BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II...

40
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu perkembangbiakan mikroorganisme di jaringan tubuh yang akan menyebabkan cedera lokal yang diakibatkan karena kompetesi metabolisme, racun (toxin), respon dari antigen antibodi yang dapat menyebabkan suatu penyakit (Muzaki & Alkansa, 2010). Infeksi adalah suatu kondisi yang penyebabnya yaitu mikroorganisme patogen dengan ditandai gejala klinik atau tidak (Kemenkes RI, 2017). 2.1.2 Epidemiologi Penyakit Infeksi Prevalensi infeksi tertinggi didunia yaitu wilayah Asia dari Staphycoccus aureus yang resisten terhadap pelayanan kesehatan. Rumah sakit di Asia sebagian besar endemik pada Staphylococcus aureus (MRSA) yang resisten terhadap banyak obat dengan prevalensi sebanyak 28% di Hongkong dan Indonesia hingga >70% di Korea (Chen & Huang, 2014). Pasien yang mengalami infeksi sebanyak 63% di rumah sakit Oman diantaranya yaitu infeksi saluran kemih, infeksi luka, infeksi pernapasan (Pneumoniae) serta infeksi kulit dan jaringan (selulitis) (Al- Yamani et al., 2016). Menurut data hasil utama riskesdas tahun 2018 prevalensi penyakit infeksi tidak menular mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013 meliputi kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi, asma. Prevalensi kanker naik dari 1,4% menjadi 1,8%; stroke dari 7% naik menjadi 10,9%; penyakit CKD (Chronik Kidney Disease) atau penyakit gagal ginjal kronis dari 2% menjadi 3,8%; berdasarkan dari pemeriksaan gula darah prevalensi diabetes melitus dari 6,9% menjadi 8,5%; prevalensi hipertensi dari 25,8% menjadi 34,1%. Prevalensi penyakit infeksi menular berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yang mengalami peningkatan pada tahun 2018 meliputi pneumonia dari 1,6% menjadi 2,0%; prevalensi diare dari 4,5% menjadi 6,8%; prevalensi hepatitis berdasarkan diagnosis dokter yaitu 0,2% menjadi 0,4%; prevalensi filariasi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu 0,05% menjadi 0,8% (Kemenkes RI, 2018).

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Infeksi

2.1.1 Pengertian Infeksi

Infeksi adalah suatu perkembangbiakan mikroorganisme di jaringan tubuh

yang akan menyebabkan cedera lokal yang diakibatkan karena kompetesi

metabolisme, racun (toxin), respon dari antigen antibodi yang dapat menyebabkan

suatu penyakit (Muzaki & Alkansa, 2010). Infeksi adalah suatu kondisi yang

penyebabnya yaitu mikroorganisme patogen dengan ditandai gejala klinik atau

tidak (Kemenkes RI, 2017).

2.1.2 Epidemiologi Penyakit Infeksi

Prevalensi infeksi tertinggi didunia yaitu wilayah Asia dari Staphycoccus

aureus yang resisten terhadap pelayanan kesehatan. Rumah sakit di Asia sebagian

besar endemik pada Staphylococcus aureus (MRSA) yang resisten terhadap

banyak obat dengan prevalensi sebanyak 28% di Hongkong dan Indonesia hingga

>70% di Korea (Chen & Huang, 2014). Pasien yang mengalami infeksi sebanyak

63% di rumah sakit Oman diantaranya yaitu infeksi saluran kemih, infeksi luka,

infeksi pernapasan (Pneumoniae) serta infeksi kulit dan jaringan (selulitis) (Al-

Yamani et al., 2016).

Menurut data hasil utama riskesdas tahun 2018 prevalensi penyakit infeksi

tidak menular mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013 meliputi

kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi, asma.

Prevalensi kanker naik dari 1,4% menjadi 1,8%; stroke dari 7% naik menjadi

10,9%; penyakit CKD (Chronik Kidney Disease) atau penyakit gagal ginjal kronis

dari 2% menjadi 3,8%; berdasarkan dari pemeriksaan gula darah prevalensi

diabetes melitus dari 6,9% menjadi 8,5%; prevalensi hipertensi dari 25,8%

menjadi 34,1%. Prevalensi penyakit infeksi menular berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan yang mengalami peningkatan pada tahun 2018 meliputi pneumonia dari

1,6% menjadi 2,0%; prevalensi diare dari 4,5% menjadi 6,8%; prevalensi hepatitis

berdasarkan diagnosis dokter yaitu 0,2% menjadi 0,4%; prevalensi filariasi

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu 0,05% menjadi 0,8% (Kemenkes

RI, 2018).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

7

2.1.3 Etiologi Infeksi

Infeksi dapat disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang merugikan

manusia seperti bakteri, virus, fungi, parasit yang dapat menyebabkan respon

imun menurun sehingga pasien menjadi sakit. Infeksi yang disebabkan oleh

mikroorganisme disebut sebagai kuman patogen yang merugikan pada manusia.

Penyebab infeksi paling banyak adalah bakteri dan virus, walaupun terdapat

parasit yang menimbulkan penyakit malaria (Wright, 2018; Maclean et al., 2014).

2.2 Tinjauan Antibiotik

2.2.1 Pengertian Antibiotik

Antibiotik merupakan suatu senyawa kimia yang khas dari organisme hidup

dibuat secara sintetik yang pada konsentrasi rendah memiliki efek menghambat

atau menekan pertumbuhan satu spesies mikroorganisme atau lebih (Siswandono,

2016). Selain itu definisi dari antibiotik yaitu senyawa kimia dari hasil sintetis

mikroorganisme yang berfungsi untuk menghambat (bakteriostatik) dan

mematikan mikroorganisme lain penyebab infeksi (Elliot dkk., 2013).

2.2.2 Penggolongan/Klasifikasi Antibiotik dan Mekanisme Kerjanya

Gambar 2. 1 Klasifikasi Antibiotik (Siswandono, 2016; Nugroho, 2014)

Antibiotik dapat digolongkan menjadi lima Siswandono (2016) yaitu

berdasarkan spektrum aktivitas, tempat kerja, farmakokinetik, aktivitas/potensi

dan struktur kimianya.

2.2.2.1 Klasifikasi Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

a) Antibiotik spektrum luas (broad spektrum) adalah antibiotik yang dapat

menghambat dan membunuh bakteri dari golongan Gram positif dan

Gram negatif, yang termasuk dalam golongan ini yaitu derivat tetrasiklin,

• bakterisidal

• bakteriostatik

• beta laktam

• Glikopeptida

• aminoglikosida

• sulfonamida,dll.

• Time dependent

• Concentration dependent.

• luas

• sempit

spektrum farmakokinetik

aktivitas/

potensi

struktur kimia

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

8

anfenikol, aminoglikosida, makrolida, rifamfisin, beberapa derivat

penisilin (ampisilin, amoksisilin, bekampisilin, tikarsilin, sulbenisilin,

pivampisilin, hetasilin, karbenesilin) dan sebagian besar derivat

sefalosporin.

b) Antibiotik yang lebih efektif terhadap bakteri Gram positif, yang

termasuk dalam golongan ini yaitu basitrasin, eritromisin, sebagian besar

derivat penisilin (benzilpenisilin, floksasilin Na, diklosasilin Na,

kloksasilin Na, oksasilin Na, Nafsilin Na, metisilin Na, fenetisilin K,

penisilin V dan penisilin G prokain), derivat linkosamida, asam fusidat

dan beberapa derivat sefalosporin.

c) Antibiotik yang lebih efektif terhadap Gram negatif, yang termasuk

dalam golongan ini yaitu sulfomisin, polimiksin B sulfat dan kolistin.

d) Antibiotik yang lebih dominan terhadap Mycobacteriae

(antituberkulosis), seperti streptomisin, kapreomisin, viomisin,

rifamfisin, sikloserin dan kanamisin.

e) Antibiotik yang aktifitasnya aktif terhadap jamur, yang termasuk

golongan ini yaitu antibiotika polen (amfoterisin B dan nistatin) dan

griseofulfin.

f) Antibiotika yang aktifitasnya aktif terhadap neoplasma, yang termasuk

golongan ini yaitu mitramisis, mitomisin, doksorubisin, daunorubisin,

bleomisin dan aktinomisin.

2.2.2.2 Klasifikasi Antibiotik Berdasarkan Tempat Kerja

Menurut Beale dan Block (2011) Klasifikasi antibiotik berdasarkan

tempat kerjanya dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu:

a) Antibiotik yang tempat kerjanya di dinding sel, proses yang dihambat

masing-masing antibiotik berbeda-beda, seperti penisilin dan sefalosporin

(menghambat biosintesis peptidoglikan), basitrasin dan vankomisin

(menghambat sintesis mukopeptida), sikloserin (menghambat sintesis

peptida dinding sel). Tipe aktivitas dari golongan ini bersifat bakterisidal

atau bersifat membunuh bakteri.

b) Antibiotik yang tempat kerjanya di membran sel. Contohnya: daptomisin

dan polimiksin B mekanisme kerjanya dengan menghambat integritas

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

9

membran sel, dimana antibiotik golongan ini bersifat bakterisidal yaitu

membunuh bakteri (Finberg & Guharoy 2012).

c) Antibiotik yang tempat kerjanya di asam nukleat. Contohnya: mitomisin

C (menghambat biosintesis DNA) bersifat pansidal (antikanker),

rifampisin (menghambat biosintesis mRNA) bersifat bakterisidal yaitu

dapat membunuh bekteri yang dapat menyebabkan infeksi, griseofulvin

(menghambat pembelahan sel mikrotubuli) bersifat fungistatik,

aktinomisin (menghambat biosintesis DNA dan mRNA) bersifat pansidal

yaitu antibiotik yang memiliki efektifitas sebagai antikanker.

d) Antibiotik yang tempat kerjanya di Ribosom.

Ribosom sub unit 30 S prokariotik, contohnya: aminosiklin dan

tetrasiklin (menghambat biosintesis protein) bersifat bakterisidal dan

bakteristatik.

Ribosom sub unit 50 S prokariotik, contohnya: amfenikol, makrolida,

linkosamida (menghambat biosintesis protein) bersifat bakteriostatik.

Ribosom sub unit 60 S eukariotik, contohnya glutarimid dan asam

fusidat (menghambat biosintesis protein) bersifat fungisidal dan

bakterisidal.

Tabel II. 1 Penggolongan Antibiotik Berdasarkan Tempat Kerjanya (Beale &

Block, 2011; Finberg & Guharoy 2012)

No Tempat Kerja Proses Yang Dihambat Antibiotik

1 Dinding sel Biosintesis peptodoglikan Penisilin

Biosintesis peptidoglikan Sefalosporin

Sintesis mukopeptida Basitrasin

Sintesis mukopeptida Vankomisin

Sintesis peptidadinding sel Sikloserin

2 Membrane sel Fungsi membran Daptomisin

Integritas membran Polimiksin B

3 Asam nukleat Biosintesis DNA Mitomisin C

Biosintesis mRNA Rifamfisin

Pembelahan sel, mikrotubuli Groseofulvin

Biosintesis DNA dan mRNA Aktinomisin

4 Ribosom

Sub unit 30 S

Prokariotik

Biosintesis protein Aminosiklitol

Tetrasiklin

Sub unit 50 S

prokariotik

Biosintesis protein Amfenikol

Makrolida

Linkosamida

Sub unit 60 S

eukariotik

Biosintesis protein Glutarimid

Asam fusidat

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

10

Gambar 2. 2 Klasifikasi Antibiotik Berdasarkan Tempat Kerjanya (Finberg &

Guharoy, 2012)

2.2.2.3 Antibiotik Berdasarkan Aktifitas/ Potensinya

a) Bakteriostatik merupakan antibiotik yang memiliki potensi mencegah atau

menghambat pertumbuhan dari bakteri. Contohnya antibiotik golongan

makrolida, tetrasiklin dan linezolid dan linkosamisa (Gallagher &

MacDougall, 2018; Siswandono 2016).

b) Bakterisidal merupakan antibiotik yang bekerja dengan cara membunuh

bakteri secara aktif. Contohnya antibiotik golongan penisilin, sefalosporin,

karbapenem, monobactam, vankomisin, fluoroquinolon, aminoglikosida,

metronidazole, daptomycin (Gallagher & MacDougall, 2018).

