suatu simulasi secara in

vitro. Walaupun demikian perlu diingat bahwa simulasi ini tidak dapat menggambarkan kondisi

dalam tubuh secara sebenar-benarnya karena adanya beberapa faktor dalam tubuh yang tidak

dapat disimulasikan secara in vitro. Dalam percobaan ini, simulasi dilakukan terhadap 3 model

obat yang mempunyai harga klirens dan volume distribusi yang berbeda dengan rute pemberian

intravaskular dan ekstravaskular serta dosis yang berbeda. Hasil dari simulasi in vitro akan

menunjukkan adanya perbedaan profil kadar obat dalam darah yang disebabkan oleh proses

absorban, distribusi, dan eliminasi yang berbeda.

Bahan:

Rhodamin

Air suling

Alat:

Spektrofotometer

Magnetic stirer

Tabung reaksi

Pipet ukur

Gelas beker 1L / 2L

Pipet volume 25 mL / 30 mL

Prosedur

Page 18: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

18

Percobaan simulasi ini dilakukan dengan 6 model farmakokinetika obat. Masing-masing

kelompok melakukan satu macam percobaan sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:

Model Rute Pemberian

Intravaskular Ekstravaskular

I II III

IV I II III

IV

Kelompok 1-2 3-4 5-6 7-8 1-2 3-4 5-6 7-8

Dosis (mg) 2,5 1,25 2,5 1,25 2,5 1,25 2,5 1,25

Klirens

(mL/menit)

100 50 100 100 100 50 100 100

Vol. dist. (L) 0,45 0,45 0,9 0,9 0,45 0,45 0,9 0,9

Keterangan:

Dosis (Do) = jumlah Rhodamin B yang ditambahkan dalam gelas beker

Klirens (Cl) = volume larutan Rhodamin B yang dibersihkan tiap waktu

Volume distribusi (Vd) = volume air yang ada dalam gelas beker.

Tahapan percobaan:

1. Pembuatan larutan baku kerja Rhodamin B

Buatlah larutan baku induk 100 µg/mL dari 10 mg Rhodamin B dilarutkan dalam 100

mL air suling.

Buatlah larutan baku kerja Rhodamin B dengan cara mengencerkan larutan baku

induk dengan air suling sampai diperoleh larutan dengan kadar 0,25; 0,5; 1; 2; 3; 5

µg/mL

2. Penentuan panjang gelombang maksimum

Tentukan panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan baku kerja 2

dan 5 µg/mL.

Amati nilai absorban pada panjang gelombang antara 530 – 570 nm dengan selang

kenaikan 10 nm (530,540,550,560,570 nm) setelah ditemukan nilai λ tertinggi (mis

540 dan 550nm) amati nilai λ tiap kenaikan 1nm (540,541, 542 dst 550nm).

Buatlah kurva perbandingan absorban terhadap panjang gelombang dari larutan baku

kerja 2 dan 5 µg/mL pada kertas grafik berskala sama.

Tentukan λ maksimumnya.

3. Pembuatan kurva baku

Lakukan pengamatan absorban dari larutan baku kerja pada 1 panjang gelombang

maksimum yang telah diperoleh dari poin 2.

Tabelkan hasil pengamatan dan buatlah kurva perbandingan kadar larutan baku kerja

terhadap absorban pada kertas grafik berskala sama.

Hitung koefisien korelasinya dan buat persamaan garisnya.

Page 19: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

19

4. Simulasi model farmakokinetika invitro

Rute intravaskular, kompartemen 1 terbuka:

Isi gelas beker dengan air suling secara kuantitatif, sesuai dengan nilai Vd yang telah

ditentukan; jalankan stirer.

Tambahkan rhodamin B ke dalam gelas beker sesuai dengan dosis yang telah

ditentukan sebelumnya (Rhodamin B yang ditambahkan diambil dari larutan baku

induk yang volumenya disesuaikan).

Ambil sampel dari gelas beker larutan Rhodamin B sebesar nilai klirens (Cl) hingga

10 kali pengambilan dan segera digantikan volume air suling dengan menambahkan

sejumlah volume yang sama.

Ukur absorban sampel pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh

dengan menggunakan air suling sebagai blanko.