Tabel II. 2 Klasifikasi Antibiotik Berdasarkan Aktifitas Atau Potensinya

(Gallagher & Macdougall, 2018)

Kelas Antibiotik Aktifitas/ Potensinya

Penicillins

Cephalosporins

Carbapenems

Monobactams

Bakterisidal

Vancomycin Bakterisidal rendah

Fluoroquinolones

Aminoglycosides

Metronidazole

Daptomycin

Bakterisidal

Macrolides

Tetracyclines

Linezolid

Bakteriostatik

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

11

2.2.2.4 Klasifikasi Antibiotik Berdasarkan Sifat Farmakokinetiknya

a) Time dependent killing yaitu waktu antibiotik berada dalam darah dengan

kadar diatas kadar hambat minimal (KHM) atau efek bakterisidalnya

(daya bunuh bakteri) akan tinggi ketika kadar antibiotik dijaga cukup

lama diatas KHM. Contohnya antibiotik golongan penisilin, sefalosporin

dan makrolida (Gallagher & Macdougall, 2018; Kemenkes RI, 2011).

b) Concentration dependent killing yaitu efek daya bunuh suatu antibiotik

akan meningkat ketika dosisnya dinaikkan tanpa mempertahankan kadar

tinggi dalam darah. Oleh karena itu, regimen dosis yang dipilih harus

memiliki kadar dalam serum atau jaringan 10 kali lebih besar dari KHM.

Contohnya antibiotik golongan aminoglikosida, fluorokuinolon dan

ketolida (Kemenkes RI, 2011).

2.2.2.5 Antibiotik Berdasarkan Struktur Kimianya

Antibiotik berdasarkan struktur kimianya dapat diklasifikasi menjadi

antibiotik β-laktam, derivat amfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida,

polipeptida, linkosamida, ansamisin dan antrasiklin, fosfomisin, antibiotika polien

(Siswandono, 2016).

2.2.2.5.1 Antibiotik β-laktam

Antibiotik β-laktam merupakan antibiotik yang mempunyai ciri khas

yaitu mempunyai cincin β-laktam pada strukturnya (Beauduy & Winston, 2018).

Antibiotik β-laktam dibagi menjadi tiga yaitu derivat penisilin, sefalosporin dan β-

laktam nonklasik. Derivat penisilin adalah antibiotik pilihan untuk pengobatan

infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif dan Gram negatif yang

berbentuk bulat (kokus). Derivat sefalosporin adalah antibiotik golongan ini

digunakan untuk terapi pengobatan infeksi bakteri yang telah resisten terhadap

penisilin, khususunya bakteri Staphylococcus yang memproduksi penisilase dan

bakteri Gram negatif yang berbentuk batang. β-laktam nonklasik digunakan untuk

menghambat enzim β-laktamase dan antibakteri Gram negatif (Siswandono,

2016). Antibiotik yang memiliki cincin β-laktam pada strukturnya yaitu penisilin,

sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor β-laktamase. Inhibitor β-

laktamase adalah antibiotik yang ideal untuk ESBL karena dapat menghambat

enzim β-laktamase (Ebimieowei & Ibemologi, 2016).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

12

Mekanisme kerja dari antibiotik derivat β-laktam yaitu menghambat

enzim transpeptidase yang berfungsi untuk membentuk dinding sel bakteri.

Antibiotik β-laktam aktifitasnya kurang terhadap organisme atipikal yaitu

Mycoplasma pneumonia dan Chlamydophila pneumonia. Hampir semua antibiotik

β-laktam tidak memiliki aktivitas melawan MRSA kecuali ceftaroline golongan

sefalosforin yang memiliki aktivitas anti-MRSA (Gallagher & MacDougall,

2018). Antibiotik β-laktam hanya bisa mematikan bakteri pada fase pertumbuhan

dan tidak bisa mempengaruhi bakteri yang dalam bentuk inaktif. Oleh karena itu,

pemberian antibiotik β-laktam derivat penisilin yang bersifat bakterisidal tidak

boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik yang bersifat bakteriostatik (derivat

amfenikol, sulfonamide atau tetrasiklin) dengan tujuan untuk mencegah

pemberian antibiotik yang tidak rasional. Efek yang ditimbulkan dari antibiotik β-

laktam terhadap bakteri, yaitu: menekan pertumbuhan bakteri dengan cara

menghambat biosintesis peptidoglikan, menurunkan perkembangbiakan bakteri

dan menjadikan sel menjadi lisis (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

2.2.2.5.1.1 Derivat Penisilin

Penisilin adalah antibiotik yang pertama kali ditemukan oleh

Alexander Fleming dari jamur dengan genus Penicillium (Goodman & Gilman,

2012). Mekanisme kerja dari derivat penisilin yaitu menekan pertumbuhan bakteri

dengan cara menghambat reaksi transpeptidase sintesis dinding sel bakteri.

Dinding sel yaitu lapisan paling luar bersifat kaku yang khas bagi spesies bakteri

(Katzung et al., 2013). Stabilitas dari penisilin dapat dipengaruhi oleh ph larutan

dan diinaktifkan oleh ion logam seperti Zn dan Cu dan pemanasan jangka panjang

dapat merusak penisilin. Penisilin relatif stabil pada suasana suasana pH netral.

Hal yang mempengaruhi stabilitas penisilin dari segi klinis pada terapi pengobatan

secara in vivo yaitu asam lambung dan enzim penisilase (β-laktamase dan asilase).

Derivat penisilin yang sering dipakai yaitu benzilpenisilin, penisilin G prokain,

penisilin G benzatin, penisilin V, fenetisilin, metisilin, nafsilin, tikarsilin,

sulbenisilin, karbenisilin, amoksisilin, ampisilin, flukloksasilin, dikloksasilin,

kloksasilin dan oksasilin (Siswandono, 2016). Penisilin mempunyai waktu paruh

yang singkat yaitu kurang dari 2 jam, sehingga dosisnya diberikan dalam beberapa

kali per hari (Gallagher & MacDougall, 2018).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

13

Gambar 2. 3 Pengembangan Obat Penisilin (Gallagher & MacDougall, 2018)

Derivat penisilin dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok

(Katzung et al., 2013) yaitu:

a) Penisilin (penisilin G dan penisilin V)

Penisilin G merupakan pilihan terapi untuk infeksi yang disebabkan

oleh bakteri kokus atau bakteri yang berbentuk bulat. Contohnya seperti

streptokokus, meningokokus, sebagian enterokokus, pneumokokus yang

resisten terhadap penisilin, stafilokokus dan organisme anaerob yang tidak

memproduksi enzim β-laktamase, Treponema palllidum dan spirokaeta,

spesies Clostridium, Actinomyces dan bakteri Gram positif yang berbentuk

basil. Dosis dari penisilin G disesuaikan dengan bakteri yang menginfeksi

dan lokasi organ dan tingkat infeksi yang dihasilkan, rentang dosis efektif

dari penisilin G yaitu 4-24 juta unit setiap hari diberikan dengan rute i.v

dosis terbagi 4-6 (Goodman & Gilman, 2012; Katzung et al., 2013).

Penisilin V adalah salah satu sediaan dengan rute oral dari penisilin,

hanya digunakan untuk terapi pengobatan infeksi minor karena sediaan

penisilin V yang tersedia relatif kurang sehingga amoksisilin banyak

digunakan untuk penggantinya. Penisilin V memiliki spektrum antibakteri

sempit (Katzung et al., 2013).

Penisilin alami

Aminopenisilin Antistaphylocococcus

penisilin

Nafcillin, Oxacillin,

Dicloxacillin,

Methicillin,

Cloxacillin

Antipseudomonas

penisilin

Penisilin G,

Penisilin V

Amoxicillin,

Ampicillin

Beta lactam/ kombinasi beta laktam inhibitor

Ampicillin/Sulbactam, Amoxicillin/Clavulanat,

Piperacillin/Tazobactam

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

14

b) Penisilin yang telah resisten dengan enzim β-laktamase stafilokokus

(metisilin, nafsilin dan penisilin isoksazolil)

Penisilin semisintetik ini digunakan sebagai terapi pengobatan infeksi

yang disebabkan oleh stafilokokus yang diproduksi oleh enzim β-

laktamase, meskipin spesies streptokokus dan pneumokokus sensitif

terhadap penisilin dan metisilin, nafsilin dan penisilin isoksazolil.

Pemakaian metisilin untuk ingeksi bakteri stafilokokus jarang digunakan

karena banyak yang telah resisten. Penisilin isoksazolil seperti oksasilin,

kloksasilin dan dikloksasilin dosis dewasa per oralnya yaitu 0,25-0,5 g

setiap 4-6 jam dan dosis untuk anak yaitu 15-25 mg/kg/hari dalam 4 dosis

terbagi untuk mengobati infeksi ringan-sedang yang disebabkan oleh

bakteri stafilokokus. Obat ini relatif stabil asam namun tidak stabil ketika

ada makanan karena akan mengganggu absorbsinya oleh karena itu harus

diberikan 1 jam sebelum/ sesudah makan. Oksasilin dan nafsilin khusus

untuk indikasi infeksi bakteri stafilokokus yang sudah sampai sistemik

dosis untuk dewasa yaitu 8-12 g/hari diberikan lewat infus intravena

intermiten 1-2 g setiap 4-6 jam dan dosis untuk anak yaitu 50-100

mg/kg/hari (Katzung et al., 2013; Goodman & Gilman, 2012).

c) Penisilin extended-spectrum (Aminopenisilin, karboksipenisilin dan

ureidopenisilin)

Aminopenisilin, karboksipenisilin dan ureidopenisilin adalah obat

yang memiliki efek terapi yang lebih tinggi daripada penisilin untuk

bakteri Gram negatif dikarenakan kemampuannya untuk menembus

membran luar bakteri Gram negatif lebih tinggi. Kelompok

aminopenisilin, ampisilin dan amoksisilin mempunyai spektrum aktifitas

yang mirip, namun absorbsi per oral amoksisilin lebih bagus. Amoksisilin

per orang berfungsi untuk pengobatan infeksi saluran kemih, sinusitis,

otitis dan saluran nafas bagian bawah. Amoksisilin 250-500 mg yang

diberikan tiga kali sehari setara dengan ampisilin yang diberikan empat

kali sehari. Ampisilin pada dosis 4-12 g/hari dengan rute intravena

berfungsi untuk terapi pengobatan infeksi yang serius disebabkan oleh

organisme anaerob, enterokokus, L. Monocytogenes dan bakteri Gram

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

15

negatif bentuk bulat dan batang yang tidak memproduksi enzim β-

laktamase. Ampisilin tidak aktif terhadap bakteri Gram negatif yang aerob

yang banyak ditemukan pada infeksi dirumah sakit dapat menginaktifkan

ampisilin karena bakteri aerob Gram negatif memproduksi enzim β-

laktamase. Karbenisilin yaitu karboksipenisilin sebagai antipseudomonas,

dimana karbenisilin merupakan tikarsilin. Tikarsilin kurang aktif terhadap

bakteri enterokokus jika dibandingkan dengan ampisilin. Ampisilin,

amoksisilin, tikarsilin,dan piperasilin terdapat dalam kombinasi inhibitor

β-laktam (asam klavulanat, sulbaktam, tazobaktam). Dengan adanya

kombinasi inhibitor β-laktamase dapat meningkatkan aktivitasnya

(Katzung et al., 2013).

Efek samping dari derivat penisilin kebanyakan adalah reaksi

hipersensitivitas (alergi) sekitar 5-8% dan <1% pasien yang mengonsumsi

penisilin tanpa efek samping. Reaksi alergi seperti syok anafilaktik jarang

ditemukan sekitar 0,05%. Reaksi serum-sickness (demam, pembengkakan

sendi, edema angioneurotik, gatal hebat dan gangguan pernapasan yang

terjadi 7-12 hari setelah penggunaan jarang terjadi terjadi pada pasien.

Penisilin dengan dosis tinggi pada pasien ginjal dapat menyebabkan

kejang. Rute oral penisilin dalam dosis yang tinggi meyebabkan gangguan

pencernaan diantaranya mual, muntah dan diare. Ampisilin dan

amoksisilin efek sampingnya yaitu ruam kulit, hal ini terjadi ketika

diberikan tidak sesuai indikasinya (Gallagher & MacDougall, 2018;

Katzung et al., 2013).

Tabel II. 3 Dosis Dari Derivat Penisilin (Katzung et al., 2013)

No Antibiotik Dosis Dewasa Rute

1 Penisilin

Penisilin G 1-4x106 unit setiap 4-6 jam i.v

Penisilin V 250-500 mg empat kali sehari p.o

2 Penisilin Antistafilokokus

Kloksasilin, diklosasilin 250-500 mg empat kali sehari p.o

Nafsilin, Oksasilin 1-2 g setiap 4-6 jam i.v

3 Penisilin extended-spectrum

Amoksisilin 250-500 mg tiga kali sehari p.o

Amoksisilin/kalium klavulanat 500/125-875/125 mg tiga kali sehari p.o

Piperasilin 3-4 g setiap 4-6 jam i.v

Tikarsililin 3 g setiap 4-6 jam i.v

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

16

2.2.2.5.1.2 Derivat Sefalosporin

Derivat sefalosporin dihasilkan dari isolasi ekstrak fungi

Cephalosporium acremonium, dan dari fungi ini dapat diisolasi lagi menjadi

sefalosporin C, hasil produksi dari sefalosporin C yaitu 7-aminosefalosporinat (7-

ACA) yang banyak digunakan saat ini (Siswandono, 2016). Derivat sefalosporin

lebih stabil daripada penisilin dikarenakan aktivitas spektrumnya yang lebih besar.

Sefalosporin tidak dapat bekerja pada bakteri enterokokus dan Listeria

monocytogenes (Gallagher & MacDougall, 2018; Katzung et al., 2013).

a) Sefalosporin Generasi I

Sejak tahun 1960-1970 sefalosporin generasi I diperkenalkan sebagai

terapi pengobatan secara klinis, aktifitas antibakterinya lebih sempit

daripada generasi yang lainnya (Siswandono, 2016). Sefalosforin generasi

I yaitu sefazolin, sefadroksil, sefaleksin, sefalotin, sefapirin, dan sefradin.

Antibiotik ini lebih aktif pada Gram positif bentuk kokus seperti

pneumokokus, streptokokus, dan stafilokokus. Sefazolin bisa menembus

sebagian besar jaringan dengan baik namun tidak dapat menembus

susunan saraf pusat, selain itu sefazolin tidak dapat digunakan untuk

terapi pengobatan meningitis. Antibiotik sefazolin biasanya digunakan

sebagai pilihan terapi profilaksis bedah. Sefazolin merupakan alternatif

untuk pasien yang alergi terhadap penisilin (Katzung et al., 2013).

Sefalotin dan sefazolin aktifitas antibakterinya relatif baik pada bakteri

Gram positif dan menurun pada Gram negatif (Goodman & Gilman,

2012). Waktu paro sefalosporin generasi I relatif singkat dan kemungkinan

untuk menembus cairan serebrospinal relatif rendah (Siswandono, 2016).

Salah satu rute parenteral pada sefalosporin generasi I adalah sefazolin

yang sampai sekarang masih banyak digunakan. Dosis lazim sefazolin

dengan rute intravena untuk dewasa yaitu 0.5-2 g setiap 8 jam. Kadar

puncak sefazolin mencapai 90-120 mcg/ml setelah pemberian infus

intravena sebanyak 1 g. Selain dengan rute intravena sefazolin juga dapat

diberikan dengan rute intramuskular. Sefazolin dieksresi di ginjal sehingga

harus dilakukan penyesuaian dosis pada pasien dengan penyakit gagal

ginjal (Katzung et al., 2013).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

17

b) Sefalosporin Generasi II

Penggunaan secara klinik sefalosporin generasi II pada akhir tahun

1970, aktifitas antibakterinya hampir mirip dengan generasi pertama

namun pada sefalosporin generasi II lebih aktif terhadap bakteri Gram

negatif. Waktu paronya yaitu sama seperti generasi I namun kemampuan

menembus BBB (Blood Brain Barrier) lebih baik (Siswandono, 2016).

Sefalosporin generasi II yaitu sefaklor, sefamandol, sefonisid, sefuroksim,

sefrozil, lorakarbef, seforanid dan sefamisin yang strukturnya berkaitan

dengan sefoksitin, sefmetazol dan sefotetan yang anaerob. Pemberian

sefalosporin generasi II sesudah infus intravena 1 g dapat memberikan

kadar puncak 75-125 mcg/ml. Sefalosporin generasi II dengan rute oral

lebih aktif terhadap H. influenzae pembuat β-laktamase atau Moraxella

catarrhalis, selain itu digunakan untuk terapi pengobatan sinusitis, otitis

dan infeksi saluran nafas bagian bawah dan sebagian digunakan untuk

pengobatan infeksi bakteri anaerob campuran seperti peritonitis dan

divertikulitis. Sefuroksim berfungsi untuk terapi pengobatan pneumonia

namun tidak efektif untuk pengobatan meningitis (Katzung et al., 2013).

c) Sefalosporin Generasi III

Penggunaan secara klinik sefalosporin generasi III pada tahun 1980,

aktifitas antibakterinya lebih banyak dibandingkan generasi I dan II.

Sefalosforin generasi III lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif yang

sudah resisten, tahan terhadap β-laktamase namun kurang efektif untuk

bakteri Gram positif (Siswandono, 2016). Sefalosporin generasi III yaitu

sefoperazon, sefotaksim, seftazidin, seftizoksim, seftriakson, sefiksim,

sefpodoksim proksetil, sefdinir, sefditoren pivoksil, seftibuten dan

moksalaktam. Pemberian sefalosporin generasi III sesudah infus intravena

dapat memberikan kadar serum sebesar 60-140 mcg/ml. Sefalosporin

generasi III dapat menembus BBB namun tidak untuk sefoperazon dan

sefalosporin oral. Sefoperazon dan seftriakson dieksresi melalui empedu

sehingga tidak perlu dilakukan penyesuai dosis pada pasien gagal ginjal.

Seftriakson dan sofotaksim untuk terapi infeksi serius dan aktif terhadap

bakteri Pneumococcus (Deck & Wilson, 2015; Katzung et al., 2013).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

18

d) Sefalosporin Generasi IV

Penggunaan secara klinik sefalosporin generasi IV diperkenalkan pada

tahun 1995. Antibiotik ini aktif pada bakteri Gram negatif yang sudah

resisten dan lebih kebal terhadap β-laktamase, selain itu juga spektrum

aktivitas antibakterinya lebih stabil daripada generasi sebelumnya.

Sefalosporin generasi IV yaitu sefepim dan sefirom (Siswandono, 2016).

Mekanisme kerjanya sama seperti antibiotik golongan β-laktam lainnya

yaitu menghambat ikatan silang peptidoglikan di dinding sel bakteri.

Spektrum aktivitas sefalosporin generasi IV baik terhadap MRSA

(Staphylococcus aureus resisten-metisilin), Pseudomonas aeruginenosa,

enteric GNRs (Gram Negative Rods) yaitu Enterobacteriaceae (Gallagher

& MacDougall, 2018).

Sefepim memiliki aktivitas yang baik terhadap Pseudomona

aeruginenosa, enteric GNRs yaitu enterobacteriaceae, Staphylococcus

aureus, dan Staphylococcus pneumoniae. Sefepim sangat aktif terhadap

Haemophilus dan Neisseria sp. dan dapat juga menembus BBB dengan

baik. Waktu paro sefepim yaitu 2 jam dan tempat eliminasinya di ginjal.

Sefepim dan seftazidin memiliki profil farmakokinetik yang sama, namun

sefepim memiliki aktifitas yang lebih besar terhadap Streptococcus yang

tidak resisten terhadap penisilin. Selain itu, sefepim digunakan sebagai

pilihan untuk terapi antibiotik empiris karena termasuk daalam spektrum

luas (Gallagher & MacDougall, 2018; Katzung et al., 2013).

Gambar 2. 4 Aktifitas Sefalosporin Berdasarkan Generasi (Gallagher &

MacDougall, 2018)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

19

Tabel II. 4 Dosis Untuk Derivat Sefalosporin (Katzung et al., 2013)

No Antibiotik Dosis Dewasa Rute

1 Sefalosporin Generasi I

Sefadroksil 0,5-1 g satu sampai dua kali sehari p.o

Sefaleksin, sefradin 0,25-0,5 g empat kali sehari p.o

Sefazolin 0,5-2 g setiap 8 jam i.v

2 Sefalosporin Generasi II

Sefoksitin 1-2 g setiap 6-8 jam i.v

Sefotetan 1-2 g setiap 12 jam i.v

Sefuroksim 0,75-1,5 g setiap 8 jam i.v

3 Sefalosporin Generasi III

Sefotaksim 1-2 g setiap 6-12 jam i.v

Seftazidim 1-2 g setiap 8-12 jam i.v

Seftriakson 1-4 g setiap 24 jam i.v

4 Sefalosporin Generasi IV

Seftarolin fosamil 600 mg setiap 12 jam i.v

Seftarolin fosamil 600 mg setiap 12 jam i.v

Sefepim 0,5-2 g setiap 12 jam i.v

2.2.2.5.1.3 Derivat Β-Laktam Non Klasik

β-laktam non klasik merupakan senyawa yang terdapat cincin β-

laktam, terkadang bergabung dalam cincin lain terdiri dari 5 atau 6 atom. β-laktam

non siklik berbeda dengan derivat penisilin atau sefalosporin karena terdapat

strukturnya yang berbeda dan sifat biologisnya. Derivat β-laktam non klasik

dibagi menjadi 5 golongan yaitu derivat amidinopenisilanat, derivat asam

penisilanat, karbapenem, oksapenem dan β-laktam monosiklik yaitu norkarsidin

A, astreonam dan sulfasezin (Bambang, 2008; Siswandono, 2016).

a) Derivat Asam Amidinopenisilanat

Derivat asam amidinopenisilanat memiliki efek aktivitas terhadap

bakteri Gram positif dan efeknya rendah terhadap Pseudomonas sp. namun

cukup efektif pada bakteri Gram negatif (Enterobacteriaceae). Contohnya:

amdinosilin (mesilinam), bakmesilinam dan pivmesilinam. Amdinosilin

(mesilinam) adalah antibiotik yang stabilitasnya tidak tahan terhadap asam

dan absorbsinya tidak di gastrointestinal, sehingga rute pemberiannya

intravena dan intramuskular. Dosis amdinosilin yaitu 10 mg/kgBB setiap 4

jam untuk terapi infeksi kronis. Bakmesilinam dan pivmesilinam adalah

antibiotik yang dapat diabsorpsi di saluran cerna dan cepat terhidrolisis

melepaskan senyawa utamanya, rute pemberian oral dengan dosis 400 mg

tiga sampai empat kali sehari (Siswandono, 2016).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

20

b) Derivat Asam Penisilanat

Derivat asam penisilanat adalah hasil modififikasi dari 6-APA, yang

berfungsi untuk menghambat enzim β-laktamase. Pemberiannya biasanya

diberikan dalam bentuk kombinasi dengan β-laktam klasik (ampisilin atau

amoksisilin). Contohnya: sulbaktam, pivsulbaktam, tazobaktam dan

sultamisilin (gabungan dari sulbaktam dan ampisilin). Sulbaktam adalah

antibiotik yang pertama kali digunakan di klinik dengan rute pemberian

secara parenteral dikarenakan absorbsi obat disaluran cerna rendah.