Hitung parameter farmakokinetika (AUC0-t, AUC 0-∞, K, t1/2)

Rute ekstravaskular, kompartemen 1 terbuka:

Pada percobaan ini dianggap kadar maksimum dicapai pada pemberian ke 4 – 5 sehingga

percobaam dilakukan dengan memasukkan obat 4 – 5 kali, tiap kali sebesar 1/5 – 1/4 dosis

yang diberikan. Prosedur percobaannya sebagai berikut:

Isi gelas beker dengan air suling secara kuantitatif sesuai dengan nilai Vd yang telah

ditentukan; jalankan stirer.

Tambahkan Rhodamin B sebesar 1/5 – 1/4 dosis ke dalam gelas beker sesuai dengan

dosis yang telah ditentukan sebelumnya (Rhodamin B yang ditambahkan diambil

dari larutan baku induk yang disesuaikan volumenya). Homogenkan menggunakan

stirer, ambil sampel larutan Rhodamin B sebesar nilai klirensnya dan segera gantikan

volume air suling dengan menambahkan sejumlah volume yang sama.

Ulang prosedur tersebut hingga semua dosis masuk.

Lanjutkan pengambilan sampel larutan Rhodamin B sebesar nilai klirens hingga 10

kali pengambilan dan segera digantikan volume air suling dengan menambahkan

sejumlah volume yang sama.

Ukur absorban sampel pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh

dengan menggunakan air suling sebagai blanko.

Hitung parameter farmakokinetika (AUC0-t, AUC 0-∞, K, t1/2.

Page 20: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

20

Data dan Analisis

1. Penimbangan Rhodamin B

Berat wadah + Rhodamin B

Berat wadah

Berat Rhodamin B

2. Tabel nilai Absorban Rhodamin B pada beberapa panjang gelombang untuk menentukan

λmaks

Panjang gelombang (nm) Absorban

C1

(…..µg/mL)

C2

(…..µg/mL)

λmaks = ……. Nm

3. Tabel nilai Absorban Rhodamin B pada beberapa kadar untuk pembuatan kurva baku

Kadar (µg/mL) Absorban

Blanko Sampel Sampel-blanko

Persamaan kurva baku:

Y = ……..

R = ……..

Buat kurva perbandingan Absorban Rhodamin B pada berbagai kadar untuk penentuan kurva

baku!

4. Kadar Rhodamin B dalam sampel tiap waktu

Waktu

sampling

Kadar Rhodamin B

Intravaskular Ekstravaskular

I II III IV I II III

Page 21: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

21

Gambarkan kurva log kadar Rhodamin B vs t dari rute intravaskular

Gambarkan kurva log kadar Rhodamin B vs t dari rute ekstravaskular

5. Perhitungan Area Under Curve (AUC)

Rute intravaskular:

Percobaan I:

Percobaan II:

Percobaan III:

Percobaan IV:

Rute ekstravaskular:

Waktu

sampling

AUC rute ekstravaskular

Percobaan I Percobaan II Percobaan III Percobaan IV

AUCt AUC0-t AUCt AUCt AUC0-t AUC0-t AUC0-t AUC0-t

6. Perhitungan K, t ½, dan Ka

Perhitungan K:

Dari kurva log kadar Rhodamin vs t tentukan titik-titik fase eliminasi, kemudian tentukan

persamaan garis regresinya.

Harga slop garis = - K/2,303

Harga t ½ = 0,693/K

Perhitungan Ka:

Dari slop fase eliminasi tarik garis ekstrapolasi hingga memotong sumbu Y.

Tentukan beberapa titik di bagian atas.

Hitung harga C residual dengan mengurangkan harga C sebenarnya terhadap harga C hasil

ekstrapolasi yang bersesuaian.

Hitung persamaan garis C residual vs t, kemudian hitung harga Ka dari harga slop garis yang

diperoleh.

Harga slop garis = - Ka/2,303

Page 22: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

22

PUSTAKA

1. Shargel, L. & Andrew Yu. 2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.

5th Ed. Appleton & Lange, New Jersey.

2. Ritschel W.A. 1993. Handbook of Basic Pharmacokinetics. 4th Ed. Drug Intelligence

Publication Inc: Hamilton, Illinois.

3. Gibaldi & Perrier. 1982. Pharmacokinetics. 2nd Ed. Marcel Dekker Inc., New York.

Page 23: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

23

BAB III

PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIK ASETOSAL

MENGGUNAKAN DATA URIN MANUSIA

Tujuan umum:

Menentukan parameter farmakokinetik suatu obat (asetosal) dengan menggunakan data urin

manusia.