Pivsulbaktam merupakan bentuk praobat dari sulbaktam diberikan dengan

rute oral. Tazobaktam berfungsi menghambat enzim β-laktamase yang

lebih efektif diantara sulbaktam dan aktivitas spektrumnya lebih banyak

dibanding dengan asam klavulanat. Dalam produk tazobaktam dikombinasi

dengan piperasilin (pybactam, tazocin) dengan kadar (8:1) dan memiliki

waktu paro lebih kurang 1 jam, dengan rute pemberian intravena

(piperasilin 4 g/ tazobaktam 0,5 g 3-4 kali sehari). Sultamisilin adalah pra

obat hasil dari kombinasi dari sulbaktam dan ampisilin yang dihubungkan

dengan ikatan metilen, ketika didalam tubuh akan terhidrolisis melepaskan

senyawa aktif. Indikasi penggunaan kombinasi inhibitor β-laktamase yaitu

untuk terapi empiric infeksi yang disebabkan oleh suatu spektrum luas

patogen potensial pada pasien imunodefisiensi dan untuk infeksi campuran

bakteri aerobik dan anaerobik (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

c) Karbapenem

Karbapenem adalah analog dari penisilin alami, dan antibiotik ini

tergolong spektrum luas yang memiliki aktifitas bagus terhadap bakteri

Gram negatif berbentuk batang, seperti Pseudomonas aeruginosa dan

bakteri Gram negatif dan bersifat anaerob (Siswandono, 2016). Mekanisme

keja karbapenem yaitu berikatan pada PBP1 dan PBP2 pada bakteri Gram

positif dan bakteri Gram negatif sehingga menyebabkan sel menjadi lisis

(Ciptaningtyas, 2014). Selain itu antibiotik ini dieksresikan di ginjal

sehingga dosisnya harus dikurangi atau disesuaikan pada pasien penyakit

ginjal. Contohnya: doripenem, ertapenem, imipenem dan meropenem

(Katzung et al., 2013).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

21

Karbapenem diindikasikan untuk terapi pengobatan infeksi bakteri

yang telah resisten dengan antibiotik lain misalnya Pseudomonas

aeruginosa dan juga digunakan untuk terapi infeksi bakteri aerob dan

anaerob. Antibiotik golongan ini resisten terhadap kebanyakan β-laktamase

namun tidak terhadap karbapenase (metalo-β-laktamase). Dosis lazim dari

imipenem dengan rute pemberian intravena yaitu 0,25-0,5 g setiap 6-8 jam,

memiliki waktu paro sekitar 1 jam. Meropenem dosis lazim untuk dewasa

dengan rute intravena yaitu 0,5-1 g setiap 8 jam. Doripenem memiliki dosis

lazim untuk dewasa dengan rute intravena (infus) 0,5 g 1-4 jam setiap 8

jam. Ertapenem memiliki waktu paro yang paling panjang yaitu 4 jam,

diberikan secara intravena atau intramuskular sebanyak 1 g sekali sehari

(Gallagher & MacDougall, 2018; Katzung et al., 2013).

d) Oksapenem

Salah satu contoh dari antibiotik oksapenem adalah asam klavulanat.

Asam klavulanat adalah hasil isolasi dari Streptomyces clavuligerus, efek

antibakteri yang rendah namun lebih aktif untuk deaktivator enzim β-

laktamase yang diproduksi oleh bakteri yang tahan pada penisilin atau

sefalosporin. Asam klavulanat dikombinasi dengan derivat penisilin agar

efek antibakterinya lebih panjang (Siswandono, 2016).

e) Derivat Β-Laktam Monosiklik

Derivat β-laktam monosiklik yaitu nokardisin A, sulfazesin,

astreonam dan tigemonam. Efektivitasnya aktif terhadap bakteri Gram

positif dan bakteri Gram negatif, Neisseria sp., Proteus sp., Pseudomonas

aeruginosa., Escherichia coli. Sulfazetin memiliki efektifitas yang aktif

pada bakteri Gram negatif khusunya Enterobacteriaceae. Astreonam

memiliki stabilitas yang lebih banyak terhadap enzim β-laktamase dan

bakteri Gram negatif. Astreonam dengan rute oral digunakan sebagai terapi

pengobatan infeksi usus karena dapat diserap <1%, untuk infeksi saluran

kemih dosisnya yaitu 0,5 g setiap 8-12 jam dan untuk terapi infeksi

sistemik dosisnya yaitu 1-2 g setiap 8-12 jam. Tigemonam merupakan

derivat dari monobaktam yang baru ditemukan, memiliki stabilitas cukup

besar terhadap enzim β-laktamase (Siswandono, 2016; Glazer, 2007).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

22

2.2.2.5.2 Antibiotik Derivat Amfenikol

Derivat amfenikol adalah antibiotik bakteriostatik yang memiliki

spektrum luas dan bersifat lipofil sehingga lebih mudah menembus dinding sel

bakteri. Contoh derivat amfenikol yaitu kloramfenikol, azidamfenikol, setofenikol

dan tiamfenikol. Kloramfenikol memiliki mekanisme kerja yaitu inhibitor kuat

sintesis protein mikroba, yang berikatan secara reversibel dengan subunit 50S

ribosom dan menghambat ikatan peptida (Katzung et al., 2013). Kloramfenikol

adalah pertama kali diproduksi dari Streptomyces venizuela dan merupakan

antibiotik pilihan untuk terapi pengobatan demam tifoid akut yang penyebabnya

yaitu Salmonella sp. Indikasi kloramfenikol yang lain seperti untuk terapi

pengobatan riketsia, konjungtivitis akut yang penyebabnya Pseudomonas sp.

kecuali Pseudomaonas aeruginosa, infeksi kronis oleh bakteri Gram positif dan

Gram negatif (Bacteriodes fragilis, Haemophylus influenzae, Neisseria

meningitidis dan Streptococcus pneumonia) yang sudah resisten terhadap penisilin

(Siswandono, 2016). Kloramfenikol digunakan untuk terapi demam tifoid dan

meningitis pada pasien yang telah sensitif terhadap terapi penisilin. Resisten yang

secara klinis ditimbulkan oleh kloramfenikol asiltransferase yaitu suatu enzim

yang menginaktifkan kloramfenikol (Deck & Wilson, 2015; Katzung et al., 2013).

Absorbsi kloramfenikol disaluran cerna yaitu 75-90% konsentrasi plasma

yang tertinggi dicapai 2-3 jam. Dilihat dari rasa kloramfenikol yang pahit

sehingga pemberian pada anak diberikan dalam bentuk esternya adalah

kloramfenikol palmitat sedangkan untuk rute parenteral yang digunakan

kloramfenikol sodium suksinat. Pada orang dewasa waktu paro kloramfenikol

yaitu kurang lebih 3 jam sedangkan pada bayi <1 bulan 12-24 jam. Dosis

kloramfenikol dengan rute oral atau intravena yaitu 50-100 mg/kgBB/hari setiap

3-4 kali (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

Tiamfenikol adalah terapi pilihan untuk demam tifoid (enterik) dan

paratiroid akut yang disebabkan oleh Salmonella sp. dan efektifitas sama dengan

kloramfenikol. Selain itu indikasi dari tiamfenikol yang lain yaitu untuk terapi

pengobatan infeksi meningitis, infeksi saluran nafas dan urogenital. Penyerapan

tiamfenikol disaluran cerna (50-70%) dan waktu paronya yaitu 1,6-4,2 jam. Dosis

dengan rute oral yaitu 20-30 mg/kgBB/hari (Siswandono, 2016).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

23

2.2.2.5.3 Antibiotik Derivat Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan suatu kelompok obat yang memiliki struktur dan

efek aktifitas yang sama. Perbedaannya terletak pada absorbsi, distribusi dan

eksresi obat. Tetrasiklin tersedia dalam bentuk hidroklorida yang lebih larut,

bersifat asam dan cukup stabil kecuali klortetrasiklin (Ciptaningtyas, 2014).

Tetrasiklin adalah antibiotik yang mempunyai aktivitas spektrum luas, antibiotik

golongan ini digunakan untuk terapi infeksi saluran respirasi/pernapasan.

Antibiotik yang termasuk dalam golongan tetrasiklin adalah doksisiklin,

minosiklin, tetrasiklin dan tigesiklin, dimana tigesiklin untuk mencegah terjadinya

mekanisme resisten pada tetrasiklin (Gallagher & MacDougall, 2018).

Mekanisme kerja derivat tetrasiklin yaitu dengan cara mencegah sintesis

protein secara reversibel dengan mengikat ribosom 30S melalui difusi pasif dan

sebagian melaui transport aktif. Didalam sel bakteri tetrasiklin berikatan secara

reversibel dengan ribosom 30S, menghambat ikatan aminoasil-tRNA ke aseptor A

pada mRNA ribosom, sehingga mencegah bersatunya asam amino pada rantai

peptida dan menyebabkan hambatan untuk mensintesis protein. Tetrasiklin

merupakan terapi pilihan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh riketsia,

selain itu tetrasiklin digunakan untuk infeksi akibat Mycoplasma pneumoniae,

klamidia dan beberapa spirokaeta, infeksi bakteri Gram positif dan negatif (infeksi

vibrio) asalkan bakterinya tidak resisten. Ketika dikombinasi dengan antibiotika

lain sebagai terapi penyakit tukak lambung dan usus duodenum yang diakibatkan

oleh Helicobacter pylori, selain itu untuk pes, tularemia dan bruselosis.

Tetrasiklin juga digunakan sebagai terapi pengobatan atau mencegah infeksi

karena protozoa (Plasmodium falciparum). Selain itu digunakan untuk terapi

jerawat, eksaserbasi bronkitis, pneumonia, relapsing fever, leptospirosis dan

infeksi bakteri Mycobacterium marinum (Katzung et al., 2013). Tetrasiklin

mempunyai gugus yang membentuk ikatan hidrogen intramolekul dan membentuk

kompleks terhadap garam Ca, Fe, dan Mg. Sehingga, tetrasiklin absorbsinya akan

terganggu ketika dikonsumsi bersamaan dengan susu dan antasida yang

mengandung kation multivalen, obat antianemia dan garam Ca, Fe Mg dan Al dan

oleh ph basa. Untuk pemakaian intravena dibuat larutan tetrasiklin berdapar

khusus (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

24

Menurut Siswandono (2016) derivat tetrasiklin dapat dibagi menjadi

beberapa golongan meliputi :

1) Tetrasiklin alami : tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, dan demelosiklin.

2) Tetrasiklin semisintetik : sansiklin, doksisiklin, metasiklin dan minosiklin.

3) Tetrasiklin bentuk laten (pra obat) yaitu:

a) Senyawa yang hidrofil, contohnya: klomosiklin, rolietrasiklin dan

pipasiklin.

b) Senyawa yang lipofil, contohnya: tetrasiklin kompleks fosfat dan

tetrasiklin siklamat.

4) Sediaan manipulasi molekul tetrasiklin, contohnya:

a) Etamosiklin (duplikasi molekul tetrasiklin)

b) Kafsiklin (tetrasiklin kombinasi dengan kloramfenikol suksinat)

c) Penisiklin ( tetrasiklin kombinasi dengan penisilin V)

d) Kolimesiklin (3 molekul tetrasiklin kombinasi dengan kolistin).

Derivat tetrasiklin adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik namun

pada konsentrasi yang tinggi dapat bersifat bakterisidal dengan spektrum

antibakterinya luas, efektif pada bakteri Gram positif dan sebagian Gram negatif,

Rickettsiae, Mycoplasma, Chlamydia dan amoeba. Antibiotik ini sering

diindikasikan sebagai pengganti obat lain, contohnya digunakan sebagai terapi

sifilis dan pengobatan disentri basiler yang diakibatkan oleh Shigella sp. selain itu

sebagai terapi penunjang amubiasis usus jangka pendek infeksi Plasmodium

falciparum yang telah resisten terhadap antimalaria. Salah satu derivat tetrasiklin

yang aman digunakan untuk penderita penyakit ginjal yaitu doksisiklin. Selain itu,

minosiklin adalah salah satu turunan penisilin yang dapat mencapai konsentrasi

tinggi pada sistem saraf pusat (Siswandono, 2016). Doksisiklin dan tigesiklin

tidak memerlukan penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal karena tidak

dieliminasi melalui ginjal (Katzung et al., 2013).

Dosis oral tetrasiklin hidroklorida atau oksitetrasiklin adalah 500 mg

setiap 6 jam menghasilkan kadar dalam darah 4-6 mcg/ml, tetrasiklin terutama

dieksresikan diempedu dan urin. Konsentrasi dalam empedu melebihi konsentrasi

diserum hingga sepuluh kali lipat. Dosis i.m tetrasiklin yaitu 250 mg dan rute i.v

yaitu 250-500 mg dua kali sehari (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

25

2.2.2.5.4 Antibiotik Derivat Aminoglikosida

Aminoglikosida adalah senyawa bakterisidal dan dapat menekan

pertumbuhan bakteri Gram negatif maupun positif dan efektif pada mikobakteri

(Siswandono, 2016). Mekanisme kerjanya yaitu aminoglikosida berdifusi secara

pasif melewati membran sel. Saat antibiotik aminoglikosida masuk kedalam sel

maka akan mencegah sintesis protein bakteri secara ireversibel dengan mengikat

subunit ribosom 30S melalui tiga cara yaitu menghambat kompleks inisiasi,

mengakibatkan kesalahan baca mRNA dan memecah polisom menjadi monosom

non fungsional yang berlangsung secara simultan sehingga efeknya akan

mematikan bakteri (Ciptaningtyas, 2014).

Derivat aminoglikosida yang paling banyak digunakan yaitu

streptomisin, kanamisin, gentamisin, neomisin, tobramisin, amikasin, netilmisin,

dibekasin dan spektinomisin. Aminoglikosida hanya bisa diberikan dengan rute

parenteral (intramuskular) dan tidak dapat diberikan dengan rute oral karena

antibiotik ini di saluran cerna tidak stabil dan absorbsinya tidak baik (Siswandono,

2016). Efektivitas aminoglikosida dalam menekan pertumbuhan bakteri adalah

sesuai kadar yang diberikan, semakin tinggi konsentrasinya maka semakin tinggi

kemampuannya dalam menekan pertumbuhan bakteri namun dosisnya sesuai

dengan tingkat infeksi yang dialami oleh penderita. Penggunaan secara klinis

antibiotik aminoglikosida yaitu untuk terapi pengobatan infeksi Gram negatif dan

pengobatan sepsis, ketika dikombinasi dengan antibiotik β-laktam sebagai terapi

infeksi bakteri Gram positif. Kombinasi penisilin dan aminoglikosida terdapat

efek bakterisidal untuk terapi endokarditis enterokokus (Katzung et al., 2013).

2.2.2.5.5 Antibiotik Derivat Makrolida

Antibiotik makrolida adalah hasil sintesis dari Streptomyces sp.

mempunyai cincin lakton makrosiklik dalam strukturnya. Antibiotik makrolida

adalah antibiotik yang sensitif terhadap bakteri Gram positif dan memiliki

waktuparuh yang singkat. Mekanisme kerja dari antibiotik makrolida yaitu

menghambat sintesis protein bakteri ke RNA dengan mengikat sub unit ribosom

50S, dengan aktivitasnya bakterisidal. Contoh antibiotik derivat makrolida yaitu

eritromisin stearat, klaritromisin, roksitromisin, azitromisin, oleandomisin fosfat

dan spiramisin (Katzung et al., 2013).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

26

Eritromisin merupakan antibiotik yang memiliki aktivitas bakteriostatik

atau bakterisidal dengan konsentrasi yang paling tinggi pada bakteri yang peka

(Ciptaningtyas, 2014). Eritromisin aktif pada bakteri Gram positif yang sudah

kebal terhadap penisilin antara lain Staphlococcus sp., Streptococcus sp.,

Mycoplasma, Haemophilus influenza. Eritromisin adalah terapi pilihan sebagai

pengobatan pneumonia yang diakibatkan oleh Legionella pneumophilia dan untuk

mengobati sifilis dan gonore. Selain itu eritromisin efektif pada difteri, akne

vulgaris, pertusis dan infeksi Chlamidia trachoma, dan digunakan terutama pada

terapi infeksi saluran nafas, kulit dan jaringan lunak. Eritromisin dalam saluran

cerna dapat diabsorpsi dengan baik, 70-75% obat terikat pada protein plasma,

konsentrasi plasma tertinggi tercapai dalam + 2 jam dan waktu paronya yaitu 2-3

jam. Dosis eritromisin rute oral yaitu 250-500 mg empat kali sehari, dosis untuk

ester suksinat rute oral 400-800 mg empat kali sehari dan untuk rute intravena

yaitu 15-20 mg/kgBB/hari (Siswandono, 2016).

Klaritromisin adalah turunan dari eritromisin dengan penambahan

gugus metil. Oleh karena itu, klaritromisin lebih stabil terhadap asam dan absorbsi

dengan rute oral lebih baik daripada eritromisin, aktivitasnya lebih besar dan masa

kerjanya lebih lama dibanding eritromisin. Mekanisme kerjanya sama dengan

eritromisin, klaritromisin aktif pada Mycobacterium leprae, Toxoplasma gondii

dan Haemophilus influenza sedangkan streptokokus dan stafilokokus resisten

terhadap klaritomisin dan eritromisin. Dosis klaritromisin 500 mg didapatkan

kadar serum 2-3 mcg/ml waktu paruhnya 6 jam. Keuntungan klaritromisin

daripada eritromisin yaitu efek samping pada saluran cerna lebih rendah dan dosis

yang diberikan tidak terlalu sering (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

Azitromisin aktif pada Mycobacterium avium, Toxoplasma gondii dan

sangat aktif pada Chlamydia sp. Mekanisme kerjanya sama dengan klaritromisin

yang membedakannya azitromisin tidak menghambat enzim sitokrom P450.

Dosis 500 mg azitromisin didapatkan kadar serum rendah yaitu 0,4 mcg/ml. Obat

ini tidak dapat menembus cairan serebrospinal namun dapat menembus jaringan

dengan kadar melebihi kadar serum 10-100 kali lipat, waktu paruhnya sangat lama

2-4 hari dengan eliminasi 3 hari sehingga diberikan satu kali sehari dan untuk

terapi pengobatan pneumonia selama 5 hari (Katzung et al., 2013).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

27

2.2.2.5.6 Antibiotik Derivat Polipeptida

Antibiotik derivat polipeptida merupakan hasis sintesis dari Bacillus sp.

dan Streptomyces sp. dan aktifitas antibakterinya tergantung pada struktur

kimianya, ketika terdapat sedikit perubahan maka akan terdapat perubahan sifat

biologis dari antibiotik ini. Secara umum antibiotik polipeptida memiliki spektrum

antibakteri sempit, contohnya seperti Gramisidin (aktif hanya pada bakteri Gram

positif) sedangkan polimiksin (hanya aktif pada bakteri Gram negatif).

Mekanisme kerjanya yaitu menyebabkan perubahan struktur membran sitoplasma

mengakibatkan tidak berfungsi secara permeabel, sehingga ion-ion didalam sel

bakteri akan keluar dan meyebabkan bakteri menjadi lisis (Siswandono, 2016).

Antibiotik derivat polipeptida terdiri dari tirotrisin, basitrasin,

polimiksin B sulfat dan kolistin sulfat. Tirotrisin terdiri dari campuran Gramisidin

10-20% dan tirosidin, dimana Gramisidin lebih aktif daripada tirosidin.

Gramisidin aktif terhadap bakteri Gram positif dan sebagian Gram negatif, selain

itu Gramsidin hanya digunakan untuk pemakaian lokal karena pemakaian secara

sistemik sangat toksik yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel darah merah.

Gramisidin digunakan untuk terapi pengobatan infeksi kerongkongan dengan

dosis setempat 0,05-0,30% dan tidak dapat digunakan pada luka yang terbuka.

Antibiotik basitrasin digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan

Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. superficial selain itu dapat digunakan

untuk terapi infeksi amueba. Dosis setempat basitrasin yaitu 500 unit/g salep kulit/

mata dipakai 2-3 kali sehari, dosis dengan rute intramuskular yaitu 10.000-20.000

unit 3-4 kali sehari. Polimiksin B hanya aktif pada bakteri Gram negatif,

digunakan untuk terapi pengobatan infeksi usus (Pseudomonas enteritis), infeksi

Shigella dan digunakan untuk menginaktifkan endotoksin. Efek toksisitas

polimiksin yang signifikan dari pemberian sistemik sehingga umumnya diberikan

lokal. Dosis polimiksin B rute lokal yaitu 20.000 unit/g salep kulit/ mata dipakai

2-3 kali sehari, dosis untuk rute intramuskular yaitu 5.000-7.500 unit/kgBB 4 kali

sehari. Kolistin sulfat digunakan untuk pengobatan infeksi usus (disentri basiler,

enterokolitis dan gastroenteritis) yang disebabkan bakteri Gram negatif. Dosis

kolistin rute oral yaitu 3-15 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi 3 kali, rute i.m

1,25 mg/kgBB/hari 2-4 kali sehari (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

28

2.2.2.5.7 Antibiotik Derivat Linkosamida

Antibiotik derivat linkosamida terdiri dari linkosimin HCl, klindamisin

HCl. Mekanisme kerja derivat linkosamida yaitu antibiotik bakteriostatik dan

bersifat bakterisidal ketika berada pada konsentrasi yang tinggi, dan efektif untuk

bakteri Gram positif kokus dan bakteri anaerob Gram negatif yang bersifat

patogen. Derivat linkosamida mengikat kuat ribosom subunit 50S dan menekan

reaksi enzim peptidil transferase sehingga dapat menghambat terbentuknya ikatan

peptida dan mencegah sintesis protein. Linkosamida hanya dapat digunakan pada

indikasi pasien yang sesuai karena dilihat dari efek sampingnya yaitu AAPMC

(Antibiotic Associated Pseudomembranous colitis) terjadi 1-10% pada penderita.

AAPMC dengan gejala diare, nyeri perut, demam, feses berlendir dan berdarah

yang terkadang berakibat fatal. AAPMC diakibatkan oleh racun yang keluar dari

Clostridium difficile (Gallagher & MacDougall, 2018; Siswandono, 2016).

Linkomisin dihasilkan oleh Streptomyces lincolnensis, Linkomisin

efektif pada bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans,

Diplococcus pneumoniae dan Leptospira pomana) dan bersifat anaerob. Dosis

linkomisin HCl untuk rute oral yaitu 500 mg diberikan 3 kali sehari, sedangkan

untuk rute intravena dan intramuskular yaitu 600 mg satu kali sehari. Eksresi dari

linkomisin yaitu sebagai metabolit inaktif terutama melalui empedu dan tinja dan

sebagian kecil melalui saluran kemih. Efek samping dari linkomisin yang sering

terjadi yaitu gangguan lambung-usus, diare, mual dan muntah, colitis

pseudomembranous. Colitis dapat diatasi dengan vankomisin dan metronidazol

(Tjay & Rahardja, 2010; Siswandono, 2016).

Klindamisin HCl efektivitasnya efektif terhadap bakteri Gram positif

dan bakteri anaerob Gram positif (Eubacteria sp. dan Actinomyces sp.) dan dapat

digunakan untuk pengobatan antimalaria yang diakibatkan oleh Plasmodium

falciparum dan Plasmodium vivax, selain itu S. pyogenes. Dosis klindamisin HCl

rute oral yaitu 150-300 mg 4 kali sehari sedangkan rute intravena dan

intramuskular yaitu 600-1200 mg/hari dengan dosis terbagi 2-4 kali. Efek samping

dari Klindamisin HCl yang paling umum adalah diare, kolitis dapat terjadi selama

atau setelah pemberian dan ruam pada kulit yaitu efek yang jarang terjadi pada

pasien (Gallagher & MacDougall, 2018; Siswandono, 2016).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

29

2.2.2.5.8 Antibiotik Sulfonamid

Antibiotik sulfonamid memiliki mekanisme kerja menghambat sintesa

asam folat yang memiliki aktifitas spektrum luas dapat menghambat bakteri Gram

positif dan negatif, Nocardia sp., Chlamydia trachomatis, dan beberapa protozoa.

Selain itu terdapat bakteri usus yang dihambat misalnya Escherichia coli,

Klebsiella pneumonia, Salmonella, Shigella dan Enterobacter sp, yang tidak dapat

dihambat oleh sulfonamide yaitu riketsia dan aktivitasnya terhadap bakteri

anaerob kurang. Secara intrinsik Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap

antibiotik sulfonamide. Antibiotik yang termasuk dalam golongan sulfonamid

yaitu sulfasitin, sulfisokzazol, sulfametizol, sulfadiazine, sulfametoksazol,

sulfapiridin, sulfadoksin (Katzung et al., 2013; Tjay & Rahardja, 2010).

Pemakaian klinis antibiotik sulfonamid lebih banyak digunakan

kombinasi seperti trimethoprim-sufametoksazol merupakan obat pilihan untuk

infeksi karena pneumonia Pneumocystis jiroveci, toksoplasmosis dan nokardiosis.