Tujuan khusus:

1. Menggunakan data ekskresi obat dalam urin untuk menentukan parameter farmakokinetika

obat tersebut.

2. Menghitung parameter farmakokinetika berdasarkan data ekskresi obat dalam urin.

Prinsip:

Obat dapat diekskresikan dalam bentuk utuh atau berupa metabolit aktif melalui urin. Oleh sebab

itu kadar darah dalam urin dapat digunakan untuk menentukan dan menghitung parameter

farmakokinetik. Laju ekskresi obat melalui urin sebanding dengan data penurunan kadar obat

dalam plasma setiap waktu.

Bahan & pereaksi:

Asam asetil salisilat (asetosal/aspirin)

Natrium salisilat p.a

Ferri nitrat p.a

Asam klorida p.a

Air suling

Alat:

Spektrofotometer

Sentrifuga

Vortex mixture

Venoject

Labu ukur

Pipet volume

Gelas ukur, vial, gelas beker

Page 24: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

24

Subyek coba:

Manusia sehat, pria, dewasa, tidak memiliki gangguan pencernaan, tidak merokok, bersedia

mengikuti protokol percobaan yang telah ditetapkan dengan menandatangi formulir pernyataan

persetujuan (informed consent).

Prosedur:

Protokol percobaan

Seminggu sebelum dan selama percobaan, subyek coba tidak diperbolehkan minum obat lain

kecuali obat yang digunakan dalam percobaan. Semalam sebelum percobaan dilakukan subyek

diminta untuk berpuasa. Satu jam sebelum percobaan subyek coba diberi minum sebanyak 400

mL air dan segera mengosongkan kandung kemih sebelum minum obat yang diuji. Urin sebelum

minum obat tersebut ditampung dan digunakan sebagai blanko. Obat yang diuji adalah 500 mg

asetosal diminum dengan 200 mL air. Setelah minum obat, subyek coba diberi minum air

sebanyak 200 mL setiap jam secara berturut-turut selama 4 jam. Cuplikan urin ditampung pada

interval waktu tertentu hingga semua obat diekskresikan (± 7 x t½). Pada setiap penampungan

urin, catat dengan tepat waktu dan volume urin. Tiap sampel urin disimpan dalam wadah

masing-masing. Data harus dipastikan tepat dan benar agar hasil yang diperoleh dapat

menunjukkan kondisi sebenarnya. Jika urin tidak segera dianalisis maka sampel urin diberi

toluene 0,5 – 1 mL untuk setiap 20 – 50 ml urin dan simpan pada suhu 2 – 8 oC selama 48 jam

hingga analisis dilakukan.

Penetapan kadar salisilat dalam urin dengan larutan Ferri nitrat dalam HCl

1 mL sampel urin ditambahkan 5 mL pereaksi Ferri nitrat

vortex hingga homogen, kemudian disentrifuga 2500 rpm selama 5 menit

filtrat dipisahkan dan diamati pada panjang gelombang maksimum.

sebagai blanko digunakan 1 mL urin blanko ditambah 5 mL pereaksi Ferri nitrat.

Tahapan percobaan

1. Pembuatan pereaksi Ferri nitrat

Ferri nitrat sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 500 mL larutan HCl 0,1 N.

2. Pembuatan larutan baku kerja salisilat

Buatlah larutan baku induk dengan konsentrasi 1000 µg/mL dari 116 mg natrium

salisilat dilarutkan dalam 100 mL air suling.

Buatlah larutan baku kerja salisilat dengan cara mengencerkan larutan baku induk

dengan air suling sampai diperoleh konsentrasi 20; 50; 100; 150; 200 dan 300 µg/mL.

Page 25: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

25

3. Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum ditentukan menggunakan larutan baku kerja 100 dan

200 µg/mL

Reaksikan larutan baku kerja 100 dan 200 µg/mL sesuai dengan prosedur penetapan

kadar salisilat dan amati nilai absorban pada panjang gelombang antara 510 – 560

nm.

Buat kurva perbandingan absorban terhadap panjang gelombang dari larutan baku

kerja 100 dan 200 µg/mL pada kertas grafik berskala sama.

Tentukan λmaks!

4. Pembuatan kurva baku

Lakukan pengamatan absorban dari larutan baku kerja pada beberapa konsentrasi

yang telah dibuat pada poin 2 yang telah direaksikan seperti pada metode penetapan

kadar salisilat dalam urin dengan metode Ferri nitrat pada panjang gelombang

maksimum yang telah diperoleh dari poin 3. Sebagai blanko digunakan 1 mL air

suling ditambah 5 mL pereaksi ferri nitrat.