TMP / SMX (trimethoprim/sufametoksazol) dipakai untuk terapi empiris pada

pasien. Efektifitas TMP / SMX baik terhadap Staphylococcus aureus,

Haemophilus influenzae, Stenotrophomonas maltophilia, Listeria, Pneumocystis

jirovecii (Pneumocystis carinii). Kadar sufametoksazol aktif dalam urine yaitu 10

kali lebih tinggi dibandingkan kadarnya dalam plasma, sehingga digunakan

sebagai desinfektan saluran kemih. Sediaan kombinasi TMP / SMX yaitu

kotrimoksazol dengan dosis yang biasa diberikan yaitu dua kali sehari 2 tablet

(sufametoksazol 400 mg + trimethoprim 80 mg) (Tjay & Rahardja, 2010). Efek

samping dari TMP / SMX yaitu ruam pada kulit, TMP dapat menyebabkan

hiperkalemia dan peningkatan kreatinin serum (Gallagher & MacDougall, 2018).

Obat oral yang dapat absorbsi yaitu sulfisoksazol dan sulfametoksazol

merupakan obat kerja singkat dan kerja sedang yang digunakan untuk mengobati

infeksi saluran kemih. Dosis lazim dewasa yaitu 1 Gram sulfisoksazol empat kali

sehari atau 1 Gram sulfametoksazol dua atau tiga kali sehari. Sulfadiazine dalam

kombinasi dengan pirimetamin merupakan terapi lini pertama untuk

toksoplasmosis akut. Sulfadoksin yang saat ini tersedia di AS merupakan salah

satu sulfonamide yang mempunyai kerja lama, kombinasi dengan pirimetamin

digunakan terapi lini kedua untuk malaria (Katzung et al., 2013).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

30

2.2.2.5.9 Antibiotik Fluoroquinolon

Golongan antibiotik fluoroquinolon diantaranya adalah ciprofloxacin,

levofloxacin, moxifloxacin, gemifloxacin. Antibiotik ini memiliki spektrum luas

yang mencakup organisme Gram positif dan Gram negatif (Gallagher &

MacDougall, 2018). Mekanisme kerja dari fluoroquinolone yaitu menghambat

pembentukan DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase)

dan topoisomerase IV bakteri. Dengan dihambatnya DNA girase dapat mencegah

relaksasi gulungan DNA yang diperlukan untuk transkripsi dan replikasi normal.

Inhibisi topoisomerase IV mengganggu pemisahan replikasi DNA kromosom ke

sel sewaktu pembelahan sel (Katzung et al., 2013). Spektrum cifrofloxacin baik

terhadap enterik GNRS (E. Coli, Proteus, Klebsiella, dll), Haemophilus influenza.

Sedangkan spektrum yang baik pada levofloxacin/ moxifloxacin/ gemifloxacin

yaitu enterik Gram negatives, S. pneumoniae, atypicals, H. influenza (Gallagher &

MacDougall, 2018). Pemakain klinis fluorokuinolon (selain moksifloksasin yang

mencapai kadar urine yang relatif rendah) merupakan efektif terhadap infeksi

saluran kemih yang disebabkan oleh banyak organisme seperti Pseudomonas

aeruginosa (Katzung et al., 2013).

Tabel II. 5 Sifat Farmakokinetik Beberapa Fluorokuinolon (Katzung et al., 2013) Antibiotik Dosis Oral Waktu Paruh

Sifrofloksasin 500 mg 3-5 jam

Gatifloksasin 400 mg 8 jam

Gemifloksasin 320 mg 8 jam

Levofloksasin 500 mg 5-7 jam

Lomefloksasin 400 mg 8 jam

Moksifloksasin 400 mg 9-10 jam

Norfloksasin 400 mg 3,5-5 jam

Ofloksasin 400 mg 5-7 jam

2.2.2.5.10 Antibiotik Polien

Antibiotik polien merupakan hasil sintesis dari Streptomyces sp. yang

mempunyai cincin lakton ikatan rangkap terkonjugasi. Antibiotik polien tidak

memiliki efek terapi sebagai antibibakteri dan antiriketsia namun antibiotik ini

lebih aktif terhadap jamur dan yeast. Adapun contoh antibiotik ini yaitu

amfoterisin B, kandisidin dan nistatin, yang banyak digunakan sebagai terapi

antijamur (Siswandono, 2016).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

31

2.2.2.5.11 Antibiotik Derivat Ansamin

Derivat ansamisin merupakan hasil isolasi dari Streptomyces sp. dan

sebagian besar turunan ini dapat menyebabkan efek toksik yang tinggi. Oleh

karena itu, yang dipakai untuk penggunaan secara klinik hanya rifampisin.

Rifampisin aktivitas antibakterinya yaitu spektrum luas, dan rifampisin digunakan

untuk terapi pengobatan tuberkulosis (antituberkulosis) (Siswandono, 2016).

Mekanisme kerja dari rifampisin yaitu dengan menghambat sintesis mRNA

dengan cara berikatan pada sisi aktif enzimnya. Indikasi rifampisin ketika

dikombinasi dengan antibiotik lain digunakan sebagai terapi pengobatan untuk

endocarditis dan osteomielitis, selain itu untuk pencegahan pada orang yang

berkontak langsung dengan penderita penyakit meningitis yang diakibatkan oleh

meningokokus dan Haemophilus influenza (Elliott dkk., 2013).

2.2.2.5.12 Antibiotik Derivat Antrasiklin

Derivat antrasiklin merupakan hasil isolasi dari Streptomyces sp. dan

secara umum derivat antrasiklin digunakan sebagai terapi pengobatan antikanker.

Derivat antrasiklin diantaranya yaitu daunorubisin HCl, doksorubisin HCl,

epirubisin, dan plikamisin (mitramisin). Mekanisme kerja dari derivat antrasiklin

yaitu menghambat proses penggandaan dan transkripsi DNA dengan cara

mengikat struktur dobel heliks DNA. Secara klinis derivat antrasiklin digunakan

sebagai terapi pengobatan mielositik dan limfositik leukemia jangka pendek,

penyakit Hodgkin, selain itu dapat sebagai terapi limfoma, sarkoma dan

karsinoma, neurablostoma dan hepatoma (Siswandono, 2016).

Plikamisin digunakan sebagai terapi pengobatan tumor embrional

pada testis dan kanker tulang. Dosis dari plikamisin dengan rute intravena melalui

infus yaitu 25-30 µg/kgBB/hari diberikan selama 8-10 hari. Dosis dari

doksorubisin rute intravena yaitu 60-75 mg/m2 dengan selang waktu pemberian 3

minggu, efek sampingnya yaitu kardiotksis yakni dapat merusak otot jantung

(efek kumulatif) dengan gagal jantung (dekompensasi irreversible) yang

diakibatkan oleh terbentuknya radikal bebas yang didalam jantung tidak

diinaktivir karena tidak adanya enzim katalase dengan khasiat antioksidan. Dosis

epirubisin rute intravena yaitu 60-90 mg/m2 dengan selang waktu pemberian 3

minggu (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

32

2.2.2.5.13 Antibiotik Fosfomisin

Fosfomisin (fosmisin) merupakan derivat dari epoksida dan asam

fosfonat, dan senyawa hasil isolasi dari Streptomyces fridiae atau Streptomyces

sp. yang lainnya. Efek aktivitas spektrumnya luas yang bersifat bakterisidal dan

digunakan untuk terapi pengobatan infeksi bakteri Gram positif. Fosfomisin

digunakan dalam dosis tunggal 3 g untuk mengobati infeksi saluran kemih bawah

dan tidak komplikasi pada wanita hamil. Fosfomisin tidak stabil pada asam

lambung sehingga tidak dapat diberikan untuk rute oral. Oleh karena itu,

fosfosimin diberikan melalui rute intravena dengan dosis 6-15 g. Waktu paro obat

berada dalam plasma kurang lebih 2 jam sesudah pemberian, fosfosimin relatif

tidak toksik dan jarang menimbulkan reaksi alergi pada pasien ataupun resistensi

antibiotik (Siswandono, 2016; Katzung et al., 2013).

2.2.3 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik

Antibiotik perlu dipertimbangkan dengan cermat saat digunakan sebagai

terapi, seperti infeksi ringan tidak memerlukan terapi antibiotik asalkan daya

tahan tubuh pasien suatu penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya.

Pemilihan obat antibiotik tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan

dengan pasien, organisme dan letak infeksi. Rute pemberian, dosis dan lama terapi

antibiotik tergantung pada tingkat infeksi yang diderita oleh pasien. Rute

intravena biasanya digunakan untuk infeksi yang kronis (Elliott dkk., 2013).

Prinsip penggunaan terapi antibiotik secara bijak (Kemenkes RI, 2011) yaitu:

a) Penggunaan antibiotik bijak, adalah penggunaan antibiotik dengan spektrum

sempit dengan indikasi yang ketat sesuai dosis yang adekuat, interval dan

lama pemberian yang tepat.

b) Kebijakan penggunaan antibiotik ditandai dengan pembatasan penggunaan

antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.

c) Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan cara menerapkan

pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara

terbatas dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu.

d) Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis

penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil dari pemeriksaan

laboratorium meliputi uji mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

33

Antibiotik tidak dapat diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self limited).

e) Pemilihan antibiotikxharus berdasarkanxpada:

Informasi mengenai spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan

terhadap antibiotik.

Hasil pemeriksaan mikrobiologi perkiraan kuman penyebab infeksi.

Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan

keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.

Obat dipilih atas dasar paling cost effective dan aman.

Prinsip 5B 1W (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu dan

cara pemberian, waspada efek samping serta resistensi obat).

f) Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik

sehingga menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten,

meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, mengembangkan

sistem penanganan penyakit infeksi secara bersamaan, membentuk tim

pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara bijak, intensif dan

berkesinambungan adalah langkah yang diambil untuk mewujudkan

penerapan penggunaan antibiotik secara bijak.

2.2.3.1 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Empiris

Antibiotik empiris yaitu antibiotik yang digunakan pada kasus infeksi

bakteri atau diduga bahwa infeksi bakteri yang belum diketahui jenis bakteri

penyebab dan kepekanaannya (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019). Tujuan

pemberian antibiotika untuk terapi empiris untuk menghambat pertumbuhan

bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil

pemeriksaan mikrobiologi. Waktu dimulai pemberian antibiotik empiris

berdasarkan dari kedaruratan kondisi pasien. Pada kondisi pasien kritis atau

darurat seperti pada pasien septik syok, neutropenia febril, dan meningitis bakteri,

terapi empiris harus segera dimulai setelah atau bersamaan dengan koleksi

diagnostik spesimen atau kultur kuman. Pada umumnya, pemberian antibiotik ini

menggunakan antibiotik berspektrum luas yang dapat membunuh banyak spesies

bakteri. Untuk infeksi berat yang diduga penyebabnya polimikroba, maka dapat

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

34

digunakan antibiotik kombinasi. Pertimbangan dalam pemberian antibiotik

empiris adalah lokasi dan jenis terjadinya penyebab infeksi, pola resistensi pada

fasilitas kesehatan dan history penggunaan antibiotik pada pasien. Antibiotik oral

digunakan sebagai pilihan pertama untuk terapi infeksi ringan. Pada infeksi

sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika parenteral

(KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2016; Leekha et al., 2011).

Prosedur pemberian antibiotik empiris berdasarkan SPO RSUD Dr. Iskak

Tulungagung (2019) yaitu :

Dokter mengidentifikasi pasien yang secara klinis mengalami infeksi

bakteri.

Dokter memberikan antibiotik empiris sesuai Panduan Praktek Klinis

(PPK) yang berdasarkan pola peta kuman pada RSUD Dr. Iskak

Tulungagung, durasi pemberian antibiotik empiris sampai 72 jam.

Dokter menulis permintaan pada Kartu Permintaan Obat (KPO).

Apoteker atau TTK (Tanaga Teknis Kefarmasian) melakukan telaah

terhadap KPO, kemudian petugas depo melayani dan menyiapkan sesuai

KPO yang telah ditelaah.

APJP (Apoteker Penanggungjawab Pelayanan) melakukan monitoring atau

pemantauan terhadap penggunaan antibiotik.

Perawat Penanggungjawab Pelayanan (PPJP) atau APJP

menginformasikan kepada DPJP dan dokter spesialis mikrobiologi klinik

bahwa pemberian antibiotik empiris sudah diberikan selama 72 jam. Jika

antibiotik empiris sudah dilakukan selama 72 jam, maka harus dilakukan

kultur dan konsultasi pada dokter spesialis mikrobiologi klinik.

DPJP dan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik berkoordinasi untuk

pemberian antibiotik selanjutnya.

2.2.3.2 Prinsip Penggunaan Antibiotik Untuk Terapi Definitif

Antibiotik definitif adalah antibiotik yang digunakan pada kasus infeksi

yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. Pemberian

antibiotik definitif bertujuan untuk eradikasi atau menghambat pertumbuhan

bakteri yang menjadi penyabab infeksi berdasarkan hasil pemeriksaan

mikrobiologi (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

35

Prosedur pemberian antibiotik definitif berdasarkan SPO RSUD Dr. Iskak

Tulungagung (2019) yaitu:

Dokter memberikan antibiotik definitif setelah pemeriksaan hasil

mikrobiologi diketahui.

Dokter memilih antibiotik terapi mengacu pada: prinsip eskalasi De-

eskalasi; 5B1W (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu dan

cara pemberian obat, serta waspada efek samping dan resistensi); dan lama

pemberian terapi sesuai Panduan Praktek Klinik masing-masing SMF.

Dokter menuliskan permintaan antibiotik terapi pada KPO.

Apoteker atau TTK melakukan telaah terhadap KPO.

Petugas depo farmasi melayani KPO yang telah ditelaah.

APJP melakukan monitoring terhadap penggunaan antibiotik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan antibiotik untuk terapi

pengobatan infeksi (Elliott dkk, 2013) yaitu:

a) Farmakologi, Interaksi antibiotik dengan obat lain

b) Penetrasi ke daerah infeksi

c) Biaya, toksisitas

d) Kemungkinan penyababnya patogen

e) Spektrum aktivitas antibiotik

f) Umur pasien, toleransi

g) Penyakit yang mendasari (contohnya: gagal ginjal dan hepar)

h) Alergi yang diderita pasien

i) Kehamilan dan menyusui

2.2.4 Jenis Pemberian Terapi Antibiotik

2.2.4.1 Antibiotik Profilaksis

Antibiotik profilaksis bedah bersih (contohnya kraniotomi dan mata) dan

bedah bersih terkontaminasi yaitu terapi penggunaan antibiotik sebelum, selama

dan maksimal 24 jam setelah operasi untuk kasus yang secara klinis tidak terdapat

infeksi, antibiotik profilaksis bertujuan untuk menjegah atau menghambat

timbulnya infeksi pada tempat operasi. Sedangkan untuk bedah terkontaminasi

dan kotor tidak perlu diberikan antibiotik profilaksis karena sudah diberikan terapi

antibiotik (Kemenkes RI, 2017).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

36

2.2.4.2 Terapi Antibiotik Empiris

Terapi antibiotik empiris merupakan terapi penggunaan antibiotik untuk

penyakit infeksi yang jenis bakteri penyebabnya belum diketahui secara pasti,

antibiotik ini diberikan 3-5 hari. Terapi antibiotik lanjutan boleh diberikan jika

terdapat data hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi. Terapi empiris ini

diberikan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik. Oleh karena itu,

sebelum terapi antibiotik empiris diberikan pada pasien terlebih dahulu dilakukan

pengambilan sampel atau spesimen untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Pada terapi empiris (terapi awal), antibiotik yang digunakan sebagai terapi harus

bisa mengatasi semua patogen yang menyebabkan penyakit infeksi dikarenakan

penyebabnya belum diketahui. antibiotik yang digunakan terapi empiris yaitu

antibiotik kombinasi atau tunggal dan spektrum luas (Goodman & Gilman, 2012).

2.2.4.3 Terapi Antibiotik Definitif

Terapi antibiotik definitif merupakan penggunaan antibiotik untuk

penyakit infeksi yang telah diketahui jenis bakteri penyebabnya dan kepekaan

bakteri tersebut terhadap antibiotik. Paling banyak digunakan sebagai terapi

antibiotik definitif yaitu memiliki toksisitas rendah dan berspektrum sempit

sehingga efek terapi yang diinginkan tercapai (Goodman & Gilman, 2012).

2.2.5 Resistensi Antibiotik

2.2.5.1 Pengertian Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik yaitu antibiotik yang digunakan sebagai terapi tidak

efektif karena bakteri tersebut sudah kebal terhadap antibiotik yang digunakan

(Kemenkes RI, 2015).

2.2.5.2 Mekanisme Resistensi

Gambar 2. 5 Mekanisme Resistensi Antibiotik (Gallagher & MacDougall, 2018)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

37

Mekanisme resistensi dapat dibagi menjadi empat (Gallagher &

MacDougall, 2018) yaitu:

a) Permeabilitas yang menurun mencegah antibiotik menembus sel bakteri,

sehingga mengurangi konsentrasi antibiotik intraseluler.

b) Modifikasi enzimatik karena enzim yang diproduksi oleh bakteri dapat

menghancurkan antibiotik sebelum memiliki kesempatan untuk mencapai

lokasi aktivitasnya atau bahkan memasuki sel.

c) Perubahan pada letak target, yang mengarah pada penyisihan atau modifikasi

yang terjadi pada antibiotik sehingga tidak dapat bekerja.

d) Efflux aktif berlangsung ketika efflux memompa bakteri untuk mengeluarkan

antibiotik, yang mengurangi konsentrasi dari intraseluler.

Tabel II. 6 Contoh Dari Mekanisme Resistensi Antibiotik (Gallagher &

MacDougall, 2018)

No Kategori Contoh

1 Permeabilitas menurun Dinding sel berubah

Perubahan porin channel atau hilang

Produksi bioflm

2 Modifikasi enzimatik Beta lactamase

Perubahan enzim aminoglikosida dan Metilasi

3 Perubahan situs target Modifikasi ribosom

4 Efflux aktif Efflu x tetracycline

Efflux fluoroquinolon

2.2.5.3 Etiologi Resistensi Antibiotik

Resistensi bakteri terhadap antibiotik berdasarkan pada modifikasi genetik

yang dapat menyebabkan organisme tersebut menghindari efek terapi dari obat

antibiotik. Dengan adanya mekanisme untuk transmisi materi genetik melalui

plasmid, transposon, dan bakteriofag yang akan menyebabkan organisme resisten

terhadap antibiotik (Elliott dkk, 2013). Terdapat beberapa hal yang dapat

menyebabkan bakteri resistensi antibiotik (Elliott dkk, 2013) yaitu:

a) Perubahan tempat sasaran yang akan membuat pengikatan obat kesasaran

utama menjadi berkurang atau hilang. Pada tahap ini resitensi terjadi karena

terdapat perubahan yang terjadi pada DNA ataupun RNA bakteri secara

spontan dari bakteri yang sudah sensitif, sehingga dengan keberadaan

antibiotik dapat menyebabkan meningkatnya resisten.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

38

b) Inaktivasi antibiotik yaitu Contohnya seperti antibiotik β-laktam dapat terjadi

hidrolisis cincin β-laktam penisilin dan sefalosporin sehingga produk lain

tidak terbentuk.

c) Gangguan transpor obat kedalam sel diblok. Pada sebagian antibiotik yang

resisten disebabkan karena terjadinya hambatan transport obat kedalam sel

bakteri, misalnya antibiotik golongan aminoglikosida dan karbapenem.

d) Memutuskan jalur metabolik, menyediakan pengganti untuk tahap metabolik

yang dihambat oleh antibiotik.

e) Pengeluaran obat dari dalam sel meningkat

f) Pertahanan tempat sasaran antibiotik oleh protein bakteri.

2.2.5.4 Pencegahan Dan Pengendalian Resistensi Antibiotik

Pencegahan dan pengendalian resistensi dapat dikendalikan dengan cara

mengoptimalkan aturan yang terdapat pada Permenkes No. 2406 Tahun 2011.

mengkolaborasikan program dalam permenkes dengan strategi manajemen

resistensi antibiotik dunia. Hal yang dapat dilakukan, yaitu:

a) Mengoptimalkan Antimicrobial Stewardship Program

Pertama yang harus dilakukan dengan pengarahan terpusat secara

berkala kepada Komite Terapi Antibotik RS, dokter spesialis infeksi serta

dokter umum, farmasis klinik, dan mikrobiologi medik untuk mempelajari

dan memahami isi program Antimicrobial Stewardship. Kemudian pihak

pemerintah mulai menata sistem seperti pemberian alat dan penyediaan

tenaga kesehatan untuk mendukung program ini.

b) Memperbaiki sistem peresepan antibiotik

Dilakukan pendekatan oleh IDI dan dokter spesialis infeksi kepada

dokter-dokter lainnya, agar tidak meresepkan antibiotik pada kondisi pasien

yang belum dapat dipastikan mengalami infeksi bakteri. Selain itu, para

dokter juga harus diingatkan kembali tentang bahaya resistensi antibiotik.

Farmasis klinik dapat berperan untuk mengawasi antibiotik yang diresepkan,

apabila peresepan antibiotik dianggap tidak sesuai, maka farmasis dapat

mengajukan rekomendasi obat atau regimen yang kurang tepat tersebut pada

dokter. Dalam hal ini, hubungan interprofesi tenaga kesehatan dapat terlihat,

satu sama lain harus saling menghargai dan saling mendengarkan.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

39

c) Mencegah terjadinya infeksi bakteri

Preventif Infection and Control merupakan proGram yang sudah lama

dilaksanakan di negara Eropa dan Amerika. Pencegahan infeksi bakteri dapat

dilakukan secara langsung dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh

dengan menkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang disertai dengan

berolahraga. Sedangkan secara tidak langsung dengan selalu menjaga

kebersihan lingkungan, menghindari konsumsi daging atau sayur yang

terkontaminasi antibiotik pada saat proses harus dilakukan dengan selalu

mencuci bersih dan memasak hingga matang bahan-bahan makanan tersebut.

d) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bijak menggunakan antibiotik

Kegiatan penyuluhan atau edukasi langsung ke tempat tinggal serta ke

berbagai instansi, dilakukan secara jelas namun dengan pembawaan yang

pelan-pelan, akan meningkatkan ketertarikan dan ketaatan masyarakat

mengenai hal yang disampaikan dalam bijak menggunakan antibiotik.

Penggunaan antibiotik secara bijak merupakan yang tepat dengan etiologi

infeksi dengan regimen dosis, lama pemberian optimal, efek samping sedikit,

dan dampak yang sedikit menimbulkan bakteri yang resisten. Sehingga,

pemberian antibiotik harus disertai oleh upaya mencari etiologi infeksi dan

pola kepekaannya (Kemenkes RI, 2015).

2.3 Tinjauan Evaluasi Antibiotik

2.3.1 Evaluasi Antibiotik Secara Kuantitatif Metode DDD

2.3.1.1 Pengertian DDD (Defined Daily Dose)

DDD (Defined Daily Dose) adalah dosis rata-rata harian untuk indikasi

tertentu pada orang dewasa. Metede DDD dapat dilakukan di rumah sakit dan

komunitas, yang membedakannya adalah satuannya yaitu DDD/100 hari rawat

untuk penilaian di rumah sakit sedangkan DDD/1000 hari rawat untuk komunitas.

Namun, penilaian tetap sama menggunakan klasifikasi DDD yang sesuai dengan

ketetapan yang telah ditetapkan (Kemenkes RI, 2011).

2.3.1.2 Manfaat DDD (Defined Daily Dose)

Metode DDD bertujuan untuk mengetahui jumlah atau penggunaan

antibiotik pada pasien dirumah sakit, sehingga hasil evaluasi tersebut dapat

dengan mudah dibandingkan antar rumah sakit lainnya (Kemenkes RI, 2011).