Buat tabel hasil pengamatan dan kurva perbandingan kadar larutan baku kerja

terhadap absorban pada kertas grafik berskala sama.

Hitung koefisien korelasi dan buat persamaan garisnya.

5. Penetapan kembali kadar salisilat yang ditambahkan dalam urin (recovery)

Buat larutan baku induk 1000 µg/mL dari 116 mg natrium salisilat dilarutkan dalam

100 mL urin blanko.

Buat larutan baku kerja salisilat dengan cara mengencerkan larutan baku induk

dengan urin blanko sampai diperoleh larutan dengan kadar 20; 50; 100; 150; 200 dan

300 µg/mL.

Lakukan pengamatan Absorban dari larutan baku kerja dengan beberapa konsentrasi

tadi setelah direaksikan seperti pada metode penetapan kadar salisilat dalam urin

dengan metode Ferri nitrat, pengukuran dilakukan pada panjang gelombang

maksimum yang telah diperoleh sebelumnya. Sebagai blanko adalah 1 mL urin

blanko ditambah 5 mL pereaksi Ferri nitrat.

Tabelkan hasil pengamatan dan buat kurva perbandingan kadar larutan baku kerja

terhadap absorban pada kertas grafik berskala sama. Hitung persen recovery dengan

cara:

o Memasukkan nilai absorban larutan baku recovery pada persamaan kurva

baku sehingga diperoleh harga kadar salisilat yang diperoleh kembali.

o Hitung persen recovery dengan membagi perolehan kembali salisilat dalam

urin dengan kadar sebenarnya, kemudian dikalikan 100%

% recovery = 𝐶 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖

𝐶 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎𝑥 100%

Page 26: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

26

6. Pengumpulan sampel urin

Buat jadwal penampungan sampel urin (dengan mempertimbangkan waktu paro

eliminasi salisilat yang diperoleh dari pustaka) selama ± 7 x t ½.

Lakukan penampungan urin, catat secara tepat volume dan waktu penampungannya.

7. Penetapan kadar salisilat dalam urin

Tetapkan kadar salisilat dalam sampel urin menggunakan metode Ferri nitrat dan

amati absorbannya pada panjang gelombang maksimum.

Masukkan data absorban ke persamaan garis recovery untuk mendapatkan data kadar

salisilat dalam urin dari setiap waktu pengambilan.

Data dan Analisis

Tabel penimbangan bahan kimia

No Jenis Bahan yang

ditimbang

Berat Wadah

Timbang

Berat Wadah

Timbang +

Bahan

Berat Bahan

(4 – 3)

1 2 3 4 5

Tabel nilai absorban salisilat pada berbagai panjang gelombang untuk penentuan λmaks

Panjang Gelombang (nm)

Absorban

C1

(……….µg/mL)

C2

(……….µg/mL)

λmaks = ………. Nm

Tabel nilai absorban salisilat pada berbagai kadar untuk pembuatan kurva baku

Kadar (µg/mL) Absorban

Blanko Sampel Sampel – blanko

Page 27: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

27

Persamaan kurva baku:

Y = ……….

R = ……….

Tabel nilai absorban salisilat pada berbagai kadar untuk pembuatan kurva recovery

Kadar

(µg/mL)

Serapan Kadar yang

didapat

kembali

(µg/mL)

Persen

recovery

(%)

Blanko Sampel Sampel - blanko

% recovery rata-rata = ………. %

Persamaan recovery:

Y = ………..

R = ………..

Gambarkan kurva perbandingan absorban salisilat terhadap berbagai kadar untuk penentuan

kurva baku dan kurva recovery.

Jumlah salisilat terekskresi dalam urin tiap waktu

Waktu sampling Volume urin (Vu) Kadar (Cu) Jumlah terkekskresi

(Xu)

Gambarkan kurva kadar salisilat vs t dari data urin!

Analisis Data

Perhitungan tetapan laju eliminasi

Hitung tetapan laju eliminasi dengan metode sigma minus atau dengan metode mid point

time.

Perhitungan tetapan laju absorbsi

1. Buat kurva Xu͠ - Xu vs t

2. Hitung harga K dari slope fase eliminasi yaitu slope = - K/2,303

Page 28: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

28

3. Buat garis ekstrapolasi dari garis fase eliminasi hingga memotong sumbu Y

4. Hitung harga (Xu͠ - Xu) residual dengan mengurangkan harga (Xu͠ - Xu) terhadap harga

ekstrapolasi yang bersesuaian

5. Buat persamaan garis (Xu͠ - Xu) residual vs t dan hitung harga Ka dari slope garis

tersebut, yaitu = - Ka/2,303

PUSTAKA

1. Gibaldi & Perrier. 1982. Pharmacokinetics. 2nd ed. Marcell Dekker Inc., New York, USA.

2. Ritschel, WA. 1974. Laboratory Manual of Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.

Drug Intelligence Publication, Inc.

3. Ritschel, WA. 1993. Handbook of Basic Pharmacokinetics. 4th ed. Drug Intelligence

Publication Inc: Hamilton, Illinois.

4. Shargel, L. and Andrew Yu. 2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. 5th

ed. Appleton and Lange, New Jersey.

Page 29: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

29

BAB IV

PENGARUH RUTE PEMBERIAN TERHADAP FARMAKOKINETIKA SULFAMETOKSAZOL

MENGGUNAKAN DATA DARAH KELINCI

Tujuan umum:

Mempelajari profil bioavailabilitas suatu obat (sulfametoksazol) dengan menggunakan data

darah kelinci dari rute pemberian yang berbeda

Tujuan khusus:

1. Mempelajari bioavailabilitas dari sediaan suspensi per oral dibandingkan dengan larutan

injeksi intramuskular dan intravena menggunakan data kadar dalam darah kelinci.

2. Menganalisa bioavailabilitas obat dengan berbagai rute pemberian yang berbeda.

Prinsip:

Perbedaan profil bioavailabilitas suatu obat dalam tubuh ditentukan diantaranya oleh rute

pemberian. Perbedaan rute pemberian akan menyebabkan perbedaan kecepatan pencapaian obat

dalam sirkulasi sistemik. Oleh sebab itu pola kadar obat dalam darah setiap waktu tertentu dari

rute pemberian yang berbeda akan berbeda juga sehingga bioavailabilitas akan berbeda. Dalam

percobaan ini akan dianalisis perbedaan profil bioavailabilitas suatu obat yang diberikan melalui

rute peroral, intramuskular, dan intravena.

Bahan dan Pereaksi:

Sulfametoksazol

Asam trikloro asetat 15%

Natrium nitrit 0,1%

Amonium sulfamat 0,5%

N (naftil) etilen diamin dihidroklorida 0,1%

Heparin

Xylol

Ethanol 70%

Alat:

Spektrofotometer

Page 30: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

30

Sentrifuga

Disposable syringe 1 cc

Timbangan untuk hewan coba

Kotak kelinci

Vortex mixture

Alat pencukur

Alat gelas

Mouth block

Feeding tube

Hewan coba:

Kelinci strain New Zealand

Prosedur:

1. Pemberian per oral

Timbang berat kelinci

Hitung dosis dan volume suspensi yang akan diberikan per oral

Dosis 50 mg/kg BB (5 mL suspensi = 200 mg sulfametoksazol)

Berikan obat secara per oral sesuai dengan cara pemberian obat per oral pada hewan coba

2. Pemberian intramuskular

Timbang berat kelinci

Hitung dosis dan volume larutan yang akan diinjeksikan secara intramuskular

Dosis 50 mg/kg BB (1 mL larutan = 250 mg sulfametoksazol)

Injeksikan ke dalam paha bagian atas, apabila volume larutan yang diberikan melebihi

volume maksimum pemberian intramuskular maka sisa obat diinjeksikan di lokasi lain

secara intramuskular juga

3. Pemberian intravena

Timbang berat kelinci

Hitung dosis dan volume larutan yang akan diinjeksikan secara intravena

Dosis 20 mg/kg BB ( 1 mL larutan = 80 mg sulfametoksazol)

Injeksikan melalui vena marginalis (di telinga) kelinci

Pengambilan sampel darah menggunakan disposable syringe:

Disposable syringe steril dibasuh dengan larutan heparin (10U/ml darah)

Cukur bulu daerah telinga di sekitar vena marginal

Daerah vena marginal diolesi xylol secukupnya

Darah diambil sebanyak 1 mL menggunakan disposable syringe yang sudah diberi

antikoagulan untuk mencegah terjadinya koagulasi.