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

40

Selain itu, manfaat metode DDD yang lain yaitu untuk mendapatkan data yang

baku dari penggunaan antibiotik dirumah sakit sehingga dapat dibandingkan data

dari tempat lain WHO merekomendasikan klasifikasi penggunaan antibiotik

secara ATC (Anatomical Therapeutic Chemical) (Kemenkes RI, 2015). DDD

digunakan untuk obat berkode ATC, dan tidak digunakan untuk obat baru. DDD

dapat digunakan pada obat yang sudah disetujui dan telah dipasarkan di satu

negara (WHO, 2018).

2.3.1.3 Klasifikasi DDD (Defined Daily Dose)

Klasifikasi DDD/ATC obat dapat dikelompokkan mulai dari sistem organ

tubuh, sifat kimiawi, menurut indikasinya dalam farmakoterapi. Selain itu obat

memiliki kode ATC yang telah ditetapkan berdasarkan klasifikasinya atau

tingkatnya (Kemenkes RI, 2015).

Tabel II. 7 Tingkat Klasifikasi ATC (Kemenkes RI, 2015)

No Klasifikasi Keterangan

1 Tingkat I Kelompok anatomi, contohnya untuk saluran

pencernaan dan metabolism.

2 Tingkat II Kelompok terapi/ farmakologi obat

3 Tingkat III Subkelompok farmakologi obat

4 Tingkat IV Subkelompok kimiawi obat

5 Tingkat V Substansi kimia obat

ATC dapat diklasifikasikan menjadi tingkat I-V yaitu tingkat I adalah

dikelompokkan berdasarkan kelompok anatomi seperti saluran pencernaan,

metabolisme dan lain-lain; Tingkat II yaitu untuk kelompok terapi / farmakologi

obat; Tingkat III yaitu untuk subkelompok farmakologi obat; Tingkat IV yaitu

untuk subkelompok kimiawi obat; Tingkat V yaitu substansi kimia obat. Contoh

kode ATC berdasarkan klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel II.8 ( Kemenkes

RI, 2015).

Tabel II. 8 Contoh Kode ATC Obat (Kemenkes RI, 2015)

No Kode ATC Tingkat Keterangan Kode ATC

1 J I Antiinfeksi ditujukan untuk terapi sistemik

2 J01 II Antibakteri ditujukan untuk terapi sistemik

3 J01C III Antibakteri golongan β-laktam dan penisilin

4 J01C A IV Penisilin yang berspektrum luas

5 J01C A01 V Ampisilin

6 J01C A04 V Amoksisilin

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

41

2.3.1.4 Perhitungan DDD (Defined Daily Dose)

Masing-masing antibiotik memiliki nilai DDD rata-rata sesuai ketentuan

WHO berdasarkan dosis untuk rehabilitatif rata-rata, pada orang dewasa dengan

indikasi utama yang memiliki berat badan 70 kg (Kemenkes RI, 2015).

Menurut Kemenkes RI (2011) rumus perhitungan evaluasi penggunaan

antibiotik secara kuantitatif dengan menggunakana metode DDD/100 patient days

dirumah sakit yaitu:

Adapun cara untuk menghitung dengan persamaan rumus diatas, yaitu:

1) Mengamati rekam medis pasien yang mendapatkan terapi antibiotik selama

perawatan.

2) Menghitung total lama waktu perawatan dirawat inap/LOS (Length Of Stay)

untuk semua pasien.

3) Menghitung total penggunaan antibiotik gram) yang digunakan pasien selama

dirawat inap dirumah sakit.

4) Tahap terakhir menghitung DDD/100 patient days, sehingga penggunaan

jumlah antibiotik bisa diketahui pada semua pasien.

2.3.2 Evaluasi Antibiotik Secara Kualitatif Metode Gyssens

Evaluasi kualitas antibiotik dapat dilakukan dengan metode Gyssens.

Metode Gyssens dipilih dalam penelitian ini dikarenakan pada metode ini lebih

spesifik untuk mengevaluasi masing-masing parameter penting yang termasuk

dalam penggunaan antibiotik seperti indikasi, efektifitas, keamanan, harga dan

spektrum, dapat juga mengevaluasi lama pengobatan, dosis, interval dan rute

pemberian serta waktu pemberian (Gyssens, 2005). Kualitas antibiotik dapat

dinilai dengan cara melihat rekam medis pasien dan data hasil pemeriksaan

laboratorium untuk melihat perkembangan penyakit pasien. Setelah itu masing-

masing kasus dianalisis untuk melihat pemberian antibiotik sudah sesuai atau

belum dengan diagram alur Gysssens yang kategori penilaiannya terdiri dari 6

kategori, yaitu kategori 0 adalah penggunaan antibiotik yang tepat dan sesuai, I

penggunaan antibiotik tidak tepat waktu, IIa tidak tepat dosis, IIb tidak tepat

interval, IIc tidak tepat rute, IIIa tidak tepat karena terlalu lama, IIIb tidak tepat

karena terlalu singkat, IVa tidak tepat karena ada antibiotik lain yang lebih

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

42

efektik, IVb tidak tepat karena ada antibiotik lain yang lebih aman, IVc tidak tepat

karena ada antibiotik lain yang lebih murah, IVd tidak tepat karena ada spektrum

yang lebih sempit, V tidak ada indikasi antibiotik, VI rekam medis tidak lengkap/

tidak dapat dievaluasi. Pemberian antibiotik yang tepat jika evaluasi sesuai

dengan kategori 0, pemberian antibiotik tidak tepat jika antibiotik termasuk

kategori I, IIa, IIb, IIc, IIIa, IIIb, IVa, IVb, IVc, IVd (I, II, III, IV). Penilaian

kualitas antibiotik sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu orang untuk

mendapatkan hasil yang sesuai (Kemenkes RI, 2015).

Gambar 2. 6 Alur Penilaian Metode Gyssens (Gyssens, 2005)

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

43

Metode Gyssens adalah metode yang digunakan untuk menilai kualitas

penggunaan antibiotik secara kualitatif dengan menggunakan diagram alur

Gyssens, evaluasi akan dilakukan secara lengkap pada metode Gyssens,

pertanyaan harus berada pada urutan yang tetap sehingga tidak ada parameter

yang ditinggalkan. Pembacaannya dimulai dari atas (Kategori VI) ke bawah

dalam rangka untuk mengevaluasi keseluruhan proses dalam alur Gyssens seperti

yang tertera pada Gambar 2.6.

1) Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI

Data tidak lengkap adalah data yang tertera pada rekam medis dimana tidak

ada data pasien, data klinis dan laboratorium, diagnosis kerja, atau halaman

rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat di evaluasi. Apabila data

lengkap, dapat dilanjutkan ke pertanyaan selanjutnya, apakah antibiotik

diindikasikan?

2) Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotik, berhenti di kategori V

Indikasi adanya infeksi ditunjukkan dengan sindrom klinis yang mengarah

pada keterlibatan bakteri. Pada awal mula infeksi ditandai dengan demam,

namun demam tidak selalu diakibatkan oleh infeksi, oleh karena itu

pengetahuan tentang penyakit infeksi, dilihat dari parameter klinis tertentu

sehingga dapat menentukan apakah pasien membutuhkan antibiotik atau

tidak. Apabila terindikasikan, dilanjutkan dengan pertanyaan selanjutnya,

apakah pemilihan Antibiotik sudah tepat?

3) Bila ada pilihan antibiotik lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVa

Awal pemberian antibiotik dimulai dalam situasi ketidakpastian bakteri

penyebab dari infeksi, oleh karena itu diberikan terapi antibiotik empiris.

Antibiotik empiris adalah antibiotik yang digunakan pada kasus infeksi

bakteri atau diduga infeksi bakteri yang belum diketahui jenis bakteri

penyebabnya dan pola kepekaannya. Bila infeksi yang dialami berat, dapat

dilakukan kombinasi. Pilihan antibiotik yang lebih efektif didasarkan pada

hasil pemerksaan mikrobiologi lalu diberikan terapi antibiotik yang berlaku.

Apabila tidak ada, pertanyaan selanjutnya adalah apakah ada alternatif lain

yang kurang toksik?

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

44

4) Bila ada pilihan antibiotik alternatif yang kurang toksik, berhenti di kategori

IVb. Penyesuaian toksisitas disesuaikan dengan kondisi pasien masing-

masing misalnya kelainan pada ginjal untuk itu, untuk menghindari hal

tersebut peresepan dilakukan penyesuaian (Gyssens, 2005). Apabila tidak

toksik apakah ada alternatif lain lebih murah?

5) Bila ada antibiotik yang lebih murah daripada yang diberikan, berhenti di

kategori IVc. Perhitungan berdasarkan harga yang ada di RSUD Dr. Iskak

Tulungagung dan dianggap sebagai obat generik. Bila tidak ada, pertanyaan

selanjutnya adalah apakah ada alternatif lain yang spektrum lebih sempit?

6) Bila ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit, berhenti di kategori

IVd. Apabila tidak ada alternatif lain yang spektrum aktivitasnya lebih

sempit, dilanjutkan dengan pertanyaan, apakah durasi antibiotik yang

diberikan terlalu panjang/singkat?

7) Lama pemberian antibiotik dinilai sesuai guideline yang ada yaitu :

a. Pada kasus bedah bersih dan bersih terkontaminasi antibiotik profilaksis

yang diberikan yaitu sefalosporin generasi I dan II, bila diduga terdapat

bakteri anaerob dikombinasi dengan metronidazole dengan waktu

pemberian 30-60 menit sebelum operasi. Lama pemberian antibiotik

profilaksis yaitu sekali sebelum operasi. Jika pasien mengalami

perdarahan >1500 cc atau operasi >3 jam antibiotik profilaksis dapat

diberikan sampai 24 jam dengan dosis 1g (Kemenkes, 2011).

b. Pada kasus apendisitis akut antibiotik profilaksis diberikan satu kali

sebelum operasi, sedangkan pemberian antibiotik empiris diberikan

hingga 4- 7 hari (PAMC, 2015)

c. Pada kasus caesarean section (SC) antibiotik profilaksis yang diberikan

yaitu cefazolin 2 g, diberikan 30-60 menit sebelum operasi, antibiotik

empiris diberikan 48-72 jam setelah operasi jika pasien menunjukkan

terdapat tanda-tanda infeksi (Guidline Antibiotic Prophlaxis in Obstetric

Procedurs, 2010; SPO RSUD Dr. Iskak Tulunggaung, 2019).

d. Pada kasus pneumonia, antibiotik empiris diberikan selama 10 sampai 14

hari (AAFP, 2006; PDPI 2003).

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/63108/3/BAB II.pdf · 2020. 6. 30. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah suatu

45

Apabila durasi pemberian antibiotik terlalu panjang, berhenti di kategori IIIa.

Namun bila durasi pemberian Antibiotik terlalu singkat, berhenti di kategori

IIIb. Apabila tidak, dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai dosis. Apakah

dosis pemberian antibiotik sudah benar?

8) Bila dosis pemberian antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIa

Dosis pemberian antibiotik harus diatas MIC (Minimum Inhibitory

Concentration) dapat dikatakan optimal. Selain itu, dosis yang diberikan

harus sesuai. Bila dosisnya sudah tepat, dilanjutkan pertanyaan apakah

interval saat pemberian antibiotik sudah tepat?

9) Bila interval tidak tepat, berhenti di kategori IIb

Penentuan interval dapat dilihat dari waktu paruh dan mekanisme aksi dari

obat. Bila interval pemberian antibiotik sudah tepat, dilanjutkan pertanyaan

apakah rute pemberian antibiotik sudah tepat?

10) Bila rute pemberian antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIc

Pemberian secara intravena dapat digunakan pada pasien dengan masalah

yang berat. Selanjutnya bisa disesuaikan bila dibutuhkan terapi oral dengan

respon klinik dan fungsi saluran pencernaan yang baik. Apabila rute

pemberian sudah tepat, dilanjutkan pada waktu pemberian antibiotik apakah

sudah tepat?

11) Bila waktu pemberian tidak tepat, berhenti di kategori I

Pemberian antibiotik profilaksis optimal yaitu 30-60 menit sebelum dilakukan

operasi dengan durasi pemberian 24 jam (Kemenkes 2011; SPO RSUD Dr.

Iskak Tulunggaung, 2019).

12) Bila antibiotik tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotik

tersebut merupakan katagori 0 yaitu pemberian antibiotik yang rasional atau

pemberian antibiotik sudah sesuai.