Page 31: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

31

Pengambilan darah diambil pada waktu berikut:

iv: 0; 5; 10; 15; 20; 30; 45; 60; 90; dan 120 menit setelah pemberian obat

im: 0; 10; 20; 30; 45; 60; 90; dan 120 menit setelah pemberian obat

po: 0; 10; 20; 30; 45; 60; 90 dan 120 menit setelah pemberian obat

Ambil satu sampel darah sebelum pemberian obat sebagai blanko.

Perlakuan pada hewan coba:

Puasakan kelinci malam hari sebelum percobaan

Timbang berat kelinci dan hitung dosis yang tepat untuk tiap kelinci

Beri obat sulfametoksazol sesuai rute pemberian yang ditentukan

Ambil sampel darah sesuai waktu yang telah ditentukan.

Metode penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah dengan metode azotasi daro Bratton

Marshal:

0,5 mL sampel darah ditambah 7,5 mL air suling, dicampur (divortex) hingga homogen

dan didiamkan selama 15 menit

tambahkan 2 mL TCA 15%, vortex dan sentrifuga 3000 rpm selama 10 menit; jika

supernatan belum jernih, pindahkan supernatan ke tabung baru kemudian sentrifuga lagi

3000 rpm, 10 menit.

ambil 5 mL supernatan kemudian tambahkan 0,5 mL NaNO2 0,1% kemudian vortex dan

diamkan selama 3 menit.

tambahkan 0,5 mL amonium sulfamat 0,5% dan reaksikan (vortex) selama 2 menit.

tambahkan 2,5 mL N (naftil) etilen diamin dihidroklorida 0,1%; vortex dan diamkan

selama 10 menit.

amati absorbannya pada λmaks yang telah dtentukan sebelumnya.

Tahapan percobaan:

1. Pembuatan larutan baku kerja sulfametoksazol

Buatlah larutan baku induk 1000 µg/mL dari 100 mg sulfametoksazol dilarutkan dalam 5

mL NaOH 0,1N dan 25 mL H2SO4 4N (1:5), kemudian ditambahkan air suling hingga

100 mL.

Buatlah larutan baku kerja sulfametoksazol dengan cara mengencerkan larutan baku

induk dengan air suling sampai didapat larutan dengan kadar 10, 20, 30, 50, dan 100

µg/mL.

2. Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan baku kerja

10 dan 100 µg/mL.

Page 32: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

32

Reaksikan larutan baku kerja 10 dan 100 µg/mL sesuai prosedur penetapan kadar

sulfametoksazol dan amati nilai absorban pada panjang gelombang antara 520 – 560

nm.

Buatlah kurva absorban terhadap panjang gelombang dari larutan baku kerja 10 dan

100 µg/mL pada kertas grafik berskala sama.

Tentukan λmaks!

3. Pembuatan kurva baku

Lakukan pengamatan absorban dari larutan baku kerja pada poin 1 yang telah

direaksikan seperti pada metode penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah

dengan metode Azotasi dari Bratton Marshal

Lakukan pengukuran absorban pada panjang gelombang maksimum yang telah

diperoleh pada poin 2.

Buat tabel pengamatan dan buat kurva kadar larutan baku kerja terhadap absorban

pada kertas grafik berskala sama.

Hitung koefisien korelasi dan buat persamaan garisnya.

4. Penetapan kembali kadar sulfametoksazol yang ditambahkan dalam darah (recovery)

Digunakan larutan baku kerja dengan kadar 10; 20; 30; 50; dan 100 µg/mL

Caranya:

0,5 mL larutan baku kerja dan 0,5 mL darah ditambah 7,0 mL air suling,

divortex hingga homogen lalu didiamkan selama 15 menit, ditambahkan 2 mL TCA

15% divortex dan disentrifuga 2500 rpm selama 10 menit. Ambil supernatannya

sebanyak 5 mL kemudian ditambah 0,5 mL NaNO2 0,1% divortex dan didiamkan

selama 3 menit. Ditambahkan 0,5 mL amonium sulfamat 0,5% dan direaksikan

(divortex) selama 2 menit. Ditambahkan 2,5 mL N (naftil) etilen diamina

dihidroklorida 0,1% divortex dan didiamkan selama 10 menit. Diukur absorbannya

pada λmaks.

Tabelkan hasil pengamatan dan buat kurva kadar laritan baku kerja terhadap absorban

pada kertas grafik berskala sama.

Hitung percent recovery dengan cara berikut:

o Masukkan nilai absorban larutan baku recovery pada persamaan kurva baku

sehingga diperoleh harga kadar sulfametoksazol yang diperoleh kembali.

o Hitung percent recovery dengan membagi perolehan kembali sulfametoksazol

dalam darah dengan kadar sebenarnya, kemudian dikalikan 100%. Rumus

percent recovery:

% recovery = 𝐶 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖

𝐶 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎𝑥100%

5. Pengumpulan sampel darah

Lakukan pengambilan sampel darah pada waktu berikut:

Page 33: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

33

iv: 0; 5; 10; 15; 20; 30; 45; 60; 90 dan 120 menit setelah pemberian obat

im: 0; 10; 20; 30; 45; 60; 90 dan 120 menit setelah pemberian obat

po: 0; 10; 20; 30; 45; 60; 90 dan 120 menit setelah pemberian obat.

6. Penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah

Tetapkan kadar sulfametoksazol dalam cuplikan darah dengan reaksi Azotasi dari

Bratton Marshal dan amati absorbannya pada panjang gelombang maksimum.

Masukkan data absorban ke persamaan garis recovery untuk mendapatkan data kadar

sulfametoksazol dalam darah dari setiap waktu pengambilan darah.

Data dan Analisis

Penimbangan kelinci

Berat cage + kelinci

Berat cage

Berat kelinci

Dosis sulfametoksazol = ……....mg = ………mL sediaan ……….%

Tabel hasil penimbangan bahan kimia

No. Jenis bahan yang ditimbang Berat wadah

timbang

Berat wadah

timbang + bahan

Berat bahan

(4 – 3)

1 2 3 4 5

Tabel nilai absorban sulfametoksazol pada berbagai panjang gelombang untuk penentuan λmaks

Panjang gelombang (nm)

Absorban

C1

(……….µg/mL)

C2

(……….µg/mL)

λmaks = ……….nm

Page 34: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

34

Tabel nilai absorban sulfametoksazol pada berbagai kadar untuk pembuatan kurva baku

Kadar (µg/mL) Absorban

Blanko Sampel Sampel-blanko

Persamaan garis kurva baku:

Y = ………..

r = ………..

Tabel nilai absorban sulfametoksazol pada berbagai kadar untuk pembuatan kurva recovery

Kadar

(µg/mL)

Absorban Kadar yang

didapat

kembali

(µg/mL)

% recovery

(%) Blanko Sampel Sampel-

blanko

% recovery rata-rata = ……….%

Persamaan recovery:

Y = ……….

r = ……….

Gambarkan kurva absorban sulfametoksazol pada berbagai kadar untuk penentuan kurva baku

dan kurva recovery!

Kadar sulfametoksazol dalam sampel darah tiap waktu dari rute pemberian per oral, iv, im

Waktu Sampling Kadar Sulfametoksazol

Per oral iv im

Gambarkan kurva kadar sulfametoksazol vs t dari pemberian per oral, iv, im!

Page 35: MODUL PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA - farmasi.fk.ub.ac.idfarmasi.fk.ub.ac.id/.../uploads/2016/09/MODUL-PRAKTIKUM-FARKIN.pdfpraktikum. 9. Bekerja dengan jujur dan tertib. 10. Berbicara

35

Harga AUC sulfametoksazol dari rute pemberian per oral, iv, im

Waktu Sampling

AUC

Per oral iv im

AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t

PUSTAKA

1. Gibaldi & Perrier. 1982. Pharmacokinetics. 2nd ed. Marcell Dekker Inc., New York, USA.

2. Hume CW. 1972. The UFAW Handbook on The Care and Management of Laboratory

Animals. 4th ed. Edinburgh & London: E & S Livingstone limited – Longman Group

Limited.

3. Paget, GE & Barnes, JE. Toxicity tests. In: Laurence, DR & Bacharach, AL., 1964.

Evaluation of Drug Activities: Pharmacometric. Volume 1. Academic Press. London.

4. Ritschel, WA. 1974. Laboratory Manual of Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.

Drug Intelligence Publication, Inc.

5. Ritschel, WA. 1993. Handbook of Basic Pharmacokinetics. 4th ed. Drug Intelligence

Publication Inc: Hamilton, Illinois.

6. Shargel, L. and Andrew Yu. 2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. 5th

ed. Appleton and Lange, New Jersey.